• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Difermentasi Rhizopus oligosporus terhadap Kualitas Telur Puyuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Difermentasi Rhizopus oligosporus terhadap Kualitas Telur Puyuh"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi protein per kapita di Indonesia setiap tahun meningkat, tahun 2009 54,35 g/orang/hari, tahun 2010 55,01 g/orang/hari, dan pada tahun 2011 mencapai 56,25 g/orang/hari (Badan Pusat Statistik, 2012). Impor pangan sumber protein yakni susu dan kedelai masing-masing mencapai 70% kebutuhan nasional, sehingga peningkatan produksi pangan sumber protein harus diupayakan. Puyuh telah lama dikenal masyarakat dan mampu menghasilkan daging dan telur untuk memenuhi kebutuhan protein nasional. Berdasarkan basis data yang dimiliki Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) populasi puyuh secara nasional mengalami peningkatan, yakni dari 7.053.757 ekor pada tahun 2010 menjadi 7.055.537 ekor pada tahun 2011. Peningkatan populasi dan produksi puyuh perlu didukung dengan pengadaan pakan yang cukup. Ketersediaan bahan pakan yang masih mengandalkan impor terutama kedelai perlu ditanggulangi dengan memanfaatkan bahan pakan alternatif, salah satunya adalah bungkil biji jarak pagar.

(2)

2 biji jarak merupakan upaya implementasi dari amanat UU No. 18 tahun 2009 untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak, dan mengadakan bahan pakan yang layak dikonsumsi ternak.

Detoksifikasi racun dalam bungkil biji jarak pagar dapat dilakukan melalui tiga metode, yakni dengan metode kimiawi, fisik dan perlakuan biologi. Penelitian tentang detoksifikasi racun dalam bungkil biji jarak pagar telah banyak dilakukan baik secara fisik, kimia, biologi maupun gabungan perlakuan tersebut. Penelitian lanjutan untuk mengetahui metode detoksifikasi yang efisien dan tepat serta toleransi penggunaannya dalam pakan berbagai ternak masih perlu dilakukan. Detoksifikasi bungkil biji jarak secara biologi dengan fermentasi menggunakan kapang Rhizopus oligosporus menunjukkan hasil efisiensi kegunaan protein, retensi mineral Ca dan P, serta energi metabolis terbaik dibandingkan perlakuan fisik dengan pemanasan dan perlakuan kimiawi dengan NaOH (Sumiati et al.,2008).

Bungkil biji jarak pagar hasil fermentasi kapang R. oligosporus yang digunakan dalam ransum diharapkan tidak berpengaruh negatif terhadap kualitas telur puyuh (bobot telur, bobot dan persentase kerabang, bobot dan persentase putih telur, bobot dan persentase kuning telur, warna kuning telur, Haugh unit, dan tebal kerabang).

Tujuan

(3)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica)

Puyuh telah dikembangkan ke seluruh dunia, namun di Indonesia puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak akhir tahun 1979 (Warintek, 2011). Berdasarkan basis data yang dimiliki Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) populasi puyuh secara nasional mengalami peningkatan, yakni dari 7.053.757 ekor pada tahun 2010 menjadi 7.055.537 ekor pada tahun 2011. Puyuh dalam klasifikasi zoologi termasuk ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, sub Phylum Vertebrata, kelas Aves, ordo Galiformes, famili Phasianidae, genus

Coturnix, dan spesies Coturnix coturnix japonica (Pappas, 2002).

Puyuh jantan maupun betina memiliki belang-belang cokelat gelap, pada bagian punggung memiliki lurik krem, bagian bawah perut, dada, dan panggul berwarna lebih pucat.Puyuh jantan tumbuh hingga memiliki panjang tubuh sekitar 16 cm dengan bobot 121-150 g, sedangkan puyuh berukuran sedikit lebih besar rata-rata 18,5 cm dengan bobot 131-160 g. Puyuh betina memiliki dada berbintik-bintik kelabu terkadang bercampur dengan bulu berwarna kecoklatan. Ciri khusus tersebut cukup akurat untuk penentuan jenis kelamin ketika puyuh berumur sekitar 2 minggu Shanaway (1994).

Puyuh memiliki perkembangan alat reproduksi dan produksi telur yang tinggi seperti strain ayam. Studi terkontrol menunjukkan bahwa produksi telur yang optimal pada puyuh membutuhkan 14-18 jam cahaya dalam sehari. Puyuh mulai awal produksi rata-rata pada umur 41 hari setelah menetas. Puyuh dapat berproduksi setiap hari selama 8-9 bulan, setelah itu efisiensi produksi telur turun hingga 50% Cambel (1994). Kebutuhan pakan puyuh sangat sedikit sesuai dengan ukuran tubuhnya yang kecil yaitu 21,4 gram/ekor/hari (Garcia et al., 2005).

Telur Puyuh

Telur puyuh umumnya dikenal masyarakat dihasilkan dari ternak puyuh

(4)

4 puyuh merupakan alternatif sumber protein bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan gizi.

Kualitas telur meliputi kualitas kulit telur (kerabang), derajat kekentalan atau kualitas albumin, kualitas gizi untuk kepentingan konsumen (Wahju, 1997). Kualitas telur ditentukan dengan pengamatan dan pengukuran telur secara eksterior dan interior. Secara eksterior dengan mengamati bentuk telur, mengukur bobot telur, mengukur tebal dan bobot kerabang telur dan secara interior dengan mengukur bagian dalam telur yakni bobot dan warna kuning telur, bobot dan tinggi putih telur,

Haugh unit, dan ada atau tidaknya cacat pada telur (North dan Bell, 1990). Haugh unit telur puyuh menurut Song et al. (2000) adalah 84,19. Silvesdes dan Scott (2001) menyebutkan faktor yang mempengaruhi kualitas telur adalah lama dan suhu penyimpanan. Kualitas telur juga dipengaruhi oleh genetik, pakan dan menejemen pemeliharaan.

Bobot Telur dan Komponen Telur Puyuh

Bobot telur adalah hasil dari sifat genetik kuantitatif atau sifat dengan heritabilitas tinggi, sehingga kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan lebih mudah untuk meningkatkan bobot telur melalui manipulasi bobot telur pada strain burung oleh ahli genetik (North dan Bell, 1990). North dan Bell (1990) menambahkan bahwa bobot telur biasanya seragam, dan hanya bervariasi pada telur kuning ganda (double yolk) dan telur abnormal yang mengalami perbedaan bobot telur yang dihasilkan. Beberapa faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain yang berhubungan dengan genetik seperti susunan gen dan kromosom yang dimiliki suatu individu, faktor lingkungan tidak selalu berubah dan tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya, seperti protein pakan (Hardjosubroto, 1994). Pola alami produksi telur yaitu ketika unggas baru mulai bertelur, telur berukuran kecil secara berangsur-angsur bobot telur meningkat seiring pertambahan umur unggas dan mencapai bobot maksimum ketika mendekati akhir masa bertelur (North dan Bell, 1990). Penelitian yang dilakukan Indah (1989) menunjukkan bahwa tingkat protein dalam pakan sangat mempengaruhi bobot telur. Pemberian protein dari 18%-24% dalam ransum puyuh memperlihatkan respon linier yang sangat nyata pada bobot telur.

(5)

5 sampai bobot telur mencapai 11 g (Tiwari dan Panda, 1978). Bobot utuh telur puyuh dalam studi komparatif yang dilakukan oleh Song et al. (2000) adalah berkisar antara 9,41-11,27 g. Song et al. (2000) menambahkan bobot albumin telur puyuh 6,33 g yakni 61,2% dari bobot utuh telur, sedangkan bobot yolk adalah 3,25 g yakni 31,4% dari bobot utuh telur. Saerang et al. (1998) melaporkan puyuh yang diberi pakan dengan kandungan minyak nabati 3,5%-5% dan lemak hewani 3,5%-5% menghasilkan rata-rata bobot telur berkisar 9,036-9,60 g. Vichez et al. (1992) melaporkan bobot telur puyuh mencapai 11,30-11,50 g dengan pemberian pakan yang mengandung 3% asam palmitat, asam oleat dan asam linoleat.

Kerabang Telur

Menurut Wahju (1997) kerabang telur merupakan bagian telur yang berfungsi untuk melindungi isi telur agar tidak ditembus oleh mikroorganisme. Kerabang telur unggas terdiri atas beberapa lapisan. Stadelman dan Cotterill (1977) menyebutkan bagian-bagian tersebut secara berurutan dari lapisan terluar adalah kutikula, lapisan bunga karang, lapisan mamilaris dan membran telur. Kerabang telur menurut Stadelman dan Cotteril (1995) terdiri atas kristal kalsium karbonat (98,2%) dan protein (2%). Stadelman dan Cotteril (1995) menambahkan bahwa magnesium dan fosfor juga merupakan penyusun kulit telur unggas. Menurut Song et al. (2000) bobot kerabang telur puyuh adalah 0,76 g yakni 7,3% dari bobot utuh telur, tebal kerabang telur puyuh adalah 174,8 µm.

