• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Pos Bantuan Hukum dalam Membantu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peranan Pos Bantuan Hukum dalam Membantu"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara yang berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan (machstaat), dan pemerintah berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Hal ini tertuang jelas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia perubahan ketiga yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai konsekuensi dari Pasal 1 ayat (3) amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tiga prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap warga negara, yaitu supremasi hukum, kesetaraan di hadapan hukum, dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.1

Setiap orang harus dapat dituntut di muka hukum, diinterogasi, diselidiki, disidik, didakwa, dituntut, ditahan, dihukum, dipenjara, dan segala perlakuan hukum yang dibenarkan secara hukum. Sebagai pengakuan hak individu (individual right), prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dijamin dalam sistem hukum Indonesia. Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik2.

1Hero Samudra, 2014, Penerapan Hukum dan Keadilan di Indonesia, Rumah Belajar Indonesia, Depok, Hlm. 117.

2Mokhammad Najih, 2008, Politik Hukum Pidana Pasca Reformasi, In-Trans Publishing, Malang, Hlm.5.

(2)

Persamaan ini tidak mengenal pengecualian. Semua itu demi tercapainya keadilan. Dengan demikian pengakuan dan jaminan terhadap asas Equality Before the Law ini tidak saja sebatas pengakuan politik negara saja. Akan tetapi lebih mengedepankan tindakan konkrit negara dalam memberikan jaminan kepada masyarakat mendapatkan akses terhadap keadilan guna terpenuhi hak-hak dasar manusia (HAM), bahkan tindakan afirmatif juga harus dilakukan untuk menjamin terselenggaranya kewajiban negara ini.

Dalam menghadapi situasi ini maka perlu adanya perombakan strategi pembangunan hukum, karena hukum juga harus bersentuhan dengan kebutuhan rakyat yang kurang mampu dalam arti bukan membebaskan mereka dari aturan hukum, akan tetapi justru memperkuat rakyat yang akan menentukan masa depan mereka. Ini perlu kembali diefektifkan agar masalah-masalah yang muncul belakangan mendapat penyelesaian, sebab apabila semua itu tidak ditindaklanjuti dalam bentuk yang nyata maka konsep-konsep tersebut hanya akan menjadi huruf mati yang tidak mempunyai efektifitas.3

(3)

Kehakiman yang berbunyi “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”, lalu Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu :

Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Dengan derasnya laju pertumbuhan pembangunan dan politik di Indonesia memunculkan permasalahan-permasalahan mendasar yang meminggirkan bahkan mengabaikan hak-hak dasar manusia yang berujung kepada kriminalisasi dan memposisikan rakyat untuk meminta hak atas keadilan di pengadilan maupun di luar pengadilan guna mendapatkan keadilan. Kalau orang mampu dapat menyewa advokat, maka orang miskin pun harus dijamin dalam sistem hukum untuk untuk menunjuk seorang advokat atau pembela umum secara cuma-cuma. Pembelaan advokat diperlukan untuk memastikan hak dan kebebasan individu dihormati dan diakui para penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim, khususnya bagi orang miskin.4

       Untuk mewujudkan hal ini diperlukan keseimbangan, sehingga

seseorang yang tidak mampu menjalankan proses hukum tetap dapat memperoleh pembela yang profesional. Jika tidak, maka akan sulit bagi orang miskin yang berperkara menggapai keadilan. Dalam konteks inilah,

(4)

bantuan hukum untuk orang miskin menjadi kewajiban negara (state obligation) dalam rangka memastikan prinsip-prinsip negara hukum berjalan dengan baik. Kewajiban negara ini sesuai dengan International Covenant on Civil and Political Rights Pasal 14 yang mengatur tentang persamaan hak di pengadilan. Salah satu bentuk kewajiban negara ini adalah pendanaan bantuan hukum yang sebagian besar harus bersumber dari negara.

Dalam Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tertulis bahwa

(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam pidana dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.

(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya secara cuma-cuma.

(5)

masyarakat yang kurang mampu dalam menghadapi kasus-kasus hukum. Undang-undang ini seolah memberikan penegasan bahwa bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu merupakan tanggung jawab negara dan merupakan hak konstitusional dan ini terimplikasi menjadi dibentuknya Pos Bantuan Hukum pada Pengadilan Negeri.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menjadi tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih lanjut mengenai Bantuan Hukum yang diberikan oleh Pos Bantuan Hukum bagi masyarakat yang kurang mampu. Dari hal tersebut, penulis mengangkat dua isu hukum yang dianggap penting untuk dilakukan penelitian secara langsung sehingga untuk mengakomodirnya, penulis menuangkannya dalam bentuk penulisan Skripsi dengan judul :

PERANAN POS BANTUAN HUKUM DALAM MEMBANTU

MENYELESAIKAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN

NEGERI PALANGKA RAYA”.

1.2. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan permasalahan dan batasan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peranan Pos Bantuan Hukum dalam membantu menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya ?

(6)

Adapun penulis memberikan batasan masalah dalam penulisan Skripsi ini yaitu tentang peranan Pos Bantuan Hukum dalam membantu menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya yang terfokus pada salah satu Organisasi Bantuan Hukum di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya yaitu Perkumpulan Sahabat Hukum.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian Skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui peranan Pos Bantuan Hukum dalam membantu menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya.

2. Untuk mengetahui faktor yang menghambat Pos Bantuan Hukum dalam membantu menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian Skripsi ini adalah :

1. Secara teoritis, penulisan Skripsi ini diharapkan agar berguna bagi kemajuan pendidikan ilmu hukum, agar dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap pemerintah maupun Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Negeri Palangka Raya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menjaga ketertiban hukum.

(7)

khususnya bagi Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya, sehingga menjadi suatu pandangan terhadap upaya yang telah diterapkan pemerintah serta Pos Bantuan Hukum dalam membantu menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya.

3. Bagi penulis, penulisan Skripsi ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya.

1.5. Metodologi Penelitian

1.5.1. Metodologi Pendekatan/Jenis Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini adalah penelitian hukum empiris, data yang diperlukan adalah data primer, sedangkan data sekunder hanya diperlukan sebagai pendukung data primer. Data primer adalah data empiris yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan kuesioner. Dalam hal ini, Penulis terfokus pada pengumpulan data primer dengan cara wawancara. Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, wawancara dilakukan dengan cara face to face, artinya pewawancara berhadapan langsung dengan responden untuk menanyakan secara lisan hal-hal yang diinginkan, dan jawaban responden dicatat oleh pewawancara.5

1.5.2. Ruang Lingkup/Fokus Penelitian

(8)

Dalam hal ini yang menjadi ruang lingkup/fokus penelitian dalam penulisan Skripsi oleh penulis ini adalah meneliti peranan pos bantuan hukum dalam membantu menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya.

