ABSTRAK
FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA PENDERITA HIV/AIDS DENGAN TERAPI ZIDOVUDIN DI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK
PERIODE NOVEMBER 2015
Oleh
YVONNE YOLANDA FRANSISKA
Anemia merupakan gangguan hematologi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita HIV/AIDS. Zidovudin dalam terapi infeksi HIV/AIDS telah diketahui kemampuannya dalam menimbulkan anemia. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari hubungan antara berat badan, stadium klinik HIV/AIDS dan lama penggunaan Zidovudin terhadap anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek, serta mengetahui faktor yang paling berhubungan.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan meggunakan pendekatan potong lintang. Pengambilan data dilakukan bulan November 2015. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medik pasien HIV/AIDS di klinik Voluntary, Counselling and Testing, Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. Terdapat 42 rekam medik yang dijadikan sampel pada penelitian ini, dimana sampel diambil menggunakan teknik total sampling.
Hasil penelitian menunjukan terdapat 26 pasien (61,9%) pengguna Zidovudin menderita anemia. Faktor yang berhubungan dengan anemia pada pengguna Zidovudin adalah berat badan (p: 0,010) dan stadium klinik HIV/AIDS (p: 0,010). Lama penggunaan Zidovudin tidak didapatkan berhubungan dengan anemia (p: 0,421). Berat badan (≤50 Kg) dan stadium klinik HIV/AIDS (3–4) merupakan faktor yang sama dominan dalam mempengaruhi anemia pada terapi Zidovudin. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang sama dominan antara berat badan dan stadium klinik HIV/AIDS dengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. Lama penggunaan Zidovudin tidak menjadi faktor yang berhubungan dengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin
ABSTRACT
RISK FACTORS OF ANEMIA IN HIV/AIDS PATIENTS WITH ZIDOVUDINE THERAPY IN ABDUL MOELOEK GENERAL HOSPITAL
NOVEMBER 2015 PERIOD By
YVONNE YOLANDA FRANSISKA
Anemia is a hematological disorder which increases morbidity and mortality in HIV/AIDS patients. Zidovudin, as a therapy for HIV/AIDS infection, has been known to cause anemia. The goals of this study is to find the associations between body weight, clinical stage of HIV/AIDS and duration of the use of Zidovudine with anemia in HIV/AIDS patients with Zidovudin therapy, and also to know which factor is the most dominant.
This study was an observational-analytic study with cross-sectional approach. Data collecting was done in November, 2015. This study used secondary data that was collected from medical reports of HIV/AIDS patients in Voluntary, Counselling and Testing clinic, Abdul Moeloek General Hospital. There were 42 medical reports which have been used for samples in this study, and the samples were taken with total sampling technique.
The result of this study showed that there were 26 patients (61,9%) of Zidovudine consumers who had anemia. Factor that were associated to anemia in Zidovudin consumers were body weight (p: 0,010) and clinical stage of HIV/AIDS (p: 0,010). Duration of the use of Zidovudin was found unrelated to anemia in HIV/AIDS patients with Zidovudine therapy. Body weight (≤50 Kg) and clinical stage of HIV/AIDS (3–4) became equal dominant factors that influenced anemia. In conclusion, there are associations of body weight and clinical stage of HIV/AIDS to anemia in HIV/AIDS patients with therapy Zidovudine, with equal dominancy in influencing anemia. Duration of the use of Zidovudine is not associated to anemia in HIV/AIDS patients with Zidovudine therapy.
FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA PENDERITA HIV/AIDS
DENGAN TERAPI ZIDOVUDIN DI RUMAH SAKIT UMUM
ABDUL MOELEOK PERIODE NOVEMBER 2015
Oleh
Yvonne Yolanda Fransiska
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
“
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan
segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk
a usia”
Kolose 3:23
“
Karena TUHANlah yang memberikan hikmat,
dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian
”
Kupersembahkan
Karya kecil ini bagi pasangan yang paling kucintai
diseluruh dunia:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 1995, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Kedua orang tua penulis adalah Johnny M. Simorangkir S.E., S.H., M.M. dan Meyna Tambunan S.Sos, M.Si.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Karya Mulia, Bekasi, dan selesai pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan formal di SD Driewanti, Bekasi, yang diselesaikan pada tahun 2006. Kemudian, penulis menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pax Ecclesia Bekasi yang diselesaikan pada tahun 2009 dan selanjutnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Bekasi pada tahun 2012.
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus, yang telah menyatakan kasih karunia dan penyertaan-Nya di sepanjang kehidupan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi berjudul “FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA PENDERITA HIV/AIDS
DENGAN TERAPI ZIDOVUDIN DI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK PERIODE NOVEMBER 2015” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus juruselamat saya yang telah menyediakan kepada saya pekerjaan baik ini;
2. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung; 3. Dr. dr. Muhartono, M.kes., S.Ked, Sp. PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
5. dr. T.A. Larasati, M.Kes selaku pembimbing utama pengganti saya atas semua saran, koreksi, bimbingan dan pengetahuan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini;
6. dr. Novita Carolia, M.Sc selaku pembimbing kedua atas saran, bimbingan, dukungan yang telah diberikan selama saya menyusun skripsi ini;
7. Dr. dr. Asep Sukohar, M.Kes selaku penguji utama dan pembahas dalam skripsi ini. Terimakasih telah membantu dalam penyusunan, dan penyelesaian skripsi ini sehingga karya ini dapat terselesaikan dengan baik;
8. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas wawasan, ilmu, motivasi bimbingan serta berbagai masukan yang sangat bermanfaat dalam menekuni pendidikan kedokteran;
9. Seluruh staff pegawai dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas bantuan serta kerjasamnya selama ini;
10.Papa saya terkasih, Johnny M. Simorangkir S.E., S.H., M.M. atas cinta yang begitu besar, nasihat dan didikan yang membangun, doa yang tulus, dukungan yang luar biasa serta pengorbanan yang tidak terbalaskan bagi putri papa. Terima kasih karena tidak pernah lelah mendengar keluh kesah dan cerita dari putri papa. Terima kasih atas kepercayaan dan kasih sayang yang memotivasi saya dalam menggapai cita-cita.