Menurut Khanna dan Yadav (2005) warna pada kerabang telur berasal dari pigmen porphyrin yang disekresi oleh kelenjar kerabang pada bagian uterus. Pigmen cokelat (porphyrin) disintesis oleh kelenjar kerabang dari asam δ-Aminolevulinic. Khanna dan Yadav (2005) menambahkan bahwa pada telur puyuh lebih berpigmen dibandingkan dengan telur ayam, pigmen puyuh lebih menonjol pada kutikula dan pigmen diendapkan 3,5 jam sebelum bertelur. Telur puyuh ditandai dengan beragam pola warna mulai dari berwarna cokelat tua , kelabu, dan putih, setiap telur memiliki banyak bintik dengan warna hitam, cokelat dan kelabu (Cambel, 1994).

Warna Kuning Telur

(6)

6 kriteria kualitas telur yang penting dalam pemasaran (Chung, 2002). North dan Bell (1990) menyebutkan faktor penyebab warna kuning telur bervariasi adalah bangsa, genetik, kondisi kandang, penyakit, cekaman, oksidasi xanthopil dan angka produksi telur. Chung(2002) menambahkan karotenoid selain ditemukan pada jagung kuning, tepung alfalfa, dan tepung rumput, karotenoid juga ditemukan dalam bunga-bungaan, hijau dari tanaman (rumput, alfalfa), biji-bijian, buah, fungi, umbi (wortel), tanaman air (alga) dan tanaman pangan (tomat, ubi, cabe). Menurut Kang et al. (2003) unggas yang mengkonsumsi pigmen karotenoid lebih tinggi akan menghasilkan intensitas kuning telur yang lebih tinggi. Wiradimadja et al. (2009) melaporkan bahwa puyuh yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk 15% memiliki skor warna kuning telur 8.

Bungkil Biji Jarak Pagar

Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) produksi bungkil biji jarak pagar di Indonesia adalah 7.081 ton dalam wujud biji kering dengan luas areal penanaman 50.106 Ha. Proses pembuatan biodiesel di pabrik biodiesel disajikan pada Gambar 1.

(7)

7 Biji kering menghasilkan 60% bungkil biji jarak pagar, sehingga potensi bungkil biji jarak pagar di Indonesia adalah 4.248,6 ton. Jarak pagar IP-3A merupakan benih jarak pagar terbaik di Indonesia yang memiliki potensi produksi biji jarak (kondisi optimal) 2,0 – 2,5 ton/ha/tahun pada panen tahun pertama, pada tahun ketiga mencapai 5,0 – 6,0 ton/ha/tahun, dan pada tahun keempat mencapai 8,0 – 8,5 ton/ha/tahun. Produksi biji jarak stabil hingga pohon jarak berumur 30 tahun. Pengepresan biji jarak pagar akan menghasilkan minyak dan bungkil masing-masing 34% dan 66% (Prastowo, 2008). Biji jarak pagar memiliki kandungan nutrien yang baik, yaitu kandungan protein yang tinggi, sehingga memiliki potensi untuk dijadikan bahan pakan sumber protein. Kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar (BBJP) tanpa cangkang lebih baik dibandingkan BBJP dengan cangkang, karena memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan serat kasar yang lebih rendah. Proses pengepresan untuk menghasilkan Jatropha curcas Oil (JCO) dan memisahkan ampas/bungkil juga mempengaruhi kadar lemak dalam BBJP. Kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar tanpa cangkang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar tanpa Cangkang dalam As fed.

Nutrien Jumlah (%)

Kadar Air 5,54 ± 0,20

Abu 4,50 ± 0,14

Protein kasar 24,60 ± 1,4

Lemak kasar 47, 25 ± 1,34

Karbohidrat 7,99

Serat kasar 10,12 ± 0,52

Sumber : Akintayo (2004)

(8)

8 Tabel 2. Komposisi Nutrien dan Fraksi Serat BBJP tanpa Cangkang, BBJP dengan

Cangkang

Kandungan Nutrien BBJP tanpa cangkang BBJP dengan cangkang

Sumber : Tjakradidjaja et al. (2009)

Kandungan phorbolester dalam bungkil biji jarak pagar adalah 24,33 µg/g (Sumiati et al., 2010) dan kandungan curcin mencapai 0,09% (Sumiati et al., 2011). Aregheore et al. (2003) melaporkan bahwa pemberian bungkil biji jarak segar pada ternak akan menyebabkan kematian yang singkat. Respon peradangan yang disebabkan oleh phorbolester dapat dilihat pada gambar 2.

Phorbolester

(9)

9 Upaya Detoksifikasi Antinutrisi pada Bungkil Biji Jarak Pagar

(10)

10 Tabel 3. Kandungan Antinutisi yang Tidak Difermentasi dan yang Difermentasi

dengan Berbagai Kapang.

Sumber : Belewu dan Sam (2010)

Rhizopus oligosporus

Rhizopus oligosporus merupakan kapang dari genus Rhizopus, famili Mucoraceae, ordo mucorales, sub-divisi Zygomycotina, divisi Eumicota (Fardiaz, 1989). Kapang ini telah lama dikenal masyarakat dalam pembuatan tempe dan sering juga disebut “ragi tempe”. R. oligosporus banyak ditemukan di alam karena hidupnya bersifat saprofit (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Menurut Aunstrup (1979),

(11)

11 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Kandang C, Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas dan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan - Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Juni sampai Agustus tahun 2011.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 150 ternak puyuh betina yang sudah berumur 8 minggu. Jenis puyuh yang dipilih pada penelitian ini adalah jenis puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica). Puyuh yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari peternakan puyuh di daerah Cemplang, Cibatok, Bogor, Jawa Barat.

Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang baterai sebanyak 15 sekat dengan ukuran (panjang x lebar x tinggi) 50 cm x 50 cm x 30 cm. Kandang yang digunakan telah dikapur, didesinfeksi dan kandang ditutup rapat menggunakan tirai plastik. Peralatan dan Perlengkapan

Peralatan yang digunakan dalam kandang adalah 15 tempat pakan, 15 tempat air minum serta 2 buah lampu 60 watt. Peralatan lain yang digunakan adalah alat pembersih kandang, label, timbangan digital, plastik untuk menampung telur dan membungkus pakan per ulangan, yolk colour fan, cawan petri, alat pengukur tebal kerabang (Starret micrometer), jangka sorong, pisau, meja kaca, dan tisu untuk membersihkan meja kaca dan kerabang telur. Digunakan juga oven untuk mengeringkan tepung bungkil biji jarak yang telah difermentasi.

Pakan dan Air Minum

Bahan pakan penyusun ransum adalah dedak padi, jagung kuning, tepung ikan, bungkil kedele, CPO, CaCO3, DCP, garam, premix, DL-Methionin dan bungkil

(12)

12 Leeson dan Summers (2005). Komposisi dan kandungan nutrien ransum yang digunakan disajikan pada Tabel 4 :

Tabel 4. Komposisi dan Kandungan Nutrien dalam Ransum Puyuh Penelitian

Bahan Pakan BJ 0 BJ 3 BJ6 BJ9 BJ 12

---(%)---

Jagung kuning 50 50 50 50 50

Dedak Padi 8 6 4 1,8 0

Bungkil Kedelai 22 20,8 19,6 18,5 17,3

BBJF 0 3 6 9 12

Tepung Ikan 6 6 6 6 6

CPO 6,2 6,4 6,6 6,8 7

CaCO3 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1

DCP 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

Garam 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Premix 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4

DL-Methionin 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3

Jumlah (%) 100 100 100 100 100

Kandungan nutrien ransum perhitungan (dalam As fed):

Protein (%) 18,19 18,17 18,12 18,13 18,12 Energi Metabolis kkal/kg 2957,42 2956,08 2954,74 2951,85 2954,31 Lemak (%) 8,27 8,43 8,59 8,75 8,92 SK (%) 2,33 3,07 3,82 4,54 5,31 Pav (%) 0,57 0,55 0,54 0,55 0,54

Ca (%) 3,01 3,04 3,06 3,11 3,09 Methionin (%) 0,57 0,56 0,56 0,55 0,54 Sistin (%) 0,29 0,29 0,28 0,27 0,26 Methionin+ sistin (%) 0,86 0,85 0,83 0,82 0,80 Lisin (%) 1,06 1,03 1,01 0,99 0,97 Na (%) 0,14 0,14 0,14 0,14 0,13 Cl (%) 0,21 0,20 0,20 0,20 0,19 Keterangan : BJ0 : ransum tanpa BBJF (kontrol), BJ3 : ransum menggunakan 3% BBJF, BJ6 :

(13)

13 Kandungan nutrien premix yang digunakan dalam ransum penelitian disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Nutrien dalam Setiap 1 kg Premix

Kandungan Satuan

Vitamin A 2000000 IU Choline Chloride 20 mg

Vitamin D 400000 IU L-lysine 15 mg

Vitamin E 0,6 mg Dl-Methionine 20 mg

Vitamin B1 0,2 mg Magnesium Sulfate 6,8 mg

Vitamin B2 1 mg Ferrous Sulfate 5 mg

Vitamin B12 1 mcg Manganese Sulfate 10 mg

Vitamin K 0,2 mg Cupri Sulfate 100 mg

Niacinamide 1,5 mg Zinc Sulfate 2 mg

Ca-d-Panthotenate 0,5 mg Potasium Iodine 20 mg Folic Acid 100 mg Antioxidant & Carrier ad 1 mg Keterangan : Data tercantum pada kemasan premix milik PT Indofeed.

