Laporan Kerja Praktek
Dosen pembimbing : Hetty Hassanah, S.H., M.H.
Diajukan Untuk Memenuhi salah satu mata kuliah kerja praktek
pada program strata 1 Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia
Oleh :
Maychal Saut Siburian
31609016
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Maychal Saut Siburian
NIM : 31609016
Tempat/Tanggal Lahir : Batumarta, 03 Juni 1989 Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Protestan
Telp/ Hp : 085222252322
Alamat : Jln. Sukasari II No.248 Rt. 06 Rw. 2 Bandung 40134
DATA PENDIDIKAN
1. Tk. Bahagia PTP N VII 1994 - 1995
2. SD Negeri 1 Batumarta 1995 - 2001
3. SLTP Negeri 3 OKU 2001 - 2004
4. SMA Negeri 2 Tanzania OKU 2004 - 2007
iv LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan Hukum... 4
C. Sejarah Posbakum ... 4
D. Waktu kerja praktek ... 6
BAB II RUANG LINGKUP BANTUAN HUKUM A. Ketentuan Kode Etik Advokat ... 7
1. Pengertian etika dan pofesi advokat ... 8
2. Kode etik advokat Indonesia... 13
3. Pelaksanaan kode etik dan Undang-Undang Advokat ... 15
B. Perkara Hukum Pidana ... 19
1. Pengertian hukum pidana ... 19
2. Macam-macam perkara pidana... 22
v BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTEK
A. Pembagian Tugas ... 29 B. Struktur Organisasi Posbakum DPC IKADIN
Bandung... 30
BAB IV PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT OLEH POS BANTUAN HUKUM DPC-IKADIN BANDUNG
A. Dasar Posbakum dalam memberikan Bantuan Hukum
kepada masyarakat ... 33 B. Prosedur dan proses pelaksanaan penanganan
perkara di Posbakum... 37 1. Prosedur Penyelenggaraan Pos Bantuan
Hukum ... 37 2. Proses pelaksanaan penanganan perkara di
Posbakum... 40
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ... 45 B. Saran ... 46
i
berkat, rahmat serta karunia-NYA, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kerja peraktek dengan judul: PELAKSANAAN BANTUAN
HUKUM KEPADA MASYARAKAT SECARA PRODEO DALAM PERKARA
PIDANA OLEH POS BANTUAN HUKUM (POSBAKUM) DPC - IKADIN
BANDUNG
Penulisan ini ditujukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mata
kuliah di Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia, Bandung. Penulis
sangat menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna, dan
banyak kekurangan baik dalam metode penulisan, dari segi penggunaan tata
bahasa maupun dalam pembahasan materi. Semua ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan Penulis oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun kepada Penulis, yang dikemudian hari Penulis dapat
memperbaiki segala kekuranganya. Selama penulisan ini, Penulis selalu
mendapatkan dukungan, bimbingan, dorongan, serta semangat dari semua pihak
yang telah membantu Penulis. Oleh karena itu Penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing yang terhormat, yakni Yth. Ibu
Hetty Hassanah, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing, yang telah meluangkan
waktunya, tenaga dan fikirannya untuk membimbing Penulis dalam penulisan
Laporan kerja praktek ini dan penulis ucapkan terimakasih kepada Instansi
(Posbakum) yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk
melaksanakan penelitian (magang). Selain itu Penulis juga ingin mengucapkan
ii
1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc, selaku Rektor Universitas
Komputer Indonesia;
2. Yth. Ibu Prof. Dr. Umi Narimawati, Dra. S.E. M. Si., selaku Pembantu Rektor
I Universitas Komputer Indonesia;
3. Yth. Bapak Prof. Dr. Moh Tadjuddin, M.A., selaku Pembantu Rektor II
Universitas Komputer Indonesia;
4. Yth. Dr. Hj. Aelina Surya, Selaku Pembantu Rektor III Universitas Komputer
Indonesia;
5. Yth. Bapak Prof . Dr. I Gde Pantja Astawan, S.H., M.H., selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;
6. Yth. Bapak Prof. Dr. H . R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H., selaku Dosen
Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;
7. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia;
8. Yth. Ibu Rahmani Puspitadewi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia;
9. Yth. Ibu Febilita Wulansari, S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas
Komputer Indonesia;
10. Yth ibu Yani Brilyani Tivipah, S.H., M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia;
11. Yth. Ibu Rika Rosilawati R, A.Md., selaku Staf Sekretariat Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia;
12. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer
iii Posbakum DPC-IKADIN Bandung.
15. Yth. Ibu Ira Margaretha Mambo, S.H., M.HUM., selaku anggota Posbakum
DPC-IKADIN Bandung.
16. Seluruh Pengurus dan Anggota Posbakum DPC-IKADIN Bandung.
17. Kepada Orang Tuaku yang telah memberikan dorongan dan doa sehingga
Penulis dapat menyelesaikan Penulisan ini.
18. Buat temen-temen fakultas Hukum, Indah, Rani, Andi, Firdausi, dan
teman-teman yang lainnya yang selalu memberikan masukan dan spirit dalam
penulisan ini.
Dengan demikian Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang Penulis sebutkan, dan apabila ada yang tidak tersebutkan Penulis
mohon maaf, dengan besar harapan semoga Tulisan ini dapat bermanfaat
khususnya bagi Penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca. Bagi para pihak
yang telah membantu dalam penulisan ini, semoga segala amal dan kebaikannya
mendapatkan balasan yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.
Bandung, Januari 2013
47
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arief S (2004), Pelaksanaan Kode Etik Profesi Hukum di Indonesia: Rekaman Proses Workshop Kode Etik Advokat Indonesia. Jakarta : Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia
Chazawi A. (2002), Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta : Raja Grafindo Persada Hamzah A. (1991), Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta
Huda C (2006), Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta : Prenada Media Kadafi B (2001), Advokat Indonesia Mencari Legitimas, Jakarta : Pusat Studi
Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK)
Kansil,Christie. (2007), Pokok-Pokok Hukum Pidana. Jakarta : Pradnya Paramitha
Kanter, Sianturi. (2002), Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta : Sinar Grafika
Lamintang. (1997), Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti
Mertokusumo S. (2006), Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Ketujuh. Yogyakarta : Liberty
Moeljatno. (1982), Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta Pangaribuan L. (1996), Advokat dan Contempt of Court Satu Proses di Dewan
48
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
Situs
http://jodisantoso.blogspot.com/2007/06/dasar-konstitusional-bantuan-hukum. html, diakses 4 Oktober 2012 pukul 12.30 WIB
http://www.IKADIN.com diakses pada tanggal 6 Oktober 2012, Pukul 19.35 WIB http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/PENGERTIAN ETIKA DAN PROFESI HUKUM, diakses melalui online pada tanggal 2 Novenber 2012 pada pukul 09.00 WIB.
http://www.scribd.com/doc/8365104/PENGERTIAN-ETIKA, Diakses pada tanggal 2 November 2012 pada pukul 8.30 WIB.