sehingga putri mama bisa ada di tahap ini untuk menggapai cita dan bekerja bagi kemuliaan Tuhan;
12.Saudara saya terkasih Samuel Kant Simorangkir dan sepupu terbaik saya Febrina Ester Bunga Ria Silaban, yang telah menjadi saudara/i, sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka, teman yang saling mendukung dalam perjuangan masing-masing;
13.Keluarga besar Simorangkir, Pomparan Ompung Samuel, atas keceriaan, kebersamaan dalam suka dan duka yang selalu membuat rindu, kasih sayang indah dan terjalin erat, dukungan yang begitu besar, rasa bangga, dan berbagai hal luar biasa yang begitu menyemangati saya dalam menggapai cita. Saya sungguh beruntung dan bersyukur memiliki keluarga ini;
14.Keluarga besar Tambunan, Pomparan Ompung Nomelia, atas doa, dukungan, semangat dan nasihat yang begitu berarti bagi saya selama ini;
15.Sahabat-sahabat saya sejak awal perkuliahan, dan saya harap sampai seterusnya, Aulia Rahma Noviastuti, Radita Dewi Prasetyani, Seffia Riandini, Zahra Zettira, Indriasari Nurul Putri, Silvia Marischa, Suci Widya Primadhani, Ratu Balqis Anasa, Nani Indah Hardiyanti. Terima kasih telah menjadi teman bermimpi, belajar, berjuang, bergaul, makan, mengisi waktu luang, berpesta dan dalam berbagai hal. Terima kasih untuk kesabaran dan untuk mengingatkan dan memperhatikan saya dalam banyak hal selama ini; 16.Kelompok Kecil Kit Kat, Ka Ester, Ruthsuyata Siagian, Gabriella Berta
Kristus. Terima kasih karena telah berbagi kehidupan, Firman Tuhan, emosi, pembelajaran dan waktu yang berarti;
17.Kelompok kecil Ladies of God dan adik-adik saya terkasih, Widy, Christine, Julia, Dear, Erisa, Dea dan Desindah. Terima kasih atas kepercayaan, doa, dukungan, serta kebersamaan yang berperan luar biasa dalam kehidupan saya; 18.Saudara dan saudari sepelayanan, Ika, Gabby, Ruth, Lexy, Radian, Edgar,
Irfan, Widy, Julia, Dea, Grace, Febe, Rian yang telah saling mendukung dan menyemangati dalam pelayanan, baik ketika senang atau susah. Terima kasih untuk momen-momen berkesan, keceriaan, perjalanan dan pengalaman menyenangkan. Kiranya kita senantiasa bekerja bagi kemuliaan Tuhan dengan sepenuh hati;
19.Saudara-saudari seiman, Permako Medis, atas persekutuan dan persaudaraan di dalam Yesus Kristus. Terima kasih untuk saling membangun dan mendukung dalam banyak hal selama ini. Kiranya kita semua menjadi dokter-dokter yang menjadi alat-alat bagi pekerjaan kerajaan Allah;
20.Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang sudah banyak mendukung;
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi semoga skripsi yang sederhana ini berguna dan bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Bandar Lampung, 1 Februari 2016 Penulis,
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Anjuran lini pertama ARV ... 21
2. Anjuran lini kedua ARV ... 22
3. Definisi Operasional ... 32
4. Karakteristik sampel berdasakan jenis kelamin ... 37
5. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia ... 38
6. Berat badan penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin ... 38
7. Stadium klinik HIV/AIDS pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin ... 39
8. Lama penggunaan Zidovudin pada penderita HIV/AIDS ... 39
9. Anemia penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin ... 40
10. Tabulasi silang berat badan dan anemia ... 40
11. Tabulasi silang stadium HIV/AIDS dan anemia ... 41
12. Tabulasi silang lama penggunaan Zidovudin dan anemia ... 42
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Stadium Klinis HIV/AIDS oleh WHO ... 12
2. Struktur Kimiawi Zidovudin ... 17
3. Kerangka Teori ... 24
4. Kerangka Konsep ... 25
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
II . TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS ... 7
2.2 Anemia ... 15
2.3 Zidovudin ... 16
2.4 Anemia yang Diinduksi Zidovudin ... 19
2.5 Zidovudin Sebagai Terapi Antiretroviral ... 20
2.6 Kerangka Teori ... 23
2.7 Kerangka Konsep... 25
2.8 Hipotesis ... 26
III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 27
3.3 Populasi dan Sampel ... 28
3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 31
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 32
3.6 Prosedur Penelitian ... 33
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 34
3.8 Ethical Clearence ... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 36
4.2 Pembahasan ... 44
4.3 Keterbatasan Penelitian ... 52
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 54
5.2 Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab AIDS telah diidentifikasikan, yaitu sebuah retrovirus yang kini lebih dikenal dengan Human Immunodeficiency Virus-1 (HIV-1). Human Immunodeficiency Virus-1 menyebar secara seksual, perkutaneus dan perinatal. Penyebaran virus HIV 80% melalui paparan virus pada mukosa, terutama pada kontak seksual. Oleh karena itu HIV/AIDS termasuk dalam Penyakit Menular Seksual (PMS) (Sharp dan Hahn, 2007).
