• Tidak ada hasil yang ditemukan

Investasi di Sektor Hotel dan Restoran dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Kota Cirebon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Investasi di Sektor Hotel dan Restoran dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Kota Cirebon"

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan dan standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya, karena pariwisata sudah menjadi kebutuhan hidup manusia pada umumnya. Semakin sejahtera seseorang maka semakin banyak peluang dan keinginan untuk melakukan kegiatan wisata. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki alam dan pemandangan yang indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan, antara lain menyangkut sumber daya alam dan pemanfaatan lahan, sumber daya hutan, sumber daya pesisir dan laut serta sumber daya perekonomian serta keragaman budaya. Letak geografis yang berbatasan dengan DKI Jakarta dan sebelah timur dengan provinsi Jawa Tengah, membuat provinsi Jawa Barat merupakan wilayah strategis untuk mengembangkan terutama sektor pariwisata.

Berdasarkan Tabel 1.1. dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 lebih dari 20 juta orang mengunjungi objek wisata di Jawa Barat, tahun 2010 naik menjadi lebih dari 22 juta, meskipun secara keseluruhan jumlah pengunjung objek wisata mengalami kenaikan tahun 2009 jumlah kunjungan wisatawan menunjukkan peningkatan, Kabupaten Subang sebagai kota kunjungan wisatawan terbesar di Jawa Barat sebesar 19,13 persen dari total wisatawan di Jawa Barat diikuti Kota Cirebon sebesar 16,63 persen dari total wisatawan yang mengunjungi provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Bandung menempati urutan ke tiga dengan 12,93 persen dari total wisatawan yang berkunjung di Jawa Barat.

(2)

wisata budaya dan seni, wisata alam, wisata kuliner: nasi jamblang, nasi lengko, tahu gejrot, empal gentong, dan lain-lain dan Kota Cirebon merupakan kota yang memiliki nilai historis yang tinggi dapat dilihat dari adanya sistem kerajaan di Kota Cirebon terdahulu terbukti dengan adanya keraton-keraton yang ada di kota tersebut seperti keraton kanoman dan keraton kasepuhan.

Salah satu sektor yang terkait erat dengan pariwisata adalah sektor hotel dan restoran, imbas dari meningkatnya jumlah pengunjung objek wisata di Kota Cirebon, baik domestik maupun asing adalah meningkatnya tingkat okupansi baik hotel berbintang maupun hotel non berbintang. Sektor hotel dan restoran juga memiliki keterkaitan bukan hanya dengan sektor pariwisata tetapi dengan sektor-sektor lain seperti sektor jasa keuangan dan perdangangan, karena dalam mendukung kegiatan usahanya sektor-sektor ini memerlukan hotel sebagai sarana penunjang untuk tempat menginap maupun tempat meting. Berdasarkan hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa sektor hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan yang tinggi, menurut Putri (2010) sektor hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan tertinggi kedua baik kedepan maupun ke belakang dalam perekonomian Kota Jakarta dan berdasarkan Febriawan (2009) sektor hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan ke depan kedua terbesar di Kota Bandung.

(3)

Tabel 1.1. Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara di Jawa Barat Tahun 2008-2010

Jumlah Wisatawan Menurut Asal

Kabupaten/Kota 2008 2009 2010

Domestik Mancanegara Total Persen Domestik Mancanegara Total Persen Domestik Mancanegara Total Persen

Kabupaten

Bogor 15.629 1.890.733 1.906.362 11,00 17.529 2.106.108 2.123.637 9,94 17.739 2.156.198 2.173.937 9,24

Sukabumi 10.800 802.502 813.302 4,69 15.400 1.100.234 1.115.634 5,22 18.827 1.080.589 1.099.416 4,67

Cianjur 80.926 974.672 1.055.598 6,09 105.922 900.765 1.006.687 4,71 105.926 1.044.852 1.150.778 4,89

Bandung 64.400 2.467.652 2.532.052 14,61 70.421 2.852.241 2.922.662 13,68 77.200 2.965.258 3.042.458 12,93

Garut 3.189 409.825 413.014 2,38 4.241 789.241 793.482 3,71 5.189 824.825 830.014 3,52

Tasikmalaya 2.457 502.820 505.277 2,91 2.921 718.121 721.042 3,37 3.457 728.209 731.666 3,11

Ciamis 5.153 90.958 96.111 0,55 6.521 102.242 108.763 0,50 8.253 105.958 114.211 0,48 Sumedang 10.621 397.732 408.353 2,35 11.642 479.214 490.856 2,29 12.621 477.732 490.353 2,08 Subang 44.240 3.430.314 3.474.554 20,05 80.125 4.400.421 4.480.546 20,98 69.140 4.430.314 4.499.454 19,13 Puwakarta 854 49.666 50.520 0,29 1.050 64.890 65.940 0,30 1.072 65.666 66.738 0,28

Karawang 0 106.750 106.750 0,61 0 167.421 167.421 0,78 0 176.750 176.750 0,75

Bekasi 222 8.334 8.556 0,04 398 9.872 10.270 0,04 403 10.334 10.737 0,04

Kota

Bogor 40.242 1.024.423 1.064.665 6,14 42.478 1.242.985 1.285.463 6,02 42.812 1.524.044 1.566.856 6,66

Sukabumi 154 4.776 4.930 0,03 134 8.890 9.024 0,04 174 10.776 10.950 0,04

Bandung 20.071 1.076.589 1.096.660 6,33 24.856 1.284.842 1.309.698 6,13 25.071 1.376.589 1.401.660 5,96

Cirebon 10.068 2.041.597 2.051.665 11,84 10.189 2.515.408 2.525.597 11,82 1.329 3.908.472 3.909.801 16,62

Bekasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Depok 5.515 1.464.273 1.469.788 8,48 6.421 1.789.241 1.795.662 8,41 7.812 1.864.273 1.872.085 7,96

Cimahi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tasikmalaya 0 254.886 254.886 1,47 0 408.567 408.567 1,91 0 354.886 354.886 1,50

Banjar 0 8.000 8.000 0,04 0 9.674 9.674 0,04 0 11.000 11.000 0,046

Total 314.541 17.006.502 17.321.043 100 400.248 20.950.377 21.350.625 100 397.025 23.116.725 23.513.750 100

(4)

1.2. Perumusan Masalah

Perekonomian Kota Cirebon masih harus ditingkatkan, karena jika dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon masih relatif rendah, dengan rata-rata sebesar 5,38 persen selama periode 2006-2008 dibandingkan dengan kota lain di Jawa Barat pada tahun yang sama seperti Kota Bogor, Kota Sukabumi dan Kota Bandung dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 6,06, 6,11 dan 7,85 dan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 5,64 persen (Lampiran 24).

Demikian pula dalam hal pendapatan per kapita, pendapatan perkapita Kota Cirebon juga relatif rendah yaitu sebesar Rp.18.052.010 juta-Rp.20.631.977 selama periode 2006-2009 dibandingkan dengan pendapatan perkapita nasional pada tahun yang sama yaitu sebesar Rp.15.033.443-Rp.24.261.805 (Tabel 1.2 dan Tabel 4.2). Jumlah pengangguran Kota Cirebon juga masih relatif tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat (Tabel 1.3). Dalam hal ini peningkatan investasi di sektor hotel dan restoran yang diharapkan mampu memecahkan masalah mendasar yaitu perannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja

Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Pendapatan Perkapita Tahun 2006-2009

Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) PDRB perkapita (juta rupiah)

2006 5,50 15.033.443

2007 6,35 17.509.564

2008 6,01 21.666.747

2009 4,55 24.261.805

Rata-Rata 5,64 19.617.890

(5)

Namun demikian sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon, disatu pihak laju pertumbuhan ekonominya relatif tinggi, menempati urutan kelima dari total sepuluh sektor yang ada di Kota Cirebon yaitu sebesar 4,37-6,10 persen dari tahun 2006-2009, sementara kontribusinya di Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor hotel dan restoran meskipun meningkat terus dari tahun ke tahun yaitu sebesar 2,27-2,8 persen dari tahun 2006-2009, namun memiliki kontribusi yang relatif kecil (Tabel 1.5). Disisi lain investasi di sektor hotel dan restoran berfluktuasi dan relatif kecil (Tabel 5.14). Tabel 1.3. Angka Pengangguran di Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2009

Jumlah Pengangguran Menurut Asal

Sukabumi 117.451 132.795 126.968 77.405

Cianjur 94.797 83.072 78.523 99.888

Bandung 293.148 308.760 298.918 172.899

Garut 84.975 70.140 69.741 75.813

Tasikmalaya 78.955 67.735 60.272 54.444

Ciamis 57.480 48.408 43.592 49.009

Sumedang 38.320 37.665 34.915 50.866

Subang 51.224 48.218 38.941 53.581

Puwakarta 32.485 30.916 28.413 39.096

Karawang 123.830 134.873 121.800 136.572

Bekasi 82.280 77.484 76.390 105.493

Kota

Bogor 51.012 53.251 47.285 90.638

Sukabumi 21.609 19.838 17.638 25.283

Bandung 143.154 148.422 134.992 152.953

Cirebon 118.963 129.336 176.675 221.723

Bekasi 123.304 99.944 97.680 147.410

Depok 75.843 73.000 70.336 71.182

Cimahi 40.454 41.409 38.885 41.723

Tasikmalaya 32.486 37.352 35.132 22.356

Banjar 10.904 11.494 8.614 4.939

(6)

Dengan demikian menjadi pertanyaan apakah sektor hotel dan restoran dapat menjadi leading sektor dan dengan adanya peningkatan investasi di sektor hotel dan restoran, dapatkah memecahkan masalah ekonomi mendasar yaitu perannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi mengatasi masalah pengangguran di Kota Cirebon. Peningkatan investasi di sektor yang merupakan sektor unggulan atau leading

sektor dimaksudkan agar dana pemerintah yang terbatas akan lebih efisien.

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2006-2009 (%)

Sektor 2006 2007 2008 2009

Pertanian 0,18 3,88 4,39 1,88

Pertambangan 0 0 0 0

Industri 3,83 3,45 3,45 0,09

Listrik, Gas dan Air Bersih 4,11 8,52 8,52 9,46

Bangunan 9,84 8,30 8,30 9,32

Perdagangan 2,60 3,00 3,30 3,10

Hotel dan Restoran 4,37 5,15 7,10 6,01

Pengangkutan 4,72 5,01 5,01 2,36

Keuangan 7,96 12,39 12,39 10,96

Jasa 7,81 9,31 9,31 9,40

TOTAL 5,54 6,17 5,64 5,04

Sumber: BPS Kota Cirebon, 2010.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, secara detail pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keterkaitan sektor hotel dan restoran dengan sektor lainnya dalam perekonomian kota Cirebon?

2. Bagaimana multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja sektor hotel dan restoran dalam perekonomian Kota Cirebon?

(7)

Tabel 1.5. Produk Domestik Regional Bruto Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2000, Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2010 (juta rupiah)

Sektor

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 (juta rupiah)

2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 16.251 0,35 17.118 0,33 17.782 0,32 18.546 0,32 18.895 0,31

2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 1.881.356 40,6 1.969.304 37,93 2.037.319 36,96 2.109.737 36,23 2,111,556.34 34,52 4 78.990 1,71 88.141 1,7 95.652 1,74 104.856 1,8 114.774 1,88 5 167.806 3,63 197.669 3,81 214.082 3,88 233.172 4 254.896 4,17 6 1.183.503 25,5 1.387.188 26,72 1.510.089 27,39 1.663.773 28,57 1.814.646 29,67

7 104.866 2,27 121.919 2,35 138.428 2,51 156.267 2,68 171.126 2,8

8 733.615 15,8 814.698 15,69 839.266 15,22 796.246 13,67 815.063 13,32 9 178.060 3,85 273.217 5,26 307.061 5,57 346.648 5,95 384.649 6,29 10 284.252 6,14 323.099 6,22 353.188 6,41 394.281 6,77 431.326 7,05 Total 4.628.702 100 5.192.354 100 5.512.869 100 5.823.528 100 6.116.933 100 Sumber: BPS Kota Cirebon, 2010.

Keterangan:

1 = Pertanian 6 = Perdagangan 2 = Pertambangan dan Penggalian 7 = Hotel dan Restoran

3 = Industri Pengolahan 8 = Transportasi dan Komunikasi

4 = Listrik, Gas dan Air bersih 9 = Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 5 = Bangunan 10 = Jasa-jasa

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis peran sektor hotel dan restoran ditinjau dari keterkaitan dan struktur permintaan akhir.

2. Menganalisis multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja sektor hotel dan restoran dalam perekonomian Kota Cirebon.

(8)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Sebagai bahan masukkan dan informasi bagi para pengambil kebijakan di tingkat daerah kota Cirebon dalam merencanakan dan mengembangkan pariwisata khususnya sektor hotel dan restoran di kota Cirebon.

2. Bagi para pembaca umumnya, dapat memberikan dan membuka wawasan mengenai dampak hotel dan restoran dalam perekonomian kota Cirebon.

3. Sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis terhadap data pada Tabel Input-Output Kota Cirebon tahun 2005 dikarenakan belum tersedianya data terbaru sehingga dipakai tabel Input Output Kota Cirebon Tahun 2005. Data yang digunakan berupa data dari Tabel Input-Output Kota Cirebon Tahun 2005 klasifikasi 22 sektor yang kemudian diagregasi sembilan sektor dilakukan untuk melihat keterkaitan sektor hotel dan restoran secara keseluruhan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya.

Data yang dianalisis dari Tabel Input-Output tersebut adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen, agar dapat memberikan kestabilan pada koefisien input yang dihasilkan karena hubungan langsung antarsektor tidak dipengaruhi oleh unsur margin perdagangan dan pengangkutan. Hasil analisis perhitungan penelitian dengan menggunakan software aplikasi I-O Analysis for Practitioners dan Microsoft Excell 2007.

(9)
(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Sektor Hotel dan Restoran serta Keterkaitannya dengan Sektor Pariwisata 2.1.1.1. Definisi dan Produk Sektor Hotel dan Restoran

Istilah restoran berasal dari bahasa Perancis “ restourant” yang berarti restores

of energy atau pemulihan tenaga. Restoran tidak hanya kebutuhan sosial tetapi juga kebutuhan secara biologi. Berbagai macam alasan untuk makan di restoran antara lain melepaskan diri dari kebosanan,untuk bersosialisasi, merasakan makanan yang berbeda yang biasanya disajikan di rumah, dan menghindari pekerjaan yang membosankan di tempat kerja (Ardhiyansyah, 2005). Dengan demikian restoran dapat didefinisikan sebagai suatu usaha yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan makanan dan minuman. Menurut Ardiyansyah (2005), restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang di organisir secara komersil, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua konsumennya baik berupa makanan maupun minuman. Tujuan operasionalnya restoran adalah untuk mencari keuntungan, tetapi membuat puas para konsumennya pun merupakan tujuan operasional restoran yang utama.

(11)

usaha yang dikelola dengan menyediakan jasa pelayanan, makanan dan minuman, serta kamar untuk tidur atau istirahat bagi pelaku perjalanan (wisatawan) dengan membayar secara pantas sesuai dengan fasilitas yang ditawarkan tanpa ada perjanjian khusus yang rumit. Restoran merupakan salah satu jenis usaha jasa boga atau pangan yang bertempat di sebagian atau diseluruh bangunan permanen yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penjualan makanan dan minuman bagi masyarakat umum di tempat usahanya. Marpaung (2002) menjelaskan bahwa pada dasarnya kebutuhan konsumen masyarakat akan jasa boga restoran berkaitan dengan tiga hal pokok, yaitu: physical product (makanan dan minuman), psychological product yang mencakup sensual benefit (cuci mata, suasana nyaman), sense of side (kebersihan, kerapihan,dan kesopanan), sense of listening

(music), dan yang terakhir kebutuhan akan customer service product

(kecepatan,reservasi,kemudahan transaksi).

BPS Provinsi Jawa Barat (2010) secara umum mengkualifikasikan hotel menjadi dua,yaitu: hotel melati, dan hotel berbintang. Ciri khusus hotel berbintang yaitu memiliki restoran sebagai salah satu fasilitas yang disediakan yang pengelolaannya menjadi satu fasilitas yang disediakan yang pengelolaanya menjadi satu dibawah manajemen hotel tersebut dan ditangani dengan lebih profesional oleh divisi yang secara khusus menangani restorannya. Selain itu, ciri khusus lainnya adalah hotel tersebut telah memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Dinas Pariwisata Daerah (Disparda). Persyaratan tersebut antara lain:

a. persyaratan fisik seperti lokasi hotel dan kondisi bangunan b. bentuk pelayanan yang diberikan

(12)

d. fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia, seperti lapangan tenis, kolam renang dan diskotik

e. jumlah kamar yang tersedia.

Sedangkan untuk kualifikasi hotel melati belum memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Disparda.

Menurut BPS Provinsi Jawa Barat (2010), beberapa bidang usaha layanan makanan dan minuman yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:

1. Layanan komersial dan publik tidak terbatas

a. Hotel : jasa layanan makanan dan minuman di hotel untuk tamu berupa room service, coffee shop, snack bar lounge, fasilitas banquet, restoran prasmanan

b. Restoran biasa : tidak dilengkapi dengan akomodasi lainnya seperti tempat menginap. Biasanya berbeda berdasarkan menu sajian, misalnya restoran Padang, restoran sunda, stake house.

c. Fast Food : mengutamakan kecepatan penyajian, misalnya fried chicken, dan hamburger.

2. Layanan komersial dan publik terbatas.

d. Transport catering: terdapat di alat transportasi publik seperti kereta api, kapal laut, pesawat terbang atau tempat transit bis.

e. Clubs: untuk langganan tertentu seperti kelompok olahraga, politik, sosial. Jarang terdapat di Indonesia, misalnya: Mercintile Club, Hilton Executive Club.

(13)

Menurut Marpaung (2002), pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh sektor hotel dan restoran untuk dikonsumsi adalah berupa produk jasa pelayanan. Lengkapnya fasilitas atau saran yang dimiliki oleh pelaku usaha di sektor ini akan memberikan kepuasan tersendiri, sehingga memungkinkan para pelancong untuk melakukan kunjungan kembali. Usaha perhotelan pada umumnya memiliki bentuk pelayanan yang lebih variatif dibandingkan usaha di bidang restoran.

Beberapa produk yang dimiliki oleh usaha perhotelan dan biasa dinikmati oleh masyarakat luas antara lain adalah sebagai berikut:

1. Produk terlihat, diantaranya adalah kamar (tempat menginap), makanan dan minuman (coffe break, bar,service room), laundry (jasa pencucian), meeting room, sarana olahraga (kolam renang, fitness centre), perawatan kecantikan

(spa, beauty centre, yoga), rekreasi ringan (cuci mata, taman untuk anak-anak), hiburan (karaoke, diskotik), toko kerajinan tangan (handycraft, souvenir), toko jajanan lokal/daerah dan contoh produk lainnya.

2. Produk tak terlihat, diantaranya keamanan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan, keramah tamahan, kenyamanan, suasana santai dan informasi pariwisata.

Usaha jasa restoran sebenarnya tidah berbeda jauh dengan produk usaha perhotelan, namun biasanya hanya menyediakan produk yang lebih sedikit variasinya. Produk-produk tersebut diantaranya makanan dan minuman, tempat rekreasi anak-anak (taman), ruang pertemuan, hiburan ringan (musik), suasana santai serta fasilitas pengunjung lainnya.

(14)

bekerja atau mencari penghasilan di tempat tujuan. Kunjungan yang dimaksud bersifat sementara dan pada waktunya akan kembali pada tempat tinggal semula. Hal tersebut memiliki dua elemen penting yaitu, perjalanan itu sendiri dan tempat sementara di tempat tujuan dengan berbagai aktivitas wisatawanya.

Menurut Sihite (2000) istilah pariwisata bersal dari bahasa sanksekerta yang secara etimologi bahasa berasal dari dua suku kata yaitu pari dan suku kata wisata. Pari

berarti banyak atau berkali-kali, berputar-putar atau lengkap, sedangkan wisata berarti perjalanan yang dilakukan berkali-kali.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dijelaskan bahwa kepariwisataan adalah seluruh kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antar wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha. Definisi-definisi sebelumnya memperlihatkan bahwa pariwisata adalah menyangkut alasan dan tujuan dalam melakukan perjalanan.

