PENGUKURAN KETERSEDIAAN JARINGAN DAN PENCARIAN
PRIORITAS PERANGKAT DENGAN PEMBOBOTAN
BERDASARKAN METODE
ANALYTIC HIERARCHY PROCESS
DZIKRI FADHILAH
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENGUKURAN KETERSEDIAAN JARINGAN DAN PENCARIAN
PRIORITAS PERANGKAT DENGAN PEMBOBOTAN
BERDASARKAN METODE
ANALYTIC HIERARCHY PROCESS
DZIKRI FADHILAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer pada
Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRACT
DZIKRI FADHILAH. Network Availability Measurement and Devices Priority Calculation Based on Analytic Hierarchy Process Methodology. Under the supervision of HENDRA RAHMAWAN.
Measuring network availability is a routine activity that many network administrators perform for their monthly report. Usually, every measurement application that calculates and reports the percentage of availability is based on the devices uptime. The measurement uses flat weighting for all devices with equal priority and determination. Analytic Hierarchy Process (AHP) is a methodology that can calculate a proportional weight for every alternative or object. Sometimes there are several devices in network that have differences of priority or weight. That differences illustrate or project interests for every single device because in reality there is no guarantee that two devices have the same productivity, activity, characteristic, or end-client. Basically every alternative that is calculated by AHP model has some specific criteria or characteristics that have comparable values. With AHP methodology every single device has a chance to proof its domination with respect to other devices. The result of AHP weighting can be used to make a strategic decision to maintain all network nodes. The final result of implementing AHP in this research shows some differences at minimum uptime target and maximum downtime target. The delta of downtime between implementing AHP and non-AHP is a proof of time optimization. The delta of availability percentage between AHP and non-AHP can be an advantage or a disadvantage for availability result. That result is not a static percentage because it really depends on other alternative’s availability percentage. The AHP availability trend is very proportional based on it priority and weight. Device weight is directly related to uptime target and is used to calculate the maximum downtime target as the final decision.
Keywords: analytic hierarchy process, downtime, network availability measurement, priority, strategic decision, uptime, weighting
Judul Skripsi : Pengukuran Ketersediaan Jaringan dan Pencarian Prioritas Perangkat dengan Pembobotan Berdasarkan Metode Analytic Hierarchy Process
Nama : Dzikri Fadhilah
NRP : G64086047
Menyetujui: Pembimbing
Hendra Rahmawan, S.Kom., MT NIP.198205012009121004
Mengetahui: Ketua Departemen
Dr. Ir. Agus Buono, M.Si., M.Kom NIP. 19660702 199302 1 001
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim.
Dengan izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bahwasannya proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini telah selesai. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah-curahkan pada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sebuah penelitian yang berjudul “Pengukuran Ketersediaan Jaringan dan Prioritas Perangkat dengan Pembobotan Berdasarkan Metode Analytic Hierarchy Process” ini merupakan buah dari analisis dan perancangan yang dilakukan pada lingkungan kerja di Refinery Unit V Balikpapan. Segala bentuk kemudahan dan kelancaran dalam proses penelitian ini tentu merupakan izin serta bantuan dari Allah Subhanahu
Wa Ta’alamelalui tangan, tulisan, dan lisan makhluk-Nya. Penulis ucapkan terimakasih kepada: 1 Ayahanda Engkus Kuswara dan Ibunda Noneng Suryani, serta adikku-adikku Irfan, Fahmi,
Sarah, Syofi, dan Syahidah yang telah memberikan restu, doa, dan dukungannya, serta senantiasa mengingatkan penulis untuk tetap meluruskan niat dalam mengemban amanat ilmu pengetahuan dari-Nya.
2 Bapak Hendra Rahmawan, S.Kom., MT yang telah begitu sabar membimbing penulis, memfasilitasi, dan mempermudah setiap tahapan penelitian yang dilakukan bahkan mendukung secara proaktif sehingga seminar dan sidang penulis dapat berjalan dengan mudah dan cepat. 3 Bapak Endang Purnama Giri, S.Kom., M.Kom dan Ibu Ir. Sri Wahjuni, MT yang telah menguji
penelitian penulis sehingga dapat disempurnakan hingga saat terakhir.
4 Bapak Tunarji Wibowo, Bapak Muhammad Royamin, Bapak Jan Widi Widodo L., Bapak Abdul Rachman, Bapak Faisal Syururi, serta semua mitra kerjayang telah membantu penulis dalam memberikan bahan penelitian, dan membimbing analisis permasalahan di lingkungan kerja RU V Balikpapan.
5 Fachran Nazarullah, Ihsan Satria Rama, Rahim Rasyid, Doni Marshall Rangga, Azhari Harahap, Sigit Wibowo, Rudi Setiawan, Resti Sintya Ervina, Capung Riders, serta rekan-rekan mahasiswa Alih Jenis Ilkom IPB angkatan tiga yang telah mendukung penulis dari mulai kuliah hingga saat ini.
6 Dosen-dosen Alih Jenis Ilmu Komputer IPB, serta Program Diploma IPB. 7 Rekan-rekan BPA CSS Batch I 2011 PT. Pertamina (Persero).
8 Evi Susanti yang telah begitu sabar menemani penulis dalam melakukan analisis, penelitian, pelaporan, membantu administrasi akhir skripsi ini, serta menginspirasi penulis dalam berkarya.
9 Staf administrasi Ekstensi Ilkom IPB, serta semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mencapai tujuan penulis.
Semoga apa yang penulis kerjakan dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Walaupun apa yang dirancang jauh dari kesempurnaan, mudah-mudahan baik metodologi, aplikasi, maupun rancangan kerja pada penelitian ini dapat dipergunakan dan dikembangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, November 2012
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTARTABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 1
Ruang Lingkup... 1
TINJAUAN PUSTAKA ... 2
Pengukuran Ketersediaan ... 2
Analytic Hierarchy Process ... 2
Three-Layer Hierarchy Model ... 4
METODOLOGI PENELITIAN ... 5
Sistematika Perhitungan ... 5
Pengumpulan Data ... 5
Pemilihan Kriteria dan Alternatif ... 6
Perhitungan Bobot ... 6
Perhitungan Target Pencapaian ... 7
Perhitungan Ketersediaan... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8
Hasil Pembobotan AHP ... 8
Capaian Ketersediaan ... 11
KESIMPULAN DAN SARAN ... 11
Kesimpulan... 11
Saran ... 11
DAFTAR PUSTAKA ... 12
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Angka ketersediaan berdasarkan konsep five-nines (Thulin2004) ... 2
2 Standar skala rasio perbandingan fundamental dengan AHP ... 3
3 Contoh pengisian rasio pada matriks perbandingan berpasangan... 4
4 Rasio penilaian administrator jaringan terhadap kriteria AHP ... 6
5 Bobot akhir hasil AHP untuk setiap alternatif ... 7
6 Hasil akhir perhitungan AHP sekaligus menggambarkan tingkat prioritas ... 9
7 Ketersediaan dengan downtime maksimum untuk tiap perangkat ... 9
8 Total ketersediaan dengan kondisi pencapaian downtime maksimum ... 9
9 Hasil pembobotan awal pada kalibrasi pertama (tidak diterima) ... 10
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Perbandingan waktu dan tingkat kegagalan dengan bathtub curve ... 22 Diagram hierarki AHP untukmenentukan bobot alternatif ... 3
3 Three-layer hierarchy modelmenurut arsitektur Cisco... 5
4 Hierarki tiga layer jaringandi IT RU V Balikpapan. ... 5
5 Skema perhitungan ketersediaanpada aplikasi NAMIN. ... 8
6 Perbandingan ketersediaan tiap distribusi untuk downtime maksimum. ... 9
7 Grafik perbandingan downtime maksimum antara AHP dan tanpa AHP. ... 10
8 Selisih downtime antara AHP dan tanpa AHP... 11
9 Perbandingan ketersediaan AHP dan tanpa AHP untuk bulan Juni 2012. ... 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Lembar hasil kuesioner administrator jaringan #1 ... 132 Lembar hasil kuesioner administrator jaringan #2 ... 15
3 Lembar hasil kuesioner administrator jaringan #3 ... 17
4 Rataan nilai dari kuesioner AHP ... 19
5 Matriks perbandingan antar alternatif ... 21
6 Akumulasi penilaian rasio dan nilai eigen kriteria ... 23
7 Dokumen teknis ketersediaan infrastruktur jaringan ... 24
8 Konversi data kuantitatif untuk kriteria Banyak AccessSwitch ... 25
9 Konversi data kuantitatif untuk kriteria Banyak User ... 26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggantian perangkat jaringan biasa dilakukan oleh unit kerja tertentu pada setiap periode waktu. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar perangkat mengalami penurunan kinerja, kerusakan, perubahan topologi, atau perkembangan teknologi jaringan. Penggantian perangkat tersebut merupakan kesempatan besar bagi staf IT untuk melakukan perombakan atau perbaikan infrastruktur maupun arsitektur jaringan baik dari segi terapan teknologi maupun dari segi fisik skema jaringan.
