• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Orangtua Terhadap Anak Dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Strukturalisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Orangtua Terhadap Anak Dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Strukturalisme"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ORANGTUA TERHADAP ANAK DALAM NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER TINJAUAN: STRUKTURALISME

SKRIPSI

OLEH:

SEPTA FRENLY BARNES BARUS NIM 100701005

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Pengaruh Orangtua Terhadap Anak dalam NovelMidah Simanis Bergigi Emas

Karys Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Strukturalisme

Skripsi

Oleh:

Septa Frenly Barnes Barus Nim 100701005

Pembimbing I. Pembimbing II.

Drs. Isma Tantawi, M.A. Dra. Kristiana, M.Hum. NIP 19600207 198901 1 001 NIP 19610610 198601 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

(3)

PERNYATAAN

Pengaruh Orangtua Terhadap Anak dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas

Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Strukturalisme

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaa yang saya peroleh.

Medan, Oktober 2015 Yang Menyatakan,

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang MahaKuasa yang selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Orangtua terhadap Anak dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas. Karya

Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Strukturalisme. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Departemen

Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dalam proses pengerjaan skripsi ini, peneliti sangat banyak mendapat bimbingan, dorongan, dan dukungan. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

terwujudnya skripsi saya ini, yaitu

1. Prof. Drs. Subhilhar, M.A.,PH.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera

Utara, Prof. Ir. Zukifli Nasution, M.Sc., Ph.d selaku Wakil Rektor I Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku Wakil Rektor II Universitas Sumatera Utara, Drs. Bongsu Hutagalung, M.Si. selaku Wakil Rektor

III Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI selaku Wakil Rektor IV Universitas Sumatera Utara, dan Ir. Yusuf Husni Selaku

Wakil Rektor V Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan sarana dan prasarana dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. M. Husnan

Lubis, M.A. selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Budaya, Drs. Samsul Tarigan selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Budaya, Drs. Yuddi Adrian Mulyadi, M.A.

(5)

3. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia dan Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Sekretaris Departemen

Sastra Indonesia, yang telah memberikan dorongan, nasihat dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Drs. Isma Tantawi, M.A. selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dra. Kristiana, M. Hum.selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan kritik, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Staf pengajar dan Administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan proses pengajaran

yang baik dan ilmu yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Ayah anda Ng. Barus, Ibunda R. Br. Tarigan, kakak saya Nera Br. Barus, dan adik saya Elita Br. Barustercinta yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dan

dorongan baik secara moril dan materil untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis. Terimakasih segala bentuk

bantuannya. Walaupun saya tidak menyebutnamanya satu persatu, tetapipenulis akan tetap mengenangnyasampai akhir hayat.Teman-teman kampus stambuk 2010 terkhusus Geng 14: Ari Acem Woyo, Bima Rio Gendut, Hendra Morgan, Elwin

Profesor, Edwin Gendut, Rianto, Osen Sabur Lapet, Jimmi Aca-aca, Eli Kombes, Hotman, Wernando Legend, Toga Kurus Tinggi Langsing, Bunga Lamria Preman,

dan sahabat seperjuangan saya dari ilmu sejarah Ginanjar dan Evan yang memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena

(6)

Medan, Oktober 2015 Penulis

(7)

Pengaruh Orangtua Terhadap Anak dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas

Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Struktturalisme

Oleh

Septa Frenly Barnes Barus

Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Penelititan ini menganalissi strukturalisme dan pengaruh orangtua terhadap anak pada novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer. Penelititan bertujuan untuk mendeskripsikan karya sastra dari segi struktur dan pengaruh orangtua terhadap anaknya. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelititan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Teknikm analis data dalam penelititan ini adalah mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil membaca dan menghayati data primer dan data skunder, kemudian melakukan pemahaman dan penafsiran terhadap data yang sudah ada serta mengidentifikasi struktur dan pengaruh orangtua kepada anak yang terdapat pada novel MSMBE. Teori yang digunakan adalah teori strukturalisme Novel yang dianalisis adalah novel MSMBE. Struktur yang membangun novel ini terdiri dari alur maju. Tahap awal terdiri dari kehidupan keluarga Midah, tengah mulai munculnya konflik-konfik dalam diri Midah, tahap akhir terdiri dari klimaks ketika Midah menjadi penynyi sekaligus jadi pelacur. Karakter tokoh terdiri atas tiga yaitu Midah, Haji Abdul, dan Ahmad Latar tempat berada di Kota Jakarta, latar sosial menunjukkan keluarga Haji Abdul yang terpandang karena kekayaannya. Sudut pandang dalam penelitian ini orang ketiga yang serba tahu. Gaya bahasa yang digunakan adalah menggunakan “dan” serta “ah”. Tema terdiri atas tema sentral dan tema bawahan. Pengaruh orangtua terhadap anaknya membahas Masalah keluarga terdiri atas ketidak seimbangan perhatian orangtua terhadap anak, sehingga hal tersebut membuat anak-anak menderita dan kekurangan kasih sayang. Bertambahnya anggota keluarga juga menyebabkan kemiskinan.

(8)

DAFTAR ISI

LEMBR PENGESAHAN ………i

PERNYATAAN... ....ii

PRAKATA...iii

ABSTRAK...vi

DAFTAR ISI...vii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah...3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...3

1.3.1 Tujuan Penelitian ...3

1.3.2 Manfaat Penelitian ...3

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Konsep ...5

2.1.1 Novel ...5

2.1.2 Pengaruh ...6

2.1.3 Orangtua ...6

2.1.4 Anak ...7

2.2. Landasan Teori ...7

2.2.1 Teori Strukturalisme ...7

2.3 Tinjauan Pustaka ...10

BAB III METODE PENELITIAN...13

3.1 Sumber Data ...13

(9)

3.3 Teknik Analisis Data ...14

BAB IV ANALISIS STRUKTUR NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER ...16

4.1 Alur ...16

4.1.1 Tahapan Alur ...16

4.1.2 Hubungan Kausalitas ...22

4.1.3 Hubungan Plausiblitas ...24

4.1.4 Konflik dan Klimaks ...25

4.1.5 Klimaks ...28

4.2 Karakter...29

4.3 Latar ...37

4.4 Sudut Pandang ...41

4.5 Gaya Bahasa ...43

4.6 Tena ………...45

BAB V ANALISIS PENGARUH ORANGTUA TERHADAP ANAK DALAM NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER ...50

5.1 Masalah Keluarga ...50

BAB VI SIMPULAN ...54

DAFTAR PUSTAKA...56

(10)

Pengaruh Orangtua Terhadap Anak dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas

Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Struktturalisme

Oleh

Septa Frenly Barnes Barus

Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Penelititan ini menganalissi strukturalisme dan pengaruh orangtua terhadap anak pada novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer. Penelititan bertujuan untuk mendeskripsikan karya sastra dari segi struktur dan pengaruh orangtua terhadap anaknya. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelititan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Teknikm analis data dalam penelititan ini adalah mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil membaca dan menghayati data primer dan data skunder, kemudian melakukan pemahaman dan penafsiran terhadap data yang sudah ada serta mengidentifikasi struktur dan pengaruh orangtua kepada anak yang terdapat pada novel MSMBE. Teori yang digunakan adalah teori strukturalisme Novel yang dianalisis adalah novel MSMBE. Struktur yang membangun novel ini terdiri dari alur maju. Tahap awal terdiri dari kehidupan keluarga Midah, tengah mulai munculnya konflik-konfik dalam diri Midah, tahap akhir terdiri dari klimaks ketika Midah menjadi penynyi sekaligus jadi pelacur. Karakter tokoh terdiri atas tiga yaitu Midah, Haji Abdul, dan Ahmad Latar tempat berada di Kota Jakarta, latar sosial menunjukkan keluarga Haji Abdul yang terpandang karena kekayaannya. Sudut pandang dalam penelitian ini orang ketiga yang serba tahu. Gaya bahasa yang digunakan adalah menggunakan “dan” serta “ah”. Tema terdiri atas tema sentral dan tema bawahan. Pengaruh orangtua terhadap anaknya membahas Masalah keluarga terdiri atas ketidak seimbangan perhatian orangtua terhadap anak, sehingga hal tersebut membuat anak-anak menderita dan kekurangan kasih sayang. Bertambahnya anggota keluarga juga menyebabkan kemiskinan.

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Karya sastra diungkapkan sebagai karakter manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, ide, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran

kehidupan yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa yang diceritakan dalam bentuk tulisan. Karya sastra bukan hanya merupakan kumpulan atau himpunan

hal atau benda yang berdiri sendiri melainkan saling berkaitan dengan ilmu yang lainnya.

Salah satu karya satra adalah novel. Novel sebagai sebuah karya fiksi

menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa,

alur, tema, plot, amanat, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja bersifat imajinatif. (Nurgiantoro, 2005:4).

Melalui sebuah karya sastra seorang pengarang berusaha untuk meyampaikan

pemikiran-pemikiran melalui jalinan cerita. Begitu halnya juga dengan Pramoedya Ananta Toer, seorang pengarang dalam kesusasteraan Indonesia berusaha

menemukan pengertian kepada pembaca tentang masalah kehidupan yang terjadi melalui tokoh-tokoh yang tersusun dalam sebuah jalinan cerita. Dalam sebagian besar karangannya, Pramoedya Ananta Toer memperlihatkan rasa keadilan yang

kritis dan bahkan cenderung fanatik serta kebencian mendalam terhadap segala macam ketidakadilan. Hampir dalam seluruh karya Pramoedya Anan Toer,

(12)

Toer memang seringkali tidak menempatkan karya sastranya dalam semboyan atau teriakannya tentang cita-cita yang muluk. Yang penting bagi dirinya adalah

bangkitnya kesadaran pembaca (masyarakat) akan tanggungjawab sebagai manusia untuk keadilan dan kebenaran. (Kurniawan, 1999:16).

