SKRIPSI
PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA
DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA DI PULAU SUMATERA (PERIODE 2011-2013)
OLEH
HASHIFAH ANISAH 110503086
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Kota di Pulau Sumatera (Periode 2011-2013)” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan
skripsi level program S1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan
jelas,benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar saya
bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.
Medan, 6 Juli 2015
Yang Membuat Pernyataan,
ABSTRAK
Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah pada
Pemerintah Kota Di Pulau Sumatera (Periode 2011-2013)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Daerah. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kota di Pulau Sumatera. Desain penelitian dalam skripsi ini adalah menggunakan desain asosiatif kausal, dengan jumlah sampel sebanyak 16 kota setiap tahunnya dari 34 kota yang ada di Pulau Sumatera. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tahun 2011, 2012, dan 2013. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F, dan koefisien determinasi. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa Pajak Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Daerah, sedangkan Retribusi Daerah dan Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh terhadap Belanja Daerah. Secara simultan menunjukkan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah
ABSTRACT
Effect of Local Tax, Local Retribution, General Aloocation Fund, and Special Allocation Fund on Local Expenditure Alloxation
Studies in City of Sumatera Island (Period 2011-2013)
The purpose of this research is to find out whether there is influence of Local Tax, Local Retribution, The General Allocation Fund And Special Allocation Fund against Local Goverment Expenditure. The population in this study is the Goverment town in Sumatera Island. Design research in this research is using causal associative design, with total sample of 16 cities each year from 34 cities in Sumatera Island. This resarch used data secondary of Goverment Budgets- realization 2011, 2013, and 2013. Hypothesis testing in this study using multiple linear regression with t - test and F – test, and the coeffisient of determination. The result of this research show that partially, Local Taxes and DAU influence to local goverment expenditure. While Local Retributions and DAK do not affect to local goverment expenditure. Simultaneously that Local Taxes, Local Retributions, DAU, dan DAK influence to local goverment expenditure
Keyword: Local Tax, Local Retribution, General Allocation Fund, Special
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, atas segala nikmat,
rahmat dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah pada Pulau Sumatera (Periode 2011- 2013)”, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara
Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga tersayang yang telah
memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Teruntuk Ibunda Dr.Julia Maulina, M.Si dan Ayahanda Drs.Zuhri, M.Si
yang telah memberikan kasih sayang penuh kepada penulis, kepada adik tercinta
Anni Kholilah dan M. Fathur Rahman yang tak pernah berhenti memberikan
semangat kepada penulis, Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, CA selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak, CPA dan Bapak Drs.
Hotmal Ja’far, MM, Ak, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Akuntansi
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak, dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM,Ak
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Zainal Bahri Torong, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam proses
penyusunan skripsi ini. Bapak Drs.Firman Syarif, MM, Ak selaku Dosen
Penguji I dan Ibu Dra. Nurzaimah, MM, Ak selaku Dosen Penguji II yang
telah banyak memberikan masukan kepada penulis melalui kritik dan saran
untuk penyempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara, khususnya Bapak dan Ibu Dosen Akuntansi yang
telah memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan kepada penulis
selama menimba ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara.
6. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi S1 Akuntansi Universitas
Sumatera Utara stambuk 2011. Seluruh pihak yang tiada henti memberikan
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya Aya
Marissa Desianti, Sanita Diaz, Shahira Nadira Arsya, Beatrix Pardede, Ketrin
Aprila, serta kepada pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Terima kasih kepada semuanya.
Tak ada yang sempurna, demikian juga dalam penulisan skripsi ini, hal ini
kritik tentu akan sangat membantu. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak, baik bagi penulis maupun pihak lain.