Jumlah klien di dalam jaringan yang semakin besar memberikan efek pada jumlah perangkat dan topologi jaringan secara umum. Penambahan titik-titik baru tersebut dapat membuat cakupan jaringan menjadi lebih lebar sehingga harus direncanakan baik dari reliabilitas maupun ketersediaan di masa yang akan datang. Efisiensi dan efektifitas jaringan merupakan salah satu kunci jaminan ketersediaan layanan IT secara umum, apalagi jaringan komputer merupakan tulang punggung proses bisnis perusahaan.
Penerapan topologi baru di Refinery Unit V Balikpapan mengakibatkan perubahan besar pada titik acuan pencapaian kerja.Penerapan teknologi IP phone juga berdampak pada semakin besarnya prioritas kepentingan jaringan komputer daripada jaringan telepon analog. Hal tersebut mengakibatkan semakin luasnya cakupan jaringan komputer yang harus dilayani dan semakin vitalnya setiap titik yang dikelola oleh jaringan komputer.Penambahan titik-titik baru tersebut dapat membuat cakupan jaringan menjadi lebih lebar sehingga harus direncanakan baik dari reliabilitas maupun ketersediaan di masa yang akan datang.
Pada kenyataan di lapangan, semakin banyak perangkat yang ada, semakin kompleks permasalahan yang dihadapi. Terdapat begitu banyak perbedaan karakteristik tiap perangkat sehingga untuk perangkat-perangkat tertentu harus dijamin ketersediaannya sampai 100%. Disisi lain, ada beberapa perangkat yang hampir tidak memiliki aktifitas yang penting walaupun tetap dipergunakan. Pada saat perangkat yang tersebut mati, nilai ketersediaannya berkurang walaupun tidak ada pihak yang dirugikan secara langsung.
Permasalahan utama yang dihadapi adalah bagaimana cara menetapkan bobot poin setiap
perangkat agar porsinya sesuai dengan prioritas klien yang dilayani, serta parameter apa saja yang dapat dijadikan karakteristik penilaian. Permasalahan lain yang muncul adalah bagaimana proses pembobotan agar mendapatkan nilai yang sesuai dengan kondisi lapangan. Dari poin permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu teknik perhitungan pembobotan yang proporsional sesuai dengan justifikasi prioritas pengguna dan metode penilaian yang dinamis sesuai dengan perubahan kondisi jaringan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dibuatnya model perhitungan bobot ketersediaan jaringan adalah mendapatkan nilai downtime maksimum setiap perangkat sehingga dapat didapatkan angka ketersediaan yang sesuai dengan kondisi prioritas perangkat. Diharapkan dengan diketahuinya batasan downtime dan capaian ketersediaan pada waktu tertentu, administrator jaringan dapat membuat strategi pencapaian ketersediaan walaupun ada perangkat yang dimatikan dalam waktu yang lebih lama dari waktu downtime normal. Ruang Lingkup
Cakupan pembahasan yang akandiuraikan secara spesifik pada proses penelitianantara lain:
1 Implementasi dilakukan di lingkungan IT RU V Balikpapan dengan data sebenarnya kecuali data yang bersifat sensitif, seperti
IP address, nama lokasi, dan tipe perangkat.
2 Pencarian bobot parameter yang objektif bagi setiap perangkat.
3 Perbandingan rasio kualitatif disusun atas bantuan administrator jaringan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mengenai kondisi jaringan.
4 Pencarian nilai bobot setiap alternatif untuk memperhitungkan waktu downtime
maksimum dan uptime minimum.
5 Perbandingan hasil antara perhitungan ketersediaan dan AHP dan tanpa AHP. 6 Pembuatan model perhitungan nilai bobot
beserta simulasinya dengan menggunakan aplikasi Network Availability Measurement and Intelligence Notification
yang selanjutnya disingkat NAMIN. 7 Basis data yang digunakan adalah basis
data yang sesuai dengan penerapan di lapangan.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran Ketersediaan
Ketersediaan direpresentasikan sebagai sebuah fraksi dari total waktu yang dibutuhkan agar layanan dapat tersedia. Dari perspektif teori, ketersediaan dapat dikuantisasi sebagai hubungan antara waktu untuk memperbaiki layanan atau mean time to recover/repair (MTTR) dan interval terjadinya interupsi gangguan atau biasa disebut dengan mean time between/to failure
(MTBF/MTTF). Pengukuran ketersediaan memperhitungkan tingkah laku sistem dengan menggunakan pengetesan berulang dan konsisten dalam satuan frekuensi waktu. Hal tersebut dilakukan dengan cara membandingkan akumulasi semua hasil pengujian dengan tujuan pengetesan (Fishman 2000).
Dalam kondisi lapangan, dimensi uptime
dan downtime merupakan dimensi yang sama seperti halnya MTBF dan MTTF. MTBF menggambarkan kondisi uptime, yaitu saat perangkat tidak mengalami gangguan, sedangkan MTTF menggambarkan downtime. Dari dua komponen tersebut, pendekatan ketersediaandapat diproyeksikan dari sudut pandang uptime maupun downtime sesuai dengan dengan data yang dimiliki di awal. Syaratnya ialah volume waktu yang dipergunakan haruslah sama.
Menurut Stanley (2001), rumus perhitungan ketersediaan yang digunakan secara umum adalah:
A T TT T
dengan:
A : Persentase Ketersediaan
MTBF : Uptime MTTR : Downtime
Pada Gambar 1, dapat diketahui tingkat stabilitas dari nilai ketersediaan menurut kurva bathtub adalah suatu rentang waktu tertentu setelah atau sebelum masa transisi. Ketiadaan ketersediaan baik itu infant mortality ataupun end of life, menggambarkan kondisi transisi sebenarnya. Angka ketersediaan yang stabil didapatkan pada kondisi prima dengan lingkungan pemetaan yang stabil pula. Oleh karena itu, jika ketersediaan tidak dapat terjaga, terdapat kemungkinan transisi perangkat menuju titik ketidakproduktifan. Dengan kata lain tingkat
kesalahan atau failure rate-nya akan semakin besar sejalan dengan waktu.
Gambar 1 Perbandingan waktu dan tingkat
kegagalan dengan bathtub curve
(Fishman 2000).
Pada konsep perhitungan ketersediaan, terdapat paradigma five-nines yaitu suatu konsep yang menggambarkan angka persentase ketersediaan untuk kurun waktu satu tahun. Konsep ini merupakan suatu capaian yang secara umum sangat diinginkan oleh semua perusahaan yang sangat tergantung pada ketersediaan sistem pendukung usahanya, paling tidak pada level
core. Paradigma five-nines merupakan gambaran capaian angka istimewa mulai dari 99% sampai dengan 99.9999% dilihat dari
downtime dalam satu tahun, seperti diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Angka ketersediaan berdasarkan konsep five-nines (Chumash 2006)
Availability Downtime per tahun 99.9999% 32 detik
Tabel 2 Standar skala rasio perbandingan fundamental dengan AHP (Saaty 2008)
Level Definisi
1 Equal importance
2 Weak or slight
3 Moderate importance
4 Moderate plus
5 Strong importance
6 Strong plus
7 Very strong or importance
8 Very, very strong
9 Extreme importance
1.1 to1.9 Equal importance
Terdapat tiga hal utama yang menjadi syarat terbentuknya model perbandingan AHP, yaitu gol, kriteria, dan alternatif dengan struktur hierarki seperti pada Gambar 2. Gol merupakan sasaran yang ingin dicapai dari keseluruhan perhitungan AHP atau pengetahuan yang ingin dicari atau dibuktikan. Kriteria atau karakteristik merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh semua pilihan alternatif yang selanjutnya akan diperbandingkan rasionya. Alternatif adalah pilihan-pilihan yang menjadi objek pengamatan yang selanjutnya akan dicari bobotnya.
Gambar 2 Diagram hierarki AHP untuk
menentukan bobot alternatif (Saaty 2008).
Terdapat empat langkah utama dalam menyusun model AHP menurut Saaty (2008), antara lain:
1 Pendefinisian permasalahan dan penentuan pengetahuan yang akan diambil dari model AHP.
2 Penyusunan dan penguraian struktur hierarki keputusan dari sasaran atau gol yang dilanjutkan dengan penentuan sasaran acuan tiap level di bawahnya dalam bentuk kriteria dan alternatif. 3 Penyusunan kumpulan matriks
perbandingan berpasangan. Level pertama setelah gol, yaitu kriteria, dipakai sebagai faktor perbandinganuntuk tiap elemen di bawahnya atau level alternatif.