Pariwisata sebagai Industri Menurut Hasan (2008) membicarakan industri tentunya tidak terlepas dan membicarakan batasan pengertian pariwisata itu sendiri. Pariwista sebagai industri atau lebih dikenal dengan istilah “ Industri Pariwisata”

(15)

2.1.1.2. Keterkaitan Sektor Hotel dan Restoran dengan Pariwisata dan Sektor Lainnya

Menurut Kartawan (2008), dunia internasional sepakat bahwa pariwisata merupakan salah satu industri yang paling potensial dan mampu memberikan nilai devisa yang sangat besar dalam menghadapi era milenium ketiga ini. Industri pariwisata dianggap sebagai industri terbesar di dunia karena pasarnya yang luas mencakup seluruh dunia dan tidak mengenal batas usia. Dalam kegiatannya, industri pariwisata dibagi menjadi lima bidang pokok, yaitu : hotel dan restoran, tour and travel, transportasi, pusat wisata dan souvenir, serta bidang pendidikan kepariwisataan. Terus berkembangnya industri pariwisata akan menciptakan kondisi usaha pada sektor hotel dan restoran lebih kondunsif, artinya tingkat kunjungan pada hotel dan restoran akan semakin meningkat sehingga akan mempengaruhi perkembangan sektor hotel dan restoran.

Besarnya kontribusi sektor hotel dan restoran dapat dilihat dari tingkat konsumsi masyarakat pada sektor ini. Semakin tinggi tingkat konsumsi masyarakat pada sektor hotel dan restoran maka makin besar pula kontribusi yang diberikan oleh sektor hotel dan restoran terhadap perekonomian regional tersebut. Dari sisi pendapatan sektor hotel dan restoran memberikan kontribusi pada pariwisata melalui pajak, retribusi dan penghasilan, sementara dari sisi ketenagakerjaan melalui tenaga kerja pelayan, kebersihan, keamanan dan tenaga lainnnya.

(16)

2.1.2. Investasi dan Pembangunan Ekonomi Daerah 2.1.2.1. Kaitan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses terjadi kenaikan produk nasional bruto rill atau pendapatan nasional rill. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output rill. Output total rill suatu perekonomian bisa juga tetap konstan atau mengalami penurunan sepanjang waktu. Ini berarti perekonomian statis atau mengalami penurunan (stagnasi). Perubahan ekonomi meliputi baik pertumbuhan,

statis ataupun stagnasi pendapatan nasional rill. Penurunan merupakan perubahan negatif, sedangkan pertumbuhan merupakan perubahan positif. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini dapat dilihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu ( Hermawan, 2000).

(17)

1.Harrod – Domar

Teori Harrod – Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Aspek utama yang dikembangkan dari teori Keynes adalah aspek yang menyangkut peranan investasi dalam jangka panjang. Dalam teori Keynes, pengeluaran investasi mempengaruhi permintaan agregat tetapi tidak mempengaruhi penawaran agregat. Harrod – Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Menurut kedua ekonom ini, pengeluaran investasi tidak hanya mempunyai pengaruh (lewat proses

multiplier) terhadap permintaan agregat, tetapi juga terhadap penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi.

Sumber : Carlos, 2007

Gambar 2.1. Model Harrod Domar

Gambar 2.1. Menjelaskan fungsi produksi dari Harrod - Domar atau H-D, yang menggambarkan hubungan antara modal dan tenaga kerja. Sumbu tegak pada gambar 1,

Modal N

1 N2

K

2

K

1

0

L

1

L

2 Tenaga

(18)

menunjukkan jumlah modal dan sumbu datar menunjukkan jumlah tenaga kerja. Modal dan tenaga kerja tidak dapat saling menggantikan satau sama lain. Misal untuk memproduksi sebesar N1 diperlukan modal sebesara K1 dan tenaga kerja sebanyak L1, demikian pula untuk memproduksi sebesar N2, diperlukan modal sebesar K2 dan tenaga kerja sebesar L2 dan seterusnya.

2.Robert Solow

Robert Solow mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang sekarang sering disebut dengan nama model pertumbuhan Neo Klasik. Model Solow memusatkan perhatianya pada pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Kerangka umum dari model Solow mirip dengan model Harrod-Domar, tetapi model Solow-Swan lebih luwes karena :

a. Menghindari masalah ketidakstabilan yang merupakan ciriwarranted rate of growth dalam model Harrod-Domar.

b. Bisa lebih luwes digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah distribusi pendapatan. Keluwesan ini terutama disebabkan oleh karena Solow dan Swan menggunakan bentuk fungsi produksi yang lebih mudah dimanipulasikan secara aljabar. Berdasarkan Solow melukiskan secara diagram pola pertumbuhan steady state

yang bisa terjadi berdasarkan Gambar 2.2. garis lurus yang melalui titik original adalah fungsi nk. Sedangkan kurva lainnya menggambarkan fungsi, sf(k). Garis ini ditarik sedemikian rupa sehingga menunjukkan produktifitas marginal kapital yang semakin menurun. Pada titik pertemuan dua kurva itu, nk = sf(k) dan dk/dt = 0. Pada waktu dk/dt

= 0, rasio kapital-tenaga kerja adalah konstan dan stok kapital harus diperluas sama besar dengan laju pertumbuhan tenaga kerja, n. Serentak rasio kapital tenaga kerja k

(19)

proporsional. Dengan mengasumsikan return to scale sebagai konstan, output riil juga akan tumbuh dalam laju relatif n yang sama, dan output tenaga kerja per individu akan konstan.

Sumber : Mankiw, 2008

Gambar 2.2. Model Solow

Rasio kapital-tenaga kerja, k, akan berperilaku jika ada perbedaan antara i dan

i

r (investasi aktual dan investasi yang diinginkan). Jika i >

i

r, ini berarti pertumbuhan kapital lebih cepat dibandingkan tenaga kerja, akibatnya k akan meningkat. Sebaliknya jika yang terjadi i <

i

r , menunjukkan pertumbuhan kapital lebih lambat daripada pertumbuhan tenaga kerja, maka k akan turun. Kenaikan ataupun penurunan dari k

tersebut semuanya akan menuju kepada k* yang merupakan rasio kapital-tenaga kerjapada steady state. Oleh karena pada steady state, k*, dk/dt = 0, ini berarti pada saatk1 < k* maka dk/dt > 0. Sedangkan untuk k2 > k* maka dk/dt < 0.

(20)

akantumbuh lebih cepat dari tenaga kerja sampai rasio keseimbangan tercapai. Jika rasio sebelumnya di atas nilai keseimbangan, kapital dan output akan tumbuh lebih lambat daripada tenaga kerja. Pada dasarnya pertumbuhan output selalu terletak diantara pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan kapital.

2.1.2.2. Pembangunan Daerah

Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus menafsir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).

(21)

daerah dengan menyesuaikan kondisi dan potensi daerah tersebut dan dilihat sektor mana di daerah tersebut yang merupakan sektor unggulan sehingga apabila sektor unggulan yang dikembangkan maka anggaran pemerintah yang terbatas akan lebih efisien.

2.1.3. Pengertian Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). artinya sektor tersebut dapat berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan sangat bervariasi.Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah(BPS, 2010), diantaranya :

1. Sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, yang artinya harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian dan dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan maupun pengeluaran.

2. Sektor unggulan tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar.

3. Sektor unggulan tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang, dan dengan sektor unggulan lain ataupun dengan sektor ekonomi lainnya.

4. Sektor unggulan tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

5. Sektor unggulan mampu bersaing dengan sektor yang sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional, baik dalam harga produk sektor tersebut, biaya produksi,kualitas pelayanan maupun aspek-aspek lainnya.