1.5.3. Lokasi Penelitian

Tempat lokasi penelitian oleh penulis yaitu di Kota Palangka Raya, yang menjadi obyek penelitiannya yaitu Organisasi Sahabat Hukum pada Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Negeri Palangka Raya Jalan Diponegoro Nomor 21.

1.5.4. Jenis atau Sumber Data

a. Data Primer, adalah data empiris yang diperoleh langsung dari sumber data yaitu lokasi penelitian, peristiwa hukum yang terjadi di lokasi penelitian, dan responden yang memberikan informasi kepada peneliti.

b. Data Sekunder, adalah data normatif terutama yang bersumber dari perundang-undangan, yurisprudensi dan buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya yang menjadi tolak ukur terapan.6

1.5.5. Instrumen Penelitian 1.5.5.1. Studi Pustaka

Dalam studi pustaka yaitu menggunakan data-data yang diperoleh dari buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan baik berupa artikel, jurnal dan bahan pustaka lainnya dan dari peraturan perundang-undangan, laporan-laporan yang

(9)

berhubungan dengan permasalahan yang akan ditulis oleh penulis dalam penulisan Skripsi ini.

1.5.5.2. Observasi/Pengamatan

Dalam hal observasi/pengamatan yang dilakukan adalah bagaimana suatu cara untuk mendapatkan data dengan secara langsung mendatangi pada objek yang akan diteliti pada instansi-instansi yang terkait dalam penulisan Skripsi ini. Sehinngga dengan adanya observasi/pengamatan memberikan kemudahan selama masa penelitian dalam rangka untuk memperoleh data maupun informasi yang akan diperlukan guna kepentingan penelitian Skripsi ini.

1.5.5.3.Wawancara

Dalam hal wawancara yang dilakukan adalah dengan melakukan pertemuan secara langsung terhadap para narasumber yang telah ditentukan sebagai objek penelitian.

1.5.5.4.Narasumber

Narasumber dalam penelitian Skripsi ini adalah pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang penulis teliti yaitu:

1. Bapak Erwantoni, S.H., M.H., selaku hakim pada Pengadilan Negeri Palangka Raya.

(10)

Hukum” di Pos Bantuan Hukum pada Pengadilan Negeri Palangka Raya.

3. Bapak Panji Untung, S.H., selaku advokat anggota Organisasi Bantuan Hukum “Perkumpulan Sahabat Hukum” di Pos Bantuan Hukum pada Pengadilan Negeri Palangka Raya.

4. Bapak Adi, S.H., selaku asisten advokat anggota Organisasi Bantuan Hukum “Perkumpulan Sahabat Hukum” di Pos Bantuan Hukum pada Pengadilan Negeri Palangka Raya.

5. Ibu Talitha S. Satu, S.H., selaku advokat di Pos Bantuan Hukum pada Pengadilan Negeri Palangka Raya.

1.5.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian Skripsi ini lebih menekankan pada data primer yaitu data empiris yang langsung dari sumber yang terfokus pada metode pengumpulan data wawancara yang akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis ini dilakukan pada data-data yang tidak bisa dihitung, bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata atau gambar. Yang didokumentasikan adalah bagaimana manusia merasa, apa yang mereka tahu, bagaimana caranya mereka tahu, serta kepercayaan, persepsi dan pengertian mereka.7

1.6. Sistematika Penulisan

(11)

Berikut ini dijelaskan secara sistematis dalam sebuah penulisan Skripsi yang akan penulis lakukan, yang nantinya akan terbagi menjadi 4 (empat) Bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab ini menjelaskan terkait latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian terdiri dari (metode pendekatan, ruang lingkup/fokus penelitian, lokasi penelitian, jenis/sumber data yang terdiri dari data primer dan data sekunder, instrumen penelitian yang terdiri dari studi pustaka, observasi/pengamatan, wawancara, teknik analisis data, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG POS BANTUAN

HUKUM, PERKARA PIDANA, DAN PENGADILAN NEGERI

Dalam Bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian Pos Bantuan Hukum, Perkara Pidana, serta Pengadilan Negeri.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PERANAN POS BANTUAN

(12)

Dalam Bab ini akan membahas mengenai peranan Pos Bantuan Hukum dalam membantu menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya dan faktor yang menghambat Pos Bantuan Hukum dalam membantu menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya.

BAB IV PENUTUP

Dalam Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari penulis.

BAB II

LANDASAN TEORITIS TENTANG POS BANTUAN HUKUM, PERKARA PIDANA, DAN PENGADILAN NEGERI

(13)

Pos Bantuan Hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (6) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 (PERMA No.1 Tahun 2014) tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan adalah layanan yang dibentuk oleh dan ada pada setiap Pengadilan tingkat pertama untuk memberikan layanan hukum berupa informasi, konsultasi, dan advis hukum, serta pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam hal ini, Pos Bantuan Hukum sebagai Pemberi Bantuan Hukum harus memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat tidak mampu.

Bantuan hukum menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Istilah bantuan hukum itu sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari dua istilah yang berbeda yaitu legal aid dan legal assistance. Istilah legal aid biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa-jasa di bidang hukum kepada seorang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma atau gratis khususnya bagi mereka yang kurang mampu. Sedangkan pengertian legal assistance dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum oleh para advokat yang mempergunakan honorarium.8

Pemberi Bantuan Hukum dalam hal ini bisa berupa lembaga bantuan hukum maupun organisasi kemasyarakatan yang memberi bantuan hukum. Namun tentunya ada perbedaan mendasar antara lembaga bantuan hukum dan pos

8Abdurrahman, 1983, Aspek-Aspek Bantuan Hukum Di Indonesia, Cendana Press, Yogyakarta, Hlm. 34.

(14)

bantuan hukum. Lembaga bantuan hukum adalah lembaga maupun yayasan yang memberikan bantuan hukum kepada pencari keadilan tanpa menerima pembayaran honorarium9. Sedangkan pos bantuan hukum adalah layanan yang

dibentuk oleh dan ada pada setiap Pengadilan tingkat pertama yang juga tentunya memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Jika lembaga bantuan hukum berbentuk yayasan yang sifatnya independen, maupun dibentuk oleh organisasi politik atau organisasi massa, adapula yang dikaitkan dengan lembaga pendidikan, sedangkan pos bantuan hukum dibentuk hanya oleh negara pada pengadilan negeri.

Hak warga negara memperoleh bantuan hukum diakui secara konstitusional. Secara normatif dibuktikan dengan Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu :

Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi:

(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam pidana dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.

(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya secara cuma-cuma.

(15)

Akan tetapi, hak-hak untuk mendapatkan bantuan hukum pada tahap penyidikan masih dibatasi oleh ketentuan Pasal 115 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu :

(1) Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan.