Novel Midah Simanis Bergigi Emas(MSMBE)merupakan suatu novel yang

menggambarkan pengaruh orangtua terhadap anaknya serta serta situasi keadaan keluarga. Pengaruh pola asuh yang diterapkan kepada anaknya yang bernama

Midah, dan ketika Midah menjadi seorang ibu. Novel ini sangat menarik untuk diteliti karena pengarang mampu mengangkat situasi sebuah keluarga dan memberi motivasi kepada pembaca untuk memaknainya. Gaya bahasa dalam penulisan novel

ini sangat sederhana dan mudah dipahami. Dalam novel tersebut, pengarang menceritakan seorang perempuan yang bernama Midah. Pada awalnya ia berasal dari

keluarga terpandang danpatuh terhadap agama. Karena ketidakadilan dalam rumah akibat orangtua yang memberikan pola asuh yang berbeda pada anak dalam keluarga tersebut, akibatnya ia memilih kabur dan terhempas di tengah jalanan Jakarta pada

tahun 50-an yang ganas. Midah tampil sebagai orang yang tidak mudah menyerah dengan nasib hidup, walaupun ia hanya seorang penyanyi dengan panggilan

“Simanis Bergigi Emas” dalam kelompok pengamen keliling dari satu resto ke resto lain, bahkan dari pintu ke pintu rumah warga. Dalam kondisi hamil berat Midah memang tampak kelelahan. Tapi manusia tidak boleh menyerah pada kelelahan.

(13)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, masalah penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur yang terdapat dalam novel MSMBE?

2. Bagaimanakah pengaruh orangtua kepada anak yang terdapat dalam novel

MSMBE?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini sebagai

berikiut:

1. Mendeskripsikan struktur yang membangun dalam novel MSMBE.

2. Mendeskripsikan pengaruh orangtua terhadap anaknya dalam novel MSMBE. 1.3.2 Manfaat penelitian

1.3.2.1 Manfaat Teoretis

1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dibidang sastra. 2. Dapat menjadi bahan perbandingan dan rujukan terhadap penelititan lain.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

1. Penelititan ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagimahasiswauntuk memotivasi ide atau gagasan baru yang lebih kreatif dan

inovatif di masa yang akan datang demi kemajuan diri mahasiswa dan jurusan.

(14)

3. Penelititan sastra ini dapat digunakan untuk menambah koleksi atau kelengkapan perpustakaan sebagai peningkatan penggandaan buku

(15)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Menurut Malo (1985:47) konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial,

walaupun kadang-kadang istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun makna dan pengertiannya dapat berubah.Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi

Terbaru:449), konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Rancangan kasar dari sebuah tulisan.

2.1.1Novel

Novel sebagai bentuk karya sastra merupakan jalan hidup yang di dalamnya

terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia.(Siswantoro 2005:29). Novel merupakan prosa fiksi yang berisi tentang kehidupan tokohnya dari awal hingga akhir. Novel sendiri merupakan gambaran hidup tokoh yang

menceritakan hampir keseluruhan perjalanan hidup tokoh. Penokohan serta karakter tokoh dalam novel digambarkan dengan lengkap atau jelas oleh pengarang. Setiap

tokoh diberi gambaran fisik dan kejiwaan yang berbeda-beda sehingga cerita tersebut seperti nyata atau menjadi hidup.

Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yangberisi

model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melaluiberbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain

(16)

Kepaduan di sini berarti koheren, saling berhubunganantara unsur yang satu dengan yang lain dan segala sesuatu yang diceritakan bersifat mendukung tujuan utama atau

tema. Pembaca sebaiknyamembaca novel dengan cermat, mempertimbangkan berbagai episode, tokoh, alur,dan hubungan antarunsur serta bagaimana setiap bagian pada keseluruhan sampaimenemukan maksud atau tema yang mendasari semuanya.

(Stanton, 2007:97).

2.1.2 Pengaruh

Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia(EdisiTerbaru:597)“pengaruh”adalah daya yang adaatau timbul dari

sesuatu (orang,benda, dan sebagainya) yang ikut membentukkepercayaan, watak atau

perbuatan seseorang.Sehubungandengan itu,Poerwadarmitamengartikan bahwa ”pengaruh” adalah daya yang ada atau yang timbul dari seseorang atau berkekuatan

gaib.Secara signifikan ’pengaruh’ dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang ada diluar dari individu yang dapat mempepengaruhi bagi dirinya.Sesuai dengan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan sebagai suatu

kekuatan atau daya yang mencoba menguasai kehidupan manusia.

2.1.3Orangtua

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(Edisi Terbaru:563) menyebutkan bahwa Orangtua merupakan orang yang sudah berumur, orang yang usianya sudah banyak, orang yang sudah lama hidup di dunia; ayah dan ibu kita; orang yang cerdik

cendekia; dukun, orang yang bisa menyembuhkan penyakit melalui ilmu kebatinannya, orang pintar dalam ilmu gaib. Setiap anak pada umumnya memiliki

(17)

didikan yang bersifat positif atau negatif. Menurut Wadedan Carol (2007:215)menyebutkan bahwa Orangtua merupakan agen pengubah yang mampu

membantu anak berubah haluan ke arah yang lebih sehat dengan selalu memastikan bahwa mereka rajin bersekolah, mengawasi mereka secara dekat, dan memberikan nilai-nilai kedisplinan yang konsisten.

2.1.4 Anak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(Edisi Terbaru:47) menyebutkan

bahwa Anak merupakan keturunan dari ayah dan ibu. (keturunan yang kedua).

2.2 Landasan Teori

Sebuah penelitian yang bersifat objektif harus menggunakan landasan teori. Landasan teori merupakan dasar sebuah penelitian. Landasan teori diharapkan

mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. 2.2.1 Teori Strukturalisme

Kehadiran strukturalisme dalam penelitian sastra, sering dipandang sebagai

teori dan pendekatan. Hal tersebut tidak salah, baik pendekatan maupun teori saling melengkapi dalam penelitian sastra. Pendekatan strukturalisme akan menjadi sisi

pandang apa yang akan diungkap melalui karya sastra sedangkan teori adalah pisau analisisnya. (Endraswara, 2008:49).

Strukturalisme sebenarnya paham filsafat dunia sebagai realitas berstruktur.

Dunia sebagai suatu hal yang tertib, sebagai sebuah relasi dan keharusan jaringan relasi ini merupakan struktur yang bersifat otonom. Karena keteraturan struktur itu,

(18)

bentuk. Karya sastra adalah bentuk. Karena itu, strukturalisme sering dianggap sekadar formalisme modern. Memang ada kesama antara strukturalisme dengan

formalisme yang sama-sama mencari arti dari teks itu sendiri. Namun, melalui kehadiran Levi-Strause dan Propp yang mencoba menganalisis struktur mitos (cerita rakyat), strukturalisme berkaitan pula dengan filsafat. Strukturalisme mampu

menggambarkan pemikiran pemilik cerita. Hal ini berarti strukturalisme baik dalam sastra modern maupun sastra tradisional, tetapi akan berhubungan dengan hal-hal

diluar struktur.

Strukturalisme merupakan cabang penelitian sastra yang tidak bisa lepas dari aspek-aspek linguistik. Sejak jaman Yunani, Aristoteles telah mengenalkan

strukturalisme dengan konsep: wholeness, unity, complexity, dan coherence. Hal ini mempersentasikan bahwa keutuhan makna bergantung pada koherensi keseluruhan

unsur sastra. Keseluruhan sangat berharga dibanding unsur yang berdiri sendiri. Karena msasing-masing unsur memiliki peraturan yang membentuk sistem makna. Setiap unit struktur teks sastra hanya akan bermakna jika dikaitkan hubungannya

dengan struktur lainnya. Hubungan tersebut dapat berupa pararelisme, pertentangan, inversi, dan kesetaraan. Yang terpenting adalah bagaimana fungsi hubungan tersebut

menghadirkan makna secara keseluruhan. Sebagai contoh, kata manis baru bermakna lengkap ketika dipertentangkan kata pahit. Ini berarti struktur sastra memiliki fungsi. (Endraswara, 2008:50).

Menurut Jean Peaget (dalam Endraswara 2008:50) strukturalisme mengandung tiga hal pokok. Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti

(19)

Kedua, gagasan transformasi (transformation), struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru.

Ketiga, gagasan keteraturan yang tersendiri (self regulations) yaitu tidak memerlukan hal-hal diluar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain. (Endraswara, 2008:50).

Paham strukturalis secara langsung maupun tidak langsung sebenarnya telah menganut paham pruralis Paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure.

Paham ini mencuatkan konsep sign dan mean (bentuk dan makna/isi) atau seperti yang dikemukakan Luxemburg tentang signifant-signife dan paradigma-syntagma. Kedua unsur tersebut saling berhubungan dan merajut makna secara keseluruhan.

Karenanya, kedua unsur penting ini tidak dapat dipisahkan dalam penulisan sastra. (Endraswara, 2008:50).

Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk (form) dan isi (content) atau makna (signifance) yang otonom. Artinya pemahaman sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja pemahaman harus mampu

mengaitkan kebertautan antar sunsur pembangun karya sastra. Kebertautan unsur itu akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang

oleh kaum strukturalis. (Endraswara, 2008:50).