Wawancara
Andi rozak, Posbakum Pada Tanggal 25 Agustus 2012 Pukul 14.30 WIB
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempertahankan hukum yang dilanggar melalui pengadilan pada umumnya dikenakan biaya. Biaya tersebut meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk pemanggilan, pemberitahuan para pihak serta biaya materai1. Sekiranya perkara tersebut dimintakan bantuan hukum kepada advokat maka harus dikeluarkan biaya untuk jasa bantuan hukum bagi advokat.
Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat), mengakui serta melindungi setiap hak asasi manusia setiap individu. Pengakuan negara terhadap hak individu ini tersirat di dalam persamaan kedudukan di hadapan hukum bagi semua orang. Pada suatu negara hukum semua orang harus diperlakukan sama dihadapan hukum (equility before the law). Persamaan di hadapan hukum harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal teatment). Penegakan hukum melalui lembaga peradilan tidak bersifat
diskriminatif, artinya setiap orang baik mampu dan tidak mampu secara sosial-ekonomi, berhak memperoleh pembelaan hukun di depan pengadilan. Untuk itu diharapkan sifat pembelaan secara prodeo (cuma-cuma) dalam perkara pidana dan perdata tidak dilihat dari aspek degradasi martabat atau harga diri seseorang, tetapi dilihat sebagai bentuk penghargaan terhadap hukum dan kemanusiaan yang semata-mata untuk meringankan beban (hukum) masyarakat tidak mampu.
1
Bantuan hukum merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang, khususnya terhadap masyarakat tidak mampu agar yang bersangkutan mendapatkan keadilan. Jaminan hak ini terdapat dalam standar hukum internasional dan nasional sebagai bentuk pemenuhan hak dasar yang telah diakui secara universal. Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia setiap orang dan merupakan salah satu unsur untuk memperoleh keadilan (access
to justice)bagi semua orang (justice for all).Tidak ada seorang pun di dalam
negara hukum yang boleh diabaikan haknya untuk memperoleh pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum dengan tidak memperhatikan latar belakangnya, seperti latar belakang agama, keturunan, ras, etnis, keyakinan politik,strata sosial-ekonomi, warna kulit dan gender.2
Program pemberian bantuan hukum terhadap masysrakat tidak mampu telah berlangsung sejak tahun 1980 hingga sekarang. Selama kurun waktu tersebut, banyak hal yang menunjukkan bahwa pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu secara prodeo sangatlah diperlukan. Nantinya diharapkan adanya peningkatan atau intensitas pelaksanaan bantuan hukum dari tahun ke tahun. Arah kebijaksanaan dari program dari bantuan hukun terhadap masyarakat tidak mampu secara prodeo, di samping memberdayakan keberadaan dan kesamaan hukum bagi seluruh lapisan masyarakat, juga bertujuan untuk menggugah kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat, yaitu melalui penggunaan hak yang disediakan oleh negara dalam hal membela kepentingan hukum di depan pengadilan.
2
3
Program pelaksanaan pemerataan dalam hal pemberian bantuan hukum terhadap masyarakat secara prodeo, pada awal pelaksanaan di tahun anggaran 1980/1981 sampai dengan 1993/1994 hanya disalurkan melalui pengadilan negeri sebagai lembaga satu-satunya penyaluran dana bantuan hukum, maka sejak tahun anggaran 1994/1995 hingga sekarang penyaluran dana bantuan hukum di samping melalui pengadilan negeri juga dilakukan melalui lembaga bantuan hukum yang tersebar di wilayah hukum pengadilan negeri. Selanjutnya dana bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu disalurkan melalui (1) dana bantuan hukum melalui pengadilan negeri; atau (2) dana bantuan hukum yang disediakan oleh lembaga bantuan hukum.
Dasar hukum dalam pelaksanaan bantuan hukum bagi golongan tidak mampu diatur tegas dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Khusus yang berkaitan dengan bantuan hukum ke pengadilan negeri diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Pengadilan Umum jis. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan kedua atas UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, dan diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
dengan hukum positif. Untuk itu penulis akan mengambil sebuah judul yaitu “PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT SECARA
PRODEO DALAM PERKARA PIDANA OLEH POS BANTUAN HUKUM
(POSBAKUM) DPC - IKADIN BANDUNG”.
B. Permasalahan Hukum
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi dasar Posbakum dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat secara prodeo?
2. Bagaimana proses dan prosedur pelaksanaan penanganan perkara di Posbakum?
C. Sejarah POSBAKUM
Tepat pada tanggal 30 Agustus 1964 dibentuk organisasi advokat dengan nama Persatuan Advokat Indonesia (Peradi). Pelopornya adalah beberapa advokat, antara lain Iskak Tjokrohadisurjo, Mohammad Roem, Lukman Wiradinata, Abidin, Hasjim Mahdan, Djamaludin Datuk Singomangkuto, Suardi Tasrif, Sukardjo, Yap Thiam Hien, Harjono Tjitrosoebono, Nani Razak dan lainnya.3 Mereka ini tergolong generasi pertama advokat Indonesia. Dalam perjalannya Peradi memiliki lawan. Lawan tersebut bukan dari kalangan advokat melainkan dari pemerintah selaku penguasa. Hal ini disebabkan karena advokat yang tergabung sering berhadap-hadapan dengan pemerintah. Banyak kasus besar yang dibela advokat yang tergabung dalam Peradin. Sekitar tahun 1978 terbentuk
3
5
organisasi advokat yang bernama Pusat Bantuan dan Pengabdi Hukum Indonesia (Pusbadi) ketuanya adalah RO Tambunan. Sejak itu advokat telah terbagi menjadi dua yaitu antara Peradi dan Pusbadi.
Ketua Mahkamah Agung yang bernama Ali Said, mencoba menyatukan semua organisasi advokat itu namun sampai pada masa jabatan Ali Said habis semua organisasi advokat belum bisa menyatu, sampai pada akhirnya di era kepemimpinan Menteri Kehakiman Ismail Shaleh usaha tersebut dilakukan kembali. Pada tahun 1985 dibuatlah kongres yang diikuti seluruh advokat dari berbagai organisasi. Pada Kongres tersebut terbentuklah organisasi advokat yang bernama Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) tepatnya pada tanggal 10 November 1985.4
Lahirnya Undang-Undang Nomor.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dan kemudian Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Hukum dan Undang Nomor 50 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang mengatur bahwa setiap orang yang tidak mampu dan tersangkut permasalahan hukum berhak memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu. Dari situlah lahir Pos Bantuan Hukum di dalam setiap pengadilan negeri dan lahirlah SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum yang kemudian lahir pula Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Sejak itu banyaklah lahir organisasi-organisasi lain seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH), namun LBH sudah menjadi organisasi yang lebih
4
mengarah ke dalam dunia politik sehingga untuk menaungi masyarakat maka lahirlah Pos Bantuan Hukum (Posbakum) yang telah dianjurkan bahwa dalam setiap Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama harus terdapat Posbakum yang bertujuan untuk memberikan bantuan hukum agar terjamin haknya dan mendapatkan akses keadilan bagi setiap masyarakat yang kurang mampu secara prodeo.