(22)

merupakan suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah (Kabupaten/Kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala provinsi atau nasional, jika LQi>1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektor basis (B), sedangkan LQi < 1 disebut sektor nonbasis (NB).

Sedangkan Analisis Shift Share adalah analisis yang bertujuan untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional), bila suatu daerah memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional, maka akan dapat ditemukan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah. Analisis Shift Share melihat nilai Proportional Shift (PS) dan

Differential Shift (DS), nilai PS yang positif menunjukkan bahwa sektor tersebut tumbuh relatif lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di daerah lain atau memiliki keuntungan lokasional yang baik, sedangkan jika PS dan DS negatif menunjukkan bahwa sektor ekonomi tersebut memiliki kontribusi yang sedikit bagi pertumbuhan ekonomi wilayahnya.

Dalam studi ini menggunakan model Input-Output sebagai alat analisis untuk melihat sektor unggulan di suatu daerah, Dalam model Input-Output yang merupakan sektor unggulan ialah sektor yang memiliki nilai keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke belakang maupun ke depan, mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi dan memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar.

2.1.4. Model Input-Output

(23)

adalah untuk menjelaskan besarnya arus industri/intersektor sehubungan dengan tingkat produksi masing-masing sektor. Dalam aplikasinya,model ini didasarkan atas model keseimbangan umum.

Terjadinya intergrasi ekonomi yang kuat, menyeluruh, dan berkelanjutan diantara seluruh sektor ekonomi menjadi kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, tidak akan mungkin suatu sektor ekonomi akan terus dapat berkembang dengan mengandalkan kekuatan sektor itu sendiri. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya keterkaitan yang baik antara setiap sektor yang ada sehingga dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif.

Model input-output (I-O) merupakan salah satu model yang dapat memaparkan dengan jelas bagaimana interaksi antara pelaku ekonomi. Model ini diperkenalkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930-an. Melalui model ini dapat ditunjukan seberapa besar keterkaitan antarsektor dalam perekonomian.). Sistem ekonomi yang dimaksud dapat diterapkan berupa sistem suatu bangsa atau dunia. Kemudian, model I-O juga digunakan dalam analisis hubungan antarsektor di dalam suatu wilayah. Dalam model I-O pengaruh interaksi ekonomi dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu : (1) pengaruh langsung, (2) pengaruh tidak langsung, (3) pengaruh total. Pengaruh langsung ialah pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya digunakan sebagai input dari produksi sektor yang bersangkutan. Sementara pengaruh tidak langsung merupakan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya tidak digunakan sebagai input dari produksi sektor yang bersangkutan.

(24)

sektor lainnya. Isian sepanjang baris Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan prmintaan akhir. Selain itu isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral.sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunaan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer.

Tabel I-O dalam memberikan gambaran menyeluruh antara lain terkait dengan beberapa hal berikut:

1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor

2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi

3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor yang berasal dari luar wilayah tersebut

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik itu berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi,investasi, dan ekspor.

Penggunaan model I-O telah dikembangkan scara luas dan sangat berguna dalam meneliti keadaan ekonomi suatu wilayah. Beberapa kegunaan analisis I-O dalam penelitian perekonomian suatu wilayah antara lain:

1. Memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor

(25)

3. Menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan karakteristik struktur. perekonomian suatu wilayah

4. Analisis perubahan harga,yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output

5. Melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuan impor dan kemungkinan subsitusinya.

2.1.4.1. Asumsi dan Keterbatasan Model Input-Output

Model Input-Output didasarkan atas beberapa asumsi dalam penyusunannya. Asumsi-asumsi tersebut diantaranya adalah :

1. Homogenitas, yang berarti suatu komoditas hanya dihasilkan secara tunggal oleh suatu sektor dengan susunan yang tunggal dan tidak ada subsitusi output diantara berbagai sektor

2. Linearitas, yaitu fungsi produksi bersifat besifat linear dan homogen. Artinya perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang proporsional

3. Akvitas ialah suatu prinsip dimana efek total dari pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Hal ini berarti bahwa semua pengauh di luar sistem input-output diabaikan.

Model Input-Output memiliki beberapa keterbatasan dalam penggunaanya. Keterbatasan-keterbatasan tersebut diantaranya adalah :

1. Memerlukan biaya yang besar dalam penyusunannya

2. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada maka semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap

(26)

dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output.

2.1.4.2. Struktur Tabel Input-Output

Menurut Glasson (1977), format dari tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu.

Tabel 2.1. Kerangka Penyajian Tabel Input-Output.

Sumber : BPS, 2005.

Berdasarkan tabel di atas, empat kuadran yang terdapat dalam suatu tabel Input-Output diberi nama kuadran I, II, III, dan IV. Simbol-simbol di dalam tanda kurung menunjukkan ukuran (ordo) matriks pada kuadran yang bersangkutan. Simbol pertama adalah banyaknya baris dan simbol kedua adalah banyaknya kolom.

Kuadran pertama (Intermediate Quadrant) menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis Input-Output, kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena kuadran inilah yang menujukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.

Kuadran kedua (Final Demand Quadrant) menunjukkan permintaan akhir (final demand) dan impor, serta menggambarkan penyediaan barang dan jasa. Penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi digolongkan sebagai permintaan akhir. Permintaan akhir ini biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor.

Kuadran I Kuadran II

(nxn) (nxm)

Kuadran III Kuadran IV

(pxn) (pxm)

(27)

Kuadran ketiga (Primary Input Quadrant) memperlihatkan pembelian input yang dihasikan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto (nilai tambah bruto) yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.

Kuadran keempat (Primary Input-Final Demand Quadrant) merupakan kuadran input primer permintaan akhir atau input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir, dan menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Informasi di kuadran empat ini bukan merupakan tujuan pokok, sehingga dalam penyusunan tabel Input-Output seringkali diabaikan.

Matriks-matriks yang disajikan dalam tabel Input-Output dibedakan sesuai dengan sifat dan jenis transaksinya. Untuk memperjelas gambaran mengenai penyajian tabel Input-Output, berikut ini diberikan ilustrasi tabel Input-Output dalam perekonomian yang terdiri dari n sektor produksi, yaitu sektor 1,2,………n. Ilustrasi tabel Input-Output dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Ilustrasi Tabel Input-Output

Alokasi Output Struktur Input

Permintaan Antara

(28)

dibutuhkan sebesar V1. Gambaran di atas menunjukkan bahwa susunan angka-angka dalam bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang saling terkait diantara beberapa sektor. Isian angka sepanjang baris (horizontal) memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara sebagian lagi untuk memenuhi permintaan akhir.

Isian angka menurut kolom (vertikal) menunjukkan pemakaian input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor lain untuk kegiatan produksi suatu sektor. Dalam tabel Input-Output terdapat suatu patokan yang sangat penting yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah inputnya.

Apabila Tabel 2.2 dilihat secara baris maka alokasi output secara keseluruhan dapat ditulis dalam bentuk persamaan aljabar berikut:

X11 + X12 + … + X1n + F1 = X1

X21 + X22 + … + X2n + F2 = X2 . . . . . . . . . . . . . . .

