• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI KARET (Hevea brasilliensis Muell.Arg) YANG DITANAM DENGAN POLA AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN SUMBER AGUNG KOTA MADYA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONTRIBUSI KARET (Hevea brasilliensis Muell.Arg) YANG DITANAM DENGAN POLA AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN SUMBER AGUNG KOTA MADYA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KONTRIBUSI KARET (Hevea brasilliensis Muell.Arg) YANG DITANAM DENGAN POLA AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI

DI KELURAHAN SUMBER AGUNG KOTA MADYA BANDAR LAMPUNG

Oleh Yuliadi

Kelurahan Sumber Agung salah satu kelurahan yang sebagian besar

masyarakatnya menanam karet dengan pola agroforestri. Hingga kini, sumber pendapatan rumah tangga petani di Kelurahan Sumber Agung tergantung dari hasil agroforestri mereka. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui produksi hasil tanaman di lahan agroforestri dan mengetahui besarnya kontribusi hasil tanaman karet sebagai salah satu pendapatan rumah tangga petani di Kelurahan Sumber Agung. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung, selama satu bulan yakni pada bulan Maret 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dengan jumlah responden sebanyak 35 responden.

Pengelolaan agroforestri karet di Kelurahan Sumber Agung masih dilakukan secara konvensional baik alat maupun teknik yang digunakan. Rata-rata produksi getah karet pada kebun agroforestri karet tradisional responden adalah sebesar 350 Kg/Ha/tahun. Banyak sedikitnya getah yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh luas kebun dan jumlah pohon karet yang disadap, frekuensi penyadapan dan umur karet. Kontribusi rata-rata pendapatan dari agroforestri karet adalah sebesar Rp 14.882.114 per tahun (54%), dan pendapatan dari non agroforestri karet sebesar Rp 12.746.154 per tahun (46%) dari rata-rata total pendapatan rumah tangga petani sebesar Rp 27.628.268 per tahun. Pendapatan dari agroforestri karet

merupakan kontribusi yang paling besar terhadap pendapatan rumah tangga petani di Kelurahan Sumber Agung.

(2)

ABSTRACT

RUBBER CONTRIBUTIONS (Hevea brasiliensis Muell.Arg) PLANTED BY PATTERNS OF AGROFORESTRY TO THE INCOME OF FARMERS IN

SUMBER AGUNG VILLAGE BANDAR LAMPUNG CITY

By YULIADI

Sumber Agung’s village is one of the villages that the majority of communities have been practicing rubber planted by patterns of agroforestry. Until now, the source of household income of farmers in the Sumber Agung’s village depends on the their agroforestry. The purpose of this study was to determine the production of crops in agroforestry and find out the contribution of latex one of the income of farmer households of rubber agroforestry in the Sumber Agung’s village. The research was conducted in the Sumber Agung’s village, District of Kemiling, Bandar Lampung, for one month March 2012. Purposive sampling is done by the number of respondents were 35 respondents.

Rubber agroforestry management in the Sumber Agung’s village is still done traditionally either a tool or technique used. The average production of latex in traditional rubber agroforestry plantation respondents is 350 kg/ha/year. The size of the sap that can bet influenced by: the garden area, the number of rubber trees are tapped, the frequency and age of rubber tapping. The average contribution of income from rubber agroforestry is Rp 14,882,114/year (54%), and income from non-rubber agroforestry Rp 12,746,154/year (46%) of total average household income of farmers amounted to Rp 27 628 .268/year. Income from rubber agroforestry is the greatest contribution to income of farm households in the Sumber Agung’s village .

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upaya-upaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan hutan primer maupun sekunder sebagian diantaranya tidak lepas dari usaha masyarakat untuk membuka perkebunan rakyat (terutama karet) yang menjadi tumpuan ekonomi sebagian besar masyarakat sekitar hutan. Komoditi karet hingga kini masih tetap menjadi salah satu andalan ekspor non migas dari Lampung.

Tabel 1. Perkembangan luas areal dan perkembangan produksi karet di Indonesia

Tahun Luas areal (Ha) Produksi

2008 3,24 2,74

2009 3,44 2,44

2010 3,45 2,7

Sumber: BPS, 2010

(4)

2010 produksi karet mengalami peningkatan sekitar 12,08% atau menjadi 2,7 juta ton (BPS, 2010).

Pembukaan hutan menjadi kebun-kebun karet rakyat secara tradisional, terdapat pola-pola pencampuran penanaman antara tanaman karet sebagai tanaman pokok dengan tanaman semusim (padi, palawija, dan lain-lain), maupun dengan tanaman keras lainnya (kayu-kayuan dan buah-buahan). Khusus untuk penanaman karet rakyat dengan pencampuran atau kombinasi tanaman lainnya, menurut de Foresta dan Michon (1992) adalah merupakan suatu bentuk agroforestri karet yang biasa terdapat pada daratan-daratan rendah di Sumatera dan Kalimantan yang menyerupai hutan sekunder dengan tegakan-tegakan lebat, pohon-pohon rendah dan pergantian spesies yang sangat cepat.

Agroforestri sendiri didefinisikan sebagai suatu sistem pengolahan lahan yang berdasarkan kelestarian yang meningkatkan hasil secara keseluruhan,

mengkombinasikan produksi tanaman pertanian (termasuk pohon-pohonan) dan tanaman hutan dan atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada lahan yang sama dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat (Departemen Kehutanan, 1992).

(5)

buah-buahan, kayu, rotan, dan lain-lain dengan suatu sistem intensifikasi dan untuk kepentingan kelestarian karet tersebut.

Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Kotamadya Bandar Lampung yang melakukan praktek-praktek agroforestri di kebun-kebun karet petani. Secara umum masyarakat sekitar hutan masih banyak yang kurang mengetahui besarnya kontribusi sebenarnya dari agroforestri karet terhadap pendapatan petani yang membuat pengelolaannya belum optimal. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui besarnya kontribusi dari sistem

agroforestri karet terhadap pendapatan rumah tangga petani agroforestri karet di Kelurahan Sumber Agung.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui produksi hasil tanaman karet di lahan agroforestri di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling.