Prosedur

Fermentasi Bungkil Biji Jarak Pagar.

Fermentasi bungkil biji jarak pagar (J. curcas) dengan kapang R. oligosporus

dilakukan dengan mengikuti metode Sumiati et al. (2010), tahapan fermentasi sebagai berikut:

(14)

14 dan diberi pemberat dengan keramik, lalu disimpan di tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung pada suhu ruang. Keramik diangkat setelah 24 jam. bungkil biji jarak pagar yang difermentasi (BBJF) dapat dipanen setelah 48 jam inkubasi. BBJF dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60 °C selama 24 jam untuk menghentikan proses fermentasi, lalu ditimbang.

Persiapan Kandang.

Persiapan kandang dilakukan dengan mencuci lantai dengan detergen. Kandang disterilisasi menggunakan larutan Formalin 40% disemprotkan ke seluruh kandang menggunakan penyemprot air, dengan keadaan kandang telah ditutup rapat menggunakan tirai plastik. Pengapuran pada dinding dan lantai kandang dilakukan setelah sterilisasi dengan larutan formalin telah selesai. Proses ini dilakukan satu minggu sebelum pemeliharaan. Tempat pakan dan tempat air minum disiapkan dan dibersihkan. Sekeliling kandang ditutup dengan menggunakan tirai plastik dan di dalam kandang diberi lampu bohlam 60 watt untuk pencahayaan.

Pemeliharaan Puyuh dan Pengambilan Data

Pemeliharaan puyuh dilakukan setelah jumlah bungkil biji jarak pagar yang difermentasi mencukupi kebutuhan untuk pemeliharaan dan kandang puyuh telah disiapkan, setelah kandang siap mulai mencampur pakan. Pengambilan data kualitas telur puyuh dilakukan setiap minggu ketika puyuh berumur 12, 13 dan 14 minggu. Bobot Utuh Telur

Bobot utuh telur puyuh diperoleh dengan mengukur bobot dari keseluruhan telur puyuh menggunakan timbangan digital dengan satu digit dibelakang koma dalam satuan gram (g).

Bobot dan Persentase Albumin

(15)

15 Bobot dan Persentase Yolk

Bobot yolk (kuning telur) diperoleh setelah kuning telur dikeluarkan dari kerabang dan dipisahkan dari putih telur, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan satu digit dibelakang koma dalam satuan gram (g). Persentase Yolk diperoleh dari hasil persentase bobot kuning telur dalam satuan gram (g) terhadap bobot utuh telur dalam satuan gram (g).

Bobot dan Persentase Kerabang

Bobot kerabang diperoleh setelah putih telur dan kuning telur dikeluarkan dari kerabang, kemudian kerabang ditimbang menggunakan timbangan digital 1 digit dibelakang koma dalam satuan gram (g). Persentase kerabang diperoleh dari hasil persentase bobot kerabang dalam satuan gram (g) terhadap bobot utuh telur dalam satuan gram (g).

Tebal Kerabang

Pengukuran tebal kerabang dilakukan pada tiga bagian kerabang telur yakni pada bagian runcing, tengah, dan bagian tumpul. Sampel kerabang yang diukur dipisahkan dari selaput (membran telur). Tebal kerabang telur diperoleh dengan pengukuran menggunakan alat pengukur tebal kerabang (micrometer calliper) dalam satuan milimeter (mm).

Haugh Unit

Haugh unit (HU), merupakan ukuran kualitas protein telur berdasarkan tinggi albumin yang diukur menggunakan jangka sorong dengan satuan milimeter (mm) dan bobot telur dalam satuan gram (g). Menurut Mountney (1976) HU dihitung dengan rumus berikut :

HU = 100 * log(h– 1,7w0.37 + 7,57) Keterangan : HU = nilai Haugh unit

h = Tinggi Albumen (mm) w = Bobot telur (gram) Skor Warna Yolk

(16)

16 Rancangan dan Analisis Data

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 5 taraf perlakuan ransum dan 3 ulangan. Perlakuan ransum yang diberikan adalah :

BJ0 : ransum tanpa BBJF (kontrol), BJ3 : ransum menggunakan 3% BBJF, BJ6 : ransum menggunakan 6% BBJF, BJ9 : ransum menggunakan 9% BBJF, BJ12 : ransum menggunakan 12% BBJF. Peubah

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah bobot utuh dan persentase komponen telur (kuning telur, putih telur, dan kerabang), serta kualitas interior telur (tebal kerabang, skor warna yolk,dan Haugh unit).

Model

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 3 ulangan. Setiap unit percobaan terdiri dari 10 ekor puyuh betina. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2006) :

Yij = µ + + Keterangan :

Y = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum

= Efek perlakuan ke-i

= Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Analisis Data

(17)

17 HASIL DAN PEMBAHASAN

Fermentasi Bungkil Biji Jarak Pagar dengan Rhizopus oligosporus

Sumiati et al. (2010) telah melakukan detoksifikasi bungkil biji jarak pagar (BBJP) dengan pengukusan dan fermentasi menggunakan 7 g ragi tempe (R. oligosporus) per 1 kg BBJP. Penurunan kadar antinutrisi bungkil biji jarak pagar setelah difermentasi disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar Antinutrisi BBJP Tanpa diolah dan BBJP Fermentasi yang sebelum-nya Dikukus selama 60 Menit.

Antinutrisi Perlakuan Penurunan (%)

Tanpa diolah Fermentasi

Phorbolester (µg/g) 24,33 15,28 37,20

Tanin (%) 0,13 0,007 94,62

Saponin (%) 1,04 0,39 62,50

Asam fitat (%) 9,19 8,45 8,05

Antitripsin (%) 6,17 1,85 70,02

Curcin (%)* 0,09 0,07 22,22

Sumber : Sumiati et al. (2010), *Sumiati et al. (2011)

Perlakuan fisik yakni pemanasan dengan pengukusan dan perlakuan biologis yakni dengan fermentasi bungkil biji jarak pagar dengan kapang R. oligosporus

(BBJF) efektif menurunkan kadar antinutrisi dalam bungkil biji jarak pagar. Perlakuan fisik dengan pengukusan menurunkan kandungan lectin (curcin) dalam bungkil biji jarak pagar, karena curcin mudah rusak dengan pemanasan. Pengukusan lebih aplikatif dibandingkan dengan pemanasan menggunakan autoclave, karena metode pengukusan membutuhkan peralatan yang sederhana dan telah dikenal oleh masyarakat luas. Kandungan curcin yang sudah dikurangi dengan pemanasan menyebabkan sistesis protein tubuh tidak terhambat, dan ternak dapat menghasilkan produk yang berkualitas. Menurut Sumiati et al. (2011) pengukusan bungkil biji jarak pagar menggunakan autoclave selama 60 menit dan fermentasi menggunakan

(18)

18 Belewu dan Sam (2010) dapat menurunkan berbagai anti nutrisi dalam bungkil biji jarak, yaitu inhibitor tripsin (20,51% menjadi 8,15%), curcin (34,36% menjadi 14,75%), saponin (2,47% menjadi 0,33%), asam fitat (9,10% menjadi 4,18%) dan phorbolester (0,013% menjadi 0,012%).

Fermentasi 10 kg bungkil biji jarak pagar dengan R. oligosporus dalam penelitian ini menghasilkan 7 kg BBJF yang dapat digunakan sebagai bahan pakan.

R. oligosporus memetabolisme bahan organik untuk pertumbuhannya, dan memecah senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. R. oligosporus memiliki kemampuan memproduksi berbagai enzim yakni, enzim protease, lipase, α-amilase, glutaminase, α-galactosidase (Han et al., 2003). Enzim-enzim tersebut akan membantu proses metabolisme protein dan karbohidrat bungkil biji jarak pagar, sehingga nutrien pada BBJF lebih mudah dicerna oleh ternak. R. oligosporus juga menghasilkan enzim fitase yang mampu memecah ikatan asam fitat dengan mineral bervalensi 2 dan meningkatkan ketersediaan phospor (Jennessen et al., 2008). Ikatan asam fitat dengan mineral bervalensi 2 yang terpecah akan meningkatkan kegunaan mineral dalam ransum, sehingga kebutuhan mineral terutama Ca untuk pembentukan kerabang dapat terpenuhi. Enzim lipase yang dihasilkan R. oligosporus akan menurunkan kadar lemak, sehingga phorbolester dalam bungkil biji jarak pagar juga berkurang karena larut dalam lemak.

Bobot dan Persentase Komponen Telur Puyuh

(19)

19 Tabel 7. Bobot Utuh Telur dan Persentase Bobot Komponen Telur Puyuh (Umur

12-14 Minggu) yang diberi BBJF dalam Ransum.