(2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa peran dan kehadiran penasihat hukum dalam pemeriksaan tersangka di tingkat penyidikan adalah pasif. Konsekuensi dari adanya 3 (tiga) pasal tersebut di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memerlukan tindakan konkrit dari negara untuk melaksanakan layanan bantuan hukum tersebut secara aktif melalui Pengadilan yang menyediakan Pos Bantuan Hukum yang melayani pemberian informasi, konsultasi, dan nasihat hukum atau membantu pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan serta memberikan referensi mengenai advokat yang akan mendampingi Penerima Bantuan Hukum di persidangan dengan persyaratan Penerima Bantuan Hukum menyiapkan salah satu dari dokumen Surat Keterangan Tidak Mampu, Jamkesmas/Kartu Raskin/Kartu Program Keluarga Harapan/Bantuan Langsung Tunai/Kartu Perlindungan Sosial, maupun dokumen lain yang memberikan keterangan tidak mampu secara ekonomi bagi Penerima Bantuan Hukum.10

(16)

Penyelenggaraan bantuan hukum berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum adalah bertujuan untuk :

a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;

b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. Menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Jenis Layanan Bantuan Hukum meliputi:

a. Bantuan Hukum Litigasi yakni bantuan hukum pada proses peradilan, baik di tingkat Kepolisian, Kejaksaan maupun Persidangan yang meliputi semua kasus baik Pidana, Perdata dan Tata Usaha Negara. b. Bantuan Hukum Non Litigasi, berupa 9 jenis kegiatan:

1. Penyuluhan hukum, adalah salah satu kegiatan penyebarluasan informasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum pada masyarakat maupun pemerintah sehingga tercipta budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat atau patuh terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan;

(17)

masalah hukum;

3. Investigasi perkara baik secara elektronik maupun nonelektronik, adalah proses upaya pembuktian, pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya;

4. Penelitian hukum, adalah suatu penelitian dengan hukum sebagai obyeknya yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari gejala hukum tertentu dengan menganalisis agar dapat diusahakan pemecahannya;

5. Mediasi, adalah upaya untuk menyelesaikan konflik. Dalam hal ini, Pos Bantuan hukum merupakan pihak ketiga yang netral yang tidak punya kewenangan untuk mengambil keputusan. Pos Bantuan Hukum hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai penyelesaian yang tentunya diterima oleh kedua belah pihak;

6. Negosiasi, adalah bentuk interaksi atau bentuk persetujuan dengan mana pihak yan bersengketa menyerahkan, menjaminkan atau menjanjikan suatu barang yang tujuannya adalah untuk mengakhiri perkara atau mencegah timbulnya perkara dengan Pos Bantuan Hukum sebagai penengah;

(18)

berperan dalam meningkatkan kesadaran, ketaatan dan kepatuhan masyarakat akan hukum sehingga tercipta sumber daya manusia yang lebih baik;

8. Pendampingan di luar pengadilan; dan/atau

9. Drafting dokumen hukum, adalah membuat dan menyusun dokumen hukum.

Pada prinsipnya setiap orang dapat memberikan bantuan hukum bilamana ia mempunyai keahlian dalam bidang hukum, akan tetapi untuk tertibnya pelaksanaan bantuan hukum diberikan beberapa batasan dan persyaratan dalam berbagai peraturan. Pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu hanya dapat dilakukan oleh advokat yang sudah terdaftar pada Pengadilan Tinggi setempat. 11 Advokat berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah orang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

Disamping itu, kegiatan bantuan hukum harus dilakukan secara lebih terpadu dan transparan bersama kegiatan penyuluhan hukum. Hal ini perlu disadari karena program bantuan hukum berdasarkan Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.03-UM.06.02 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu :

(19)

a. Tujuan Kemanusiaan

Program Bantuan Hukum diberikan dalam rangka meringankan beban hidup golongan masyarakat yang kurang mampu, sehingga mereka juga dapat menikmati kesempatan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum.

b. Tujuan Peningkatan Kesadaran Hukum

Program Bantuan Hukum diharapkan dapat mendidik masyarakat untuk meningkatkan kadar kesadaran hukum, sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan warga masyarakat.

Agar bantuan hukum yang diberikan bermanfaat bagi seluruh masyarakat, maka perlu dalam pelaksanaannya dilakukan secara merata dengan penyaluran melalui berbagai institusi penegakan hukum yang ada seperti pengadilan, kejaksaan, organisasi advokat, maupun organisasi-organisasi masyarakat yang bergerak di bidang bantuan hukum. Sebagaimana telah diketahui bahwa pelaksanaan bantuan hukum kepada masyarakat tidak hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendampingan advokat dalam setiap proses pendampingan hukum melainkan lebih dari hal tersebut adalah bagaimana menjadikan masyarakat untuk mengerti hukum dan dapat mengkritisi produk hukum yang ada. Dan sebaiknya bantuan hukum tidak hanya dilihat dari perspektif pelaksana pemberi bantuan hukum, melainkan dari kaca mata masyarakat yang membutuhkannya, sehingga diharapkan materi pengaturan yang tercakup di dalamnya akan tepat pada sasaran yang dituju12 .

(20)

Pemberian bantuan hukum dapat dilakukan melalui bantuan hukum yang dilakukan oleh advokat secara perorangan dan bantuan hukum yang dilakukan oleh advokat secara kelembagaan melalui Pos Bantuan Hukum setempat. Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat juga secara jelas dinyatakan bahwa :

Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan yang termuat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 di atas dapat dimaknai sebagai sebuah sentuhan moral kepada advokat, agar dapat menjalankan profesinya harus tetap memperhatikan kepentingan orang-orang yang tidak mampu13. Ditambah lagi berdasarkan Kode Etik Advokat Pasal 4

poin f, advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa dan Pasal 7 poin h dimana tertera bahwa advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) bagi orang yang tidak mampu. Dengan demikian maka ini merupakan imbauan moral dan sekaligus mengasah kepekaan sosial oleh karena itu profesi advokat tidak bisa dilepaskan dari kode etik yang memiliki nilai moral di dalamnya.14

Kode etik adalah tatanan moral yang dibuat sendiri oleh kelompok profesi tertentu khusus bagi anggotanya. Tatanan tersebut mengikat intern anggotanya. Di dalamnya ada larangan-larangan moral profesi. Pelanggaran atasnya, akan dikenai

13Supriadi, 2014, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 69-70.

(21)

sanksi organisasi profesi tersebut setelah melalui persidangan yang diadakan khusus untuk itu.15 Dalam hal ini adalah profesi advokat. Kode etik advokat ini

ditujukan sebagai acuan kontrol moral atau semacam pengawasan perilaku yang sanksinya lebih dikonsentrasikan secara psikologis dan kelembagaan. Pelaku profesi yang melanggar, selain dapat dipertanggungjawabkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku (kalau ada indikasi yang dapat menunjukkan jenis dan modus pelanggarannya), juga dapat dipertanggungjawabkan secara moral berdasarkan kode etik profesinya.