2
10 dari 33 provinsi di Indonesia dalam kumulatif kasus HIV dengan jumlah 1.090 kasus HIV dengan prevalensi 5.56 kasus per 100.000 penduduk (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2014).
Prevalensi Anemia pada infeksi HIV berkisar antara 1,3%–95% tergantung dari stadium penyakitnya. Makin lanjut penyakitnya sehingga kejadian anemia juga makin tinggi dan meningkatkan morbiditas serta mortalitas. Hasil dari metaanalisis oleh Belpiero dan Rhew memperlihatkan bahwa anemia merupakan faktor risiko independen untuk kematian HIV/AIDS, disamping jumlah CD4 dan viral load (BelperiodanRhew,2004; Volberding, 2004).
3
Mangunkusumo Jakarta (Karyadi et al., 2005). Karsono dan Muthalib melaporkan bahwa 16,2% dari penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin menderita anemia (Karsono dan Muthalib, 2005).Penelitian cohort selama 5 tahun di Afrika Selatan oleh Wandeler et al.mengatakan bahwa terapi Zidovudin pada penderita HIV/AIDS membawa kepada penurunan pemulihan imunologis tubuh dan anemia (Wandeler et al., 2013).
Penggunaan Zidovudin dalam terapi HIV/AIDS cukup banyak digunakan. Menurut WHO, lini pertama penatalaksanaan HIV/AIDS adalah kombinasi satu macamNon-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI) dan dua macam Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI), satu diantaranya haruslah Zidovudin atau Tenofovir. Lini kedua adalah kombinasi Ritonavir-boosted Protease Inhibitor danNucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor, pulasatu diantaranya harus Zidovudin atau Tenofovir (WHO, 2010).
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat hubungan antara berat badan dengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek?
2. Apakah terdapat hubungan antara stadium HIV/AIDS dengan anemiapada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek?
3. Apakah terdapat hubungan antara lama penggunaan Zidovudindengan anemia pada penderita HIV/AIDSdengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek?
4. Apakah faktor yang paling berhubungandengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
5
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan stadium HIV/AIDS dengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
2. Mengetahui hubunganberat badan dengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
3. Mengetahui hubugan lama terapi Zidovudin dengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
4. Mengetahui faktor yang paling berhubungan dengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi Peneliti
6
1.4.2 Manfaat bagi Instansi Terkait
Instansi terkait memiliki data/informasi tambahan mengenai pengaruh Zidovudin terhadap tingkat kejadian anemia pada pasien HIV/AIDS. Informasi juga digunakan bagi para klinisi dalam memilih keadaan tebaik untuk memberi Zidovudin dan dalam pemantauan serta evaluasi terapi Zidovudin.
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat
Masyarakat tahu mengenai kejadian efek samping anemia oleh Zidovudin pada pasien HIV/AIDS. Selain itu, hasil penelitian memberikan informasi kepada pasien HIV/AIDS untuk mengenali faktor risiko anemia, sehingga dapat mengkonsultasikan ke dokter dan lebih cermat dalam menerima terapi Zidovudin.
1.4.4 Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. Human Immunodeficiency Virus menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih, yaitu limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun, bahkan dapat mencapai nol (Komisi penanggulangan AIDS, 2007).
8
mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic acid) menjadi DNA (deoxyribonucleic acid) menggunakan enzim reverse transcriptase. DNA pro-virus tersebut kemudian diintregasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. Setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. Human Immunodeficiency Virus menyerang CD4 baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. Secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4 yang kemudian akan menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen. Hilangnya fungsi CD4 menyebabkan gangguan imunologis yang progresif (Daili et al., 2009; Djoerban, 2001).
Menurut Nasronudin, perjalan HIV/AIDS dibagi menjadi 3 fase (Nasronudin, 2008):
a. Fase Infeksi Akut
9
protein virus dan virus yang infeksius dapat dideteksi dalam plasma dan juga cairan serebrospinal. Jumlah virion di dalam plasma dapat mencapai 106 hingga 107 per mililiter plasma. Viremia oleh karena replikasi virus dalam jumlah yang besar akan memicu timbulnya sindroma infeksi akut dengan gejala yang mirip infeksi mononukleosis akut yakni demam, limfadenopati, bercak pada kulit, faringitis, malaise, dan mual muntah, yang timbul sekitar 3–6 minggu setelah infeksi. Pada fase ini selanjutnya akan terjadi penurunan sel limfosit T CD4 yang signifikan, sekitar 2–8 minggu pertama infeksi primer HIV, kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena mulai terjadi respons imun. Jumlah CD4 pada fase ini masih diatas 500 sel/mm3 dan akan mengalami penurunan setelah enam minggu terinfeksi HIV. Peningkatan dan penurunan kadar viral load dan CD4 dalam perjalanan klinis WHO dapat dilihat pada Gambar 1 (Nasronudin, 2008; Choffin et al., 2010).