2. Mengetahui besarnya kontribusi hasil tanaman karet sebagai salah satu pendapatan rumah tangga petani pada sistem agroforestri karet di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

(6)

2. Sebagai masukan dalam pembinaan dan pengembangan kepada petani agroforestri tanaman karet di lokasi penelitian.

D. Kerangka Pemikiran

Peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan hidup akan menyebabkan kebutuhan lahan akan meningkat pula. Hal ini sering menimbulkan terjadinya konversi hutan menjadi ladang, kebun, sawah, pemukiman dan penggumaan lainnya, seperti yang terjadi di Kelurahan Sumber Agung.

Penduduk Kelurahan Sumber Agung memanfaatkan sumber daya hutan salah satunya adalah dengan cara berkebun karet. Pengelolaan kebun karet rakyat di Kelurahan Sumber Agung telah dilakukan masyarakat setempat secara

tradisional sejak tahun 2004. Pengelolaan kebun karet rakyat tersebut

sebagian besar adalah berupa kebun karet campuran atau disebut juga sebagai agroforestri karet (KPPH, 2010).

(7)

ini dapat meningkatkan pendapatan total rumah tangga petani agroforestri karet, sehingga berimplikasi terhadap peningkatan kesejahteraan petani.

(8)

Gambar 1. Alur kerangka pemikiran

Pemanfaatan Sumber Daya

Pendapatan dari usaha lain+peningkatan

Pendapatan dari adanya usaha agroforestri karet terhadap penduduk di Desa Sumber Agung

Peningkatan pendapatan total rumah tangga Penduduk sekitar

Usaha Berkebun

Usaha lain seperti berternak, dagang dan wiraswasta lainnya Pembukaan lahan sebagai sawah (Usaha tani)

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Agroforestri 1. Definisi

Sebagai suatu kata yang mewakili suatu makna, maka agroforestri memiliki dua makna, baik secara bahasa maupun secara istilah. Secara bahasa, agroforestri berasal dari dua kata yaitu agros dan forestry. Agros adalah bahasa Yunani yang berarti bentuk kombinasi kegiatan pertanian dengan kegiatan lainnya pada sebuah lahan, sedangkan forestry berasal dari bahasa Inggris yang berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan hutan (kehutanan). Forestry meliputi segala usaha, ilmu, proses, dan semua pola tingkah dalam mengelola hutan dan penggunaan sumberdaya alam untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia (Mahendra, 2009).

Selain defenisi di atas ada beberapa defenisi agroforestri yang disampaikan oleh oleh para pakar agroforestri lainnya, antara lain:

(10)

2. Menurut Huxley (1999), agroforestri adalah sistem pengelolaan sumberdaya alam yang dinamis secara ekologi dengan penanaman pepohonan di lahan pertanian dan padang penggembalaan untuk memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua pengguna lahan.

2. Ciri-ciri Agroforestri

Beberapa ciri khas yang dimiliki oleh sistem agroforestri adalah: 1. Adanya dua kelompok tumbuhan sebagai komponen dari sistem

agroforestri, yaitu pepohonan atau tanaman tahunan dan tanaman semusim.

2. Ada interaksi antara pepohonan dan tanaman semusim, terhadap penangkapan cahaya, penyerapan air dan unsur hara.

3. Transfer silang antara pohon dengan tanaman. 4. Perbedaan perkembangan tanah.

5. Banyak macam keluaran (Widianto, Nurheni dan Didik, 2003).

(11)

3. Komponen Agroforestri

Komponen dari agroforestri antara lain : a. Tanaman semusim

Tanaman semusim tidak pernah dominan di dalam kebun campuran. b. Tanaman tahunan

Jenis tanaman keras ini hanya mencakup pohon-pohon yang memerlukan pemeliharaan dan pemanenan secara teratur. Kebun campuran biasanya memiliki jenis pepohonan yang umumnya dibudidayakan, seperti durian (Durio zibethinus) dan kopi (Coffea canephora).

c. Pohon lain dan perdu

Banyak spesies lain yang penting dapat ditemukan di dalam kebun campuran. Ada spesies yang ditanam dan ada yang berkembang biak melalui persemaian alami tanpa campur tangan manusia, namun dibiarkan hidup, dirawat, dan dipanen dengan berbagai tujuan. d. Hewan

(12)

4. Ruang Lingkup Agroforestri

Agroforestri sebagai sebuah teknik penanaman campuran memiliki ruang lingkup beragam dimana memiliki pola tanam dinamis bukan statis, artinya setiap kombinasi elemen berbeda menghasilkan sistem yang berbeda pula Menurut Mahendra (2009). Pada kawasan tertentu, sangat mungkin dijumpai beraneka ragam pola pemanfaatan lahan yang terbentuk dalam suatu sistem agroforestri sehingga kita mengenal beberapa bentuk agroforestri antara lain:

1. Agrisilviculture, yaitu pola penggunaan lahan yang terdiri atas pengkombinasian tanaman pertanian (pangan) dengan tanaman kehutanan dalam ruang dan waktu yang sama.

2. Sylvopastoral, yaitu sistem pengelolaan lahan yang menghasilkan kayu sekaligus berfungsi sebagai padang penggembalaan.

3. Agrosylvopastoral, yaitu sistem pengelolaan lahan yang memiliki tiga fungsi produksi sekaligus antara lain sebagai penghasil kayu, penyedia tanaman pangan dan juga padang penggembalaan untuk memelihara ternak.

4. Sylvofishery, yaitu sistem pengelolaan lahan yang didesaign untuk menghasilkan kayu sekaligus berfungsi sebagai tambak ikan.

5. Apiculture, yaitu sistem pengelolaan lahan yang memfungsikan pohon-pohon yang ditanam sebagi sumber pakan lebah madu.

(13)

7. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem pengelolaan lahan yang mengambil berbagai macam manfaat dari pohon baik dari kayunya, buahnya maupun daunnya.