Medan, 6 Juli 2015 Penulis,
DAFTAR ISI
4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 46
4.3 Pembahasan Hasil Analisis ... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 66
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 66
5.3 Saran ... ... 67
DAFTAR PUSTA ... 68
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual... 34
4.1 Uji Normalitas Plot Sebelum Transformasi ... 53
4.2 Uji Normalitas Setelah Transformasi ... 54
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu ... 31
3.1 Daftar Populasi ... 36
3.2 Daftar Sampel ... 38
3.3 Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran ... 40
4.1 Desctiptive Statistics ... 49
4.2 Uji Normlitas Sebelum Transformasi ... 51
4.3 Uji Normalitas Setelah Transformasi ... 52
4.4 Uji Multikolinearitas Sebelum Transformasi ... 55
4.5 Uji Multikolinearitas Setelah Transformasi ... 56
4.6 Uji Autokorelasi Sebelum Transformasi ... 58
4.7 Uji Autokorelasi Setelah Transformasi ... 59
4.8 Hasil Analisis Regresi ... 60
4.9 Hasil Uji Parsial ... 62
4.10 Hasil Uji Simultan ... 64
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1 Jadwal Penelitian... 72 Lampiran 2 Daftar Sampel ... 73 Lampiran 3 Realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Dana Alokas Umum, dan Dana Alokasi Khusus, dan Belanja Daerah pada Pemerintah Kota
ABSTRAK
Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah pada
Pemerintah Kota Di Pulau Sumatera (Periode 2011-2013)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Daerah. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kota di Pulau Sumatera. Desain penelitian dalam skripsi ini adalah menggunakan desain asosiatif kausal, dengan jumlah sampel sebanyak 16 kota setiap tahunnya dari 34 kota yang ada di Pulau Sumatera. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tahun 2011, 2012, dan 2013. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F, dan koefisien determinasi. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa Pajak Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Daerah, sedangkan Retribusi Daerah dan Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh terhadap Belanja Daerah. Secara simultan menunjukkan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah
ABSTRACT
Effect of Local Tax, Local Retribution, General Aloocation Fund, and Special Allocation Fund on Local Expenditure Alloxation
Studies in City of Sumatera Island (Period 2011-2013)
The purpose of this research is to find out whether there is influence of Local Tax, Local Retribution, The General Allocation Fund And Special Allocation Fund against Local Goverment Expenditure. The population in this study is the Goverment town in Sumatera Island. Design research in this research is using causal associative design, with total sample of 16 cities each year from 34 cities in Sumatera Island. This resarch used data secondary of Goverment Budgets- realization 2011, 2013, and 2013. Hypothesis testing in this study using multiple linear regression with t - test and F – test, and the coeffisient of determination. The result of this research show that partially, Local Taxes and DAU influence to local goverment expenditure. While Local Retributions and DAK do not affect to local goverment expenditure. Simultaneously that Local Taxes, Local Retributions, DAU, dan DAK influence to local goverment expenditure
Keyword: Local Tax, Local Retribution, General Allocation Fund, Special
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor
pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai
salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah (pemerintah
daerah), di samping pos pendapatan pemerintah daerah. Semakin besar belanja daerah
diharapkan akan makin meningkatkan kegiatan perekonomian daerah (terjadi
ekspansi perekonomian).
Di sisi lain, semakin besar pendapatan yang dihasilkan dari pajak-pajak dan
retribusi atau penerimaan penerimaan yang bersumber dari masyarakat, maka akan
mengakibatkan menurunnya kegiatan perekonomian (terjadi kontraksi
perekonomian). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006
menegaskan, belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum
daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah
dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
daerah.
Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah (propinsi ataupun kabupaten/kota) yang meliputi
2006 juga telah menentukan, struktur belanja terdiri dari belanja tidak langsung, dan
belanja langsung.
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai,
belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil,
bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Selain itu belanja penyelenggaraan
urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan
dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 155 ayat (1) menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD), dan ayat (2) menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah di daerah didanai dari dan atas
beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). APBD merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan
Anggaran dalam Pemerintah Daerah biasa disebut dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintahan
Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/jasa pada tahun anggaran yang
berkenaan harus dianggarkan dalam APBD (Kawedar 2008). APBD merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah
(Darise, 2008).
Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam organisasi sektor
publik adalah mengenai pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran merupakan
jumlah alokasi dana untuk masing-masing program. Dengan sumber daya yang
terbatas, Pemerintah Daerah harus dapat mengalokasikan penerimaan yang diperoleh
untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja daerah merupakan perkiraan
beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat
dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam
pemberian pelayanan umum (Kawedar, 2008).
Dalam mengelola keuangannya, Pemerintah Daerah harus dapat menerapkan asas
kemandirian daerah dengan mengoptimalkan penerimaan dari sektor Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan Pemerintah
Daerah yang berasal dari daerah itu sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan 2 sumber PAD yang terbesar.
Setiap daerah mempunyai dasar pengenaan pajak yang berbeda-beda tergantung dari
kebijakan Pemerintah Daerah setempat.Untuk daerah dengan kondisi perekonomian
yang memadai, akan dapat diperoleh pajak yang cukup besar. Tetapi untuk daerah
tertinggal, Pemerintah Daerah hanya dapat memungut pajak dalam jumlah yang
terbatas.
Demikian halnya dengan retribusi daerah yang berbeda-beda untuk tiap daerah.
Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat
tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi
bentuk- bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan
perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan ( Darwanto, 2007)
Pendelegasian wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
disertai dengan pengalihan dana, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.