4 Pengonversian atau pengisian prioritas yang ingin dicari berdasarkan rasio
perbandingan level di bawahnya. Perbandingan dilakukan untuk setiap elemen pada level paling bawah atau level alternatif sampai didapat prioritas global untuk satu kriteria di atasnya. Proses pencarian bobot prioritas ini dilakukan hingga semua level kriteria didapatkan nilai eigennya.
Dalam memilih dan menentukan setiap kriteria dan alternatif, diperlukan analisis yang mendalam mengenai kebutuhan dan ketersediaan sumber daya yang dapat diperhitungkan. Kriteria yang dipilih haruslah bersifat umum dan dapat dimiliki sertadiperhitungkan dengan cara yang adil oleh setiap alternatif. Kriteria yang dipilih nantinya akan diperhitungkan secara matematis. Oleh karena itu, nilai yang dapat mewakili perbandingan tiap kriteria haruslah bersifat nominal, misalnya jika terdapat implementasi AHP dengan gol memilih satu dari tiga buah mobil yang akan dibeli, kriteria-kriteria pada alternatif yang mungkin diperbandingkan antara lain:
1 Harga mobil.
2 Kecepatan dalam satuan yang sama. 3 Konsumsi BBM dalam km yang sama. 4 Biaya perawatan kendaraan dalam periode
yang sama.
Contoh kriteria yang tidak dapat dibandingkan dengan adil oleh AHP adalah warna mobil. Setelah itu, dipilih kriteria yang dapat dibandingkan. Kriteria dapat bersifat kuantitatif ataupun kualitatif. Jika dari sumber daya yang telah ada dimungkinkan mendapatkan kriteria yang bersifat kuantitatif, AHP dapat diproses dengan lebih mudah dan cepat. Akan tetapi, kriteria yang bersifat kualitatif adalah poin penting dalam penilaian rasio dengan AHP, yaitu adanya campur tangan manusia dalam menentukan pilihan.
Pemilihan alternatif dapat berbeda-beda berdasarkan kondisi dan metode pendekatan dalam pencapaian tujuan. Pada kasus pemilihan alternatif menurut level perangkat, dapat dilakukan pendekatan dari segi ketelitian pembandingan atau dari segi kemudahan perhitungan. Berdasarkan Tabel 2 sebelumnya, penentuan nilai rasio untuk setiap elemen yang dibandingkan memakai nilai yang mudah, yaitu skala 1 sampai 9 dengan pemilihan angka ganjil.
Nilai rasio yang diisi oleh seorang ahli biasanya memiliki sebaran nilai yang mudah dibandingkan. Misalkan terdapat tiga buah
4
kriteria lokasi switch, matriks perbandingan berpasangan yang dapat dibuat adalah seperti ditunjukkan rasio perbandingan pada Tabel 3. Tabel 3 Contoh pengisian rasio pada matriks
Tabel 2 tersebut memperlihatkan bahwa perbandingan hanya dilakukan pada matriks segitiga atas saja atau segitiga bawah saja. Kebalikannya adalah inversi dari nilai rasio yang berkesesuaian, misalnya nilai rasio perbandingan switch A (sw-A) terhadap
switch B (sw-B) adalah 3/1 atau 3:1. Menurut petunjuk pada Tabel 2 disebutkan bahwa rasio 3:1 berarti perangkat pertama memiliki tingkat kepentingan yang moderat, tetapi sudah pasti lebih penting dari perangkat kedua. Begitu pula sebaliknya dengan perbandingan yang terdapat di matriks segitiga bawah sebagai kebalikannya, bahwa perangkat pertama memiliki tingkat prioritas 1/3 atau 1:3 dari perangkat kedua.
Jika terdapat keraguan dalam penggunaan nilai rasio ganjil, dapat saja dipilih nilai rasio genap seperti pada perbandingan switch B (sw-B) dengan switch C (sw-C). Nilai rasio yang dipakai adalah 4/1 atau 4:1. Jika data rasio yang diambil adalah sebaran kuantitatif, perbandingannya akan berupa angka desimal dengan orde yang tidak dapat langsung dijelaskan menurut Tabel 2.
Three-Layer Hierarchy Model
Berdasarkan standar implementasi bagi perangkat jaringan Cisco, terdapat hierarki perangkat yang sudah baku. Istilah yang biasa dipakai adalah three-layer hierarchy model
atau network hierarchy structure seperti ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Konsep hierarki tersebut menyebutkan bahwa untuk menjaga segmentasi dan pengelompokan wewenang tiap perangkat dibutuhkan tiga level implementasi perangkat, yaitu:
1 Core Switch
Level core merupakan level yang paling atas diantara tiga lapisan perangkat. Perangkat yang difungsikan pada level ini bertujuan menjamin koneksi dan kualitas jaringan ke arah luar atau uplink. Pada level core,
biasanya diterapkan teknologi atau teknik manajemen koneksi yang lebih kompleks. Konfigurasi di dalamnya merupakan strategi yang sangat fundamental untuk penerapan
teknologi di bawahnya dan biasanya memiliki
backup perangkat untuk menjamin high availability. Fitur utama yang dimiliki core switch adalah high speed switching. Maksud dari fitur tersebut adalah perangkat pada layer
tersebut memiliki fitur perangkat dengan kecepatan tinggi dan bekerja dengan kinerja tinggi pula.
2 Distribution Switch
Pada level distribusi, perangkat yang difungsikan pada level ini bertujuan melakukan pengelolaan segmentasi jaringan secara umum atau policy-based connectivity. Aturan atau policy yang biasanya diterapkan padadistribution switch antara lain pengaturan segmentasi dan izin jalur VLAN, pembukaan atau penutupan akses pada paket tertentu, atau pengaturan access control list. Biasanya sebuah distribusi mencakup satu area khusus atau segmen area jaringan yang membawahi beberapa access switch.
3 Access Switch
Perangkat dengan level access merupakan perangkat yang secara langsung berhubungan dengan klien. Secara struktural, perangkat
access switch merupakan ujung tombak layanan jaringan, karena tidak ada klien yang langsung terhubung ke distribusi atau core
walaupun dapat saja dilakukan. Perangkat akses biasanya memiliki jumlah yang besar dan tersebar ke seluruh jaringan. Untuk memastikan kontrol terhadap perangkat, biasanya fungsi local remote pada access switch akan dibuka.
Setiap lapisan hierarki tersebut memiliki perananan penting satu dengan lainnya dan merupakan satu kesatuan utuh pada model tradisional yang diperkenalkan oleh Cisco. Pada implementasinya, tidak semua jaringan harus memiliki semua level hierarki ini, karena harus disesuaikan dengan kebutuhan, dan kondisi jaringan di lapangan. Beberapa distribusi malah tidak memiliki jumlah klien yang lebih banyak dari jumlah satu access switch di area distribusi lain. Faktor penilaian lain yang menyebabkan area tersebut pantas memiliki distribusi.
Skema yang diilustrasikan pada Gambar 4 merupakan skema topologi jaringan secara umum. Pada arsitektur jaringan IT RU V Balikpapan, implementasi hierarki perangkat direalisasikan dalam level-level berikut: 1 Dua buah core switch
2 Lima buah distribution switch
Gambar 3 Three-layer hierarchy model menurut arsitektur Cisco
(Lammle 2005).
Gambar 4 Hierarki tiga layer jaringandi IT RU V Balikpapan.
Data access switch yang dikelola merupakan access switch yang akan diperhitungkan bobotnya oleh AHP. Selain 74
access switch terdapat pula beberapa perangkat switch yang melayani jaringan
voice saja dan switch dengan fungsi khusus, seperti edge switch dan unmanagable switch. Selain itu terdapat beberapa switch dengan kondisi khusus yang tidak digabungkan dalam ketersediaan keseluruhan, seperti perangkat yang digunakan sementara, atau perangkat yang tidak digunakan secara penuh untuk satu hari kerja. Pada perkembangannya setiap titik yang dikelola juga akan dihubungkan pada perangkat client access yang berfungsi hampir sama seperti switch, yaitu access point dan terminal komunikasi telepon berbasiskan
Internet Protocol.
METODOLOGI PENELITIAN
Sistematika Perhitungan
Terdapat dua teknik yang dipakai dalam aplikasi, yaitu Analytic Hierarchy Process dan perhitungan ketersediaan berdasarkan Layman. Cara yang akan dipakai untuk menyelesaikan pencarian bobot perangkat jaringan adalah berdasarkan Analytic Hierarchy Process (AHP). Teknik tersebut digunakan untuk memperhitungkan bobot setiap parameter atau kriteriadan alternatif. Data yang akan diperhitungkan adalah data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Cara yang kedua adalah metode perhitungan beban waktu berdasarkan Layman yang berfungsi mencari sasaran pencapaian dari perspektif
uptime maupun downtime. Pengumpulan Data
Data kuantitatif berupa data uptime
perangkat yang diambil dari basis data
Network Monitoring Center (NMC) melaluiaplikasi Intelligence Management Center (iMC) yang dipasang bersamaan dengan pemasangan perangkat baru.Terdapat tiga sumber data kuantitatif untuk mendukung data rasio kriteria, antara lain:
1 Data perangkat, jumlah access switch tiap distribusi, dan uptime perangkat berdasarkan basis data iMC.
2 Data sebaran pengguna berdasarkan IP address yang sudah dipinjamkan oleh DHCP server.
3 Data lalu lintas jaringan atau traffic
berdasarkan PRTG dan Solarwind.