Karena itu, sehubungan dengan nilai-nilai dan kepentingan yang terlibat di dalamnya, maka pengemban profesi advokat membutuhkan kawalan. Dan langkah yang diperlukan untuk pengawasan profesi advokat adalah dibentuknya Dewan Etika Profesi Advokat Nasional yang bertujuan untuk melakukan pengawasan perilaku dan penegakan kode etik profesi advokat secara efektif, serta penindakan terhadap advokat yang berasal dari organisasi manapun yang melanggar kode etik profesi advokat.16

2.2. Perkara Pidana

Perkara pidana adalah suatu tindak pidana yang pelanggarnya telah diproses menurut ketentuan hukum acara pidana yang berlaku. Perkara pidana berawal dari terjadinya tindak pidana (delik) yang berupa kejahatan atau pelanggaran17. Setelah

terjadi pelanggaran terhadap norma hukum pidana (delik atau tindak pidana),

15H. Abdul Wahid dan H. Moh. Muhibbin, 2009, Etika Profesi Hukum Rekonstruksi Citra

Peradilan Di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, Hlm.112.

16Angelina Sinaga, Pengawasan Terhadap Kode Etik Advokat, https://angelinasinaga.wordpress.com/2014/04/10/pengawasan-terhadap-kode-etik-advokat/, diakses pada 17 September 2016 pukul 19.05 WIB.

(22)

maka alat-alat perlengkapan negara seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak. Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada yang berwajib (polisi) tentang tindak pidana yang terjadi. Pihak yang melaporkan (yang dirugikan) menjadi saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi Penggugat adalah Penuntut Umum (Jaksa). Terhadap beberapa tindak pidana tertentu tidak diambil tindakan oleh pihak yang berwajib, jika tidak diajukan pengaduan oleh pihak yang dirugikan, misalnya perzinahan, perkosaan, pencurian dan keluarga.18

2.2.1. Proses Perkara Pidana

Proses perkara pidana meliputi :

a. Pemeriksaan perkara pidana, berawal dari terjadinya tindak pidana yang berupa kejahatan atau pelanggaran yang diterima oleh penyidik melalui tiga jalur yaitu laporan untuk tindak pidana biasa, aduan untuk tindak pidana aduan, dan tertangkap tangan;

b. Penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana;

c. Penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya;

(23)

terdakwa jika terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan;

e. Penahanan yaitu penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim; f. Penggeledahan yaitu tindakan penyidik untuk memasuki

rumah tempat tinggal atau tempat tertutup lainnya atau terhadap badan dan atau pakaian untuk tindakan pemeriksaan atau penyitaan atau penangkapan;

g. Penyitaan yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya terhadap benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan;

h. Pra penuntutan yaitu wewenang Penuntut Umum untuk melengkapi berkas perkara hasil penyidikan dengan cara memerintahkan kepada penyidik untuk melakukan penyidikan tambahan berdasarkan petunjuk dari penuntut umum;

i. Penuntutan, dilakukan oleh Penuntut Umum dengan tugas pokok menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan, mengadakan pra penuntutan, membuat surat dakwaan, melimpahkan perkara ke pengadilan, memanggil terdakwa atau saksi untuk bersidang;

(24)

Secara garis besar Hukum Acara Pidana dapat diartikan sebagai aturan yang mengatur bagaimana caranya negara dengan perantaraan alat-alat kekuasaannya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman, dengan demikian ia memuat acara pidana yang berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)19. Landasan filosofis KUHAP

adalah berdasarkan Ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan landasan sila Ketuhanan, KUHAP mengakui setiap pejabat aparat penegak hukum maupun tersangka atau terdakwa adalah sama-sama manusia yang dependen kepada Tuhan. Semua makhluk manusia tanpa kecuali adalah ciptaan Tuhan, yang kelahirannya di permukaan bumi semata-mata adalah kehendak dan rahmat Tuhan. Mengandung arti :

a. Tidak ada perbedaan asasi di antara sesama manusia;

b. Sama-sama mempunyai tugas sebagai manusia untuk mengembangkan dan mempertahankan kodrat, harkat dan martabat sebagai manusia ciptaan Tuhan;

c. Sebagai manusia mempunyai hak kemanusiaan yang harus dilindungi tanpa kecuali;

d. Fungsi atau tugas apapun yang diemban oleh setiap manusia, hanya semata-mata dalam ruang lingkup menunaikan amanat Tuhan Yang Maha Esa.20

Dan hal ini secara tidak langsung juga merujuk sebagai jaminan ditegakannya Pasal 54 dan 56 KUHAP mengenai bantuan hukum itu sendiri.

19Reva Vivi, Definisi Hukum Acara Pidana Menurut Para Ahli, http://topihukum.blogspot.co.id/2013/05/definisi-hukum-acara-pidana-menurut.html?m= 1, diaks-es pada 20 September 2016 pukul 00.17 WIB.

20M. Yahya Harahap, 2004, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan

(25)

2.2.2. Pengertian Pidana

Hukum pidana mempunyai tempat dan peran penting dalam ruang lingkup hukum publik. Hukum pidana sebagai seperangkat norma, dogma, dan sistem aturan, menempatkan tingkah laku individu manusia sebagai obyek sekaligus subyek utama dalam pengaturannya. Hal ini menunjukkan bahwa hukum pidana memiliki fungsi mempertahankan ketertiban dan memelihara keteraturan dalam tata pergaulan masyarakat yang apabila dilanggar tentunya akan memberikan sanksi yang disebut pidana.21

Pidana adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap seseorang yang terbukti bersalah melakukan delik berdasarkan keputusan hukum tetap22.

Pidana juga bisa diartikan sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan kepada seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.23

Pidana sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh negara pada sesorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas pebuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut dengan tindak pidana.

2.2.3. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan pidana apabila ia

21 Mokhammad Najih, 2008, Politik Hukum Pidana Pasca Reformasi, In-Trans Publishing, Malang, Hlm.18.

22Andi Hamzah, 1994, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 119. 23Tri Andrisman, 2007, Hukum Pidana Azas-Azas dan Dasar Aturan Hukum Pidana

(26)

mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.24

Jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu : a. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindak pidana

terdiri dari kejahatan dan pelanggaran. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dinyatakan bahwa Buku II adalah merupakan delik-delik kejahatan dan Buku III adalah merupakan delik pelanggaran.25

b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil dan tindak pidana materil. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu.

c. Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak disengaja.

d. Menurut macam perbuatannya, yaitu tindak pidana aktif dan tindak pidana pasif. Tindak pidana aktif yang juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat.sedangkan tindak pidana pasif, dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana murni yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif. Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya

24Andi Hamzah, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana , Ghalia Indonesia, Jakarta, Hlm. 22.

(27)

berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif.