Peubah BJ 0 BJ 3 BJ 6 BJ 9 BJ 12

Bobot Utuh (g) 10,75+0,43a 10,55+0,47a 10,37+0,87ab 9,92+0,68b 9,86+0,51b

Yolk (g) 3,19+0,25 3,16+0,19 3,26+0,35 3,05+0,33 3,24+0,22 ransum menggunakan 6% BBJF, BJ9 : ransum menggunakan 9% BBJF, BJ12 : ransum menggunakan 12% BBJF. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh konsumsi phorbolester dalam ransum yang berkorelasi negatif (R2 = 0,436) dengan bobot utuh telur. Phorbolester memiliki kecenderungan berikatan dengan reseptor phospolipid, sehingga mengganggu penyerapan nutrien-nutrien yang dibutuhkan pada proses metabolisme ternak (Goel

et al., 2007). Grafik regresi korelasi konsumsi phorbolester terhadap bobot utuh telur disajikan pada Gambar 3.

Bobot utuh telur selain dipengaruhi oleh asupan phorbolester, juga dipengaruhi (R2=0,413) konsumsi serat kasar yang terkandung dalam ransum. Menurut Leeson dan Summers (2005) unggas memiliki kemampuan yang sangat

y = -0.0267x + 10.765

(20)

20 terbatas untuk mencerna serat, karena unggas tidak memiliki enzim yang diperlukan memecah serat yang memiliki molekul yang besar dan kompleks. Leeson dan Summers (2005) menambahkan serat atau karbohidrat kompleks berdampak negatif terhadap aktivitas lumen dan gizzard serta konsistensi ekskreta, selain itu serat atau

non-starch plysaccharides (NSP) yang terkandung dalam bahan pakan memiliki memiliki korelasi negatif yang sangat kuat dengan kadar energi metabolis. Serat sulit dicerna oleh saluran pencernaan unggas dan mampu berikatan dengan berbagai zat makanan bahkan yang bersifat garam ataupun asam. Hubungan Regresi korelasi konsumsi serat kasar terhadap bobot utuh telur disajikan pada Gambar 4.

Konsumsi ransum dalam penelitian ini adalah 19,58+1,5 g/ekor/hari (Anasari, 2012). Menurut Garcia et al. (2005) Konsumsi ransum puyuh adalah 25,08 g/ekor/hari, dengan kandungan energi metabolis (EM) dalam ransum 2800 kkal/kg dan protein 18%. Konsumsi ransum berkorelasi positif dengan asupan energi, protein, lemak, phospor tersedia dan kalsium yang dibutuhkan untuk memproduksi telur dan menjaga kualitas telur. Menurut Garcia et al. (2005) kebutuhan energi puyuh adalah 70,22 kkal/hari dan kebutuhan protein puyuh 4,51 g/hari, sedangkan dalam penelitian ini asupan energi adalah 57,85 kkal/hari dan asupan protein adalah 3,55 g/hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot telur adalah pola alami produksi telur, pakan, pemeliharaan, dan genetik. Rataan bobot utuh telur pada

(21)

21 kkal/kg dan protein 20% adalah 10,37 g, bobot telur tersebut sama dengan perlakuan BJ 6 (pemberian BBJF 6% dalam ransum).

Pemberian bungkil biji jarak pagar fermentasi (BBJF) hingga 12% dalam ransum tidak mempengaruhi bobot yolk (p>0,05), karena asupan protein pada penelitian ini cukup seragam. Bobot yolk berkorelasi positif (R2=0,485) dengan bobot utuh telur. Hubungan regresi korelasi antara bobot yolk dengan bobot utuh telur disajikan pada Gambar 5.

Ghazvinian et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan protein dalam ransum mempengaruhi bobot yolk + albumin, protein kasar 20% dalam ransum menghasilkan penampilan produksi dan karakteristik telur terbaik dibandingkan level protein kasar 15%, 17,5%, dan 22,5% pada level EM 2.900 kkal/kg. Rataan bobot

yolk dalam penelitian ini adalah 3,18+0,18 g, dan bobot yolk telur puyuh menurut Song et al. (2000) adalah 3,25+0,40 g. Rataan persentase yolk dengan pemberian BBJF 3% dan 9% dalam ransum tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (BJ 0). Pemberian 6% dan 12% BBJF dalam ransum nyata (P<0,05) meningkatkan persentase bobot yolk. Peningkatan persentase yolk dalam penelitian ini dipengaruhi (R2=0,619) oleh konsumsi phorbolester. Phorbolester larut dalam lemak yang terkandung dalam BBJF, selain itu penggunaan CPO juga meningkatkan kandungan lemak dalam ransum sehingga meningkatkan asupan lemak. Penyusun utama kuning telur menurut Stadelman dan Cotterill (1995) adalah lemak yakni 31,8%-35,5%. Song et al. (2000) menyebutkan kisaran persentase yolk

terhadap bobot utuh telur adalah 29,42%-33,38%.

y = 0.2321x + 0.7924

(22)

22 Hubungan antara konsumsi phorbolester terhadap persentase yolk disajikan pada Gambar 6.

Rataan bobot albumin telur puyuh yang diberi bungkil biji jarak pagar fermentasi (BBJF) 3% dan 6% dalam ransum tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan perlakuan BJ 0 (tanpa pemberian BBJF). Pemberian BBJF 9% dan 12% dalam ransum signifikan (p<0,05) menurunkan bobot albumin. Penurunan bobot albumin, dikarenakan hubungan yang kuat (R2=0,93) antara bobot albumin dengan bobot utuh telur yang memiliki korelasi negatif dengan konsumsi phorbol ester dan serat kasar. Hubungan antara bobot utuh terhadap bobot albumin disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Regresi Korelasi Bobot Utuh terhadap Bobot Albumin.

Bobot albumin dalam penelitian ini adalah 5,71+0,35 g, dan menurut Song et al. (2000) bobot albumin telur puyuh adalah 6,33+0,59 g. Pemberian BBJF 3%, 6% dan 9% dalam ransum menghasilkan proporsi albumen yang tidak berbeda nyata

(23)

23 BBJF 12% dalam ransum menurunkan persentase albumin telur puyuh. Penurunan persentase albumin terjadi akibat meningkatnya persentase yolk. Bahan kering dan lemak dalam ransum perlakuan BJ 12 lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain, sehingga air dan protein yang merupakan komponen utama penyusun putih telur lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Penyusun utama putih telur menurut Stadelman dan Cotteril (1995) adalah air (88%) dan protein (9,7%-10,6%). Wiradimadja et al. (2009) melaporkan pemberian tepung daun katuk dalam ransum juga menurunkan bobot putih telur, meskipun protein kasar dalam ransum lebih tinggi. Rataan persentase bobot albumen yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang ditunjukkan oleh studi konparasi yang dilakukan oleh Song et al. (2000) yaitu, antara 58,88%-63,52%.

Rataan bobot kerabang telur yang diberi BBJF 3% dalam ransum tidak berbeda (p>0,05) dengan perlakuan BJ 0 (tanpa pemberian BBJF). Pemberian BBJF 6, 9, dan 12% dalam ransum nyata (p<0,05) menurunkan bobot kerabang. Penurunan tersebut karena bobot kerabang sangat berkorelasi (R2=0,609) dengan bobot utuh telur. Hubungan regresi korelasi antara bobot kerabang dengan bobot utuh telur disajikan dalam Gambar 8.

Rataan bobot kerabang dalam penelitian ini adalah 0,92+0,07 g, dan menurut Song et al. (2000) bobot kerabang telur puyuh adalah 0,76+0,01 g. Persentase kerabang telur yang diberi BBJF dalam ransum dengan taraf 3%, 6%, 9%, 12 % tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa BBJF).

y = 0.1075x - 0.1862

(24)

24 Penggunaan CaCO3 dalam ransum seragam yakni 3,01%-3,11%, sehingga persentase

kerabang relatif sama. Konsumsi ransum pada penelitian ini +19,58 g/ekor/hari, sehingga konsumsi Ca sekitar 0,59 g/ekor/hari. Asupan Ca dari ransum cukup untuk memenuhi kebutuhan Ca puyuh untuk membentuk kerabang sebutir telur yakni 0,38 g. Stadelman dan Cotteril (2005) menyatakan penyusun utama pembentuk kerabang telur adalah mineral kalsium. Rataan persentase kerabang dalam penelitian ini lebih besar dibanding hasil penelitian Song et al. (2000) yang menyebutkan persentase kerabang telur puyuh adalah 6,61%-7,99%.

Kualitas Interior Telur Puyuh

Pengukuran terhadap kualitas interior telur puyuh dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bungkil biji jarak pagar yang difermentasi R. oligosporus. Pengukuran dilakukan saat puyuh berumur 12, 13, dan 14 minggu. Hasil pengukuran kualitas interior telur puyuh disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kualitas Interior Telur Puyuh (Umur 12-14 Minggu) yang Diberi BBJF dalam Ransum.