Data uptime pada iMC merupakan data utama yang memiliki gambaran kondisi perangkat sebelum dinormalisasi. Data kualitatif yang diambil yaitu berupa poin subjektifitas penilaian administrator terhadap prioritas perangkat jaringan. Keseluruhan data kuantitatif terkecuali data uptime, selanjutnya akan dinormalkan dan dikonversi kedalam bentukan data kualitatif untuk mempermudah proses penalaran rasio dengan sembilan level. Dengan lima buah alternatif yang ada, kemungkinan dari sembilan level bentukan rasio AHP hanya akan ada lima level saja yang diterjemahkan.
6
kekhawatiran perubahan yang signifikan terhadap arah capaian AHP.
Pemilihan Kriteria dan Alternatif
Terdapat enam buah kriteria atau karakteristik yang dipilih untuk mencari bobot tiap objek alternatif. Kriteria tersebut dipilih atas dasar pertimbangan ada tidaknya data mentah yang dapat diolah dari basis data, dan mudah tidaknya administrator dalam memberikan penilaian. Keenam kriteria tersebut antara lain:
1 Lokasi perangkat, apakah terdapat di dalam kilang, perkantoran, perumahan, atau area inter-office (K1).
2 Banyaknya access switch yang terhubung untuk tiap distribusi (K2).
3 Banyaknya pengguna yang dilayani (K3). 4 Beban lalu lintas data (traffic) (K4). 5 Penggunaan 24 jam untuk area shift hours
(K5).
6 Area dengan kebutuhan khusus (special need) berhubungan dengan instrumentasi yang tidak boleh terganggu (K6).
Terdapat tiga kandidat alternatif yang dapat dipilih untuk mewakili kondisi perangkat secara umum. Menurut paradigma
three-layer hierarchy model, kandidat tersebut adalah core, distribution, dan access switch. Akan tetapi yang paling cocok adalah
distribution switch. Core switch tidak dipilih karena pada jaringan hanya terdapat dua core switch dengan teknologi OSPF sehingga sebetulnya hanya ada satu core switch untuk setiap koneksi user pada setiap transaksi. Hal tersebut mengakibatkan rasio perbandingan yang terlalu hitam putih. Access switch tidak dipilih sebagai alternatif karena jumlahnya terlalu banyak sehingga akan menyulitkan administrator untuk melakukan perhitungan walaupun mungkin saja dilakukan.
Terdapat lima alternatif yang mewakili keseluruhan jaringan. Alternatif tersebut merupakan area distribusi yang secara fisik diwakili oleh satu distribution switch di setiap area. Area distribusi ini menggambarkan area cakupan jaringan komputer berdasarkan wilayah kerja yang dideskripsikan dari kebutuhan pengguna layanan. Lima alternatif yang selanjutnya akan diperhitungkan bobotnya adalah sebagai berikut:
1 Area Distribusi Kantor Utama (DS-A). 2 Area Distribusi Pengolahan (DS-B). 3 Area Distribusi Kilang (DS-C). 4 Area Distribusi Gudang (DS-D). 5 Area Distribusi Perumahan (DS-E).
Perhitungan Bobot
Sebelum memperhitungkan bobot setiap alternatif, model AHP membutuhkan rasio penilaian untuk masing-masing kriteria dan alternatif. Pengumpulan data penilaian rasio administrator jaringan dilakukan dengan cara pengisian kuesioner dan wawancara seperti pada Lampiran 1, 2, dan 3. Hasil penilaian tersebut selanjutnya akan dimasukkan ke dalam basis data untuk diperhitungkan bobotnya oleh aplikasi, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rasio penilaian administrator jaringan terhadap kriteria AHP
Setelah melakukan penilaian terhadap kriteria, selanjutnya dilakukan penilaian terhadap semua alternatif berdasarkan kriteria seperti pada Lampiran 4. Secara logika, didapat enam buah matriks perbandingan berpasangan untuk alternatif dan sebuah matriks perbandingan berpasangan untuk karaktersitik. Matriks tersebut selanjutnya akan digunakan untuk mencari nilai eigen pada masing-masing elemen dengan cara perkalian matriks.
Iterasi-1:
[matriksA] x [matriksA] = [matriksA’] Selanjutnya setiap hasil dari perkalian matriks dijumlahkan untuk setiap barisnya, dan dibagi dengan keseluruhan jumlah sel yang ada. Hasil akhirnya adalah sebuah matriks berukuran [1xn] yang merupakan nilai eigen dari elemen perkalian. Untuk mengetahui tingkat ketepatannya, minimal dilakukan dua kali perkalian matriks sehingga dapat diketahui delta atau consistency ratio -nya (CR).
Iterasi-2:
[matriksA’] x [matriksA’] = [matriksA’’]
Formula untuk mencari CR: Nilai Consistency Ratio (CR) =
Untuk mendapatkan nilai rasio konsistensi yang baik, capaian nilai rasio harus sekecil mungkin sampai derajat empat angka nol dibelakang koma. Pembandingan nilai rasio yang ideal dihitung dengan cara mencari nilai selisih dari nilai eigen karakteristik pada iterasi sebelumnya dengan nilai eigen karakteristik setelahnya. Jika selisihnya sudah bagus atau stabil, nilai eigen tersebut dianggap sudah dapat mewakili. Selanjutnya adalah menghitung nilai bobot akhir setiap alternatif dari eigen vektor yang telah didapat sebelumnya seperti pada Lampiran 6. Nilai akhir yang didapatkan selanjutnya akan mewakili setiap access switch pada tiap area distribusi, untuk diperhitungkan target pencapaiannya. Nilai bobot akhir kelima alternatif tersebut disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Bobot akhir hasil AHP untuk setiap
alternatif
No Alternatif Bobot Akhir AHP
1 DS-A 0.38946
Dalam dokumen petunjuk teknis target KPI Manager IT RU V Balikpapan disebutkan bahwa persentase ketersediaan yang harus dicapai adalah sebesar 99.20% untuk tahun 2012. Nilai tersebut selanjutnya akan dijabarkan menjadi target capaian kerja dalam satuan volume waktu. Target pencapaian yang diinginkan adalah nilai satuan waktu untuk satu bulan yang menggambarkan uptime
minimum atau downtime maksimum setiap perangkat.Untuk satu bulan penuh, target yang harus dipenuhi adalah 100% dengan kondisi tidak ada gangguan pada jaringan lokal dan pada perangkat.Hal tersebut dikarenakan jaminan jaringan setelah melewati coreswitch
sudah tidak lagi diperhitungkan.
Target ketersediaan membutuhkan dua komponen yaitu uptime dan downtime atau istilah lainnya Mean Time between/to Failure
(MTBF/MTTF) dan Mean Time to Repair
(MTTR). Target KPI adalah ketersediaan selama satu bulan (misalkan satu bulan adalah 30 hari) dengan beban sebesar 99.20% sesuai dengan target untuk tahun 2012 pada Lampiran 7, sehingga dapat disimulasikan seperti berikut:
MTBF dalam jam = 24 x 30
= 720 jam/bulan
atau dalam menit = 60 x 24 x 30 = 43200 menit/bulan
Jika target yang harus dicapai adalah 99.20%,
uptime minimum adalah:
MTTF x Target = 43200 x 99.20% = 42854.40 menit/bulan/perangkat atau 42854.40/60
= 714.24 jam/bulan/perangkat
Jadi, volume downtime yang diinginkan untuk setiap perangkat atau disebut dengan
unavailability dengan persentase sebesar 0.80%, adalah:
Total Uptime – Max Uptime(MTBF)
= 720 – 714.24 dapat diketahui bahwa nilai ketersediaan dapat disusun berdasarkan basis uptime maupun
downtime, tetapi harus dipilih salah satu jika berdasarkan bobot. Proses selanjutnya adalah menentukan besaran volume uptime serta
downtime untuk semua perangkat. Pada data iMC terdapat 74 buah access switch, sehingga volume yang harus dapat diperhitungkan adalah:
Uptime keseluruhan:
714.24 x 74 = 52853.76 jam/bulan
Downtime keseluruhan: 5.76 x 74 = 426.24 jam/bulan
8
harus dilakukan agar model yang digunakan dapat menghasilkan nilai yang diinginkan. Berbeda halnya dengan perhitungan manual tanpa aplikasi, proses pembentukkan data bisa dilakukan secara paralel karena alur kerja yang dipakai AHP tidak bersifat mengunci.
