• Tidak ada hasil yang ditemukan

Campur Kode Keluar dalam Karangan Narasi Santri Kelas IX MTs Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor Tahun Pelajaran 2016/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Campur Kode Keluar dalam Karangan Narasi Santri Kelas IX MTs Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor Tahun Pelajaran 2016/2017"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

KELAS IX MTs PESANTREN MODERN UMMUL QURO AL-ISLAMI

BOGOR TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Nur Hamidah

NIM: 111213000032

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Nur Hamidah, NIM: 1112013000032, 2016. “Campur Kode Keluar dalam Karangan Narasi Santri Kelas IX MTs Ummul Quro Al-Islami Bogor Tahun Pelajaran 2016/2017”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing Dr. Elvi Susanti, M.Pd.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk campur kode keluar (outer code mixing) yang muncul dalam karangan narasi santri kelas IX MTs Ummul Quro Al-Islami Bogor. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode observasi dan deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada hasil tulisan karangan narasi santri, ditemukan bentuk campur kode keluar atau outer code mixing yang meliputi dua bahasa, yakni bahasa Arab dan Inggris. Dari 51 data campur kode, 27 campur kode berbentuk kata, 14 frasa, 4 klausa, dan 6 kalimat. Campur kode dalam bahasa Inggris sebanyak 43 data dan 8 lainnya dari bahasa Arab.

(6)

ii ABSTRACT

Nur Hamidah, NIM: 1112013000032, 2016. “The Use of Outer Code Mixing in Narration Text of Class IX MTs Ummul Quro Al-Islami, Bogor”Indonesia Language and Literature Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta. Advisor Dr. Elvi Susanti, M.Pd.

The purpose of this research is to find out the sort of outer code mixing in narration text student class IX MTs Ummul Quro Al-Islami, Bogor. The method of the research is observation and descriptive qualitative.

Based on the result of reserach on the narrative text student class IX MTs Ummul Quro Al-Islami, the researcher found that there are two kind of outer code mixing in the text, such as Arabic language and English language. Outer code mixing also include 51 data, 27 in the kind of words, 14 phrases, 4 klauses, and 6 sentences. Outer code mixing in English language happened in 43 data and 8 in Arabic language.

(7)

iii

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT. karena limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Salawat dan salam tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad Saw., para keluarga, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi berjudul “Campur Kode Keluar dalam Karangan Narasi Santri Kelas IX MTs Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor”, disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi, penulis membutuhkan bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa hormat, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu memberikan semangat dan saran-saran selama perkuliahan berlangsung.

3. Toto Edidarmo, MA., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang memberikan saran dan semangat.

4. Dr. Elvi Susanti, M.Pd. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan saran saat penyusunan skripsi ini.

5. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd. sebagai dosen penguji I yang telah memberikan saran serta arahan terkait skripsi ini.

6. Dr. Hindun, M.Pd. sebagai dosen penguji II yang telah memberikan saran serta arahan terkait skripsi ini.

7. Djoko Kentjono, MA., selaku dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberi masukan, arahan, dan saran yang sangat berarti bagi penulis saat penyusunan skripsi ini.

(8)

iv

9. Teristimewa untuk orangtua penulis, yaitu Bapak M. Rasan dan Ibu Namah yang tidak henti memberikan doa, motivasi, nasehat, dan saran.

10.Keluarga besar Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya angkatan 2012 yang selalu menjadi tempat diskusi yang hangat dan menarik saat perkuliahan. 11.Ust. Andri Noer Jaelani, S.Pd., selaku Kepala Sekolah MTs Ummul Quro Al-Islami

yang telah membantu penulis dalam proses penelitian.

12.Keluarga besar Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor, khususnya siswa putri kelas IX yang telah membantu penulis saat proses penelitian.

13.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis memohon maaf atas kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari semua pihak. Semoga kehadiran skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

(9)

v

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Profil Sekolah ... 29

B. Klasifikasi Bentuk dan Analisis Data ... 32

(10)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Bimbingan Skripsi

2. Surat Permohonan Izin Penelitian 3. Surat Keterangan Penelitian 4. Lembar Uji Referensi 5. Dokumentasi Penelitian

(11)

1

Setiap orang yang telah mempelajari dua bahasa rata-rata memiliki kemampuan berbahasa lebih dari satu yang disebut dwibahasawan. Kemampuan dwibahasawan ini didasarkan pada kemampuan seseorang dalam berkomunikasi menggunakan lebih dari satu bahasa selain bahasa ibu. Djoko Kentjono menuturkan bahwa bahasa sebagai sarana utama dalam kehidupan manusia membuat banyak ilmuwan meneliti masalah yang berhubungan dengan bahasa1, serta kesalahan-kesalahan dan perkembangannya. Perkembangan bahasa salah satunya ditandai dengan keberagaman bahasa dalam satu wilayah. Hal ini membuat setiap orang memiliki kemampuan berbahasa lebih dari satu yang disebut dwibahasawan. Kemampuan dwibahasawan ini didasarkan pada kegiatan seseorang dalam berkomunikasi menggunakan lebih dari satu bahasa selain bahasa ibu.

Kemampuan dwibahasawan ini merupakan hal yang mudah ditemukan di Indonesia, karena setiap daerah memiliki bahasanya tersendiri. Kemampuan berbahasa pertama atau bahasa ibu setiap orang diperoleh secara informal, di mana penutur tidak belajar di dalam kelas bersama seorang guru dengan metode tertentu. Semua itu dilakukan secara alamiah yang disebut dengan pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa seperti ini tentunya memiliki banyak faktor yang mendukung, salah satunya lingkungan. Lingkungan dapat membentuk seorang anak dengan mudah dalam proses pembelajaran bahasa ibu secara alamiah, yakni dengan faktor pengulangan dan frekuensi kosakata yang didengar oleh anak sejak kecil.

Saat ini banyak sekolah atau lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa asing dalam kurikulumnya, baik itu sebagai bahasa pengantar atau

1

(12)

2

bukan. Bahasa asing tersebut dijadikan bahasa wajib dalam percakapan sehari-hari. Salah satunya ialah di pesantren modern.

Pesantren modern sebagai salah satu lembaga pendidikan berbasis agama merupakan lingkungan pendidikan yang memiliki sistem yang berbeda dengan sekolah pada umumnya. Awalnya, sistem pendidikan dalam pesantren mengutamakan kepatuhan pada guru sehingga segala kegiatan kependidikan terpusat pada guru. Materi-materi yang diajarkan berasal dari kitab-kitab kuning dan dipelajari menggunakan bahasa daerah. Namun, seiring berkembangnya kurikulum dan khazanah pendidikan di Indonesia, sistem pendidikan di pesantren juga mengalami perubahan, yakni menjadi lebih moderat dan terbuka.

Kini banyak pesantren modern berdiri dan memiliki sistem pendidikan yang sama dengan sekolah pada umumnya. Meski begitu, pesantren modern tidak meninggalkan pengajaran kitab kuning sehingga waktu belajar menjadi lebih padat. Bedanya, pesantren modern mulai memasukkan pengajaran bahasa asing yang dinilai akan memudahkan para santri dalam memahami banyak pelajaran.

(13)

Sistem pembelajaran bahasa asing di lembaga semisal pesantren modern yang saat ini sudah banyak diterapkan di sekolah umum pun, sedikit banyaknya memengaruhi pembelajaran bahasa Indonesia. Meskipun jam belajar materi bahasa Indonesia masih terhitung mendominasi dibanding mata pelajaran lainnya, namun perlu diperhatikan bagaimana bahasa asing atau bahasa kedua memengaruhi aspek-aspek pembelajaran bahasa Indonesia: membaca, berbicara, menyimak, dan menulis. Pembelajaran bahasa Indonesia menuntut seorang peserta didik memiliki kemampuan berbahasa dan penguasaan materi yang baik sesuai dengan standar kompetensi serta indikator yang telah ditentukan.