Xn1 + Xn2 + … + Xnn + Fn = Xn...(2.1)

dan secara umum persamaan di atas dapat dirumuskan kembali menjadi: i

Xij + Fi = Xi ; untuk i = 1, 2, 3 dan seterusnya...(2.2) j =i

dimana Xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah output sektor i.

(29)

X11 + X21 + … + Xn1 + V1 = X1

X12 + X22 + … + Xn2 + V2 = X2 . . . . . . . . . . . . . . .

X1n + X2n + … + Xnn + Vn = Xn ...(2.3) dan secara ringkas dapat ditulis menjadi:

i

Xij + Vj = Xj ; untuk j = 1, 2, 3 dan seterusnya...(2.4) i =i

Keterangan :

Xij = output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Fi = permintaan akhir terhadap sektor i

Xi = total output sektor i

Vj = input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j Xj = total input sektor j

Berdasarkan persamaan (2.1) di atas, jika diketahui matriks koefisien teknologi,

aij sebagai berikut:

j ij ij

X x

a  ...(2.5)

dan jika persamaan (2.5) disubstitusikan ke persamaan (2.1) maka didapat persamaan (2.6) sebagai berikut:

11X1 + 12X2 + … + 1nXn + F1 = X1

21X1 + 22X2 + … + 2nXn + F2 = X2 . . . . . . . . . . . . . . .

(30)

Jika dituliskan dalam bentuk matriks, maka didapatkan : 11 12 ... 1n X1 F1 X1 21 21…… 2n X2 F2 X2

... ... + ... = ...

n1 n2 ... nn Xn Fn Xn

A X + F = X

AX + F = X atau (I - A) X = F atau X = (I - A)-1 F...(2.7) Dimana:

I = matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya

F = permintaan akhir X = jumlah output (I-A) = matriks Leontief

(I - A)-1 = matriks kebalikan Leontief

Dari persamaan (2.7) di atas terlihat bahwa output setiap sektor memiliki hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I - A)

-1

sebagai koefisien antaranya. Matriks kebalikan Leontief ini mempunyai peranan penting sebagai alat analisis ekonomi karena menunjukkan adanya saling keterkaitan antara tingkat permintaan akhir terhadap tingkat produksi.

2.1.4.3. Analisis Keterkaitan

(31)

menunjukan hubungan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkan.

Dengan menggunakan konsep keterkaitan ini maka dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulasi pertumbuhan sektor lainnya melalui proses induksi. Koefisien langsung dalam model I-O dapat menunjukan adanya keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara. Sedangkan matriks kebalkan Leontief atau yang disebut juga koefisien keterkaitan dapat menunjukan adanya keterkaitan langsung dan tidak langsung. Matriks ini mengandung informasi yang penting tentang struktur perekonomian suatu wilayah. 2.1.4.4. Analisis Dampak Penyebaran

Analisis ini merupakan analisis lanjutan yang menggunakan matriks kebalikan. Analisis ini membandingkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang telah dikalikan dengan jumlah sektor yang ada dengan total nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung di semua sektor. Hal tersebut perlu dilakukan karena indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang yang telah diuraikan belum memadai untuk digunakan sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Analisis dampak penyebaran terbagi menjadi dua bagian yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.

2.1.4.5 Analisis Multiplier

Dalam Model Input-Output terdapat tiga jenis analisis multiplier yang menggunakan koefisien teknis sebagai dasar perhitungannya, yaitu :

1. Multiplier output

(32)

2. Multiplier pendapatan

Penggandaan ini mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian.

3. Multiplier tenaga kerja

Penggandaan ini menunjukan adanya perubahan pada tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output.

Multiplier Tipe I dan II dapat mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu wilayah.

2.2. Tinjauan Studi Sebelumnya

Penelitian mengenai peran dan keterkaitan suatu sektor dalam perekonomian dengan menggunakan analisis Input-Output telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan dan hotel, jasa-jasa dan lain sebagainya.Setiap penelitian umumnya memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage), keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dan juga

multiplier effect pendapatan, output dan tenaga kerja. Berdasarkan dari tiga referensi penelitian terdahulu yaitu Febriawan (2009), dan Agnes (2010), dan Putri Nilam (2010) didapatkan adanya persamaan dalam hasil dari penelitian yang mereka lakukan. Kedua penelitian tersebut menggunakan metode analisis Input-Output.

(33)

usahanya dan memiliki nilai keterkaitan yang tinggi. Beberapa penelitian mengenai sektor hotel dan restoran antara lain:

Penelitian yang dilakukan oleh Febriawan (2009) dalam skripsinya menganalisis tentang peranan sektor hotel dan restoran dalam perekonomian Kota Bandung. Tabel I-O Kota Bandung tahun 2003 yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor hotel dan restoran dalam pembentukan permintaan antara relatif kecil dibandingkan dengan sektor lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar output dari kedua sektor ini sebagai input oleh sektor lain dalam berproduksi, dalam penelitian ini dikemukakan bahwa nilai keterkaitan ke depan lebih besar dibandingkan nilai keterkaitan ke belakang yaitu sebesar 1,4751, sedangkan nilai multiplier digunakan untuk melihat dampak dari permintaan akhir output sektor Hotel dan restoran terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja rumah tangga (Tabel 2.4).

Secara keseluruhan, sektor hotel dan restoran memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung yang tinggi baik sektor pengguna input maupun output, sehingga dapat dikatakan bahwa sektor ini dapat diandalkan untuk mendorong sektor-sektor lain baik hulu maupun hilirnya. Pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan nilai terbesarnya ditempati oleh sektor jasa-jasa. Sedangkan pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, sektor pertanian yang memiliki nilai terbesar.

(34)

Hal ini terlihat dari Sektor Hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0.00897, dan secara langsung dan tidak langsung sebesar 2.13285. Adapun untuk keterkaitan ke belakang secara langsung sebesar 0,303 dan secara langsung dan tidak langsung sebesar 2,418. Hasil analisis multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dapat dilihat pada (Tabel 2.4).

Penelitian yang dilakukan Agnes (2010) menunjukkan bahwa sektor hotel dan restoran mampu mempengaruhi sektor hilirnya. Dapat dilihat dari nilai keterkaitan ke depan yaitu sebesar 2,5432 dibandingkan nilai keterkaitan ke belakang sebesar 1.3213. Hasil analisis multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dapat dilihat pada (Tabel 2.4).

Sedangkan berdasarkan hasil analisis keterkaitan sektor hotel dan restoran maka dapat dilihat bahwa keterkaitan output langsung ke depan sektor hotel dan restoran yang memiliki nilai paling besar adalah subsektor jasa-jasa, kemudian untuk nilai keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan sektor hotel dan restoran yang paling besar juga diduduki oleh sektor jasa-jasa. Untuk keterkaitan ke belakang sektor hotel dan restoran yang memiliki nilai paling besar dalam keterkaitan langsung ke belakang adalah subsektor industri pengolahan, kemudian untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang terbesar juga diduduki oleh subsektor pertanian.

Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Keterkaitan

Penelitian Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ke Belakang No Kota Tahun Langsung

Sumber : Agnes, 2010 ; Febriawan, 2009 dan Putri, 2010.

(35)

dan restoran memiliki nilai keterkaitan ke depan yang besar yang artinya mampu mempengaruhi sektor hilirnya yaitu sebesar 2,3645, Dan penelitian tentang sektor hotel dan restoran sendiri dan dampak investasi belum pernah diteliti di Kota Cirebon.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Putri antara lain: (1) penelitian ini berlokasi di Kota Cirebon, sedangkan penelitian Rahayu berlokasi di Kota Jakarta; (2) sektor yang diteliti dalam penelitian ini ialah hanya sektor hotel dan restoran, sedangkan pada penelitian Putri, pariwisata dalam penelitian ini terdiri dari subsektor restoran, subsektor hotel, subsektor transportasi dan komunikasi, subsektor jasa biro perjalanan wisata dan subsektor jasa hiburan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Febriawan ialah penelitian ini berlokasi di Kota Cirebon, sedangkan penelitian Febriawan berlokasi di Kota Bandung, dan dalam penelitian ini menggunakan analisis dampak investasi yang diberikan pada sektor hotel dan restoran.

Tabel 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Multiplier

Penelitian Multiplier

No Lokasi dan

Sektor Tahun

Output Pendapatan Tenaga Kerja Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II

2010 1,1140 1,3034 1,620133 1,703450 1,0700 1,2900 1,425122 1,718048 1,0998331,158195 1,473046 1,395649

3

Sumber : Agnes, 2010 ; Febriawan, 2009 dan Putri, 2010.

(36)

produk sektor hotel dan restoran berupa jasa, dan semua sektor memakai jasa sektor hotel dan restoran dalam kegiatannya.

2.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Seiring dengan semakin berkembangnya Kota Cirebon dengan citra sebagai kota wisata, maka kondisi tersebut menjadikan kunjungan wisatawan ke Kota Cirebon cenderung mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini mengakibatkan semakin pesat pula perkembangan sektor hotel dan restoran yang merupakan saran pendukung kegiatan berwisata di Kota Cirebon. Keberadaan sektor hotel dan restoran tentunya didukung oleh sektor lain sebagai pendukung, sehingga antara sektor hotel dan restoran dengan sektor lain terdapat suatu hubungan keterkaitan. Setiap perubahan pada sektor hotel dan restoran, misalnya perubahan pada permintaan akhir akan memiliki dampak pada sektor lain. Begitu pula apabila terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor hotel dan restoran, hal ini akan berdampak juga pada peningkatan penyerapan tenaga kerja total pada sektor perekonomian, oleh karena itu semakin meningkatnya penyerapan tenaga kerja sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon diharapkan akan memberikan dampak positif pula pada peningkatan penyerapan tenaga kerja total di seluruh sektor perekonomian Kota Cirebon.

(37)

Gambar 2.3. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual. Analisis Multiplier Analisis

Keterkaitan Analisis Input Output

Analisis Struktur Permintaan Akhir

Permasalahan Ekonomi Kota Cirebon - Pengangguran

- Investasi di Sektor Hotel dan Restoran relatif kecil dan berfluktuasi

Pembangunan Daerah

Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Dalam Perekonomian Kota Cirebon

Pembangunan Sektoral Pembangunan Wilayah

(38)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Barat dan didasarkan pada letak Kota Cirebon yang berada antara perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah sehingga memiliki nilai dan fungsi yang strategis. Waktu Penelitian dilaksanakan di kota Cirebon dari bulan Februari 2011 hingga Juli 2011 yang meliputi pengumpulan data-data sekunder dari instansi terkait, pengolahan data, analisis data dan penulisan dalam bentuk skripsi.

Pemilihan lokasi dan sektor dilakukan dengan mempertimbangkan sektor hotel dan retoran memiliki peranan penting sebagai sarana pendukung pariwisata seiring dengan berkembangnya Kota Cirebon sebagai kota tujuan wisata, tersedianya Tabel Input-Output Kota Cirebon dan belum ada penelitian skripsi mengenai sektor hotel dan restoran di kota Cirebon.

3.2. Jenis dan Sumber Data

(39)

3.3. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam studi ini menggunakan Model Input-Output (I-O). Model I-O dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan sektoral. Dari hasil analisis I-O dapat diputuskan sektor-sektor mana saja yang dijadikan sebagai leading sector dalam pembangunan ekonomi. Suatu sektor yang terindikasi sebagai pemimpin dianggap memiliki kemampuan daya sebar dan kepekaan yang sangat tinggi dalam suatu perekonomian, sehingga efek yang diberikannya bersifat berganda.

Tabel I-O yang sudah tersedia maka dapat diketahui peranan sektor hotel dan restoran terhadap pembentukan output, nilai tambah bruto, dan permintaan akhir. Untuk mengetahui peranan peranan sektor hotel dan restoran sebagai sektor penyedia input maupun sektor pemakai input serta mengetahui dampak yang ditimbulkan peranan sektor hotel dan restoran terhadap perekonomian Kota Cirebon dapat dikaji berdasarkan analisis keterkaitan dan multiplier. Dalam melakukan pengolahan data, penelitian ini didukung oleh program Input-Output Analisis for Practitioners (IOAP) dan Microsoft Excel. Dengan menggunakan model I-O terdapat beberapa analisis yang dilakukan yang akan dijelaskan sebagai berikut :

3.3.1. Analisis Keterkaitan

(40)

1. Keterkaitan Langsung Ke Depan

Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :

... (1) Dimana : F (d)i = keterkaitan langsung ke depan sektor i

= unsur matriks koefisien teknis n = jumlah sektor

2. Keterkaitan Langsung Ke Belakang

Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :

... .(2) Dimana : B (d)j = keterkaitan langsung ke belakang sektor i

= unsur matriks koefisien teknis n = jumlah sektor

3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :

... .(3) Dimana :

F (d + i)i = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i

(41)

4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :

... .(4) Dimana :

B (d + i)j = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i

ij = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka n = jumlah sektor

3.3.2. Analisis Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang belum memadai jika dipakai sebagai landasan pemilihan sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan analisis dampak penyebaran yang dibagi menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran Ke Belakang/Daya Menarik)

Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang/daya menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai koefisien penyebaran yang tinggi apabila Pd

(42)

Pd

j lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah :

Dimana :

= koefisien penyebaran sektor j

= unsur matriks kebalikan Leontief n = jumlah sektor

2 .Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran Ke Depan/Daya Mendorong)

Konsep kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan/daya mendorong) berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sd

i lebih besar dari satu, dan sebaliknya jika nilai Sdi lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah :

Dimana :

= kepekaan penyebaran sektor i

= unsur matriks kebalikan Leontief n = jumlah sector

3.3.3. Analisis Pengganda (Multiplier)

(43)

pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumus yang tercantum dalam tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1. Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Nilai

