• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi kemitraan antara PT. Samudra Jaya Abadi dengan petani pembuat gula kelapa mitra di kabupaten Ciamis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi kemitraan antara PT. Samudra Jaya Abadi dengan petani pembuat gula kelapa mitra di kabupaten Ciamis"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KEMITRAAN ANTARA PT. SAMUDRA JAYA

ABADI DENGAN PETANI PEMBUAT GULA KELAPA MITRA

DI KABUPATEN CIAMIS

SKRIPSI

ASTRI WIDAYANTI RAHMAT H34070031

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

ASTRI WIDAYANTI RAHMAT. Evaluasi Kemitraan antara PT. Samudra Jaya Abadi dengan Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra di Kabupaten Ciamis. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUSI FAUSIA).

Kelapa merupakan komoditas perkebunan yang banyak tumbuh di Indonesia. Komoditas kelapa merupakan komoditas yang memiliki nilai kompetitif, mudah untuk dikembangkan, dapat tumbuh baik dimana saja, dan hampir semua bagian dari kelapa memiliki manfaat untuk berbagai keperluan. Nira kelapa merupakan bagian dari kelapa yang memiliki nilai ekonomis. Nira diperoleh dari tandan bunga, sehingga apabila kelapa menghasilkan nira maka kelapa tersebut tidak lagi menghasilkan buah. Nira kelapa yang diuapkan akan menghasilkan gula kelapa. Pengolahan nira menjadi gula kelapa dapat meningkatkan pendapatan petani jika dibandingkan apabila petani hanya menjual buah kelapa butiran. Kabupaten Ciamis merupakan daerah penghasil gula kelapa. Banyaknya usaha pembuatan gula kelapa di Kabupaten Ciamis ditunjang oleh banyaknya pohon kelapa yang dibudidayakan di kawasan ini.

Pelaku utama pada industri gula kelapa yaitu petani pembuat gula kelapa. Permasalahan yang dihadapi industri gula kelapa pada umumnya yaitu industri gula kelapa masih banyak diusahakan secara tradisional, petani pembuat gula kelapa kurang teratur dalam memelihara pohon kelapa, keterbatasan mengakses pasar dan modal, serta mutu gula kelapa tidak seragam. Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam mengatasi masalah ini adalah melalui kemitraan usaha.

PT. Samudra Jaya Abadi (PT. SJA) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan gula kelapa. PT. SJA melakukan kemitraan dengan petani pembuat gula kelapa mitra di Kabupaten Ciamis. Pada kemitraan ini, PT. SJA merekrut koordinator sebagai pengumpul gula kelapa dari petani pembuat gula kelapa. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang terjalin pada usaha gula kelapa, yaitu antara PT. SJA, koordinator dan petani pembuat gula kelapa (2) melakukan evaluasi kemitraan berdasarkan aspek manajemen kemitraan dan aspek manfaat kemitraan.

Penelitian dilaksanakan di PT. SJA. Petani pembuat gula kelapa yang dijadikan sampel berada di Kabupaten Ciamis. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011. Responden penelitian adalah petani pembuat gula kelapa mitra sebanyak 48 orang dan petani pembuat gula kelapa non mitra sebanyak 30 orang. Informan penelitian adalah Direktur Pembelian dan Pemasaran PT. SJA dan Sekretaris Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) serta sembilan koordinator. Evaluasi kemitraan dilakukan dengan cara menilai pelaksanaan kemitraan menggunakan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian.

(3)

iv Yayasan Cikal Sinergi. Pelaksanaan pembinaan masih memiliki kelemahan yaitu pembinaan belum dirasakan oleh seluruh petani pembuat gula kelapa mitra. Hal ini dikarenakan pembinaan tidak langsung dilakukan kepada seluruh petani pembuat gula kelapa mitra melainkan melalui koordinator dan perwakilan petani pembuat gula kelapa mitra.

Berdasarkan hasil analisis pada aspek proses manajemen kemitraan dapat disimpulkan bahwa kemitraan masih memiliki banyak kelemahan. Perencanaan kemitraan hanya dilakukan oleh perusahaan mitra saja, tidak adanya kejelasan mengenai peranan masing-masing pihak yang bermitra, penentuan harga gula kelapa belum melibatkan semua pihak yang bermitra, dan pelaksanaan kemitraan tidak dilakukan secara transparan. Petani pembuat gula kelapa mitra maupun koordinator ada yang menjual sebagian gula kelapa yang diproduksinya keluar. Selain itu kemitraan tidak disertai kontrak tertulis. Perjanjian hanya dilakukan secara lisan dan sifatnya non formal. Hal ini tentu saja dapat merugikan kedua belah pihak, karena jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak yang bermitra maka pihak yang dirugikan tidak dapat mengajukan tuntutan akibat tidak adanya kekuatan hukum yang berlaku.

Manfaat kemitraan yang dirasakan petani pembuat gula kelapa mitra yaitu produktivitas gula kelapa dan pendapatan petani pembuat gula kelapa mitra lebih tinggi daripada non mitra. Hal ini dikarenakan sebagian besar petani pembuat gula kelapa mitra (72,9 persen) telah rutin melakukan pemupukan pohon kelapa. Pemupukan pohon kelapa yang dilakukan petani pembuat gula kelapa mitra juga berdampak baik untuk konservasi tanah. Disamping kemitraan memberikan manfaat kepada petani pembuat gula kelapa mitra, kemitraan pada usaha gula kelapa ini juga merugikan petani pembuat gula kelapa mitra jika dilihat dari sisi harga yang diterima petani pembuat gula kelapa mitra yang lebih rendah dari harga pasar. Persentase petani pembuat gula kelapa mitra yang mendapatkan harga lebih rendah dari harga pasar yaitu sebesar 85,42 persen.

Kemitraan yang terjalin antara PT. SJA dengan petani pembuat gula kelapa mitra termasuk ke dalam tingkatan madya. Namun berbeda dengan teori, faktanya di lapangan petani pembuat gula kelapa mitra masih sangat tergantung dengan pinjaman modal dari perusahaan mitra. Jika dilihat dari manfaat produktivitas dan pendapatan yang lebih tinggi dari non mitra, seharusnya petani pembuat gula kelapa mitra sudah dapat mandiri mengusahakan gula kelapa dengan menggunakan modal sendiri. Namun hal ini sulit dilakukan, pada umumnya petani pembuat gula kelapa mitra (85,42 persen) masih meminjam uang kepada koordinator baik untuk kelangsungan usaha gula kelapa maupun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

(4)

EVALUASI KEMITRAAN ANTARA PT. SAMUDRA JAYA

ABADI DENGAN PETANI PEMBUAT GULA KELAPA MITRA

DI KABUPATEN CIAMIS

SKRIPSI

ASTRI WIDAYANTI RAHMAT H34070031

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

EVALUASI KEMITRAAN ANTARA PT. SAMUDRA JAYA

ABADI DENGAN PETANI PEMBUAT GULA KELAPA MITRA

DI KABUPATEN CIAMIS

ASTRI WIDAYANTI RAHMAT H34070031

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

vi Judul Skripsi : Evaluasi Kemitraan antara PT. Samudra Jaya Abadi dengan

Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra di Kabupaten Ciamis Nama : Astri Widayanti Rahmat

NIM : H34070031

Disetujui, Pembimbing

Ir. Lusi Fausia, M.Ec NIP. 19600321 198601 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

(7)

vii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Evaluasi

Kemitraan antara PT. Samudra Jaya Abadi dengan Petani Pembuat Gula Kelapa

Mitra di Kabupaten Ciamis” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Astri Widayanti Rahmat dilahirkan di Pangandaran pada tanggal 10 Agustus 1988. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Rahmat Adhiraman dan Ibu Teti Yulia Hertanti.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 3 Pangandaran pada tahun 2001, SLTP Negeri 1 Pangandaran pada tahun 2004, dan SMA Negeri 1 Pangandaran pada tahun 2007. Setelah lulus dari SMA, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur USMI.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat

dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi

Kemitraan antara PT. Samudra Jaya Abadi dengan Petani Pembuat Gula Kelapa

Mitra di Kabupaten Ciamis”.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang terjalin pada usaha gula kelapa, yaitu antara PT. SJA, koordinator dan petani pembuat gula kelapa serta melakukan evaluasi kemitraan berdasarkan aspek manajemen kemitraan dan aspek manfaat kemitraan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Namun demikian, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Ir. Lusi Fausia, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, serta waktu yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

2. Ir. Burhanuddin, MM dan Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi.

3. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis atas waktu dan pelayanan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Keluarga, Rahmat Adhiraman dan Teti Yulia Hertanti serta Andrie Lesmana, S.Pi atas doa, perhatian, dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini. 5. Pihak PT. Samudra Jaya Abadi, Asosiasi Gula Kelapa Priangan, Yayasan

Cikal Sinergi, petani pembuat gula kelapa serta koordinator di Kabupaten Ciamis atas waktu dan informasi yang diberikan.