Peubah BJ 0 BJ 3 BJ 6 BJ 9 BJ 12

Tebal Kerabang (µm)

169,52+10,07 164,33+8,28 158,11+12,41 155,56+9,77 154,44+14,01

Skor Warna

Yolk

6,04+0,56 6,44+1,01 6,35+0,68 6,09+0,77 6,76+0,76

Haugh Unit 88,02+2,73 90,06+1,78 89,65+2,51 90,27+2,05 88,70+3,31

Keterangan : BJ0 : ransum tanpa BBJF (kontrol), BJ3 : ransum menggunakan 3% BBJF, BJ6 : ransum menggunakan 6% BBJF, BJ9 : ransum menggunakan 9% BBJF, BJ12 : ransum menggunakan 12% BBJF.

(25)

25 Skor warna kuning telur yang diukur dengan Yolk colour fan pada penelitian ini berkisar antara 5-8. Penelitian yang dilakukan Ghazvinian et al. (2011) menunjukkan bahwa pengurangan penggunaan jagung dalam ransum meski protein ransum meningkat dapat menurunkan skor warna yolk, karena warna yolk diperoleh dari senyawa karotenoid dalam ransum yang ditransfer ke kuning telur. Menurut Leeson dan Summers (2005) bahan pakan yang mengandung xanthopyll antara lain CGM (275 mg/kg), jagung kuning(20 mg/kg), gandum (4 mg/kg), shorgum (1 mg/kg), tepung alfalfa (175 mg/kg), bunga marigold (7.000 mg/kg). Wiradimaja et al.. (2009) telah mengukur rataan warna kuning telur yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada puyuh umur 8, 12, dan 16 minggu, yaitu dengan skor 8. Hasil literatur tersebut lebih tinggi karena peranan -karoten dalam daun katuk. Pigmen yang berpengaruh terhadap warna kuning telur adalah pigmen karoten (Yuwanta, 2004). Pigmen warna pada bahan pakan berupa xanhtophyl, zeaxanthin, canthaxanthin, astaxanthin, β -apo-8-carotenoic,cryptoxanthin dan -karoten (Leeson dan Summers, 2005).

Haugh unit telur puyuh menurut Song et al. (2000) berkisar antara 82,17-86,21. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hazim et al. (2011) mengukur rataan nilai HU telur puyuh sebesar 87,57. Nilai Haugh unit dalam penelitian ini adalah 89,34 + 2,56 menunjukkan kualitas telur termasuk kelas AA (USDA, 2000), karena pengukuran dilakukan +24 jam. Nilai Haugh unit sangat dipengaruhi oleh lama penyimpanan dan suhu lingkungan. Pengukuran HU pada penelitian ini dilakukan pada masa penyimpanan dan suhu yang relatif sama yakni, + 24 jam pada suhu 27-28 °C, sehingga hasilnya cenderung seragam. Kuning telur dalam penelitian disajikan pada Gambar 9.

(26)

26 Penggunaan BBJF hingga 12% dalam ransum tidak mempengaruhi (P>0,05) kualitas interior (tebal kerabang, skor warna yolk, dan Haugh unit) telur puyuh. Hasil pengukuran persentase kerabang telur puyuh juga menunjukkan tidak adanya pengaruh (P>0,05) akibat penggunaan BBJF hingga 12% dalam ransum. Persentase albumin dengan penggunaan BBJF 3%, 6%, dan 9% dalam ransum tidak berbeda (P>0,05) dengan penggunaan BBJF 0%, perentase albumin meningkat (P<0,05) pada penggunaan BBJF 12% dalam ransum. Persentase kuning telur puyuh dengan pengguanaan BBJF 6% dalam ransum lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan 0%, dan 3% BBJF dalam ransum. Bobot utuh telur dengan penggunaan 9% BBJF nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan penggunaan 0%, 3% dan 6% BBJF dalam ransum, sehingga penggunaan BBJF yang tepat dalam ransum puyuh periode petelur adalah 6% dalam ransum supaya tidak terjadi penurunan kualitas telur.

(27)

27 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Bungkil biji jarak pagar dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein setelah dilakukan detoksifikasi. Bungkil biji jarak pagar yang difermentasi R. oligosporus (BBJF) dapat digunakan hingga 6% dalam ransum puyuh periode petelur tanpa mempengaruhi kualitas telur puyuh.

Saran

(28)

EFEK PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha

curcas L.) DIFERMENTASI Rhizopus oligosporus

TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH

SKRIPSI

ISMAIL RAHMAD KHALIM

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(29)

EFEK PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha

curcas L.) DIFERMENTASI Rhizopus oligosporus

TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH

SKRIPSI

ISMAIL RAHMAD KHALIM

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(30)

i RINGKASAN

ISMAIL RAHMAD KHALIM. D24080239. 2012. Efek Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Difermentasi Rhizopus oligosporus terhadap Kualitas Telur Puyuh. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr.

Bungkil biji jarak pagar berpotensi digunakan sebagai bahan pakan, bungkil biji jarak pagar mengandung protein kasar 22,35%. Namun, bungkil biji jarak pagar mengandung antinutrisi yakni phorbolester dan curcin (lectin) yang menyebabkan ketersediaan protein sangat rendah. Bungkil biji jarak pagar dapat digunakan sebagai bahan pakan setelah didetoksifikasi. Detoksifikasi racun dalam bungkil biji jarak pagar dapat dilakukan melalui tiga metode yakni metode kimiawi, fisik dan biologi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penggunaaan bungkil biji jarak pagar yang difermentasi dengan kapang Rhizopus oligosporus (BBJF) terhadap kualitas telur puyuh.

Penelitian dilaksanakan di Blok kandang C, dan pengambilan data kualitas telur puyuh di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen INTP Fapet IPB. Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari bulan Juni sampai Agustus 2011. Penelitian ini menggunakan 150 ekor puyuh betina berumur 8 minggu yang dipelihara selama 7 minggu. Rancangan Acak Lengkap (RAL) digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah penggunaan BBJF dalam ransum yaitu BJ0 (0%), BJ3 (3%), BJ6 (6%), BJ9 (9%), BJ12 (12%). Kualitas telur yang diamati meliputi bobot telur, persentase komponen telur (kerabang, yolk, dan albumen), dan kualitas interior telur (Haugh unit, tebal kerabang, dan skor warna yolk). Analisis data menggunakan sidik ragam (Anova) dan uji jarak berganda Duncan (DMRT) dibantu program IBM SPSS Statistics 20. Proses fermentasi dilakukan seperti pembuatan tempe, namun kapang yang digunakan 7 g per 1 kg bungkil biji jarak pagar. Data kualitas telur diperoleh saat puyuh berumur 12, 13 dan 14 minggu.

Bobot utuh telur puyuh nyata (P<0,05) mengalami penurunan pada perlakuan BJ9 dan BJ12. Persentase yolk berbeda nyata (P<0,05) meningkat pada perlakuan BJ6 dan BJ12, sedangkan persentase albumen nyata (P<0,05) mengalami penurunan pada perlakuan BJ12. Penggunaan BBJF hingga 12% dalam ransum tidak mempengaruhi (P>0,05) persentase kerabang, dan kualitas interior telur. Kualitas telur puyuh termasuk klasifikasi kualitas AA berdasarkan nilai Haugh unit. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah BBJF dapat digunakan dalam ransum puyuh petelur hingga 6%.

(31)

ii ABSTRACT

The Effect of Feeding Jatropha Curcas Meal (Jatropha curcas L.) Fermented using Rhizopus oligosporus on Quail Eggs Quality

Khalim, I.R., Sumiati, and R. Mutia

Jatropha curcas meal (JCM) is potential as feed, its contain 22,35% crude protein. However anti-nutrients contained in the JCM as phorbolester and curcin (lectin) led to low protein availability. It’s need to detoxify, so that JCM safe as feed ingredient. So far, the most efficient detoxification method for JCM was with combination treatments of physical and biologically. The purpose of this study was to examine the eggs quality of laying Japanese quail (12-14 weeks) fed of Jatropha curcas meal fermented using Rhizopus oligosporus (JCMF). A completely randomize design with 5 treatments and 3 replications (10 quail per replication) was used in this experiment. The parameters observed were egg weight, persentage of egg components (proportions of yolk, albumen and shell to the weight of whole egg), and interior quality of eggs (shell thickness, Haugh unit, and yolk colour score). The data were analyzed using analysis of variance (ANOVA), and if any significant differences among treatments, the data were further analysed using Duncan Multiple Range Test. The results indicated that feeding JCMF at level of 9% and 12% significantly reduced (P<0,05) egg weight. Feeding JCMF at level of 12% significantly reduced (P<0,05) percentage of albumen, however feeding JCMF at level of 6% to 12% significantly increased percentage of yolk. Feeding JCMF up to level of 12% had no significantly influences on percentage of egg shell and interior quality of eggs (shell thickness, Haugh unit, and yolk colour score). The conclusion of this research was that JCMF could be used up to 6% in the laying quail diets.