Saat ini pesantren modern menekankan pada pembelajaran bahasa asing dalam kurikulumnya. Pesantren modern di Indonesia rata-rata mengajarkan dua bahasa asing yakni bahasa Arab dan Inggris dalam kegiatan pembelajaran. Keduanya menjadi bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar di berbagai mata pelajaran. Frekuensi penggunaannya sangat besar dibanding bahasa Indonesia, mengingat mata pelajaran di pesantren modern kebanyakan berbahasa Inggris dan Arab. Penggunaan bahasa asing di lingkungan pesantren memengaruhi kebiasaan peserta didik dalam berbahasa. Oleh karena itu, peserta didik terbiasa dengan percakapan dan tindak tutur bahasa Inggris dan Arab dalam kesehariannya. Selain mereka melakukan tindak tutur dengan menggunakan kedua bahasa tersebut, lingkungan pesantren pun mendukung penerapannya. Salah satunya yaitu pembagian waktu untuk berbicara dengan bahasa Arab dan Inggris per minggunya. Selain itu, pengurus bahasa menempelkan stiker-stiker berbahasa Inggris dan Arab di berbagai tempat hingga memperdengarkan pengumuman dengan kedua bahasa tersebut untuk memotivasi peserta didik agar tetap berbahasa.

(14)

4

yang memengaruhi keberhasilan atau kualitas dalam menulis karangan adalah penggunaan bahasa. Ragam bahasa yang digunakan dalam karangan ialah ragam bahasa Indonesia baku atau bahasa standar. Pada kenyataannya masih ditemukan kosakata hingga klausa dalam bahasa asing pada karya tulis mereka. Penggunaan bahasa dan kode lain dalam suatu bahasa disebut campur kode. Campur kode terjadi sebagai bentuk penggunaan unsur-unsur bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa. Campur kode mengacu pada digunakannya serpihan-serpihan bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa tertentu.2 Pembelajaran menulis dalam materi bahasa Indonesia salah satunya diaplikasikan pada materi menulis karangan.

Menulis karangan dalam praktiknya memerlukan kontrol dan latihan dari mentor atau pengajar agar berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Namun, latihan-latihan tersebut masih belum maksimal sehingga kesalahan-kesalahan berbahasa masih sering terjadi. Peserta didik masih mengalami proses akulturasi atau penyesuaian antara bahasa pertama dan bahasa keduanya. Penyesuaian inilah yang menyebabkan tercampurnya antar dua bahasa yang dipelajarinya. Proses pembelajaran bahasa kedua yang seringkali menimbulkan pengaruh-pengaruh dalam tindak tuturnya, berdampak pula dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Indonesia dalam bidang pendidikan formal dan bahasa asing dalam kegiatan sehari-hari merupakan salah satu bukti bahwa siswa tersebut ialah dwibahasawan. Kontak bahasa para dwibahasawan memacu timbulnya campur kode, baik lisan maupun tulis.

Proses tersebut membuat penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai campur kode bahasa asing dalam lingkungan pesantren dengan judul: Campur Kode Keluar dalam Karangan Narasi Santri Kelas IX Madrasah Tsanawiyah Pesantren Modern Ummul Quro

Al-Islami Bogor Tahun Pelajaran 2016/2017”.

2

(15)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, masalah yang muncul dalam penelitian ini:

1. Adanya percampuran bahasa asing dalam karangan narasi santri. 2. Banyaknya penggunaan bahasa asing dalam karangan narasi bahasa

Indonesia santri.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini membatasi masalah dengan rumusan sebagai berikut:

1. Bentuk campur kode keluar dalam karangan narasi santri kelas IX semester ganjil MTs Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor Tahun Pelajaran 2016/2017.

2. Seberapa banyak jenis campur kode keluar dalam karangan narasi bahasa Indonesia santri kelas IX semester ganjil MTs Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor Tahun Pelajaran 2016/2017.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah di atas, maka dirumuskan:

1. Bagaimana bentuk campur kode keluar yang muncul dalam karangan narasi bahasa Indonesia santri kelas IX MTs Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor Tahun Pelajaran 2016/2017?

2. Bagaimana jumlah kemunculan campur kode keluar dalam karangan narasi bahasa Indonesia santri kelas IX MTs Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor Tahun Pelajaran 206/2017?

E. Tujuan Penelitian

(16)

6

santri Kelas IX MTs Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor Tahun Pelajaran 2016/2017.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, Penulis berharap manfaat yang didapat: 1. Manfaat teoretis:

Secara teoretis diharapkan penelitian ini dapat:

a. Sebagai bahan evaluasi bagi Guru Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk mengetahui adanya percampuran bahasa asing dalam karangan narasi santri.

b. Bagi santri, memberikan wawasan baru mengenai pembelajaran bahasa yang baik.

2. Manfaat praktis:

Adapun manfaat praktis yang dapat diberikan ialah: a. Bagi Penulis

1) Dapat mengetahui gambaran campur kode bahasa asing dalam pembelajaran menulis karangan narasi.

2) Memberikan gambaran bagi Guru bahasa Indonesia agar dapat memberikan pengayaan mengenai kosakata lebih baik lagi.

b. Bagi Guru

1) Mengetahui kemampuan santri dalam penerapan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pembelajaran menulis.

2) Memberikan masukan bagi Guru agar tetap mengawasi penerapan dari mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam pembelajaran menulis.

c. Bagi santri

1) Memberikan pemahaman baru mengenai bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pembelajaran menulis.

(17)

7 1. Kontak Bahasa

Komunikasi yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat ditandai oleh kegiatan bertutur antar sesamanya. Bahasa menjadi salah satu media yang mengakibatkan adanya kontak bahasa antar individu. Keberagaman daerah serta latar belakang masyarakat yang berbeda, bahasa yang digunakan pun beragam yang kemudian berakibat adanya beberapa bahasa yang digunakan dalam satu penutur.

Weinrich mengungkapkan bahwa “kontak bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua bahasa oleh penutur yang sama secara bergantian. Kontak bahasa di dalamnya terjadi pemindahan unsur suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain mencakupi semua tataran.”1

Mackey menjelaskan bahwa “kontak bahasa sebagai pengaruh bahasa yang satu kepada bahasa yang lain baik langsung maupun tak langsung, sehingga dapat memengaruhi penguasaan bahasa penutur baik ekabahasawan maupun dwibahasawan.”2 Apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, maka dapat dikatakan bahwa bahasa-bahasa tersebut saling kontak. Jadi kontak bahasa-bahasa terjadi dalam diri penutur secara individual.

Selain itu, kontak bahasa juga terjadi secara sosial, di mana kontak bahasa berlaku di dalam suatu masyarakat dan nantinya akan menentukan perubahan dan perkembangan yang terjadi pada suatu bahasa atau bahasa yang mereka gunakan. Jadi, segala persentuhan antara beberapa bahasa yang berakibat adanya kemungkinan pergantian bahasa oleh penutur dalam konteks sosialnya nantinya muncul dalam bentuk kedwibahasaan.

1

Made Denes dkk, Interferensi Bahasa Indonesia Dalam Pemakaian Bahasa Bali di Media Massa, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994), hlm. 6

2

(18)

8

2. Kedwibahasaan

Nababan mengungkapkan bahwa “kedwibahasaan atau bilingualisme adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam berinteraksi dengan orang lain. Bilingualitas adalah kesanggupan atau kemampuan seseorang memakai dua bahasa.”3 Sedangkan menurut Bloomfield, kedwibahasaan diartikan sebagai “kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baik oleh seorang penutur.”4 Kemampuan ini dapat diwujudkan dalam semua keterampilan berbahasa: membaca, menulis, berbicara, dan menyimak.

Kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Hal ini mengisyaratkan bahwa untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai dua bahasa, yaitu B1 dan B2.

Weinrich mengungkapkan bahwa kedwibahasaan adalah “the practice of alternately using two languages” 5 yaitu kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Menurutnya pula, seseorang yang terlibat dalam praktik penggunaan dua bahasa secara bergantian itulah yang disebut dengan bilingual atau dwibahasawan.6 Tingkat penguasaan bahasa dwibahasawan yang satu berbeda dengan dwibahasawan yang lain, bergantung pada setiap individu yang menggunakannya.