6. Pihak Karya Salemba Empat dan PT. Indofood Sukses Makmur yang telah memberikan beasiswa penelitian kepada penulis.

7. Dede Nur Kholis atas perhatian, semangat, serta sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi.

8. Cintya Handayani Sinaga selaku pembahas seminar serta teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi.

9. Keluarga besar Agribisnis 44, Anindya, Dyah, Felicia, Juwita, Leni, Maryam, Meita, Okti, Prima, Ulpah, Ambrose, Ardie, dll yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat dan sharing selama ini.

10.Keluarga besar Pondok Nova, Aidatun, Ashna, Dina, Maulina, Rizqi, Syifa, Wika, Yoshita, Dewi, Intan, Triani atas semangat, sharing, perhatian, dan kebersamaannya selama ini.

Bogor, Agustus 2011

(11)

DAFTAR ISI

2.3. Atribut Kegagalan Kemitraan ... 2.4. Perbedaan dan Persamaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu ... 15

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1. Teori Evaluasi ... 17

3.1.2. Teori Kemitraan ... 17

3.1.3. Pola Kemitraan Usaha yang Dapat Dikembangkan .... 18

3.1.4. Maksud dan Tujuan Kemitraan ... 20

4.5.1. Evaluasi Kemitraan (Penilaian Tingkat Hubungan Kemitraan) ... 30

5.2.2. Pemenuhan Kebutuhan Gula Kelapa ... 42

(12)

xii

5.4. Gambaran Umum Koordinator ... 51

VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SAMUDRA JAYA ABADI DENGAN PETANI PEMBUAT GULA KELAPA MITRA ... 52

6.1. Gambaran Kemitraan PT. Samudra Jaya Abadi dengan Petani Pembuat Gula Kelapa ... 52

6.2. Evaluasi Pelaksanaan Kemitraan ... 55

6.2.1. Aspek Proses Manajemen Kemitraan ... 55

6.2.1.1. Perencanaan Kemitraan ... 55

6.2.1.2. Bidang khusus ... 56

6.2.1.3. Kontrak Kerjasama ... 56

6.2.1.4. Pelaksanaan Kerjasama ... 57

6.2.1.5. Efektivitas Kerjasama ... 59

6.2.2. Manfaat Kemitraan ... 63

6.2.2.1. Pendapatan ... 63

6.2.2.2. Harga ... 67

6.2.2.3. Produktivitas ... 69

6.2.2.4. Risiko Usaha ... 70

6.2.2.5. Mutu ... 73

6.2.2.6. Penguasaan Teknologi ... 77

6.2.2.7. Keinginan Kontinuitas Kerjasama ... 78

6.2.2.8. Pelestarian Lingkungan ... 80

6.2.3. Tingkat Kemitraan Usaha ... 82

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

7.1. Kesimpulan ... 83

7.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa Menurut

Kepemilikan di Jawa Barat 2007 ... 2

2. Perbandingan antara Usaha Butiran Kelapa dengan Gula Kelapa ... 3

3. Industri Hasil Pertanian Kabupaten Ciamis Tahun 2010 ... 4

4. Produksi Gula Kelapa Ciamis Tahun 2010 ... 5

5. Besar Sampel dan Teknik Penentuan Sampel ... 27

6. Aspek dan Indikator Penilaian terhadap Hubungan Kemitraan ... 30

7. Bobot Nilai dari Setiap Aspek, Indikator dan Faktor yang Dinilai ... 31

8. Nilai Tingkat Kemitraan ... 32

9. Cara Menentukan Nilai Pada Setiap Faktor ... 33

10. Perbandingan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio antara Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra dengan Petani Pembuat Gula Kelapa Non Mitra PT. SJA ... 36

11. Pasokan Gula Kelapa yang Diterima PT. Samudra Jaya Abadi Periode Januari 2010-Maret 2011 ... 43

12. Jenis Kelamin Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra ... 43

13. Usia Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra ... 44

14. Tingkat Pendidikan Responden ... 46

15. Alasan Memilih Menjadi Petani Pembuat Gula Kelapa ... 46

16. Status Perkawinan ... 46

17. Pengalaman Usaha Gula Kelapa ... 47

18. Status Usaha Gula Kelapa ... 47

19. Status Penguasaan Pohon Kelapa ... 49

20. Jenis Pohon Kelapa yang Disadap pada Masing-Masing Kecamatan yang Menjadi Sampel ... 49

21. Sumber Modal yang Digunakan Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra ... 50

22. Alasan Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra Mengikuti Kemitraan ... 51

(14)

xiv 24. Perbandingan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio

Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra dan Non Mitra ... 64 25. Perbandingan Harga Gula Kelapa antara Petani Pembuat

Gula Kelapa Mitra dan Non Mitra ... 65 26. Harga Gula Kelapa yang Diterima Petani Pembuat Gula

Kelapa Mitra pada Masing-Masing Koordinator ... 68 27. Rutinitas Pemupukan Pohon Kelapa oleh Petani Pembuat

Gula Kelapa Mitra ... 70 28. Perbandingan Produktivitas dan Rendemen Antara

Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra dan Non Mitra ... 70 29. Pembagian Risiko pada Usaha Gula Kelapa ... 72 30. Kategori Gula Kelapa yang Diproduksi Petani Pembuat

Gula Kelapa Mitra ... 74 31. Alasan Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra yang

Tidak Melakukan Pemupukan Pohon Kelapa ... 77 32. Keinginan Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra dalam

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 25

2. Kondisi Jalan di Kecamatan Cimerak ... 41

3. Dapur Produksi yang Dibuat di Perkebunan Kelapa Kecamatan Cimerak ... 42

4. Petani Pembuat Gula Kelapa Memanjat Pohon Kelapa untuk Menderes Nira Kelapa ... 45

5. Pengemasan Gula Kelapa Super ... 53

6. Pengemasan Gula Kelapa Karung ... 54

7. Proses Penjemputan Gula Kelapa ke Koordinator ... 55

8. Pemberian Teori Pembuatan Pupuk Organik Kepada Kelompok Penderes Padasuka di Kecamatan Pangandaran ... 61

9. Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik di Kecamatan Pangandaran ... 62

10.Gula Kelapa Super ... 74

11.Gula Kelapa Karung ... 74

12.Kondisi Dapur Produksi Gula Kelapa yang Dibuat oleh Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra ... 75

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rincian Faktor yang Dinilai dan Nilai Tingkat Hubungan

Kemitraan Usaha Pertanian ... 88 2. Penjelasan Lampiran 1 ... 92 3. Perbandingan Harga Gula Kelapa yang Diterima Petani

Pembuat Gula Kelapa Mitra dan Non Mitra ... 94 4. Perbandingan Produktivitas Gula Kelapa Mitra dengan

Non Mitra ... 95 5. Perbandingan Rendemen Nira Kelapa yang Dihasilkan

Petani Pembuat Gula Kelapa Mitra dengan Non Mitra ... 96 6. Hasil Penilaian Tingkat Hubungan Kemitraan antara

PT. Samudra Jaya Abadi dengan Petani Pembuat

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya tanaman kelapa. Menurut data Departemen Pertanian, saat ini areal tanaman kelapa seluas 3,8 juta hektar dengan produksi 3,2 juta ton setara kopra, dan lebih dari 98 persennya diusahakan oleh perkebunan rakyat. Wilayah perkebunan kelapa tersebar di berbagai pulau di Indonesia, yaitu Pulau Sumatera mencapai 33,63 persen, Pulau Jawa 22,75 persen, Sulawesi 19,40 persen, Bali, NTB dan NTT sebesar 7,70 persen, Maluku dan Papua 8,89 persen dan Kalimantan 7,62 persen dari total luas areal kelapa di Indonesia.1

Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak tanaman kelapanya yaitu Jawa Barat. Berdasarkan Surat Edaran Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Nomor. 525/1517/Prod/2001 tanggal 27 Agustus 2001 tentang Komoditas Perkebunan di Jawa Barat, komoditas kelapa merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Jawa Barat yang memiliki nilai kompetitif dan mudah untuk dikembangkan. Selain itu, komoditas kelapa merupakan komoditas sosial yang dapat tumbuh baik dimana saja serta memiliki banyak manfaat.2

Luas areal tanaman kelapa di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007 adalah 178.120 hektar, dan 99,62 persen dari total luas areal tersebut merupakan perkebunan rakyat. Pada tahun 2007 luas areal tanaman kelapa mengalami penurunan. Padahal pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 luas areal tanaman kelapa mengalami peningkatan. Komoditas Kelapa paling banyak diusahakan oleh petani perkebunan rakyat di wilayah Kabupaten Ciamis dengan potensi luas areal kelapa 70.841 hektar dan produksi 64.325 ton (Tabel 1).

