METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN KDV GELOMBANG INTERFACE
L.H. Wiryanto dan Warsoma Djohan
Departemen Matematika, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung
Abstract. Propagation of interfacial wave, modeled in an equation of KdV type, is solved numerically. A finite different method is used to construct a system of linear equations from the model, and the system is solved by Gauss-Seidel method. This numerical procedure is firstly tested for solitary wave, which gives agreement to the analytical solution, and is then used to observe a simulation of wave propagation generated on the left by a generator, for some various values of parameters, depth and fluid density.
Keywords: finite different method, KdV equation, interfacial wave.
1. PENDAHULUAN
Makalah ini membahas perambatan gelombang interface yang terjadi pada per-temuan antara dua fluida yang masing-ma-sing, fluida atas dan fluida bawah secara berturutan, mempunyai rapat massa kons-tan
ρ
1 danρ
2. Gelombang tersebut secara fisis dinyatakan sebagai simpangan pada interface η( tx, ), yang dalam keadaan tak terganggu berbentuk datar.Salah satu model hampiran untuk perambatan gelombang internal adalah per-samaan yang bertipe KdV. Penurunan telah banyak dilakukan untuk berbagai kondisi dan pendekatan; seperti aliran steady [10], pycnocline yang tipis [9], peninjauan khu-sus gelombang merambat (traveling wa-ves) [8], dan fluida dua lapis dengan batas atas bebas [7]. Hasil studi tentang persa-maan KdV untuk gelombang internal yang relative baru dapat dibaca diantaranya [1, 4, 6]. Khusus peninjauan gelombang pada interface dari sistem dua fluida yang me-menuhi sistem Hamilton, telah dilakukan [5]. Perambatan gelombang oleh kebanya-kan peneliti di atas diamati secara analitik melalui solusi persamaan KdV yang beru-pa gelombang soliter. Hal ini memung-kinkan mengamati perambatan gelombang yang bertipe lain, selain soliter. Untuk itu, penyelesaian persamaan KdV secara
nu-merik merupakan salah satu alternative yang dapat dilakukan.
Pada makalah ini persamaan KdV untuk gelombang interface diselesaikan se-cara numerik dengan menggunakan persa-maan beda hingga. Kesulitan muncul da-lam menangani suku tak linear dan suku yang memuat turunan ketiga, sehingga me-toda beda hingga jarang digunakan pada persamaan KdV. Oleh karena itu, pengem-bangan prosedur numerik menggunakan beda hingga menjadi tantangan dan moti-vasi dalam tulisan ini. Untuk mengatasinya digunakan metoda beda hingga implisit ya-ng dilinearkan seperti yaya-ng disarankan oleh [3]. Prosedur numerik yang dibangun di sini awalnya diuji untuk gelombang ber-bentuk secan-hiperbolik, dan menunjuk-kan kesesuiannya dengan solusi analitik. Selanjutnya metoda tersebut digunakan un-tuk mengamati perambatan gelombang de-ngan pembangkit berada di sebelah kiri. Pengaruh parameter terkait, kedalaman fluida dan rapat massa, juga diamati pada perambatan tersebut.
Dalam penyampaiannya, makalah ini dibagi menjadi beberapa pokok bahasan untuk mempermudah mengikuti alur pem-bahasan. Pada pokok bahasan 2 uraian singkat tentang persamaan KdV diberikan, yang berkaitan dengan fisis yang dimak-sud. Kemudian pada pokok bahasan beri-kutnya dijelaskan prosedur numerik untuk
persamaan KdV terkait, dan hasil-hasil pe-ngamatan dari perhitungan numerik diba-has pada pokok badiba-hasan 4.