Spolsky menyatakan secara jelas bahwa “the simplest definition of a bilingual is a person who has some functional ability in a second language (seseorang yang memiliki kemampuan berbahasa dalam bahasa kedua).”7 Berapa jauh penguasaan seseorang atas bahasa kedua bergantung pada sering tidaknya dia menggunakan bahasa kedua itu.8

Jumlah bahasa yang digunakan dalam masyarakat sangat banyak. Hal ini disebabkan oleh satu penutur yang dapat menggunakan lebih dari satu bahasa

Bernard Spolsky, Sociolinguistics, (Bristol: Oxford University Press, 2010), hlm. 45

8

(19)

dalam tindak tuturnya. Pengetahuan mengenai masalah kebahasaan pun berkembang seiring majunya ilmu pengetahuan. Salah satunya ialah kedwibahasaan.

Tarigan memiliki pula pengertian mengenai dwibahasawan, yakni perihal pemakaian dua bahasa.9 Dua bahasa ini bisa berarti bahasa daerah dan bahasa asing yang dikuasai atau diketahui oleh si penutur, karena dengan menguasai dua bahasa atau lebih maka ia memiliki kosakata yang lebih banyak dari orang yang hanya menguasai satu bahasa saja. Seorang dwibahasawan akan terpengaruh dengan kosakata bahasa lain (asing) ketika melakukan ujaran.

Hoffmann menjelaskan kedwibahasaan sebagai akibat dari kontak dan penyebarannya ke seluruh masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa “kedwibahasaan ditentukan oleh sikap individu dan kelompok terhadap (1) kedua bahasa yang digunakan, dan (2) kedwibahasaan itu sendiri.”10 Made Iwan menuturkan bahwa dwibahasawan ialah “people who are not monolinguals but speak two languages every day.”11

Semua pendapat yang dikemukakan ahli pada akhirnya memiliki satu simpulan mengenai dwibahasawan, yaitu orang yang memiliki kemampuan bertutur lebih dari satu bahasa. Bahasa yang dikuasai bisa jadi dari bahasa ibu, bahasa daerah, atau bahasa asing. Nantinya, kemampuan dwibahasawan dalam bertutur menggunakan dua bahasa atau lebih dalam satu kali ujaran, akan mengakibatkan munculnya peristiwa-peristiwa berbahasa salah satunya campur kode.

2.1Jenis-jenis Kedwibahasaan

Ada beberapa faktor yang perlu dipakai sebagai pertimbangan dalam menjelaskan konsep kedwibahasaan dan jenis-jenisnya.

1. Jenis kedwibahasaan berdasarkan umur seorang bilingual saat dwibahasa terjadi.

9

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kedwibahasaan (Bandung: Angkasa, 2009), hlm. 3

10

Ni Nyoman Padmadewi, dkk., Sosiolinguistik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), hlm. 52

11

(20)

10

2. Jenis kedwibahasaan berdasarkan konteks terjadinya dwibahasa; 3. Jenis kedwibahasaan berdasarkan pertimbangan hubungan antara

penanda dan makna;

4. Jenis kedwibahasaan berdasarkan urutan dan akibat pemerolehan bahasa seorang bilingual;

5. Jenis kedwibahasaan berdasarkan kompetensi penutur/dwibahasawan;

6. Jenis kedwibahasaan berdasarkan kegunaan dan fungsinya.12 Berdasarkan pernyataan Hoffman, kedwibahasaan berdasarkan umur saat seseorang mulai menggunakan dua bahasa juga bisa menimbulkan kategori kedwibahasaan. Pada anak-anak disebut early bilingualism dan pada orang dewasa late bilingualism.13 Jika melihat pada poin dua, maka kedwibahasaan terbentuk oleh bagaimana seorang anak memperoleh bahasa keduanya. Apakah secara natural atau formal.

Poin ketiga menjelaskan bahwa bagaimana bahasa pertama dan kedua saling mendominasi. Poin selanjutnya menjelaskan bahwa kedwibahasaan berdasarkan urutan, maka ia memusatkan pada peningkatan atau penurunan pemerolehan bahasa yang terjadi. Berdasarkan kompetensi penutur, kedwibahasaan dilihat dari seberapa luas kemampuan penutur dalam menguasai bahasa kedua seperti bahasa pertamanya. Namun berdasarkan kegunaan dan fungsinya, kedwibahasaan bisa dilihat dari empat aspek berbahasa, yaitu membaca, menyimak, berbicara, dan menulis. Kemampuan inilah yang dilihat pada dwibahasawan.

3. Campur Kode

a. Definisi Para Ahli

Kemampuan manusia dalam menguasai lebih dari satu bahasa menyebabkan adanya percampuran antara bahasa-bahasa tersebut ketika seseorang berujar. Hal ini juga berpengaruh pada kemampuan berbahasanya

12

Ni Nyoman Padmadewi, dkk.,op.cit., hlm. 53-55

13

(21)

dalam bidang lain pula salah satunya menulis. Percampuran antara dua bahasa atau lebih sangat rentan terjadi dan selanjutnya dikenal dengan istilah campur kode. Menurut Poedjosoedarmo (dalam Kunjana) mengatakan bahwa kode didefinisikan sebagai “suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang, penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada.”14

Sejalan dengan Poedjosoedarmo, Nababan mengungkapkan bahwa: “Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut percampuran bahasa itu. Tindak bahasa yang demikian disebut campur kode.”15

Aslinda dan Leny juga menyatakan hal yang sama bahwa “campur kode terjadi apabila seorang penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia.”16 Cunningham menyatakan bahwa pada anak yang tumbuh dalam lingkungan dwibahasawan, peristiwa percampuran dua bahasa ini pasti dialami, “by the two or three word stage, mixing is occuring a lot.”17

Definisi mengenai campur kode juga menjadi perdebatan beberapa ahli. Thomason dalam Suhardi menyatakan bahwa “code mixing or intrasentential, in which the switch comes within a single sentence,”18 yaitu peralihan bahasa pada batas kalimat dan terjadi dalam kalimat tunggal. Sedangkan Gumperz (dalam Suhardi) juga menjelaskan bahwa “alih kode dan campur kode merupakan bentuk dari situational shifting.”19 Made Iwan menegaskan bahwa campur kode atau dalam bahasa Inggrisnya code mixing menegaskan bahwa “code mixing can be used to identify almost any

Aslinda dan Leni Syafyahya, op. Cit., hlm. 87.

17

Una Cunningham dan Staffan Andersson, Growing Up with Two Language, (London: British Library Cataloging in Publication Data, 1999), hlm. 50

18

Basuki Suhardi, Pedoman Penelitian Sosiolinguistik, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2009), hlm. 44

19

(22)

12

linguistic mixed forms resulting from language contacs,”20 yaitu campur kode merupakan akibat dari adanya kontak bahasa. Musyken (dalam Made Iwan) menyatakan bahwa campur kode merupakan campuran antara dua tata bahasa dari bahasa berbeda dalam satu kalimat, “where lexical items and grammatical features from two languages appear in one sentence.”21

Suwito (dalam Wijana) menyatakan bahwa:

“campur kode merupakan suatu keadaan ketika orang mencampur dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang lain, unsur-unsur tersebut tidak lagi mempunyai fungsi sendiri. Pada unsur tersebut dapat disisipi kata, kata ulang, kelompok kata, idiom maupun klausa.”22

Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa fenomena campur kode pada dasarnya seseorang menggunakan sebuah varian bahasa, lalu dia menggunakan serpihan-serpihan kode dari bahasa yang lain. Wujud campur kode tersebut dapat berupa kata, frasa, klausa, singkatan, kalimat, maupun idiom. Beberapa wujud campur kode berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat:

1) Kata

Kata merupakan satuan ujaran bebas terkecil yang bermakna.23 Abdul Chaer dalam kajian sintaksis menyatakan bahwa “kata merupakan satuan terkecil, yaitu dalam hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat.”24 Selain itu, sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata yang khususnya termasuk kelas terbuka (nomina, verba, adjektifa) dapat mengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan kata dari kelas tertutup terdiri dari numeralia, preposisi, dan konjungsi.25

Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi, Sosiolinguistik Kajian Teori dan Analisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 171.

23

Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 5

24

Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 219.