1

Depkominfo. 2009. Deptan ; Peremajaan Kebun Kelapa Capai 25.391 Hektar.

http://kabar.in/2009/indonesia-headline/rilis-berita-depkominfo/07/24/deptan-peremajaan-kebun-kelapa-capai-25391-hektar.html. [24 Februari 2011]

2

(18)

2

Sumber: BPS Jawa Barat (2008)

(19)

3 (VCO), minyak kelapa, kelapa parut, santan, tepung kelapa. Sabut dapat diolah menjadi kerajinan tangan, matras, tali, jok mobil, genteng, karpet, cocofiber (serat sabut kelapa), dan cocopeat (serbuk sabut kelapa). Air kelapa dapat diolah menjadi nata de coco. Tempurung dapat diolah menjadi tepung tempurung, asap cair, arang, dan karbon aktif. Tidak hanya buahnya, kelapa dapat juga dimanfaatkan niranya. Nira diperoleh dari tandan bunga, sehingga apabila kelapa menghasilkan nira maka kelapa tersebut tidak lagi menghasilkan buah. Nira diperoleh dari pohon kelapa dengan cara penderesan atau penyadapan. Nira kelapa dapat dimanfaatkan sebagai minuman segar seperti lahang, dapat dijadikan bioetanol, difermentasi secara alami menjadi tuak, dibuat menjadi cuka dengan cara dibiarkan selama 24 jam, dan nira kelapa yang diuapkan akan menghasilkan gula kelapa.

Pembuatan gula kelapa merupakan suatu usaha yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Dengan mengolah nira kelapa menjadi gula kelapa pendapatan petani dapat jauh lebih meningkat jika dibandingkan dengan apabila petani hanya menjual buah kelapa butiran (Tabel 2).

Tabel 2. Perbandingan antara Usaha Butiran Kelapa dengan Gula Kelapa

Butiran Kelapa Hasil Sewa Pemilik/ Petani Kelapa

Harga Rp 425,00/butir Rp 3.000,00/kg Rp 3.000,00/kg

Penghasilan Rp 170.000,00/40hari Rp 360.000,00/30 hari Rp 36.000,00/hari Rp 1.080.000,00/30 hari Sumber: Asosiasi Gula Kelapa Priangan (2007)

(20)

4 lotek, dendeng, abon, emping manis, dan sebagainya. Pembeli terbesar gula kelapa adalah industri makanan dan minuman. Salah satu contohnya adalah industri kecap. Menurut Direktur Pembelian dan Pemasaran PT. Samudra Jaya Abadi (2011), kebutuhan gula kelapa dari salah satu pabrik kecap di Jakarta yaitu 250 ton per hari, namun saat ini pasokan gula kelapa yang diterima pabrik kecap tersebut baru 150 ton per hari.

Kabupaten Ciamis merupakan daerah penghasil gula kelapa. Banyaknya usaha pembuatan gula kelapa di Kabupaten Ciamis ditunjang oleh banyaknya pohon kelapa yang dibudidayakan di kawasan ini, sehingga bahan baku gula kelapa yang berupa nira mudah untuk didapatkan. Menurut data Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Ciamis pada tahun 2010, gula kelapa merupakan produk hasil pertanian yang diunggulkan di Kabupaten Ciamis. Total usaha kerajinan gula kelapa yang ada di Ciamis sebanyak 6.774 unit dengan total produksi 24.971 ton, dan sekitar 62,5% persen dari total unit usaha kerajinan gula kelapa yang ada di Kabupaten Ciamis berada di Ciamis Selatan yang tersebar di Kecamatan Pangandaran, Parigi, Sidamulih, Kalipucang, Cigugur, Padaherang, dan Cimerak (Tabel 3 & 4).

Tabel 3. Industri Hasil Pertanian Kabupaten Ciamis Tahun 2010

No. Nama Sentra Unit Usaha (unit)

Tenaga Kerja (orang)

Jumlah Produksi (ton)

1. Gula kelapa 6.774 14.047 24.971

2. Gula aren 3.364 7.486 4.022

3. Tahu 659 1.977 9.828

4. Tempe 90 188 810

5. Opak ketan 220 485 970

6. Kerupuk 77 1.032 4.320

7. Ranginang singkong 60 180 540

8. Ranginang gulung 55 570 1.710

9. Sale pisang 201 450 540

10. Kue kering 61 1.536 2.562

11. Ikan asin 56 120 4.520

Jumlah 11.617 28.071

(21)

5 Tabel 4. Produksi Gula Kelapa Ciamis Tahun 2010

No. Kecamatan Unit Usaha (Unit) Tenaga Kerja (Orang) Jumlah Produksi (Ton)

1. Parigi 765 1.630 2.754

2. Pamarican 246 705 885

3. Kalipucang 218 452 785

4. Sidamulih 428 896 1.541

5. Pangandaran 1.115 2.290 4.014

6. Cigugur 130 277 468

7. Padaherang 600 1.250 2.160

8. Mangunjaya 375 750 1.352

9. Cimerak 980 1.963 3.528

10. Lakbok 847 1.694 3.049

11. Purwadadi 702 1.404 2.527

12. Banjarsari 368 736 1.908

Jumlah 6.774 14.047 24.971

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Ciamis (2010) (diolah)

Pelaku utama pada industri gula kelapa yaitu petani pembuat gula kelapa. Permasalahan yang dihadapi industri gula kelapa ini pada umumnya yaitu sebagian besar diusahakan secara tradisional dengan cara memanjat pohon kelapa untuk melakukan penderesan nira kelapa dan masih menggunakan tungku sederhana untuk memasak gula kelapa. Selain itu petani pembuat gula kelapa juga kurang teratur dalam memelihara pohon kelapa. Hal ini menyebabkan kualitas gula kelapa tidak seragam dan peningkatan kuantitas gula kelapa juga rendah. Permasalahan lain yang dihadapi petani pembuat gula kelapa yaitu keterbatasan mengakses pasar dan masalah permodalan. Permasalahan-permasalahan tersebut akan menjadi penghambat berkembangnya usaha gula kelapa. Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam mengatasi masalah ini adalah melalui kemitraan usaha. Hubungan kemitraan pada usaha gula kelapa ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat untuk petani pembuat gula kelapa sehingga berbagai permasalahan yang dihadapi petani pembuat gula kelapa dapat teratasi.

(22)

6 ataupun monopsoni terselubung (Hafsah 2000). Suatu hubungan kemitraan harus dapat memberikan keuntungan bersama dan memberikan nilai tambah bagi pihak-pihak yang bermitra. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian mengenai evaluasi kemitraan penting untuk dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

PT. Samudra Jaya Abadi (PT. SJA) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan gula kelapa di Kabupaten Ciamis. PT. SJA telah merintis perdagangan gula kelapa sejak tahun 1968. PT. SJA memiliki kemudahan dalam mengakses pasar yaitu dapat berhubungan langsung dengan konsumen gula kelapa. PT. SJA menjadi supplier gula kelapa untuk Pabrik Kecap Bango. Selain itu PT. SJA juga memasarkan gula kelapa ke pasar-pasar tradisional. Bisnis gula kelapa yang dijalankan PT. SJA ini berpotensi untuk dikembangkan. Kebutuhan pasar nasional gula kelapa masih cukup tinggi. Seperti yang disampaikan oleh Direktur Pembelian dan Pemasaran PT. SJA bahwa Pabrik Kecap Bango masih kekurangan pasokan gula kelapa sebanyak 100 ton gula kelapa per harinya.