Pengalihan dana dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah diwujudkan dalam
bentuk dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi
Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum (DAU)
merupakan dana yang bersumber dari APBN yang disalurkan ke Pemerintah Daerah
untuk mengatasi kesenjangan keuangan antardaerah. Fungsi DAU sebagai
pemerataan kapasitas fiskal (Darise, 2008).
DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di
daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan
pembangunan daerah (Darise, 2008). Dana dari Pemerintah Pusat digunakan oleh
Pemerintah Daerah secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan kepada
publik. Pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar
daerah akan memperoleh dana perimbangan, tetapi hal tersebut harus diimbangi
dengan sejauh mana instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah mampu
memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan,
partisipatif, dan bertanggung jawab (Darise, 2008). Pelaksanaan pemerintahan yang
bertanggung jawab dan transparansi akan mewujudkan terciptanya good governance.
Hasil penerimaan pajak dan retribusi dalam membiayai belanja daerah diakui
belum optimal dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi daerah kabupaten dan kota.
Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat yaitu dana alokasi
umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Oleh karena itu, setiap daerah harus
berusaha lebih keras lagi untuk dapat meningkatkan sumber penerimaan dengan
memanfaatkan potensi daerah yang dimilikinya sehingga tujuan otonomi daerah dapat
tercapai.
Terkait dengan hal ini Laksono (2014) melakukan penelitian yang bertujuan
apakah pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus
berpengaruh terhadap belanja daerah pada pemerintah kota/ kabupaten di Jawa
Tengah dan DIY. Hasil penelitian ini adalah secara parsial pajak daerah, dana alokasi
secara parsial retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap belanja daerah. Secara
simultan pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus
berpengaruh terhadap belanja daerah.
Menurut Laksono retribusi daerah tidak memiliki pengaruh terhadap belanja
daerah dikarenakan kurang optimalnya penggalian, pengelolaan sumber daya yang
dimiliki masing- masing daerah untuk dapat meningkatkan pendapatan asli
daerahnya. Sedangkan menurut Sarwono yang melakukan penelitian tentang
pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan lainnya yang sah, dan dana
alokasi umum terhadap belanja daerah pada pemerintah kabupaten/ kota di Indonesia
tahun anggaran 2010-2011. Hasil penelitian ini adalah secara parsial pajak daerah,
retribusi daerah, pendapatan lainnya yang sah dan dana alokasi umum berpengaruh
terhadap belanja daerah.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi
terhadap belanja daerah dengan mengambil sampel kota di Pulau Sumatera.
Penelitian ini merupakan replikasi dari peneliti sebelumnya yaitu Laksono (2014)
karena tidak konsistennya hasil temuan beberapa peneliti sebelumnya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang direplika adalah menggunakan
variabel independen yang sama yaitu pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus, dan menggunakan variabel dependen yang sama
yaitu belanja daerah. Perbedaan penelitian ini adalah pada penggunaan sampel dan
Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah dan DIY dan menggunakan laporan realisasi APBD
pada tahun 2011 dan 2012. Sedangkan penelitian ini menggunakan sampel Kota di
Pulau Sumatera dengan laporan realisasi APBD pada tahun 2011, 2012, dan 2013.
Maka judul yang akan diteliti adalah “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Dana Alokasi Umum (DAU) , dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja
Daerah pada Kota di Pulau Sumatera(periode 2011- 2013)”.
1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Permasalahan 1.2.1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh baik secara parsial maupun
simultan erhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Kota di Pulau Sumatera?”
1.2.2. Batasan Permasalahan
1. Batasan aspek penelitian ini adalah terhadap akutansi keuangan daerah,
berkaitan dengan nilai realisasi pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus dibandingkan dengan realisasi belanja daerah.
2. Batasan waktu penelitian meliputi tahun 2011-2013.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk meneliti Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus baik secara parsial maupun simultan terhadap
Belanja Daerah pada Pemerintah Kota di Pulau Sumatera.
1.3.2. Manfaat Peneltian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, untuk menambah dan mengembangkan wawasan khususnya
mengenai pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum dan dana
alokasi khusus terhadap belanja daerah pada pemerintah kota di Pulau Sumatera.
2. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah, untuk memberikan sumbangan informasi
tentang pengelolaan keuangan daerah sehingga dapat mengoptimalkan potensi
daerah.
3. Bagi calon peneliti, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk
penelitian lebih lanjut, khususnya yang melakukan penelitian berkaitan dengan
pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja modal sehingga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tinjauan Pustaka
2.1.1 Belanja Daerah
Menurut PSAP No.2, “Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah”.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana yang telah diubah dengan
Permendagri No 59 tahun 2007 dan perubahan kedua dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011, Belanja Daerah didefenisikan sebagai
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang
standar akuntansi pemerintahan untuk tujuan pelaporan keuangan dikelompokkan
menjadi:
1. Belanja operasi
Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari
pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek.