25

(23)

2) Frasa

Ramlan menyatakan bahwa “frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.”26 “Frasa merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.”27 Contohnya pabrik kopi, sangat malas, sudah datang, dalam rumah, dan lainnya. 3) Klausa

Chaer dalam bukunya menyatakan:

“Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lainnya sebagai subjek, objek, dan keterangan. Selain fungsi predikat yang harus ada dalam konstruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan wajib, sedangkan yang lainnya tidak wajib.”28

4) Kalimat

Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.29 Menurut Alwi, dalam wujud tulisan, “kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru.”30

b. Jenis-Jenis Campur Kode

Ada beberapa macam campur kode sesuai dengan unsur bahasa serapan yang menimbulkan terjadinya peristiwa campur kode, yaitu 1) campur kode ke dalam (inner code mixing), 2) campur kode keluar (outer code mixing), dan 3) campur kode campuran (hybrid code mixing).31 Campur kode ke dalam merupakan campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asli yang masih sekerabat, misalnya dalam peristiwa

26

Ramlan, Sintaksis, (Yogyakarta: CV Karyono, 2005), hlm. 138

27

Abdul Chaer, op.Cit.,Linguistik Umum,hlm. 222

28

Ibid., hlm. 231

29

Ramlan, op. Cit., hlm. 23

30

Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat: Fungsi, Kategori, dan Peran, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm. 20

31

(24)

14

campur kode tuturan bahasa Indonesia terdapat di dalamnya unsur bahasa Padang. Campur kode keluar dinyatakan sebagai campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asing, misalnya pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi bahasa Jerman, sedangkan campur kode campuran dinyatakan sebagai campur kode yang di dalamnya telah menyerap unsur bahasa asli dan bahasa asing.

c. Faktor Terjadinya Campur Kode

Campur kode merupakan peristiwa yaang diakibatkan oleh kemampuan penutur dalam penguasaan lebih dari satu bahasa. Selain itu, banyak faktor lain yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam kegiatan berbahasa. Hoffman menyatakan “campur kode banyak muncul pada anak-anak dan seiring dengan bertambahnya umur, fenomena campur kode akan berkurang. Ada beberapa alasan mengapa anak melakukan campur kode, 1) karena input bahasa, 2) karena perkembangan linguistik, 3) karena perkembangan kognitif secara umum.”32

Campur kode yang terjadi pada anak yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua akan berkurang sesuai dengan kosakata yang mereka ketahui. Selain itu, Hoffman menganggap bahwa perkembangan linguistik juga mempengaruhi seorang anak sehingga terjadilah campur kode.

Keraf menyatakan ada tiga faktor yang memengaruhi terjadinya campur kode, yaitu:

1) Partisipan. Penutur yang melakukan campur kode terhadap lawan bicaranya adalah karena mereka memiliki tujuan dan maksud tertentu.

2) Solidaritas. Penutur dapat melakukan alih kode/campur kode ke dalam bahasa lain sebagai penanda dari kelompok tertentu dan percampuran etnis dengan pendengar.

32

(25)

3) Status. Peralihan kode juga dapat merefleksikan perubahan kepada dimensi yang berbeda, seperti hubungan status antara beberapa orang atau keformalitasan interaksi mereka. 33

Salah satu fungsi komunikasi yaitu menyampaikan suatu tujuan sehingga lawan tuturnya akan memahaminya pula. Faktor partisipan menurut Hoffman berpengaruh pada terjadinya campur kode. Pada situasi tertentu, seseorang akan mengubah bahasa yang diucapkan ke dalam bahasa lain ketika ia mengetahui bahwa lawan tuturnya akan paham juga apa yang disampaikan. Perubahan bahasa ini juga terkait akan status orang yang diajak berkomunikasi. Seperti halnya dalam keadaan formal dan informal.

Nababan memiliki argumen lain terkait sebab campur kode. Menurutnya, latar belakang terjadinya campur kode adalah sebagai berikut:

1) Kesantaian penutur dan kebiasaan penutur dalam situasi informal; 2) Tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai; 3) Ingin memamerkan keterpelajarannya/kedudukannya.34

4. Karangan

Kegiatan mengarang merupakan suatu penyampaian pikiran secara resmi atau teratur dalam tulisan, karena disampaikan secara teratur maka karang-mengarang memiliki mekanisme yang mesti dipahami sungguh-sungguh.35 Lado mengungkapkan bahwa “mengarang adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang tersebut.”36 Finoza menyatakan bahwa mengarang adalah pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan dan atau

33

Janet Holmes, An Introduction to Sociolinguistics, (New York: Longman, 2013), hlm. 42

34

P.W.J. Nababan, Sosiolinguistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 32

35

Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 56

36

(26)

16 lainnya. Sudarno mengatakan “ada tiga tujuan mengarang: untuk komunikasi, tujuan ilmiah, dan tujuan kesenangan.”39 Tujuan mengarang untuk berkomunikasi dapat dilihat dari penulisan surat. Penulisan karangan yang bertujuan ilmiah dapat ditemui dalam bentuk laporan, skripsi, dan lainnya. Sedangkan karangan yang bertujuan untuk kesenangan atau hiburan dapat ditemukan dalam novel, cerpen, pantun, dan lainnya.

Susunan karangan dapat bersifat melukiskan (deskripsi), memaparkan (eksposisi), mengajak (persuasi), meyakinkan atau mempengaruhi pembaca (argumentasi), dan atau menceritakan (narasi).

1) Deskripsi

Mahsusi menerangkan “karangan deskripsi merupakan bentuk karangan yang menggambarkan atau melukiskan sesuatu, benda, atau peristiwa. Melalui deskripsi, penulis mengajak pembaca agar mengetahui apa yang dilukiskan.”40 Misalnya penulis menggambarkan ruangan kuliah. Maka akan ditemukan deskripsi atau gambaran ukuran, letak papan tulis, meja dosen, lampu, dan lainnya.

Heri Jauhari menuturkan bahwa “karangan deskripsi memberikan daya bayang kepada pembacanya, ia menggunakan kata-kata yang dapat memancing kesan indrawi (kesan yang berhubungan dengan pancaindra) dan suasana batin (perasaan) pembaca.”41 Keraf dalam bukunya

37

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2009), hlm. 234

Mahsusi, Mahir Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK UIN Jakarta, 2004), hlm. 230.

41

(27)

menambahkan bahwa “deskripsi berusaha untuk menggambarkan sesuatu hal sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan bertalian dengan pelukisan kesan pancaindera terhadap sebuah objek.”42

Menurut Finoza, “penggambaran sesuatu dalam karangan deskripsi memerlukan kecermatan pengamatan dan ketelitian. Hasil pengamatan itu kemudian dituangkan oleh penulis dengan menggunakan kata-kata yang kaya akan nuansa dan bentuk.”43

2) Eksposisi

Karangan eksposisi merupakan karangan yang menyampaikan informasi, menjelaskan, atau menerangkan sesuatu kepada pembaca.44 Masalah yang dikomunikasikan dalam eksposisi ialah pemberitahuan atau informasi. Hasil karangan eksposisi berupa informasi dapat kita baca sehari-hari dalam media massa.45 Penyusunan karangan eksposisi mulai dari mengurutkan gagasan demi gagasan dari hal-hal umum ke khusus atau sebaliknya agar sistematis sehingga mudah dipahami. Biasanya karangan eksposisi disertai dengan grafik, peta, denah, dan angka-angka.46 Buku-buku pelajaran, artikel, laporan, dan lainnya merupakan bentuk dari karangan eksposisi.

3) Persuasi

Karangan persuasi berarti karangan yang berdaya bujuk atau rayu yang menyentuh emosional pembacanya sehingga mau menuruti apa yang diinginkan oleh penulisnya.47 Menurut Finoza, karangan persuasi adalah “karangan yang bertujuan membuat pembaca percaya, yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomunikasikan yang mungkin berupa fakta, pendirian umum, atau gagasan seseorang.”48 Misalnya sering kita temui dalam brosur-brosur permintaan bantuan untuk panti asuhan, korban

42

Gorys Keraf, Komposisi, (Ende: Nusa Indah, 2004), hlm. 109-110

(28)

18

bencana alam, pembangunan, ajakan untuk melaksanakan kebaikan seperti mengeluarkan zakat, mendirikan salat, dan lainnya.

4) Argumentasi

Karangan argumentasi bertujuan menyampaikan suatu pendirian. Penulis mempersoalkan pendiriannya agar pembaca menyetujui pendapat penulis. Karangan argumentasi ini berisi alasan, pembuktian, atau contoh yang obyektif guna menguatkan pendapatnya.49 Misalnya suatu karangan mengenai bahayanya narkoba. Lalu Penulis menghadirkan data dari sebuah lembaga terkait dengan angka korban yang semakin meningkat, apalagi kebanyakan usia korbannya dari remaja. Oleh karena itu, penulis merasa bahwa narkoba sudah membuat kerusakan moral bagi kelangsungan hidup seseorang dan kaum muda.