PT. SJA menjalin kemitraan dengan petani pembuat gula kelapa untuk dapat memenuhi permintaan gula kelapa dari konsumen. PT. SJA tidak melakukan pengolahan gula kelapa, melainkan membeli gula kelapa dari petani pembuat gula kelapa dan menjualnya ke konsumen. PT. SJA merekrut koordinator di berbagai daerah yang terdapat petani pembuat gula kelapanya. Koordinator berfungsi sebagai pengumpul gula kelapa dari petani pembuat gula kelapa yang ada didaerahnya. Selain itu koordinator juga bertugas melakukan grading

terhadap gula kelapa yang dibeli dari petani pembuat gula kelapa mitra, menimbang, dan mengemas gula kelapa. Pada pelaksanaan kemitraan ini PT. SJA memberikan pinjaman modal kepada koordinator. Pinjaman modal tersebut digunakan oleh koordinator untuk mengikat petani pembuat gula kelapa agar menjual gula kelapanya ke koordinator tersebut. Petani pembuat gula kelapa yang meminjam uang kepada koordinator harus bersedia menjual seluruh produksi gula kelapanya kepada koordinator tersebut.

(23)

7 bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan (Hafsah 2000). Kemitraan yang terjalin antara PT. SJA dengan petani pembuat gula kelapa mitra tidak disertai dengan kontrak kemitraan secara tertulis, sehingga tidak adanya peraturan tertulis yang memuat masing-masing hak dan kewajiban pihak-pihak yang bermitra. Kemitraan yang terjalin selama ini hanya berdasarkan kepercayaan dan tidak memiliki ikatan formal yang kuat. Pada kenyataannya, kemitraan tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa petani pembuat gula kelapa mitra maupun koordinator ada yang menjual sebagian atau bahkan seluruh hasil produksinya keluar. Sikap beberapa petani pembuat gula kelapa mitra dan koordinator tersebut dapat mengindikasikan bahwa kemitraan yang terjalin belum memberikan manfaat yang optimal.

Berdasarkan paparan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan yang terjalin pada usaha gula kelapa, yaitu

antara PT. SJA, koordinator dan petani pembuat gula kelapa mitra?

2. Bagaimana evaluasi kemitraan berdasarkan aspek manajemen kemitraan dan aspek manfaat kemitraan?

1.3. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang terjalin pada usaha gula kelapa, yaitu antara PT. SJA, koordinator dan petani pembuat gula kelapa mitra.

2. Melakukan evaluasi kemitraan berdasarkan aspek manajemen kemitraan dan aspek manfaat kemitraan.

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. PT. Samudra Jaya Abadi, koordinator dan petani pembuat gula kelapa mitra, sebagai bahan evaluasi pelaksanaan kemitraan selama ini.

(24)

8 3. Penulis, sebagai pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan dengan wujud pengabdian kepada masyarakat. 4. Pembaca, sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup

(25)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keragaan Industri Gula Kelapa

Supomo (2007) telah melakukan penelitian tentang peningkatan kesejahteraan pengrajin gula kelapa di wilayah Kabupaten Purbalingga. Penelitian ini bersifat pemecahan masalah atau problem solving. Pendekatan analisisnya dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan suara hati responden, kemudian disesuaikan dengan kondisi obyektif masyarakat pengrajin pembuat gula kelapa, kendala yang dihadapi secara umum, dan kemudian dicarikan jalan keluar melalui program pembangunan Pemda Kabupaten Purbalingga yang tepat sebagai rekomendasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa industri kecil gula kelapa di wilayah Kabupaten Purbalingga sangat potensial untuk dikembangkan. Namun pada umumnya para pengrajin gula kelapa memproduksi gula kelapa yang bermutu rendah dan tidak seragam. Selain itu pengrajin gula kelapa memiliki keterbatasan dalam mengakses pasar, dan mendapatkan bagian nilai mata rantai yang rendah dalam proses bisnis komoditas gula kelapa. Hal ini dikarenakan pengetahuan para pengrajin gula kelapa pada umumnya masih rendah, tradisional, dan belum memiliki jiwa kewirausahaan. Kesulitan umum yang dihadapi oleh para pengrajin gula kelapa adalah permodalan, teknik berproduksi, manajemen usaha dan jaringan pemasaran. Para pengrajin gula kelapa juga sulit melepaskan diri dari jeratan ijon tengkulak. Pola hubungan antara pengrajin gula kelapa dengan pengepul yang awalnya bersifat kekeluargaan, saat ini lebih cenderung sebagai bisnis yang bersifat transaksional.

Penelitian mengenai gula kelapa juga dilakukan oleh Astuti (2005) dengan

(26)

10 nilai marjin pemasaran terhadap pendapatan pengrajin gula kelapa di Desa Karangduren Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang sebesar 21,7 persen. Pengrajin dalam memasarkan gula kelapa dapat memilih salah satu dari empat macam saluran pemasaran yang ada. Marjin terbesar terdapat pada saluran pemasaran dari produsen ke pedagang pengecer ke konsumen dan dari produsen ke pedagang pengumpul ke pedagang pengecer, kemudian ke konsumen. Pengrajin gula kelapa di Desa Karangduren Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang diharapkan memilih saluran dari produsen ke pedagang pengumpul ke pedagang pengecer, kemudian ke konsumen karena dengan marjin yang sama besar bagian harga yang diterima pengrajin dan harga yang dibayar konsumen sama besar tetapi dapat melibatkan dua pedagang perantara.

2.2. Kemitraan

Kemitraan merupakan suatu jalinan kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, menguntungkan, dan saling melaksanakan etika bisnis dimana masing-masing pihak memperoleh penghasilan dari usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan. Berbagai pengertian tentang kemitraan yang telah dijelaskan dalam berbagai buku, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri telah mengindikasikan bahwa suatu kemitraan yang terjalin harus dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang melakukan kemitraan. Kemitraan juga harus dilandasi oleh pemahaman yang kuat akan penerapan etika bisnis oleh semua pihak yang bermitra, agar pelaksanaan hak dan kewajiban serta peranan masing-masing pihak yang bermitra dapat berjalan dengan baik.

Zaelani (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Manfaat Kemitraan Agribisnis bagi Petani, pada Kasus Kemitraan antara PT. Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten

(27)

11 atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi. PT. Pupuk Kujang memberikan kebebasan kepada petani mitra untuk menentukan harga produk dan memasarkan produk ke pasar. Manfaat-manfaat yang diperoleh petani mitra akibat adanya kemitraan yaitu manfaat ekonomi, manfaat teknis, dan manfaat sosial. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani mitra dari pola kemitraan yaitu produktivitas yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, harga produk yang lebih baik dan mudah diterima pasar. Manfaat teknis yang didapatkan oleh petani mitra melalui pola kemitraan diantaranya mutu produk lebih baik dan meningkatkan teknologi pertanian (pangan) melalui penggunaan pupuk yang merupakan produk dari perusahaan mitra. Manfaat sosial yang diperoleh petani mitra dari pola kemitraan yaitu keberlanjutan kerjasama antara perusahaan mitra dengan petani mitra, dan juga pola kemitraan yang dilaksanakan berhubungan dengan kelestarian lingkungan.

(28)

12 Ngupadikoyo dapat meningkatkan penerimaan petani mitra, dimana penerimaan petani mitra lebih besar apabila dibandingkan dengan penerimaan petani non mitra.

Penelitian yang berjudul “Analisis Manfaat dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce di PT.

Saung Mirwan” dilakukan oleh Marliana (2008). Alat analisis yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu analisis pendapatan usahatani dan metode regresi logistik (logit). PT. Saung Mirwan sebagai pihak perusahaan mitra menyediakan pinjaman sarana produksi berupa bibit, bimbingan teknis budidaya, dan jaminan pasar. Petani mitra menyediakan lahan, tenaga kerja dan sarana. Manfaat yang dirasakan oleh petani mitra diantaranya yaitu kemudahan dalam pemasaran, harga lebih baik, keuntungan lebih tinggi, bantuan budidaya, serta memiliki ikatan kuat atau jalinan kekeluargaan dengan petani. Sedangkan manfaat teknis yang dirasakan petani mitra yaitu adanya penyediaan bibit. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani lettuce yang dilihat dari pendapatan tunai dan non tunai serta R/C rasio, nilai petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan kemitraan maka akan mendatangkan manfaat pendapatan usahatani lettuce.

Persamaan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Zaelani (2008), Puspitasari (2009), dan Marliana (2008) yaitu kemitraan dapat memberikan banyak manfaat kepada petani. Salah satu contohnya yaitu kemitraan dapat meningkatkan pendapatan. Perusahaan mitra juga melakukan pelayanan berupa bimbingan, pembinaan dan pengembangan pada satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi.