Ide dasar strukturalis adalah menolak kaum mimetik (yang menganggap karya sastra sebagai tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap karya

sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang), dan menentang asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembaca.

(20)

Kehadiran strukturalisme telah mengalami evolusi yang panjang dan dinamis. Sampai sekarang penelitian struktural masih banyak dipakai di berbagai perguruan

tinggi. Bahkan, di berbagai lembaga seperti Balai Bahasa dan Pusat Bahasa selalu mengandalkan strukturalisme.sebagai pisau penelitian. Hal ini memang beralasan karena penelitian struktural, peneliti justru tidak tergantung pada aspek lain di luar

karya sastra. Melalui dikotomi bentuk dan isi juga telah melebar ke bidang antropologi struktural yang dipelopori oleh Levi-Strauss. Strukturalisme hadir

sebagai upaya melengkapi penelitian sastra yang ekspresivisme dan berbau historis. Menurut paham strukturalisme, penelitian ekspresivisme dan historis telah “gagal” memahami karya sastra yang sesungguhnya. Karena, selalu mengaitkan karya sastra

dengan bidang lain. Padahal, karya sastra itu sendiri telah dibangunkode-kode tertentu yang disepakati, sehingga memungkinkan pemahaman secara mandiri.

(Endraswara, 2008:51).

2.3 Tinjauan Pustaka

Sepengetahuan penulis belum pernah mahasiswa dari Sastra Indonesia USU maupun dari mahasiswa lainnya mengaanalisis dari segi strukturalismenya, namun

dari pendekatan teori lain sudah pernah dibahas. Penelitian mengenai novelMSMBE ini sudah pernah dilakukan oleh ThariqAsadi (99/131040/SA/11497), peneliti dari Universitas Gadjah Mada, pada tugasakhirnya tahun 2006 yang berjudul Novel

MSMBE KajianFeminis Sastra. Dengan pendekatan feminis tersebut dijelaskan bahwa kajianfeminis MSMBE diawali dengan mengidentifikasi tokoh-tokoh

(21)

perempuan dititikberatkanpada tokoh-tokoh perempuan yang memiliki peran sentral. Tahap selanjutnya menggunakan stereotipe perempuan dalam novel MSMBE.

Stereotipe ini dapatditentukan berdasarkan gambaran yang telah diberikan pengarang maupuninteraksi antar tokoh.

Martha Lusiana merupakan mahasiswa Universitas Gajah Mada yang judul

skripsinya Hegemoni tandingan dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis Hegemoni Gramscian. Dalam skripsinya ia

membahas tiga masalah yaitu mengungkap formasi ideologi yang ada dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas, menguraikan hegemoni tandingan dalam novel

MSMBE, dan mendeskripsikan konteks soaial Pramoedya Ananta Toer sebagai

pengarang novel tersebut. Metode penelititan yang ia gunakan yaitu mendeskripsikan fakta-fakta yang terdapat dalam novel MSMBE lalu menganalisisnya dengan

perspektif teori Hegemoni Gramscian. Berdasarkan analisis yang telah ia lakukan ia memaparkan delapan ideologi yakni feodalisme, materialisme, konsumerisme, teisme, liberalisme, humanisme, patriarki, dan feminisme. Delapan ideologi ini

tersusun dalam formasi ideologi yang berelasi satu sama lain. Ideologi feodalisme didukung oleh ideologi konsumerisme, materialisme, patriarki, dan teisme,

sementara ideologi humanisme bersinergi dengan ideologi liberalisme dan feminisme karena liberalisme menjunjung tinggi kebebasan manusia sebagai individu dan humanisme memperhatikan sesama manusia, termasuk kehidupan perempuan yang

terungkap dalam ideologi feminisme. Ideologi feodalisme bertentangan dengan ideologi humanisme karena ideologi ini mendukung adanya kekuasaan dan

(22)

feodalis, sementara humanisme mengkritisi hal tersebut dengan mengupayakan hal-hal kemanusiaan dan persamaan derajat antar sesama manusia.

Selanjutnya skripsi Hevi Nurhayati yang berjudul Aspek Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel MSMBE Tinjauan: Psikologi Sastra. Ia membahas tujuan dalam

penelitiannya mendeskripsikan struktur yang membangun novel MSMBE dan aspek

kepribadian tokoh utamanya. Metode penelitian yang ia gunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Objek dalam penelitiannya yaitu aspek kepribadian tokoh utama

dalam novel MSMBE. Data dalam penelitiannya berupa kata, ungkapan, frase, dan kalimat, dalam novel MSMBE yang diklasifikasikan sesuai dengan analisis yang dikaji yaitu aspek kepribadian novel Midah. Teknik pengumpulan data dalam

penelititan ini menggunakan teknik pustaka simak dan catat. Teknik analisis data menggunakan pembacaan heuristik dan hermeutik dengan pendekatan psikologi

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah petunjuk yang memberi arah dan corak penelitian, sehingga dengan metode yang tepat suatu penelitian akan memperoleh hasil yang maksimal.

Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metodepenelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan

datadeskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati. (Moleong, 2002:6).

Data deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yangdikumpulkan berbentuk kata-kata, frase, klausa, kalimat atau paragraf dan

bukan angka-angka. Dengan demikian, hasil penelitian ini berisi analisis data yang sifatnya menuturkan, memaparkan, memberikan, menganalisis dan menafsirkan. (Satoto, 1991:15).

3.1Sumber Data

Sumber data yang akan dianalisis sebagai berikut: Judul : Midah Simanis Bergigi Emas Pengarang : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit : Lentera Dipantara Tebal Buku : 132 halaman

(24)

Tahun : 2003

Warna Sampul : Biru dan Hijau

Gambar Sampul : Sekumpulan manusia dan seorang perempuan manisyang duduk tersenyum.

3.2Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, yaitu

pengumpulan data yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data.Pengumpulan data diambil setelah membaca karya sastra dengancermat. Pengumpulan data bertujuan agar mempermudahkan peneliti

dalammenganalisis. Selain itu, peneliti akan lebih akurat dan cermat dalampemerolehan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan mencermati

struktur novelnya, dan pengaruh orangtuanya terhadap anaknya. Semua yang menjadi pemikiran, dialog, sertakutipan dan ungkapan hati tokoh menjadi data yang utama. Semua data harusdicermati berulang-ulang agar data yang diambil lebih

akurat.

3.3Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil membaca dan mengahayati data

primer dan data sekunder, kemudian melakukan pemahaman dan penafsiran terhadap data yang sudah ada serta mengidentifikasi strukturnya dan pengaruh orangtua yang

(25)

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut:

1. Memahami secara mendalam obyek yang dikaji atau diteliti.

2. Menyajikan data yang diperlukan lewat membaca berulang-ulang obyek yang akan diteliti.

3. Menginterpretasi data dan melakukan penafsiran secara sistematis terhadap data.

4. Menyimpulkan hasil analisis sehingga diperoleh informasi mengenai struktur serta keterangan yang berkaitan dengan pengaruh orangtuanyaterhadap anaknya pada novelMidah SiManis Bergigi EmasKarya Pramoedya Ananta

(26)

BAB IV

ANALISIS STRUKTUR NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

4.1 Alur

Alur cerita merupakan jalannya suatu cerita dari awal hingga akhir. Biasanya istilah ini dibatasi pada peristiwa-peristiwa yang dihubungkan secara sebab-akibat (kausal) yakni peristiwa-peristiwa yang secara langsung merupakan sebab atau akibat

dari peristiwa lain, dan jika dihilangkan akan merusak jalannya cerita. Peristiwa-peristiwa itu hanya melibatkan kejadian-kejadian fisik seperti percakapan atau

tindakan tetapi juga melibatkan perubahan sikap, pandangan hidup, keputusan, dan segala sesuatu yang dapat mengubah jalannya cerita. (Stanton, 2007:14).

4.1.1 Tahapan Alur

Stanton mengemukakan bahwa alur memiliki bagian awal, tengah, dan akhir. Dalam Nuirgiyantoro (2005:125), Aristoteles mengemukakan bahwa awal cerita

memperkenalkan peristiwa yang membuat pembaca mendapatkan informasi penting yang berkaitan dengan hal-hal yang akan muncul pada tahap-tahap berikutnya. Pada bagian awal masalah sudah mulai ditampilkan. Bagian tengah menampilkan

pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada bagian awal dan konflik itu semakin meningkat hingga mencapai klimaks. Bagian akhir merupakan

(27)

progresif (alur maju) yaitu jalinan cerita atau peristiwa ditampilkan secara brurutan dan berkembang dari tahap awal sampai akhir. Analisis alur novel MSMBE adalah

berupa kutipan-kutipan peristiwa yang diawali para tokoh. a. Tahap Awal

Alur yang diceritakan dalam novel MSMBE diawali saat Midah mengalami

pertambahan adik. Peristiwa yang dialami Midah adalah peristiwa yang telah mengguncangkan hatinya. Kejadian yang dialami Midah ketika Midah tidak

mendapat perhatian dari orangtuanya lagi. Berikut kutipannya.

“Kelahiran siadik bukan saja menggoncangkan iman bapak! juga hati Midah goncang karenanya. Tak cukup kiata-kata padanya untuk mengucapkan itu. Hanya dalam hatinya timbul perasaan yang tidak enak. Sejak kelahiran siadik, ia tidak mendapat perhatian dari bapak. Juga tidak dari emak. Berbagai lagak dan lagu ia perlihatkan, tapi semua luput”. (Toer, 2003:15).