2. PERSAMAAN KDV GELOMBANG INTERFACE
Makalah ini membahas gelombang internal yang terjadi pada pertemuan antara dua fluida dua dimensi dengan rapat massa masing-masing fluida konstan
ρ
1 danρ
2 dan ketebalan h1 dan h2, selanjutnya dise-but gelombang interface. Selain itu sistem dua fluida ini dibatasi di atas dan di bawah oleh plat datar. Dengan menetapkan inter-face tak terganggu sebagai sumbu datar, maka gelombang yang dimaksud merupa-kan simpangan pada interface η( tx, ) se-perti diilustrasikan pada Gambar 1.Untuk mengatasi masalah di atas, metoda ekspansi asimtotik diterapkan, se-perti banyak dilakukan oleh para peneliti, diantaranya [11]. Lebih dahulu, gelombang diasumsikan mempunyai karakteristik pan- jang-gelombang yang panjang dan ampli-tudo yang kecil, relative terhadap kedala-man total h1+h2, sehingga peninjauan da-pat dilakukan dalam variable tak berdi-mensi dan memampatkan variable fisik x dan waktu t . Selanjutnya, fungsi potensial dan simpangan pada interface dimisalkan dalam bentuk deret terhadap parameter amplitudo. Peninjauan order demi order pada kondisi batas menghasilkan persama-an dari simppersama-angpersama-an bertipe KdV. Dalam va-riable berdimensi persamaan tersebut ber-bentuk
Gambar 1. Sketsa gelombang interface Dengan meninjau fluida bersifat tak
termampatkan dan tak kental, dan partikel fluida bergerak secara irrotational, per-samaan dasar dari sistem fluida tersebut dapat dinyatakan sebagai fungsi potensial
1
φ
danφ
2 yang memenuhi persamaan Laplace, dan kondisi batas solid0 ) , , ( , 0 ) , , ( 1 2 2 1y x h t = φ y x h t = φ (2.1)
dan kondisi di interface
, , 2 2 1 1x x y t x x y t
φ
η
φ
η
φ
η
φ
η
+ = + =(
φ
+ ∇φ
+η
)
=ρ
t 1 2 g 2 1 1 1 | |(
φ φ η)
ρ t + ∇ 2 2 +g 2 1 2 2 | | (2.2)Di sini digunakan notasi dengan indek 1 menyatakan besaran fluida yang berada di lapisan atas, dan indek 2 untuk fluida di lapisan bawah.
0 = + + + x x xxx t cη µηη δη η , (2.3) dengan
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
. 6 , 2 3 , 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 2 h h h h h ch h h h h h h c h h h h g cρ
ρ
ρ
ρ
δ
ρ
ρ
ρ
ρ
µ
ρ
ρ
ρ
ρ
+ + = + − = + − = (2.4) Untuk dapat mengamati peramba-tan gelombang melalui Persamaan (2.3) se-cara numerik, ukuran variable x, t dan η harus disesuaikan lebih dahulu, sehingga tiap suku mempunyai orde yang sama. Sa-lah satunya dengan menyatakant a a y x a m m m = = = η τ ξ , , , (2.5) y=0 1 h y= 2
h
y
=
−
x ) , ( tx y=ηρ
1 2ρ
dimana a merupakan ukuran satuan dari m amplitudo. Persamaan (2.3) menjadi
0 ) ( 2 2 + = + + ξ ξ ξξξ τ y µ y δ y a c y m . (2.6) Secara analitis Persamaan (2.6) mempu-nyai solusi gelombang solitar berbentuk
− = ξ τ ξ µδ 6 2 1 2 { 2 [ sec ) , ( a h a y ( ) }] 18 2 / 3 δ
τ
µ µ + m a c . (2.7) dengan a konstanta sebarang, atau dapat dinyatakan dalam variabel semula sebagai solusi (2.3).3. PROSEDUR NUMERIK
Pada bagian ini diuraikan prosedur menyelesaikan persamaan (2.6) menggu-nakan metoda beda hingga ForwardTime Central-Space. Pemilihan cara diskritisasi tersebut belum cukup untuk menyelesaikan persamaan (2.6). Kestabilan merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi. Hal ini dapat diatasi dengan membentuk persamaan beda implisit. Untuk mendapat-kannya, nilai turunan terhadap ξ dihampi-ri menggunakan rata-rata dua tingkat.
Adanya turunan ketiga pada persa-maan (2.6) juga merupakan kesulitan yang harus diatasi. Dari hasil perhitungan tera-mati bahwa matrik yang terbentuk dari per-samaan implisit mempunyai elemen diago-nal yang sangat kecil dibandingkan elemen lainnya, sehingga kekonvergenan iterasi ti-dak tercapai. Untuk mengatasinya, persa-maan (2.6) diturunkan terhadap ξ, menja-di 0 ) ( 2 2 + = + + ξξ ξξ ξξξξ τξ y µ y δ y a c y m . (3.1)
Sampai di sini pendiskritan persamaan da-pat dilakukan dengan menggunakan ham-piran ∆ − − ∆ − ∆ ≈ ++ −+ + −
ξ
ξ
τ
τξ 2 2 1 yij11 yij11 yij1 yij1 y (3.2) ∆ + − + + − ≈ ++ + −+ + − 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1ξ
ξξ j i j i j i j i j i j i y y y y y y y (3.3) ] 4 6 4 4 6 4 [ 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 2 4 j i j i j i j i j i j i j i j i j i j i y y y y y y y y y y y + + − − + + + + + + − + − + − + − + + − + − ∆ ≈ξ
ξξξξ (3.4) dimana ∆ξ
dan ∆τ merupakan lebar selang diskritisasi space dan waktu. Se-dangkan variabel yang ada pada (3.1) di-nyatakan sebagaiξ
=i∆ξ
,τ
= j∆τ
danj i
y
y(ξ,τ)= untuk i, j berupa bilangan bulat.