b. Fase Infeksi Laten
10
dari 10 milyar kopi HIV baru dihasilkan tiap harinya, namun dengan cepat virus-virus tersebut dihancurkan oleh sistem imun tubuh dan hanya memiliki waktu paruh sekitar 5–6 jam. Meskipun di dalam darah partikel virus dapat terdeteksi hingga 108 kopi per mililiter darah, akan tetapi jumlah partikel virus yang infeksius hanya didapatkan dalam jumlah yang lebih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa sejumlah besar virus telah berhasil dihancurkan (Nasronudin, 2008; Choffin et al., 2010).
Pembentukan respons imun spesifik terhadap HIV menyebabkan virus dapat dikendalikan, jumlah virus dalam darah menurun dan perjalanan infeksi mulai memasuki fase laten. Meskipun Jumlah dalam plasma menurun sebgian virus masih menetap dan terakumulasi di dalam tubuh terutama di dalam kelenjar limfe, terperangkap di dalam sel dendritik folikuler, dan masih terus mengadakan replikasi. Penurunan limfosit T CD4 terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm3 (Nasronudin, 2008; Choffin et al., 2010).
11
periode laten lebih dari 10 tahun. Sedangkan jika jumlah virus kurang dari 200 kopi/ml, infeksi HIV tidak mengarah menjadi penyakit AIDS. Sebagian besar pasien dengan jumlah virus lebih dari 100.000 kopi/ml, mengalami penurunan jumlah limfosit T CD4 yang lebih cepat dan mengalami perkembangan menjadi penyakit AIDS dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun. Sejumlah pasien yang belum mendapatkan terapi memiliki jumlah virus antara 10.000 hingga 100.000 kopi/ml pada fase infeksi laten. Pada fase ini pasien umumnya belum menunjukkan gejala klinis atau asimtomatis. Fase laten berlangsung sekitar 8–10 tahun (dapat 3–13 tahun) setelah terinfeksi HIV.
c. Fase Infeksi Kronik
12
sehingga pasien semakin rentan terhadap berbagai macam infeksi sekunder yang dapat disebabkan oleh virus, jamur, protozoa atau bakteri. Perjalanan infeksi semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS. Setelah terjadi AIDS pasien jarang bertahan hidup lebih dari dua tahun tanpa intervensi terapi. Infeksi sekunder yang sering menyertai antara lain: pneumonia yang disebabkan Pneumocytis carinii, tuberkulosis, sepsis, toksoplasmosis ensefalitis, diare akibat kriptosporidiasis, infeksi virus sitomegalo, infeksi virus herpes, kandidiasis esofagus, kandidiasis trakea, kandidiasis bronkhus atau paru serta infeksi jamur jenis lain misalnya histoplasmosis dan koksidiodomikosis. Terkadang juga ditemukan beberapa jenis kanker yaitu, kanker kelenjar getah bening dan kanker Sarkoma Kaposi's (Nasronudin, 2008; Choffin et al., 2010; Hunt, 2010).
13
World Health Organization menandai progresi infeksi HIV dengan 4 stadium (Gambar 1) yaitu stadium asimtomatik, sakit ringan sakit sedang, dan AIDS (WHO, 2005). Pada Stadium 1 (asimtomatik), penderita belum memiliki gejala yang khas, namun dapat mengalami limfadenopati generalisata yang persisten. Berat badan penderita belum mengalami penurunan yang berarti. Performance scale-nya adalah asimtomatik dan aktivitas masih normal (WHO, 2005).
Stadium 2 dan Stadium 3 merupakan fase kronik pada perjalanan infeksi HIV, dimana gejala-gejala penurunan sistem imun sudah terlihat. Stadium 2 atau sakit ringan ditandai dengan penurunan berat badan kurang dari 10%, ulkus mulut mulut berulang, ruam kulit, dermatitis seboroik, infeksi jamur kuku, luka disekitar bibir (kelitis angularis), serta infeksi saluran napas akut yang berulang. Biasanya penderita juga memiliki riwayat infeksi Herpes Zoster dalam lima tahun terakhir. Pada stadium ini, penderita biasanya masih beraktivitas dengan normal (WHO, 2005).
14
penurunan. Biasanya pasien akan melakukan bed rest kurang dari 50% hari dalam 1 bulan (WHO, 2005).
Stadium terakhir dari perjalanan infeksi HIV adalah AIDS. Penderita AIDS memiliki kadar CD4 dibawah 200 sel/mm3, prognosis semakin buruk dan pasien mengalami sakit berat. Stadium ini ditandai dengan pneumonia pnemositis atau pneumonia bakterial berulang, herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan, kandidiasis esofageal, tuberkulosis ekstrapulmonal, sarkoma kaposi, renitis Cytomegalo Virus, abses otak toksoplasmosis, ensefalopati HIV, meningitis kriptokokus, infeksi mikrobakteria non-tuberkulosis yang meluas, lekoensefalopati multifokal progresif (PML), penisiliosis, kriptosporidiosis kronis, isosporiasis kronis mikosis meluas, limfoma serebral, limfoma non-Hodgkin, kanker serviks invasif leismaniasis atipik yang meluas dan gejala neuropati atau kardiopati terkait HIV. Pada performance scale biasanya pasien bed rest lebih dari 50% hari dalam satu bulan (WHO, 2005).