Posbakum Pengadilan Negeri Klas I Bandung untuk pertama kali dipimpin oleh bapak Nawawi. Posbakum adalah salah satu lembaga bantuan hukum di bawah naungan PERADI (persatuan advokat indonesia), merupakan suatu organisasi advokat tertinggi di Indonesia. Tujuan dari Posbakum pada intinya adalah menegakkan keadilan dan juga memberikan bantuan kepada masyarakat tidak mampu. Visi dan misi Posbakum yaitu : Visi : Fiat Justitia Ruat Coelum(Demi Keadilan Sekalipun Langit Runtuh) Misi : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didepan hukum.5
Sampai saat ini posbakum Pengadilan Negeri Kelas 1 Bandung masih berdiri dan diketuai oleh Heri Gunawan, S.H., M.H untuk periode 2010 sampai dengan 2014.
D. Waktu Kerja Praktek
Pelaksanaan kegiatan kerja praktek yang dilakukan oleh penulis, pada tanggal 24 Juli 2012 sampai dengan 31 Agustus 2012 di POSBAKUM DPC-IKADIN Bandung JL. R.E. Martadinata No. 71-80. Pembimbing kegiatan kerja praktek yaitu Deni Hidayatulloh, S.H.
5
7 BAB II
RUANG LINGKUP BANTUAN HUKUM
A. KETENTUAN KODE ETIK ADVOKAT
Secara historis, Advokat termasuk salah satu profesi yang tertua. Profesi ini dinamai sebagai officium nobile, jabatan yang mulia. Penamaan itu terjadi adalah karena aspek “kepercayaan” dari (pemberi kuasa, klien) yang dijalankannya untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di forum yang telah ditentukan6.
Advokat sebagai nama resmi profesi dalam sistem peradilan kita-kita pertama ditemukan dalam ketentuan Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili (RO). Advokat itu merupakan padanan dari kata Advocaat (Belanda) yakni seseorang yang telah resmi diangkat untuk menjalankan profesinya setelah memperoleh gelar meester in de rechten (Mr). Lebih jauh lagi, sesungguhnya akar kata itu berasal dari kata latin “advocare, advocator”. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau hampir di setiap bahasa di dunia kata (istilah) itu dikenal.7
Profesi Advokat sebenarnya merupakan profesi yang relatif sudah tua usianya. Jauh sebelum kemerdekaan nasional, profesi advokat sudah dikenal dalam masyarakat Indonesia. selain advokat, pada masa sebelum kemerdekaan nasional, kita mengenal pokrol atau sering disebut dalam istilah bahasa Inggris bush lawyer. Mereka adalah pemuka-pemuka masyarakat atau orang-orang biasa yang setelah memperoleh pendidikan praktek hukum seperti; Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, Hukum
6
Luhut M.P. Pangaribuan, Advokat dan Contempt of Court Satu Proses di Dewan Kehormatan Profesi, Djambatan, Jakarta, 1996, hlm. 1
7
Perdata, Hukum Pidana, diberikan izin pengadilan untuk memberikan nasehat hukum atau melakukan pembelaan masyarakat pencari keadilan di depan pengadilan. Para pokrol ini kemudian berpraktek pula seperti halnya advokat. Pokrol atau bush lawyer ini sekarang sudah tidak banyak dikenal, dan lambat laun keberadaannya juga semakin memudar
1. Pengertian Etika dan Profesi Advokat
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap dan lain-lain. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang dapat dipakai untuk kata Etika antara lain Etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak. Etika juga bisa diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral. Selain itu, Etika bisa juga diartikan sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang diteliti secara sistematis8.
Secara umum dapat diartikan bahwa etika adalah norma-norma sosial yang mengatur perilaku manusia secara normatif tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan, merupakan pedoman bagi manusia untuk berperilaku dalam masyarakat. Norma-norma sosial tersebut dapat dikelompokkan dalam hal yaitu Norma-norma kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma moral atau etika. Etiket hanya berlaku pada pergaulan antar sesama, sedang etika berlaku kapan saja, dimana saja, baik terhadap orang lain maupun saat sendirian.
8
9
harus tunduk dan taat pada aturan berperilaku (code of conduct) yang dikenal sebagai Kode Etik Advokat, sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003.
Maksud dan tujuan kode etik ialah untuk mengatur dan memberi kualitas kepada pelaksanaan profesi serta untuk menjaga kehormatan dan nama baik organisasi profesi serta untuk melindungi publik yang memerlukan jasa-jasa baik profesional. Kode etik jadinya merupakan mekanisme pendisiplinan, pembinaan, dan pengontrolan etos kerja anggota-anggota organisasi profesi.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitandengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yangdiperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat disebut profesi9. Kesimpulannya, profesi itu berintikan praktis ilmu secara bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah konkret yang dihadapi seorang warga masyarakat. Pengembanan profesi mencakup bidang-bidang yang berkaitan dengan salah satu dan nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental, seperti keilahian (imam), keadilan (hukum), kesehatan (dokter), sosialisasi/pendidikan (guru), informasi (jurnalis).
Etika profesi pada hakikatnya adalah kesanggupan untuk secara seksama berupaya memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dengan kesungguhan, kecermatan dan keseksamaan mengupayakan
9
11
pengerahan keahlian dan kemahiran berkeilmuan dalam rangka pelaksanaan kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para warga masyarakat yang membutuhkannya, yang bermuatan empat kaidah pokok yaitu Pertama, profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan dengan tidak mengacu pamrih10. Kedua, selaku mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan. Ketiga, berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan. Keempat, semangat solidaritas antar sesama rekan seprofesi demi menjaga kualitas dan martabat profesi.11
Dalam konteks profesi, kode etik memiliki karakteristik antara lain : a. Merupakan produk terapan, sebab dihasilkan berdasarkan
penerapan etis atas suatu profesi tertentu.
b. Kode etik dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
c. Kode etik tidak akan berlaku efektif bila keberadaannya di-drop begitu saja dari atas sebab tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai yang hidup dalam kalangan profesi sendiri.
d. Kode etik harus merupakan self-regulation (pengaturan diri) dari profesi itu sendiri yang prinsipnya tidak dapat dipaksakan dari luar.
e. Tujuan utama dirumuskannya kode etik adalah mencegah perilaku yang tidak etis.12
10
Sidharta Arief. B, Pelaksanaan Kode Etik Profesi Hukum di Indonesia: Rekaman Proses Workshop Kode Etik Advokat Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 18
11
Ibid, hlm 18 12
Proses pembentukan kode etik dapat disimpulkan bahwa pembentukan ini mengandung tiga maksud yakni, (i) menjaga dan meningkatkan kualitas moral; (ii) menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis; dan (iii) melindungi kesejahteraan materiil para pengemban profesi. Kesemua maksud tersebut tergantung pada prasyarat utama. Begitu juga halnya dengan profesi hukum. Setiap profesi hukum mempunyai fungsi dan peranan tersendiri dalam rangka mewujudkan Pengayoman hukum berdasarkan Pancasila dalam masyarakat, yang harus diterapkan sesuai dengan mekanisme hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku (memenuhi asas legalitas dalam Negara hukum).yaitu menimbulkan kepatuhan bagi yang terikat oleh kode etik tersebut.
Profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan yang memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung pada kekuatan fisik maupun finansial)13. Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah kebutuhan dasar manusia; dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta merupakan unsur esensial dan martabat manusia. Pengemban profesi hukum itu mencakup 4 (empat) bidang karya hukum, yaitu: 1) Penyelesaian konflik secara formal (peradilan yang melibatkan profesi hakim, Advokat, dan Jaksa); 2) Pencegahan konflik (perancangan hukum); 3) Penyelesaian konflik secara informal (mediasi, negoisasi); 4) Penerapan hukum di luar konflik.
13
13
Setiap profesi hukum harus mampu membina dan mengembangkan cara kerja profesional yang sebaik-baiknya berdasarkan etika profesi yang luhur. Bagi profesi-profesi yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat mandiri dan tidak boleh dipengaruhi oleh pihak luar, maka kemandirian/kebebasan dalam tugasnya haruslah selalu diimbangi dengan rasa tanggung jawab yang lebih besar pula, karena ia sendirilah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas karyanya kepada hati nurani dan keyakinan hukumnya sendiri, kepada masyarakat dan akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa Mengetahui. Jadi kebebasan yang bertanggung jawab sesuai dengan sumpah jabatannya.
2. Kode Etik Advokat Indonesia
Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, Undang-undang dan kode etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian, kejujuran, kerahasiaan, dan keterbukaan.
Bab II Pasal 2 Kode Etik Advokat Indonesia Tentang Kepribadian Advokat, disebutkan:
“Advokat Indonesia adalah warga Negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat serta sumpah jabatannya”.
aturan-aturan pergaulan yang baik dalam hidup bermasyarakat dan kehidupan pribadi seseorang.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a, Kode Etik Advokat Indonesia dapat disimpulkan bahwa seorang advokat, dalam menjalankan profesinya, harus selalu berpedoman kepada :
a. Kejujuran profesional (professional honesty), sebagai mana terungkap dalam pasal 3 huruf a Kode Etik Advokat Indonesia dalam kata-kata “Oleh karena tidak sesuai dengan keahilannya”, dan
b. Suara hati nurani (dictate of conscience), keharusan setiap advokat untuk berlaku adil dan jujur sesuai dengan hati dan nuraninya, itu berarti seorang advokat dapat menolak perilaku yang menyimpang dari konteks keadilan.
Proses penegakan hukum ini, para lawyersbaik di bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif, maupun dibidang pemberian jasa hukum harus berperan secara positif-konstruktif untuk ikut menegakkan hukum yang berkeadilan. Janganlah berperan secara negatif-destraktif dengan menyalahgunakan hukum, sehingga akhir-akhir ini muncul tuduhan adanya “mafia peradilan”, penyelewengan hukum, kolusi hukum dan penasehat hukum yang pinter-busuk (“advocaat in kwade zaken”) yang memburamkan Negara Indonesia sebagai Negara hukum.
15
Dalam Negara hukum berdasarkan Pancasila berlaku 3 asas pokok, yaitu:
a. Asas Wibawa Hukum (berlakunya asas legalitas, Kunstitutsionalitas dan supremasi hukum);
b. Asas Pengayoman Hukum (dimana hukum yang diperlambangkan sebagai pohon beringin Pengayoman menjamin dan melindungi hak-hak dan kewajiban asasi warganegara);
c. Asas Kepastian Hukum (dimana adanya jaminan hukum atau dasar hukum yang digunakan dalam menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan berdasarkan perikemanusiaan yang adil dan beradab).
Setiap advokat, di dalam menjalankan profesinya sebagai profesi yang dinamik dan terhormat (officium nobile) haruslah memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggungjawab berdasarkan hukum dan keadilan (Pasal 4 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat).
3. Pelaksanaan Kode Etik dan Undang-Undang Advokat
dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (ayat 2); Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (ayat 3); Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat (ayat 4). Kode etik juga mengatur tentang susunan, tugas, dan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Intinya, Kode Etik Advokat dan Undang-Undang Advokat mengatur tentang hubungan Advokat dengan Klien dan Hubungan Advokat dengan teman sejawat. Hubungan antara Advokat dengan klien diatur di dalam Pasal 4 Kode Etik Advokat, yaitu:
a. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya. c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa
perkara yang ditanganinya akan menang.
d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
17
g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara advokat dan klien itu.
i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (a).
j. Advokat mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.14
Hubungan antara Advokat dengan klien sangat erat kaitannya dengan pekerjaan uatama Advokat sebagai profesi seperti: a) pemberian nasihat hukum kepada masyarakat yang memerlukannya; b) pembelaan kepentingan masyarakat; c) membuat draf kontrak (perjanjian) bagi kepentingan para pihak yang berminat untuk mengadakan hubungan
14
dagang atau hubungan kerja; d) memfasilitasi kepentingan masyarakat yang menjadi kliennya dalam suatu proses perundingan guna menyelesaikan perselisihan hukum; e) dan lain-lain bentuk pelayanan hukum yang diperlukan dunia usaha.
Adapun hubungan antar Advokat dengan Teman Sejawat, diatur di dalam Pasal 5 Kode Etik Advokat, yaitu:
a. Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai. b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berpapasan
satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.
c. Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan kode etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan. Melalui media massa atau cara lain.
d. Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada terhadap Advokat semula.
19
kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.15
B. PERKARA HUKUM PIDANA 1. Pengertian Hukum Pidana
Sebelum membahas mengenai perkara hukum pidana, tentunya terlebih dahulu mengetahui pengertian dari hukum pidana. Berbagai penulis telah mencoba untuk membuat rumusan-rumusan hukum pidana, namun kata-kata hukum pidana merupakan kata-kata yang memiliki lebih dari satu pengertian. Pengertian hukum pidana menurut para ahli adalah sebagai berikut :
a. Prof.Dr. W.L.G. Lemaire
Menurut Prof. Lemaire “hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman
yang bagaimana dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu).16
b. W.F.C. van Hattum
Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.17
c. Prof.Simons
Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana dalam arti objektif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam arti subjektif atau strafrechtin subjectieve zin.Hukum pidana dalam arti objek tif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale18.
d. Moeljatno
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
16
Prof. Lemaire dalam buku : Lamintang,”Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia”,Citra Aditya Bakti,Bandung 1997, Hlm-2.