Untuk suku tak linear, pendiskritan dilaku-kan dengan menulisdilaku-kan f = y2 dan turu-nannya dihampiri menggunakan
∆ + − + + − ≈ ++ + −+ + − 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1
ξ
ξξ j i j i j i j i j i j i f f f f f f f (3.5) D e n g a n m e n g g u n a k a n u r a i a n τ τ ∆ + ≈ + j i y j i j i f f y f 1 , hubungan nilairata-rata f dua tingkat dengan y
dipero-leh dalam bentuk
[
1]
12 1 + + ≈ j+ i j i j i j i f y y f .
Oleh karenanya, (3.5) menjadi
∆ + − ≈ + ++ + − −+ 2 1 1 1 1 1 1 1 2
ξ
ξξ j i j i j i j i j i j i y y y y y y f (3.6),sebagai linearisasi dari suku ketiga pada (3.1).
Nilai hampiran (3.2) dan (3.3) selanjutnya digunakan untuk mengganti-kan suku-suku (3.1), untuk mendapatmengganti-kan persamaan beda. Dengan menggunakan operasi aljabar persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk
, 1 2 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 2 2 d y b y b y a y a y a j i j i j i j i j i = + + + + + − + − + + + + + (3.7) dengan
, 4 1 , 1 1 3 2 δ ξ τ µ ξ τ δ ξ τ ∆ ∆ − + ∆ ∆ + = ∆ ∆ = ij+ m y a c a a , 6 2 1 3 0
ξ
τ
δ
µ
ξ
τ
∆ ∆ + + ∆ ∆ − = −j i m y a c a , 4 1 1 3 1ξ
τ
δ
µ
ξ
τ
∆ ∆ − + ∆ ∆ + − = j− i m y a c b , 3 2 ξ τ δ ∆ ∆ = b(
− +)
+ ∆ ∆ + − = − + + −j i j i j i m j i j i y y y a c y y d 1 1 1 2 1ξ
τ
3(
yij+2 −4yij+1 +6yij −4yi−j1 +yi−j2)
∆ ∆ ξτ δ .Nilai y pada tingkat j+1 dihitung secara bersama untuk i=0,1,2,⋯,N menggunakan nilai y pada tingkat sebe-lumnya. Setiap i dari (3.7) menghasilkn satu persamaan linear dengan 5 unknowns, sehingga keseluruhannya terdapat N +1 persamaan dengan N +5 unknowns. Un-tuk mendapatkan benUn-tuk tertutup diper-lukan 4 persamaan tambahan. Hal ini di-atasi dengan memberikan nilai 21
+ −j y dan 1 1 + −j
y untuk setiap j sebagai nilai batas, dan mengekstrapolasi 11 + + j N y dan 12 + + j N y menggunakan dua nilai y sebelah kirinya, yaitu 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 , 3 2 + − + + + + − + + + ≈ − ≈ − Nj j N j N j N j N j N y y y y y y
Secara numerik sistem persamaan tersebut dapat diselesaikan, salah satunya dengan menggunakan metoda Gauss-Seidel. Hasil perhitungan ini selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai y pada tingkat waktu j berikutnya, dan begitu se-terusnya. Pada saat menghitung y pada tingkat j=1, persamaan (3.7) memerlu-kan nilai
{
yi0,i=−2,−1,0,⋯,N,N+1,N+2}
. Hal ini diatasi dengan memberikan gelom-bang awal pada daerah pengamatan.4. HASIL PERHITUNGAN
Prosedur numerik seperti dijelas-kan di bagian atas digunadijelas-kan untuk meng-hitung solusi Persamaan (6), yang mere-presentasikan perambatan gelombang in-terface untuk beberapa macam nilai awal
{ }
0 iy . Perhitungan di sini dilakukan seba-gian besar menggunakan ∆ξ =0.15 dan
01 . 0
=
∆τ dengan N =400. Angka-angka tersebut memberikan kekonvergenan me-toda Gauss-Seidel sampai iterasi tidak lebih dari 500, untuk menghitung
{ }
yij+1 dari{ }
y menggunakan ketelitian ij 10−5.Sebagai pengujian, prosedur nume-rik di atas digunakan menghitung solusi dengan nilai awal berbentuk
(
)
(4.1) . 2 , , 0 , 1 , 2 ], [ sech2 12 26 0 0 + − − = − ∆ = N i i a yi a ⋯ ξ ξ δµsesuai solusi analitik (2.7) dengan mengge-ser kekanan sebesar
ξ
0 =7.9 dan a berva-riasi. Hasil perhitungan ditampilkan pada Gambar 2, menggunakan besaran-besaran fisis h1=1.3,h2 =1.0,ρ
1=0.6,ρ
2 =1.0.(a)
(b)
Gambar 2. Dua macam perambatan ge-lombang internal, solusi dari (6) dengan nilai awal yang berbeda.