Pada pelaksanaannya, kemitraan tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan yaitu tidak selalu berpengaruh pada tingkat pendapatan petani. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Firwiyanto (2008) dengan judul

(29)

13 persen (50 persen peternak dan 50 persen perusahaan inti) dan sistem kontrak 25 persen-75 persen (25 persen peternak mitra dan 75 persen perusahaan inti). Untuk bergabung dengan kemitraan ini, peternak plasma tidak diberlakukan syarat-syarat khusus melainkan hanya berlandaskan pada kepercayaan. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri. Namun kemitraan masih menjadi solusi untuk mengatasi permodalan, peternak mitra masih dapat tetap berusaha dan memperoleh pendapatan walaupun tidak memiliki modal.

Putro (2008) pada penelitiannya yang berjudul “Kajian Kemitraan Peternak Sukabumi dengan Perusahaan Kampoeng Ternak terhadap Pendapatan

Peternak” juga menyimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan dengan pola inti

plasma yang dijalankan belum mampu meningkatkan pendapatan peternak. Walaupun kurang memberikan hasil bagi peternak, namun kemitraan ini tetap dijalankan karena masih dapat memberikan tambahan pendapatan peternak secara perhitungan tunai. Selain itu, masih terdapatnya ternak sebagai aset yang dapat dijual sewaktu-waktu apabila dibutuhkan secara mendesak. Kemitraan ini dilaksanakan dengan disertai pelatihan pembudidayaan domba dan pendampingan untuk memastikan tidak terjadinya masalah dalam memelihara ternak. Penjaringan peternak plasma dilakukan melalui survei wilayah dan survei peternak dengan tujuan untuk menentukan apakah peternak layak untuk menjadi mitra atau tidak.

Perbedaan kemitraan yang diteliti Zaelani (2008) dengan kemitraan yang diteliti Firwiyanto (2008) yaitu pada kasus kemitraan antara PT. Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya yang diteliti Zaelani (2008), petani padi sawah tersebut diberlakukan persyaratan-persyaratan oleh PT. Pupuk Kujang apabila ingin melakukan kemitraan dengan PT. Pupuk Kujang. Sedangkan pada kasus kemitraan antara perusahaan agribisnis peternakan Rudi Jaya PS dengan peternak plasma yang diteliti oleh Firwiyanto (2008), peternak plasma tidak diberlakukan syarat-syarat khusus untuk bergabung dengan kemitraan ini melainkan hanya berlandaskan pada kepercayaan.

Parameter hak dan kewajiban yang tertuang dalam kontrak atau perjanjian kerjasama dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan. Rahman

(30)

14 Indonesia dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Usahatani Studi Kasus di Kelurahan Sukatani, Kecamatan Cimanggis, Depok Jawa Barat” mengevaluasi kemitraan dengan menggunakan parameter hak dan kewajiban yang tertuang dalam kontrak. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan kemitraan, kemitraan yang berjalan antara petani sayuran dengan PTI sudah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari perjanjian kemitraan yang sudah banyak terealisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2006) tentang evaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT. Inti Indosawit Subur dengan petani plasma juga menggunakan parameter hak dan kewajiban yang tertuang dalam perjanjian kerjasama. Dimana berdasarkan matriks pelaksanaan hak dan kewajiban, kemitraan belum sepenuhnya sesuai dengan aturan dalam perjanjian kerjasama. Hal ini terlihat dari adanya petani plasma yang tidak melaksanakan panen sesuai dengan petunjuk inti, kurangnya perhatian petani plasma terhadap pemeliharaan jalan, dan keterlambatan pembayaran hasil produksi kepada petani.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi (2010) yang berjudul

“Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Kuningan dan

Ubi Jalar Jepang”, evaluasi kemitraan dilakukan dengan menilai pelaksanaan

sepuluh atribut yang diteliti pada penelitian ini, yaitu dengan melihat kesesuaian antara ketentuan dan realisasi dari kesepuluh atribut tersebut. Penggunaan sepuluh atribut ini dilakukan karena pengaturan mengenai hak dan kewajiban tidak seluruhnya ditulis secara eksplisit dalam kontrak kemitraan tapi berlaku dalam teknis kemitraan. Kesepuluh atribut yang digunakan adalah kontinuitas pasokan komoditi dari petani ke perusahaan, pembagian risiko budidaya, peningkatan keterampilan petani, penyediaan sarana produksi, pendampingan teknis, bantuan biaya garap, ketepatan waktu pemberian bantuan garap, respon terhadap segala keluhan, pengangkutan hasil panen, dan harga ubi jalar yang diberikan.

(31)

15 bermitra. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rochmatika (2006) yang mengkaji kepuasan petani tebu rakyat terhadap pelaksanaan kemitraan pabrik gula xyz. Berdasarkan matriks realisasi perjanjian kemitraan yang dilakukan, pelaksanaan kemitraan belum sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian kemitraan. Hal ini terlihat bahwa dalam penyerahan tebu milik petani belum sepenuhnya digilingkan pada PG yang memberikan pinjaman kredit. Sedangkan pihak PG pun tidak dapat memberikan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani sehingga banyak petani yang melanggar etika kemitraan dengan menggilingkan tebunya pada PG lain yang memberikan tingkat rendemen yang lebih tinggi. Selain itu, PG juga tidak memiliki kemampuan untuk menjual agunan milik petani. Hal ini disadari oleh PG sebagai suatu kelemahan sehingga bagi petani yang tidak dapat melunasi pinjamannya, maka agunan tersebut hanya disimpan oleh PG. Perjanjian kemitraan yang dilakukan pun lemah dari sisi hukum. Hal ini mengakibatkan masing-masing pihak kemitraan masih dapat berkehendak sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Widianto (2008) telah melakukan penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Komunitas Petani Melalui Program Kemitraan Agribisnis Paprika Studi Kasus Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung,

Provinsi Jawa Barat”. Kemitraan yang terjalin antara petani pasir langu dengan PT. Joro dan PT. Saung Mirwan memiliki ikatan yang lemah. Penyebab lemahnya ikatan kemitraan antara petani pasirlangu dengan kedua perusahaan tersebut disebabkan oleh munculnya saingan-saingan dalam penyalur input pertanian paprika, serta berkembangnya pengetahuan pasar paprika yang dimiliki oleh warga pasirlangu. Selain itu, semakin berkembangnya pertanian paprika, banyaknya inovasi yang diciptakan, serta meningkatnya ilmu dan keterampilan warga dalam menanam paprika membuat ketergantungan terhadap pihak luar semakin berkurang, karena komunitas petani paprika kampung pasirlangu sudah mulai bergantung kepada komunitas sendiri.

(32)
(33)

17

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Evaluasi

Menurut Umar (2003) dalam Palapa (2006), evaluasi didefinisikan sebagai suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan telah tercapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh.

Standar yang dipakai untuk mengevaluasi suatu kegiatan tertentu dapat dilihat dari tiga aspek utama, yaitu:

1) Utility (manfaat)

Hasil evaluasi hendaknya bermanfaat bagi manajemen untuk pengambilan keputusan atas program yang sedang berjalan.

2) Accuracy (akurat)

Informasi atas hasil evaluasi hendaklah memiliki tingkat ketepatan yang tinggi.

3) Feasibility (layak)

Hendaknya proses evaluasi yang dirancang dapat dilaksanakan secara layak.

3.1.2. Teori Kemitraan (Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944/Kpts/OT. 210/10/1997)

Kemitraan usaha pertanian merupakan salah satu instrumen kerjasama yang mengacu kepada terciptanya suasana keseimbangan, keselarasan dan keterampilan yang didasari saling percaya mempercayai antara perusahaan mitra dengan kelompok melalui perwujudan sinergi kemitraan yaitu terwujudnya hubungan yang:

a) saling membutuhkan, dalam arti pengusaha memerlukan pasokan bahan baku dan petani-nelayan memerlukan penampungan hasil dan bimbingan.

(34)

18 c) saling memperkuat, dalam arti baik petani-nelayan maupun pengusaha

sama-sama melaksanakan etika bisnis, sama-sama-sama-sama mempunyai persama-samaan hak dan saling membina sehingga memperkuat kesinambungan bermitra.