(32)

iii

EFEK PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha

curcas L.) DIFERMENTASI Rhizopus oligosporus

TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH

ISMAIL RAHMAD KHALIM D24080239

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMTEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(33)

iv Judul : Efek Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Difermentasi

Rhizopus oligosporus terhadap Kualitas Telur Puyuh Nama : Ismail Rahmad Khalim

NIM : D24080239

Menyetujui, Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Sumiati, M.Sc) NIP. 19611017 198603 2 001

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr) NIP: 19630917 198803 2 001

Mengetahui Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr) NIP: 19670506 199103 1 001

(34)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 06 Januari 1991 di Nganjuk, Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Kamil dan Ibu Siti Rahayu. Penulis menyelesaikan pendidikan hingga kelas IV Sekolah Dasar di SDN Leuwiranji 03, Rumpin, Bogor dan diselesaikan di MIN Termas, Baron, Nganjuk tahun 2002. Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2005 di MTsN Termas, Baron, Nganjuk dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMAN 1 Rumpin, Bogor.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun 2008 dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan pada tahun 2009. Selama mengikuti pendidikan di IPB, Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai staf Biro Ilmu dan Teknologi Himasiter (2009-2010), Wakil ketua Himasiter (2010-2011), dan Koordinator Badan Pengawas Himasiter (2011-2012). Kepanitiaan kegiatan yang pernah diikuti diantaranya staf Logstran pada IPB Art Contest (2009), Ketua Divisi Acara Bhakti Himasiter 2010, Ketua Divisi 3DP (Masa Perkenalan Fakultas Peternakan 2010), Wakil ketua pelaksana (Nutrition in Action 2010), Koordinator divisi PDD (Feed Formulation Training 2011) dan Ketua pelaksana (Seminar Nasional Pakan 2011). Penulis meraih Juara 1 Athletik (Dekan Cup 2010), dan Juara 3 lomba Pembuatan Business Plan (Business Challenge Fapet IPB 2011). Penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2011 dengan judul “Pemanfaatan bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) terfermentasi P. chrysosporiumsebagai bahan pakan itik jantan lokal” dan pada tahun 2012 berjudul “Biomassa serat kelapa sawit hasil fermentasi P. ostreatus untuk pakan domba jantan lokal”. Penulis menerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa tahun 2009-2011.

Bogor, September 2012

(35)

vii KATA PENGANTAR

Bismillahirohmannirrohim,

Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat-Nya sehingga penulis mendapatkan kelancaran dalam penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Efek Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Difermentasi Rhizopus oligosporus terhadap Kulitas Telur Puyuh” dalam rangka penyelesaian studi di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, dan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat serta orang-orang yang senantiasa lurus di jalan-Nya.

Tujuan penelitian pada skripsi ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian bungkil biji jarak pagar yang difermentasi dengan kapang Rhizopus oligosporus terhadap komposisi fisik dan kualitas telur puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica). Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011. Pemeliharaan puyuh bertempat di Laboratorium Lapang Blok C Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan IPB. Pengujian kualitas telur puyuh dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, IPB.

Penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan semangat, membantu dan mengizinkan untuk mempergunakan materi-materi yang digunakan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

(36)

viii Upaya Detoksifikasi Antinutrisi pada Bungkil

(37)

ix Bobot dan Persentase Kerabang ... 15 Tebal Kerabang ... 15 Haugh Unit ... 15 Skor Warna Yolk ... 15 Rancangan dan Analisis Data ... 16 Perlakuan ... 16 Model ... 16 Peubah ... 16 Analisis Data ... 16 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Fermentasi Bungkil Biji Jarak Pagar dengan

(38)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar tanpa Cangkang ... 7 2. Komposisi Nutrien dan Fraksi Serat BBJP tanpa Cangkang,

BBJP dengan cangkang ... 8 3. Kandungan Antinutrisi BBJP yang Tidak Difermentasi dan

yang Difermentasi dengan Berbagai Kapang ... 10 4. Komposisi dan Kandungan Nutrien dalam Ransum Penelitian ... 12 5. Kandungan Nutrien dalam Setiap 1 kg Premix ... 13 6. Kadar Antinutrisi BBJP Tanpa diolah dan BBJP Fermentasi

yang sebelumnya Dikukus selama 60 Menit ... 19 7. Bobot Utuh Telur dan Persentase Bobot Komponen Telur Puyuh

(umur 12-14 minggu) yang Diberi BBJF dalam Ransum ... 18 8. Kualitas Interior Telur Puyuh (Umur 12-14 Minggu) yang

(39)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel ... 6 2. Respon Peradangan yang Disebabkan oleh Phorbolester ... 8 3. Regresi Korelasi Konsumsi Phorbolester terhadap

Bobot Utuh ... 19 4. Regresi Korelasi Konsumsi Serat Kasar terhadap Bobot Utuh ... 20 5. Regresi Korelasi Bobot Utuh terhadap Bobot Yolk ... 21 6. Regresi Korelasi Konsumsi Phorbolester terhadap

(40)

xii 4. Hasil Uji Berjarak Ganda Duncan Persentase Bobot

Kuning Telur ... 34 5. Hasil Analisis Ragam Persentase Bobot Putih Telur ... 34 6. Hasil Uji Berjarak Ganda Duncan Persentase Bobot

Putih Telur ... 35 7. Hasil Analisis Ragam Persentase Bobot Kerabang ... 35 8. Hasil Analisis Ragam Tebal Kerabang ... 35 9. Hasil Analisis Ragam Skor Warna Kuning Telur ... 35 10. Hasil Analisis Ragam Haugh Unit ... 35

11. Hasil Korelasi Pearson (r) antara Bobot Utuh Telur dan

Komponen Telur dengan Konsumsi Harian ... 36 12. Hasil Korelasi Pearson (r) Bobot Utuh Telur dengan

Bobot Komponen Telur ... 36 13. Hasil Regresi Korelasi Bobot Utuh dengan Konsumsi

Phorbolester ... 37 14. Hasil Regresi Korelasi Bobot Utuh dengan Konsumsi

Serat Kasar ... 37 15. Hasil Regresi Korelasi Bobot Yolk dengan Bobot Utuh ... 37 16. Hasil Regresi Korelasi Persentase Yolk dengan Konsumsi

Phorbolester ... 37 17. Hasil Regresi Korelasi Bobot Albumin dengan Bobot Utuh ... 37 18. Hasil Regresi Korelasi Bobot kerabang dengan Bobot Utuh ... 37 19. Bahan penelitian (a) Jatropha curcas L. (b) Puyuh Jepang

(umur 13 minggu), (c) Pemeliharaan Puyuh (d) Telur Puyuh,

(e) Pengukuran Bobot Telur (f) Pengukuran Kualitas Telur ... 38 20. Peralatan dalam Penelitian : (a) Timbangan AND HL-400,

(b). Jangka Sorong, (c). Yolk Colour Fan, (d). Cawan Petri, (e) Micrometer Calliper, (f). Tisu, (g). Meja Kaca,

(41)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi protein per kapita di Indonesia setiap tahun meningkat, tahun 2009 54,35 g/orang/hari, tahun 2010 55,01 g/orang/hari, dan pada tahun 2011 mencapai 56,25 g/orang/hari (Badan Pusat Statistik, 2012). Impor pangan sumber protein yakni susu dan kedelai masing-masing mencapai 70% kebutuhan nasional, sehingga peningkatan produksi pangan sumber protein harus diupayakan. Puyuh telah lama dikenal masyarakat dan mampu menghasilkan daging dan telur untuk memenuhi kebutuhan protein nasional. Berdasarkan basis data yang dimiliki Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) populasi puyuh secara nasional mengalami peningkatan, yakni dari 7.053.757 ekor pada tahun 2010 menjadi 7.055.537 ekor pada tahun 2011. Peningkatan populasi dan produksi puyuh perlu didukung dengan pengadaan pakan yang cukup. Ketersediaan bahan pakan yang masih mengandalkan impor terutama kedelai perlu ditanggulangi dengan memanfaatkan bahan pakan alternatif, salah satunya adalah bungkil biji jarak pagar.

(42)

2 biji jarak merupakan upaya implementasi dari amanat UU No. 18 tahun 2009 untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak, dan mengadakan bahan pakan yang layak dikonsumsi ternak.

Detoksifikasi racun dalam bungkil biji jarak pagar dapat dilakukan melalui tiga metode, yakni dengan metode kimiawi, fisik dan perlakuan biologi. Penelitian tentang detoksifikasi racun dalam bungkil biji jarak pagar telah banyak dilakukan baik secara fisik, kimia, biologi maupun gabungan perlakuan tersebut. Penelitian lanjutan untuk mengetahui metode detoksifikasi yang efisien dan tepat serta toleransi penggunaannya dalam pakan berbagai ternak masih perlu dilakukan. Detoksifikasi bungkil biji jarak secara biologi dengan fermentasi menggunakan kapang Rhizopus oligosporus menunjukkan hasil efisiensi kegunaan protein, retensi mineral Ca dan P, serta energi metabolis terbaik dibandingkan perlakuan fisik dengan pemanasan dan perlakuan kimiawi dengan NaOH (Sumiati et al.,2008).