Ketidakadilan yang dialami Midah membuat ia tidak betah tinggal di rumah. Oleh karena itu, Midah sering keluar rumah dan biasanya pulang sore bahkan malam

hari. Ibu dan ayah Midah tidak mepedulikannya sama sekali. Hal tersebut semakin membetahkan Midah untuk berkeliaran di jalanan. Di jalanan itulah Midah terpengaruh oleh pengamen jalanan. Dibelinya beberapa piringan hitam keroncong.

Dengan cepat Midah sudah menghafal semua isi lagu tersebut.

“Sehabis mengaji, atau apabila suara Kalsum tak menarik hatinya lagi, Ia tak senang lagi tinggal di rumah. Ia tak mendapat sesuatu lagi dari emak dan bapaknya-sesuatu yang dahulu indah dan nikmat. Ia mencari yang indah dan nikmat itu di luar rumahnya”. (Toer, 2003:16).

(28)

b. Tahap Tengah

Kesukaan Midah pada lagu keroncong, ternyata bertentangan dengan ayahnya. Bagi ayahnyanya musik keroncong adalah musik yang tidak layak untuk

diputar. Saat menghafal lagu keroncong, Midah dimarahi dan dipukul habis-habisan oleh bapaknya. Berikut kutipan dari penjelasan tersebut.

“Dan waktu dilihatnya Midah masih asyik mengiringi lagu itu, ia tampar gadis itu pada pipinya. Midah terjatuh di lantai. Kekagetan lebih terasa padanya daripada kesakitan. Ia pandangi bapaknya yang bermata merah di depannya, kemudian dengan ketakutan ia bangun. Ia menangis pelahan. Dan waktu dilihat mata bapaknya masih mendeliknya, ia menjerit ketakutan”. (Toer, 2003:18).

Peristiwa kekerasan yang dialami midah telah menggoncangkan anggapannya

terhadap ayah dan ibunya. Kejadian tersebut membuat Midah menjadi gadis kecil yang liar. Diantara rasa takut yang berkecamuk dihati, Midah menyimpan benci

kepada bapaknya. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang menandai awal munculnya konflik dalam hati Midah. Peristiwa lain yang menandai konflik yaitu, ketika Midah dikawinkan dengan orang yang tidak ia cintai. Pada bagian ini Midah

lari dari suaminya setelah perkawinannya mencapai tiga bulan, karena Midah Tahu suaminya memiliki banyak istri. Berikut kutipannya.

“Waktu ia tak sanggup lagi menanggung segalanya, dengan diam-diam ia kembali ke Jakarta. Tetapi tak berani ia terus langsung ke rumah orangtuanya. Mula-mula sekali ditujunya adalah rumah babu yang pernah memmberinya perlindungan terhadap pukululan bapaknya”. (Toer, 2003:21).

(29)

hidup di jalanan. Dengan bakatnya yang pandai menyanyi, Midah bergabung dengan pengamen keroncong di jalanan.

“Di Senen ia temui rombongan keroncong yang agak besar. Ia mulai mengikuti. Ia mencoba-coba hendak menegur dan menyatakan keinginannya, tetapi keberaniannya tidak cukup untuk itu. Ia hanya mengikuti dari belakang kemanapun rombongan itu bergerak. Kadang-kadang ia lihat salah seorang diantara mereka memasuki restoran dan mengulurkan pecinya meminta sedekah”. (Toer, 2003:28).

Kini SiManis mendapat kesempatan di depan umum. Dengan peci Mimin kurus ia

memasuki restoran-restoran, melemparkan senyum ke kiri dan ke kanan. (Toer, 2003:36).

Kutipan diatas mejelaskan bahwa Midah telah menemukan kehidupan baru

dengan para pengamen keroncong. Dalam kehidupan tersebut, Midah telah menemukan suasana hati yang baru yang belum pernah dialaminya, kebebasan tanpa

ikatan apapun juga dalam pengabdian pada keroncong.

Dari kejadian terebut dapat diketahui bahwa Midah adalah wanita yang selalu kuat dalam menjalani hidupnya, walaupun ia hanya seorang penyanyi dengan

panggilan simanis bergigi emas dalam kelompok pengamen keliling dari satu tempat ke tempat lainnya, bahkan dari pintu ke pintu rumah warga. Kehidupan baru yang

dialami Midah juga mendatangkan konflik dalam kehidupannya dengan para pengamen tersebut, Midah menjadi rebutan para lelaki. Dalam rombongan tersebut Midah juga selalu mendapat perlindungan dari ketua rombongan. Sebagai kepala

rombongan ia mempergunakan otoritasnya, salah satunya memaksa Midah untuk dijadikan istrinya, namun Midah tidak bersedia.

(30)

dari alasan-alasan itu menjengkelkan kepala rombongan, dan dari jengkel akhirnya berubah menjadi benci”. (Toer, 2003:61-62).

Peristiw yang dialami Midah ketika menjadi rebutan para lelaki kelompok

pengamen keroncong tersebut, menimbulkan kecemburuan bagi anggota perempuan lainnya yaitu nini. Kebencian Nini kepada Midah dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Jangan kau hina lagi anakku. Dan seluruh rombongan tertawa Aku bisa tusuk perutmu

Kerjakan sekarang juga kalau berani!

Sebuah tempeleng melayang pada pipi Midah. Ia terjatuh disamping anaknya”. (Toer, 2003:64-65).

Alur berikutnya menggambarkan kisah cinta Midah dengan laki-laki yang

dicintainya, yaitu Ahmad.

“Hampir tiap hari Ahmad datang untuk mengajar menyanyi. Dan wanita ini merasa aman di dekat pemuda itu. Cinta yang terpendam dalam dadanya memperlunak kekerasan kehidupnya selama itu. Kadang-kadang ia telah merubah dirinya sekaligus, dalam berbagai hal. Tiap hari ia mengharapkan, sekalipun harapan kosong, tapi harapan itu ada suatu kali ia menjadi istri Ahmad: Suami istri penyanyi, pemusik”. (Toer, 2003:89).

Ahmad sebenarnya mencintai Midah, bahkan ia ingin menikahi Midah, tapi

Midah tahu dirinya tidak mungkin bersatu dengan Ahmad karena kegagalan pada suaminya terdahulu yang mempunyai istri banyak membuat ia takut untuk berumah

tangga lagi, selain itu karena riwayat masing-masing yang berbeda jauh, dimana Ahmad seorang penyanyi sekaligus polisi lalu lintas.

“Kita sudah tahu riwayat masing-masing, akhirnya Midah memulai. Aku tahu kita tak mungkin kawin. Ya.

Aku adalah milik diriku dan anakku. Engkau milik orangtuamu. Ya

(31)

Ya.

Kita tak bisa kawin. Ya, aku tahu.

Karena itu tak perlu dibicarakan lagi”. (Toer, 2003:91-92).

Peristiwa berikutnya merupakan peningkatan konflik. Peristiwa ini diawali

ketika Midah dan Ahmad tidak sanggup menahan hawa nafsu. Peristiwa ini merupakan konflik yang menjadi akar permasalahan Midah dalam mengarungi kehidupannya.

“Kemudian tak terdengar mereka berbisik ataupun bergerak. Lama. Beberapa jam. Kemudian Djali menangis. Ketiga-tiganya bangun. Mulai pula berangsang nafsu mengamuk dalam dada Ahmad. Dan mulai lagi kedua orang itu jatuh tenggelam.

Dan anak kecil itu terus menangis, menjerit, kaki dan tangan menghentak-hentak.

Dia menyaksikan bagaimana untuk pertama kali karena cintanya ibunya rela dinodai. Dan yang menodai adalah engkau”. (Toer, 2003: 95).

Setelah peristiwa itu terjadi, timbul perasaan takut dalam diri Midah. Sejak saat itu Ahmad bukan saja melatih menyanyi, tetapi juga sebagai tamu yang terus

menerus menagih. c. Tahap Akhir

Peristiwa berikutnya adalah menceritakan tentang kehamilan Midah karena

perbuatan Ahmad. Peristiwa ini telah mengejutkan hati Midah karena Ahmad tidak mau bertranggung jawab dan mengakui perbuatannya.

“Ada Makhluk aku simpan dibawah jantungku sekarang. Dan makhluk itu adalah anakmu.

Anakku?

Ahmad! mengapa engkau terkejut? Bukankah ini akibat sewajarmu dari perbuatanmu atas diriku? Tiba-tiba meledak dari mulutnya:

Tidak mungkin!

Engkaulah satu-satunya orang yang kucintai

(32)

Karena Ahmad tidak mau mengakui anak yang dikandung Midah, selanjutnya Midah memutuskan pulang ke rumah orangtuanya.

Selanjutnya alur menuju pada tahap klimaks. Pada tahap ini ditentukan nasib Midah yang tak karuan. Peristiwa yang menandai perubahan sifat Midah adalah setelah Midah dikecewakan oleh Ahmad. Sejak itu Midah meladeni para pria hidung belang

untuk memuaskan nafsu birahinya.

“Midah dalam sepotong hidupnya yang sekarang, telah banyak bertemu lelaki, pertemuan antara segala-galanya. Ia tidak mempersoalkan cinta atau tidak, karena cintanya pada Ahmad mengikutinya barang kemana ia pergi dan merupakan satu-satunya harta benda yang mengisi kekosongan jiwanya. Bertemu dengan begitu banyak lelaki, hatinya tawar”. (Toer, 2003:131).