Belanja operasi meliputi:
a. Belanja pegawai
c. Bunga
d. Subsidi
e. Hibah
f. Bantuan sosial
2. Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap
berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.Nilai asset tetap
dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/ bangun asset ditambah seluruh belanja
yang terkait dengan pengadaan/pembangunan asset sampai asset tersebut siap
digunakan.Belanja modal terdiri dari:
a. Belanja modal tanah
b. Belanja modal peralatan dan mesin
c. Belanja modal gedung dan bangunan
d. Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan
e. Belanja modal asset tetap lainnya
f. Belanja asset lainnya (asset tak berwujud)
3. Belanja lain-lain/belanja tak terduga
Belanja lain-lain atau belanja tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk
kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya
yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah
4. Belanja transfer
Belanja transfer adalah pengeluaran anggaran dari entitas pelaporan yang lebih
tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah seperti pengeluaran dana perimbangan
oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan dana bagi hasil oleh pemerintah
provinsi kekabupaten/kota serta dana bagi hasildari kabupaten/kota ke desa.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 dan adanya perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
21 Tahun 2011 tentang perubahan kedua, belanja dikelompokkan menjadi:
1. Belanja langsung
Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung
dengan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari belanja:
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang dan jasa
c. Belanja modal
2. Belanja tidak langsung
Belanja tidak langsung merpakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak
langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a. Belanja pegawai
b. Belanja bunga
d. Belanja hibah
e. Belanja bantuan sosial
f. Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa.
2.1.2. Pajak Daerah
Siahaan (2005):
Pajak daerah adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Prakosa (2003):
Pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena undang-undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah, pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (misal: Provinsi, Kabupaten, Kotamadya) yang diatur berdasarkan masing-masing Peraturan Daerah dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya.
Menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang - Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan Undang - Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Jenis pajak berdasarkan undang– undang tersebut terdiri dari 16 jenis pajak, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota.
Jenis Pajak provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Berdasarkan terminologi yang digunakan dalam pajak daerah, subjek pajak
itu,wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang
terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Subjek Pajak dan Wajib
Pajak Kabupaten/ Kota berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 adalah:
1. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Wajib
Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
2. Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan
dan/atau minuman dari Restoran. Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau
Badan yang mengusahakan Restoran.
3. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.
Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
Hiburan.
4. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan
Reklame. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan Reklame.
5. Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
menggunakan tenaga listrik. Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi
atau Badan yang menggunakan tenaga listrik. Dalam hal tenaga listrik disediakan
oleh sumber lain, Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah penyedia tenaga listrik.
6. Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan
Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil
Mineral Bukan Logam dan Batuan.
7. Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir
kendaraan bermotor. Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan tempat Parkir.
8. Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Wajib Pajak Air Tanah adalah
orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan
Air Tanah.
9. Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang
melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet. Wajib
Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.
10. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi
atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas Bangunan. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
11. Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan
yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Objek pajak kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
adalah:
1. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan
pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan
hiburan.
2. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
3. Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut
bayaran.
4. Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame. Objek Pajak
sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Reklame papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya;
b. Reklame kain;
c. Reklame melekat, stiker;
d. Reklame selebaran;
e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame udara;
g. Reklame apung;
h. Reklame suara;
j. Reklame peragaan.
5. Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
6. Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan
Mineral Bukan Logam dan Batuan
7. Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan,
baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
8. Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
9. Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan
Sarang Burung Walet.
10. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi
dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
11. Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Tarif pajak kabupaten/kota menurut UU No. 28 Tahun 2009 ditetapkan paling
tinggi masing-masing sebesar:
a. Tarif Pajak Hotel 10%
b. Tarif Pajak Restoran 10%
d. Tarif Pajak Reklame 25%
e. Tarif Pajak Penerangan Jalan 10%
f. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 25%
g. Tarif Pajak Parkir 30%
h. Tarif Pajak Air Tanah 20%
i. Tarif Pajak Sarang Burung Walet 10%
j. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 0,3%
k. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 5%
2.1.3 Retribusi Daerah
Siahaan (2005), ”Retribusi Daerah adalah Pembayaran wajib dari penduduk
kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi
penduduknya secara perorangan”.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut
Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau Badan.