Pengganda

Output Pendapatan Tenaga Kerja

Efek Awal 1 hi ei

dimana: aij = koefisien output

hi = koefisien pendapatan rumah tangga ei = koefisien tenaga kerja

ij = matriks kebalikan Leontief terbuka *ij = matriks kebalikan Leontief tertutup

Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja, maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II sebagai berikut:

Tipe I = efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri efek awal

Tipe II = efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri + efek konsumsi

efek awal

Koefisien Pendapatan ( )

(44)

dimana: hi = koefisien pendapatan sektor i Si = jumlah upah dan gaji sektor i Xi = jumlah output total sektor i

Koefisien Tenaga Kerja (

e

i)

Koefisien tenaga kerja merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut:

e

i= Ti

X

i

dimana: ei = koefisien tenaga kerja sektor i

Ti = jumlah tenaga kerja sektor i Xi = jumlah output total sektor i

3.3.4 Analisis Dampak Investasi di Sektor Hotel dan Restoran

Walaupun dengan menggunakan analisis Input-Output dapat dihitung dan dianalisis peranan sektor hotel dan restoran terhadap perkonomian Kota Cirebon tahun 2005, tetapi akan lebih lengkap dengan mengamati dampak dari analisis investasi sektor hotel dan restoran terhadap pengembangan sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon. Dalam penelitian ini, untuk rumus perhitungan mengenai dampak investasi dapat dilihat dibawah ini :

a) Dampak Terhadap Pembentukan Output

(45)

dimana :

= dampak terhadap pembentukan output = dampak terhadap pendapatan rumah tangga = investasi sektoral

= matriks kebalikan Leontief terbuka = koefisien pendapatan

3.4. Konsep dan Definisi Operasional

Konsep dan definisi menjelaskan konsep serta definisi dari Hotel dan Restoran, output, transaksi antara, permintaan akhir (pengeluaran rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, ekspor dan impor) dan input primer (upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto) yang sesuai dengan Tabel Input-Output (Daryanto, 2010).

1. Pariwisata

Pariwisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, yang diantaranya termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Dalam penelitian ini mencakup hotel, restoran, transportasi dan komunikasi, jasa biro perjalanan wisata, serta jasa hiburan dan rekreasi.

2. Output

(46)

bagian dari output wilayah tertentu. Oleh karena itu, output sering dikatakan sebagai produk domestik. Unit usaha yang produksinya berupa barang outputnya merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga

produsen per unit barang tersebut. Unit usaha yang bergerak di bidang jasa, outputnya

merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain.

3. Input Antara

Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara lain terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor. Barang tidak tahan lama, adalah barang yang habis dalam sekali pakai, atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari satu tahun. Contoh dari input antara adalah bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya, sedangkan balas jasa untuk pegawai (upah dan gaji) dimasukkan ke dalam input primer. Penilaian dari barang dan jasa yang digunakan berdasarkan transaksi atas dasar harga pembeli, yaitu harga yang dibayarkan pada saat menggunakan barang dan jasa tersebut.

4. Input Primer

Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara nilai output dengan input antara.

a.Upah dan Gaji

(47)

b.Surplus Usaha

Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha sama dengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah dan gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto.

c.Penyusutan

Penyusutan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi.

d.Pajak Tak Langsung Netto

Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya. Subsidi adalah bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen. Subsidi disebut juga sebagai pajak tak langsung negara.

5. Permintaan Antara

Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi proses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi. 6. Permintaan Akhir

(48)

(i) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi rumah tangga terdiri dari pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dan badan-badan yang tidak mencari untung, dikurangi nilai netto penjualan barang bekas dan barang sisa. Akan tetapi, pembelian rumah baru oleh rumah tangga dimasukkan sebagai pembentukkan modal tetap sektor usaha persewaan tanah dan bangunan (real estate). Barang dan jasa juga mencakup konsumsi yang dilakukan di dalam dan di luar negeri.

(ii) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran barang dan jasa pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk konsumsi kecuali yang sifatnya pembentukkan modal, termasuk pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata (pertahanan).

(iii)Pembentukkan Modal Tetap Bruto (PMTB)

Pembentukkan modal tetap bruto mencakup semua biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun impor. Barang modal dapat terdiri dari bangunan/konstruksi, mesin dan peralatan, kendaraan dan angkutan, serta barang modal lainnya.

(iv) Perubahan Stok

Perubahan stok juga merupakan pembentukkan modal (tidak tetap) yang diperoleh dari selisih antara stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang awal tahun. Stok biasanya dipegang oleh produsen yang merupakan hasil produksi yang belum sempat dijual oleh konsumen sebagai bahan-bahan

(49)

menjadi: (1) perubahan stok barang setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok di sektor perdagangan yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual. (v) Ekspor dan Impor

Ekspor dan impor merupakan kegiatan atau transaksi barang dan jasa antara penduduk di suatu daerah, dengan penduduk di luar daerah tersebut, baik penduduk kota lain maupun luar negeri. Ada dua aspek penting dalam ekspor dan impor yaitu transaksi ekonomi dan penduduk. Transaksi ekonomi meliputi transaksi barang, jasa pengangkutan, jasa pariwisata, jasa komunikasi, jasa asuransi, dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ini melibatkan seluruh penduduk yang meliputi badan pemerintahan pusat dan daerah, perorangan, perusahaan, dan lembaga lainnya. Termasuk pula dalam transaksi ekspor adalah pembelian langsung di pasar domestik oleh penduduk daerah lain. Sebaliknya pembelian langsung di pasar luar daerah oleh penduduk domestik dikategorikan sebagai transaksi impor.

7. Margin Perdagangan dan Biaya Transportasi

Gambar

Tabel 1.1. Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara di Jawa Barat Tahun 2008-2010
Tabel 1.3. Angka Pengangguran di Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2009
Gambar 2.2. Model Solow
Tabel 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Multiplier
+7

Referensi

Dokumen terkait

Inti dari Backpropagation adalah untuk mencari error suatu node. Dari hasil forward phase akan dihasilkan suatu output , dari output tersebut, pastilah tidak sesuai

3.1 air mineral alami air minum yang diperoleh langsung dari air sumber alami atau di bor dari sumur dalam dengan proses terkendali yang menghindari pencemar atau pengaruh Iuar

Dalam penelitian ini, karakteristik yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diaplikasikan ke dalam profitabilitas, ukuran perusahaan ( size), tingkat

110 Dari hasil wawancara di atas anak binaan di panti marsudi putra ini di bina dan di di tanamkan beberapa aspek nilai-nilai sosial yang nantinya menjadi bekal

Observasi dilakukan di PT Global Bangun Mandiri untuk pengambilan data yang diperlukan untuk perancangan media desain sebagai penunjang informasi dan promosi melalui

Judul Skripsi : Pengaruh Tax Amnesty, Sanksi Pajak dan Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja para pengurus pencak silat PSHT Cabang Yogyakarta dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Dalam kaitanya sebagai bagian

Dalam penyusunan Renja tahun 2017 ini berpedoman pada program dan kegiatan yang tertuang pada Rencana Strategis (RENSTRA) Badan Pelayanan Perizinan dan Kantor