Klimaks dari peristiwa yang dialami Midah yaitu Midah menjadi pelacur. Peristiwa tersebut merupakan puncak permasalahan yang dihadapi Midah.

Selanjutnya tokoh Haji Abdul yang sebelumnya menjadi orang yang paling benar, setelah mengalami peristiwa-peristiwa dalam hidupnya, ia menjadi orang yang rendah hati.

4.1.2 Hubungan Kausalitas

Alur cerita dalam novel MSMBE dihubungkan secara sebab dan akibat

merupakan peristiwa yang secara langsung sebab akibat dari peristiwa-peristiwa lain dan jika dihilangkan akan merusak jalan cerita. Peristiwa-peristiwa-peristiwa ini tidak hanya melibatkan kejadian fisik, seperti percakapan tetapi juga melibatkan

perubahan sikap (watak), pandangan hidup, keputusan dan segala sesuatu yang dapat mengubah jalannya cerita. Berikut ini penjelasan mengenai terjalinnya

(33)

Peristiwa kelahiran adik Midah adalah peristiwa yang telah merubah hidup Midah. Hal ini dikarenakan kelahiran adik Midah telah menyebabkan Midah tidak

mendapat perhatian orangtuanya lagi. Peristiwa tersebut membuat Midah tidak betah tinggal di rumah dan memutuskan untuk mencari kebebasan di luar rumahnya.

“Kelahiran siadik bukan saja mengguncangkan iman bapak! Juga hati Midah guncang karenanya. Tak cukup kata-kata padanya mengucapkan itu. Hanya dalam hatinya timbul perasaan yang tidak enak. Sejak kelahiran siadik, ia tidak mendapat perhatian dari bapak, juga tidak dari emak, berbagai lagak dan lagu ia perlihatkan, tapi semua luput”. (Toer, 2003:15).

“Sehabis mengaji atau apabila suara Kalsum tak menarik hatinya lagi, ia tak senang lagi tinggal di rumah. Ia tak mendapat sesuatu lagi dari emak dan bapaknya, sesuatu yang dahulu indah dan nikmat. Ia mencari yang indah dan nikmat itu di luar rumahnya”. (Toer, 2003:16).

Peristiwa kelahiran adik Midah tersebut menyebabkan Midah menjadi gadis

yang liar dan suka pada musik keroncong. Peristiwa lain yang menyatakan hubungan kausalitas yaitu peristiwa Midah yang menjadi gadis yang setiap saat dapat memuaskan para lelaki hidung belang. Hal ini disebabkan Midah kecewa pada

laki-laki yang ia cintai bahkan telah menghamilinya dan tidak bertanggungjawab. Sejak itu Midah menjadi gadis yang mencintai laki-laki tanpa cinta dan menjadi pelacur.

Berikut kutipan dari penjelasan tersebut.

“Aku tidak keberatan apabila engkau tak mau mengakui anakmu sendiri. Akupun tidak keberatan kau tuduh bercampur dengan lelaki-laki lain. Baiklah semua ini aku ambil untuk diriku sendiri. Dan engkau kak, engkau boleh terpandang sebagai orang baik-baik untuk selama-lamanya. Biarlah segala yang kotor aku ambil sebagai tanggungjawabku sendiri”. (Toer, 2003:110).

(34)

banyak lelaki, hatinya tawar. Sekali ia hidup untuk beberapa bulan di villa peristirahatan dengan wartawan Indonesia, Tionghoa, Arab, dan bangsa apalagi yang tidak”. (Toer, 2003:131-132).

Peristiwa kelahiran adik Midah dan kegagalan cinta dengan Ahmad tersebut

yang menyatakan hubungan kausalitas. Dua hal tersebut yang menjadi inti cerita dari novel MSMBE.

4.1.3 Hubungan Plausiblitas

Suatu karya sastra dikatakan plausibel atau masuk akal, jika tokoh-tokoh dan dunianya dapat dibayangkan dan peristiwa-peristiwa layak terjadi. Cerita dikatakan

masuk akal jika tindakan-tindakan tokohnya benar-benar mengikuti kepribadian yang telah diketahui pada bagian sebelumnya dan bertindak sesuai apa yang memang harus dilakukannya. Berikut ini kutipan mengenai keterjalinannya

peristiwa-peristiwa dalam novel MSMBE yang mempunyai hubungan plausibel. Kesukaan Midah pada lagu keroncong bertentangan pada bapaknya. Bapaknya adalah orang

fanatik terhadap agama. Bagi bapaknya musik keroncong adalah musik yang haram. Oleh sebab itu, ketika Midah memutar lagu keroncong di rumahnya, seketika itu juga ia di pukul oleh ayahnya.

“Sedang ia asyik bernyanyi mengikuti gramapun, tiba-tiba bapak pulang dari toko. Mendengar Moresko melayang-layang di rumahnya, jauh-jauh bapak sudah berteriak dengan suara kejam:

Haram! Haram!

Siapa memutar lagu itu di rumah?

Dan waktu dilihatnya Midah asyik mengiringi lagu itu, ia tampar gadis itu pada pipinya”. (Toer, 2003:18).

Berikutnya, peristiwa pernikahan Midah tersebut tidak bertahan lama, karena

(35)

“Dengan semua uang yang dibawanya dari rumah suaminya, dengan mengatasi kemualan perut dan pening kepalanya, sejak pagi ia telah minta diri dengan Riah. Berulang-ulang ia mengucapkan terimakasihnya atas pertolongan perempuan yang hanya percaya kepada kebaikan itu”. (Toer, 2003:27).

Selanjutnya, kecantikan yang dimiliki Midah membuat para lelaki jatuh cinta

padanya. Akan tetapi Midah memiliki jiwa yang kuat dan tidak mudah terpengaruh, termasuk ketika para anggota pengamen keroncong merayu Midah.

“Mimin kurus menjadi panas oleh suara-suara itu dan tubuhnya diterkamnya mentah-mentah. Kini ia menghadapi kenyataan sebagai wanita dalam kerumunan pria gelap kamar. Kini ia berhadapan dengan tenaga gila yang dibuat darah yang sedang mendidih.

Ia melawan, tetapi percuma. Akhirnya ia berbisik lemah: Jangan ganggu aku, aku sedang mengandung.

Tetapi Mimin tidak peduli. Tubuhnya telah tergoncang-goncang oleh terkaman itu.

Jangan ganggu aku! Simanis mengeraskan cegahannya. Aku sedang mengandung!”. (Toer, 2003:40).

Peristiwa lain yang menyatakan hubungan plausibilitas yaitu peristiwa

percintaan antara Ahamad dengan Midah. Peristiwa tersebut membuat Midah hamil, tetapi ahmad tidak mau mengakuinya. Midah tidak bisa menolak ketika ia diajak bersetebuh dengan Ahmad, akan tetapi Ahmad tidak mau bertanggung jawab atas

kehamilan Midah. Midah sangat kecewa dengan sikap Ahmad, sejak saat itu Midah menjadi perempuan yang setiap saat dapat memuaskan para lelaki demi uang.

4.1.4 Konflik dan Klimaks

Dua elemen dasar yang membangun alur adalah ‘konflik’ dan ‘klimaks’. Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas)

yang hadir melalaui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya. Konflik-konflik sfesifik ini merupakan subordinasi satu “konflik

(36)

Klimaks adalah saat ketika konflik terasa sangat intens sehingga ending (akhir cerita) tidak dapat dihindari. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan

kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan. Satu kekuatan mungkin menaklukkan kekuatan laian, namun selayaknya kehidupan, keseimbanganlah yang sering kali menjadi penyelesaian

karena tidak ada satu kekuatan pun yang sepenuhnya kalah ataupun menang. (Stanton, 2007:32).

a. Konflik Eksternal

Konflik eksternal merupakan konflik antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain atau antara tokoh dengan lingkungannya.

1. Konflik antara Midah dengan Haji Abdul

Konflik diawali ketika Midah menyukai lagu-lagu keroncong. Hal tersebut

sangat bertentangan dengan ayahnya yang tidak suka dengan musik keroncong. Ketika ketahuan oleh bapaknya sedang memainkan musik keroncong, seketika itu Midah dipukul habis-habisan, tangan bapaknya melayang di kepala Midah. Diantara

rasa takut berkecamuk di hati, pada saat itu Midah amat dendam terhadap bapaknya. Sekali Midah dimarahi ayahnya, ia menjadi gadis yang liar dan Midah telah malu

pada segala-galanya. Hal tersebut membuat Midah tunduk terhadap segala perintah ayahnya termasuk ketika midah dijodohkan. Midah dijodohkan dengan pria yang tidak ia cintai. Berikut ini merupakan kutipan dari pernyataan tersebut.

“Dan waktu dilihatnya Midah asyik mengiringi lagu itu, ia tampar gadis itu pada pipinya. Midah terjatuh di lantai. Kekagetan lebih terasa padanya daripada kesakitan. Ia pandangi bapaknya yang bermata merah didepannya, kemudian dengan ketakutan ia bangun. Ia menangis perlahan. Dan waktu dilihat mata bapaknya masih mendeliknya, ia menjerit ketakutan”. (Toer, 2003:18).

(37)

Konflik diawali ketika Midah mengandung anak dari Ahmad. Pada awalnya Ahmad bersikap baik terhadap Midah, ia yang mengajari Midah menyanyi.