Jenis-jenis retribusi daerah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
a. Retribusi Jasa Umum
Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikanoleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Jenis Retribusi Jasa Umum adalah retribusi pelayanan kesehatan, retribusi
pelayanan persampahan/kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda
penduduk dan akta catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan
mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar,
retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta, retribusi penyediaan dan/atau
penyedotan kakus, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi pelayanan tera/tera
ulang, retribusi pelayanan pendidikan dan retribusi pengendalian menara
telekomunikasi.
b. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut dapat
disediakan oleh swasta,meliputi pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan
kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi
pasar grosir dan/atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal,
retribusi tempat khusus parkir, retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa,
rekreasi dan olahraga, retribusi penyeberangan di air dan retribusi penjualan produksi
usaha daerah.
c. Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian,dan pengawasan atas
kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,
sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi izin mendirikan bangunan,
retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, retribusi izin gangguan, retribusi
izin trayek dan retribusi izin usaha perikanan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, subjek retribusi daerah dan
wajib retribusi daerah adalah:
a. Subjek Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Wajib Retribusi
Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan
perundangundangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Jasa Umum.
b. Subjek Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau Badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Wajib Retribusi
perundangundangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Jasa Usaha.
c. Subjek Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang
memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. Wajib Retribusi Perizinan Tertentu
adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk
pemungut atau pemotong Retribusi Perizinan Tertentu.
Ada tiga objek retribusi daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun
2009,yaitu:
1. Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
2. Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: a. pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang
belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
b. pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
3. Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Besarnya Retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung berdasarkan perkalian antara tarif
retribusi dengan tingkat penggunaan jasa.
Siahaan (2005), “tingkat penggunaan jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas
penyelenggaraan jasa yang bersangkutan,misalna berapa kali masuk tempat rekreasi,
berapa kali/berapa jam parkir kendaraan, dan sebagainya.
Siahaan (2005),”Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang diterapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang”.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, Prinsip dan Sasaran
Penetapan Tarif Retribusi ditentukan sebagai berikut:
a. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
b. Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.
c. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
2.1.4 Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umun (DAU) dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari
pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. Menurut Peraturan
Pemerintah No. 32 Tahun 2005 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat
dan Daerah, Dana Alokasi Umum merupakan salah satu komponen di dalam Dana
Perimbangan di APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas formula dengan
konsep kesenjangan fiskal (fiscal gap). DAU suatu daerah ditentukan atas besar
kecilnya celah fiskal suatu darah, yang merupakan selisih anatara kebutuhan daerah
DAU merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) yang diberikan
kepada semua kabupaten dan kota untuk mengisi kesenjangan antara kapasitas dan
kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-pinsip
tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang
harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. Dana Alokasi Umum bersifat
unconditional atau tidak memiliki syarat dalam penggunaannya sehingga bisa
dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah.
DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang
menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan perhitungan DAU-nya
ditetapkan sesuai Undang-Undang (pasal 161). Alokasi DAU bagi daerah yang
potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU
relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal
besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara impilisit, prinsip tersebut
menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.
2.1.5 Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) atau specific grant merupakan dana transfer yang
bersifat kondisional. Sesuai dengan sifatnya, DAK dialokasikan untuk mendanai
kegiatan khusus sesuai prioritas nasional pada daerah tertentu. Dana Alokasi Khusus
membantu membiayai kebutuhan tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan
desentralisasi untuk:
a. Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas
nasional
b. Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu
Sesuai dengan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004, yang dimaksud dengan
kebutuhan khusus adalah : (i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan
menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama
dengan kebutuhan daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi,
kebutuhan beberapa jenis investasi, prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan
terpencil, saluran irigasi primer dan saluran drainase primer, dan (ii) kebutuhan yang
merupakan komitmen atau prioritas nasional. Kegiatan khusus yang akan didanai dari
DAK diusulkan oleh Menteri teknis dan baru ditetapkan setelah berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional, sesuai dengan Renja Pemerintah. Ketetapan tentang kegiatan khusus
tersebut, disampaikan kepada Menteri Keuangan. DAK tidak dapat digunakan untuk
mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan
perjalanan dinas.
Menurut Peraturan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 92/
PMK.07/2015, ada beberapa kewajiban yang melekat pada daerah penerima DAK,
a. Daerah penerima DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK nya di dalam APBD.
b. Kecuali untuk daerah dengan kemampuan keuangan tertentu, daerah penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD sekurang-kurangnya 10% dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Dana Pendamping tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat kegiatan fisik.
c. Kepala daerah penerima DAK harus menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri Keuangan, Menteri Teknis, dan Menteri Dalam Negeri. Penyampaian laporan dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya
dilakukan oleh Rolan Pakpahan (2009) tentang pengaruh pajak daerah dan retribusi
daerah terhadap belanja daerah dengan mengambil sampel penelitian di Pemerintah
Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara. Secara Parsial dapat diambil
kesimpulan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki pengaruh secara
parsial maupun simultan terhadap belanja daerah.