Karangan argumentasi dibagi menjadi dua bentuk, yaitu deduktif dan induktif.50 Bentuk deduktif dimulai dari pernyataan atau pendapat tentang sesuatu, kemudian dijelaskan dengan menggunakan data-data dan alasan-alasan yang rasional, sedangkan bentuk induktif dimulai dari mengungkap data atau fakta dan alasan-alasan yang rasional, kemudian disimpulkan. Beberapa ciri karangan argumentasi ialah:

a) Mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan memengaruhi keyakinan pembaca agar menyetujuinya; b) Mengusahakan pemecahan suatu masalah, dan

c) Mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai satu penyelesaian.51

5) Narasi

Narasi merupakan jenis karangan yang bersifat menceritakan. Menurut Sudarno, narasi adalah paragraf yang mengisahkan,

49

Mahsusi, loc. cit., hlm. 230.

50

Heri Jauhari, op. cit., hlm. 64-65.

51

(29)

menceritakan pengalaman, peristiwa beserta para tokohnya, dan biasa disampaikan menurut urutan kejadian (kronologis).52

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan, sebuah cerita pasti memiliki alur dari awal kronologi kejadian sampai akhir. Alur tersebut wujudnya bervariasi, yakni alur maju, alur mundur, dan alur campuran. Setelah melihat paparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa narasi adalah paragraf berbentuk cerita yang berusaha menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi sesuai alur atau plot, seolah-olah pembaca melihat dan mengalami peristiwa itu.

Karangan narasi terbagi menjadi dua, yakni ekspositoris dan sugestif. Narasi ekspositoris berdasarkan fakta dan dimaksudkan untuk menulis karangan ilmiah, peristiwa yang benar terjadi (kronologi), dan berita.53 Sedangkan sugestif berdasarkan khayalan atau imajinasi.

Nursisto mengungkapkan langkah yang harus ditempuh dalam menulis karangan narasi:

a)Menentukan topik; Hal ini sangat penting karena dengan menentukan tema berarti penulis telah melakukan pembatasan penulisan agar tidak terlalu luas pembahasannya.

b)Mengumpulkan bahan; Bahan yang diperlukan dapat berasal dari pengalaman. Sebelum menulis narasi, hendaknya penulis sudah mendapatkan bahan yang akan dibahas.

c)Menyusun kerangka; Kerangka ini berupa rencana kerja yang memuat garis-garis besar sebuah karangan yang akan ditulis.

d)Mengembangkan kerangka; Ini merupakan kegiatan yang paling penting, karena penulis harus mengembangkan kerangka menjadi suatu tulisan yang utuh.

e)Koreksi dan revisi; Penulis meneliti secara menyeluruh hasil tulisan narasi yang telah dibuat.

52

Sudarno dan Eman A. Rahman, op. cit., hlm. 172.

53

(30)

20

f)Menulis naskah; Tahap akhir dalam penulisan narasi adalah menuangkan ide atau gagasan kita ke dalam tulisan.54

B. Penelitian Relevan

Penelitian tentang campur kode pernah dilakukan sebelumnya oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta bernama Ariani Soleha. Skripsi berjudul Campur Kode dan Gejala Bahasa Pada Cerpen Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta Tahun Pelajaran 2012/2013 ini memiliki kesamaan pula dalam masalah yang diteliti yakni dalam campur kode.55 Namun, skripsi yang ditulis tahun 2014 ini juga meneliti gejala bahasa dalam cerpen siswa sedangkan Penulis hanya meneliti campur kode keluar (outer code mixing) dan tidak membahas gejala bahasa yang terjadi.

Penelitian selanjutnya ditulis oleh Irvan Gunadharma, mahasiswa Jurusan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada ini berjudul judul Campur Kode dalam Percakapan Santri Pondok Peasantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan: Analisis Sosiolinguistik.56 Skripsi yang ditulis pada tahun 2015 ini membahas peristiwa campur kode dalam percakapan santri Darunnajah yang memiliki latar belakang lingkungan bilingual juga. Namun, fokus penelitian yaitu pada peristiwa percakapan santri dalam suatu konteks, bukan pada tulisan santri.

Penelitian relevan ketiga yaitu skripsi Khairun Nisa berjudul Campur Kode dalam Karangan Siswa Kelas III SD Negeri Kereo 02

54

Nursisto, Penuntun Mengarang, (Yogyakarta: Adicita, 1999), hlm. 51-58

55Ariani Soleha, “Campur Kode dan Gejala Bahasa Pada Cerpen Siswa Kelas X Madrasah

Aliyah Negeri 19 Jakarta Tahun Pelajaran 2012/2013”, skripsi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Jakarta, 2014, hlm. 13

56Irvan Gunadharma, “Campur Kode dalam Percakapan Santri Pondok Pesantren

(31)

Tangerang Tahun Pelajaran 2014/2015.57 Penelitian mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015 ini hampir sama dengan penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, namun perbedaannya ialah pada fokus penelitiannya. Skripsi ini membahas pula campur kode ke dalam (intern code mixing) yakni dalam mencampurkan bahasa daerah Jawa dan bahasa daerah Betawi. Penulis hanya meneliti campur kode ke luar (outer code mixing) yakni campur kode antara bahasa ibu/Indonesia dengan bahasa asing saja.

Ketiga penelitian yang telah dilakukan peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa penelitian campur kode keluar (outer code mixing) masih terbatas. Selain data penelitian yang bersumber dari percakapan seseorang, banyak dari peneliti menulis tentang campur kode intern berupa percampuran dengan bahasa daerah, entah itu Jawa, Sunda, atau Betawi. Peneliti ingin melakukan penelitian mengenai bahasa Inggris dan bahasa Arab karena sumber data yang ada berada dalam lingkungan bilingual. Hal ini diharapkan mampu memudahkan peneliti dalam mengetahui bentuk dan jenis campur kode keluar (outer code mixing) dalam karangan narasi siswa pada tingkat Madrasah Tsanawiyah setingkat SMP.

57Khairun Nisa, “Campur Kode dalam Karangan Siswa Kelas III SD Negeri Kereo 02

(32)

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan kotanya. Lokasi yang diambil untuk melakukan penelitian mengenai campur kode ini yaitu di Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami, Bogor. Penelitian dilakukan pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017 pada bulan Januari-November 2016.

Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami terletak di Jalan Moh. Noh Nur Kecamatan Leuwiliang Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Lingkungan pesantren modern di mana santrinya menggunakan dua bahasa asing (Arab, Inggris) dalam kegiatan sehari-harinya, menjadi tempat yang tepat untuk melakukan penelitian mengenai campur kode, karena dalam keseharian mereka pun, dapat ditemukan percampuran bahasa yang dilakukan. Peneliti dalam hal ini memfokuskan penelitian pada campur kode keluar (outer code mixing) dalam karangan narasi santri, yakni pada karangan yang menyerap unsur-unsur bahasa asing seperti bahasa Arab dan Inggris.

B. Metode Penelitian

Metode ialah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud, atau cara kerja bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.1 Sedangkan metodologi ialah suatu pengkajian dalam mmpelajari peraturan-peraturan suatu metode.2 Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif kualitatif. Mengenai penelitian kualitatif, Nuraida dan Halid mengungkapkan:

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang bertujuan meneliti suatu masalah dengan cara merumuskan permasalahan lalu

1

Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 1

2

(33)

meneliti dengan cara mendalam, yaitu pengamatan, pencatatan, wawancara, dan terlibat dalam proses penelitian guna menemukan penjelasan berupa pola-pola, deskripsi, dan menyusun indikator.3

Peneliti memilih penelitian kualitatif karena merupakan pendekatan yang memahami suatu fenomena sosial dan perspektif individu yang diteliti. Ia juga menggambarkan, mempelajari, dan menjelaskan fenomena itu.4 Penelitian Kualitatif juga mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.5 Penelitian kualitatif pada umumnya berusaha membentuk atau membangun teori melalui data yang terkumpul. Penelitian deksriptif kualitatif yang dimaksud ialah data yang diperoleh ialah data yang diwujudkan dalam kata keadaan.6 Metode penelitian kualitatif juga disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.7

Selain itu, peneliti juga melakukan observasi dengan mengamati langsung ke lapangan dan terlibat langsung dalam proses penelitian. Menurut Husaini dan Purnomo, observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.8 Data yang diperoleh di lapangan dengan mengumpulkan karangan narasi santri kelas IX MTs Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor pada semester ganjil.