17
W.F.C. van Hattum : Ibid.
18
21
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut;
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.19
e. Hazewinkel-Suringa
Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang siapa yang membuatnya.20
Melihat dari beberapa pendapat yang telah dikutip tersebut dapat diambil gambaran tentang hukum pidana, bahwa hukum pidana setidaknya merupakan hukum yang mengatur tentang:
1) Larangan untuk melakukan suatu perbuatan;
2) Syarat-syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana; 3) Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang
melakukan suatu perbuatan yang dilarang (delik); 4) Cara mempertahankan/memberlakukan hukum pidana.
19
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1982, Hlm 1. 20
2. Macam-Macam Perkara Pidana
Perkara pidana berarti permasalahan dalam hukum pidana. Tentunya permasalahan tersebut perlu diselesaikan dengan hukum positif yang berlaku. Perkara pidana dalam penulisan ini adalah tindak pidana.
Istilah tindak pidana terdapat dalam WvS Hindia Belanda yaitu ”strafbaar feit”, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, namun sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat.21
Beberapa sarjana Indonesia mengemukakan strafbaar feitsebagai perbuatan pidana, peristiwa pidana, tindak pidana, perbuatan yang boleh dihukum, pelanggaran pidana dan delik. Kesimpangsiuran perumusan ini semakin bertambah saat dalam perundang-undangan Indonesia telah menggunakan seluruh istilah yang telah disebutkan di atas, dalam berbagai undang-undang. Istilah tersebut juga digunakan oleh para sarjana Indonesia diantaranya22:
a. Perbuatan yang boleh dihukum, digunakan oleh MR.Karni, Susilo, H.J Van Schravendijk.
b. Peristiwa pidana, digunakan oleh MR.R.Tresna, E.Utrecht, Wirjono Prodjodikoro.
c. Tindak pidana, digunakan oleh Satochid Kartanegara, Subekti Kemudian muncul beberapa penafsiran mengenai strafbaar feit, diantaranya adalah :
21
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm, 67
22
23
a. Peristiwa pidana yang juga disebut sebagai tindak pidana (delict)ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Istilah peristiwa pidana atau tindak pidana adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda strafbaarfeitatau delict.23
b. Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya dilekatkan sanksi pidana. Jika dilihat dari
istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang melakukan tindak pidana tersebut menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban pidana.24
c. Tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang (yang mampu bertangung jawab).25
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan peraturan (konvensi) yang mengatur mengenai aturan-aturan tindak pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dibagi atas tiga buku yakni :
a. Buku pertama : mengatur mengenai aturan umum b. Buku kedua : mengatur mengenai kejahatan c. Buku ketiga : mengatur mengenai pelanggaran
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Prenada Media, Jakarta, 2006, hlm.15.
25
Macam-macam tindak pidana terdapat dalam kitab undang-undang hukum pidana dan diatur juga di luar kitab undang-undang-undang-undang hukum pidana. Tindak Pidana yang sering kali masuk dalam perkara pidana dan ditangani oleh Posbakum yaitu :
a. Tindak pidana narkotika, diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
b. Tindak pidana penganiayaan, bab XX pasal 351-358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
c. Tindak pidana pencurian, bab XXII pasal 362-367 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
d. Tindak pidana korupsi, diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
e. Tindak pidana pemerasan dan pengancaman, bab XXIII pasal 368-371 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
f. Tindak pidana perjudian, pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
g. Tindak pidana penipuan, pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
h. Tindak pidana penggelapan, bab XXIV pasal 372-377 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
25
bantuan hukum, tidak semua permasalahan hukum dapat dijadikan perkara hukum, sebab tidak semua masalah, pengaduan dari masyarakat yang diajukan merupakan masalah hukum. Sekalipun merupakan masalah hukum dan ada dasar hukumnya namun dapat diselesaikan dengan perdamaian.
C. BANTUAN HUKUM
Indonesia sebagai negara hukum, tentunya masyarakat memiliki hak dan kewajiban. Hak memperoleh bantuan hukum adalah bagian dari peradilan yang adil dalam prinsip hukum. Pasal 27 ayat (1) dinyatakan, bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat terealisasi dan dapat dinikmati oleh masyarakat apabila ada kesempatan yang sama untuk mendapatkan keadilan. Persamaan dihadapan hukum harus diiringi pula dengan berbagai kemudahan untuk mendapatkan keadilan, termasuk didalamnya pemenuhan hak atas bantuan hukum.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dalam bantuan hukum terdapat beberapa unsur, yaitu :
1. Penerima bantuan hukum adalah fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara ekonomi.
2. Bantuan hukum diberikan baik di dalam maupun di luar proses peradilan.
3. Bantuan hukum diberikan baik dalam lingkup peradilan pidana, perdata, maupun tata usaha negara.
4. Bantuan hukum diberikan secara cuma-cuma.
Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa: “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Pasal tersebut tentunya dapat dijadikan dasar hukum yang tepat untuk hak memperoleh perlindungan dengan maksud yaitu bantuan hukum yang adil.
Dasar pemberian bantuan hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, pelaksanaan bantuan hukum berdasarkan asas:
1. keadilan;
2. persamaan kedudukan di dalam hukum; 3. keterbukaan;
27
Enam asas di atas merupakan dasar yang dijadikan oleh Posbakum dalam pelaksanaannya memberikan bantuan hukum secara prodeo. Adapun tujuan Posbakum dalam memberikan bantuan hukum terdapat dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 yaitu:
1. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum (fakir miskin) untuk mendapatkan akses keadilan;
2. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;
3. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
4. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Akses keadilan sebagai salah satu hak dasar yang bersifat universal, yang ditujukan bagi masyarakat kurang mampu dan termarjinalisasi, agar mereka dapat menggunakan sistem hukum untuk meningkatkan hidupnya. Karena itu pengalaman di berbagai negara dalam memberikan bantuan hukum bagi warga negara yang tergolong miskin atau tidak mampu adalah relevan dalam mewujudkan negara hukum yang demokratis. Hal ini tentu berlaku bagi Negara Republik Indonesia yang juga merupakan negara hukum yang demokratis (konstitusionalisme).
Fakta empiris menunjukkan bahwa dalam masyarakat telah terdapat berbagai lembaga bantuan hukum baik berupa lembaga swadaya masyarakat maupun yang dikelola oleh fakultas hukum di perguruan tinggi yang telah memberikan bukti konkret dan kontribusi luar biasa terhadap warga negara Indonesia yang miskin atau tidak mampu untuk mendapatkan akses keadilan.