Gambar 5 Skema perhitungan ketersediaan pada aplikasi NAMIN.
Perhitungan Ketersediaan
Setelah didapatkan sasaran capaian yang harus dipenuhi, baik dari segi uptime maupun
downtime, maka selanjutnya adalah menghitung angka ketersediaan perangkat maupun keseluruhan jaringan. Rumusan yang dipakai adalah dasar dari formula Layman dengan menambahkan koefisien perbandingan AHP sebagai faktor pengali. Secara umum, rumus yang dipakai adalah:
A T TT T
dengan: MTBF* merupakan uptime
dikalikan dengan koefisien pembanding antara AHP dan non -AHP.
Perbedaanya adalah pada nilai uptime
yang diperhitungkan. Pada rumusan awal, nilai uptime merupakan nilai yang murni dari data uptimeperangkat dalam order waktu. Pada perhitungan ketersediaan AHP, nilai uptime harus dikalikan terlebih dahulu dengan angka perbandingan antara selisih waktu AHP dan tanpa AHP. Selisih waktu tersebut diambil dari selisih total downtime maksimum yang dapat dicapai, contohnya:
Downtime maksimum pada AHP:
451.98 jam/bulan
Downtime maksimum tanpa AHP: 426.24 jam/bulan
Nilai perbandingannya adalah: 451.98 / 426.24 = 1.0604 (koefisien)
Angka tersebut merupakan nilai koefisien yang akan dikalikan dengan nilai uptime
sebenarnya, contoh:
Uptime perangkat (30 hari): 720 jam (100%)
Maka nilai uptime yang akan dimasukkan ke dalam formula Layman adalah:
uptime x koefisien = 720 x 1.0604 = 763.482
Jadi, hasil ketersediaannya adalah:
A=
A=
A=
Jika akan dilakukan pembuktian ketersediaan 99.20%, dapat dilakukan dengan pendekatan downtime. Misalkan untuk AHP
downtime pada distirbusi E (DS-E) adalah 10
Maka persentase nilai ketersediaannya berdasarkan AHP adalah:
A= x x
Angka ketersediaan di atas masih di bawah persentase target ketersediaan 99.20%, tetapi nilai akhir total ketersediaan akan berbeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pembobotan AHP
kondisi sebelum dilakukan proses AHP dan perhitungan downtime menurut Layman, diperkirakan ada hubungan yang tegak lurus antara bobot dan downtime. Terbukti bahwaperangkat yang memiliki bobot yang besar memiliki volume downtime yang kecil, dan sebaliknya. Formula yang dipakai untuk menentukan angka ketersediaan adalah sesuai dengan rumusan Layman dengan koefisien seperti pada penjelasan metodologi penelitian. Tabel 6 Hasil akhir perhitungan AHP sekaligus
menggambarkan tingkat prioritas
untuk setiap access switch di semua area distribusi
451.98
Pada Tabel 6, dapat dilihat pembuktian bahwa perangkat dengan bobot tinggi memiliki downtime yang kecil dan menjadi prioritas utama, begitu juga sebaliknya. Dengan rumus ketersediaan berdasarkan formula Layman, downtime yang dimiliki untuk setiap distribusi akan berbeda-beda. Persentase capaian tiap perangkat pun akan berbeda. Akan tetapi total capaiannya tetap memenuhi SLA jika tidak melewati downtime
maksimum. Dengan kata lain, downtime merupakan distribusi waktu yang sebarannya ditentukan oleh karakteristik area distribusi tersebut.
Pada Tabel 7 dan Gambar 6, diperlihatkan sebaran waktu dan ketersediaan untuk setiap distribusi. Pada tabel tersebut terlihat bahwa tingkat ketersediaan tiap distribusi berbeda-beda. Jika melihat angka target ketersediaan tersebut, tentu saja terdapat distribusi yang tidak mencapai target pencapaian. Jika melihat setiap bagian memang akan terlihat perbedaan yang signifikan, tetapi bukan berarti tingkat ketersediaan di area distribusi tersebut diabaikan. Perhitungan bobot AHP yang secara umum menggambarkan perbedaan dari segi target pencapaian. Secara umum tingkat ketersediaan akan tetap sesuai dengan target umum SLA yaitu 99.20%.
Tabel 7 Ketersediaan dengan downtime
maksimum untuk tiap perangkat
Area
Gambar 6 Perbandingan ketersediaan tiap
distribusi untuk downtime maksimum.
Dengan angka ketersediaan yang berbeda-beda tersebut bukan berarti hasil akhirnya tidak akan mencapai sasaran 99.20%. Rataan angka ketersediaan tersebut adalah target capaian tiap distribusi sebagai bentuk pembobotan dari segi uptime. Angka pencapaian tersebut tentu saja ditunjang dengan jumlah access switch yang berada di setiap area distribusinya sehingga jika nilai ketersediaan tersebut dikalikan dengan banyaknya access switch, hasilnya akan penuh seperti dibuktikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Total ketersediaan dengan kondisi pencapaian downtime maksimum
Area
10
DS-D 7 98.59%
DS-E 6 97.56%
Rata-rata Ketersediaan 99.20% Dari hasil perhitungan yang digambarkan pada Tabel 8, sesungguhnya ketersediaan yang diperhitungkan oleh AHP adalah ketersediaan keseluruhan perangkat. Hal tersebut karena pertimbangan yang dilakukan oleh AHP adalah pembobotan secara keseluruhan untuk menjamin tujuan yang bersifat umum. Dengan kata lain, objek yang dibagikan secara adil untuk setiap area distribusi berdasarkan prioritasnya adalah waktu downtime atau uptime. Pada penelitian diatas, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan downtime.
Pada Tabel 5, digambarkan hasil akhir pembobotan AHP untuk kedua kalinya. Kalibrasi atau perhitungan bobot yang pertama kali ternyata tidak menghasilkan nilai yang diinginkan dikarenakan terjadi kesalahan perhitungan pada formula Layman. Kesalahan tersebut berakibat pada volume downtime
yang tidak searah dengan tingkat prioritas alternatif. Hasil dari kalibrasi pertama yang dianggap gagal dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil pembobotan awal pada kalibrasi
Downtime setiap access
switch tanpa AHP 426.24
Pada Tabel 5, terlihat bahwa sebaran
downtime menjadi lebih proporsional sedangkan pada Tabel 9, untuk kalibrasi pertama masih tidak konsisten dalam membuktikan prioritas perangkat. Pada kalibrasi pertama, nilai downtime maksimum masih sama dengan perhitungan tanpa AHP, yaitu 426.24 jam/bulan. Hal tersebut terjadi karena bobot AHP yang didapat hanya dijadikan sebagai faktor pembagi saja,sedangkan pada kalibrasi kedua, terdapat nilai koefisien yang diambil dari
perbandingandowntime maksimum dari AHP dan tanpa AHP.
Hasil pada kalibrasi AHP yang pertama kurang disetujui oleh manajer, karena dirasa belum dapat membuktikan bobot yang berkesesuaian dengan downtime. Maka,kalibrasi AHP kedua dijadikan sebagai bahan perbandingan. Jika hasil dari semua pembobotan tersebut dibandingkan dengan perhitungan ketersediaan tanpa rasio AHP, dapat dilihat perbedaan yang cukup signifikan antara semua kondisi, seperti diperlihatkan pada Gambar 7.
Pada Gambar 7, dapat diperhatikan bahwa bobot yang dimiliki oleh setiap distribusi sudah searah dengan jatah downtime yang dimiliki untuk setiap perangkat di area distribusi tersebut. Tren yang ditunjukkan oleh bobot AHP yang kedua juga dirasa sudah cukup ideal, sesuai dengan perhitungan kalibrasi simulasi pada Lampiran 5. Sebaran waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi target ketersediaan keseluruhan jaringan sudah dapat didistribusikan dengan lebih proporsional, tetapi tetap dengan satu nilai ketersediaan yang sama.
Gambar 7 Grafik perbandingan downtime
maksimum antara AHP dan tanpa AHP.
Jika tanpa AHP, keseluruhan maximum downtime adalah 5.76 x 74 switch = 426.24 jam untuk satu bulan. Setelah dihitung bobot AHP nya, jatah downtime yang dimiliki sampai dengan 451.98 jam/ bulan. Dari angka tersebut dapat dilihat bahwa selisih waktu yang dimiliki lebih besar 25.74 jam/bulan sebagai angka jatah aman bagi keseluruhan perangkat. Ilustrasi selisih waktu tersebut ditunjukkan pada Gambar 8. Perbedaan tersebut sangat terasa efeknya dalam hal pencapaian konkrit tiap bulan.
0.00
DS-A DS-B DS-C DS-D DS-E
Gambar 8 Selisih downtime antara AHP dan tanpa AHP.
Capaian Ketersediaan
Setelah diketahui downtime maksimum untuk setiap area distribusi atau perangkat, ketersediaan jaringan dapat diketahui dari sebaran uptime perangkat. Untuk memperlihatkan efek atau perbedaan hasil ketersediaan dari model AHP yang dibuat dengan dan tanpa AHP, diambil sebaran data
uptime untuk bulan Juni 2012. Hasil yang didapat ternyata cukup memuaskan dilihat dari tercapainya sasaran SLA sesuai dengan dokumen KPI yang harus dipenuhi.
Gambar 9 Perbandingan ketersediaan AHP dan tanpa AHP untuk bulan Juni 2012.
Dari Gambar 9, dapat dilihat bahwa kondisi volume uptime yang sama ternyata sangat berpengaruh dalam pencapaian sasaran SLA. Pada kondisi di atas waktu downtime
yang terjadi secara keseluruhan adalah sebesar 441.26 jam. Menurut perhitungan standar, volume downtime sebesar itu, tentu saja sudah melewati downtime yang diizinkan sehingga hasilnya sudah pasti dibawah target ketersediaan minimum yang harus dicapai, yaitu sebesar 99.20%.
Dengan pengimplementasian AHP ternyata pembobotan yang dilakukan sangat berpengaruh terhadap pencapaian target. Walaupun selisih ketersediaan relatif kecil yaitu sebesar 0.04%, tetapi hasil akhirnya akan sangat signifikan terhadap pencapaian
kinerja dan pelaporan kondisi jaringan. Kunci dari perbedaan angka yang didapat adalah bobot dan koefisien pengali yang didapat dari selisih downtime. Koefisien tersebut tidak dijelaskan secara detail pada rumusan Layman, tetapi menurut perhitungan dan percobaan, angka koefisien tersebut merupakan kunci untuk menormalkan volume
downtime yang besar dengan uptime yang seharusnya didapat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pembobotan perangkat dan pencarian nilai ketersediaan yang sesuai dengan prioritas, antara lain:
1 Perbedaan ketersediaan pada bulan Juni 2012 dengan dan tanpa pemodelan AHP adalah sekitar 0.04%, dengan nilai AHP lebih baik dari pada non-AHP.
2 Angka ketersediaan merupakan nilai rata-rata ketersediaan keseluruhan perangkat yang menggambarkan persentase ketersediaan sesungguhnya.
3 Pembobotan dengan data kuantitatif bersifat konvergen, sedangkan data kualitatif bersifat humanis walaupun pada akhirnya konvergen ke satu sasaran. 4. Perlu dilakukan konversi nilai dari data
kualitatif ke data kuantitatif untuk mempermudah pembobotan setimbang. 4 Bobot yang dihasilkan AHP memiliki arah
yang tegak lurus dengan prioritas dan waktu uptime perangkat.
5 Kunci ketersediaan dengan pembobotan adalah volume downtime di setiap distribusi, karena angka tersebut adalah angka batas atau threshold.
Saran
Dalam proses pengembangan metode maupun konsep perhitungan AHP, untuk mendapatkan hasil yang maksimal disarankan untuk melakukan hal-hal berikut ini:
1 Penilaian rasio yang dilakukan oleh administrator harus dilakukan dengan serius. Jika perlu, administrator harus didampingi dan diarahkan atau dibimbing agar pengisian tidak sembarangan.
2 Perlu dilakukan minimal dua kali kalibrasi atau penilaian dan pembentukan bobot akhir AHP, untuk membandingkan apakah kondisi bobot yang dimiliki dapat mencapai sasaran atau tidak, sesuai dengan target yang diinginkan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Chumash, T. 2006. Obtaining ive “Nines” of
Availability for Internet Services. New Jersey: Rutgers, The State University of New Jersey.
Fishman, DM. 2000. Application Availability: An Approach to Measurement. Santa Clara: Sun Microsystems Inc.
Lammle, T. 2005. CCNA: Cisco® Certified Network Associate Study Guide. Ed. ke-5. London: Sybex.
Saaty, Thomas L. 2008. Decision Making with The Analytic Hierarchy Process. Pittsburgh: University of Pittsburgh. Stanley, Susan. 2001. MTBF, MTTR, MTTF &
13
Lampiran 1 Lembar hasil kuesioner administrator jaringan #1 #Admin-1
? Question Berdasarkan faktor tingkat kepentingan, kriteria apa yang paling dominan
dibandingkan yang lain? Misalkan: Banyaknya Access Switch sedikit lebih dominan dibandingkan User, Rasionya 2:1, diisi 2/1, jika sebaliknya rasio 1:2, diisi ½
MASTER
Kriteria Lokasi Byk Access Traffic
Byk
User
24hrs Needed
Spc Needed
Lokasi 1 3.00000 0.33333 2.33333 1.66667 1.33333
Banyak Access 0.33333 1 0.11111 0.77778 0.55556 0.44444
Traffic 3.00000 9.00000 1 7.00000 5.00000 4.00000 Banyak User 0.42857 1.28571 0.14286 1 0.71429 0.57143
24hrs Needed 0.60000 1.80000 0.20000 1.40000 1 0.80000
Special Needed 0.75000 2.25000 0.25000 1.75000 1.25000 1
? Question Berdasarkan kriteria LOKASI, bagaimana nilai rasio perbandingan
kepentingan antar distribution atau access switches? (Inisial Pembanding: Perkantoran, Kilang, Perumahan)
#1 Alternatif
LOKASI DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 5.00000 3.00000 7.00000 9.00000
DS B 0.20000 1 0.60000 1.40000 1.80000
DS C 0.33333 1.66667 1 2.33333 3.00000
DS D 0.14286 0.71429 0.42857 1 1.28571
DS E 0.11111 0.55556 0.33333 0.77778 1
? Question Menurut sebaran switch akses yang berada di tiap distribusi, bagaimana
rasio bobot antar distribusi, dengan mempertimbangkan kuantitas dan layanan switch akses?
Setuju dengan hasil rasio iMC
#2 Alternatif
BYK SW ACC DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.13636 1.47059 3.57143 4.16667
DS B 0.88000 1 1.29412 3.14286 3.66667
DS C 0.68000 0.77273 1 2.42857 2.83333
DS D 0.28000 0.31818 0.41176 1 1.16667
DS E 0.24000 0.27273 0.35294 0.85714 1
? Question Berdasarkan traffic jaringan di setiap area distribusi, bagaimana perbadingan bobotnya, jika ikut mempertimbangkan sisi kualitas data yang termonitor?
Setuju dengan hasil rasio
PRTG
#3 Alternatif
TRAFFIC DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.24634 2.72250 9.00000 3.74430
DS B 0.80235 1 2.18439 7.85189 3.00423
DS C 0.36731 0.45779 1 3.59454 1.37532
DS D 0.10219 0.12736 0.27820 1 0.38261
Lampiran 1 Lanjutan
? Question Menurut banyaknya user yang terdapat di tiap area distribusi, bagaimana rasio bobot tiap distribusi dengan pertimbangan kuantitas user dengan level kepentingan user-user khusus?