15
2.2 Anemia
Anemia merupakan salah satu komplikasi hematologi yang paling sering pada orang dengan infeksi HIV/AIDS, dan diasosiasikan dengan progresifitas penyakit dan morbiditas serta mortilitas (Ndlovu et al., 2014). Menurut WHO, Anemia merupakan keadaan dimana jumlah sel darah merah tidak mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh, dimana konsekuensinya adalah penurunan kapasitas angkut oksigen. Seseorang dikatakan anemia apabila Hb <130 g/l untuk laki-laki dewasa dan Hb <120 g/l untuk wanita dewasa yang tidak hamil (WHO, 2011).
Menurut Volberding et al., patofisiologi anemia terasosiasi HIV dibagi menjadi 3 mekanisme dasar: penurunan produksi sel darah merah, peningkatan destruksi sel darah merah, dan prosuksi sel darah merah yang infektif (Volberding et al., 2004). Penurunan produksi eritrosit kemungkinan disebabkan oleh infiltrasi sum-sum tulang oleh neoplasma, atau infeksi pengobatan mielosupresif, infeksi HIV itu sendiri, penurunan produksi eritropoeiitin endogen, tidak adanya respon terhadap eritropoeitin, atau hipogonadisme.
glucose-16
6-phosphate dehydrogenase. Hemolisis juga mungkin berkembang dari obat-obatan yang dikonsumsi.
Produksi eritrosit yang inefektif dapat membawa kepada keadaan anemia. Anemia dapat disebabkan oleh defisiensi nutrisional— paling sering adalah defisiensi zat besi, asam folat dan vitamin B12. Pada pasien dengan infeksi HIV, defisiensi asam folat secara umum disebabkan oleh baik defisiensi dalam diet maupun oleh keadaan patologis dari jejunum. Defisiensi vitamin B12 kemungkinan diakibatkan oleh malabsorpsi pada ileum atau dari kerusakan lambung yang disebabkan infeksi oportunistik pada mukosa lambung.
Faktor risiko yang hingga saat ini diasosiasikan dengan anemia pada infeksi HIV adalah perjalanan klinis AIDS, CD4 <200 g/l, viral load, ras hitam, wanita, penggunaan Zidovudin, peningkatan umur, indeks masa tubuh, riwayat pneumonia bakterial, kandidiasis oral, dan riwayat demam (Volberding et al., 2010).
2.3 Zidovudin (AZT/ZDV)
17
terlihat pada Gambar 2. Obat ini bekerja dengan mengintervensi enzim reverse transciptase virus, untuk menghentikan replikasi HIV (Katzung, 2010; Harvey et al., 2012).
Zidovudin tergolong dalam Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI), yaitu analog nukleosida yang bekerja melalui inhibisi kompetitif reverse transciptase HIV-1. Untuk menjadi bentuk aktif metabolit 5’ -trifosfat, Zidovudin mengalami fosforilasi di dalam sitoplasma oleh enzim sel. Metabolit aktif ini berperan sebagai rantai terminator pada sintesis DNA. Kurangnya kelompok 3’-OH pada gabungan analog nukleosida ini akan mencegah pembentukan rantai fosfodiester 5’-3’ yang esensial untuk elongasi rantai DNA, sehingga pertumbuhan DNA virus terhenti (Katzung, 2010).
18
Zidovudin dapat diadministrasikan secara per oral dan intravena. Setelah administrasi secara oral, Zidovudin akan diabsorbsi dengan baik di usus dan kemudian didistribusikan ke sebagian besar jaringan tubuh. Penetrasi Zidovudin melalui sawar darah otak sangat baik. Waktu paruh reratanya dalam serum adalah 1 jam, dan waktu paruh intrasel senyawa terfosorilasinya adalah 3–7 jam. Sebagian besar Zidovudin akan diglukuronidasi di hati dan diekskresikan ke dalam urin oleh ginjal (Katzung, 2010; Harvey et al., 2012).
Zidovudin memiliki efek samping berupa intoleransi saluran cerna, insomnia dan nyeri kepala yang cenderung membaik selama terapi berjalan. Efek samping yang jarang terjadi meliputi trombositopenia, hiperpigmentasi kuku dan miopati. Efek samping yang paling sering timbul adalah mielosupresi yang menyebabkan anemia mikrositik (1–4%) dan neutropenia (2–8%) (Katzung, 2010).
Sebuah studi retrospektif terhadap pasien yang mengkonsumsi Zidovudin oleh Agarwal et al. menunjukan 16,2% pasien mengalami perkembangan anemia, dan 7,9% diantaranya adalah anemia berat (Hb <6,5 g/l). Level Hb yang rendah dan wanita menjadi faktor risiko anemia yang terasosiasi Zidovudin (Agarwal et al., 2010).
19
(Hb <8 g/l). Alternatif substiusi Zidovudin adalah Tenofovir pada regimen lini pertama dan Stavudin pada lini kedua (WHO, 2010).