Bagus Bowo Laksono (2014) melakukan penelitian tentang Pengaruh pajak
daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus terhadap
belanja daerah pada kabupaten/ kota di provinsi Jawa Tengan dan D.I Yogyakarta.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa PAD, DAU, dan DAK berpengaruh terhadap
belanja daerah. Sedangakan Retribusi Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja
Daerah
Edy Sarwono melakukan penelitian tentang Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi
Daerah pada Kabupaten/ Kota SeIndonesia Tahun Anggaran 2010-2011. Hasil
Penelitiannya Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan Lainnya yang Sah, Dana
Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/ Kota di
Indonesia.
Gomgom Arthur Simamora melakukan penelitian tentang Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap
Alokasi Belanja Daerah pada Provinsi Sumatera Selatan periode 2009- 2011. Hasil
dari penelitian tersebut adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan
Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/ Kota di
Sumatera Selatan
Nugraeni (2014) melakukan penelitian tentang Pengaruh Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah
SeIndonesia
Sumber: Review dari beberapa Artikel
2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam
suatu masalah tertentu. Penelitian ini menggunakan empat variabel independen yaitu
pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus serta satu
meningkatkan belanja daerah, fakta ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Pakpahan (2009) dan Sarwono bahwa pajak daerah berpegaruh terhadap belanja
daerah
Retribusi Daerah (X2) merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah.
kemadirian suatu daerah. Jika Retribusi meningkat maka pengalokasian dana belanja
daerah untuk meningkatkan pelayanan masyarakat juga akan meningkat
Dana Alokasi Umum (X3) merupakan dana transfer yang penting, transfer
dana dari pemerintah pusat ini merupakan transfer dana yang berasal dari APBN,
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluaran daerah, dimana belanja daerah termasuk
kedalam beberapa pengeluaran daerah guna melaksanakan desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus (X4) merupakan dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus yang
merupakan urusan daerah dan prioritas nasional. Sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Gomgom Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap alokasi
belanja daerah. Hal ini disebabkan DAK telah ditentukan oleh pemerintah pusat
diutamakan untuk proses pembangunan, sehingga daerah tidak dapat
membelanjakannya untuk kebutuhan lain.
Maka pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi
khusus saling berkaitan sebagai penerimaan daerah yang berpengaruh terhadap
belanja daerah. Pemerintah daerah yang memiliki pajak daerah, retribusi daerah,
Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus yang tinggi akan mengakibatkan
2.3.2 Hipotesis Penelitian
Erlina (2011) “Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud
untuk diuji secara empiris.” Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang
dapat dipercaya,disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk
yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena.
Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah diuraikan di
atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi
Khusus berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap Belanja Daerah
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain asosiatif kausal. Menurut Sangadji (2010),
“penelitian asosiatif adalah suatu penelitian yang bertujuan mengetahui hubungan antaradua variabel atau lebih”. Menurut Umar (2003) “desain kausal berguna untuk
mengukur hubungan – hubungan antar variabel riset atau berguna untuk menganalisis
bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain”. Jadi penelitian asosiatif
kausal adalah penelitian yang menjelaskan hubungan sebab dan akibat dua variabel
atau lebih untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel
lainnya.
3.2 Populasi dan Sampel
Menurut Sangadji (2010), “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas: subyek atau obyek dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Populasi pada
penelitian ini adalah Laporan realisasi APBD pada pemerintah kota di Pulau
Tabel 3.1
Daftar Populasi Pemerintah Kota di Pulau Sumatera
No Kota
non probability sampling dengan cara purposive sampling yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu.
Adapun pertimbangan yang ditentukan sebagai kriteria sampel adalah:
1. Kota di Pulau Sumatera yang telah melaporkan Laporan Realisasi
APBD pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan R
epublik Indonesia (http://www.djpk.kemenkeu.go.id).
2. Kota di Pulau Sumatera yang laporan APBDnya telah memakai format Standar
Akuntansi Pemerintahan
3. Kota yang mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari tahun 2011- 2013
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka sampel yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.2
Daftar Sampel Pemerintah Kota di Pulau Sumatera
16. Kota Payakumbuh √ × Sampel 10
Jumlah amatan adalah 48 (16 kota x 3 tahun).
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung, yaitu catatan, ataupun laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang
dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.
Sumber data peneliti adalah dari dokumen laporan realisasi APBD yang
diperoleh dari situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian
Keuangan Republik Indonesia (http://www.djpk.kemenkeu.go.id). Dari laporan
Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus dan
Belanja Daerah.