Sedangkan unsur-unsur tindak pidana antara lain : a. Kelakuan dan akibat (perbuatan);

b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan; c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana; d. Unsur melawan hukum yang obyektif;

e. Unsur melawan hukum yang subyektif.26

2.2.4. Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada orang melakukan perbuatan pidana. Pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan seorang tersangka atau terdakwa dapat dimintakan pertanggungjawaban atau tidak. Seseorang tidak dapat dipidana tanpa adanya kesalahan. Untuk dapat disebut adanya kesalahan maka harus memenuhi unsur :

a. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum); b. Di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab;

c. Mempunyai bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan dan kelalaian;

d. Tidak adanya alasan pemaaf.27

Dalam menentukan bahwa seseorang itu bersalah atau tidak maka harus diperhatikan keadaan batin dari orang yang melakukan perbuatan dan hubungan antara batin itu dengan perbuatan yang dilakukan.

2.3. Pengertian Pengadilan Negeri

Pengertian Pengadilan Negeri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah badan peradilan pada tingkat pertama yang berkuasa mengadili semua perkara penyelewengan hukum di daerah hukumnya. Pengadilan Negeri menurut

26Andi Hamzah, Op. Cit, Hlm. 25-27.

(28)

Undang-Undang berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum diartikan sebagai lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibukota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan.

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Negeri dibentuk oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Mahkamah Agung yang mempunyai kekuasaan hukum pengadilan meliputi satu kabupaten atau kota. Namun semenjak adanya perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, dalam Pasal 5 disebutkan bahwa pembentukkan Pengadilan Umum beserta fungsi dan kewenangannya ada pada Mahkamah Agung.

Fungsi Pengadilan Negeri adalah memeriksa tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. Tugas dan wewenang Pengadilan Negeri adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Hal lain yang menjadi tugas dan kewenangannya antara lain :

a. Menyatakan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan atau penghentian tuntutan;

b. Tentang ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan; c. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum

(29)

d. Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris dan Juru Sita di daerah hukumnya;

e. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya;

f. Memberikan petunjuk, teguran dan peringatan yang dipandang perlu dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara;

g. Melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah hukumnya dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung dan Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya meliputi jabatan notaris.28

Dalam hal perkara pidana, wewenang Pengadilan Negeri meliputi : Pasal 84 KUHAP

(1) Pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya. (2) Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya

terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada Pengadilan Negeri itu daripada tempat kedudukan Pengadilan Negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.

(3) Apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana dalam daerah hukum pelbagai Pengadilan Negeri, maka tiap Pengadilan Negeri itu masing-masing berwenang mengadili perkara pidana itu.

(4) Terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama lain ada sangkut pautnya dan dilakukan oleh seorang dalam daerah hukum pelbagai Pengadilan Negeri, diadili oleh masing-masing Pengadilan Negeri dengan ketentuan dibuka kemungkinan penggabungan perkara tersebut.

(30)

BAB III

PERANAN POS BANTUAN HUKUM SERTA FAKTOR YANG MENGHAMBATNYA DALAM MEMBANTU MENYELESAIKAN

PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI PALANGKA RAYA

3.1. Peranan Pos Bantuan Hukum dalam Membantu Menyelesaikan Perkara

Pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya

Seluruh aspek kehidupan manusia diatur dalam tatanan hukum, sehingga hukum yang berlaku sangatlah banyak. Karena itu, sangat tidak mungkin setiap warga negara mengetahui maupun memahami semua aturan hukum tersebut. Pembicaraan tentang bantuan hukum, hak asasi manusia dan atau negara hukum dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum menjadi penting artinya manakala kita mengingat dalam membangun negara hukum melekat ciri-ciri yang mendasar yaitu :

a. Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, kultural, dan pendidikan;

b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan lain apapun;

c. Legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.

Oleh karena itu, suatu negara tidak dapat dikatakan sebagai negara hukum apabila negara yang bersangkutan tidak memberikan penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Negara Indonesia selaku negara hukum tentunya memberlakukan aturan hukum bagi semua orang. Tidak ada alasan, atau tidak dapat dibenarkan jika seseorang dapat atau melanggar hukum karena ia belum mengerti hukum. Karena itu diperlukan orang yang secara khusus mendalami aturan hukum dan dapat memberi pemahaman tentang hukum tersebut bagi masyarakat, terutama masyarakat yang tidak mampu.

(31)

Hak untuk mendapat jaminan hak atas bantuan hukum bagi fakir miskin maupun masyarakat marginal tersirat dalam konstitusi. Jaminan ini memerlukan tindakan konkrit dari negara yang menitikberatkan pada kewajiban dan tanggung jawab negara melalui Kementerian Hukum dan HAM, namun dalam teknis pelaksanaannya diserahkan pada Lembaga Bantuan Hukum maupun Pos Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang atau peraturan-peraturan di bawahnya. Oleh karenanya setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan tanpa membedakan status sosial, budaya, ekonomi, maupun agama. Hak mendapat bantuan hukum ini sejatinya merupakan hak asasi manusia dan tegas dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 D ayat 1 yang menyatakan, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum”. Hal senada juga dinyatakan dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”, lalu Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu :

Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

(32)

(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam pidana dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.

(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya secara cuma-cuma.

Semangat kenormatifan inilah yang harus ditindaklanjuti dalam bentuk yang nyata agar konsep-konsep tersebut tidak hanya akan menjadi huruf mati yang tidak mempunyai efektifitas tapi juga diperlukan tindakan langsung secara empirik. Karena tentunya apabila hak tersangka atau terdakwa untuk mendapat bantuan hukum dalam pasal tersebut dipinggirkan maka akan menyebabkan terpinggirkannya juga hak tersangka atau terdakwa tersebut untuk mendapatkan haknya sebagai subyek hukum, kesulitan untuk menyampaikan aspirasi maupun pemanggilan saksi yang meringankan, sampai kepada ketidakmampuan tersangka atau terdakwa untuk menguraikan fakta hukum karena keterbatasannya dalam mengkritisi produk hukum.

(33)

Kalimantan Tengah), maupun IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia) dengan cara pengadilan melalui majelis hakim meminta baik secara lisan maupun tertulis untuk menunjuk advokat dari organisasi-organisasi tersebut untuk mendampingi terdakwa. Setelah hadirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 yang diperjelas dalam Pasal 22 bahwa :

Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dan dipertegas dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, maka pengadilan negeri menyediakan ruangan khusus untuk Pos Bantuan Hukum. Pos Bantuan Hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (6) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan adalah tempat atau ruangan advokat (Pemberi Bantuan Hukum) piket yang memberikan layanan yang dibentuk oleh dan ada pada setiap pengadilan tingkat pertama untuk memberikan layanan hukum berupa informasi, konsultasi, dan advis hukum, serta pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara untuk Penerima Bantuan Hukum.