5. Pola Agroforestri

Sistem agroforestri memiliki pola-pola tertentu dalam mengkombinasikan komponen-komponen tanaman penyusunnya. Karakteristik pola tanam agroforestri sangat tergantung pada pemilik lahan serta karakteristik lainnya. Tujuan akhir yang ingin dicapai yaitu prioritas produksi sehingga membuat pola tanam berbeda antara satu lahan dengan lahan lainnya. Vergara N. T. (1982) mengklasifikasikan pola tanam agroforestri ke dalam beberapa bentuk, antara lain :

1. Trees Along Border (TAB), yaitu pola penanaman pohon dibagian pinggir lahan dan tanaman pertanian berada dibagian tengah. Pohon-pohon yang ditanam mengelilingi lahan biasanya difungsikan sebagai pagar atau batas tanaman.

2. Alternate Rows, yaitu pola penanaman agroforestri yang menempatkan pohon dan tanaman pertanian secara berselang-seling. Pola agroforestri yang menempatkan pohon dan tanaman pertanian secara berselang-seling. Pola agroforestri ini dimungkinkan pada lahan yang relatif datar.

(14)

4. Random Mixture, yaitu pola penanaman acak dimana antara tanaman pertanian dan pohon ditanam tidak teratur. Pola acak ini terbentuk karena tidak adanya perencanaan awal dalam menata letak tanaman.

6. Komposisi dan Pengenalan Jenis Tanaman Agroforestri

Komposisi jenis adalah susunan dan jumlah jenis yang terdapat dalam komunitas tumbuhan. Jadi ada 2 kata kunci yang perlu diingat yaitu susunan dan jumlah. Untuk mengetahui komposisi jenis suatu tegakan maka identifikasi jenis, jumlah dan susunan menjadi hal wajib yang tak boleh terlupakan (Edris dan Suseno, 1987).

Pengelolaan lahan (agroforestri maupun hutan tanaman) bisa berjalan secara optimal bila didasari oleh pengetahuan tentang jenis, sifat-sifat dan karakteristik tempat tumbuhnya. Dari sekian banyak jenis tumbuhan yang hidup di Indonesia, kita harus memilih jenis-jenis tertentu dari tanaman kehutanan (pohon), tanaman pangan (pertanian), tanaman penghasil buah, tanaman penghasil obat dan jenis hewan ternak untuk mengisi lahan agroforestri. Manfaat yang bisa diambil dari pengetahuan jenis adalah agar bisa meramunya menjadi komposisi yang ideal bagi lahan agroforestri sehingga fungsi pekarangan yang diinginkan bisa tercapai (Mahendra, 2009).

7. Pendapatan Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan

Secara umum pengertian pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai suatu peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam

(15)

sejauh mana aktifitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Sumber daya hutan sesungguhnya telah senantiasa juga mengalirkan manfaat ekonomik langsung kepada masyarakat. Dengan kegiatan-kegiatan kehutanan yang baik, sumber-sumber daya hutan mampu memberikan manfaat langsung dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil hutan merupakan sumber daya ekonomi potensial yang beragam yang menghasilkan sederetan hasil hutan serbaguna baik hasil hutan kayu dan non kayu maupun hasil-hasil hutan yang tidak kentara (Wirakusumah, 2003). Ciri ekonomi mata pencaharian masyarakat di pedesaan, terutama di Negara-negara berkembang adalah keberagaman. Masyarakat desa mengandalkan pemanfaatan langsung hasil pertanian dan hutan serta berbagai sumber pendapatan lainnya yang dihasilkan dari penjualan hasil hutan atau dari upah bekerja (Baharuddin dan Ira, 2009).

B. Tanaman Karet

Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil

dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba

(16)

dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer.

Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis

Tanaman karet merupakan tanaman perkebunan yang tumbuh di berbagai wilayah di Indonesia. Karet merupakan produk dari proses penggumpalan getah tanaman karet (lateks). Pohon karet normal disadap pada tahun ke-5. Produk dari penggumpalan lateks selanjutnya diolah untuk menghasilkan lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk bahan baku industri (sheet, crumb rubber, SIR) dan produk turunannya seperti ban, komponen, dan sebagainya.

(17)

pabrik Crumb Rubber/Karet Remah, yang menghasilkan berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola, sepatu, karet, sarung tangan, baju renang, karet gelang, mainan dari karet, dan berbagai produk hilir lainnya.

C. Penerimaan, Biaya Produksi, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

1. Penerimaan Rumah Tangga

Menurut Soekartawi (2002) penerimaan adalah perkalian antara hasil produksi dengan harga jual. Perhitungan total penerimaan dapat dilakukan melalui 2 macam analisi yaitu:

a. Analisis parsial, yaitu sebidang lahan ditanami 3 tanaman secara monokultur (misalnya tanaman padi, jagung, dan ketela pohon), dan bila tanaman yang akan diteliti adalah salah satu macam tanaman saja. b. Analisis keseluruhan, yaitu jika sebidang lahanditanami 3 tanaman

secara monokultur, dan bila tanaman yang akan diteliti adalah tanaman ketiga-tiganya.

2. Biaya Produksi

Biaya produksi dalam suatu usaha tani adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi menjadi produk (hernanto, 1988). Biaya adalah satuan-satuan nilai dari alat-alat produksi yang telah dikorbankan untuk suatu proses produksi (Soekartawi, 2002).

(18)

1. Biaya tetap (fixed cost), yaitu biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kevilnya produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap antara lain, sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan penyusutan alat.

2. Biaya tidak tetap (variable cost), yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah produksi, cintahgnya biaya untuk sarana produksi.

Biaya penyusutan merupakan bagian dari biaya tetap. Hal ini dikarenakan biaya penyusutan tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi komoditas pertanian ( Hastuti dan Rahim, 2007).