2.4 Anemia yang Diinduksi oleh Zidovudin
Zidovudin telah dilaporkan sebagai penyebab gangguan hematologi, terutama anemia, sejak pertama kali Zidovudin diperkenalkan sebagai terapi antiretroviral (Richman, 1987; Katzung, 2010). Dalam guideline terapi ARV oleh WHO juga telah dikatakan bahwa Zidovudin merupakan NRTI yang memilik toksisitas supresi sum-sum tulang (WHO, 2010).
Beberapa penelitian terdahulu telah melaporkan genotoksisitas analog nukleosida yang membawa kepada mutasi, delesi serta kerusakan DNA (Olivero, 2007). Telah dilaporkan juga bahwa peningkatan kerusakan DNA yang mengakibatkan kerusakan sel tinggi terjadi pada sum-sum tulang dan sel darah perifer. Toksisitas ini berkaitan dengan dosis Zidovudin (Guerard et al., 2013).
20
laki-laki (Agarwal et al., 200). Anemia biasanya terjadi pada minggu ke 4– 12 setelah inisiasi Zidovudin (Ssali et al., 2006; Hoffman et al., 2008)
2.5 Zidovudin Sebagai Terapi Antiretroviral
Terdapat empat golongan antiretroviral, yaitu Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI), Nonnucloside Reverse Transcriptase
Inhibitor (NNRTI), Protease Inhibitor (PI) dan Penghambat Fusi. Contoh NRTI adalah Zidovudin (AZT), Tenofovir (TDF), Lamivudin (3TC), Stavudin (d4T), Zalsitabin, Emrisitabin (FTC), Abakavir dan Didanosin. Golongan NNRTI terdiri dari Delavirdin, Efavirenz (EFV) dan Nevirapin (NVP) (Katzung, 2010).
Berdasarkan guideline pemberian ARV oleh WHO, regimen lini pertama adalah 2 jenis NRTI ditambah 1 jenis NNRTI, dimana salah satu NRTI harus AZT atau TDF dan NNRTI harus NVP atau EFV. Untuk memulai terapi ARV, WHO menganjurkan regimen berikut (Strong recommendation, Moderate quality of evidence):
a. AZT + 3TC + EFV b. AZT + 3TC + NVP
21
Pemilihan regimen lini pertama dengan mempertimbangkan keadaan pasien dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Anjuran lini pertama ARV (WHO, 2010)
Populasi Target Pilihan yang
dianjurkan Keterangan
Remaja & dewasa AZT or TDF + 3TC atau
Pilih anjuran regimen yang paling mungkin diaplikasikan
Jangan menginisiasi EFV pada trimester pertama
NVP TDF memungkinkan untuk digunakan
Koinfeksi
HIV/Tuberkulosis (TB)
AZT or TDF + 3TC or
Inisiasi ART setelah pemberian terapi TB
FTC + EFV NVP atau tripel NRTI dapat digunakan jika EFV tidak dapat digunakan
Koinfeksi HIV/Hepatitis B Virus (HBV)
TDF + 3TC or FTC +
Skrining HbsAg sebelum inisiasi ARV terutam bila TDF tidak dapat digunakan untuk regimen lini pertama
EFV atau NVP
Gunakan 2 ARV bersama dengan anti-HBV
22
Di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek, penggunaan Zidovudin digunakan dalam fixed-dose bersama Lamivudin dan Nevirapin /Efaviren (AZT + 3TC + NVP atau AZT + 3TC + EFV). Substitusi AZT menjadi TDF diberikan jika pasien mengeluhkan gangguan pencernaan dan anemia pada pemeriksaan laboratorium.
Regimen penyerta Zidovudin tidak dilaporkan menyebabkan supresi sum-sum tulang atau anemia. Pada kombinasi regimen lini pertama, yang
Tabel 2. Anjuran lini kedua ARV (WHO, 2010)
Populasi Target Pilihan yang
dianjurkan
Koinfeksi HIV/TB Jika rivabutin tersedia Regimen sama seperti diatas
23
dilaporkan menyebabkan anemia hanya Zidovudin (WHO, 2010; Katzung, 2010).
2.6 Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian terlihat pada Gambar 3. Human Immunodeficeincy Virus merupakan virus yang menyerang sel limfosit CD4. Perjalanan penyakit HIV/AIDS ini ditentukan oleh jumlah virus yang bereplikasi (Viral Load)dan CD4 yang terserang. Sel limfosit CD4 yang terinfeksi HIV akan kehilangan fungsinya sehingga menyebabkan gangguan imunologis yang progresif (Daili et al., 2009).
Perjalanan infeksi HIV/AIDS dan peningkatan stadium klinis berhubungan dengan peningkatan viral load dan penurunan kadar CD4. Semakin banyak jumlah virus dan semakin rendah imunitas maka semakin besar kesempatan terjadinya infeksi oportunistik. Timbulnya berbagai infeksi di dalam tubuh menyebabkan berbagai reaksi tubuh sehingga dapat menimbulkan berbagai gejala termasuk penurunan berat badan (Nasronudin, 2008).
24
eritropoietin sehingga menurunkan produksi eritrosit. Terapi ARV, seperti Zidovudin juga diketahui menyebabkan anemia akibat supresi sum-sum tulang (Volberding, 2004).