(34)

Raya terdapat 4 (empat) Organisasi Bantuan Hukum piket berdasarkan jadwal setiap harinya, yaitu :

a. Untuk hari senin diisi oleh advokat piket dari Organisasi Bantuan Hukum Habaring Hurung;

b. Untuk hari selasa diisi oleh advokat piket dari Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI);

c. Untuk hari rabu diisi oleh advokat piket dari Kongres Advokat Indonesia (KAI);

d. Untuk hari kamis diisi oleh advokat piket dari Perkumpulan Sahabat Hukum; dan

e. Untuk hari jumat diisi oleh advokat dari ke-4 Organisasi Bantuan Hukum tersebut.29

Agar mendapat bantuan hukum dengan pembiayaan oleh negara tentunya harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum harus menyiapkan Kartu Tanda Penduduk, dan salah satu dari dokumen Surat Keterangan Tidak Mampu, Jamkesmas atau Kartu Raskin atau Kartu Program Keluarga Harapan atau Bantuan Langsung Tunai atau Kartu Perlindungan Sosial, maupun dokumen lain yang memberikan keterangan tidak mampu secara ekonomi bagi Penerima Bantuan Hukum dalam basis data terpadu pemerintah atau yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang untuk memberikan keterangan tidak mampu serta uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan bantuan hukum. Syarat terpenting yang harus dipenuhi juga adalah terdakwa harus menyatakan bersedia untuk didampingi oleh Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya melalui advokat untuk

(35)
(36)

hukum kepada terdakwa, hal ini merupakan wujud dari tanggung jawab advokat dalam kewajibannya melaksanakan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 yang mengharuskan advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum juga secara jelas dicantumkan bahwa layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu berasaskan pada :

Dalam memahami Pasal 2 di atas yang dimaksud dengan asas-asas ini yaitu : a. Asas keadilan;

Menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara proporsional, patut, benar, baik, dan tertib.

b. Asas persamaan kedudukan di dalam hukum;

Bahwa setiap orang mempunyai hak dan perlakuan yang sama di depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi hukum.

c. Asas keterbukaan;

Memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur, dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan atas dasar hak secara konstitusional.

d. Asas efisiensi;

Memaksimalkan pemberian bantuan hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang ada.

e. Asas efektivitas;

Menentukan pencapaian tujuan pemberian bantuan hukum secara tepat; f. Asas akuntabilitas;

(37)

Sehingga diharapkan agar asas-asas tersebut benar-benar dihayati dan dihormati oleh Pemberi Bantuan Hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pembela hak terdakwa.

Untuk peranan Pos Bantuan Hukum dalam membantu menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya, yang harus diperhatikan adalah layanan bantuan hukum secara cuma-cuma tersebut ditujukan kepada Penerima Bantuan Hukum yang tepat, dalam hal ini adalah orang yang tidak mampu secara materi. Hal ini dengan jelas dicantumkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang berbunyi :

(1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.

(2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.

Adanya aturan ini diharapkan agar layanan bantuan hukum secara cuma-cuma ini benar-benar tepat guna diperuntukkan bagi masyarakat yang tidak mampu dan tidak ada penyalahgunaan oleh oknum-oknum maupun golongan masyarakat tertentu. Tidak hanya Penerima Bantuan Hukum yang syarat-syaratnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Pemberi Bantuan Hukum selaku pemberi jasa layanan bantuan hukum secara cuma-cuma di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya pun juga memiliki syarat yang ditetapkan dalam undang-undang yang ada tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yaitu :

(1) Pelaksanaan bantuan hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan undang-undang ini.

(2) Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Berbadan hukum;

(38)

c. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d. Memiliki pengurus; dan

e. Memiliki program Bantuan Hukum.

Sehingga syarat-syarat tersebut wajib menjadi acuan untuk menentukan masyarakat yang mana yang bisa mendapat bantuan hukum dan Pemberi Bantuan Hukum yang mana yang bisa memberikan layanan bantuan hukum secara cuma-cuma di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya.

Peranan Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya tentunya adalah untuk membantu terdakwa maupun membantu lancarnya proses persidangan perkara pidana, yaitu :

3.1.1. Pendampingan Advokat

Sifat hukum yang pasif dan perkembangan masyarakat yang dinamis justru membuat Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya melalui pendampingan advokat sangat diperlukan dalam membantu menyelesaikan perkara-perkara yang semakin beragam karena sifat bantuan hukum pada Pos Bantuan Hukum adalah aktif. Berbeda dengan bantuan hukum yang didapat saat terdakwa masih menjadi tersangka. Karena bantuan hukum dengan pendampingan advokat saat proses penyidikan masih dibatasi oleh Pasal 115 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi :

(1) Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan.

(2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka.

(39)
(40)

munculnya persepsi yang tidak adil menurut penuntut umum. Peranan Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya melalui pendampingan dari Pemberi Bantuan Hukum ini sendiri menginginkan agar terdakwa benar-benar diperlakukan sama di mata hukum.30

Adanya pendampingan advokat juga melindungi terdakwa dari labeling untuk menjamin asas praduga tidak bersalah kepada terdakwa. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kesensitifan penilaian publik terhadap seseorang yang sudah diposisikan sebagai terdakwa memunculkan tindak diskriminasi dan intoleransi. Pendampingan advokat ini diharapkan agar terdakwa yang diperiksa pada sidang pengadilan perkara pidana wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah. Dan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum juga dijelaskan bahwa tujuan pemberian bantuan hukum adalah untuk :

a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;

b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. Menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan

d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam perkara pidana, Pemberi Bantuan Hukum juga memiliki peran dalam investigasi perkara pidana. Baik secara elektronik maupun non elektronik, Pemberi Bantuan Hukum juga diberi keleluasaan untuk membantu proses upaya pembuktian baik itu memanggil saksi juga ahli

(41)

untuk meringankan terdakwa, maupun pencarian serta pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya yang berkaitan dengan perkara pidana tersebut yang diharapkan dapat membantu meringankan terdakwa. Bahkan bagi Penerima Bantuan Hukum yang tidak bisa baca-tulis, Pemberi Bantuan Hukum dapat berperan secara aktif untuk menjelaskan dan membuat Penerima Bantuan Hukum mengerti tentang hak-hak, batasan-batasan maupun apa saja yang berguna bagi terdakwa untuk meminta pertimbangan keringanan kepada majelis hakim.

Pemberi Bantuan Hukum dalam perannya melakukan pendampingan pada perkara pidana juga berhak untuk membantu mengajukan tuntutan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi terdakwa, mengajukan keberatan apabila pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima, mengajukan pembelaan maupun upaya-upaya hukum lainnya seperti banding hingga kasasi. Proses persidangan perkara pidana yang relatif panjangpun dapat lebih terarah dan dan tidak berbelit-belit dikarenakan adanya Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya melalui advokat untuk membimbing dan mengarahkan terdakwa untuk dapat mengerti dan mengikuti prosedur persidangan dengan baik.31

Memang dalam perannya pada perkara pidana, pendampingan Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya melalui advokat tentunya tidak mempengaruhi putusan hakim karena hakim harus obyektif dan melihat fakta-fakta yang terjadi di persidangan. Namun dengan adanya

(42)

pendampingan Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya melalui advokat tersebut diharapkan bahwa terdakwa dalam hal ini adalah masyarakat yang tidak mampu dapat memiliki suatu keberdayaan untuk mencari dan mendapatkan keadilan seadil-adilnya tanpa tercabutnya hak-hak terdakwa selaku warga negara karena hak-hak untuk mendapat bantuan hukum merupakan hak yang tidak bisa dilanggar bahkan oleh majelis

Perkara pidana sangkaan melanggar Pasal 310 KUHP Jo. Pasal 311 KUHP Jo. Pasal 317 KUHP.