Salah satu cara perhitungan biaya penyusutan sebuah mesin atau alat produksi adalah dengan menggunakan metode penyusutan dengan persentase tetap dari harga beli, dan unsure-unsur yang harus diketahui adalah (Bambang dan Kartosapoetra, 1988) :

1. Harga beli alat produksi

2. Perkiraan umur ekonomis dari alat tersebut

3. Perkiraan nilai sisa atau alat itu setelah umur ekonomisnya berkahir

(19)

3. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Pendapatan dan pengeluaran dalam rumah tangga merupakan hal yang penting dalam kehidupan berumah tangga, baik rumah tangga petani ataupun bukan rumah tangga petani. Khusus rumah tangga petani yang biasanya hidup di pedesaan untuk pemenuhan kebutuhan diperlukan pendapatan, baik dari pekerjaan pokok sebagai petani maupun pekerjaan sampingan dari anggota keluarga yang bekerja. Besarnya pengeluaran dari hasil pendapatan ditentukan oleh konsumsi (pangan/non pangan) (Hastuti dan Rahim, 2007).

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 2002). Pendapatan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam usaha tani.

Sedangkan pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani (Soekartawi dkk, 1986).

(20)

D. Kontribusi Karet

Mengingat produk karet adalah penyumbang devisa terbesar di Lampung yang

realitasnya terbuktimenggeser produk kayu lapis dan kayu olahan. Dari data

realisasi ekspor komoditi migas dan non migas Lampung yang diterbitkan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung.Penyumbang ekspor

non migas Lampungterbesar adalah produk karet mencapai 127,684 ton

dengan nilai 432,052 juta dolar Amerika Serikat.Menyusul ekspor kayu lapis

187,313 ton dengan nilai 178.945 dolar AS (BPS, 2010).

Ekspor karet Indonesia secara umum dibagi dalam dua jenis yaitu karet alam

dan karet sintetis, dimana selama periode tahun 2008-2010 produksi karet

yang diekspor sebagian besar dalam bentuk karet alam. Selama tiga tahun

terakhir ekspor karet alam mengalami penurunan dan kembali meningkat,

dimana pada tahun 2008 volume ekspor karet alam Indonesia mencapai 2,30

juta ton, tahun 2009 mengalami penurunan sekitar 13,25 persen yakni 2,30

juta ton. Selanjutnya pada tahun 2010 ekspor karet alam mengalami

peningkatan sebesar 18,05 persen yakni menjadi 2,35 juta ton (BPS, 2010).

Fakta juga mencatat bahwa potensi Karet Lampung memang tinggi, terutama

perkebunan rakyat. Sumber dari Statistik Perkebunan 2009-2011 Kementerian

Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan menyebutkan, tahun 2006 Produksi

Perkebunan Rakyat 289.633 ton, Produksi Perkebunan Swasta 3.020 ton,

tahun 2009 Produksi Perkebunan Rakyat 270.248 ton, Produksi Perkebunan

Swasta 2.925 ton, tahun 2010 Produksi Perkebunan Rakyat 287.345 ton,

(21)

Dari kondisi objektif tersebut di atas menggambarkan tingginya permintaan

pasar internasional akan karet yang terkadang pada momen-momen tertentu

harga berfluktuasi, dan mendesak kita untuk melakukan intervensi lebih serius

dan profesional menyikapi apa yang sebenarnya terjadi di pasar bebas sebagai

dampak globalisasi ekonomi dunia. Utamanya, bagaimana mengemas

produksi karet Lampung yang lebih bermutu agar mempunyai daya saing yang

(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung pada bulan Maret 2012.

B. Alat, Bahan, dan Objek Penelitian

Bahan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan atau kuesioner, dan buku lapangan (tally sheet). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat hitung, komputer dan kamera. Objek penelitian yang digunakan adalah petani agroforestri karet Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung.

C. Batasan Penelitian

Ada beberapa definisi atau batasan yang dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu :

(23)

2. Sistem Agroforestri Karet adalah suatu pola agroforestri pada karet yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hasil panen, termasuk karet itu sendiri sebagai hasil utama dan juga hasil sampingan (buah-buahan, kayu, rotan dan lain-lainnya) dengan suatu sistem intensifikasi dan untuk kepentingan kelestarian karet tersebut (Budiman et al., 1994).

3. Rumah Tangga petani agroforestri karet adalah sekelompok orang yang mendiami bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur serta mempunyai dan melakukan sistem agroforestri karet. 4. Luas pemilikan lahan agroforestri karet adalah lahan agroforestri karet

yang dimiliki petani/Ha.

5. Luas penguasaan lahan agroforestri karet adalah lahan agroforestri karet yang dikuasai atau digarap oleh petani, meliputi lahan milik, sewa dan sebagainya/Ha.

6. Produksi agroforestri karet adalah apa yang dihasilkan dari agroforestri karet terutama getah karet.

7. Biaya total yang dihitung ialah biaya keseluruhan yang dikeluarkan oleh petani dalam melakukan proses produksi.

8. Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas petani dalam melakukan usaha baik pertanian maupun non pertanian.

9. Pendapatan total rumah tangga adalah penjumlahan total pendapatan keluarga dari berbagai sumber yang dinilai dalam satuan rupiah/Th. 10.Kontribusi sistem agroforestri meliputi besarnya sumbangan pendapatan

(24)

D. Metode Pengumpulan Data 1. Jenis data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan antara lain :

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan seperti karakteristik masyarakat Kelurahan Sumber Agung yang mempunyai lahan agroforestri. Data primer yang dihasilkan antara lain :

1) Identitas responden, yang terdiri dari : nama responden, alamat, umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok dan sampingan.

2) Potensi rumah tangga, yang terdiri dari status pemilikan lahan, luas tanah milik khusus karet, luas penggunaan lahan khusus karet, luas lahan agroforestri karet, luas lahan non agroforestri karet.

3) Pendapatan rumah tangga, yang terdiri dari : sumber-sumber pendapatan agroforestri dan non agroforestri, komposisi biaya yaitu benih, pupuk, tenaga kerja, komposisi biaya, benih, pupuk, tenaga kerja buruh, dan peralatan.

(25)

Sumber Agung, keadaan fisik lingkungan, keadaan sosial ekonomi masyarakat, dan data lain yang berhubungan dengan penelitian.

2. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : a. Teknik Observasi

Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti, baik untuk responden maupun kondisi lahan agroforestri karet dan para petani agroforestri karet.

b. Teknik Wawancara

Data dikumpulkan melalui tanya jawab yang dilakukan langsung terhadap responden yang mempunyai lahan agroforestri karet dengan menggunakan daftar pertanyaan dan tally sheet tentang produksi dan pendapatan petani agroforestri karet.

c. Studi Pustaka

Studi pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini, di mana

(26)

E. Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Gapoktan atau gabungan kelompok tani yang mempunyai kebun karet yang ada di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling, sedangkan yang dijadikan sampel adalah perwakilan kelompok yang dipilih berdasarkan teknik sampling. Diketahui dari data sekunder pada tahun 2010 bahwa jumlah 6 kelompok tani

keseluruhan ialah 499 kepala keluarga (KK) yang memiliki kebun karet di Kelurahan Sumber Agung sebanyak 6 kelompok tani dengan jumlah anggota sebanyak 350 orang KK. Sampel diambil menggunakan metode purposive sampling. Hal ini dikarenakan hanya menghitung pendapatanyang diperoleh dari petani karet saja dalam memanfaatkan lahan agroforestri.

Pada penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan berjumlah 35 KK.

Menurut Arikunto, S. (2002), jika jumlah populasi ≥ 100 orang, maka sampel yang diambil 10-25 % dari total populasi agar hasilnya lebih baik dan akurat. Rumus tersebut dijabarkan sebagai berikut :

sampel= n x N%

Keterangan :

∑ sampel = ukuran sampel

n = jumlah populasi masyarakat

N% (10%) = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi).

(27)

Sedangkan untuk pengambilan sampel dalam masing-masing sub populasi menggunakan rumus cluster sampling (Walpole, 1995) sebagai berikut :

n

Nh = banyaknya responden yang dibutuhkan dari setiap kelompok Ni = banyaknya sub populasi dari setiap kelompok

n = jumlah responden yang mewakili populasi N = jumlah keseluruhan populasi

Adapun jumlah responden yang diambil setiap kelompok ditentukan berdasarkan populasi anggota KPPH masing–masing sebesar 10%, jumlah responden per kelompok tergambar pada Tabel 1.

Tabel 2. Jumlah responden anggota KPPH Sumber Agung No. Nama Kelompok Jumlah anggota

(orang KK)

Sumber : Data sekunder (KPPH 2010).

F. Pengolahan dan Analisis Data 1. Produksi

Data produksi hasil agroforestri karet diambil dari data hasil wawancara, observasi dan studi pustaka yang disajikan secara deskriptif kualitatif. Produksi ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang hasil

(28)

2. Kontribusi Agroforestri Karet terhadap Pendapatan Petani Agroforestri Karet

Data pendapatan petani agroforestri karet diperoleh dari kegiatan penerimaan hasil hutan dikurangi biaya pemanfaatannya, kemudian dilakukan perhitungan kontribusi sistem agroforestri karet terhadap pendapatan rumah tangga petani. Data yang diperoleh diolah dalam bentuk tabel dan dijelaskan secara deskriptif, untuk mengetahui

pendapatan rumah tangga petani agroforestri karet di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling digunakan persamaan dalam penelitian ini (Masdiana, 2003) yang meliputi :

a. Pendapatan dari suatu sektor, dapat dirumuskan sebagai berikut : P = -

Keterangan :

P = pendapatan dari suatu sektor (Rp/Th)

pi = jumlah penerimaan dari suatu kegiatan ke-i pada suatu sektor ci = jumlah pengeluaran suatu jenis kegiatan ke-i pada suatu sektor b. Pendapatan rumah tangga, dapat dirumuskan dengan :

Prt = Pa+Pb+Pc+……+Pn Keterangan :

Prt = pendapatan rumah tangga pertahun (Rp/Th) Pa,Pb,Pc,Pn = pendapatan dari masing-masing sektor c. Pendapatan per kapita dari suatu usaha rumah tangga, dapat

dirumuskan dengan :

PK = Prt/Ja Keterangan :

(29)

Ja = jumlah anggota keluarga dalam suatu rumah tangga

d. Persentase pendapatan dari suatu sektor terhadap pendapatan rumah tangga, dapat dirumuskan dengan :

%Pi = ( PI/Prt ) x 100% Keterangan:

%Pi = persentase pendapatan dari suatu sektor ke-i

PI = pendapatan yang diperoleh dari suatu sektor ke-i /tahun Prt = pendapatan total rumah tangga

e. Persentase kontribusi agroforestri karet terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga :

%PAK = Keterangan:

%PAK = persentase kontribusi agroforestri karet

(30)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Fisik Wilayah

1. Letak dan Luas

Sumber Agung adalah salah satu Kelurahan yang ada di Kecamatan Kemiling Kota Madya Bandar Lampung. Kelurahan Sumber Agung sendiri masuk dalam Tahura WAR. Wilayah Tahura Wan Abdul

Rachman (Tahura WAR) mencakup kawasan hutan Register 19 Gunung Betung. Secara administratif Tahura WAR termasuk dalam wilayah Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kemiling dan Kecamatan Teluk Betung Barat (Kota Madya Bandar Lampung), serta Kecamatan Gedong Tataan, Kecamatan Kedondong, Kecamatan Way Lima, dan Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2006).

Secara geografis batas-batas Tahura WAR berada pada 050.18’ sampai 050.29’ LS dan antara 1050.02’ sampai 1050.14’ BT dengan luas

(31)

2. Topografi

Tahura WAR membentang pada elevasi antara 75 m sampai dengan 1.681 m dari permukaan laut (dpl). Bentuk lahannya (landform)

bervariasi dari berombak sampai dengan bergunung. Wilayah berombak sampai dengan bergelombang berada pada bagian pinggir kawasan, memanjang dari Teluk Betung Barat, Tanjung Karang Barat, Gedung Tataan sampai Kedondong. Perlembahan berada diantara Gunung Betung dan Gunung Tangkit Ulu. Wilayah berbukit sampai dengan bergunung berada di sekitar Gunung Betung dangan puncak 1.240 m dpl, Gunung Tangkit dangan puncak 1.600 m dpl, Gunung Ratai 1.681m dpl, dan Gunung Pesawaran dengan puncak 1.681 m dpl (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2006).