Penelitian dipusatkan dengan pendekatan sosiolinguistik yaitu pendekatan penelitian yang berkaitan dengan teori-teori atau ilmu bahasa

3

Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research, 2009), hlm. 35

4

Syamsuddin AR dan Vismaia S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa

(Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 74

5

Lexy J. Moleong, Metodologi Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 6

6

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 21.

7

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2006), hlm. 8.

8

(34)

24

dalam kaitannya dengan masyarakat. Informan yang dipilih yakni mereka yang memahami secara mendalam terkait informasi yang dibutuhkan.

“Metode penelitian bahasa semacam ini bertujuan mengumpulkan dan mengkaji data, serta mempelajari fenomena-fenomena kebahasaan. Penelitian bahasa dapat dilakukan di lapangan atau perpustakaan, di mana peneliti akan melibatkan hubungannya dengan penutur bahasa di lapangan sedangkan di perpustakaan akan melibatkan hubungannya dengan buku-buku (kepustakaan) sebagai sumber data.”9

Penelitian ini menggunakan random sampling. Data karangan narasi santri yang bisa diperoleh sesuai jumlah kelas yang tersedia yakni 545 karangan. Jumlah tersebut diperoleh dari enam kelas putri dan enam kelas putra yang ada. Enam kelas paralel putri terdiri dari kelas IX A berjumlah 45 santriwati, IX B 44 santriwati, IX C 45 santriwati, IX D 43 santriwati, IX E 42 santriwati, dan IX F 45 santriwati. Adapun jumlah santri putra kelas IX A yaitu 48 santriwan, IX B 49 santriwan, IX C 49 santriwan, IX D 50 santriwan, IX E 45 santriwan, dan IX F 40 santriwan. Jumlah seluruh santri kelas IX MTs putra dan putri yaitu 545 santri. Peneliti lalu mengambil sampel satu kelas berjumlah 40 santri dan menemukan 27 data campur kode keluar dari karangan mereka.

Penelitian kebahasaan ini akan melibatkan pula kepustakaan (studi pustaka) yang nantinya dikaitkan dengan gejala-gejala kebahasaan yang muncul di dalamnya. Peneliti dalam hal ini melibatkan dirinya dengan sumber-sumber data yang berasal dari buku-buku.

C. Data dan Sumber Penelitian

1. Data

Data adalah informasi atau bahan yang disediakan oleh alam yang harus dicari dan disediakan dengan sengaja oleh peneliti yang sesuai dengan masalah yang diteliti.10 Data penelitian ini adalah data tertulis dalam wujud karangan narasi santri kelas IX semester ganjil MTs

9

Djajasudarma, op.cit., hlm. 4

10

(35)

Ummul Quro Al-Islami Bogor Tahun Pelajaran 2016/2017 berjumlah 27 karangan.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah unsur-unsur pembentuk kalimat yang memiliki percampuran dengan bahasa/kode asing dalam karangan narasi siswa kelas IX MTs Ummul Quro Al-Islami.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Jika dilihat dari sumber datanya, pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.

Sumber pimer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.11

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cara dokumentasi yaitu memeriksa tulisan atau karangan siswa. Langkah pertama dalam mengumpulkan data, peneliti mengumpulkan karangan siswa. Peneliti memberikan tugas mengarang kepada siswa dengan ketentuan berbentuk narasi bertemakan pengalaman yang tak terlupakan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kedua, peneliti membaca karangan yang telah terkumpul untuk menemukan gejala campur kode. Setiap bentuk campur kode yang ditemukan akan dicatat dalam tabel.

11

(36)

26

E. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat untuk memperoleh informasi dan sumber data.12 Keberhasilan penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan, karena data yang diperoleh melalui instrumen. Alat pengambilan harus dirancang dan dibuat sedemikian rupa, sehingga menghasilkan data empiris. Oleh karena itu, peran peneliti dalam penelitian kualitatif sangat penting karena secara tidak langsung ia menjadi instrumen utamanya.

Instrumen penelitian yang digunakan ialah tes mengarang yang temanya telah ditentukan oleh peneliti. Tes mengarang ini digunakan untuk memperoleh data mengenai bentuk campur kode bahasa asing dalam karangan siswa. Instrumen penelitian ini dibantu dengan tabel kerja untuk mencatat data berupa kata yang terdapat dalam karangan siswa, seperti contoh:

Tabel 3.1

Klasifikasi Bentuk dan Jenis Campur Kode Setiap Karangan

No. Data Bentuk

Campur Kode

Jenis

Campur Kode

Tabel 3.1 ini digunakan untuk mengklasifikasi bentuk campur kode apa saja yang terjadi dalam karangan narasi santri. Bentuk campur kode yang terjadi dapat berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat. Sedangkan untuk jenis campur kode penulis membatasi hanya dalam ruang lingkup campur kode keluar (outer code mixing) yang terjadi dalam bahasa Arab dan Inggris saja.

12

(37)

Tabel 3.2

Klasifikasi Bentuk Campur Kode Karangan Narasi Siswa

Kelas IX

No. Data Bentuk Campur Kode

Kata Frasa Klausa Kalimat

Tabel 3.3

Klasifikasi Jenis Campur Kode Karangan Narasi Siswa Kelas IX

No. Data

Jenis Campur Kode Keluar

(Outer Code Mixing)

Bahasa Inggris Bahasa Arab

Tabel 3.3 berisi data yang sudah diklasifikasi bentuknya. Setelah itu data yang ada dikelompokkan sesuai bahasanya. Penulis membatasi pada campur kode keluar (outer code mixing) antara bahasa Arab dan Inggris saja. Setelah itu kita dapat mengetahui jumlah campur kode yang terjadi dalam karangan narasi siswa.

F. Teknik Pengolahan Data

1) Pengumpulan data, Peneliti membuat catatan data yang dikumpulkan melalui studi dokumentasi;

(38)

28

3) Setiap gejala campur kode dikelompokkan berdasarkan instrumen yang telah ditentukan. Setiap kata, frasa, klausa, dan kalimat dicatat sesuai kategori yang telah ditentukan.

4) Penyajian data, setelah melalui reduksi data, langkah selanjutnya dalam analisis data adalah penyajian data atau sekumpulan informasi yang memunginkan Peneliti melakukan penarikan simpulan;

(39)

29

A. Profil Sekolah

1) Identitas Sekolah

a. NSM : 121232010108

b. NPSN : 20277565

c. Status Madrasah : Swasta d. Waktu Belajar : Pagi

e. Nama Madrasah : UMMUL QURO f. NPWP : 02.486.473.8-434.001 g. Nomor Telepon : 0251-8642010

2) Data Kepala Madrasah

a. Nama Lengkap : Andri Noer Jaelani, S.Pd.I b. Jenis Kelamin : Laki-laki

c. Status Kepegawaian : Non-PNS d. Pendidikan Terakhir : S1

e. Nomor Telepon/HP : 087870057463

3) Alamat Madrasah

a. Jalan/Kampung : Jln. Moh Noh Nur Kampung Banyusuci RT 004/004

b. Propinsi : Jawa Barat c. Kabupaten/Kota : Bogor d. Kecamatan : Leuwiliang e. Desa : Leuwimekar f. Kode Pos : 16640

4) Website dan Email

a. Alamat Website : http://pp-ummulquro.com/ b. Alamat e-mail : mtsuqi@gmail.com

5) Jumlah Pendidik Saat Ini

(40)

30

b. Perempuan : 55

6) Jumlah Siswa yang Diterima di Kelas VII TP 2015/2016

Jenis Kelamin Kelas Jumlah

7 8 9

Laki-Laki 432 351 315 1098

Perempuan 310 317 268 895

Jumlah 742 668 583 1993

7) Sejarah Singkat Pesantren

Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami didirikan pada 1 Muharram 1414H atau 21 Juni 1993. Pembangunan fisik pesantren ini kurang lebih memakan waktu satu tahun. Kegiatan belajar-mengajarnya dimulai satu tahun kemudian, pada 10 Juli 1994. Masa pendidikan di Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (PM UQI) adalah enam tahun untuk lulusan SD/MI, dan empat tahun untuk yang tamatan SLTP/MTs dan SLTA/MA. Jika dilihat dari jenjang pendidikannya, sistem pendidikan di pesantren ini identik dengan pendidikan SLTP/MTs atau SLTA/MA.