Bungkil biji jarak pagar hasil fermentasi kapang R. oligosporus yang digunakan dalam ransum diharapkan tidak berpengaruh negatif terhadap kualitas telur puyuh (bobot telur, bobot dan persentase kerabang, bobot dan persentase putih telur, bobot dan persentase kuning telur, warna kuning telur, Haugh unit, dan tebal kerabang).

Tujuan

(43)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica)

Puyuh telah dikembangkan ke seluruh dunia, namun di Indonesia puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak akhir tahun 1979 (Warintek, 2011). Berdasarkan basis data yang dimiliki Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) populasi puyuh secara nasional mengalami peningkatan, yakni dari 7.053.757 ekor pada tahun 2010 menjadi 7.055.537 ekor pada tahun 2011. Puyuh dalam klasifikasi zoologi termasuk ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, sub Phylum Vertebrata, kelas Aves, ordo Galiformes, famili Phasianidae, genus

Coturnix, dan spesies Coturnix coturnix japonica (Pappas, 2002).

Puyuh jantan maupun betina memiliki belang-belang cokelat gelap, pada bagian punggung memiliki lurik krem, bagian bawah perut, dada, dan panggul berwarna lebih pucat.Puyuh jantan tumbuh hingga memiliki panjang tubuh sekitar 16 cm dengan bobot 121-150 g, sedangkan puyuh berukuran sedikit lebih besar rata-rata 18,5 cm dengan bobot 131-160 g. Puyuh betina memiliki dada berbintik-bintik kelabu terkadang bercampur dengan bulu berwarna kecoklatan. Ciri khusus tersebut cukup akurat untuk penentuan jenis kelamin ketika puyuh berumur sekitar 2 minggu Shanaway (1994).

Puyuh memiliki perkembangan alat reproduksi dan produksi telur yang tinggi seperti strain ayam. Studi terkontrol menunjukkan bahwa produksi telur yang optimal pada puyuh membutuhkan 14-18 jam cahaya dalam sehari. Puyuh mulai awal produksi rata-rata pada umur 41 hari setelah menetas. Puyuh dapat berproduksi setiap hari selama 8-9 bulan, setelah itu efisiensi produksi telur turun hingga 50% Cambel (1994). Kebutuhan pakan puyuh sangat sedikit sesuai dengan ukuran tubuhnya yang kecil yaitu 21,4 gram/ekor/hari (Garcia et al., 2005).

Telur Puyuh

Telur puyuh umumnya dikenal masyarakat dihasilkan dari ternak puyuh

(44)

4 puyuh merupakan alternatif sumber protein bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan gizi.

Kualitas telur meliputi kualitas kulit telur (kerabang), derajat kekentalan atau kualitas albumin, kualitas gizi untuk kepentingan konsumen (Wahju, 1997). Kualitas telur ditentukan dengan pengamatan dan pengukuran telur secara eksterior dan interior. Secara eksterior dengan mengamati bentuk telur, mengukur bobot telur, mengukur tebal dan bobot kerabang telur dan secara interior dengan mengukur bagian dalam telur yakni bobot dan warna kuning telur, bobot dan tinggi putih telur,

Haugh unit, dan ada atau tidaknya cacat pada telur (North dan Bell, 1990). Haugh unit telur puyuh menurut Song et al. (2000) adalah 84,19. Silvesdes dan Scott (2001) menyebutkan faktor yang mempengaruhi kualitas telur adalah lama dan suhu penyimpanan. Kualitas telur juga dipengaruhi oleh genetik, pakan dan menejemen pemeliharaan.

Bobot Telur dan Komponen Telur Puyuh

Bobot telur adalah hasil dari sifat genetik kuantitatif atau sifat dengan heritabilitas tinggi, sehingga kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan lebih mudah untuk meningkatkan bobot telur melalui manipulasi bobot telur pada strain burung oleh ahli genetik (North dan Bell, 1990). North dan Bell (1990) menambahkan bahwa bobot telur biasanya seragam, dan hanya bervariasi pada telur kuning ganda (double yolk) dan telur abnormal yang mengalami perbedaan bobot telur yang dihasilkan. Beberapa faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain yang berhubungan dengan genetik seperti susunan gen dan kromosom yang dimiliki suatu individu, faktor lingkungan tidak selalu berubah dan tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya, seperti protein pakan (Hardjosubroto, 1994). Pola alami produksi telur yaitu ketika unggas baru mulai bertelur, telur berukuran kecil secara berangsur-angsur bobot telur meningkat seiring pertambahan umur unggas dan mencapai bobot maksimum ketika mendekati akhir masa bertelur (North dan Bell, 1990). Penelitian yang dilakukan Indah (1989) menunjukkan bahwa tingkat protein dalam pakan sangat mempengaruhi bobot telur. Pemberian protein dari 18%-24% dalam ransum puyuh memperlihatkan respon linier yang sangat nyata pada bobot telur.

(45)

5 sampai bobot telur mencapai 11 g (Tiwari dan Panda, 1978). Bobot utuh telur puyuh dalam studi komparatif yang dilakukan oleh Song et al. (2000) adalah berkisar antara 9,41-11,27 g. Song et al. (2000) menambahkan bobot albumin telur puyuh 6,33 g yakni 61,2% dari bobot utuh telur, sedangkan bobot yolk adalah 3,25 g yakni 31,4% dari bobot utuh telur. Saerang et al. (1998) melaporkan puyuh yang diberi pakan dengan kandungan minyak nabati 3,5%-5% dan lemak hewani 3,5%-5% menghasilkan rata-rata bobot telur berkisar 9,036-9,60 g. Vichez et al. (1992) melaporkan bobot telur puyuh mencapai 11,30-11,50 g dengan pemberian pakan yang mengandung 3% asam palmitat, asam oleat dan asam linoleat.

Kerabang Telur

Menurut Wahju (1997) kerabang telur merupakan bagian telur yang berfungsi untuk melindungi isi telur agar tidak ditembus oleh mikroorganisme. Kerabang telur unggas terdiri atas beberapa lapisan. Stadelman dan Cotterill (1977) menyebutkan bagian-bagian tersebut secara berurutan dari lapisan terluar adalah kutikula, lapisan bunga karang, lapisan mamilaris dan membran telur. Kerabang telur menurut Stadelman dan Cotteril (1995) terdiri atas kristal kalsium karbonat (98,2%) dan protein (2%). Stadelman dan Cotteril (1995) menambahkan bahwa magnesium dan fosfor juga merupakan penyusun kulit telur unggas. Menurut Song et al. (2000) bobot kerabang telur puyuh adalah 0,76 g yakni 7,3% dari bobot utuh telur, tebal kerabang telur puyuh adalah 174,8 µm.

Menurut Khanna dan Yadav (2005) warna pada kerabang telur berasal dari pigmen porphyrin yang disekresi oleh kelenjar kerabang pada bagian uterus. Pigmen cokelat (porphyrin) disintesis oleh kelenjar kerabang dari asam δ-Aminolevulinic. Khanna dan Yadav (2005) menambahkan bahwa pada telur puyuh lebih berpigmen dibandingkan dengan telur ayam, pigmen puyuh lebih menonjol pada kutikula dan pigmen diendapkan 3,5 jam sebelum bertelur. Telur puyuh ditandai dengan beragam pola warna mulai dari berwarna cokelat tua , kelabu, dan putih, setiap telur memiliki banyak bintik dengan warna hitam, cokelat dan kelabu (Cambel, 1994).

Warna Kuning Telur

(46)

6 kriteria kualitas telur yang penting dalam pemasaran (Chung, 2002). North dan Bell (1990) menyebutkan faktor penyebab warna kuning telur bervariasi adalah bangsa, genetik, kondisi kandang, penyakit, cekaman, oksidasi xanthopil dan angka produksi telur. Chung(2002) menambahkan karotenoid selain ditemukan pada jagung kuning, tepung alfalfa, dan tepung rumput, karotenoid juga ditemukan dalam bunga-bungaan, hijau dari tanaman (rumput, alfalfa), biji-bijian, buah, fungi, umbi (wortel), tanaman air (alga) dan tanaman pangan (tomat, ubi, cabe). Menurut Kang et al. (2003) unggas yang mengkonsumsi pigmen karotenoid lebih tinggi akan menghasilkan intensitas kuning telur yang lebih tinggi. Wiradimadja et al. (2009) melaporkan bahwa puyuh yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk 15% memiliki skor warna kuning telur 8.

Bungkil Biji Jarak Pagar

Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) produksi bungkil biji jarak pagar di Indonesia adalah 7.081 ton dalam wujud biji kering dengan luas areal penanaman 50.106 Ha. Proses pembuatan biodiesel di pabrik biodiesel disajikan pada Gambar 1.

(47)

7 Biji kering menghasilkan 60% bungkil biji jarak pagar, sehingga potensi bungkil biji jarak pagar di Indonesia adalah 4.248,6 ton. Jarak pagar IP-3A merupakan benih jarak pagar terbaik di Indonesia yang memiliki potensi produksi biji jarak (kondisi optimal) 2,0 – 2,5 ton/ha/tahun pada panen tahun pertama, pada tahun ketiga mencapai 5,0 – 6,0 ton/ha/tahun, dan pada tahun keempat mencapai 8,0 – 8,5 ton/ha/tahun. Produksi biji jarak stabil hingga pohon jarak berumur 30 tahun. Pengepresan biji jarak pagar akan menghasilkan minyak dan bungkil masing-masing 34% dan 66% (Prastowo, 2008). Biji jarak pagar memiliki kandungan nutrien yang baik, yaitu kandungan protein yang tinggi, sehingga memiliki potensi untuk dijadikan bahan pakan sumber protein. Kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar (BBJP) tanpa cangkang lebih baik dibandingkan BBJP dengan cangkang, karena memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan serat kasar yang lebih rendah. Proses pengepresan untuk menghasilkan Jatropha curcas Oil (JCO) dan memisahkan ampas/bungkil juga mempengaruhi kadar lemak dalam BBJP. Kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar tanpa cangkang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar tanpa Cangkang dalam As fed.

Nutrien Jumlah (%)

Kadar Air 5,54 ± 0,20

Abu 4,50 ± 0,14

Protein kasar 24,60 ± 1,4

Lemak kasar 47, 25 ± 1,34

Karbohidrat 7,99

Serat kasar 10,12 ± 0,52

Sumber : Akintayo (2004)

(48)

8 Tabel 2. Komposisi Nutrien dan Fraksi Serat BBJP tanpa Cangkang, BBJP dengan

Cangkang

Kandungan Nutrien BBJP tanpa cangkang BBJP dengan cangkang

Sumber : Tjakradidjaja et al. (2009)

Kandungan phorbolester dalam bungkil biji jarak pagar adalah 24,33 µg/g (Sumiati et al., 2010) dan kandungan curcin mencapai 0,09% (Sumiati et al., 2011). Aregheore et al. (2003) melaporkan bahwa pemberian bungkil biji jarak segar pada ternak akan menyebabkan kematian yang singkat. Respon peradangan yang disebabkan oleh phorbolester dapat dilihat pada gambar 2.

Phorbolester

(49)

9 Upaya Detoksifikasi Antinutrisi pada Bungkil Biji Jarak Pagar

(50)

10 Tabel 3. Kandungan Antinutisi yang Tidak Difermentasi dan yang Difermentasi

dengan Berbagai Kapang.

Sumber : Belewu dan Sam (2010)

Rhizopus oligosporus

Rhizopus oligosporus merupakan kapang dari genus Rhizopus, famili Mucoraceae, ordo mucorales, sub-divisi Zygomycotina, divisi Eumicota (Fardiaz, 1989). Kapang ini telah lama dikenal masyarakat dalam pembuatan tempe dan sering juga disebut “ragi tempe”. R. oligosporus banyak ditemukan di alam karena hidupnya bersifat saprofit (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Menurut Aunstrup (1979),

(51)

11 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Kandang C, Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas dan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan - Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Juni sampai Agustus tahun 2011.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 150 ternak puyuh betina yang sudah berumur 8 minggu. Jenis puyuh yang dipilih pada penelitian ini adalah jenis puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica). Puyuh yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari peternakan puyuh di daerah Cemplang, Cibatok, Bogor, Jawa Barat.

Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang baterai sebanyak 15 sekat dengan ukuran (panjang x lebar x tinggi) 50 cm x 50 cm x 30 cm. Kandang yang digunakan telah dikapur, didesinfeksi dan kandang ditutup rapat menggunakan tirai plastik. Peralatan dan Perlengkapan

Peralatan yang digunakan dalam kandang adalah 15 tempat pakan, 15 tempat air minum serta 2 buah lampu 60 watt. Peralatan lain yang digunakan adalah alat pembersih kandang, label, timbangan digital, plastik untuk menampung telur dan membungkus pakan per ulangan, yolk colour fan, cawan petri, alat pengukur tebal kerabang (Starret micrometer), jangka sorong, pisau, meja kaca, dan tisu untuk membersihkan meja kaca dan kerabang telur. Digunakan juga oven untuk mengeringkan tepung bungkil biji jarak yang telah difermentasi.

Pakan dan Air Minum

Bahan pakan penyusun ransum adalah dedak padi, jagung kuning, tepung ikan, bungkil kedele, CPO, CaCO3, DCP, garam, premix, DL-Methionin dan bungkil

(52)

12 Leeson dan Summers (2005). Komposisi dan kandungan nutrien ransum yang digunakan disajikan pada Tabel 4 :

Tabel 4. Komposisi dan Kandungan Nutrien dalam Ransum Puyuh Penelitian

Bahan Pakan BJ 0 BJ 3 BJ6 BJ9 BJ 12

---(%)---

Jagung kuning 50 50 50 50 50

Dedak Padi 8 6 4 1,8 0

Bungkil Kedelai 22 20,8 19,6 18,5 17,3

BBJF 0 3 6 9 12

Tepung Ikan 6 6 6 6 6

CPO 6,2 6,4 6,6 6,8 7

CaCO3 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1

DCP 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

Garam 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Premix 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4

DL-Methionin 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3

Jumlah (%) 100 100 100 100 100

Kandungan nutrien ransum perhitungan (dalam As fed):

Protein (%) 18,19 18,17 18,12 18,13 18,12 Energi Metabolis kkal/kg 2957,42 2956,08 2954,74 2951,85 2954,31 Lemak (%) 8,27 8,43 8,59 8,75 8,92 SK (%) 2,33 3,07 3,82 4,54 5,31 Pav (%) 0,57 0,55 0,54 0,55 0,54

Ca (%) 3,01 3,04 3,06 3,11 3,09 Methionin (%) 0,57 0,56 0,56 0,55 0,54 Sistin (%) 0,29 0,29 0,28 0,27 0,26 Methionin+ sistin (%) 0,86 0,85 0,83 0,82 0,80 Lisin (%) 1,06 1,03 1,01 0,99 0,97 Na (%) 0,14 0,14 0,14 0,14 0,13 Cl (%) 0,21 0,20 0,20 0,20 0,19 Keterangan : BJ0 : ransum tanpa BBJF (kontrol), BJ3 : ransum menggunakan 3% BBJF, BJ6 :

(53)

13 Kandungan nutrien premix yang digunakan dalam ransum penelitian disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Nutrien dalam Setiap 1 kg Premix

Kandungan Satuan

Vitamin A 2000000 IU Choline Chloride 20 mg

Vitamin D 400000 IU L-lysine 15 mg

Vitamin E 0,6 mg Dl-Methionine 20 mg

Vitamin B1 0,2 mg Magnesium Sulfate 6,8 mg

Vitamin B2 1 mg Ferrous Sulfate 5 mg

Vitamin B12 1 mcg Manganese Sulfate 10 mg

Vitamin K 0,2 mg Cupri Sulfate 100 mg

Niacinamide 1,5 mg Zinc Sulfate 2 mg

Ca-d-Panthotenate 0,5 mg Potasium Iodine 20 mg Folic Acid 100 mg Antioxidant & Carrier ad 1 mg Keterangan : Data tercantum pada kemasan premix milik PT Indofeed.

Prosedur

Fermentasi Bungkil Biji Jarak Pagar.

Fermentasi bungkil biji jarak pagar (J. curcas) dengan kapang R. oligosporus

dilakukan dengan mengikuti metode Sumiati et al. (2010), tahapan fermentasi sebagai berikut:

Gambar

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan biodiesel
Tabel 1. Kandungan Nutrien  Bungkil Biji Jarak Pagar tanpa Cangkang dalam As fed.
Tabel 2.  Komposisi Nutrien dan Fraksi Serat BBJP tanpa Cangkang, BBJP dengan
Tabel 3. Kandungan Antinutisi yang Tidak Difermentasi dan yang Difermentasi dengan Berbagai Kapang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun, dikarenakan nuansa ibadah Haji yang begitu kental, dan suasana selama Ibadah haji yang begitu suci, sehingga membuat orang-orang yang menunaikan Haji tidak dapat memikirkan

Hasil uji lanjut menunjukan bahwa perlakuan pupuk kompos jerami padi memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dengan nilai rata-rata peubah tinggi tanaman (34,16

Suatu balok kayu terdapat sambungan apabila terjadi ukuran panjang bentang yang tidak tersedia, balok kayu pada umumnya menahan beban/gaya lentur sehingga balok kayu

Dimana dengan ketawakalan, ketawadlu’an, kesabaran, laku spiritual (baik puasa, dzikir dan istiqomah dalam dakwah dan mengaji), dan akhlaq luhurnya terhadap sang guru

7. Pelanggaran aturan-aturan kampanye dengan melakukan perbuatan- perbuatan yang melanggar hukum, seperti money politic pengerahan PNS dan lain-lainnya.. Manipulasi

Dalam nilai filosfis tersebut tersirat nilai yang ditumbuhkan atau ditransformasikan yakni alempureng (kejujuran), amaccang (kecendikian), asitinnajang (kepatutan),

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari Below The Line dan Above The Line terhadap peningkatan perolehan dana zakat pada

Hasil uji wilcoxon digunakan untuk mengetahui terdapat tidaknya perbedaan nilai rata-rata antara dua kelompok data yang berpasangan ( pretest dan postest )