29 BAB III
KEGIATAN KERJA PRAKTEK
A. Pembagian Tugas
Pelaksanaan kerja praktek yang dilakukan oleh penulis bertempat di
Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) DPC-IKADIN Bandung yang dimulai
dari tanggal 23 Juli 2012 sampai 31 Agustus 2012, penulis melakukan
beberapa kegiatan. Adapun kegiatan yang dilakukan pada saat
pelaksanaan kerja praktek, adalah sebagai berikut :
1. Penulis mempelajari dan membuat beberapa draf-draf yang
diperlukan dalam proses pelaksanaan bantuan hukum. Sebagai
contoh adalah membuat Surat Keterangan Tidak Mampu, Surat
Penunjukan Kuasa (Surat Kuasa), Surat Permohonan, dan lain-lain
2. Mengikuti beberapa sidang yang sedang ditangani oleh POSBAKUM,
dan kemudian mencatat siapa hakim maupun hakim anggota yang
menanggani kasus, siapa jaksa penuntut umumnya dan panitera,
serta simpulan agenda sidang pada hari itu dan menulis tanggal
sidang lanjutan di papan dan buku agenda.
3. Mengunjungi terdakwa/tersangka kasus di LAPAS Kebun Waru
Bandung untuk kepentingan administrasi yang dibutuhkan oleh
POSBAKUM
4. Mencari data-data yang dibutuhkan penulis untuk memenuhi
kebutuhan pembuatan laporan kerja praktek. baik dengan mencari
diskusi dan wawancara terhadap beberapa anggota dan pengurus
POSBAKUM.
5. Melakukan leges beberapa surat yang dibutuhkan kepada hakim
ketua dan meminta cap kepada bagian leges.
Pelaksanaan kegiatan kerja praktek di Pos Bantuan Hukum
(POSBAKUM) DPC-IKADIN Bandung, penulis melakukan penelusuran
hukum dan analisis terhadap beberapa kasus yang ditangani oleh
POSBAKUM salah satunya ialah mengenai bagaimana penanganan
kasus Narkotika yang dilakukan oleh terdakwa Yayat yang pada akhirnya
diputus oleh hakim pengadilan negeri kelas 1A Bandung dengan pidana
kurungan empat tahun penjara. Penulis mengamati dalam kasus tersebut
bahwa terdakwa Yayat terbukti membawa narkotika dengan jenis
sabu-sabu dengan berat lima puluh enam gram (56 g). maka terdakwa Yayat
melanggar Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika,
sehingga hakim memutuskan dengan pertimbangan-pertimbangannya
dengan pidana penjara selama 4 tahun.
B. Struktur Organisasi POSBAKUM DPC-IKADIN Bandung
Pos Bantuan Hukum pada dasarnya merupakan organisasi dibawah
Organisasi yaitu Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) yang merupakan hasil
kongres yang dilaksanakan oleh seluruh advokat Indonesia. Semula
organisasi advokat di Indonesia yaitu Persatuan Advokat Indonesia
(Peradin) dan Pusat Bantuan dan Pengabdi Hukum Indonesia (pusbadi)
kemudian organisasi-organisasi tersebut mengadakan kongres dengan
31
terbentuklah Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin). Tugas dan fungsi Pos
Bantuan Hukum adalah :
1. Bantuan Hukum diselenggarakan untuk membantu penyelesaian
permasalahan hukum yang dihadapi Penerima Bantuan Hukum.
2. Pemberian Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum
diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Pemberi
Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2011 Tentang Bantuan Hukum.
3. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum
untuk mendapatkan akses keadilan.
4. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai
dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum.
5. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum
dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia.
6. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Struktur dan susunan pengurus POSBAKUM IKADIN BANDUNG
periode tahun 2010–2014, adalah sebagai berikut :
Pelindung/Penasehat : DPC IKADIN BANDUNG
Ketua : HERI GUNAWAN, S.H., M.H.
Wakil Ketua I : S. MARULI SITUMEANG, S.H., M.H.
Wakil Ketua II : NANANG SOLIHIN, S.H.
Sekertaris I : DENI HIDAYATULLOH, S.H.
Bendahara I : KOMAR SARBINI, S.H.
Bendahara II : SUDRAJAT MANGUNKARSA, S.H.
Koordinator Unit Perdata
1. UCOK ROLANDO P. TAMBA, S.H.
2. TOGOR H. GULTOM, S.H., M.H.
Koordinator Unit Pidana :
1. IRA MARGARETHA MAMBO, S.H., M.HUM.
2. ESROM, S.H.
3. FERRY FERDIAN NALIS, S.H
Koordinator Unit TUN :
1. USEP A. BAKRIE, S.H.
2. BUDI HERYAWAN, S.H.
Selain pengurus-pengurus diatas masih ada anggota-anggota dari
Posbakum yang tergabung di dalamnya, baik advokat senior maupun
calon advokat yang sedang menjalankan kegiatan magang. Mereka
sama-sama menjalankan visi dan misi dari Posbakum sesuai dengan
33 BAB IV
PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT OLEH POS
BANTUAN HUKUM DPC - IKADIN BANDUNG
Pos Bantuan Hukum (Posbakum) adalah suatu lembaga bantuan hukum
yang didirikan sebagai pelaksana bantuan hukum melalui pengadilan negeri.
Posbakum memenuhi kebutuhannya untuk menjalankan pelayanan hukum
secara prodeo dengan ketentuan-ketentuan sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Tujuan dari bantuan hukum itu sendiri yang dilaksanakan oleh Posbakum
melalui pemrakarsa yaitu Ikadin sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum adalah
a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum (fakir
miskin) untuk mendapatkan akses keadilan;
b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan
prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;
c. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan
secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Pelaksanaan bantuan hukum yang diberikan tentuanya harus tepat pada
sasaran. Siapa orang yang berhak menerima bantuan hukum secara prodeo ini,
adalah permasalahan yang sulit demi tercapainya tujuan dari bantuan hukum itu
sendiri. Dasar hukum merupakan pedoman yang tepat untuk menentukan siapa
Untuk itu penulis disini akan menguraikan mengenai pelaksanaan bantuan
hukum kepada masyarakat dalam perkara pidana oleh Posbakum.
A. DASAR POSBAKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM
KEPADA MASYRAKAT
Berbicara dasar tentunya yang terpikir dalam pikiran kita sebagai
masyarakat yang mengerti hukum yaitu peraturan perundang-undangan
yang dapat dijadikan dasar hukum dalam pelaksanaan bantuan hukum.