Tabel 3. Distribusi kemiringan lahan di Tahura Wan Abdul Rachman No Kelas

Lereng

Kemiringan Bentuk Wilayah Luas

ha % Bergelombang (Rolling) Berbukit (Hilly)

Bergunung (Mountainous)

0

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006)

3. Tanah dan Batuan Induk

(32)

Baik Dystropept maupun Distrandept merupakan tanah yang baru mengalami perkembangan horisonisasinya. Dystropept mempunyai kejenuhan basa yang rendah, dan relatif miskin unsur hara. Sedangkan Distrandept relatif kayak bahan organik dan unsur hara yang sedang.

Tabel 4. Jenis tanah (soil subgroup) yang ditemukan di Tahura Wan Abdul Rachman Provinsi Lampung

Jumlah 22.249,31 100,00

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006)

4. Iklim

Berdasarkan klasifikasi Koppen, daerah dengan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1.627,5 mm dan temperatur lebih dari 180C secara umum diklasifikasikan ke dalam tipe iklim A. Dengan rata-rata hujan pada bulan kering lebih besar dari 60 mm (yakni bulan Juni, Juli, dan Agustus) maka wilayah Tahura WAR termasuk pada zona iklim Am. Sedangkan menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, wilayah Tahura WAR termasuk zona iklim B yakni daerah basah (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2006).

B. Keadaan Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Penduduk

(33)

sebanyak 761 KK. Dari jumlah penduduk tersebut, 2.783 jiwa beragama Islam dan 17 jiwa beragama Kristen.

Sebagian besar mata pencaharian utama penduduk adalah bertani dengan mengelola kawasan hutan, buah-buahan, dan memelihara ternak. Mata pencaharian lain juga dilakukan masyarakat adalah pedagang, buruh bangunan, buruh tani, dan jasa.

Tingkat pendidikan penduduk didominasi oleh pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 812 jiwa atau 29,24%, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 549 jiwa atau 21,39%, kemudian sebanyak 469 jiwa atau 16,88% dengan tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan yang lainnya yang berusia 7-- 45 tahun akan tetapi tidak pernah sekolah (10,80%), tidak tamat SD (2,44%), Diploma 3 (0,14%), Diploma 2 (0,10%), Diploma 1 (0,10%), Sarjana (0,10%), sedangkan 18,76% sisanya belum bersekolah.

C. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Kota Banadar Lampung cukup memadai untuk memenuhi

(34)

Lanjutan Tingkat Pertama/Sederajat, 1 Sekolah Lanjutan Tingkat

Atas/Sederajat, serta terdapat 1 pondok Pesantren. Prasarana penerangan (listrik) juga sudah ada disertai dengan lampu penerangan jalan. Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Kota Madya Bandar Lampung relatif mudah dijangkau dengan kendaraan bermotor. Kondisi ini didukung dengan keadaaan jalan yang baik.

D. Sejarah Perkembangan Kelurahan Sumber Agung

(35)

Bagi yang tidak ikut translok harus keluar dari dalam Kawasan Hutan dan tidak boleh lagi bermukim, kebun yang di tinggalkan tidak boleh lagi dirawat tapi masih boleh diambil hasilnya selama 2 tahun. Tahun 1983 kebun yang ditinggalkan ditanami reboisasi Sonokeling dan Kalendra. Peraturan kehutanan semakin ketat petugas kehutanan sering berpatroli. Tahun 1985 keluar peraturan pemerintah dimana masyarakat tidak boleh lagi masuk kedalam Kawasan Hutan apalagi merawat kebun terlebih lagi sesudah ditetapkan sebagai kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Wan

Abdurrahman tahun 1992 oleh Departemen Kehutanan. Bagi masyarakat yang tidak ikut translok dan memiliki kebun didalam Kawasan Hutan yang merupakan satu-satunya sumber kehidupan dengan cara sembunyi - sembunyi tetap mengambil hasil kebunnya. Bagi masyarakat yang tertangkap, alat yang dibawa berupa golok, arit, cangkol dan sebagainya disita atau diambil dan hasil kebunnya tidak boleh dibawa bahkan dirusak oleh petugas kehutanan dan diproses di Pos Kehutanan yang ada.

(36)

dibuat ditetapkan oleh kelompok dan aturan pemerintah yang ada untuk menuju hutan lestari masyarakat sejahtera.

E. Sistem Penguasaan Lahan di Kelurahan Sumber Agung

Masyarakat di Kelurahan Sumber Agung umumnya memperoleh lahan dari warisan. Sebagian penduduk yang mempunyai lahan berupa kebun

agroforestri karet tua yang umurnya lebih dari 30 tahun tanpa melakukan pembukaan lahan. Hutan-hutan karet tua tersebut masih dipertahankan dan sebagian masih dapat disadap sampai sekarang. Dari hasil wawancara 35 responden sebagian besar lahan yang dikelola adalah lahan yang diperoleh dari warisan atau turun-temurun. Khusus untuk kebun-kebun karet tua keberadaannya kini pada umumnya semakin sedikit karena meningkatnya konversi lahan atau peremajaan karet dengan pembukaan lahan.

(37)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengelolaan agroforestri karet di Kelurahan Sumber Agung masih dilakukan secara tradisional baik alat maupun teknik yang digunakan sehingga hasil yang diperoleh belum maksimal. Produksi tanaman karet dalam agroforestri karet di Kelurahan Sumber Agung ialah sebesar 350 kg/ha/th dan belum optimal dengan rata-rata pendapatan dari karet Rp 4.917.050 /ha/th.

(38)

B. Saran

1. Perlu adanya penyuluhan dan pembinaan yang intensif terhadap petani tentang

mengelola lahan agroforestri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat khususnya para petani agroforestri karet Kelurahan Sumber Agung.

(39)

KONTRIBUSI KARET (Hevea brasilliensis Muell.Arg) YANG DITANAM DENGAN POLA AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI

DI KELURAHAN SUMBER AGUNG KOTA MADYA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh Yuliadi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(40)

DAFTAR ISI

6. Komposisi dan Pengenalan Jenis Tanaman Agroforestri ... 12

7. Pendapatan Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan ... 12

B. Tanaman Karet ... 13

(41)

2. Kontribusi Agroforestri Karet Terhadap Pendapatan Petani

Agroforestri Karet... 26

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 28

A. Kondisi Fisik Wilayah ... 28

1. Letak dan Wilayah ... 28

2. Topografi ... 29

3. Tanah dan Batuan Induk ... 29

4. Iklim ... 30

B. Keadaan Sosial Ekonomi dan Tingkat pendidikan Penduduk ... 30

C. Sarana dan Prasarana ... 31

D. Sejarah Perkembangan Kelurahan Sumber Agung ... 32

E. Sistem Penguasaan lahan di Kelurahan Sumber Agung ... 34

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Agroforestri di Kelurahan Sumber Agung ... 35

B. Produksi hasil Tanaman di lahan Agroforestri Karet ... 41

C. Pendapatan Total dan Kontribusi Agroforestri Karet Terhadap Pendapatan ... 50

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(42)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan luas areal dan perkembangan karet di Indonesia ... 1

2. Jumlah responden anggota KPPH Sumber Agung ... 24

3. Distribusi kemiringan lahan di Tahura WAR ... 29

4. Jenis tanah (Soil Subgroup) yang ditemukan di Tahura WAR ... 30

5. Responden berdasarkan kelompok umur ... 39

6. Klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 40

7. Klasifikasi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga ... 40

8. Rata-rata pendapatan tanaman karet dengan pola agroforestri ... 51

9. Pendapatan petani agroforestri karet dari pekerjaan sampingan ... 54

10. Identitas responden terpilih usahatani agroforestry karet di Kelurahan Sumber Agung ... 63

11. Identitas kebun agroforestri karet responden ... 64

12. Produksi karet Agroforestri responden……… ... 69

13. Rata-rata hasil agroforestri karet selama satu tahun (%) ... 70

14. Rekap biaya pengelolaan Agroforestry Karet selama 1 tahun ... . 71

15. Rekap dan hasil produksi Agroforestry Karet responden ... 73

16. Rekap Total Pendapatan Rumah Tangga Petani dari Agroforestry Karet selama satu tahun ... 80

(43)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur kerangka pemikiran ... 6

2. Tanaman karet berdampingan dengan tanaman kehutanan lainnya ... 83

3. Pemanenan getah dengan tempurung kelapa……….... 83

4. Pengumpulan getah di pabrik ... 84

5. Pengumpulan getah di pedagang pengumpul ... 84

6. Wawancara dengan responden (petani karet) ... 85

7. Proses pengolahan getah karet di pabrik ... 85

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, W. 2002. Analisis Finansial Potensi Sengon Rakyat Pola Agroforestri di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Hutan Rakyat 4 (2): 1-23.

Anonim.2011.Pengertianproduksi.http://id.shvoong.com/businessmanagement/bus iness-ideas-and-opportunities/2041153-pengertian

roduksi/#ixzz1n1ezUB2W

Anonim, 2011. Produksi Karet Di Lampung. Diakses pada tanggal 2 Januari 2012.http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commdityarea.php=188 Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka

Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi Karet Lampung. Bandar Lampung. Baharuddin dan Ira, T. 2009. Hasil Hutan Bukan Kayu. Buku Ajar Fakultas

Kehutanan, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Budiman, AFS, E. Penot, H de Foresta and T. TTomich. 1994. Integrated Rubber Agroforestry for the Future of Smallholder Rubber in Indonesia. Paper presented to the Rubber National Conference, IRRI, Medan, Indonesia.

Biro Pusat Statistik. 1998. Bungo Tebo dalam Angka. Bappeda bekerjasama dengan BPSKabupaten Bungo Tebo. Bungo Tebo.

Cahyono, B. 2010. Cara Sukses Berkebun Karet. Pustaka Mina. Jakarta.

De Foresta, H dan G. Michon. 1992. Agroforest: contoh-contoh dari Indonesia. (Terjemahan oleh R Budiman). ORSTOM-ICRAF. Bogor.

Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung. 2010. Realisasi ekspor

(45)

Hairiah, K., M.A Sardjono, sabarnurdin. 2003. Bahan Ajaran Agroforestry 1. Pengantar Agroforestry. Word Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor. Hernanto, F. 1988. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya Anggota IKAPI. Jakarta. Huxley, P. 1999. Tropical Agroforestry. Blackwell Science Ltd. UK.

Joshi, L., G.Wibawa, G.Vincent, D.Boutin, R. Akiefnawati, G. manurung dan M. van Noordwijk. 2001. Wanatani Kompleks Berbasis Karet: Tantangan untuk Pengembangan. ICRAF. Bogor. Indonesia.

Keeterings, Q.M. 1997. Rubber Agroforestry System in Indonesia. SRAP Workshop. Bogor.

Kelompok Pengelola Pelestari Hutan. 2010. Data Perkembangan Anggota Dan Tanaman Kelompok Pengelola Pelestari Hutan (KPPH) Tahun 1998–2010. Bandar Lampung.

Kenneth, G and T. Napoleón. 1990. Agroforestry Classification & management. KasetsartUniversity.

Lahjie, A. M. 1990. Agroforestry Suatu Pengantar. Diktat Kuliah Facultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.

Mahendra, F. 2009. Sistem Agroforestry dan Aplikasinya. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.

Masdiana. 2003. Studi Manfaat Ekonomi dan Tingkat Ketergantungan Masyarakat Desa Terhadap HHNK di Desa Sungai Langka Kec. Gedung Tataan Lampung Selatan. (Skripsi). Uiversitas Lampung. Bandar Lampung.