3.4 Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dan defenisinya akan
dijelaskan melalui tabel berikut ini:
Tabel 3.3
Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran Nama
Variabel
Defenisi Parameter Skala
Pajak
burung walet, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak
Alokasi
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melakukan teknik
dokumentasi, yaitu peneliti mengumpulkan data sekunder, mencatat, dan mengolah
data yang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan cara mendownload laporan
realisasi APBD tahun 2011-2013 yang diperoleh dari situs Direktorat Jendral
Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan Republik Indonesia
(http://www.djpk.kemenkeu.go.id)
3.6. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji asumsi
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai rata- rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,
sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi).
2. Uji Asumsi Klasik
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis statistik dengan menggunakan SPSS. Pengujian regresi linier berganda dapat
dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari
asumsi klasik. Syarat-syarat tersebut adalah harus terdistribusi secara normal, artinya
bebas dari adanya gejala multikolonieritas, gejala autokorelasi, dan gejala
heterokedastisitas. Untuk itu sebelum melakukan pengujian regresi linier berganda
perlu dilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang
dilakukan peneliti meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan
uji heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Menurut Erlina (2011),”tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah
dalam model regresi variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Pengujian ini diperlukan karena untuk melakukan uji t dan uji F mengasumsikan
bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar atau tidak
dipenuhi maka uji statistic menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. “
Ada beberapa cara untuk menguji normalitas distribusi data dengan
a. Analisisi Grafik
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan
melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan
distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun demikian hanya dengan melihat
histogram hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil.
Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang
membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan
membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan
dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang
menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
b. Uji statistic nonparametric- Kolmogorov-Smirnov
Distribusi data dapat dilihat dengan kriteria sebagai berikut :
1) Jika angka signifikan > taraf signifikan (α) 0,05 maka distribusi data dikatakan normal.
2) Jika angka signifikan < taraf signifikan (α) 0,05 maka distribusi data dikatakan
tidak normal.
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi di antara variable independen. Model regresi yang baik
seharusnya tidk terjadi korelasi di antara variable independen.
Menurut Ghozali (2013), untuk mendeteksi ada atau tidaknya
1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
3) Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
c. Uji Heteroskedasititas
Salah satu asumsi yang penting dari modelregresi linear adalah varian residual
bersifat homokedastisitas atau bersifat konstan.Umumnya hetereokedastisitas sering
terjadi pada model yang menggunakan data cross section (silang waktu) daripada data
time series.
Uji heterokedasititas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi telah terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lainnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan cara melihat grafik scattter plot
antara variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar
analisisnya:
1) Jika ada pola-pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu
yang teratur, maka terjadi heteroskedastisitas,
2) Jika tidak ada pola yang jelas atau titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi
homoskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi
linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1. Auto korelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun
yang berkaitan dengan lainnya.
Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji
Durbin-Watson. Panduan mengenai angka D-W untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat
pada tabel D-W, yang bisa dilihat pada buku statistik yang relevan. Namun demikian
secara umum bisa diambil patokan:
1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,
2) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi,
3. Pengujian Hipotesis a. Analisis Regresi
Model regresi linier berganda adalah model regresi yang memiliki lebih dari
satu variabel independen. Pada penelitian ini terdapat dua variabel independen, yakni
pajak daerah dan retribusi daerah. Model regresi linier berganda dikatakan model
yang baik jika model tersebut memiliki asumsi normalitas data dan terbebas dari
asumsi-asumsi klasik statistik baik multikolinieritas, autokorelasi dan
heterokedastisitas.
Persamaan regresi linier berganda yaitu : Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3+ β4X4+ ε
Keterangan :
Y = Indeks Pengungkapan,
X1 = Pajak Daerah,
X2 = Retribusi Daerah,
X3 = Dana Alokasi Umum
X4 = Dana Alokasi Khusus
α = Konstanta, ε = error,
β1, β2, β3, β4 = koefisien regresi yang menunjukkan perubahan variabel
b. Uji Parsial (t-test)
Uji parsial (t-test) bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Untuk pengujian
secara parsial ini digunakan uji-t. Hipotesis statistik yang diajukan adalah :
H1 : bi ≠ 0 : ada pengaruh
Kriteria yang digunakan dalam menerima atau menolak hipotesis adalah:
1) H1 diterima apabila nilai probabilitas < level of significant sebesar 0,05,
2) H1 ditolak apabila nilai probabilitas > level of significant sebesar 0,05.
c. Uji Simultan (F-test)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
Pengujian simultan ini menggunakan uji F, yaitu dengan membandingkan antara nilai
signifikansi F dengan nilai signifikasi yang digunakan yaitu 0,05.
Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :
H1 : b0 = b1 = b2 ≠ 0 : semua variabel independen berpengaruh secara bersama
-sama.