Kebiasaan tersebut membuat keduanya saling jatuh cinta. Ketika mereka tidak bisa menahan hawa nafsu satu sama lain, Midah pun dinodai oleh Ahmad. Ahmad mencintai Midah tidak untuk dijadikan istri karena latar belakang Midah berbeda

dengannya, tetapi sebaliknya, Midah menyimpan harapan yang besar untuk diperistri oleh Ahmad. Setelah kejadian itu, Midah hamil karena Ahmad, tapi Ahmad tidak

mau mengakuinya. Midah dituduh telah menjebak Ahmad karena Midah diperistri oleh Ahmad dan Midah dituduh bayi yang dikandungnya bukan hanya anak Ahmad, mengingat Midah yang hidup dijalanan pasti banyak lelaki yang tidur bersama

Midah. Hal itu membuat Midah menjadi wanita yang liar, sehingga Midah menjadi penyanyi sekaligus pelacur. Berikut kutipannya.

“Aku tidak punya anak! Tidak

Cahaya dimana ada makhluk tergolek menjadi terang. Midah dengar makhluk itu menjerit-jerit memanggilnya. Ia ingin segera pergi. Tapi ia harus selesaikan urusannya dulu. Sebelum anak ini lahir, bapaknya sudah tidak mengakui. Apakah jadinya anak ini kelak?

Jangan kau coba agar aku mengakui ini lagi. Anak siapa ini?

Anak siapa? Bukankah ada banyak lelaki lain di ranjangmu? Ya Tuhan! Midah menyebut. Kemudian ia tak bisa meneruskan. Dadanya sesak. Cengkramannya pada baju lelaki itu dilepaskannya. Dan akhirnya:

Kalau betul tuduhanmu itu, setidak-tidaknya karena cintaku kepadamu semua ini terjadi.

Omong kosong. Kau mau tipu aku.

Lama Midah tak bisa berkata apa-apa. Kembali air matanya yang lama bercucuran”. (Toer, 2003:109).

b. Konflik Internal

(38)

1. Konflik yang terjadi dalam diri Midah yang menikah dengan orang yang tidak ia cintai. Kekerasan yang dialami Midah, membuat ia menjadi anak yang penurut pada

kemauan ayahnya. Midah dinikahkan dengan lelaki yang kaya raya, tetapi Midah tidak mencintainya setelah ia tahu bahwa suaminya mempunyai istri banyak. Berikut ini kutipannya.

“Di tangan lelaki ini Midah tak ubahnya dengan sejumput tembakau. Ia bisa dipilin pendek dipilin panjang, dipilin dalam berbagai bentuk. Di daerah dimana bapaknya dahulu dilahirkan, ia merasa sebagai sebatang tunggal terpancang di tengah-tengah padang. Apalagi setelah diketahuinya bahwa Haji Terbus bukan bujang dan bukan muda. Bininya telah tersebar banyak di seluruh Cibatok. Ini dketahuinya waktu ia mengandung tiga bulan”. (Toer, 2003:20-21).

2. Konflik yang terjadi dalam diri Midah yang mencintai Ahmad, tetapi cinta itu tidak kesampaian karena latar belakang yang berbeda. Pertemuan Midah dengan

Ahmad membuat Midah jatuh cinta pada Ahmad. Ahmad adalah laki-laki yang Midah cintai, tetapi Ahmad laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab terhadap

perbuatannya. Hal ini dapat diketahui bahwa Midah punya keinginan menjadi istri Ahmad, tapi cintanya tidak kesampaian karena sikap Ahmad yang tidak mau bertanggung jawab. Berikut kutipan pernyataannya.

“Setidak-tidaknya aku mengerti, bukan engkau tidak mau mengakui anakmu sendiri. Bukannya engkau membimbangkan cintaku kepadamu. Tapi aku kini mengetahui bahwa seorang yang kucintai itu adalah pengecut yang tidak punya keberanian sedikitpun juga. Itupun aku tidak menyesal, karena tak ada gunanya lagi. Biarlah semua itu. Hanya satu yang tidak akan terlupa olehmu: anak ini adalah anakmu”. (Toer, 2003:110).

4.1.5 Klimaks

Konflik yang memucak akan mengakibatkan terjadinya penyelesaian yang tidak dapat dihindari yang disebut klimaks. Dalam novel MSMBE, klimaks terjadi

(39)

cintanya pada Ahmad, Midah menjadi fanatik terhadap cinta. Ketika bertemu dengan banyak lelaki, ia tidak mempersoalkan cinta atau tidak, hatinya menjadi tawar. Dan

akhirnya Midah menjadi penyanyi sekaligus jadi pekerja seks komersial.

“Midah dalam sepotong hidupnya yang sekarang telah banyak bertemu lelaki, pertemuan antara segala-galanya. Ia tidak mempersoalkan cinta atau tidak, karena cintanya pada Ahmad mengikutinya barang kemana ia pergi dan merupakan satu-satunya harta benda yang mengisi kekosongan jiwanya. Bertemu dengan begitu banyak lelaki, hatinya tawar. Sekali ia hidup untuk beberapa bulan di villa peristirahatan dengan hartawan Indonesia, Tionghoa, Arab, dan bangsa apalagi yang tidak”. (Toer, 2003:131-132).

Peristiwa kehidupan Midah selalu berubah-ubah. Dulu ia dikenal sebagai

wanita yang tak mudah menyerah dalam mengarungi hidup. Akan tetapi kehidupan Midah berubah total. Hatinya menjadi goyah menemui laki-laki yang ia cintai sebab ia mengalami kegagalan cinta. Hal tersebut membuat kehidupan Midah berubah

menjadi pekerja seks komersial.

4.2 Karakter

Istilah karakter menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan dan

prinsip-prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. (Stanton, 2007:33). Untuk menganalisis karakter tokoh-tokoh dalam novel MSMBE digunakan dua hal tersebut

dan dapat dispesifikasikan menjadi dimensi fisiologis, sosiologis dan psikologis tokoh-tokoh novel MSMBE. Dalam penelitian ini, tokoh dalam novel MSMBE yang akan dianalisis adalah Midah, Haji Abdul, dan Ahmad. Alasan peneliti memilih

ketiga tokoh tersebut karena sering muncul dalam cerita dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lainnya.

(40)

- Fisiologis

Midah adalah seorang perempuan yang memiliki wajah yang bulat, manis,

serta gigi yang putih. Berikut kutipan dari pernyataan tersebut.

Itu tidak baik bagi dirimu. Engkau cantik, lagipula tidak bisa diperintah orang. Engkau gampang tersinggung dan tidak cekatan. (Toer, 2003:23).

Midah tersenyum. Giginya putih gemerlapan. Ah-ah itulah yang aku takuti. Dengan senyummu itu runtuhlah iman lelaki yang melihatmu. (Toer, 2003:25).

Pernyataan tersebut diketahui dari penjelasan Riah seorang pembantu Midah \]yang mgagumi kemanisan serta kecantikan fisiknya. Ciri-ciri fisik Midah ini juga dapat diketahui dari pernyataan haji Abdul ketika sedang melacak keberadaan

Midah.

Bagaimana orangnya pak haji? Mukanya bulat. Wajahnya manis. Ada tahi lalat di

kupingnya? (Toer, 2003:69).

Ketika sedang mencari keberadaan Midah, Haji Abdul bertanya kepada seorang tukang dengan memberi ciri-ciri fisik yang dimiliki Midah.

Dalam novel ini, umur Midah tidak diceritakan secara jelas, akan tetapi dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa Midah sudah besar dan sudah waktunya menikah.

Jadi dapat diperkirakan umur Midah sudah dewasa. Selain itu perkiraan umur Midah yang dewasa dapat dilihat dari pengalaman Midah dengan pengamen keroncong yang masih muda.

- Sosiologis

Midah terlahir dari keluarga yang beragama muslim. Ayahnya seorang haji.

(41)

Sehabis mengaji, atau apabila suara Kalsum tak menarik hatinya lagi, ia tak senang lagi tinggal di rumah. (Toer, 2003:16).

Menginjak dewasa Midah mengalami perubahan hidup, hal tersebut terjadi karena Midah tidak mendapat keadilan dan perhatian dari orangtuanya. Kehidupan Midah semakin renggang dari orangtuanya ketika ia dinikahkan dengan lelaki yang berasal

dari Cibatok pilihan bapaknya sendiri. Dikisahkan pula bahwa Midah merupakan seorang penyanyi. Ia mempertaruhkan hidupnya di jalanan dengan menyanyi dari

satu tempat ke tempat lainnya.

“Daerah simanis bukanlah di jantung kota dimana banyak terdapat restoran. Ia memilih daerah Jatinegara yang aman untuk keselamatannya. Dan disini tidak banyak terdapat restoran. Ia menyanyi di depot-depot. Ia pergunakan senyum pemikat sebaik-baiknya. Kadang-kadang ia menyanyi dari rumah ke rumah dan lebih banyak diusir daripada menerima rezeki”. (Toer, 2003:77).

Kutipan tersebut merupakan pernyataan bahwa Midah memiliki pekerjaan sebagai penyanyi. Tidak hanya menyanyi dari jalan ke jalan saja, tetapi Midah juga

berhasil menyanyi di radio dan ia menjadi terkenal oleh masyarakat umum. -Psikologis

Midah dideskripsikan sebagai kepribadian yang mandiri, pantang menyerah

dan tidak mau terikat oleh pengaruh-pengaruh orang lain. Sejak Midah lari dari suaminya, ia menjadi seorang wanita yang pantang menyerah serta optimis dalam

menjalani kehidupannya. Dengan membawa beban hamil berat, Midah terus melanjutkan hidupannya dan ia memutuskan untuk bergabung dengan rombongan keroncong.

(42)

sebaik-baiknya. Kadang-kadang ia menyanyi dari rumah ke rumah dan lebih banyak diusir daripada menerima rezeki.