Pesantren ini mengelola Madrasah Tsanawiyah (MTs) setingkat SMP dan Madrasah Aliyah (MA) setingkat SMA terdiri dari jurusan IPS dan IPA. Kurikulum yang digunakan adalah Integrated Curriculum yang mengintegrasikan antara kurikulum pesantren modern dan salaf, kurikulum Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional. Perpaduan ini diharapkan dapat melahirkan output yang mumpuni dalam memanfaatkan IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient), beriman sejati, berilmu luas, dan beramal shaleh.

(41)

Pengajaran) yang merupakan perpaduan antara Kurikulum Nasional dan Kurikulum yang berlaku di pondok pesantren pada umumnya.

Tanggung jawab dan pengawasan bagian Pendidikan dan Pengajaran GBPP meliputi ulum tanziliyah (ilmu-ilmu yang bersumber langsung dari Allah dan Rasul-Nya) serta ulum kauniyah dan tathbiqiyah (ilmu-ilmu yang bersumber dari manusia, alam serta ilmu-ilmu terapan dan teknologi).

Kedua jenis ilmu yang disebut terakhir, digunakan kurikulum yang mengacu kepada kurikulum nasional yang berlaku. Selain itu, ada pula juklak khusus yang dilaksanakan di luar jam sekolah di bawah bimbingan guru-guru dan para pengurus.

Kegiatan ini meliputi ibadah amaliyah sehari-hari, mulai dari shalat jama‟ah lima waktu (wajib), shalat tahajjud setiap malam (wajib), shalat rawatib (wajib), hingga shalat-shalat nawafil (sangat dianjurkan). Selain itu, ada juga pembacaan ratib Al-Athos dan Al-Hadad (wajib), puasa senin-kamis (sangat dianjurkan), puasa Arofah dan Asyuro (wajib), membaca dan tadabur Al-Qur'an (wajib), hingga berbagai kegiatan zikir, wirid, shalawat dan do'a (wajib).

Sejak kelas II (dua) seluruh mata pelajaran di yang diajarkan disampaikan dengan bahasa pengantar Bahasa Arab dan Inggris. Tak heran, jika kegiatan yang juga sangat penting di Pesantren Modern UQI adalah pengembangan bahasa. Di sini para santri diwajibkan untuk berbahasa Arab selama satu minggu dan bahasa Inggris selama satu minggu pula secara bergantian.

Kegiatan spesifiknya, antara lain, pemberian Mufrodat (kosa kata) Arab-Inggris setiap hari, dari hari senin-jum'at, Muhadasah (percakapan berbahasa Arab), broadcasting (siaran dalam bahasa Arab-Inggris), Muhadoroh (latihan pidato 3 bahasa), praktikum laboratorium (khusus santri tingkat Aliyah), hingga diskusi, seminar dan bedah buku serta penerbitan buletin bulanan.

(42)

32

Kesenian, Rabanna, Hadrah, Kesehatan, Olahraga, Koperasi, Kewiraswastaan, Bahasa, Jurnalistik, Retorika, dan lainnya). Semua kegiatan dilaksanakan di bawah payung Organisasi Santri, yaitu ISPA UQI (untuk putra) dan ISPI UQI (untuk putri) dengan bimbingan dan pengawasan bagian kesantrian.

B. Klasifikasi Bentuk dan Analisis Data

Data yang penulis peroleh sejumlah 40 karangan siswa dan 27 di antaranya teridentifikasi campur kode. Berikut paparan klasifikasi data campur kode dari karangan narasi siswa:

Tabel 4.1

Bentuk dan Jenis Campur Kode dalam Karangan Narasi Agisny Nurlaily

No. Data Bentuk bahasa Arab. Ta’lim dalam bahasa Arab berarti pengajaran berasal dari kata مّلع

مِلعي –

ميلْعّتلا yang berarti pengajaran.1 Ta’lim merupakan salah satu campur kode kata yang frekuensinya lebih dari satu kali. Faktor kebiasaan menjadi penyebab mereka menggunakan kata ta’lim. Sebenarnya kata tersebut sudah terdapat padanannya dalam bahasa Indonesia yaitu kata taklim. Namun, siswa masih menulis dengan menggunakan tanda petik („).

1

(43)

Tabel 4.2

Bentuk dan Jenis Campur Kode dalam Karangan Narasi Ainun Fadilah

No. Data Bentuk 2. Saya mulai betah ketika

naik kelas dua because keluar atau outer code mixing karena berasal dari bahasa Inggris. Kata because berasal dari bahasa Inggris yang berarti karena/sebab.2 Peristiwa campur kode ini terjadi karena siswa merupakan seorang dwibahasawan, bahkan multilingual. Siswa di lingkungan asrama dibiasakan melakukan tindak tutur dengan bahasa asing yaitu bahasa Arab dan Inggris. Kebiasaan ini yang memengaruhi adanya percampuran bahasa tulisnya ketika menulis karangan.

Because merupakan salah satu dari jenis kata hubung. Penggunaan bahasa asing terutama bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari memengaruhi kosakata yang digunakan siswa. Beberapa mata pelajaran juga

2

(44)

34

menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Hal ini menyebabkan adanya campur kode dalam karangan siswa.

Kata examination merupakan salah satu jenis campur kode keluar atau outer code mixing. Kata examination berasal dari bahasa Inggris yang berarti ujian.3 Examination merupakan salah satu dari jenis kata nomina. Kata examination ini didapatkan dalam karangan narasi Ainun Fadhilah.

Penulisan kata examination oleh Ainun disengaja karena ia terbiasa mengucapkannya dalam bahasa Inggris. Kata examination juga sudah seringkali digunakan oleh siswa saat menjelang minggu ujian. Selain itu, ia diwajibkan menggunakan bahasa Inggris dan Arab di lingkungannya. Ainun merupakan penutur bilingual bahkan multilingual karena selain menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa ibunya, ia juga menggunakan dua bahasa asing tersebut dalam kehidupan sehari-harinya di asrama.

Frasa best three merupakan jenis campur kode keluar atau outer code mixing karena berasal dari bahasa Inggris. Frasa best three terdiri dari kata best yang berarti paling baik/terbaik4 dan three yang berarti tiga.5 Ainun menggunakan frasa best three dalam kalimatnya karena terbiasa dengan pemilihan frasa yang sama ketika bercakap-cakap dengan teman-temannya di asrama yang bilingual. Best three dalam kalimat ini bermakna peringkat tiga besar dalam kelas. Siswa menganggap bahwa peringkat tiga besar merupakan sebuah prestasi yang sangat baik dan diinginkan semua siswa. Oleh karena itu, Ainun menggunakan kata best.

Tabel 4.3

Bentuk dan Jenis Campur Kode dalam Karangan Amanda Efilia Lestari

(45)

untuk ambil baju pelantikan, “Sis, I wanna follow you,

pintaku.

(outer code mixing)

3. You come back to the

room!” Kalimat (outer code mixing) Keluar

4. Semenjak itu aku jadi

language team 15-16.

Frasa Keluar

(outer code mixing) 5. Pas itu aku takut

banget, soalnya kita bakal disumpah dan

iqrar buat jadi anggota bagian bahasa.

Kata Keluar

(outer code mixing)

Bentuk campur kode dalam tingkat kalimat tidak sebanyak kata dan frasa, namun kemunculannya penting untuk dikaji karena kalimat merupakan satuan yang terbesar dalam tataran gramatikal sebelum wacana. Kalimat are you sick? ditemukan dalam karangan Amanda Efilia Lestari. Kalimat yang berasal dari bahasa Inggris ini terdapat dalam konteks percakapan Amanda dengan salah seorang pengurus asrama. Sudah menjadi peraturan untuk semua siswa agar menggunakan bahasa asing yaitu Arab dan Inggris dalam kehidupan sehari-harinya.