Konsultasi hukum dan bantuan hukum.

2. Yuliantie, S.Kep Perkara pidana sangkaan melanggar Pasal 310

Perkara pidana melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Konsultasi hukum.

4. Ahmad Syaifullah Konsultasi hukum. Konsultasi hukum. 5. Jaya Als Bapak

Bayu Bin Arbain

Perkara pidana melanggar Undang-Undang Nomor 35

Pendampingan.

(43)

Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

6. Agus Nanto Als.

AT Bin Agau Perkara pidana melanggarUndang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pendampingan.

7. Farida Crisentiana Perkara pidana melanggar Undang-Undang Nomor 35

Perkara pidana melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Konsultasi hukum dan bantuan hukum.

9. Herry Firmansyah Perkara pidana melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Konsultasi hukum dan bantuan hukum.

10. Jon Pebriadie Perkara pidana melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Konsultasi hukum dan bantuan hukum.

11 Cun Cun Agrifa Perkara pidana melanggar Undang-Undang Nomor 35

Sumber : Panitera Muda Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya

(44)

saja, tetapi juga memberikan layanan bantuan hukum non litigasi. Karena pada prinsipnya, Pos Bantuan Hukum harus berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran, ketaatan, dan kepatuhan masyarakat akan hukum sehingga tercipta sumber daya manusia yang lebih baik. Sehingga tujuan kemanusiaan dan tujuan peningkatan kesadaran hukum dari kegiatan layanan bantuan hukum secara cuma-cuma yang diamanatkan oleh Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.03-UM.06.02 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha dapat berhasilguna dengan baik. Adapun tujuan yang dimaksudkan di sini adalah :

a. Tujuan kemanusiaan adalah tentang bagaimana program bantuan hukum dapat diberikan untuk meringankan beban hidup golongan masyarakat yang kurang mampu sehingga bagi mereka juga dapat menikmati kesempatan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum; dan

b. Tujuan peningkatan kesadaran hukum adalah program bantuan hukum diharapkan dapat mendidik masyarakat untuk meningkatkan kesadaran hukum, sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan warga mayarakat.

(45)

oleh masyarakat luas yang dalam hal ini berperkara pidana. Karena yang memerlukan layanan bantuan hukum secara cuma-cuma dalam perkara pidana belum tentu hanya terdakwa saja.

3.1.2. Fungsi Sosial

Sejatinya Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya bukan semata-mata wadah atau ruangan yang memberikan fasilitas bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat yang tidak mampu dan tidak mengerti hukum, melainkan juga menjalankan fungsi sosial lainnya yang mengacu pada tegaknya nilai-nilai negara hukum yang demokratis dan dihormatinya hak-hak asasi manusia. Program bantuan hukum bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan relatif buta hukum dalam perkara pidana tentunya dapat mempermudah pencapaian pemerataan keadilan karena kian dipermudah upaya-upaya semisal terbinanya sistem peradilan yang lebih berakar dalam perasaan hukum rakyat karena rakyat didampingi untuk dibuat menjadi tahu hukum dan mengerti hukum sehingga dapat mengkritisi produk hukum yang ada.

3.1.3. Jaminan Untuk Dihormatinya Hak-Hak Asasi Manusia

(46)

kondisi sakit, terdakwa juga berhak bertemu keluarga pada saat jam besuk. Hal ini diharapkan agar terciptanya pemerataan keadilan bagi siapa saja.

Sering juga ditemui bahwa masyarakat selama ini salah kaprah tentang pendampingan advokat dari Pos Bantuan Hukum. Masyarakat menganggap dengan adanya pendampingan advokat dari Pos Bantuan Hukum, akan sangatlah mungkin dapat membebaskan terdakwa dari tuduhan dalam perkara pidana. Padahal bukanlah hal tersebut yang ingin ditonjolkan dalam peran Pos Bantuan Hukum. Dengan adanya Pos Bantuan Hukum ini justru menonjolkan sisi sentuhan moral dan kemanusiaan yang ditujukan untuk terdakwa agar terdakwa dijadikan subyek pemeriksaan, bukanlah obyek pemeriksaan. Tujuannya agar tidak terjadi kriminalisasi masyarakat maupun dipinggirkannya hak-hak asasi manusia terutama bagi masyarakat tidak mampu yang rentan akan posisi tersebut karena ketidakberdayaannya untuk mengkritisi produk hukum. Jaminan akan hak asasi manusia bagi terdakwa diharapkan agar terdakwa terhindar dari segala bentuk tekanan maupun paksaan karena terdakwa selaku subyek hukum juga berhak diperlakukan dengan baik.

(47)

akan diatur lebih lanjut di dalam format pola hubungan kerja sama Pos Bantuan Hukum. Bendahara akan menyimpan seluruh bukti-bukti pengeluaran sebagai bukti pertanggungjawaban keuangan. Bendahara juga akan mencatat semua biaya yang telah dikeluarkan untuk pembentukan dan pengadaan Pos Bantuan Hukum dalam buku kas umum dan buku bantu lainnya sesuai ketentuan. Namun yang perlu diingat adalah pendanaan untuk advokat di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya tersebut hanya terbatas pada pendanaan advokat piket, bukan pendanaan untuk biaya perkara. Apabila advokat piket di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya membutuhkan rembesan dana pembiayaan perkara, advokat piket melalui Organisasi Bantuan Hukum yang membawahinya harus mengajukan permohonan pembiayaan perkara ke Kementerian Hukum dan HAM. Organisasi Bantuan Hukum tersebut juga harus melakukan verifikasi dan akreditasi untuk mendapatkan bantuan pembiayaan perkara dari Kementerian Hukum dan HAM. Pembiayaan perkara tesebut juga tentunya tidak semua perkara yang akan dibiayai. Untuk tahapan verifikasi dan akreditasi dilakukan dengan cara :

a. Pengumuman pendaftaran; b. Permohonan;

c. Pemeriksaan administrasi; d. Pemeriksaan faktual;

e. Pengklasifikasian Pemberi Bantuan Hukum; dan f. Penetapan Pemberi Bantuan Hukum.