Kemitraan usaha merupakan upaya untuk memberdayakan kelompok mitra dalam pembangunan pertanian yang berorientasi agribisnis. Kemitraan usaha bertujuan meningkatkan nilai tambah atau keuntungan bagi kelompok mitra dan perusahaan mitra yang melakukan kemitraan, dari segi pendapatan, kesinambungan usaha, peningkatan sumberdaya manusia kelompok mitra, peningkatan volume usaha, dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri.

Dalam suatu kemitraan diperlukan penilaian terhadap tingkat hubungan kemitraan usaha, sehingga dapat diketahui masalah dan peluang pengembangannya. Berdasarkan proses manajemen kemitraan dan manfaatnya, tingkat hubungan kemitraan usaha antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra dapat dibagi dalam empat kategori tingkat hubungan kemitraan yaitu tingkat:

1) Kemitraan Pra Prima 2) Kemitraan Prima

3) Kemitraan Prima Madya 4) Kemitraan Prima Utama

Tingkat kemitraan terendah adalah kemitraan Pra Prima, selanjutnya meningkat menjadi Prima, kemudian meningkat menjadi Prima Madya, dan tingkat tertinggi adalah Kemitraan Prima Utama.

3.1.3. Pola Kemitraan Usaha yang Dapat Dikembangkan di Indonesia

Pola kemitraan usaha yang dapat dikembangkan di Indonesia yaitu (Hafsah 2000):

a) Pola kemitraan sederhana (Pemula)

(35)

19 dalam memberikan bantuan atau kemudahan memperoleh permodalan untuk mengembangkan usaha, penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, bantuan teknologi terutama teknologi (alat mesin) untuk meningkatkan produksi dan mutu produksi. Sedangkan pengusaha kecil yang menjadi mitra mempunyai kewajiban untuk memasokkan hasil produksinya kepada pengusaha besar mitranya dengan jumlah dan standar mutu sesuai dengan standar yang telah disepakati bersama. Pada prinsipnya yang membedakan hubungan dagang biasa dengan kemitraan antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar terutama adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil/koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain dapat berupa pembinaan mutu produksi, peningkatan kemampuan SDM, pembinaan manajemen produksi, dan sebagainya. Untuk mendukung berkembangnya kemitraan usaha ini dibutuhkan peran pemerintah dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha. Wujud dari peran pemerintah tersebut dapat berupa pemberian fasilitas dan kemudahan dalam berinvestasi, penyediaan/pembangunan sarana prasarana transportasi, telekomunikasi, listrik serta perangkat perundang-undangan yang mendukung kemitraan usaha. Disamping itu, pemerintah diharapkan dapat berperan pula dalam pembinaan terhadap pelaksanaan kemitraan tersebut untuk menghindari terjadinya eksploitasi salah satu pihak terhadap pihak lainnya. b) Pola kemitraan tahap madya

(36)

20 permodalan dalam upaya menjamin kelangsungan kemitraan yang dijalin dengan usaha besar. Sedangkan peran pemerintah dan lembaga terkait tetap sama sebagaimana peran dalam pola sederhana yaitu sebagai fasilitator. c) Pola kemitraan tahap utama

Pola ini merupakan pola kemitraan yang paling ideal untuk dikembangkan, tetapi membutuhkan persyaratan yang cukup berat bagi pihak yang bermitra khususnya pihak usaha kecil karena pola ini membutuhkan kemampuan penguasaan manajerial usaha yang memadai serta pengetahuan bisnis yang luas. Dalam pola ini pihak pengusaha kecil secara bersama-sama mempunyai patungan atau menanamkan modal usaha pada usaha besar mitranya dalam bentuk saham. Dengan pemilikan saham dari pengusaha kecil ini dimungkinkan adanya rasa memiliki terhadap perkembangan usaha dari perusahaan besar mitranya. Demikian pula pihak perusahaan besar mempunyai tanggung jawab yang besar untuk turut mengembangkan usaha kecil mitranya agar usaha besar yang dijalankan dapat berkembang lebih pesat. Di samping itu adanya beban risiko bersama dalam pola ini menjadikan kemitraan dapat terwujud dengan sinergi saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat sebagaimana yang diharapkan. Keterlibatan pengusaha kecil dalam pengembangan usaha pada perusahaan besar pada pola ini mulai dari tahap perencanaan pengembangan usaha sampai pengembangan pemasaran hasil. Pada pola ini telah memanfaatkan jasa konsultan dalam mengembangkan usahanya baik pada usaha kecil maupun usaha besar mitranya. Peran pemerintah sebagai fasilitator dan pembina kemitraan usaha tetap dibutuhkan sebagaimana pada pola-pola kemitraan yang lain agar dapat terwujudnya kemitraan yang diharapkan.

3.1.4. Maksud dan Tujuan Kemitraan

Hafsah (2000) mengemukakan bahwa pada dasarnya maksud dan tujuan

(37)

21 dipentingkan adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing.

3.1.5. Peranan Pelaku Kemitraan

Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Dengan demikian dapat diukur seberapa jauh pihak-pihak yang terkait telah menjalankan tugas dan peranannya secara baik. Berbagai peran dari pelaku kemitraan usaha tersebut adalah sebagai berikut (Hafsah 1996 & 1997 dalam Hafsah 2000):

a) Peranan Pengusaha Besar

Pengusaha besar melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada pengusaha kecil/koperasi dalam hal:

1) Memberikan bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM pengusaha kecil atau koperasi, baik melalui pendidikan, pelatihan, dan pemagangan dalam bidang kewirausahaan, manajemen, dan keterampilan teknis produksi.

2) Menyusun rencana usaha dengan pengusaha kecil atau koperasi mitranya untuk disepakati bersama.

3) Bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit untuk permodalan pengusaha kecil atau koperasi mitranya.

4) Memberikan bimbingan teknologi kepada pengusaha kecil atau koperasi. 5) Memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan

usaha bersama yang disepakati.

6) Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha kecil atau koperasi sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.

7) Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.

8) Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan.

b) Peranan Pengusaha Kecil atau Koperasi

(38)

22 1) Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan penyusunan

rencana usaha untuk disepakati.

2) Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai kesepakatan dengan pengusaha besar mitranya.

3) Melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha sejenis dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan pasokan produksi kepada pengusaha besar mitranya.

4) Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan teknis produksi dan usaha.

c) Peran Pembina

Peranan lembaga pembinaan ini pada intinya adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha serta terwujudnya kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang bermitra. Secara lebih rinci peran lembaga pembina tersebut adalah:

1) Meningkatkan pembinaan kemampuan kewirausahaan dan manajemen pengusaha kecil atau koperasi.

2) Membantu penyediaan fasilitas permodalan dengan skim-skim kredit lunak dengan prosedur yang sederhana sehingga mampu diserap dan dimanfaatkan oleh pengusaha kecil.

3) Mengadakan penelitian, pengembangan dan penyuluhan teknologi baru yang dibutuhkan oleh dunia usaha khususnya usaha yang dikembangkan dengan kemitraan usaha.

4) Melakukan koordinasi dalam pembinaan pengembangan usaha, pelayanan, penyediaan informasi bisnis, promosi peluang pasar dan peluang usaha yang akurat dan aktual pada setiap wilayah.

5) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik SDM aparat maupun pengusaha kecil melalui pendidikan, pelatihan, inkubator, magang, studi banding dan sebagainya.

(39)

23 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Pelaku utama dari industri kerajinan gula kelapa yaitu petani pembuat gula kelapa. Petani pembuat gula kelapa melakukan aktitivitas menderes (pengambilan nira) dan mengolah nira menjadi gula kelapa setiap hari. Industri gula kelapa masih banyak diusahakan secara tradisional. Hal ini terjadi karena usaha menderes dan mengolah nira menjadi gula kelapa dipelajari secara turun menurun. Permasalahan lainnya pada industri gula kelapa yaitu ketidakseragaman mutu gula kelapa, petani pembuat gula kelapa kurang teratur dalam memelihara pohon kelapa, keterbatasan mengakses pasar, dan masalah permodalan.

PT. SJA merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penjualan gula kelapa. PT. SJA membutuhkan gula kelapa karung sebanyak 400 ton per minggu dan gula kelapa super sebanyak tujuh ton per minggu. Dalam pelaksanaan usahanya, PT. SJA memiliki kemudahan dalam mendapatkan modal dan mengakses pasar. PT. SJA menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan untuk mendapatkan pinjaman modal dan pabrik kecap serta pasar-pasar tradisional sebagai konsumen gula kelapa. PT. SJA merekrut koordinator dari berbagai daerah penghasil gula kelapa. Koordinator berfungsi sebagai pengumpul gula kelapa yang ada didaerahnya. Selain itu koordinator juga melakukan grading

terhadap gula kelapa yang dibeli dari petani pembuat gula kelapa mitra, menimbang, dan mengemas gula kelapa tersebut sesuai dengan klasifikasi yang telah ditentukan perusahaan.