Setuju dengan hasil rasio
DHCP
#4 Alternatif
BYKUSER DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.51149 4.31004 7.53435 5.01015
DS B 0.66160 1 2.85153 4.98473 3.31472
DS C 0.23202 0.35069 1 1.74809 1.16244
DS D 0.13273 0.20061 0.57205 1 0.66497
DS E 0.19959 0.30168 0.86026 1.50382 1
? Question Berdasarkan kriteria 24HOURS NEEDED, bagaimana nilai rasio
perbandingan antar distribution atau access switch? (Inisial Pembanding: Jam Lembur, Shift, Perangkat Aktif)
#5 Alternatif
24HRS
NEEDED DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 5.00000 3.00000 7.00000 9.00000
DS B 0.20000 1 0.60000 1.40000 1.80000
DS C 0.33333 1.66667 1 2.33333 3.00000
DS D 0.14286 0.71429 0.42857 1 1.28571
DS E 0.11111 0.55556 0.33333 0.77778 1
? Question Berdasarkan kriteria SPECIAL NEEDED, bagaimana nilai rasio
perbandingan antar distribution atau access switch? (Inisial Pembanding: Terdapat Server, Perangkat Khusus)
#6 Alternatif
SPECIAL
NEEDED DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 5.00000 3.00000 7.00000 9.00000
DS B 0.20000 1 0.60000 1.40000 1.80000
DS C 0.33333 1.66667 1 2.33333 3.00000
DS D 0.14286 0.71429 0.42857 1 1.28571
DS E 0.11111 0.55556 0.33333 0.77778 1
diisi pada 11-06-2012 oleh
Tunarji Wibowo
Assistant Data Comm. & Sys. Support Ops
15
Lampiran 2 Lembar hasil kuesioner administrator jaringan #2 #Admin-2
? Question Berdasarkan faktor tingkat kepentingan, kriteria apa yang paling dominan dibandingkan yang lain? Misalkan: Banyaknya Access Switch sedikit lebih dominan dibandingkan User, Rasionya 2:1, diisi 2/1, jika sebaliknya rasio 1:2, diisi ½
MASTER
Kriteria Lokasi Byk Access Traffic
Byk
User
24hrs Needed
Spc Needed
Lokasi 1 1.66667 1.66667 1.66667 1.66667 1.66667
Banyak Access 0.60000 1 0.60000 0.60000 0.60000 1.66667
Traffic 0.60000 1.66667 1 1.66667 0.60000 1.66667 Banyak User 0.60000 1.66667 0.60000 1 0.60000 1.66667
24hrs Needed 0.60000 1.66667 1.66667 1.66667 1 1.66667
Special Needed 0.60000 0.60000 0.60000 0.60000 0.60000 1
? Question Berdasarkan kriteria LOKASI, bagaimana nilai rasio perbandingan
kepentingan antar distribution atau access switch? (Inisial Pembanding: Perkantoran, Kilang, Perumahan)
#1 Alternatif
LOKASI DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.50000 1.20000 3.00000 6.00000
DS B 0.66667 1 1.66667 1.66667 5.00000
DS C 0.83333 0.60000 1 1.66667 5.00000
DS D 0.33333 0.60000 0.60000 1 1.66667
DS E 0.16667 0.20000 0.20000 0.60000 1
? Question Menurut sebaran switch akses yang berada di tiap distribusi, bagaimana
rasio bobot antar distribusi, dengan mempertimbangkan kuantitas dan layanan switch akses?
#2 Alternatif
BYK SW ACC DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.66667 1.66667 1.66667 5.00000
DS B 0.60000 1 1.66667 1.66667 5.00000
DS C 0.60000 0.60000 1 1.66667 5.00000
DS D 0.60000 0.60000 0.60000 1 1.66667
DS E 0.20000 0.20000 0.20000 0.60000 1
? Question Berdasarkan traffic jaringan di setiap area distribusi, bagaimana perbadingan bobotnya, jika ikut mempertimbangkan sisi kualitas data yang termonitor?
#3 Alternatif
TRAFFIC DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.40000 2.33333 3.50000 7.00000
DS B 0.71429 1 1.66667 1.66667 7.00000
DS C 0.42857 0.60000 1 1.66667 3.00000
DS D 0.28571 0.60000 0.60000 1 3.00000
Lampiran 2 Lanjutan
? Question Menurut banyaknya user yang terdapat di tiap area distribusi, bagaimana rasio bobot tiap distribusi dengan pertimbangan kuantitas user dengan level kepentingan user-user khusus?
#4 Alternatif
BYKUSER DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 3.00000 1.66667 2.50000 5.00000
DS B 0.33333 1 3.00000 2.50000 5.00000
DS C 0.60000 0.33333 1 3.00000 5.00000
DS D 0.40000 0.40000 0.33333 1 3.00000
DS E 0.20000 0.20000 0.20000 0.33333 1
? Question Berdasarkan karakteristik 24HOURS NEEDED, bagaimana nilai rasio
perbandingan antar distribution atau access switch? (Inisial Pembanding: Jam Lembur, Shift, Perangkat Aktif)
#5 Alternatif
24HRS
NEEDED DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 0.14286 1.75000 1.75000 0.33333
DS B 7.00000 1 1.40000 1.66667 7.00000
DS C 0.57143 0.71429 1 3.00000 5.00000
DS D 0.57143 0.60000 0.33333 1 3.00000
DS E 3.00000 0.14286 0.20000 0.33333 1
? Question Berdasarkan kriteria SPECIAL NEEDED, bagaimana nilai rasio
perbandingan antar distribution atau access switch? (Inisial Pembanding: Terdapat Server, Perangkat Khusus)
#6 Alternatif
SPECIAL
NEEDED DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.40000 1.75000 1.75000 2.33333
DS B 0.71429 1 1.66667 1.66667 5.00000
DS C 0.57143 0.60000 1 3.00000 3.00000
DS D 0.57143 0.60000 0.33333 1 2.00000
DS E 0.42857 0.20000 0.33333 0.50000 1
diisi pada 14-06-2012 oleh
Muhammad Royamin
Assistant Telephone and Radio Communication Ops.
17
Lampiran 3 Lembar hasil kuesioner administrator jaringan #3 #Admin-3
? Question Berdasarkan faktor tingkat kepentingan, karakteristik apa yang paling dominan dibandingkan yang lain? Misalkan: Banyaknya Access Switch
sedikit lebih dominan dibandingkan User, Rasionya 2:1, diisi 2/1, jika sebaliknya rasio 1:2, diisi ½
MASTER
Kriteria Lokasi Byk Access Traffic
Byk
User
24hrs Needed
Spc Needed
Lokasi 1 1.40000 5.00000 1.80000 1.25000 1.66667
Banyak Access 0.71429 1 7.00000 0.77778 1.75000 2.33333
Traffic 0.20000 0.14286 1 0.11111 0.25000 0.33333 Banyak User 0.55556 1.28571 9.00000 1 2.25000 3.00000
24hrs Needed 0.80000 0.57143 4.00000 0.44444 1 1.33333
Special Needed 0.60000 0.42857 3.00000 0.33333 0.75000 1
? Question Berdasarkan kriteria LOKASI, bagaimana nilai rasio perbandingan
kepentingan antar distribution atau access switch? (Inisial Pembanding: Perkantoran, Kilang, Perumahan)
#1 Alternatif
LOKASI DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.28571 1.80000 3.00000 9.00000
DS B 0.77778 1 1.40000 2.33333 7.00000
DS C 0.55556 0.71429 1 1.66667 5.00000
DS D 0.33333 0.42857 0.60000 1 3.00000
DS E 0.11111 0.14286 0.20000 0.33333 1
? Question Menurut sebaran switch akses yang berada di tiap distribusi, bagaimana
rasio bobot antar distribusi, dengan mempertimbangkan kuantitas dan layanan switch akses?
#2 Alternatif
BYK SW ACC DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.28571 1.80000 3.00000 9.00000
DS B 0.77778 1 1.40000 2.33333 7.00000
DS C 0.55556 0.71429 1 1.66667 5.00000
DS D 0.33333 0.42857 0.60000 1 3.00000
DS E 0.11111 0.14286 0.20000 0.33333 1
? Question Berdasarkan traffic jaringan di setiap area distribusi, bagaimana perbadingan bobotnya, jika ikut mempertimbangkan sisi kualitas data yang termonitor?
Setuju dengan hasil rasio
PRTG
#3 Alternatif
TRAFFIC DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.24634 2.72250 9.00000 3.74430
DS B 0.80235 1 2.18439 7.85189 3.00423
DS C 0.36731 0.45779 1 3.59454 1.37532
DS D 0.10219 0.12736 0.27820 1 0.38261
Lampiran 3 Lanjutan
? Question Menurut banyaknya user yang terdapat di tiap area distribusi, bagaimana rasio bobot tiap distribusi dengan pertimbangan kuantitas user dengan level kepentingan user-user khusus?