(48)

untuk permohonan dengan cara non elektronik dilakukan dengan pengisian formulir yang ditujukan kepada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dengan melampirkan :

a. Fotokopi salinan akta pendirian lembaga bantuan hukum atau organisasi;

b. Fotokopi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

c. Fotokopi akta pengurus lembaga bantuan hukum atau organisasi; d. Fotokopi surat penunjukan sebagai advokat pada lembaga bantuan

hukum atau organisasi;

e. Fotokopi surat izin beracara sebagai advokat yang masih berlaku; f. Fotokopi dokumen mengenai status kantor lembaga bantuan hukum

atau organisasi;

g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak lembaga bantuan hukum atau organisasi;

h. Laporan pengelolaan keuangan; dan i. Rencana program bantuan hukum.

Dan hingga saat ini di Palangka Raya satu-satunya Organisasi Bantuan Hukum yang sudah melaksanakan verifikasi dan akreditasi untuk memperoleh bantuan biaya perkara dari Kementerian Hukum dan HAM hanya Organisasi Bantuan Hukum “Perkumpulan Sahabat Hukum” Palangka Raya. 33

3.2. Faktor Yang Menghambat Pos Bantuan Hukum Dalam Membantu Menyelesaikan Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri Palangka Raya

Jika berbicara mengenai peran, tentunya harus berbicara juga mengenai hambatan-hambatannya. Secara garis besarnya pada Organisasi Bantuan Hukum “Perkumpulan Sahabat Hukum” di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya, jarang sekali ditemui hambatan. Karena pada kenyataannya,

(49)

Organisasi Bantuan Hukum “Perkumpulan Sahabat Hukum” di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya merupakan satu-satunya organisasi bantuan hukum di Palangka Raya yang terakreditasi di bawah Kementerian Hukum dan HAM sehingga sebisa mungkin Organisasi Bantuan Hukum “Perkumpulan Sahabat Hukum” di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai prosedur dan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Memang ada sedikit kendala-kendala kecil yang dapat ditemui di lapangan, namun tidak benar-benar mampu mengurangi kinerja dan dorongan nurani dari Organisasi Bantuan Hukum “Perkumpulan Sahabat Hukum” di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya untuk mendampingi Penerima Bantuan Hukum hingga perkaranya selesai. Kendala kecil tersebut yaitu :

3.2.1. Terdakwa Tidak Mampu Melengkapi Syarat Maupun Dokumen

(50)

“Perkumpulan Sahabat Hukum” di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya menganggap hal itu bukanlah hambatan yang mengurangi dorongan moral dan kewajiban untuk melayani masyarakat sepenuh hati karena advokat Organisasi Bantuan Hukum “Perkumpulan Sahabat Hukum” di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya akan tetap membantu Penerima Bantuan Hukum dan mendampingi Penerima Bantuan Hukum hingga proses perkara pidananya selesai, karena advokat Organisasi Bantuan Hukum “Perkumpulan Sahabat Hukum” di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya menganggap hal tersebut merupakan sentuhan moral, kewajiban serta tanggung jawab bagi Pemberi Bantuan Hukum untuk mendampingi Penerima Bantuan Hukum.

3.2.2. Terjadinya Pemalsuan Surat atau Dokumen

(51)

yang menggunakan segala cara agar dapat memanfaatkan layanan publik terutama apabila pelayanan tersebut diberikan secara cuma-cuma.

3.2.3. Ketidaktahuan Masyarakat Akan Adanya Layanan Bantuan

Hukum Cuma-Cuma dari Pos Bantuan Hukum

(52)

sebagai warga negara meskipun posisinya adalah terdakwa secara cuma-cuma.34

3.2.4.Tidak Adanya Sanksi Apabila Terjadi Pelanggaran Atas Hak Untuk Mendapat Bantuan Hukum Bagi Tersangka atau Terdakwa di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Kendala lain yang mungkin juga bisa terjadi, dalam Pasal 54 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sudah jelas bahwa apabila tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan “wajib” menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Dalam pasal tersebut, tertera kata wajib. Namun faktanya belum tentu seindah aturan normatifnya. Karena bisa saja ditemui bahwa ternyata terdakwa saat masih menjadi tersangka dalam proses pemeriksaan atau penyidikan ternyata tidak didampingi penasihat hukum, kalaupun didampingi oleh penasihat hukumpun masih dibatasi oleh Pasal 115 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyebutkan bahwa penasihat hukum hanya bersifat pasif, sebatas melihat dan mendengar. Hal ini disebabkan karena Pasal 54 dan 56

(53)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana hanya merumuskan kewajibannya namun tidak menyertakan sanksi apabila hal yang diatur tersebut dilanggar. Namun kembali menurut advokat Organisasi Bantuan Hukum “Perkumpulan Sahabat Hukum” di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya bahwa hal tersebut tidak akan mengurangi dan mempengaruhi kinerja dan nurani advokat sebagai Pemberi Bantuan Hukum untuk mendampingi proses perkara pidana Penerima Bantuan Hukum, karena diyakini bahwa fakta yang sebenar-benarnya terjadi adalah fakta yang digali di persidangan, bukan hanya terbatas pada Berita Acara Pemeriksaan pada saat proses pemeriksaan penyidikan saja. Karena apabila Berita Acara Pemeriksaan dianggap merupakan kebenaran, maka proses persidangan perkara pidana di Pengadilan Negeri Palangka Raya dianggap tidak perlu dilakukan lagi. Selain itu sebenarnya advokat sebagai Pemberi Bantuan Hukum bisa saja meminta majelis hakim untuk membatalkan dakwaan karena pada saat proses penyidikan terdakwa tidak didampingi penasihat hukum. Namun kembali lagi kepada pertimbangan majelis hakim bahwa majelis hakim berhak untuk memilih melanjutkan perkara atau membatalkan dakwaan demi hukum.35

BAB IV

Referensi

Dokumen terkait

Kelapa Sawit PT ANJ Agri SIAIS Inti Cadangan lahan 9.254 ha Area Tertanam 7.754 ha Area Menghasilkan 7.754 ha Kapasitas PKS 60 ton/jam Plasma Cadangan Lahan 158 ha Area Tertanam 158

Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan seperti : daging, susu, buah dan sayuran, jenis tepung dan biji-bijian serta

Sedangkan di Kota Tual yang mengalami inflasi 0,29 persen menunjukkan bahwa pada bulan Januari 2016, secara umum harga barang/jasa naik sebesar 0,29 persen dibandingkan bulan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Kesadaran hukum dari aspek: A,Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kewajiban dalam mengurus Izin Mendirikan Banguan (IMB)

Pelecehan seksual sejak dahulu hingga sekarang selalu mendapatkan sorotan, baik itu dari kalangan pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri. Persoalan pelecehan bukanlah

Sesuai dengan intruksi presiden nomor 17 tahun 2011 dimana presiden menginstruksikan aksi percepatan pemberantasan korupsi dan juga sesuai dengan undang undang nomor 54 tahun

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Slamet Suyanto (2005: 144) yang mengemukakan bahwa alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan finger painting adalah pewarna

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ekonomi siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari pada siswa yang menerapkan