Hubungan yang terjalin antara PT. SJA, koordinator, dan petani pembuat gula kelapa mitra tidak hanya merupakan hubungan jual beli gula kelapa biasa. PT. SJA memberikan pinjaman modal kepada koordinator. Begitu juga dengan koordinator yang menggunakan pinjaman modal dari PT. SJA sebagai pengikat bagi petani pembuat gula kelapa agar mau menjual gula kelapa kepadanya.

(40)

24 kelapa mitra menggunakan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian.

(41)

25

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional - Petani pembuat gula kelapa

sebagai pelaku utama dalam industri gula kelapa

- Diusahakan secara tradisional - Mutu gula kelapa tidak seragam - Kurang teratur dalam pemeliharaan

pohon kelapa

- Keterbatasan mengakses pasar - Masalah permodalan

- Namun memiliki kemampuan dan kemauan untuk memproduksi gula karung sebanyak 400 ton dan gula kelapa super sebanyak 7 ton per minggu.

Evaluasi kemitraan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944/Kpts/OT.210/10/1997

(42)

26

IV. Metode Penelitian

4.1. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di PT. Samudra Jaya Abadi dengan koordinator dan petani pembuat gula kelapa mitra di Kabupaten Ciamis pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011. Pengambilan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa PT. Samudra Jaya Abadi merupakan

perusahaan yang bergerak di bidang penjualan gula kelapa dan melakukan kemitraan dengan petani pembuat gula kelapa di Kabupaten Ciamis. Selain itu, PT. SJA merupakan supplier gula kelapa bagi salah satu perusahaan kecap ternama di Indonesia, sehingga PT. SJA melakukan kemitraan dengan petani pembuat gula kelapa untuk memenuhi permintaan gula kelapa dari konsumennya.

4.2. Metode Penentuan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah petani pembuat gula kelapa mitra dan petani pembuat gula kelapa non mitra. Data populasi diperoleh dari divisi pembelian dan pemasaran. Data populasi yang tersedia hanya data kecamatan serta koordinator. Sedangkan untuk data petani pembuat gula kelapa mitra didapatkan dari masing-masing koordinator. Karena keterbatasan waktu dan biaya penelitian, maka penelitian ini tidak menggunakan seluruh responden dari delapan kecamatan yang bermitra dengan PT. SJA di Kabupaten Ciamis.

Pemilihan kecamatan dilakukan dengan teknik simple random sampling

(43)

27 Jumlah koordinator dan petani pembuat gula kelapa mitra yang akan dijadikan sampel di Kecamatan Cimerak yaitu empat koordinator dan 25 petani pembuat gula kelapa mitra. Jumlah koordinator dan petani pembuat gula kelapa mitra yang akan dijadikan sampel di Kecamatan Sidamulih yaitu dua koordinator dan empat petani pembuat gula kelapa mitra. Jumlah koordinator dan petani pembuat gula kelapa mitra yang akan dijadikan sampel di Kecamatan Pangandaran yaitu tiga koordinator dan 19 petani pembuat gula kelapa mitra. Jadi jumlah koordinator dan petani pembuat gula kelapa mitra yang akan dijadikan sampel di tiga Kecamatan tersebut yaitu sebanyak sembilan koordinator dan 48 petani pembuat gula kelapa mitra. Petani pembuat gula kelapa non mitra PT. SJA yang dijadikan sampel pada penelitian ini berjumlah 30 orang, 23 orang berasal dari Kecamatan Pangandaran dan tujuh orang berasal dari Kecamatan Cimerak. Pemilihan petani pembuat gula kelapa non mitra PT. SJA dan lokasinya dilakukan setelah melakukan penelitian terhadap petani pembuat gula kelapa mitra. Ringkasan dari penjelasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Besar Sampel dan Teknik Penentuan Sampel

Kecamatan

4.3. Data dan Instrumentasi

(44)

28 dinamakan schedule, wawancara mendalam kepada informan, dan observasi langsung. Data sekunder diperoleh dari Asosiasi Gula Kelapa Priangan, administrasi PT. Samudra Jaya Abadi, instansi yang terkait dengan penelitian seperti Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Ciamis, Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis, serta literatur-literatur yang diperoleh melalui media elektronik dan media cetak.

Instrumentasi yang digunakan meliputi daftar pertanyaan berupa schedule, panduan wawancara, alat perekam, alat pencatat, alat pemotret, dan alat penyimpan data elektronik. Daftar pertanyaan yang diisi oleh peneliti sendiri

(enumerator) dan ditujukan kepada petani pembuat gula kelapa mitra merupakan

daftar pertanyaan untuk mengetahui karakteristik petani pembuat gula kelapa mitra, proses manajemen kemitraan dan manfaat-manfaat kemitraan yang diperoleh petani pembuat gula kelapa mitra serta keragaan usahatani petani pembuat gula kelapa mitra. Sedangkan daftar pertanyaan yang ditujukan kepada petani pembuat gula kelapa non mitra PT. SJA merupakan daftar pertanyaan untuk mengetahui keragaan usahatani petani pembuat gula kelapa non mitra. Panduan wawancara digunakan ketika melakukan wawancara dengan pihak manajemen perusahaan dan koordinator untuk memperoleh informasi mengenai proses manajemen kemitraan serta gambaran pelaksanaan kemitraan. Informasi yang telah didapatkan kemudian akan digunakan untuk menilai pelaksanaan kemitraan yaitu dari aspek proses manajemen kemitraan dan aspek manfaat kemitraan.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi wawancara mendalam, pengisian daftar pertanyaan berupa schedule, serta observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti sendiri. Wawancara secara mendalam dilakukan kepada Direktur Pembelian dan Pemasaran PT. SJA dan Sekretaris AGKP yang telah mengetahui kondisi lapangan secara langsung. Selain itu, wawancara mendalam juga dilakukan kepada sembilan koordinator. Pengisian

schedule dilakukan oleh peneliti sendiri dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di

schedule tersebut ditujukan kepada petani pembuat gula kelapa mitra dan petani

(45)

29 sendiri (enumerator) memiliki tujuan yaitu untuk mengefisienkan serta mengefektifkan proses pengisian daftar pertanyaan. Selain itu mengantisipasi adanya kesalahpahaman dan kesulitan responden dalam pengisian daftar pertanyaan. Penggunaan daftar pertanyaan berupa schedule, pelaksanaan wawancara mendalam kepada koordinator dan observasi langsung dilakukan secara bersamaan dengan tujuan agar peneliti mendapatkan seluruh informasi yang dibutuhkan secara utuh di lapangan.

4.5. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data pada penelitian ini merupakan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yang diperoleh berupa gambaran karakteristik responden, gambaran proses manajemen kemitraan serta manfaat kemitraan yang dirasakan petani pembuat gula kelapa mitra. Data kuantitatif yang diperoleh berupa data pasokan gula kelapa PT. SJA, data harga gula kelapa, data perbandingan antara usaha butiran kelapa dengan gula kelapa, data daftar sentra industri kecil dan menengah di Kabupaten Ciamis, data luas areal dan produksi kelapa Jawa Barat, data luas areal dan produksi kelapa Kabupaten Ciamis, data penerimaan dan biaya-biaya dalam memproduksi gula kelapa, data produksi gula kelapa, dan data volume nira hasil penyadapan responden.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis dengan menggunakan tabel silang berbentuk persentase. Data atau keterangan yang telah didapatkan dari hasil pengisian daftar pertanyaan kepada responden diedit terlebih dahulu sebelum data tersebut diolah. Setelah melakukan pengeditan, kemudian data dipindahkan langsung dari daftar pertanyaan ke dalam tabel. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden, pelaksanaan kemitraan usaha, dan proses manajemen kemitraan serta manfaat-manfaat kemitraan yang dirasakan petani pembuat gula kelapa mitra. Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani dan R/C, analisis produktivitas, analisis rendemen serta penilaian tingkat hubungan kemitraan usaha. Data yang diperoleh dari hasil pengisian daftar pertanyaan diolah dengan menggunakan

(46)

30 4.5.1. Evaluasi Kemitraan (Penilaian Tingkat Hubungan Kemitraan)

Pada penelitian ini, peneliti melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kemitraan pada usaha gula kelapa. Industri gula kelapa merupakan industri hasil pertanian yang diusahakan oleh industri rumah tangga yaitu petani pembuat gula kelapa. Oleh karena itu evaluasi kemitraan pada penelitian ini menggunakan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian. Keputusan Menteri ini digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra yang bergerak di bidang usaha pertanian.