Setuju dengan hasil rasio
DHCP
#4 Alternatif
BYKUSER DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.51149 4.31004 7.53435 5.01015
DS B 0.66160 1 2.85153 4.98473 3.31472
DS C 0.23202 0.35069 1 1.74809 1.16244
DS D 0.13273 0.20061 0.57205 1 0.66497
DS E 0.19959 0.30168 0.86026 1.50382 1
? Question Berdasarkan kriteria 24HOURS NEEDED, bagaimana nilai rasio
perbandingan antar distribution atau access switch? (Inisial Pembanding: Jam Lembur, Shift, Perangkat Aktif)
#5 Alternatif
24HRS
NEEDED DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.66667 0.55556 0.71429 5.00000
DS B 0.60000 1 0.33333 0.42857 3.00000
DS C 1.80000 3.00000 1 1.28571 9.00000
DS D 1.40000 2.33333 0.77778 1 7.00000
DS E 0.20000 0.33333 0.11111 0.14286 1
? Question Berdasarkan kriteria SPECIAL NEEDED, bagaimana nilai rasio perbandingan antar distribution atau access switch? (Inisial Pembanding: Terdapat Server, Perangkat Khusus)
#6 Alternatif
SPECIAL
NEEDED DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 3.00000 1.28571 1.80000 9.00000
DS B 0.33333 1 0.42857 0.60000 3.00000
DS C 0.77778 2.33333 1 1.40000 7.00000
DS D 0.55556 1.66667 0.71429 1 5.00000
DS E 0.11111 0.33333 0.14286 0.20000 1
diisi pada 11-06-2012 oleh
Faisal Syururi
Network Support
19
Lampiran 4 Rataan nilai dari kuesioner AHP
Total Rasio Perbandingan Parameter AHP
Pengukuran Availabilitas Jaringan pada Unit Refinery Unit 5 Balikpapan
MASTER
Kriteria Lokasi
Byk Sw
Access Traffic
Byk
User
24hrs Needed
Spc Needed
Lokasi 1 2.02222 2.33333 1.93333 1.52778 1.55556
Banyak
SwAccess 0.49451 1 2.57037 0.71852 0.96852 1.48148 Traffic 0.42857 0.38905 1 2.92593 1.95000 2.00000 Banyak User 0.51724 1.39175 0.34177 1 1.18810 1.74603
24hrs Needed 0.65455 1.03250 0.51282 0.84168 1 1.26667
Special Needed 0.64286 0.67500 0.50000 0.57273 0.78947 1
#1 Alternatif
LOKASI DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.94643 1.50000 3.25000 6.00000
DS B 0.51376 1 0.91667 1.35000 3.45000
DS C 0.66667 1.09091 1 1.41667 3.25000
DS D 0.30769 0.74074 0.70588 1 1.48810
DS E 0.16667 0.28986 0.30769 0.67200 1
#2 Alternatif
BYK SWACC DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.36291 1.64575 2.74603 6.05556
DS B 0.73372 1 1.45359 2.38095 5.22222
DS C 0.60763 0.68795 1 1.92063 4.27778
DS D 0.36416 0.42000 0.52066 1 1.94444
DS E 0.16514 0.19149 0.23377 0.51429 1
#3 Alternatif
TRAFFIC DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 1.29756 2.59278 7.16667 4.82954
DS B 0.77068 1 2.01182 5.79015 4.33616
DS C 0.38569 0.49706 1 2.95192 1.91688
DS D 0.13953 0.17271 0.33876 1 1.25508
DS E 0.20706 0.23062 0.52168 0.79676 1
#4 Alternatif
BYK USER DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 2.00766 3.42892 5.85623 5.00677
DS B 0.49809 1 2.90102 4.15649 3.87648
DS C 0.29164 0.34471 1 2.16539 2.44162
DS D 0.17076 0.24059 0.46181 1 1.44332
Lampiran 4 Lanjutan
#5 Alternatif
24HRS
NEEDED DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 2.26984 1.76852 3.15476 4.77778
DS B 0.44056 1 0.77778 1.16508 3.93333
DS C 0.56545 1.28571 1 2.20635 5.66667
DS D 0.31698 0.85831 0.45324 1 3.76190
DS E 0.20930 0.25424 0.17647 0.26582 1
#6 Alternatif
SPECIAL
NEEDED DS A DS B DS C DS D DS E
DS A 1 3.13333 2.01190 3.51667 6.77778
DS B 0.31915 1 0.89841 1.22222 3.26667
DS C 0.49704 1.11307 1 2.24444 4.33333
DS D 0.28436 0.81818 0.44554 1 2.76190
21
Lampiran 5 Matriks perbandingan antar alternatif
Nilai Eigen Alternatif Lokasi
Lokasi DS A DS B DS C DS D DS E Nilai Eigen
DS A 1.00000 1.94643 1.50000 3.25000 6.00000 0.38374
DS B 0.51376 1.00000 0.91667 1.35000 3.45000 0.20025
DS C 0.66667 1.09091 1.00000 1.41667 3.25000 0.21813
DS D 0.30769 0.74074 0.70588 1.00000 1.48810 0.12944
DS E 0.16667 0.28986 0.30769 0.67200 1.00000 0.06843
Nilai Eigen Alternatif Banyaknya Access Switch
Banyak
Access DS A DS B DS C DS D DS E Nilai Eigen
DS A 1.00000 1.36291 1.64575 2.74603 6.05556 0.34167
DS B 0.73372 1.00000 1.45359 2.38095 5.22222 0.27790
DS C 0.60763 0.68795 1.00000 1.92063 4.27778 0.21206
DS D 0.36416 0.42000 0.52066 1.00000 1.94444 0.11403
DS E 0.16514 0.19149 0.23377 0.51429 1.00000 0.05434
Nilai Eigen Alternatif Network Traffic
Traffic DS A DS B DS C DS D DS E Nilai Eigen
DS A 1.00000 1.29756 2.59278 7.16667 4.82954 0.39524
DS B 0.77068 1.00000 2.01182 5.79015 4.33616 0.31689
DS C 0.38569 0.49706 1.00000 2.95192 1.91688 0.15529
DS D 0.13953 0.17271 0.33876 1.00000 1.25508 0.06204
Lampiran 5 Lanjutan
Nilai Eigen Alternatif Banyaknya User
Byk
User DS A DS B DS C DS D DS E
Nilai Eigen
DS A 1.00000 2.00766 3.42892 5.85623 5.00677 0.44005
DS B 0.49809 1.00000 2.90102 4.15649 3.87648 0.28653
DS C 0.29164 0.34471 1.00000 2.16539 2.44162 0.13407
DS D 0.17076 0.24059 0.46181 1.00000 1.44332 0.07371
DS E 0.19973 0.25797 0.40956 0.69285 1.00000 0.06564
Nilai Eigen Alternatif 24hrs Needed for Shift 24hrs
Needed DS A DS B DS C DS D DS E
Nilai Eigen
DS A 1.00000 2.26984 1.76852 3.15476 4.77778 0.37653
DS B 0.44056 1.00000 0.77778 1.16508 3.93333 0.17772
DS C 0.56545 1.28571 1.00000 2.20635 5.66667 0.25413
DS D 0.31698 0.85831 0.45324 1.00000 3.76190 0.14114
DS E 0.20930 0.25424 0.17647 0.26582 1.00000 0.05048
Nilai Eigen Alternatif Special Needed Special
Need DS A DS B DS C DS D DS E
Nilai Eigen
DS A 1.00000 3.13333 2.01190 3.51667 6.77778 0.42345
DS B 0.31915 1.00000 0.89841 1.22222 3.26667 0.16673
DS C 0.49704 1.11307 1.00000 2.24444 4.33333 0.22986
DS D 0.28436 0.81818 0.44554 1.00000 2.76190 0.12789
23
Lampiran 6 Akumulasi penilaian rasio dan nilai eigen kriteria Matriks Berpasangan antar Kriteria Lokasi Banyak
Access Traffic
Banyak
User
24hrs Needed
Special Needed
Lokasi 1.00000 2.02222 2.33333 1.93333 1.52778 1.55556 Banyak
Access 0.49451 1.00000 2.57037 0.71852 0.96852 1.48148 Traffic 0.42857 0.38905 1.00000 2.92593 1.95000 2.00000 Banyak User 0.51724 1.39175 0.34177 1.00000 1.18810 1.74603
24hrs Needed 0.65455 1.03250 0.51282 0.84168 1.00000 1.26667
Special
Needed 0.64286 0.67500 0.50000 0.57273 0.78947 1.00000
Nilai Eigen kriteria Karakteristik Nilai Eigen
Lokasi 0.25971
Banyak Access 0.17986
Traffic 0.18977
Banyak User 0.14122
24hrs Needed 0.12714
Special Needed 0.10231
Lampiran 7 Dokumen teknis ketersediaan infrastruktur jaringan
Fungsi General Affair/CSS/IT RU V Balikpapan Lampiran
Jabatan Communication Operations Assistant
Manager IT RU V Balikpapan Tanggal Januari 2012 KPI Ketersediaan Infrastruktur Communication & Data System di IT RU V
Balikpapan
Definisi KPI Persentase ketersediaan infrastruktur komunikasi dan data di IT RU V Balikpapan
Formula
Persentase uptime dari infrastruktur komunikasi dan data diluar jadwal waktu pemeliharaan (Unschedule downtime).
Pengukuran ketersediaan localsystem di RU V Balikpapan
Satuan %
Rasional untuk Penentuan target
Base : 99.20%
Stretch: 100.00%
Polaritas Semakin besar semakin bagus
Sasaran Untuk mendorong pencapaian kinerja maksimum Frekuensi
Pelaporan Quarterly
Sumber Data Kompilasi ketersediaan infrastruktur komunikasi dan data di IT RU V Balikpapan
Pemilik KPI Communication Operations Assistant Manager IT RU V Balikpapan
Keterangan
25
Lampiran 8 Konversi data kuantitatif untuk kriteria “Banyak AccessSwitch”
No Area Distribusi Banyaknya Access Switch Poin
1 DS-A 23 9
2 DS-B 22 6
3 DS-C 16 5
4 DS-D 7 3
5 DS-E 6 1
Konversi Poin
Level Poin Kuantitas
Minimum 1 6
2 6.5
3 7
4 11.5
5 16
6 22.25 22
7 22.5
8 22.75