(a) η(x,0)=0.2yi0 (b) η(x,0)=0.6 y0.
Kedua gambar diperoleh dengan menggunakan amplitudo yang berbeda. Gambar 2a menggunakan η(x,0)=0.2 yi0 sedangkan Gambar 2b menggunakan
0 6 . 0 ) 0 , (x = yi
η , dimana y seperti diberi-i0 kan (4.1) dengan a=1, am=0.1. Plot η untuk beberapa nilai t ditampilkan dengan menggesernya kebawah sebesar waktu evolusi yang diskala 31.6, agar perubahan yang terjadi dapat teramati.
Dari tampilan Gambar 2, nilai awal 0 2 . 0 ) 0 , (x = yi
η , yang merupakan simpa-ngan (4.1) dikali 2 dan am =0.1, memberi-kan perambatan gelombang dengan kece-patan konstan tanpa mengalami perubahan bentuk. Hal ini teramati berdasarkan posisi puncak gundukan pada setiap kurva, yang relative berada dalam satu garis. Begitu juga dengan bentuk dari tiap kurva, tinggi dan kegemukannya tampak sama. Sebalik-nya, dengan menggunakan nilai awal ke-dua, simpangan (4.1) dikali 6 dan
1 . 0
= m
a , gelombang akan pecah menjadi dua gundukan yang berbeda ketinggian-nya. Gundukan rendah akan tertinggal oleh yang lebih tinggi. Hasil ini sesuai dengan karakteristik solusi persamaan KdV, lihat [2].
Prosedur perhitungan di atas selan-jutnya digunakan untuk mengamati peram-batan gelombang dengan memberikan nilai batas pada sisi sebelah kiri berbentuk sinu-soida. Secara fisis masalah tersebut dapat dipandang sebagai pembangkitan gelom-bang dengan menekan dan menarik piston sehingga simpangan interface pada batas kiri bergerak naik-turun dengan bertam-bahnya waktu. Akibat dari nilai batas ter-sebut, gelombang merambat masuk pada daerah pengamatan. Selain itu, perhitungan dilakukan dengan mengubah besaran kete-balan fluida dan rapat massanya. Untuk mengurangi banyaknya parameter terkait, di sini digunakan ketebalan fluida bawah dan rapat massanya bernilai satu, sehingga besaran fisis pada fluida atas saja h1 dan
1
ρ
yang bervariasi.Gambar 3a menampilkan peram-batan gelombang sebagai hasil perhitungan persamaan KdV dengan nilai batas
η
(0,t)=−0.2sin(
0.85t)
.Besaran fisis yang digunakan di sini masih sama seperti pada perhitungan sebelumnya untuk gelombang soliter. Untuk ketebalan fluida atas yang lebih kecil, gelombang merambat dengan kurang mengalami peru-bahan bentuk. Hal ini ditampilkan pada Gambar 3b dengan nilai batas yang sama seperti Gambar 3a tetapi menggunakan ke-tebalan fluida atas h1 =0.9. Setelah selang waktu t=42, profile gelombang pada interface dapat dilihat pada baris paling bawah di Gambar 3. Tampak berbeda ge-lombang yang terbentuk untuk dua nilai h1 di atas. Pada fluida atas yang lebih tebal gelombang mengalami pembelahan lebih cepat dibandingkan h1 yang lebih kecil.
(a)
(b)
Gambar 3. Perambatan gelombang inter-face dengan nilai batas bertipe sinusoida. Hasil perhitungan menggunakan ketebalan flui-da atas
(a) h1 =1.3, (b) h1 =0.9 Pada Gambar 4a pola interface ditampilkan sebagai hasil perhitungan untuk beberapa nilai h1 yang berbeda dan
6 . 0
1 =
ρ
pada saat t =42. Gambar ini me-negaskan dugaan di atas berkaitan dengan pembelahan gundukan gelobang. Sedang-kan pengaruh parameter rapat massa, pola gelombang yang terjadi ditampilkan pada Gambar 4b. Perhitungan dilakukan meng-gunakan h1=1.3 danρ
1 yang bervariasi. Pada saat t=42 nilai batas berbentuk sinusoida telah menjalar ke daerah pe-ngamatan dengan pembelahan gundukan gelombang cepat terjadi pada nilaiρ
1 yang kecil begitu juga dengan kecepatan merambatnya. Padaρ
1 terkecil yang digu-nakan, dalam selang waktu 42 gelom-bang sinusoida menjalar kurang dari setengah daerah pengamatan.(a)
(b)
Gambar 4. Pola interface pada saat t=42 untuk (a) h1 =0.8, 0.9, 1.0, 1.1 dan 1.2 (dari bawah ke atas) dengan
ρ
1=0.6, (b) h1=1.3dengan
ρ
1 =0.5, 0.6, 0.7, 0.8, 0.9 (dari bawah ke atas).5. PENUTUP
Telah disampaikan penyelesaian numerik dari persamaan KdV, sebagai mo-del dari perambatan gelombang interface pada sistem dua fluida dengan batas atas dan bawah kaku. Prosedur numerik yang
berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan ya-ng ada, dan digunakan mensimulasikan pe-rambatan gelombang baik untuk gelom-bang soliter, sebagai pengujian atas meto-da yang digunakan, maupun akibat ameto-danya pembangkit gelombang. Hasil perhitungan juga digunakan untuk mengamati peram-batan gelombang sebagai akibat perbedaan nilai parameter yang digunakan, ketebalan fluida dan rapat massanya.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini terlaksana atas duku-ngan QUE (quality undergraduate educa-tion) project untuk Departemen Matema-tika, Institut Teknologi Bandung. Oleh ka-rena itu penulis mengucapkan terimakasih, begitu juga kepada Dr. Pudjaprasetya yang telah banyak memberikan sumbangan piki-ran dalam mendiskusikan masalah terkait. 6. DAFTAR PUSTAKA
[1] W. Choi & R. Casmassa, (1996), Weakly Nonlinear Internal Waves in A Two-fluid System, J. Fluid Mech., 313: 83 – 103.
[2] P.G. Drazin & R.S. Jahnson, (1989), Soliton: An Introduction, Cambridge Univ. Press..
[3] B –F. Feng & T. Mitsui, (1998), A Finite Difference Method for The Korteweg-de Vries and The Ka-domtsed-Petviashvili Equations, J. Comp. Applied Maths., 90: 95 – 116. [4] Grimshaw, E. Pelinovsky, O. Polouk-hina, (2003), Higher-order Korteweg-de Vries moKorteweg-dels for Internal Solitary Waves in A Stratified Sher Flow with A Free Surface, disubmit ke Non-linear Proc. In Geophy.
[5] R. Grimshaw & S.R. Pudjaprasetya, (1998), Hamiltonian Formulation for T h e D es cr i p t i o n o f In t er f a ci a l Solitary Wave, Nonlinear Proc. In Geophy., 5: 3 – 12.
[6] Jaharuddin & S.R. Pudjaprasetya, (2002), Evolution Equations for Density Stratified Fluids, Proc. ITB, 34: 131–142.
[7] T. Kakutani & N. Yamasaki, (1978), Solitary Waves on A Two-Layer Fluid, J. Physical Soc. Japan, 45 (2): 674–679.
[8] G.H. Keulegen, (1953), Characteris-tics of Internal Solitary Waves, J. Research of the National Bureau of Standards, 51 (3): 133–140.
[9] T. Kubota, D.R.S. Ko & L.D. Dobbs, (1978), Weakly-Nonlinear, Long
Internal Gravity Waves in Stratified Fluids of Finite Depth, J. Hydro-noutics 12 (4): 157–165.
[10] R. Long, (1956), Solitary waves in the one- and two-fluid systems, Tellus, 8: 460–471.
[11] H. Segur & J.L. Hammack, (1982), Soliton models of long internal waves, J. Fluid Mech. 118: 285-304.