(Daili et al., 2009; Nasronudin, 2008; Volberding, 2004)
25
2.7 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT
ANEMIA
Stadium HIV/AIDS
Berat Badan
Lama Pengggunaan Zidovudin
26
2.8 Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara stadium HIV/AIDS dengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
2. Terdapat hubungan antara berat badan dengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
3. Terdapat hubungan antara lama terapi Zidovudin dengan anemia pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
27
III. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional. Penelitian observasional analitik dengan metode cross sectional digunakan untuk mencari hubungan antara variabel bebas (stadium HIV/AIDS, berat badan, lama penggunaan Zidovudin) dengan variabel terikat (kejadian anemia pada). Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medik pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Abdul Moeloek.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
28
3.2.2 Tempat Penelitian
Pengambilan data melalui rekam medik dilakukan di klinik Voluntary, Counselling and Testing (VCT) Rumah Sakit Umum Abdul Meloek.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pasien HIV/AIDS yang menerima ART dengan regimen yang mengandung Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek dalam periode 1 Januari 2014 – 31 Agustus 2015, yaitu sebanyak 211 pasien.
3.3.2 Sampel Penelitian
29
3.3.2.1 Kriteria Inklusi Sampel
a. Pasien HIV/AIDS yang terdiagnosis menurut kriteria WHO
b. Mengkonsumsi Zidovudin dalam bentuk regimen yang mengandung Zidovudin minimal 4 minggu
c. Rekam Medik memuat data yang dibutuhkan: Hb, usia, berat badan, jenis kelamin, stadium klinik HIV/AIDS menurut WHO, dan lama penggunaan Zidovudin.
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi Sampel
a. Pasien dengan gagal ginjal kronis, melena, tuberkulosis paru, dan pneumonia.
b. Pasien mengkonsumsi obat antifungal, obat antiviral lain dan obat antineoplasma.
c. Wanita hamil
3.3.2.3 Besar Sampel
30
n =
Keterangan:
n = Besar sampel N = Besar Populasi
d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan, yaitu 0,05 (Indeks Kepercayaan 95%)
Maka perhitungan sampel adalah sebagai berikut:
n =
n =
n =
n = 138,13 n = 138
31
3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut : a. Variabel Bebas (independent) adalah nilai berat badan, stadium
klinik HIV/AIDS menurut WHO, dan lama penggunaan Zidovudin.
b. Variabel Terikat (dependent) merupakan kejadian Anemia dilihat dari kadar Hemoglobin.
3.4.2 Definisi Operasional
32
Tabel 3. Definisi opersional
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Berat Badan Berat Badan dalam pasien
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
Alat penelitian adalah:
33
3.6 Prosedur Penelitian
Survey pendahuluan dan pembuatan proposal
Seminar proposal
Izin ke bagian rumah sakit
Permohonan izin untuk pengambilan rekam medik pasien
Menentukan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
Analisis data
Interpretasi penelitian Input Data
34
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Analisis Karakteristik Pasien
Analisis Karakteristik pasien bertujuan untuk mengetahui gambaran demografi pasien berdasarkan karakter jenis kelamin dan usia pasien.
3.7.2 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel bebas dan variabel terikat.
3.7.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah untuk mencari hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. Uji statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara, stadium klinis, berat badan dan lama penggunaan Zidovudin dengan Anemia adalah Chi-square.
3.7.4 Analisis Multivariat
35
3.8 Ethical Clearence
Kaji etik untuk penelitian ini akan diajukan kepada bagian etik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sebelum pelaksanaan penelitian dimulai sebelum. Etika penelitian akan memperhatikan hal berikut:
a. Anonymity
Dalam pengumpulan data dan penyajian data, nama pasien tidak akan dicantumkan dengan lengkap. Nama pasien diganti dengan inisial. b. Confidentiality
54
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubugan antara berat badan dan anemia pada pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
2. Terdapat hubungan antara stadium HIV/AIDS dan anemia pada pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
3. Tidak terdapat hubungan anatara lama penggunaan zidovudin dan anemia pada pada penderita HIV/AIDS dengan terapi Zidovudin di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
55
5.2 Saran
Dari penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan menggunakan data primer dan mencakup variabel bebas yang lebih banyak, serta mengkategorikan variabel menjadi lebih spesifik.
2. Bagi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek, diharapkan untuk lebih melengkapi data pada rekam medik, mencantumkan stadium WHO pada setiap kali pemeriksaan dan menganjurkan pemeriksaan berat badan dan hemoglobin secara teratur. Diharapkan pula untuk lebih mengawasi penggunaan regimen yang mengandung Zidovudin terutama pada keadaan berat badan rendah, stadium klinis 3-4, serta keadaan anemia.