Penulis di sini mencoba membahas dasar-dasar hukum yang menjadi
pedoman dalam pelaksanaan bantuan hukum yaitu:
1. Undang-Undang Dasar 1945 :
Pasal 28 D (1) : menyatakan dengan tegas bahwa setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman :
a. Pasal 13 (1) tentang : Organisasi , administrasi , dan finansial
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawah
kekuasaan Mahkamah Agung.
b. Pasal 37 tentang : Setiap orang yang tersangkut perkara
berhak memperloleh bantuan hukum
3. Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana :
a. Pasal 56 (1) tentang : Dalam hal tersangka atau terdakwa
35
ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka
yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun
atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri,
pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan
dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum
bagi mereka.
b. Pasal 56 (2) tentang : Setiap penasehat hukum yang ditunjuk
untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
4. Undang-Undang nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman :
a. Pasal 56 menyatakan :
1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.
b. Pasal 57 menyatakan :
1) Pada setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.
2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),diberikan secara cuma-cuma pada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
5. Undang-undang nomor 50 Tahun 2009
Pasal 60C menyatakan :
a. Pada setiap pengadilan agama dibentuk pos bantuan hukum untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.
b. Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara cuma-cuma kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Penyelenggaraan dan penggunaan anggaran bantuan hukum di lingkungan Peradilan Umum adalah meliputi Pos Bantuan Hukum, Bantuan Jasa Advokat, Pembebasan Biaya Perkara baik Pidana maupun Perdata, dan Biaya Sidang di Tempat Sidang Tetap (Zitting Plaatz)”.
b. Pasal 1 Ayat (3) menyatakan :
“Pos Bantuan Hukum (Posbakum) adalah ruang yang disediakan oleh dan pada setiap Pengadilan Negeri bagi Advokat Piket dalam memberikan layanan bantuan hukum kepada Pemohon Bantuan Hukum untuk pengisian formulir permohonan bantuan hukum, bantuan pembuatan dokumen hukum, advis atau konsultasi hukum, memberikan rujukan lebih lanjut tentang pembebasan biaya perkara, dan memberikan rujukan lebih lanjut tentang bantuan jasa Advokat.
Menurut Drs. H. Marjohan Syam, S.H., M.H dasar pemberian bantuan
hukum tersebut ialah undang-undang dan peraturannya yaitu :
a. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
37
b. Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang No. 14 Tahun1985 tentang Mahkamah
Agung;
c. HIR (Herzien Inlandsch Rechlement) Stb. 1941 No. 44 dan RBg
(Rechtglement Buitengewesten) Stb. 1927 No. 227;
d. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
e. Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma;
f. Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. KMA/032/SK/IV/2006
tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan; dan
g. Peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.26
Dasar-dasar hukum di atas merupakan pedoman yang digunakan
Posbakum dalam perannya memberikan bantuan hukum di setiap
Pengadilan Negeri. Tujuan dari pelaksanaan bantuan hukun ini dapat di
jadikan dasar mengapa perlunya ada Posbakum dalam perannya
memberikan bantuan hukum secara prodeo.
B. PROSEDUR DAN PROSES PELAKSANAAN PENANGANAN PERKARA DI POSBAKUM
1. Prosedur Penyelenggaraan Pos Bantuan Hukum
Pelaksanaan bantuan hukum yang dilaksanakan oleh Posbakum
harus melalui prosedur pemberian bantuan hukum, tentunya dengan
26
dasar hukum yang berlaku. Dasar hukum tersebut dijadikan pedoman
Posbakum dalam memberikan bantun hukum.
Pos Bantuan Hukum (Posbakum) adalah ruang yang disediakan
oleh dan pada setiap Pengadilan Negeri bagi Advokat Piket dalam
memberikan layanan bantuan hukum kepada Pemohon Bantuan Hukum
untuk pengisian formulir permohonan bantuan hukum, bantuan
pembuatan dokumen hukum, advis atau konsultasi hukum, memberikan
rujukan lebih lanjut tentang pembebasan biaya perkara, dan
memberikan rujukan lebih lanjut tentang bantuan jasa Advokat.27
Bantuan hukum tersebut diberikan kepada masyarakat tidak
mampu yang menghadapi masalah hukum. Bantuan yang dimaksud
meliputi masalah hukum perdata, pidana, tata usaha baik litigasi
maupun non litigasi yaitu meliputi menjalankan kuasa, mendampingi,
mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum Penerima bantuan hukum.
Prosedur pelaksanaan bantuan hukum oleh Posbakum didasari
dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10
Tahun 2010. Setiap Pengadilan Negeri membentuk Pos Bantuan Hukum
yang disediakan oleh setiap Pengadilan Negeri. Pelayanan bantuan
hukum tersebut dilaksanakan berdasarkan daftar advokat piket yang
ditetapkan oleh ketua Pengadilan Negeri. Advokat piket yang disediakan
oleh Posbakum tentunya orang yang berprofesi advokat yang memenuhi
39
persyaratan praktek dan berarcara berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.28
Advokat Piket di Pos Bantuan Hukum memberikan layanan
berupa:
a. Bantuan pengisian formulir permohonan bantuan hukum;
b. Bantuan pembuatan dokumen hukum;
c. Advis, konsultasi hukum dan bantuan hukum lainnya baik
dalam perkara pidana maupun perkara perdata;
d. Rujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk Pembebasan
Pembayaran Biaya Perkara sesuai syarat yang berlaku;
e. Rujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk mendapat
Bantuan Jasa Advokat sesuai syarat yang berlaku.
Advokat yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri
melakukan tugasnya yaitu mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan Pemohon
Bantuan Hukum yang memenuhi syarat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Seorang atau pemohon dapat memperoleh bantuan hukum
melalui Posbakum dapat dilihat dari orang atau pemohon bantuan
hukum tersebut merupakan masyarakat yang tergolong tidak mampu.
Orang atau pemohon bantuan hukum tersebut dapat
membuktikannya bahwa ia tidak mampu dengan memperlihatkan :
a. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari
Lurah/Kepala Desa setempat; atau
b. Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu
Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Program Keluarga
Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT);
atau
c. Surat Pernyataan Tidak Mampu yang dibuat dan
ditandatangani Pemohon Bantuan Hukum dan diketahui
oleh Ketua Pengadilan Negeri.
2. Proses pelaksanaan penanganan perkara di Posbakum
Pelaksanaan penanganan perkara pidana di Posbakum tak jauh
beda dengan penanganan perkara-perkara yang lain yang ada di Pos
bantuan Hukum. Perbedaannya hanyalah dari jenis perkaranya saja.