Kriteria yang digunakan dalam menerima atau menolak hipotesis adalah :
1) H1 diterima apabila pada α = 5% dan nilai probabilitas < level of significant sebesar 0,05,
d. Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi
Nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan seberapa besar korelasi atau
hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Koefisian
korelasi dikatakan kuat apabila niali R lebih besar dari 0,5 atau mendekati 1.
Koefisian determinasi (R Square) menunjukkan seberapa besar variabel dependen
menjelaskan variabel dependennya. Nilai R square adalah 0 sampai 1. Apabila R
square mendekati satu maka variabel-variabel independen memberikan semua
informasi yang dibutuhkan untuk mendeteksi variasi variabel dependennya.
Sebaliknya semakin kecil R square maka kemampuan variabel independennya untuk
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 DATA PENELITIAN
Pulau Sumatera adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di
Indonesia, dengan luas 443.065,8 km2. Penduduk pulau ini sekitar 52.210.926 (sensus
2010). Pulau sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Nusantara.
Disebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di
sebelah selatan dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudra Hindia
Secara umum Pulau Sumatera didiami oleh bangsa Melayu, yang terbagi
kedalam beberapa suku. Suku – suku besar ialah aceh, batak, melayu, minangkabau, besemah, suku rejang, ogan, komering, dan lampung. Penduduk Sumatera mayoritas
beragama Islam dan sebagian kecil merupakan penganut ajaran Kristen Protestan
terutama di wilayah Tapanuli dan Toba- Samosir, Sumatera Utara.
Pulau Sumatera terdiri dari 10 Provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka
Belitung dan Lampung. Pulau Sumatera terdiri dari 120 kabupaten dan 34 kota.
Objek penelitian ini adalah kota di Pulau Sumatera yang melaporkan realisasi laporan
APBD di www.djpk.kemenkeu.go.id. Pemilihan Sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling maka diperoleh sebanyak 16 kota.
Periode penelitian dimulai dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.
Metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik
mengumpulkan serta mengolah data yang diperlukan dengan menggunakan Microsoft
Excel. Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dan pengujian regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 17.0
4.2 ANALISIS HASIL PENELITIAN 1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai nilai minimum, nilai
maksimum, nilai rata-rata, dan standard deviasi data yang digunakan dalam
penelitian. Berikut ini merupakan output SPSS yang merupakan keseluruhan data
yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 4.1 Descriptive Statistics Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
BELANJA DAERAH 48 292903 1938889 729845.79 61187.956 423922.591
PAJAK DAERAH 48 1968 245974 45830.85 9796.685 67873.426
RETRIBUSI
DAERAH
48 724 75435 17268.33 2655.927 18400.801
DANA ALOKASI
UMUM
48 181919 1003116 431007.71 26961.029 186791.485
DANA ALOKASI
KHUSUS
48 17432 81842 31882.42 1948.040 13496.414
Valid N (listwise) 48
Berdasarkan tabel descriptive statistic di atas, dapat dijelaskan bahwa:
1) Variabel Pajak Daerah (X1) memiliki nilai rata-rata sebesar Rp 45955,85 dengan
nilai Pajak Daerah terendah adalah Rp 1968. Jumlah Sampel adalah 16 dan
Jumlah Amatan adalah 48
2) Variabel Retribusi Daerah (X2) memiliki nilai rata-rata sebesar Rp 17143,33,
dengan standar deviasiRp 18282,730, Nilai Retribusi Daerah tertinggi adalahRp
75435, dan nilai Retribusi Daerah terendah adalah Rp 724. Jumlah sampel adalah
16 dan jumlah amatan adalah 48.
3) Variabel Dana Alokasi Umum (X3) memiliki nilai rata-rata sebesar Rp
432325,83 , dengan standar deviasi Rp 186996,668, Nilai Dana Alokasi Umum
tertinggi adalah Rp1003116, dan nilai Dana Alokasi Umum terendah adalah
Rp181919. Jumlah sampel adalah 16 dan jumlah amatan adalah 48.
4) Variabel Dana Alokasi Khusus (X4) memiliki nilai rata-rata sebesar Rp31881,58
, dengan standar deviasi Rp13496748, Nilai Dana Alokasi Khusus tertinggi
adalah81842, dan nilai Dana Alokasi Khusus terendah adalah Rp 17432. Jumlah
sampel adalah 16 dan jumlah amatan adalah 48.
5) Variabel Belanja daerah (Y) memiliki nilai rata-rata sebesar Rp 729851,00
dengan standar deviasi Rp 423918,269, Nilai Belanja Daerah tertinggi adalah Rp.
1938889 dan nilai Belanja Daerah terendah adalah Rp 292903 Jumlah sampel