3. Bagi penderita HIV/AIDS dan keluarga penderita, diharapkan untuk mengawasi pemakaian obat ARV, melakukan pemeriksaan klinis secara rutin dan segera melaporkan kepada dokter jika memiliki keluhan akibat efek samping obat.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal D, Chakravarty J, Chaube L, Rai M, Agrawal NR, Sundar S.2010. High incidence of zidovudine induced anaemia in HIV infected patients in eastern India. Indian J Med Res. 132: pp.380–6
Astari L, Sawitri, Safitri, YE, Hinda D. 2009. Viral Load pada Infeksi HIV. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 21(1): pp.31-9
Assefa M, Abegaz WE, Shewamare A, Medhin G, Belay M. 2015. Prevalence and correlates of anemia among HIV infected patients on highly active anti-retroviral therapy at Zewditu Memorial Hospital, Ethiopia. BMC Hematology. 15(6): pp.1-8
Belperio PS dan Rhew DC. 2004. Prevalence and outcomes of anemia in individuals with human immunodeficeincy virus: a systematic review of literature. Am J Med. 116(Suppl 7a): S27-43
Daili FS. 2009. Infeksi Menular Seksual, Edisi Keempat. Jakarta : FKUI
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2014. Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia
dilapor s/d September 2014. Diambil dari
http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf [diakses 3 Oktober 2015 12.00 WIB]
Djoerban Z. 2001. Membidik AIDS ikhtiar memahami HIV dan ODHA. Yogyakarta: Penerbit Galang Press
Gedefaw L, Yemane T, Sahlemaiam Z, Yilma D. 2013. Anemia and risk factors in HAART naive and HAART experienced HIV positive persons in South West Ethiopia: a comparative study. PloS ONE. 8(8): pp. 1-5.
Guerard M, Koening J, Festag M, Destinger SD, Singer T, Schmitt G, et al. 2013. Assesment of the genotoxic potential of azidothymidine in the comet, micronucleus and pig-a assay. Toxicological Science. 135(2): pp.309– 16
Grinspoon S dan Mulligan K. 2003. Weight loss and wasting in patients infected with Human Immunodeficiency Virus. Clinical Infectious Diseases. 36(Suppl 2): S69–78
Harvey RA, Clark MA, Finkel R, Rey JA, Whalen K. 2012. Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology, 5th Edition, pp.470-4 . Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.
Hoffmann CJ, Fielding KL, Charalambous S, Sulkowski MS, Innes C, Thio CL, et al. 2008. Antiretroviral therapy using zidovudine, lamivudine, and efavirenz in South Africa: tolerability and clinical events. AIDS. 22(1), pp. 67-74
Karsono B, dan Muthalib A. 2005. AZT induced anemia in HIV infected persons. Scientific Meeting of the Indonesian Association of Physicians in AIDS Care, Dharmais Cancer Hospital. Jakarta, 26-28 November, 2005.
Karyadi TH, Yuniastuti E, Sukmana N, Djoerban Z. 2005. Anemia in patients HIV with Zidovudine therapy. Scientific meeting of the Indonesian Association of Physicians in AIDS Care, Dharmais Cancer Hospital, Jakarta, 26-28 November, 2005.
Katzung BG. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10, pp.823-37. Jakarta: EGC
Mylonakis E, Paliou M, Rich JD. 2001. Plasma viral load testing in the management of HIV infection. Am Fam Physician. 63(3): 483–9
Nasronudin. 2008. HIV & AIDS pendekatan biologi molekuler klinis dan sosial, Edisi 1. Surabaya: Airlangga University Press
Ndlovu Z, Chirwa T, Takuva S. 2014 Incidence and predictors of recovery from anaemia within an HIV-infected South African Cohort, 2004-2010. Pan African Medical Journal. 19(114): pp.1-7
Notoatmojo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Olivero OA. 2007. Mechanism of genotoxicity of nucleotide reverse transcriptase inhibitors. Enviro Mo Mutagen. 48(3-4): pp.215-22
Richman DD, Fischl MA, Grieco MH, Gotlieb MS, Volberding PA, Laskin OL, et al. 1987. The toxicity of azidothymidine (AZT) in the treatment of patients with AIDS and AIDSrelated complex. A double-blind, placebo-controlled trial. N Engl J Med. 317(4): pp.192–7
Sharp PM dan Hahn BH. 2011. Origins of HIV and the AIDS pandemic. Cold Spring Harb Perspect Med. 1(1): pp.1–22
Ssali F, Stöhr W, Munderi P, Reid A, Walker AS, Gibb DM, et al. 2006. Prevalence, incidence and predictors of severe anaemia with zidovudine-containing regimens in African adults with HIV infection within the DART trial. Antivir Ther. 11(6): pp.741–9
Sumantri R, Wicaksana R, Ariantana AR. 2009. Prevalensi dan faktor risiko anemia pada HIV-AIDS. MKB. 41(4); pp. 187–93
UNAIDS. 2013. Global Report UNAIDS Report on The Global AIDS epidemic 2013. Geneva: WHO Library Catalouging Data
Wandeler G, Gsponer T, Mulenga L, Garone D, Wood R, Maskew M, et al. 2013. AZT impairs immunological recovery on first-line ART : collaborative analysis of cohort studies in Southern Africa. NIH PA Author Manuscript. 27(14): pp. 1–13
WHO. 2006. WHO Case Definitions of HIV for Surveillance and Revised Clinical Staging and Immunological Classification of HIV-related Disease in Adults and Children. Geneva: World Health Organization. Diambil dari:
http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/WHO%20HIV%20Staging.pdf [diakses 1 Januari 2016 7.00 WIB]
WHO. 2010. Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and adolescents. Recommendations for a public health approach 2010 revision. Diambil dari:
http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241599764_eng.pdf? ua=1 [diakses 23 Maret 2015 11.35 WIB]
WHO. 2011. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of severity. Vitamin and Mineral Nutrition Information System. Geneva: World Health Organization. Diambil dari:
http://www.who.int/vmnis/indicators/haemoglobin.pdf [diakses11 September 2015 11.32 WIB]