(46)

36

Kalimat ini menyebabkan adanya peristiwa campur kode keluar atau outer code mixing dalam karanga siswa karena ia berasal dari bahasa Inggris. Peristiwa campur kode ini terjadi karena siswa merupakan seorang dwibahasawan, bahkan multilingual. Siswa di lingkungan asrama dibiasakan melakukan tindak tutur dengan bahasa asing yaitu bahasa Arab dan Inggris. Kebiasaan ini yang memengaruhi adanya percampuran bahasa tulisnya ketika menulis karangan.

Bentuk campur kode dalam tingkat kalimat selanjutnya berupa kalimat perintah yaitu You come back to the room! Kalimat ini dengan jelas memiliki intonasi final sehingga dapat disebut sebagai suatu kalimat utuh. Kalimat ini ditemukan dalam karangan Amanda Efilia Lestari. Sudah menjadi peraturan untuk semua siswa agar menggunakan bahasa asing yaitu Arab dan Inggris dalam kehidupan sehari-harinya.

Kalimat ini menyebabkan adanya peristiwa campur kode keluar atau outer code mixing dalam karanga siswa karena ia berasal dari bahasa Inggris. Peristiwa campur kode ini terjadi karena siswa merupakan seorang dwibahasawan, bahkan multilingual. Siswa di lingkungan asrama dibiasakan melakukan tindak tutur dengan bahasa asing yaitu bahasa Arab dan Inggris. Kebiasaan ini yang memengaruhi adanya percampuran bahasa tulisnya ketika menulis karangan.

Frasa language team merupakan jenis campur kode keluar atau outer code mixing karena berasal dari bahasa Inggris. Frasa language team terdiri dari kata language yang berarti bahasa6 dan team yang berarti regu.7

Peristiwa campur kode ini terjadi karena siswa merupakan seorang dwibahasawan, bahkan multilingual. Siswa di lingkungan asrama dibiasakan melakukan tindak tutur dengan bahasa asing yaitu bahasa Arab dan Inggris. Kebiasaan ini yang memengaruhi adanya percampuran bahasa tulisnya ketika menulis karangan. Language team di sini memiliki makna

6

Ibid., hlm. 348

7

(47)

„kelompok bagian bahasa‟ yang menjadi anggota dari bagian bahasa di asrama.

Kata Iqrar berasal dari kata - ارْقي - ارق yang berarti membaca.8 Kata iqrar merupakan salah satu jenis campur kode keluar atau outer code mixing karena ia berasal dari bahasa Arab.

Meskipun kemunculannya hanya satu kali dalam karangan siswa, namun perlu diperhatikan campur kode yang terjadi dalam kalimat ini. Kata iqrar dalam kalimat ini bermakna pembacaan surat yang dibacakan oleh siswa yang melanggar peraturan. Kata iqrar menunjukkan bahwa yang melanggar peraturan asrama maka akan di-iqrar oleh pengurus, yaitu membacakan surat pernyataan. Kata iqrar masih sering digunakan dalam percakapan sehari-hari para siswa dalam minggu bahasa Arab.

Tabel 4.4

Bentuk dan Jenis Campur Kode dalam Karangan Anis Zaitun

No. Data Bentuk Campur

Kode Jenis Campur Kode 1. Kun fayakun, itulah

yang terjadi kepadaku saat keraguan menaungi diriku.

Klausa Keluar

(outer code mixing)

Kun fayakun merupakan klausa yang berasal dari bahasa Arab. Ia terdiri dari dua kata yaitu kun berasal dari ْ ك- ْوكي- اك yang berarti maka jadilah9 dan fayakun dari asal kata yang sama namun ia berbentuk fiil mudhari dan mendapat huruf tambahan yaitu ي. Penulisan klausa tersebut menyebabkan adanya peristiwa campur kode keluar atau outer code mixing karena berasal dari bahasa Arab. Kun fayakun digunakan karena siswa terbiasa dengan kosakata berbahasa Arab yang digunakan dalam lingkungan asramanya. Setiap harinya mereka melakukan tindak tutur

8

Ahamd Warson Munawwir, op.cit., hlm. 1101

9

(48)

38

dengan menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Hal ini menyebabkan adanya percampuran bahasa dalam karangan narasinya.

Tabel 4.5

Bentuk dan Jenis Campur Kode dalam Karangan Aniesa

No. Data Bentuk

Campur Kode Jenis Campur Kode 1. Saat itu aku gak

di-Kata merupakan satuan terkecil dalam sintaksis yang berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis. Peristiwa campur kode dalam bentuk kata terdapat pada kata mudifah. Dua siswa yang menulis kata mudifah dalam karangannya, salah satunya Aniesa.

Kata mudifah merupakan salah satu contoh jenis campur kode keluar atau outer code mixing. Kata mudifah berasal dari bahasa Arab yaitu فاضا

– Umumnya kata mudifah digunakan sebagai kata yang menandai seseorang yang sedang dikunjungi oleh keluarganya. Aniesa dan Siti Robiatul Adawiyah merupakan santri yang tinggal di pesantren modern sehingga setiap kali mereka dikunjungi oleh keluarganya, mereka menyebutnya mudifah. Penggunaan kata mudifah menandakan kemampuan bahwa orang yang berbicara dapat berbahasa asing meski tidak fasih. Kebiasaan dua siswa tersebut dalam berbahasa asing menyebabkan terjadinya campur kode.

10

(49)

Mahkamah berasal dari kata ة كْح ْلا -مكْحي - مكح yang berarti pengadilan.11 Kata mahkamah merupakan salah satu jenis campur kode keluar atau outer code mixing karena ia berasal dari bahasa Arab. Meskipun kemunculannya hanya satu kali dalam karangan siswa, namun perlu diperhatikan campur kode yang terjadi dalam kalimat ini. Kata mahkamah dalam kalimat ini bermakna suatu kejadian di mana siswa akan diberi hukuman atas pelanggaran yang dilakukannya. Mahkamah menunjukkan adanya proses pemberian hukuman apa yang sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Kata mahkamah masih sering digunakan dalam percakapan sehari-hari para siswa dalam minggu bahasa Arab. Selain itu, kata mahkamah diperdengarkan oleh bagian bahasa di lingkungan pesantren ketika memanggil siswa yang akan dihukum.

Tabel 4.6

Bentuk dan Jenis Campur Kode dalam Karangan Annisa Syahril

No. Data Bentuk

Campur Kode Jenis Campur Kode 1. Waktu itu hari Minggu

2. Kebetulan ada teman aku yang birthday jadinya

Frasa cleaner boarding merupakan jenis campur kode keluar atau outer code mixing karena berasal dari bahasa Inggris. Frasa cleaner

11

Gambar

Tabel 3.1 Klasifikasi Bentuk dan Jenis Campur Kode Setiap Karangan
Tabel 3.2
Tabel  4.1 Bentuk dan Jenis Campur Kode dalam Karangan Narasi Agisny Nurlaily
Tabel  4.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

LAYANAN D ASAR BIMBINGAN D AN KONSELING UNTUK PENINGKATAN SURVIVAL AND SAFEY SKILLS SISWA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dalam rangka usaha untuk menyamakan persepsi tentang bimbingan dan konseling mahasiswa pada dosen wali di lingkungan Fakultas MIPA Universitas Diponegoro, dan untuk

FAKTOR RISIKO TERJADINYA PRE-EKLAMSIA PADA IBU HAMIL DI RUMAH SAKIT ZAINOEL ABIDIN (RSUZA)..

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengalaman Ibu Usia Remaja

Ragam gerak tari Wayang Ekalaya, Jakasona, Jayengrana, Gandamanah, dan Gatot Kaca Gandrung memiliki kesamaan dalam gerak sembahan, dalam gerak sembahan terdapat

Harga diri merupakan penilaian yang diberikan individu terhdapa dirinya sendiri, baik positif maupun negatif yang kemudian diekspresikan dalam sikap terhadap dirinya tersebut apakah

370.000.000,- (tiga ratus tujuh puluh juta rupiah) Tahun Anggaran 2014, maka bersama ini kami Panitia Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa Badan Pusat Statistik

Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 38, Tambahan.. Lembaran Negara