Bantuan hukum tersebut Yang berhak menerima jasa dari Pos
Bantuan Hukum adalah pencari keadilan yang terdiri dari orang
perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak
mampu atau memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh
Badan Pusat Statistik atau penetapan upah minimum regional atau
program jaring pengaman sosial lainnya, yang memerlukan bantuan
untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum di Pengadilan
Negeri dalam hal tidak mampu membayar jasa advokat terutama
perempuan dan anak serta penyandang disabilitas sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik sebagai Penggugat/Pemohon
maupun Tergugat/Termohon dan bantuan tersebut diberikan secara
41
Penanganan perkara yang dilakukan oleh Posbakum baik melalui
penunjukan langsung melalui pengadilan negeri atau melalui
permohonan langsung oleh pomohon bantuan hukum.
a. Penunjukan langsung dari pengadilan negeri
Pasal 10 ayat (1) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
10 Tahun 2010 Lampiran A:
“Berdasarkan rujukan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 butir e, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Advokat untuk menjalankan kuasa, yaitu : mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan
Pemohon Bantuan Hukum yang memenuhi syarat
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Demi terciptanya keadilan dan dalam rangka memenuhi
hak asasi manusia sebagaimana telah diamanatkan,
penunjukan advokat yang dilakukan pengadilan negeri untuk
menjalankan kuasa tentunya tidak lain adalah bentuk
penerapan yang dilakukan berdasarkan konstitusi,
Undang Advokat dan Hukum Acara Pidana. Pasal 22
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat jo. Pasal 2
dan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008
tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan
Hukum Secara Cuma-Cuma. Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) pasal 56 menyebutkan :
(2) Setiap penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuan dengan cuma-Cuma.”
Melalui pendampingan atau bantuan penasehat hukum
diharapkan proses beracara berjalan sebagaimana mestinya,
dijaga dan dilindungi hak asasi tersangka atau terdakwa, tidak
ada lagi intimidasi dan penganiayaan serta upaya kriminalisasi
dan peradilan sesat sebagaimana yang selama ini dan sampai
saat ini masih saja terjadi.
Melalui dasar inilah pemerintah dalam hal ini adalah
Pengadilan Negeri melakukan penunjukan advokat untuk
melakukan pendampingan atau bantuan hukum. Pengadilan
mengeluarkan surat penunjukan kepada Posbakum melalui
Kuasa hukumnya untk menjalankan kuasa atau melakukan
pendampingan hukum.
b. Permohonan Orang Yang Berperkara
Salah satu cara masyarakat dalam memperoleh bantuan
hukum melalui Posbakum yaitu melalui permohonan langsung
kepada Posbakum yang berada dalam lingkungan Pengadilan
Negeri. Pemohon jasa bantuan hukum mengajukan
permohonan kepada Posbakum dengan melampirkan :
1. Mengajukan permohonan secara tertulis/lisan yang berisi
sekurang-kurangnya identitas Pemohon dan uraian
singkat mengenai pokok permasalahan yang dimohonkan
Bantuan Hukum, dengan mengisi formulir yang telah
43
2. Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara
3. Melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala
desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal
Pemohon Bantuan Hukum; atau
4. Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu
Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Program Keluarga
Harapan (PKH), dan Kartu Bantuan Langsung Tunai
(BLT); atau
5. Surat Pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat
yang dibuat dan ditandatangani oleh Pemohon Bantuan
Hukum dan diketahui oleh Ketua Pengadilan.
Setelah Posbakum telah mendapatkan kuasa untuk melakukan
kewajibannya sebagai kuasa hukum melalui advokat-advokat yang
namanya tertera di dalam surat kuasa, barulah Posbakum bekerja
sesuai dengan fungsinya yaitu melakukan fungsinya sebagai kuasa
hukum dari para pencari keadilan (pemohon jasa bantuan hukum).
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh bagian
administrasi kepada pemohon bantuan hukum untuk memperoleh jasa
bantuan hukum di Posbakum. Saat pemohon bantuan hukum datang
masuk kedalam Ruang Posbakum, sebelum mengetahui maksud dan
tujuan pemohon datang terlebihdahulu kita menanyakan Biodata
pemohon bantuan hukum untuk mempermudah pendataan. Data yang
diterima disimpan dalam Buku daftar pengunjung, kemudan barulah
dan tujuannya dan menceritakan kasus posisinya. Admin menaggapi
dengan baik dan mencatat semua infonya yang untuk kemudian dapat di
tindak lanjut dan menjadi Kasus dalam daftar agenda Posbakum.
Sebelum pemohon bantuan hukum meninggalkan Posbakum tentunya
untuk tindak lanjutnya agar dapat di lakukannya bantuan hukum, admin
memberitaukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon bantuan
hukum. Pemohon bantuan hukum harus melampirkan : surat keterangan
tidak mampu (SKTM), Surat pernyataan tidak mampu membayar advokat.
Kedua syarat ini sudah cukup untuk nantinya sebagai dasar untuk
Posbakum memberikan jasa bantuan hukun secara prodeo.
Menurut Pasal 12 Undang-Undang nomor 16 Tahun 2011
menyatakan :
“Penerima Bantuan Hukum berhak:
a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;
b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan
c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Untuk itu dalam pelaksanaan bantuan hukum tentu hak-hak
menurut pasal 12 undang-undang Nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan
45
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik
simpulan sebagai berikut :
1. Pemberian bantuan hukum kepada masyarakat harus memiliki dasar
hukum yang jelas. Dasar hukum yang digunakan Posbakum dalam
pemberian bantuan hukum kepada masyarakat secara prodeoadalah:
a. Pasal 28 D (1) Undang-Undang Dasar 1945.
b. Pasal 56 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
c. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum
d. Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
e. Pasal 1 ayat (1) dan (3), lampiran A, Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian
Bantuan Hukum.
Dasar-dasar hukum di atas adalah dasar hukum yang menjadi
landasan Posbakum dalam pemberian dan pelaksanaan bantuan
hukum kepada masyarakat secara prodeo meliputi setiap orang atau
kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara
layak dan mandiri.
2. Prosedur dan proses pelaksanaan bantuan hukum yang diberikan
yang mengatur mengenai bantuan hukum adalah Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Prosedur untuk
mendapatkan bantuan hukum, masyarakat harus memenuhi
persyaratan tentunya untuk membuktikan apakah orang tersebut
berhak atau tidak mendapatkan bantuan hukum. Pemohon atau
pencari keadilan harus menyertakan surat permohonan kepada
Posbakum dan uraikan pokok persalan yang dimohonkan,
melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau
pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.
Proses bantuan hukumyang dilakukan oleh Posbakum melalui kuasa
hukumnya yaitu berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan
dalam undang-undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada
alasan yang sah secara hukum.
B. Saran
Berikut adalah saran yang diberikan oleh penulis :
1. Saran ini ditujukan kepada para pelaksana bantuan hukum. Sebelum
Posbakum memberikan bantuan hukum seharusnya dilakukan
pengujian atau pengecekan langsung ke rumah pemohon agar
pemohon tersebut dapat dibuktikan sebagai masyarakat yang
benar-benar tidak mampu, tidak hanya berdasarkan Surat keterangan tidak
mampu.
2. Penulis berharap tulisan ini dapat dijadikan sumber referensi bagi
pembaca untuk melakukan penulisan berikutnya dan masyarakat