Michon, G. and H. de Foresta. 1995. The Indonesian Agro-Forest Model. Forest Resource Management and Biodiversity Conservation. Dalam Halladay, P. and A. Gilmour. Editors. Conserving Biodiversity Outside protected Areas the Role of Traditional Agro-Ecosystems. IUCN.

Muljadi. 1987. Distribusi Tenaga Kerja dalam Pola Usahatani Tanaman/Ternak di Batumarta, Sumatera Selatan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Nair, P.K.R. 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Pugusher in Cooperation with International Center for Research in Agroforestry. Bogor.

Nair. 2011. Pengertian dan Penjelasan Agroforestry.

(46)

Rukmana, R. 1996. Budi Daya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Setyamidjaja. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. Soleh. 1996. Kajian Agroforestry Tradisional dengan Sistem Kabun Campuran

dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Penggarap. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.

Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raya Grafindo Persada. Jakarta.

Tomich, TP. 1998. Alternatve to Slash and Burn in Indonesia. Summary Report and Synthesis of Phase II. ICRAF-ASB Indonesia. Bogor.

Walpole, R. 1995. Pengatar Statistik Edisi Ke-3. Gramedia. Jakarta.

Widianto, Kurniatun, Didik, dan Mustofa. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestry. Bahan Ajar Agroforestry 3. ICRAF. Bogor.

Wirakusumah, S. 2003. Mendambakan Kelestarian Sumber Daya Hutan Bagi Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat. UI Press. Jakarta.

(47)

KONTRIBUSI KARET (Hevea brasilliensis Muell.Arg) YANG DITANAM DENGAN POLA AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI

DI KELURAHAN SUMBER AGUNG KOTA MADYA BANDAR LAMPUNG

Oleh Yuliadi

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(48)

Judul Skripsi : KONTRIBUSI KARET (Hevea brasilliensis Muell.Arg) YANG DITANAM DENGAN POLA AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN SUMBER AGUNG KOTA MADYA BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Yuliadi Nomor Pokok Mahasiswa : 0714081065

Jurusan : Kehutanan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Christine Wulandari, M. P. Rudi Hilmanto, S.Hut, M.Si NIP 196211271986031003 NIP 197807242005011003

2. Ketua Jurusan Kehutanan

(49)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P.

Sekretaris : Rudi Hilmanto, S.Hut., M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Rommy Qurniati, S.P., M.Si.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001

(50)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada Tanggal 1 Juli 1989, anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Abdullah dan Romlah Ali. Pendidikan Sekolah Dasar pada SD Negeri 1 Gunung Terang diselesaikan pada Tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama pada SMP Negeri 8 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004,

dan Sekolah Menengah Atas pada SMA Arjuna Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007.

Tahun 2007, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Organisasi Himpunan

Mahasiswa Kehutanan (HIMASYLVA). Pada Tahun 2007 Penulis dipercaya menjadi anggota Bidang Rumah Tangga Himasylva.

(51)
(52)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselasaikan. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW selaku Rasul Allah SWT atas berkat belilaulah umat ini mendapat petunjuk kejalan yang lurus. Skripsi dengan judul: Kontribusi Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg) yang Ditanam denngan Pola Agroforestri Terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Sumber Agung Kota Madya Bandar Lampung adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M. P., selaku pembimbing utama dari penulisan skripsi ini, atas kesediaanya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Rudi Hilmanto, S.Hut., M.Si., selaku pembimbing kedua penulis atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan sampai terselesaikannya skripsi ini.

3. Ibu Rommy Qurniati, S.P., M. Si., selaku Penguji Utama pada kolokium, seminar, ujian skripsi, dan Pembimbing Akedemik penulis, atas

(53)

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi Jurusan Kehutanan dan Fakultas Pertanian.

6. Babah dan mamah tersayang (Abdullah dan Romlah Ali), kakak penulis (aa iang dan aa agus), adik penulis (pipit) yang selalu mendoakan dan merestui selama melaksanakan penelitian.

7. Bang ijam yang telah membantu, mendukung dan membimbing penulis. 8. Para petani agroforestri GKPPH Sumber Agung atas bantuan yang telah

diberikan kepada penulis.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak yang telah membantu saya. Saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, Agustus 2012

Gambar

Gambar 1. Alur kerangka pemikiran
Tabel 2.  Jumlah responden anggota KPPH Sumber Agung
Tabel 3. Distribusi kemiringan lahan di Tahura Wan Abdul Rachman
Tabel 4.  Jenis tanah (soil subgroup) yang ditemukan di Tahura Wan Abdul Rachman Provinsi Lampung
+2

Referensi

Dokumen terkait

Telah disampaikan penyelesaian numerik dari persamaan KdV, sebagai mo- del dari perambatan gelombang interface pada sistem dua fluida dengan batas atas dan bawah

Dari uraian di atas, terlihat bahwa pemahaman dan visual thinking merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki siswa untuk dapat menyelesaikan masalah

Pelatihan yang dikembangkan dan diterapkan ini diharapkan akan memberikan wawasan dalam penggunaan GeoGebra sebagai alternative media visualisasi objek- objek abstrak

Tugas akhir ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan IRP dengan penggunaan algoritma ant colony untuk tipe permintaan yang bersifat stokastik, sehingga

Bagi saya ini bukan pekerjaan mudah, karena saya harus bisa membuat kolega tidak tersinggung, dan tidak merasa di gurui, apalagi kepada kolega yang lebih senior dari

Jika saya memiliki foto yang menarik pasti diunggah dan saya juga tidak akan mengunggah foto yang saya nya jelek, karena penampilan dalam Instagram penting juga

yang melakukan penyebaran informasi mengenai olahraga line dance di Kota Bandung untuk dapat mencapai tujuan organisasinya, dengan batasan pada birokrasi organisasi

tersebut diatas, PARA PIHAK setuju dan sepakat, bahwa PIHAK KEDUA bermaksud Akan Melaksanakan Pekerjaan Proyek Pengurugan Di Bandara Terminal 3 Juanda