Tapi walau apapun jua yang terjadi, dengan anaknya sendiri dalam gendongan itu, ia merasa lebih kaya daripada siapaun juga. Suaranya yang cynis hilang, dan iapun tidak lagi menyanyi untuk hati sendiri dan anaknya. Yang tersuarakan oleh hatinya kini adalah lagu yang bernafaskan kebebasan dan keberuntungan”. (Toer, 2003:77).

Dengan bernyanyi,Midah digambarkan sebagai tokoh yang pantang

menyerah dan dapat bertahan hidup di jalanan dengan anaknya, ia tidak kenal malu dan terus berjuang untuk kehidupannya. Karakter Midah tersebut berubah ketika ia

bertemu dengan laki-laki yang ia cintai. Dalam hal ini Midah mengalami kegagalan cinta dengan orang yang ia cintai. Midah hamil untuk yang kedua kalinya dan laki-laki itu tidak mau untuk bertanggung jawab. Hal ini membuat Midah putus asa

dengan hidupnya.

“Dan Midah terpancang kuat di atas bumi pendiriannya. Wanita ini akhirnya menjadi pemeluk kepercayaan cinta yang fanatik. Ah mengapa tidak kalau cinta itu menjadi satu-satunya harapan baginya, harapan akan berkahnya kedamaian jiwa”. (Toer, 2003:121).

Sikapnya tersebut telah membuat sifat Midah yang disebut sebagai wanita yang pantang menyerah. Kegagalan cintanya tersebut membuat Midah menjadi gadis yang pesimis dan mudah menyerah dan akhirnya Midah kalah secara moral dalam

pertaruhan hidupnya. 2. Haji Abdul

- Fisiologis

(43)

Kutipan diatas merupakan ciri-ciri fisik dari Haji Abdul yang memiliki tubuh yang gemuk. Tubuh Haji Abdul mulai menggemuk karena hidupnya serba

kecukupan dan tidak pernah kekurangan. Haji Abdul digambarkan sebagai tokoh yang memiliki penyakit jantung.

“Sebelum kemudian Haji Abdul boleh meninggalkan rumah sakit. Ia mendapat keterangan dari dokter, bahwa ia mempunyai penyakit jantung. Ia tak boleh bekerja kasar dan sebaik-baiknya tinggal duduk-duduk dan berjalan-jalan sedikit sampai kuat benar, mungkin dalam setahun mungkin dalam dua tahun ia harus berbuat begitu terus-menerus”. (Toer, 2003:74).

Haji Abdul menderita penyakit jantung ketika ia mendapat kabar bahwa

anaknya Midah sudah mempunyai anak dan menjadi penyanyi di radio. Umur Haji Abdul dalam novel tersebut tidak digambarkan secara jelas.

- Sosiologis

Haji Abdul merupakan tokoh yang digambarkan sebagai orang yang beragama muslim. Hal ini dapat terlihat dari gelar haji yang ia proleh.

Cita-citanya yang terbesar sudah terkabul pula, dan sekarang kawan-kawannya akan menyebutnya Haji Abdul. (Toer, 2003:9).

Haji Abdul adalah tokoh yang taat beragama, bahkan fanatik. Ia juga digambarkan sebagai tokoh yang sukses dengan penghidupan yang mencukupi dan berasal dari kalangan yang terpandang ditengah-tengah masyarakat.

(44)

Dikisahkan pula bahwa Haji Abdul adalah seorang pengusaha ia mempunyai perusahaan toko kulit.

“Dan dengan sikapnya yang tenang ia anggukkan kepala kepada buruhnya yang telah sedia menunggu di depan toko kulitnya. Ia perlakukan semua mereka dengan kelemah lembutan dan ia beri mereka upah yang patut. Dalam hal ini semua tingkkah lakunya ikut menguntungkan jalannya perusahannya. Ia tak perlu takut menghadapi persaingan baik dari pihak pengusaha asing maupun sebangsanya. Ia tetap percaya kepada kemurahan Tuhannya dalam usaha yang baik dan jujur”. (Toer, 2003:10).

Karena sifat Haji Abdul yang baik dan kekayaan yang ia miliki, membuat ia disegani oleh tetangga sekitarnya.

- Psikologis

Pengarang menggambarkan Haji Abdul sebagai kepribadian yang diskriminatif. Hal ini dapat dilihat ketika ia menghukum Midah ketika Midah

memainkan musik keroncong di rumahnya.

“Dan waktu dilihatnya Midah asyik mengiringi lagu itu, ia tampar gadis itu pada pipinya. Midah terjatuh di lantai. Kekagetan lebih terasa padanya daripada kesakitan. Ia pandangi bapaknya yang bermata merah di depannya, kemudian dengan ketakutan ia bangun. Ia menangis perlahan. Dan waktu dilihat mata bapaknya masih mendelikinya, ia menjerit ketakutan”. (Toer, 2003:18).

Kutipan diatas menjelaskan bahwa Haji adalah tokoh yang keras dan kejam

meskipun dengan anak kandungnya sendiri. Midah dipukul ketika memainkan musik keroncong, sebab bagi Haji Abdul musik keroncong merupakan musik yang haram dan tidak pantas untuk dimainkan. Disamping sebagai seorang yang diskriminatif,

Haji Abdul juga diceritakan sebagai orangtua yang menunjukkan ketidakadilan berupa perampasan hak orang lain untuk memilih. Hal ini dapat dilihat ketika ia

(45)

“Midah, sekarang engkau sudah besar. Sebentar lagi kawin. Jangan kira engkau tidak cantik. Sudak banyak bapakmu menerima lamaran. Tapi bapakmu hanya mau menerima lamaran kalau ada haji dari Cibatok yang mengerjakannya”. (Toer, 2003:20).

Keadaan psikologi Haji Abdul tersebut tidak berlangsung selamanya,

kehidupannya berubah setelah ia mengalami kebangkrutan. Setelah keadaan ekonominya semakin amburadul, kehidupannya berubah total, ditambah lagi ketika ia mendengar bahwa Midah mempunya anak dan menjadi penyanyi pada salah satu

siaran radio. Keadaan psikologis yang ia alami membuat ia terkena penyakit jantung dan ingatannya semakin pikun karena tekanan batin dan banyak berpikir.

“Istrinya bergirang hati melihat ucapannya mendapat sambutan. Ia bertanya lagi, tapi Haji Abdul kembali tenggelam dalam tasaufnya. Wanita itu telah menyangka suaminya berubah ingatan. Tetapi ia tak menyampaikan sangkaannya kepada siapapun juga. Dalam keadaan seperti itu tidak ada satu orangpun yng bisa menolongnya. Yang kuasa menolong hanya satu kekuatan gaib itu adalah rahmat dari Tuhannya”. (Toer, 2003:73).

Dengan keadaannya tersebut Haji Abdul merasa menjadi kecil dalam

hubungan segala-galanya. Pandangan hudup dan cara berpikirnya berubah seketika. 3. Ahmad

- Fisiologis

Dalam novel tersebut Ahmad berjenis kelamin laki-laki, dan diperkirakan ia masih muda. Hal ini dapat dilihat ketika ia masih dipanggil sebagai seorang pemuda.

Hampir tiap hari Ahmad datang untuk mengajar menyanyi. Dan wanita ini merasa aman di dekat pemuda itu. (Toer, 2003:89).

Ciri-ciri fisik lain pada diri Ahmad tidak digambarkan secara jelas, seperti

(46)

Ahmad merupakan seorang polisi lalu lintas. Hal tersebut dapat dilihat ketika ia sedang mengamankan kekacauan dalam rombongan musik keroncong Midah.

“Diamlah. Aku sedang dinas sekarang. Dan jangan bikin ribut lagi. Baiklah sekarang aku pergi. Lain kali aku datang kemari. Dan sebelum pergi diangkatnya dagu simanis. Ia tertegun melihat kemanisan wanita itu. Ia memandanginya lama-lama..

Ah, tuan polisi ini nanti bisa kena bujukannya, Nini mengejek.

Jangan menangis, siapa namamu? Panggil dia simanis, tuan polisi!”. (Toer, 2003:60-61).

Kutipan diatas merupakan pernyataan bahwa Ahmad bekerja sebagai seorang

pemuda polisi lalu lintas. Hal tersebut dapat dilihat ketika pengamen menyebut ia tuan polisi. Selain sebagai polisi lalu lintas Ahmad juga bekerja sebagai pemusik. Hal ini dapat dilihat ketika ia memperkenalkan kepada pengamen bahwa ia juga

sebagai tukang musik.

“Ah, saudara, aku sendiri tukang musik juga. Tuan?

Tentu saja Di radio?

Kadang-kadang di radio juga.

Bawalah aku ke radio, Nini mengusulkan. Polisi lalu lintas itu tertawa”. (toer, 2003:60).

Kutipan lain yang menyatakan bahwa Ahmad seorang musik adalah ketika Ahmad mengajari Midah menyanyi.

“Mula-mula engkau harus kulatih menyanyi yang baik. Engkau harus bisa baca not balok. Engkau mau belajar, bukan? Masih mau belajar bukan?”. (Toer, 2003:81).

Kutipan diatas menyatakan bahwa Ahmad pandai menyanyi.

- Psikologis

Ahmad diceritakan sebagai kepribadian yang memiliki rasa empati dan suka

(47)

“Biarlah dia ikut menyanyi sambil menggendong anaknya, katanya. Baik ada yang menyanyi atau tidak, atau teriak anak kecil, orang-orang itu toh tidak mendengarkan kalian. Mereka tak menghargai musik musik kalian sama sekali”. (Toer, 2003:59).

“Baiklah. Baiklah. Harap dia jangan banyak diganggu. Dia baru melahirkan dan sebaiknya mendapat perawatan yang baik. Tetapi sebagian dari kalian memusuhinya. Itu aku tidak setuju”. (Toer, 2003: 61).

Kutipan tersebut menyatakan bahwa Ahmad adalah pemuda yang suka menolong. Karena kaebaikannya, Midah mendapat tempat lagi dalam kelompoknya,

karena bantuan Ahmad juga Midah bisa menyanyi di radio sampai terkenal. Disamping sebagai sosok yang suka menolong, Ahmad juga sebagai tokoh yang

pecundang. Kebaikannya terhadap Midah ternyata mengandung maksud tertentu, hanya melihat kecantikan dan kemanisan Midah, ia tidak dapat menahan hawa nafsunya terhadap Midah. Ahmad pun menodai Midah dan ia tak sanggup melawan

dikarenakan ia menyimpan rasa cinta kepada Ahmad, akibat perbuatan tersebut Midah akhirnya hamil. Ketika Midah mengatakan bahwa anak yang ia kandung

adalah anak dari Ahamad, namun ia tak mau mengakuinya.

“Setidak-tidaknya aku mengerti, bahwa engkau tidak mau mengakui anakmu sendiri. Bukannya engkau membimbangkan cintaku padamu. Tapi kini aku mengetahui bahwa seseorang yang kucintai itu adalah seorang pengecut yang tidak mempunyai keberanian sedikitpun juga. Itupun aku tidak menyesal, karena tak ada gunanya lagi. Biarlah semua itu. Hanya satu yang tidak akan terlupa olehmu: anak ini adalah anakmu”. (Toer, 2003:110).

Kutipan diatas menyatakan pernyataan Midah atas kekecewaannya terhadap sikap Ahmad. Ahmad tidak mau mengakui anak dalam kandungan Midah tersebut karena Ahmad merasa latar belakang kehidupan Midah yang berbeda jauh dari

kehidupannya. Dalam kaitannya dengan peristiwa yang dialami oleh seseorang karakter, segala sesuatu yang menjadi dasar atau landasan bagi seorang karakter

(48)

4.3 Latar

Unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,

waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang

lainnya.Dalam analisis latar novel MSMBE akan digunakan tiga kategori pendekatan yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

a. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita fiksi. Unsur yang dipergunakan mungkin berupa

tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,dan lokasi tertentu. Novel MSMBE mengambil latar tempat di beberapa daerah di Jakarta, diantaranya adalah Cibatok,

hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Kalau kelak mereka pulang ke Cibatok, semua kawan-kawannya yang dahulu begitu penakut tak berani merantau ke Jakarta. Pasti akan datang berjejel di rumah dan mengagumi mereka. Apalagi kerja di Jakarta. Kumpul-kumpul uang dan akhirnya terbeli juga rumah di Cibatok”.(Toer, 2003:9).

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa keluarga Haji Abdul tinggal di Jakarta,

tepatnya di daerah Cibatok. Latar berikutnya adalah kampung duri.

“Demikianlah kesukaannya pada lagu Mesir pada suatu hari menemui perubahannya. Dalam pengembaraannya di sekitar Kampung duri, dimana ia tinggal sejak dilahirkan, ia temui satu rombongan pengamen keroncong”. (Toer, 2003:16).

Kampung Duri merupakan kampung tempat tinggal Midah. Di kampung

(49)

Selanjutnya latar mengacu ke arah Pasar Senen, hal tersebut dapat dilihat berdasarkan kutipan berikut.

“Di Senen ia temui rombongan keroncong yang agak besar. Ia mulai mengikuti. Ia mencoba-coba hendak menegur dan menyatakan keinginannya, tetapi keberaniannya tidak cukup untuk itu. Ia hanya mengikuti dari belakang kemanapun rombongan itu bergerak”. (Toer, 2003:28).

Latar tempat tersebut merupakan tempat bertemunya Midah dengan pengamen setelah ia kabur dari rumah suaminya, dan di tempat itu Midah telah

bergabung dengan pengamen keroncong yang ia inginkan. Berikut latar tempatnya di Jatinegara.

Kami tidur dalam rombongan, mencari penginapan murah. Kami sudah punya

penginapan sendiri, di Jatinegara. (Toer, 2003:37).

Latar tersebut merupakan tempat tinggal para pengamen dan dengan

pengamen tersebut Midah ikut tinggal di tempat itu.Jatinegara juga merupakan tempat Midah menyanyi.

b. Latar Waktu

latar waktu merupakan masalah kapan terjadinya suatu cerita tersebut. Latar waktu pada awal novel MSMBEdiawali pada suatu hari yang mendung, ketika

Midah dikawinkan dengan laki-laki yang tidak ia kenal yang menurut ayahnya merupakan pemuda yang jujur.

Demikian pada suatu hari yang mendung, Midah dikawinkan dengan Haji

(50)

Latar waktu tersebut merupakan pemicu awal Midah hidup di jalanan. Berikitnya, latar waktupada pagi harisaat Midah mulai hidup di jalanan dan mencari

rombongan pengamen keroncong.

Dengan semua uang yang dibawanya dari rumah suaminya, dengan mengatasi kemualan perut dan pening kepalanya, sejak pagi ia telah minta diri dengan

Riah. (Toer, 2003:27).

Latar waktu berikutnya adalah jam sebelas malam, Midah kembali ke rumah

orangtuanya.

“Baru ia memerintahkan tukang becak menuju ke rumah orangtuanya. Sayup-sayup ia dengar jam sebelas yang dipukul bersambut-sambutan. Dan lalulintas kota telah lama mengendur”. (Toer, 2003:113-114).

Kutipan diatas menjelaskan latar waktu yang terakhir ynng menejelaskan

dalam novel MSMBE. Latar waktu tentang kehidupan Midah untuk yang terakhir kalinya tidak dijelaskan lagi dalam novel ini.

c. Latar Sosial

Latar sosial merupakan latar yang menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang

diceritakan dalam novel MSMBE, dapat berupa adat istiadat, pemakaian bahasa, tradisi, keyakinan, cara berpikir dan sikap.

Latar sosial yang ditunjukkan dalam novel MSMBE diawali dengan penggambaran keadaan keluarga haji Abdul. Keluarga haji Abdul merupakan keluarga yang berasal dari latar sosial yang terpandang dalam masyarakat. Ia

(51)

sehingga dia bisa naik haji. Dengan gelar haji yang ia sandang dan keyakinannya pada Tuhannya menyebabkan iadisegani oleh tetangganya.

“Keyakinannya pada Tuhannya telah menyediakan jalan yang tegas dan menuju ke arah yang pasti bagi Haji Abdul. Ketegasan, kepastian, ditambah dengan keyakinan pada kebaikan menyebabkan ada sesuatu kekuatan padanya yang sanggup menundukkan daerah selingkungannya”.(Toer, 2003:11).

Ajaran agama yang dianut haji Abdul merupakan ajaran islam yang

fanatik. Hal ini dapat dilihat ketika ia benar-benar membenci musik keroncong dan hari-harinya hanya diisi dengan bersembahyang kepada Tuhan.Latar sosial yang

ditunjukkan dalam novel MSMBEjuga dijelaskan dengan penggambaran keadaan disekitar Jatinegara yang dihuni oleh pengamen keroncong. Kehidupan para pengamen keroncong adalah kehidupan yang bebas tanpa aturan dan dapat

dipastikan kehidupan mereka adalah kehidupan kasta terendah. “Mengapa kehidupan kalian mesti begini?

Bagaimana aku tahu, selamanya memang begini. Sejak kecil aku hidup dalam rombongan seperti ini.

Kan masih ada cara lain yang lebih baik?

Tentu saja, tetapi yang lebih baik tidaklah ikut dalam rombongan penggelandang demikian. Kalau engkau menghendaki cara kehidupan yang baik, tentu saja rombongan ini bukan tempatmu, Manis, tetapi engkauharus kembali ke rumah suamimu, atau orang-orang yang engkau cintai”. (Toer, 2003:41).

Kutipan diatas menjelaskan bahwa kehidupan pengamen keroncong

merupakan kehidupan yang bebas dan tanpa aturan.Para pengamen keroncong tersebut hanya sebatas mencari tempat di Jatinegara saja dan bukan merupakan masyarakat asli daerah Jatinegara. Mereka hanya sebatas pengamen rendahan yang

hanya keliling dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencari uang.

(52)

Referensi

Dokumen terkait

Bab IV Pembahasan, merupakan inti dari penelitian yang akan membahas analisis konflik batin tokoh utama dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah struktur novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer, ( 2 )

novel Midah Si Manis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer. terhadap bahan ajar sastra

Kebutuhan akan rasa aman Midah dewasa juga tidak lagi terpenuhi karena dia sudah tidak sanggup lagi untuk ikut dalam rombongan, lihat kutipan 108-109... 3.1.3 Tidak

Fokus penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada 2, yaitu: (1) Nilai moral yang terdapat dalam tokoh utama novel Midah Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer,

Kalimat percakapan pada pasangan 7 merujuk pada topik tunggal, karena percakapan dalam dialog tersebut sesuai antara kalimat percakapan pembuka dengan jawaban terhadap

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokoh yang terdapat pada novel “Midah si Manis Bergigi Emas” karya Pramoedya Ananta

Penelitian novel Midah, Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan penelitian-penelitian lain yang telah ada