Evaluasi pelaksanaan kemitraan meliputi aspek proses manajemen kemitraan dan aspek manfaat. Hasil evaluasi pada kedua aspek tersebut digunakan untuk mengetahui tingkatan kemitraan pada usaha gula kelapa ini. Adapun tingkat kemitraan usaha dari yang terendah sampai tertinggi yaitu kemitraan Pra Prima, Prima, Prima Madya, dan Prima Utama. Empat kategori tingkat kemitraan usaha tersebut didasarkan pada aspek dan indikator penilaian sebagai berikut (Tabel 6):

Tabel 6. Aspek dan Indikator Penilaian Terhadap Hubungan Kemitraan

Aspek Indikator Faktor yang Dinilai

I. Proses manajemen kemitraan

1. Perencanaan a. Perencanaan kemitraan b. Kelengkapan perencanaan

2. Pengorganisasian a. Bidang khusus b. Kontrak kerjasama

3. Pelaksanaan dan Efektivitas kerjasama

a. Pelaksanaan kerjasama b. Efektivitas kerjasama

II. Manfaat 1. Ekonomi a. Pendapatan b. Harga c. Produktivitas d. Risiko usaha

2. Teknis a. Mutu

b. Penguasaan teknologi

3. Sosial a. Keinginan kontinuitas kerjasama b. Pelestarian lingkungan

(47)

31 Penilaian tingkat hubungan kemitraan usaha pertanian antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Sedangkan rincian faktor yang dinilai dan nilai tingkat hubungan kemitraan usaha pertanian dapat dilihat pada Lampiran 1. Penjelasan Lampiran 1 (penjelasan dalam menjabarkan pertanyaan) dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 7. Bobot Nilai dari Setiap Aspek, Indikator dan Faktor yang Dinilai

Aspek Indikator Faktor yang Dinilai Nilai Faktor Maksimum I. Proses Manajemen

Kemitraan

1. Perencanaan a. Perencanaan kemitraan

150

b.Kelengkapan perencanaan

2. Pengorganisasian a. Bidang khusus 150

b. Kontrak kerjasama

Jumlah Nilai Maksimum Aspek Proses Manajemen Kemitraan 500

II. Manfaat 1. Ekonomi a. Pendapatan 100

b. Harga 50

c. Produktivitas 50

d.Risiko usaha 50

2. Teknis a. Mutu 50

b. Penguasaan teknologi 50

3. Sosial a. Keinginan kontinuitas kerjasama

75

b. Pelestarian lingkungan 75

Jumlah Nilai Maksimum Aspek Manfaat 500

Jumlah Nilai Maksimum Tingkat Hubungan Kemitraan Aspek Proses Manajemen Kemitraan+Aspek Manfaat

1.000

(48)

32 Tabel 8. Nilai Tingkat Kemitraan

Kemitraan Nilai

Tingkat Kemitraan Prima Utama >750

Tingkat Kemitraan Madya 501-750

Tingkat Kemitraan Prima 250-500

Tingkat Kemitraan Pra Prima < 250

Sumber: Biro Hukum dan Humas Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian (2004)

(49)

33 Tabel 9. Cara Menentukan Nilai Pada Setiap Faktor

Aspek Faktor yang Dinilai Cara Penentuan Nilai

Proses

Nilai rata-rata dari hasil wawancara mendalam kepada pihak

perusahaan, koordinator, serta petani pembuat gula kelapa mitra Kelengkapan perencanaan

(Lingkup & aspek-aspek perencanaan)

Nilai dari hasil wawancara pada kontrak kerjasama, dan bentuk kerjasama)

Nilai rata-rata dari hasil wawancara mendalam kepada pihak

perusahaan, koordinator, serta petani pembuat gula kelapa mitra

Pelaksanaan kerjasama

(Kesesuaian antara perjanjian dan pelaksanaan serta pelaksanaan

dilakukan secara transparan atau tidak)

Nilai rata-rata dari hasil wawancara mendalam kepada pihak

perusahaan, koordinator, serta petani pembuat gula kelapa mitra Efektivitas kerjasama

(kejelasan peranan, kontinuitas suplai, kualitas suplai, kesesuaian sistem pembayaran, cara pembayaran, keterlibatan penentuan harga)

Nilai rata-rata dari hasil wawancara mendalam kepada pihak

perusahaan, koordinator, serta petani pembuat gula kelapa mitra

Manfaat Pendapatan

(Pendapatan yang diperoleh petani pembuat gula kelapa mitra dari hasil usaha gula kelapa, ada bedanya tidak antara mitra dengan non mitra PT. SJA)

Membandingkan pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, pendapatan tunai, R/C rasio atas biaya tunai, dan R/C rasio atas biaya total petani pembuat gula kelapa mitra dengan non mitra PT. SJA

Harga

(Harga gula kelapa yang diterima petani pembuat gula kelapa mitra)

Persentase jawaban petani pembuat gula kelapa mitra.

Harga gula kelapa yang diterima masing-masing petani pembuat gula kelapa mitra dibandingkan dengan harga pasar.

Produktivitas Membandingkan produktivitas gula kelapa mitra dengan non mitra PT. SJA.

Risiko usaha

(Risiko yang dihadapi petani pembuat gula kelapa: risiko pasar, risiko harga, risiko cuaca buruk, risiko kecelakaan)

Menganalisis dan memberikan nilai pada masing-masing risiko, kemudian merata-ratakan nilai dari keempat risiko tersebut.

Mutu Persentase jawaban petani pembuat

gula kelapa mitra.

Penguasaan teknologi Persentase jawaban petani pembuat gula kelapa mitra.

Keinginan kontinuitas kerjasama Nilai rata-rata dari hasil wawancara mendalam kepada pihak

perusahaan, koordinator, dan persentase jawaban petani pembuat gula kelapa mitra.

Pelestarian lingkungan Nilai rata-rata dari hasil wawancara mendalam kepada pihak

(50)

34 4.5.2. Analisis Pendapatan Usahatani

Salah satu faktor yang dinilai pada evaluasi kemitraan ini adalah pendapatan petani pembuat gula kelapa. Analisis pendapatan ini hanya dilakukan kepada responden yang menderes pohon kelapa dalam. Hal ini dikarenakan 62,5 persen petani pembuat gula kelapa mitra yang menjadi sampel adalah petani pembuat gula kelapa mitra yang menderes pohon kelapa dalam. Selain itu peremajaan pohon kelapa dalam juga sedang banyak dilakukan di daerah Ciamis Selatan. Rata-rata pohon kelapa dalam yang digarap responden yaitu sebanyak 33 pohon. Oleh karena itu, satuan yang digunakan dalam menghitung pendapatan petani pembuat gula kelapa yaitu Rupiah per 33 pohon kelapa per tahun. Setiap komponen penyusun penerimaan dan biaya pada usaha gula kelapa (kecuali komponen pajak) dari masing-masing responden dikonversikan ke satuan 33 pohon. Kemudian setiap komponen yang telah dikonversi ke satuan 33 pohon tersebut dirata-ratakan. Nilai yang tercantum pada setiap komponen yang ada di analisis pendapatan usahatani merupakan nilai yang telah dikonversi dan dirata-ratakan. Analisis pendapatan usahatani pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan pendapatan yang diterima petani pembuat gula kelapa mitra dengan pendapatan yang diterima petani pembuat gula kelapa non mitra PT. SJA dari usaha gula kelapa.

Menurut Soekartawi (2002), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

TRi = Yi . Pyi, dimana TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y

Biaya penyusutan alat dan bangunan pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (metode rata-rata) tanpa memperhitungkan nilai sisa. Secara matematis penghitungan biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut (Soeharjo & Patong 1973):

Penyusutan =

Gambar

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN   ........................
Tabel 1.  Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa Menurut Kepemilikan di Jawa Barat 2007
Tabel 2.  Perbandingan antara Usaha Butiran Kelapa dengan Gula Kelapa
Tabel 3.  Industri Hasil Pertanian Kabupaten Ciamis Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait