• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekspresi p53 pada Endometrioma Dibandingkan Karsinoma Ovarium Tipe 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ekspresi p53 pada Endometrioma Dibandingkan Karsinoma Ovarium Tipe 1"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPRESI p53 PADA ENDOMETRIOMA DIBANDINGKAN

KARSINOMA OVARIUM TIPE 1

TESIS

OLEH:

ALFRED HARA SINUHAJI

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK

(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING:

dr. Aswar Aboet, MKed(OG), SpOG.K

dr. Deri Edianto, MKed(OG), SpOG.K

PENYANGGAH :

dr. Hotma Partogi Pasaribu, MKed(OG), SpOG

dr. Yostoto B. Kaban,SpOG.K

dr. Sarah Dina, MKed(OG), SpOG.K

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi

Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Keahlian

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus, karena atas

Berkat dan Karunia-Nya lah penulisan tesis ini dapat saya selesaikan dengan

baik.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat

untuk menyelesaikan program pendidikan spesialis dalam bidang Obstetri dan

Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini masih

memiliki banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, namun demikian

besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah

perbendaharaan bacaan khususnya tentang:

“ EKSPRESI P53 PADA ENDOMETRIOMA DIBANDINGKAN KARSINOMA OVARIUM TIPE 1”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan

rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

terhormat :

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H,

MSc (CTM), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

(5)

memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan

Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

Prof.dr.Delfi Lutan, MSc, SpOG(K), Kepala Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan ; dan DR. dr. M. Fidel Ganis Siregar, Mked(OG),

SpOG(K), Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan;

DR. dr Henry Salim Siregar, SpOG(K), Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M. Rhiza Z.

Tala, MKed(OG), SpOG(K), Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter

Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. Makmur Sitepu,

MKed(OG), SpOG(K), Ketua divisi Fetomaternal SMF Kebidanan dan

Penyakit Kandungan RSHAM; dr. Ichwanul Adenin, MKed(OG), SpOG(K),

Ketua divisi Fertilisasi Endokrinologi dan Reproduksi SMF Kebidanan dan

Penyakit Kandungan RSHAM; Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), Ketua

divisi Onkologi SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSHAM; Prof. dr.

R. Haryono Roeshadi, SpOG(K); Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG(K) ;

Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K) ; Prof. DR. dr. M. Thamrin

Tanjung, SpOG(K) ; Prof. dr. Djafar Siddik, SpOG(K) ; Prof. dr. T.M.

Hanafiah, SpOG(K) ; Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K) ; Prof. dr. Daulat

H. Sibuea, SpOG(K) dan Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) yang telah

bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi di

(6)

Kepada dr. Aswar Aboet, MKed(OG), SpOG(K) sebagai Pembimbing Utama

Tesis saya ,bersama-sama dengan dr. Deri Edianto, MKed(OG), SpOG K

yang juga sebagai pembimbing tesis saya yang telah dengan sabar

meluangkan waktu dan pikiran yang sangat berharga dan juga sebagai nara

sumber untuk membimbing, mengkoreksi, dan melengkapi penulisan dan

penyusunan tesis ini hingga dapat diselesaikan dengan baik.

Kepada dr. Hotma Partogi Pasaribu , MKed(OG), SpOG; dr.Yostoto B.

Kaban, SpOG(K) ; dan dr. Sarah Dina, MKed(OG), SpOG(K), sebagai

penyanggah tesis saya, yang juga merupakan nara sumber yang telah

dengan penuh kesabaran meluangkan waktu yang sangat berharga untuk

membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga dapat

diselesaikan dengan baik.

Terimakasih kepada dr. Putri C. Eyanoer, MPH yang telah dengan penuh

kesabaran meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan

membantu saya dalam penyelesaian analisis statistik tesis ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada divisi

onkologi atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk dapat

(7)

Terima kasih kepada dr. Makmur Sitepu, MKed(OG), SpOG. K sebagai

pembimbing Refarat Fetomaternal saya dengan judul “Imunologi

Preeclampsia”; Kepada dr. M. Oky Prabudi, MKed(OG), SpOG sebagai pembimbing Refarat Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi dengan judul

“Terapi Operatif pada Adenomiosis untuk Fertility Sparing, kepada dr. John S Khoman, SpOG(K) sebagai pembimbing Refarat Onkologi saya

dengan judul “PET Scan pada Kanker Serviks”.

Kepada dr.T.M. Ichsan, SpOG, selaku Bapak Angkat saya ,selama saya

menjalani masa pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU,

yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan

nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit

selama masa pendidikan.

Para Guru yang saya hormati,seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri

dan Ginekologi FK-USU Medan / RSUP H.Adam Malik / RSUD Dr.Pirngadi

Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya

sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Tuhan membalas budi baik

guru-guru saya tersebut.

Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan; dan Ketua SMF Kebidanan dan

Penyakit Kandungan RSUP H.Adam Malik, beserta seluruh staf, para Bidan

(8)

serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan

selama saya bertugas di SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP

H.Adam Malik Medan.

Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Wakil Direktur Pelayanan RSUD Dr.

Pirngadi Medan, dr Rushakim Lubis, Mked(OG), SpOG beserta Ketua SMF

Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr.Pirngadi Medan, dr. Syamsul

Arifin Nasution, Mked(OG), SpOG(K); sekretaris SMF Kebidanan dan

Penyakit Kandungan RSUD Dr.Pirngadi Medan; Koordinator Pendidikan

dokter spesialis SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD

Dr.Pirngadi Medan, dr. Sanusi Piliang, SpOG; Koordinator penelitian SMF

Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr.Pirngadi Medan, dr. Fadjrir,

Mked(OG), SpOG, Koordinator pelayanan SMF Kebidanan dan Penyakit

Kandungan RSUD Dr.Pirngadi Medan, dr. Jenius L. Tobing, Mked(OG),

SpOG; Ketua divisi Fetomaternal SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan

RSUD Dr.Pirngadi Medan, dr. Christoffel Tobing, Mked(OG), SpOG(K);

Ketua divisi Fertilisasi Endokrinologi dan Reproduksi SMF Kebidanan dan

Penyakit Kandungan RSUD Dr.Pirngadi Medan, dr. Aswar Aboet,

Mked(OG), SpOG(K); Ketua divisi Onkoginekologi SMF Kebidanan dan

Penyakit Kandungan RSUD Dr.Pirngadi Medan, dr. Roy Yustin

Simanjuntak, SpOG(K) dan dr. John S. Khoman, SpOG(K) beserta seluruh

staff, para Bidan dan seluruh paramedis yang telah memberikan

(9)

mengikuti pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Departemen

Obstetri dan Ginekologi.

.

Direktur RS Haji Mina Medan dan Kepala SMF Kebidanan dan Penyakit

Kandungan RS Haji Mina Medan dr. Muslich Peranging-angin, SpOG

beserta seluruh staff, para Bidan dan seluruh paramedis yang telah

memberikan kesempatan dan sarana serta membantu saya untuk bekerja

selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

Direktur RS Sundari Medan dan Kepala SMF Kebidanan dan Penyakit

Kandungan RS Sundari Medan, dr. M Haidir, MHA, SpOG, dr. Ali Akbar

Hasibuan, Mked(OG), SpOG, dr. Juni Hardi Tarigan, SpOG dan Ibu

Hj.Sundari,Amkeb, beserta para Bidan dan seluruh paramedis yang telah

memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama

bertugas di Rumah Sakit tersebut.

Ka. RUMKIT Tk. II KesDam II / Bukit Barisan ” Puteri Hijau” dan Kepala

SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RUMKIT Tk.II KesDam II / Bukit

Barisan beserta seluruh staff, para Bidan dan seluruh paramedis di RUMKIT

Tk.II KesDam II / Bukit Barisan ”Puteri Hijau” yang telah memberikan

kesempatan dan sarana serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama

(10)

Kepada Direktur RSUD Gunung Tua beserta seluruh staf medis, paramedis

maupun non medis-paramedis. Terimakasih atas segala kesempatan,

sarana serta bantuan yang diberikan selama saya bertugas di RSUD

Gunung Tua.

Kepada Laboratorium Patologi Anatomi RSUP H Adam Malik Medan, dr

Jamaluddin, Sp.PA, dr. Sumondang Pardede, Sp.PA, beserta staf yang telah

membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

Kepada Almarhumah Ibu Hj. Asnawati Hasibuan; beserta Ibu Hj.

Sosmalahayati; Ibu Zubaedah; Ibu Sudarmawan; Ibu Bani; Rahmi, Amd;

Vina, Amd; Anggi, Amd; kak Asih, kak Dewi, dan seluruh pegawai di

lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik

Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan, terima kasih atas bantuan dan

dukungannya.

Kepada seluruh Teman Sejawat PPDS, sejawat senior, seangkatan dan

junior yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas

kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan .

Seluruh Teman Sejawat Asisten Ahli dari departemen lain, Dokter Muda,

para Bidan, seluruh Paramedis, serta para pasien di Departemen Obstetri

(11)

dan RS Jejaring yang daripadanya saya banyak memperoleh pengetahuan

baru, terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang baik, yang

diberikan kepada saya selama ini, sehingga saya dapat sampai pada akhir

program pendidikan ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tiada terhingga dari lubuk hati

sanubari yang paling dalam, saya sampaikan kepada kedua Orang Tua saya

yang saya cintai dan saya sayangi, Papa Alm. Andy Ronald Sinuhaji, BA dan

Mama Inganna br Sembiring, AmKeb, tiada kata terindah yang dapat saya

ucapkan melainkan rasa syukur dan terimakasih saya yang tidak terhingga

kepada Tuhan, karena telah menitipkan saya kepada orangtua yang telah

membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh

kasih sayang dari sejak saya kecil hingga saat ini, memberi contoh yang baik

dalam menjalani hidup ,serta memberikan motivasi dan semangat serta

dukungan kepada saya selama saya mengikuti pendidikan ini. Semoga Tuhan

Yesus melindungi dan memberkati kita semua.

Kepada kakak kandung saya Margaretha Emagda Bybyna Sinuhaji, AmKeb dan

keluarga. Terima kasih atas semua dorongan semangat serta doa yang diberikan

(12)

Kepada kekasih tersayang, Mega Tryanastasia Sembiring Milala, SKed

terimakasih atas bantuan doa dan dukungan kepada saya selama penyelesaian

tesis ini.

Kepada seluruh pihak yang saya sebutkan maupun tidak tersebut sebelumnya,

saya mohon maaf atas segala kekhilafan yang saya lakukan selama ini, baik

yang disadari maupun tidak. Semoga kita semua selalu menjadi orang yang

rendah hati, ikhlas, bersyukur, serta selalu dalam ampunan, kemudahan, dan

kasih sayang dari Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan memberkati.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita

semua.

Medan, Maret 2015

(13)

i

1.1. Latar Belakang Penelitian...

1.2. Rumusan Masalah...

1.3. Hipotesa Penelitian...

1.4. Tujuan Penelitian ...

1.5. Manfaat Penelitian...

2.2.1 Inisiasi Apoptosis Jalur Intrinsik

(Mitokondria) ………

2.2.2 Inisiasi Apoptosis Jalur Ekstrinsik

(Inisiasi Reseptor Kematian)………..

2.2.3 Disregulasi Apoptosis ……….

2.3 Genetik dari Endometriosis...

2.4. Konsep Biokimia dari Endometriosis...

(14)

ii

2.6. Persamaan Molekular Endometriosis dan

Karsinoma Ovarium……...

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitian...

(15)

iii

BAB IV

BAB V

3.8. Cara Kerja dan Pengumpulan Data ………

3.9. Prosedur Pemeriksaan Imunohistokimia …………

3.9.1 Alat Penelitian ………..

3.9.2. Bahan Penelitian………...

3.9.3. Cara Kerja ……….

3.9.4. Instrumen Penelitian ………

3.10. Defenisi Operasional...

3.11. Rancangan Analisis...

3.12. Alur Penelitian ……….

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian...

Tabel 4.2. Ekspresi p53 pada Karsinoma Ovarium tipe 1

(16)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Representasi Skematik Struktur p53...… 7 Gambar 2. Protein p53 pada Persimpangan Jalur

Hubungan Kompleks ……… 8

Gambar 3 Hubungan Antara Inisiasi Apoptosis Jalur Ekstrinsik

Dengan Jalur Intrinsik ……….. 12 Gambar 4 Mekanisme Perubahan Apoptosis dan Proses

Karsinogenesis ………. 14

Gambar 5 Transfer dari Normal Tuba Epitelium ke Ovarium ……. 24 Gambar 6 Skematik untuk Perkembangan dari Kanker Serosum

Grade Rendah dan Tinggi ………. 25

Gambar 7 Perkembangan yang Diusulkan dari Endometrioid

Derajat Rendah dan Karsinoma Clear sel ……….. 25

(17)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penilaian Proporsi skor dan

Intensitas Skor ……….………. 38

(18)

vi

DAFTAR SINGKATAN

BAX BCL-2 associated X Protein

TSG Tumor Supressor Gen

FasL Fas Ligand

DISC Death Inducing Signaling

SNPs Single Nucleotide Polymorphisms

VEGF Vascular Endothelial Growth Factor

BAK BCL-2 antagonist/killer-1

DNA Deoksiribo Nucleic Acid

FADD Fas-associated death domain

(19)

EKSPRESI P53 PADA ENDOMETRIOMA DIBANDINGKAN KARSINOMA OVARIUM TIPE 1

Sinuhaji AH, Aboet A, Edianto D Pasaribu HP, Kaban YB, Dina S

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang: Endometrioma adalah endometriosis yang berkembang pada ovarium. Walaupun endometriosis adalah lesi yang jinak, namun data menunjukkan bahwa endometriosis dapat menjadi lesi prekusor untuk terjadinya beberapa subtipe dari kanker ovarium, terutama kanker ovarium tipe 1. Hal ini disebabkan karena endometriosis memiliki kesamaan karakteristik biomolekular dengan kanker yang salah satunya adalah kemampuannya dalam bertahan (resistensi) terhadap proses apoptosis yang dapat dilihat dari overekspresi dari Bcl-2 ( anti-apoptosis), ekspresi yang rendah dari pro-apoptosis ( Bax ) dan inaktivasi dari p53 (pro-apoptosis). Hal ini yang menjadi alasan bagi peneliti untuk melihat apakah terdapat perbedaan ekspresi p53 pada jaringan endometrioma dibandingkan dengan karsinoma ovarium tipe 1.

Tujuan: Untuk mengetahui apakah ada perbedaan ekspresi protein p53 antara endometriosis (endometrioma) dan karsinoma ovarium tipe 1.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah blok parafin penderita endometrioma dan karsinoma ovarium tipe1 dengan jumlah sampel masing-masing sebanyak 25 sampel dan dilakukan pemeriksaan ekspresi secara imunohistokimia terhadap p53. Data yang terkumpul ditabulasi dan kemudian dianalisa dengan test Mann-Whitney.

Hasil: Endometrioma paling sering terjadi pada wanita usia < 40 tahun sebesar 15 sampel ( 60%) dan wanita nulipara 19 sampel (76%). Sedangkan karsinoma ovarium paling sering terjadi pada wanita usia > 40 tahun sebesar 18 sampel ( 72%) dan wanita multipara 11 sampel ( 44%). Ada perbedaan bermakna skor ekspresi p53 (mean + SD) antara endometrioma ( 0,36 + 0,86) dengan karsinoma ovarium tipe 1 ( 3,08 + 3,16) dengan nilai p = 0,0001.

Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna ekspresi p53 pada endometrioma bila dibandingkan dengan karsinoma ovarium tipe 1..

(20)

EXPRESSION OF P53 IN ENDOMETRIOMA COMPARED WITH KARSINOMA OVARIUM TYPE 1

Sinuhaji AH, Aboet A, Edianto D Pasaribu HP, Kaban YB, Dina S

Obstetrics dan Gynaecology Departement Faculty of Medicine University of Sumatera Utara

Adam Malik General Hospital Medan

ABSTRACT

Introduction : Endometrioma is one type of endometriosis that located on the ovarium. Although endometriosis considered as a benign lesion, but it shown that endometriosis can be as a precursor lesion for occurrence of several subtypes of ovarian cancer, especially ovarian cancer type 1. This is due to biomolecular characteristics of the endometriosis in common with cancer, one of which is the ability in defense (resistance) against apoptosis which can be seen from the overexpression of Bcl-2 (anti-apoptotic), low expression of pro-apoptotic (Bax) and inactivation of p53 (pro-apoptotic). This is the reason for researchers to see whether there are difference in p53 expression in endometrioma tissue compared with ovarian carcinoma type 1.

Objective:To determine whether there are difference in p53 protein expression between endometriomas and ovarian carcinoma type 1.

Methods : This study is a descriptive observational study with cross sectional approach. The subjects were paraffin blocks from ovarian carcinoma type 1 and endometriomas patients from Adam Malik Hospital. The number of each group are 25 samples and the sample was examined by immunohistochemistry for p53 expression. The data was collected and tabulated and then analyzed with the Mann-Whitney test.

Result Endometrioma is most common in women with aged <40 years with 15 samples (60%), and nuliparous women with 19 samples (72%). While ovarian carcinoma type 1 is most common in women at aged > 40 years for 18 samples (72%) and multiparous women 11 samples (44%). The difference was significant for expresion of p53 ( mean+SD) between endometrioma (0.36 + 0.86) with ovarian carcinoma type 1 (3.08 + 3.16) with p value = 0.0001.

Conclusion This study shows that there was a significant difference of ekspresion of p53 between endometrioma and ovarian carcinoma type 1.

(21)

EKSPRESI P53 PADA ENDOMETRIOMA DIBANDINGKAN KARSINOMA OVARIUM TIPE 1

Sinuhaji AH, Aboet A, Edianto D Pasaribu HP, Kaban YB, Dina S

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang: Endometrioma adalah endometriosis yang berkembang pada ovarium. Walaupun endometriosis adalah lesi yang jinak, namun data menunjukkan bahwa endometriosis dapat menjadi lesi prekusor untuk terjadinya beberapa subtipe dari kanker ovarium, terutama kanker ovarium tipe 1. Hal ini disebabkan karena endometriosis memiliki kesamaan karakteristik biomolekular dengan kanker yang salah satunya adalah kemampuannya dalam bertahan (resistensi) terhadap proses apoptosis yang dapat dilihat dari overekspresi dari Bcl-2 ( anti-apoptosis), ekspresi yang rendah dari pro-apoptosis ( Bax ) dan inaktivasi dari p53 (pro-apoptosis). Hal ini yang menjadi alasan bagi peneliti untuk melihat apakah terdapat perbedaan ekspresi p53 pada jaringan endometrioma dibandingkan dengan karsinoma ovarium tipe 1.

Tujuan: Untuk mengetahui apakah ada perbedaan ekspresi protein p53 antara endometriosis (endometrioma) dan karsinoma ovarium tipe 1.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah blok parafin penderita endometrioma dan karsinoma ovarium tipe1 dengan jumlah sampel masing-masing sebanyak 25 sampel dan dilakukan pemeriksaan ekspresi secara imunohistokimia terhadap p53. Data yang terkumpul ditabulasi dan kemudian dianalisa dengan test Mann-Whitney.

Hasil: Endometrioma paling sering terjadi pada wanita usia < 40 tahun sebesar 15 sampel ( 60%) dan wanita nulipara 19 sampel (76%). Sedangkan karsinoma ovarium paling sering terjadi pada wanita usia > 40 tahun sebesar 18 sampel ( 72%) dan wanita multipara 11 sampel ( 44%). Ada perbedaan bermakna skor ekspresi p53 (mean + SD) antara endometrioma ( 0,36 + 0,86) dengan karsinoma ovarium tipe 1 ( 3,08 + 3,16) dengan nilai p = 0,0001.

Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna ekspresi p53 pada endometrioma bila dibandingkan dengan karsinoma ovarium tipe 1..

(22)

EXPRESSION OF P53 IN ENDOMETRIOMA COMPARED WITH KARSINOMA OVARIUM TYPE 1

Sinuhaji AH, Aboet A, Edianto D Pasaribu HP, Kaban YB, Dina S

Obstetrics dan Gynaecology Departement Faculty of Medicine University of Sumatera Utara

Adam Malik General Hospital Medan

ABSTRACT

Introduction : Endometrioma is one type of endometriosis that located on the ovarium. Although endometriosis considered as a benign lesion, but it shown that endometriosis can be as a precursor lesion for occurrence of several subtypes of ovarian cancer, especially ovarian cancer type 1. This is due to biomolecular characteristics of the endometriosis in common with cancer, one of which is the ability in defense (resistance) against apoptosis which can be seen from the overexpression of Bcl-2 (anti-apoptotic), low expression of pro-apoptotic (Bax) and inactivation of p53 (pro-apoptotic). This is the reason for researchers to see whether there are difference in p53 expression in endometrioma tissue compared with ovarian carcinoma type 1.

Objective:To determine whether there are difference in p53 protein expression between endometriomas and ovarian carcinoma type 1.

Methods : This study is a descriptive observational study with cross sectional approach. The subjects were paraffin blocks from ovarian carcinoma type 1 and endometriomas patients from Adam Malik Hospital. The number of each group are 25 samples and the sample was examined by immunohistochemistry for p53 expression. The data was collected and tabulated and then analyzed with the Mann-Whitney test.

Result Endometrioma is most common in women with aged <40 years with 15 samples (60%), and nuliparous women with 19 samples (72%). While ovarian carcinoma type 1 is most common in women at aged > 40 years for 18 samples (72%) and multiparous women 11 samples (44%). The difference was significant for expresion of p53 ( mean+SD) between endometrioma (0.36 + 0.86) with ovarian carcinoma type 1 (3.08 + 3.16) with p value = 0.0001.

Conclusion This study shows that there was a significant difference of ekspresion of p53 between endometrioma and ovarian carcinoma type 1.

(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik

adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

peritoneum panggul, ovarium dan saluran cerna.1 Banyak teori yang

menjelaskan patofisiologi dari endometriosis, namun teori Sampson2

mengenai retrograde menstruasi menjadi deskripsi teori dari endometriosis

yang paling banyak dipakai.

Prevalensi endometriosis belum diketahui secara pasti. Hal ini

disebabkan karena diagnosisnya memerlukan intervensi pembedahan dan

bergantung dari tampilan klinis yang sangat bervariasi.3 Namun prevalensi

dari endometriosis pada wanita usia reproduksi diperkirakan sekitar

6%-10%, dan sekitar 2%-5% pada wanita postmenopause.4

Walaupun endometriosis tidak dapat disebut sebagai kondisi

premalignant, namun secara epidemiologis, histopatologis dan data

molekular menunjukkan bahwa endometriosis dapat bertransformasi

menjadi proses keganasan dari beberapa subtipe kanker ovarium.5

Sebenarnya perubahan keganasan dari endometriosis pertama kali telah

diperkirakan oleh Sampson pada tahun 1925.

Pada penelitian oleh Oral dkk, 6 melakukan penelitian retrospektif

terhadap 160 keganasan dan 23 borderline tumor ovarium selama periode

(24)

2

kanker ovarium berkisar 7,65%. Banyak penelitian lain yang dilakukan

untuk menemukan hubungan antara kanker ovarium dengan

endometriosis. Berdasarkan data oleh Nishida, dkk 7 melakukan penelitian

terhadap 147 kasus kista endometriosis dan menemukan bahwa

perubahan keganasan dari endometriosis berkisar 7%.

Penelitian kohort retrospektif di Swedia terhadap 20.686 wanita yang

dirawat dikarenakan endometriosis, Brinton dkk melakukan follow up

selama 11,4 tahun dan menemukan peningkatan resiko untuk kanker

ovarium 1,9 (1,3-2,8).8 Melin dkk kemudian melaporkan bahwa adanya

peningkatan resiko relatif terhadap pasien dengan kista ovarium

endometriosis namun tidak pada pasien dengan adenomiosis 9. Dan

berdasarkan penelitian Deligdisch dkk,10 ditemukan adanya lesi

endometriosis pada 40 kasus dari 76 kasus kanker ovarium tipe 1.

Penelitian Bulun, Kitawaki, Wieser dan Arvaniti menunjukkan sifat

endometriosis dalam tingkat molekuler bahwa endometrioma cenderung

mengalami penurunan aktivitas penghambatan siklus sel, mampu menahan

apoptosis, memiliki sifat angiogenik, mampu menginvasi jaringan sekitar.

11,12,13 Sifat dari endometrioma tersebut diatas sesuai dengan ciri-ciri suatu

keganasan dikemukakan oleh Hannahan (2000)14 yang disebut dengan

Hallmark of Cancer. Hallmark dari kanker itu sendiri melibatkan enam

kemampuan biologis untuk perkembangan dari tumor pada manusia.

Hallmark tersebut merupakan prinsip dasar dari perkembangan keganasan.

Termasuk sinyal proliferasi yang berkelanjutan, kemampuan menghindari

(25)

3

kematian sel (resistensi terhadap suatu apoptosis), kemampuan untuk

bereplikasi tanpa henti, dapat mencetuskan angiogenesis dan kemampuan

invasi dan metastasis.

Resistensi terhadap suatu apoptosis ditunjukkan dengan adanya

overekspresi dari protein anti apoptosis (Bcl-2), ekspresi yang kurang dari

protein pro-apoptosis (Bcl-2 assosiated x protein, BAX) dan inaktivasi dari

gen p53 (p53 merupakan tumour suppressor gene (TSG) yang merupakan

pro apoptosis yang tidak aktif melalui proses mutasi.15 Jejas endometriotik

mempunyai kesamaan di dalam perkembangannya melalui strategi

menghindari diri dari apoptosis dengan (1) meningkatnya ekspresi Bcl-2,

(2) penurunan BAX.16 (3) Peningkatan Fas Ligand (FasL) yang terlarut dan

Interleukin (IL-8) pada cairan peritoneum yang memicu apoptosis dari

limfosit T yang memungkinkan sel endometriotik menghindar dari kematian

sel.15 (4) tidak aktifnya gen p53 akibat mengalami mutasi.18,19

Sehingga dapat disimpulkan gagalnya suatu apoptosis pada

endometriosis dan karsinoma ovarium dipengaruhi oleh 4 hal penting yaitu

Bcl-2(antiapoptosis), FasL, p53 (tumour suppresor gene) dan

BAX(pro-apoptosis). Dan dalam banyak penelitian disebutkan bahwa gangguan

pada salah satu regulator secara ototomatis mempengaruhi regulator yang

lain. Penelitian oleh Meresman dkk, mengamati bahwa pada sel

endometrium pada endometriosis memperlihatkan peningkatan ekspresi

faktor anti apoptosis dan penurunan ekspresi faktor pro apoptosis.16

Dari berbagai sifat molekular endometrioma di atas akan diambil satu

(26)

4

antara endometrioma dengan karsinoma ovarium yang dalam hal ini adalah

dengan melakukan evaluasi ekspresi dari pro-apoptosis p53 pada jaringan

endometrioma yang dibandingkan dengan kanker ovarium tipe 1.

1.2. Rumusan Masalah

Walaupun endometriosis adalah lesi yang jinak, namun secara

epidemiologis dan molekular telah menunjukkan bahwa endometriosis

dapat menjadi lesi prekusor untuk terjadinya beberapa subtipe dari kanker

ovarium. Hal ini disebabkan karena endometriosis memiliki kesamaan

karakteristik biomolekular dengan kanker yang salah satunya adalah

kemampuannya dalam bertahan terhadap proses apoptosis. Resistensi

apoptosis diperlihatkan dengan adanya overekspresi dari Bcl-2 (

anti-apoptosis), ekspresi yang rendah dari pro-apoptosis ( Bax ) dan inaktivasi

dari p53 (pro-apoptosis). Oleh karena itu dirumuskan masalah apakah

terdapat perbedaan ekspresi p53 pada jaringan endometrioma

dibandingkan dengan karsinoma ovarium tipe 1?

1.3. Hipotesa Penelitian

Hipotesa penelitian ini adalah ada perbedaan ekspresi p53 pada

(27)

5

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan ekspresi protein p53 antara

endometrioma dan karsinoma ovarium tipe 1.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis

Dapat diketahui bagaimana ekspresi protein P53 pada jaringan

endometrioma dengan karsinoma ovarium tipe 1.

1.5.2. Manfaat Aplikatif

Mengubah pandangan terhadap endometrioma yang memiliki ciri-ciri

keganasan yang sama dengan karsinoma ovarium tipe 1 sehingga

memberikan landasan penanganan yang lebih spesifik pada

(28)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Protein p53

Protein p53 pertama kali diidentifikasi pada tahun 1979 sebagai

transformation-related protein dan protein yang terakumulasi pada inti sel

kanker serta berikatan kuat dengan antigen T simian virus 40 (SV40). Akan

tetapi, sepuluh tahun kemudian, para peneliti mendapatkan bahwa ternyata

protein tersebut merupakan mutasi dari bentuk awal p53/wild-type p53 (wt

p53) dan sifat onkogenik p53 sebenarnya merupakan hasil dari mutasi p53

(Bai & Zhu, 2006). Gen p53 merupakan tumor suppressor gene yang

multifungsi dan sering mengalami alterasi pada kanker ovarium dan jenis

kanker lainnya. Pada kondisi normal, p53 berinteraksi dengan berbagai

jenis protein yang terlibat dalam regulasi transkripsional, repair DNA, siklus

sel, apoptosis, dan degradasi protein yang dimediasi oleh proteosom 22

Dalam kondisi normal, jaringan p53 dalam kondisi tidak aktif,

biasanya diaktifkan oleh semacam stress seluler yang dapat mengubah

siklus pertumbuhan sel normal atau menginduksi mutasi genom yang

kemudian mengarah pada tranformasi onkogenik. Protein p53 yang aktif

dapat menghentikan siklus sel atau menghidupkan jalur apoptosis dan

memaksa sel-sel rusak dan mengandung mutasi melakukan bunuh diri

sehingga mencegah perbanyakan dan pertumbuhan selular yang

abnormal. Oleh karena itu, protein p53, sebagai guardian of genom, adalah

(29)

7

gen ini menjadi paling sering bermutasi dalam penyakit kanker pada

manusia23 .

2.1.1. Struktur protein p53

Gen p53 terletak pada bagian lengan pendek dari kromosom 17

(17p13.1), merupakan suatu nuklear phospoprotein yang memiliki berat

molekul sebesar 53 kilo Dalton (kDa). Gen p53 ini dikode oleh 20 kilobasa

(kb) yang terdiri dari 11 ekson dan 10 29 intron. Gen p53 ini termasuk di

dalam kelompok gen pelindung sel, yang memiliki dua anggota lainnya

yaitu, p63 dan p73. Protein p53wild type (wt p53), mengandung sebanyak

393 asam amino dan terdiri dari tiga domain fungsional yaitu N-terminal

activation domain, DNA binding domain dan C-terminal tetramerization

domain (Gambar 1). Selain itu, terdapat sebuah daerah domain inti sentral

atau central core, yaitu pada residu 102 sampai 292 dan daerah domain

C-terminal, yaitu pada residu 324 sampai 393 22.

(30)

8

2.1.2. Peran protein p53

Protein p53 memiliki aktivitas biokimia sebagai faktor transkripsi dan

peran biologi sebagai tumor suppressor yang sangat kuat. Sebagai faktor

transkripsi multitarget, p53 mengontrol berbagai jenis gen dengan fungsi

yang berbeda-beda. Sebagai penekan tumor, p53 sangat penting untuk

mencegah proliferasi sel yang menyimpang serta mempertahankan

integritas genom akibat stress genotoksik10.

Gambar 2. Protein p53 pada Persimpangan Jalur Hubungan Kompleks Respon Sel terhadap Stress 22

Sebagai penekan tumor,p53 sangat penting dalam mencegah

proliferasi yang salah dari sel dan menjaga integritas gen yang diakibatkan

oleh stress genotoksik. Dengan adanya stimulus yang beragam yang dapat

berasal dari luar dan dalam sel, seperti kerusakan DNA (disebabkan radiasi

(31)

9

panas, hypoksia, kemoterapi , akan mengaktifkan wt p53 yang akan

berfungsi sebagai pengatur protein yang memicu perubahan respon

biologis sel. Aktivasi p53 tersebut akan menyebabkan pengaktifan gen

target p53. Sebagai contoh, sebagai respon kerusakan DNA akan

menyebabkan putusnya rantai ganda DNA , ATM (ataxia-telangiectasia

mutated) protein kinase yang akan mengaktifkan Chk2 kinase. ATM dan

Chk2 bersama-sama akan memfosforilasi p53 yang menyebabkan

berhentinya siklus sel atau apoptosis. 22

Pada kondisi yang normal, wt p53 ada pada kadar yang rendah

dengan bentuk laten inaktif. Selama perlembangan sel, kadar rendah dari

wt p53 ini diatur secara cermat, dan half-lifenya hanya terbatas pada

hitungan menit. Namun dengan adanya stress atau agen yang merusak

DNA, half-life tersebut menjadi diperpanjang menjadi hitungan jam.

Peningkatan kadar dari protein p53 diatur dengan perpanjangan dari

half-life tersebut, dan bergantung kepada stimulus di dalam dan di luar sel. 22

2.2 Apoptosis

Sebagai penjaga sel, salah satu tugas dari p53 adalah untuk

mengawasi stress dari sel dan menginduksi apoptosis. Pada jaringan yang

mengalami stress dan kerusakan, p53 akan menginisiasi apoptosis yang

akan menghancurkan sel yang rusak tersebut. 22

Produk hasil gen apoptosis yang diinduksi oleh p53 termasuk

didalamnya adalah Bax (Bcl-2 associated protein), DR5/KILLER (death

(32)

p53-10

inducible gen), Puma (p53-upregulated modulator of apoptosis), Noxa,

PIDD (p53-induced protein with death domain), PERP (p53 apoptotis

effector related to PMP-22),Apaf-1 (apoptotic protease-activating factor-1),

Scotin, p53AIP1 (p53-regulated apoptosis-inducing protein 1), dll. 22

Proses apoptosis dapat dibagi menjadi tahap inisiasi, dimana

terdapat beberapa caspases yang menjadi katalis aktif, serta tahap

eksekusi atau pelaksanaan, dimana caspases lainnya memicu degradasi

komponen seluler. Inisiasi apoptosis terjadi oleh karena sinyal dari dua jalur

yang berbeda. Jalur intrinsik atau mitokondria dan ekstrinsik atau kematian

reseptor. Jalur ini diinduksi oleh stimulus yang berbeda dan melibatkan set

protein yang berbeda, walaupun terdapat beberapa persilangan jalur

diantaranya. Kedua jalur bertemu untuk mengaktifkan caspases, yang

merupakan mediator sebenarnya kematian sel. 24

2.2.1 Inisiasi apoptosis jalur intrinsik (mitokondria)

Sesuai dengan namanya, jalur intrinsik berlangsung di dalam sel.

Jalur apoptosis intrinsik akan menghasilkan peningkatan permeabilitas

mitokondria dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis (death inducers) ke

dalam sitoplasma . Mitokondria mengandung protein seperti sitokrom c

yang penting bagi kehidupan, tetapi bila beberapa protein yang serupa

terlepas ke dalam sitoplasma (merupakan indikasi bahwa sel tersebut tidak

sehat), akan menginisiasi program “bunuh diri” dari apoptosis. Pelepasan

protein mitokondria ini dikontrol secara seimbang melalui anggota keluarga

(33)

11

pertama protein pro-apoptosis (Bax, Bak, Bad, Bcl-X, Bid, Bik, Bim, dan Hrk

) dan uang kedua adalah anti-apoptosis ( Bcl-2, Bcl-xl, Bcl-W, Bcl-1 dan

Mcl-1). 24,25

Ketika protein anti-apoptosis mengatur apoptosis dengan cara

menghambat pengeluaran sitokrom, sedangkan protein pro-apoptosis

melakukan yang sebaliknya. Keseimbangan antara pro dan anti apoptosis

akan menentukan apakah sel tersebut akan mati atau tidak. Faktor

apoptosis lain yang dilepaskan oleh mitokondria ke sitoplasma yaitu :

apoptosis inducing factor (AIF),-derived second mitochondria

Bindingderived activator of caspase (Smac), direct IAP binding protein with

low pl (DIABLO) dan Omi/high temperature requirement protein A (HtrA2).

Sitoplasma melepaskan sitokrom c akan mengaktifkan caspase 3 melalui

pembentukan kompleks protein yang disebut dengan apoptosome (terdiri

dari sitokrom c, Apaf-1 dan caspase 9. Dilain pihak, Smac/DIABLO atau

Omi/HtrA2 ) akan menyebabkan pengaktifan caspase dngan melekat pada

protein penghambat apoptosis (IAPs) yang akan merusak interaksi IAPs

dengan caspase 3 atau 9. 24,25

2.2.2 Inisiasi apoptosis jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian)24 Jalur ini diawali melalui keterlibatan ligan kematian yang akan

berikatan dengan reseptor kematian. Walaupun beberapa reseptor

kematian telah banyak diketahui, namun reseptor kematian yang paling

(34)

12

dengan Fas (CD 95) dan ligand mereka yang disebut dengan TNF dan Fas

ligand (FasL).

Dengan berikatannya ligan kematian dengan reseptornya akan

membentuk suatu kompleks yang disebut dengan death inducing signaling

complex (DISC) yang akan mengaktifkan pro-caspase 8. Caspase ini

merupakan suatu kaspase pencetus terhadap apoptosis. 24,25

Alur apoptosis ini dapat dihambat oleh protein yang dinamakan FLIP,

yang dapat mengikat pro-caspase-8. Beberapa virus dan sel normal

memproduksi FLIP dan menggunakan inhibitor ini untuk melindungi dirinya

dari apoptosis yang dimediasi oleh Fas. 25

(35)

13

2.2.3 Disregulasi Apoptosis,24,25,26

Apoptosis dan gen yang mengontrolnya mepunyai efek yang besar

pada fenotip keganasan. Gangguan regulasi pada program apoptosis akan

menyebabkan mortalitas sel. Mutasi onkogenik yang apoptosis

mempengaruhi inisiasi tumor, progresifitas tumor dan metastase. Kanker

merupakan hasil dari perubahan genetik dimana sel normal berubah

menjadi ganas, dimana penghentian kematian sel sementara merupakan

salah satu perubahan penting yang menyebabkan suatu transformasi

kearah keganasan.

Pada awal 1970 Kerr dkk telah mengaitkan apoptosis untuk

menghapus sel yang berpotensi ganas , sel yang mengalami hiperplasi dan

perkembangan tumor. Oleh karena itu, pengurangan peran apoptosis dan

resistensinya memainkan peran penting dalam karsinogenesis. Ada benyak

cara sel menjadi tumor atau mengalami keganasan melalui proses

pengurangan apoptosis dan rsistensi apoptosis. Umumnya, mekanisme

perubahan apoptosis yang bisa meyebabkan kanker atau tumor dapat

dibagi atas 3 bagian besar, yaitu

1. Gangguan keseimbangan protein proapotosis dan protein

antiapoptosis

2. Berkurangnya fungsi caspase

(36)

14

Gambar 4 Mekanisme perubahan Apoptosis dan proses Karsinogenesis25

Pada proses apoptosis dapat terjadi kegagalan pada jalur , yang

akan menyebabkan terjadinya kanker. Kegagalan ini lebih sering terjadi

pada jalur intrinsik dibandingkan jalur ekstrinsik, karena jalur ekstrinsik ini

lebih sensitif dan paling sering disebabkan oleh mutasi dari gen p53. Gen

p53 ini merupakan tumor supresor gen yang terakumulasi bila DNA

mengalami kerusakan. Fungsi dari p53 ini yaitu mencegah replikasi sel

pada sel yang rusak secara genetik melalui penghentian siklus sel pada

fase G1 atau interface, sehingga sel mempunyai waktu untuk repair. Selain

itu gen ini juga berfungsi untuk mencetuskan apoptosis bila kerusakan sel

cukup luas dan terjadi kegagalan repair.

Bila terjadi mutasi pada gen p53 dapat mengakibatkan disregulasi

gen ini sehingga terjadi kegagalan apoptosis dan sel yang rusak terus

(37)

15

Faktor lain yang berperan pada karsinogenesis adalah

keseimbangan antara proapotosis dan anti apoptosis dari kelompok Bcl2.

Pada sel tumor, mutasi dari gen Bcl2 dapat meyebabkan peningkatan

ekspresi yang dapat menekan fungsi normal dari protein proapotosis,

seperti Bax dan Bak. Jika terjadi mutasi pada gen Bax dan Bak dapat

meyebabkan penurunan regulasi, sehingga sel kehilangan kemampuan

untuk regulasi apoptosis yang dapat menimbulkan kanker.

2.3. Genetik dari Endometriosis

Komponen yang dimiliki oleh endometriosis telah banyak diketahui

walaupun gen spesifik yang berkaitan dengan endometriosis masih banyak

diteliti. Analisa terhadap gen yang berhubungan dengan 1100 keluarga

dengan dua atau lebih keterlibatan dari saudara kandung telah dilakukan

dan didapatkan adanya lokus pada kromosom 10q26 dan 7-13-15.24

Penelitian terhadap berbagai hubungan antara gene dengan proses yang

terlibat pada endometriosis termasuk didalamnya sinyal steroid, matrix

degradasi, inflamasi dan detoksifikasi seperti yang dilaporkan, telah

dilakukan review terhadap penelitian tersebut. Untuk mendapatkan

hubungan gen dengan penyakit ini, penelitian kohort terhadap wanita

dengan dan tanpa endometriosis adalah memiliki genotip SNPs (Single

Nucleotide Polymoprhisms).27 Penelitian terbaru terhadap 1900 wanita

dengan endometriosis dengan memakai kontrol sebanyak 5300 wanita

(38)

16

pada kromosom 9p21 dan gen WNT4 pada kromosom 1p36 pada

peritoneum endometriosis.28

Pada level transkripsi gen, ditemukan adanya perbedaan ekspresi

gen pada endometrioum ektopik pada wanita dengan dan tanpa

endometriosis perbedaan tersebut memperlihatkan adanya abnormalitas

yang diturunkan ataupun yang didapat pada endometrium yang

memberikan ketahanan hidup yang berbeda dan implantasi terhadap

pembentukan dari lesi endometriosis. 1

2.4. Konsep Biokimia dari endometriosis

Konsep yang ada mengenai endometriosis adalah kelainan yang

berkaitan dengan esterogen. Pada saat ini, endometriosis memiliki

hubungan dengan proses inflamasi, penurunan fungsi progesteron pada

level endometrium dan neuroangiogenesis. 1

2.4.1. Inflamasi

Endometriosis sangat menarik dan dianggap sebagai kondisi yang

merupakan inflamasi kronik. Lingkungan peritonum dari endometriosis

mempunyai karakterisik dengan adanya peningkatan makrofag yang aktif

dan peningkatan kadar sitokin inflamasi, kemokin, faktor pertumbuhan dan

prostaglandin. Analisa terhadap endometrium eutopik dan ektopik

menunjukkan adanya peningkatan yang tinggi terhadap phospoliphase A2

(39)

17

Faktor nuklear kappaB (NF-kB) ternyata memiliki peranan yang

penting dalam memediasi kunci biokimia dari endometriosis. faktor tersebut

diaktivasi oleh proinflamasi sitokin dan stres oksidatif dan meningkat pada

tipe lesi endometriosis merah. Sebagai faktor transkripsi, pengaktifan dari

(NF-kB) akan meningkatkan ekspresi dari beberapa gen yang terlibat dalam

inflamasi, termasuk didalamnya interleukin 1 (IL-1), IL-6, IL-8, dan

sikooksigenase 2. Pada endometriosis ditemukan adanya aktifasi abnormal

terhadap (NF-kB). 1,29,30

Sebagai tambahan terhadap kaskade dari inflamasi, (NF-kB)

mengatur gen yang terkait dengan antiapoptosis, invasi jaringan, proliferasi

sel dan angiogenesis yang merupakan langkah penting dalam patogenesis

dari endometriosis.1

2.4.2. Penurunan Fungsi Progesteron

Sebagai tambahan dari adanya ketergantungan dengan esterogen,

peningkatan temuan terhadap adanya penurunan dari fungsi progesteron

pada endometrium pada patofisiologi dari endometrium telah banyak

ditemukan.1 Penelitian terhadap ekspresi gen menunjukkan adanya

penurunan respon endometrium terhadap progesteron pada fase sekretori

pada endometriosis dibandingkan dengan kelompok kontrol normal.

Dengan adanya efek dari anti inflamasi oleh progesteron, sehingga jika

terjadi penurunan fungsinya pada endometrium dapat menghasilkan

peningkatan proinflamasi pada uterus yang menyebabkan uterus tidak

(40)

18

2.4.3.Neuroangiogenesis

Perkembangan dari vaskularisasi mempunyai peranan yang penting

juga pada perkembangan implantasi endometriosis pada rongga

peritoneum. Lesi peritoneum, terutama tipe vesikular merah,

memperlihatkan adanya tampilan kongesti dari neovaskular pada

laparoskopi.1 Beberapa faktor angiogenesis seperti faktor pertumbuhan

(VEGF), meningkat pada cairan peritoneum wanita endometriosis.

penurunan lesi dari endometriosis dengan menggunakan pengobatan

dengan antiangiostatik pada tikus juga menunjukkan adanya peranan

angiogenesis pada perkembangan penyakit ini. Yang paling penting adalah

angiogenesis dan pertumbuhan syaraf adalah kejadian yang saling

berkaitan dan saling terencana pada penyakit ini yang disebut dengan

neuroangiogenesis.32

Dasar dari pemahaman terhadap patofisiologi rasa sakit yang

berhubungan dengan endometriosis adalah dengan adanya penelitian

terhadap inervasi lesi endometriosis pada tikus. Penelitian tersebut

menunjukkan adanya peningkatan 14 kali lipat terhadap densitas syaraf

pada lesi endometriosis bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dan

tingkat keparahan rasa nyeri sangat berhubungan dengan adanya

(41)

19

2.5. Kanker Epitel Ovarium

2.5.1 Asal dan Patogenesis dari Kanker Epitel Ovarium

Kanker ovarium merupakan kanker ginekologi yang sangat letal.

Pendekatan diagnostik dan pengobatan kanker ovarium ini masih belum

sempurna karena asal dan patogenesis dari kanker epitel ovarium masih

belum diketahui dengan jelas. Walaupun telah dilakukan berbagai

penelitian, namun hasil yang didapatkan belum memuaskan. Penelitian

mengatakan bahwa kanker epitel ovarium bukan merupakan penyakit

tunggal namun terdiri dari kelompok tumor yang berbeda berdasarkan

morfologi dan genetik molekular. Satu kelompok tumor disebut dengan tipe

1, serous grade rendah, endometrioid grade rendah, clear sel, musinosum

dan kanker transisional (Brenner). Tumor ini biasanya indolen, terbatas

pada ovarium dan genetiknya stabil. Kelompok kedua disebut dengan tipe

2, yang lebih agresif, berkembang cepat dan biasanya tampil dengan

grading yang lebih tinggi. Termasuk didalamnya kanker ovarium serosum

dengan grade tinggi, karsinoma undifferensiasi, karsinosarkoma. Pada 80

kasus memiliki mutasi gen TP53. Penelitian juga menunjukkan bahwa yang

dulunya anggapan bahwa kanker ovarim berasal dari primer ovarium

ternyata berasal dari organ pelvik lain dan melibatkan ovarium secara

sekunder. Tumor serosum berasal dari implantasi epitelium tuba falopi.

Endometrioid dan clear sel telah banyak dihubungkan dengan

endometriosis, yang dianggap sebagai prekusor tumor ini. Data juga

menunjukkan bahwa tumor musinosum dan Brenner berasal dari tipe epitel

(42)

20

proses metaplasia. Dengan adanya temuan ini, konsep baru terhadap

pendekatan diagnosa, skrining, pengobatan bahkan pencegahan memiliki

peranan yang besar terhadap penyakit ini. 34

2.5.2. Heterogenisitas Morfologi dan Molekular dari Kanker Epitel Ovarium

Salah satu masalah besar dalam memahami patogenisitas dari

kanker ovarium adalah adanya penyakit yang heterogen yang berhubungan

dengan tipe yang berbeda dari sifat dan klinikopatologi penyakit ini. Telah

diketahui bahwa tipe dari kanker ovarium dibagi menjadi tipe 1 dan tipe 2.

Sebagai kelompok tipe 1, merupakan tumor dengan genetik yang stabil

dibandingkan dengan tipe 2 yang menunjukkan adanya mutasi yang

spesifik. Mutasi dari KRAS, BRAF dan ERBB2 terjadi sekitar duapertiga dari

karsinoma grade rendah dimana mutasi TP53 jarang terjadi pada tumor ini.

Karsinoma grade rendah memiliki hubungan sinyal Wnt termasuk di

dalamnya mutasi dari somatik CTNNB1 (enkode B-catenin), PTEN dan

PIK3CA. Karsinoma musinosum memiliki mutasi KRAS lebih dari 50%

kasus. Karsinoma clear sel sangat unik dengan persentase yang tinggi dari

mutasi PIK3CA. Karsinoma serous grade tinggi sebagai prototipe tipe 2,

mempunyai karakteristik mutasi TP53 (> 80% kasus) dan CCNE1 (enkoding

dari cyclin E1) namun jarang terjadi mutasi dari KRAS,BRAF, PTEN,

CTNNB1 dan PIK3CA. Dengan adanya temuan ini, dapat disimpulkan

bahwa tipe yang berbeda dari kanker ovarium akan memiliki perbedaan

(43)

21

2.5.3. Asal Sel Kanker Epitel Ovarium bukan dari Ovarium

Asal sel dari kanker ovarium dan mekanisme perkembangannya

telah lama diperdebatkan. Pandangan tradisional karsinogenesis ovarium

yaitu perbedaan jenis tumor berasal dari permukaan epitel ovarium

(mesotelium) dan terjadi perubahan metastasis yang mengarah kepada

perkembangan berbagai sel yang berbeda (serous, endometrioid, clear sel,

musinosum dan sel transisional (brenner) yang secara morfologis

menyerupai epitel dari tuba falopi, endometrium, saluran cerna atau

endoserviks dan kandung kencing 36. Ovarium yang normal, bagaimanapun

juga tidak memiliki kesamaan dengan tumor ini. Serviks, endometrium dan

tuba falopi berasal dari duktus mullerian sedangkan ovarium berasal dari

epitelium mesodermal pada sinus urogenital yang berbeda. Oleh karena itu,

ada teori yang mengatakan tumor dengan fenotip mullerian (serous,

endometrioid dan sel clear) berasal dari jaringan mullerian. 36 Tipe mullerian

tersebut ( epitel columnar, biasanya bersilia) berasal dari paratuba dan

paraovarium yang biasa disebut dengan “sistem sekunder Mullerian”37.

Ketika tumor semakin membesar, tumor itu menekan ovarium dan

menyumbat ovarium sehingga dapat terlihat kesannya berasal dari

ovarium. Dan teori yang lebih baru mengatakan bahwa kebanyakan kanker

ovarium terutama serous dengan grade tinggi berasal dari tuba falopi yang

menyebar ke ovarium. Pandangan yang berbeda ini mendorong berbagai

penelitian untuk dapat menjelaskan teori yang paling dapat dianggap sesuai

(44)

22

Teori yang mengatakan bahwa asal dari kanker ovarium adalah

permukaan epitelium (mesotelium) memiliki beberapa keterbatasan.

Secara histologis, lapisan mesotelium yang melapisi ovarium tidak memiliki

kesamaan terhadap tipe serosum, endometrioid, musinosum, sel clear atau

karsinoma transisional (Brenner). Untuk mendukung teori ini, dianggap

bahwa mesotelium yang ada di permukaan ovarium masuk ke stroma yang

disebut bentuk “kista inklusi kortikal”. Kista ini di bawah pengaruh faktor

lokal, terutama hormon akan mengalami perubahan metaplasia , yang akan

berubah menjadi epitelium tipe Mullerian. Lalu akan berubah menjadi

karsinoma dengan tipe yang berbeda ( serosum, endometrioid dan clear

sel). Walaupun kista inklusi kortikal dilapisi oleh silia ( tipe epitelium

Mullerian) sering dilihat pada kortex ovarium, namun transisi dari kista ini

berubah menjadi kanker belum pernah dilaporkan. Lebih lagi kista inklusi

kortikal yang dilapisi epitel Mullerian untuk berubah menjadi karsinoma

musinosum sangat jarang.35

Keterbatasan kedua dari teori Mullerian adalah lesi prekusor yang

sama dengan kanker serosum, endometrioid dan sel clear sangat jarang,

dan apabila pernah dilaporkan, itupun berasal dari kista paraovarian dan

paratubal. Lebih lagi, tampilan dari berbagai tumor musinous lebih kepada

tipe intestinal dibandingkan dengan tipe endoservikal dan tidak memenuhi

syarart sebagai tumor tipe Mullerian. Kejadian yang lebih tegas juga

ditunjukkan bahwa kanker ovarium primer, khususnya serous, endometrioid

dan karsinoma clear sel, berasal dari tuba falopi dan endometrium, tidak

(45)

23

karsinoma tuba dan displasia memiliki kesamaan dengan kanker ovarium

grade tinggi, pada wanita dengan genetik predisposisi kanker ovarium. 38

Implantasi langsung dari epitel tuba pada ovarium membentuk kista

inklusi, yang akan menjadi asal dari kanker ovarium serosum, walaupun

belum dapat didemonstrasikan adalah teori alternative daripada metaplasia

dari mesotelium pada ovarium. Implantasi epitel tuba dari fimbria pada saat

ovulasi ketika permukaan epitel ovarium rusak dapat menjelaskan

terjadinya dari grade rendah dan tinggi kanker ovarium serosum. Pada

kasus karsinoma grade rendah, perkembangan proses berjalan lambat dari

kistaadeoma serous kemudian menjadi tumor serous borderline setelah

mutasi KRAS atau BRAF, dimana terjadi perkembangan cepat dari kanker

serosum grade tinggi.Juga telah diketahui bahwa kedua morfologi dan

penelitian genetik molekular dari grade rendah endometrioid dan kanker

clear sel berkembang dari kista endometriosis (endometrioma) yang

biasanya berhubungan dengan implamtasi endometriosis pada berbagai

tempat. Walaupun asal yang pasti dari endometriosis belum sepenuhnya

diketahui, dan teori sebelumnya mengenai kanker ovarium sangat susah

untuk diteliti. Jika retrograde menstruasi adalah yang sering terjadi pada

endometriosis, menjadi benar bahwa endometrioid dan tumor clear sel

berkembang dari endometriosis (turunan Mullerian) yang berimplantasi ke

ovarium sehingga keterlibatan ovarium adalah sekunder. 34

Pengamatan lanjutan juga menunjukkan bahwa endometrium

eutopik dari penderita endometriosis memperlihatkan kelainan faktor

(46)

24

perubahan ini menyebabkan implantasi dari jaringan endometrium,

ketahanan hidup sel dan invasi pada ovarium dan permukaan peritoneum.36

Hipotesis yang mengatakan asal dari endometrioid dan kanker clear sel

berkembang dari jaringan endometrium yang berimplantasi pada ovarium

didukung dengan adanya kejadian efek perlindungan dengan ligasi tuba

yang hanya ada pada endometrioid dan karsinoma clear sel pada ovarium.

39

Gambar 5. Transfer dari normal tuba epitelium ke ovarium. A. Hubungan anatomi dari tuba falopi dengan ovarium pada saat

ovulasi. B. Ovulasi. C. Sel epitelium tuba dari fimbria jatuh dan berimplantasi pada permukaan yang gundul yang membentuk kista

(47)

25

Gambar 6. skematik untuk perkembangan dari kanker serosum grade rendah dan grade tinggi.36

(48)

26

2.6. Persamaan Molekuler endometriosis dan karsinoma ovarium

Molekuler dan ciri genetik dari hubungan endometriosis dengan

karakteristik kanker di usulkan oelh Hanahan dan Weinberg (2000). Dikenal

dengan The Hallmarks of Cancer, Yaitu (1) Memiliki kemampuan yang

cukup dalam sinyal pertumbuhan , (2) Tidak peka terhadap sinyal anti

proliferasi, (3) Resisten terhadap apoptosis, (4) Potensi replikasi tanpa

batas, (5) Sokongan dari angiogenesis, (6) Kemampuan Invasi dan

metastase ke jaringan (7) Memiliki instabilitas genetik.15

2.6.1. Insufisiensi dalam sinyal pertumbuhan32,40,41

Sama seperti kanker uterus dan payudara, endometriosis memiliki

sifat yang hamper sama dalam hal ketergantungan terhadap esterogen.

Endometriosis secara spesifik tergantung terhadap esterogen didasarkan

pada sinyal : (1) Peningkatan produksi lokal estrogen melalui peningkatan

ekspresi dari aromatse p450 tetapi terjadi kekurangan ekspresi dari 17 β-

hydroxysteroid dehydrogenase type 2 (yang menyebabkan inaktifasi dari

estradiol yang berpoten menjadi estrone yang kurang poten), (2)

Peningkatan respon pada estrogen. Peningkatan reseptor estrogen (ER-α)

ekspresi pada jejas yang aktif (Red lesion) dibanding dengan yang tidak

aktif (Black Lession) endometriosis (3) Mewarisi polimorfisme genetik pada

estrogen dan reseptor progesterone (PRs) merupakan predisposisi dari

endometriosis, (4) Mewarisi polimorfisme genetik pada metabolisme enzim

(CYP1A1,CYP19 dan GSTMI) yang merupakan predisposisi dari

(49)

27

2.6.2. Tidak peka terhadap sinyal anti proliferasi32

Pembelahan sel bergantung kepada aktivasi cyclin (mis : D1 cyclin)

yang berikatan dengan cyclin yang bergantung pada kinase (cdk) untuk

menginduksi siklus sel ke fase S dan kemudian menginisiasi mitosis.

Dengan adanya aktifitas cdk yang tidak terkontrol pada sel kanker, fungsi

mereka sangat diregulasi dengan ketat oleh pemghambat cdk (mis : p21

dan p27 Cip/Kip protein). Sebagai contoh : peningkatan ekspresi dari cyclin

D1 dan cdk terjadi pada kanker payudara dan berhubungan dengan hasil

yang jelek. 15

Pada tingkat sel terdapat perbedaan ekspresi dari protein p27 Kip

(cdk inhibitor) antara jejas endometriotik yang aktif dan yang tidak aktif,

bersamaan dengan peningkatan ekspresi p27 antara endometrioma dan

karsinoma ovarium data tersebut menyimpulkan kenaikan aktivitas cdk

melalui hambatan aktivitas induksi siklus sel, yang pada umumnya tidak

seimbang pada kanker. Hal ini menunjukkan peningkatan aktivitas CDK

melalui penghambatan siklus sel.42

2.6.3. Resisten terhadap apoptosis

Keganasan pada umumnya menunjukkan ekspresi berlebihan dari

antiapoptosis (Bcl-2), dan ekspresi rendah dari proapotosis BAX, gen p53

(p53 adalah tumor supresor gen (TSG) sedangkan protein (TP53) adalah

proapotosis melalui mutasi menjadi tidak aktif. Pada jejas endometriotik

mempunyai strategi untuk menghindar dari apoptosis melalui (1)

(50)

28

matrix metalloproteinase (MMPs),43 (3) peningkatan Fas ligand (Fasl) dan

interleukin 8 (IL-8) di dalam zalir peritoneal endometrioma (peningkatan

Fasl dan IL-8) menginduksi apoptosis dari T limfosit dan kemungkinan

endometrioma menghindar dari kematian 41 (4) sel germinal dan sel somatik

yang didapat menyebabkan tidak aktifnya mutasi gen p53.

2.6.4. Potensi replikasi tanpa batas

Pada setiap siklus replikasi sel, telomerase (pengulangan DNA pada

setiap kromosom) menjadi lebih pendek dan menghasilkan kematian.

Tumor pada umumnya mengekspresi enzim telomerase yang memproteksi

telomerase dari pemendekan dan mencegah sel menjadi tua Estrogen dan

progesteron menstimulasi, sedangkan tamoxifen dan wild type (varian

normal) p53 menghambat, aktivitas telomerase pada kanker mamae dan

endometrium belum dipublikasikan penelitian fungsi telomerase

endometriosis, neoplasma yang bergantung pada estrogen mempunyai

potensi rentan terhadap kontrol telomerase.42

2.6.5. Sokongan dari angiogenesis

Patologi angiogenesis, supresor sel imun dan aktivasi sel imun

terdapat pada endometriosis dan proses karsinoma. Transmisi genetik atau

induksi lingkungan (pencemaran dioksin) merubah angigenik dan atau

respon imun yang merupakan predisposisi perempuan pada implantasi

ektopik sel endometrial yang dibawa pada kavum uteri pada saat darah

(51)

29

Terdapat kesamaan implikasi mediator inflamtory angiogenesis pada

karsinoma dan endometriosis.Gen pada mediator menunjukkan

polimorfisme genetik merupakan predisposisi pada endometriosis ( eg

intercellular adhesion molecule-1. IL-6,IL-10 gene promoters) maupun

karsinoma (eg IL-6, tumour necrosis factor(TNF)α, NFKB-1 dan peroxisome

proliferator activated receptor –y genes) pengobatan antiangiogenik

menghambat faktor proangiogenik.15

2.6.6 Kemampuan invasi dan metastase ke jaringan

Kemampuan invasi menembus membran basalis merupakan

spesifikasi perubahan dari non ivasif ke kanker inavasif tumor

mengeluarkan protease (eg MMPs) menghancurkan membrana basalis dari

stroma Ekspresi dari MMP-2 dan MMP-9 berkorelasi dengan stadium

kanker. Aktivitas MMP terdapat juga pada jejas endometriotik. 46

Deregulasi dari sinyal perekat sel meliputi intrgrin β karsinomatenin,

E-cadherin dan P-karsinomadherin terlihat pada kejadian dari beberapa

keganasan dan terlihat pada etipatogenesis endomerioma.Mutasi

B-Catenin telah dikenal pada kanker endometrial dan kanker ovarium

endometrioid namun belum dapat dipastikan untuk endometriosis. 47

2.6.7 Memiliki instabilitas genetik

Model klasik dari perubahan keganasan dari sel termasuk di

(52)

30

itu sendiri. Biasanya didampingi dengan aktivasi protoonkogen menjadi

onkogen (transformasi dari pertumbuhan sel yang normal, proliferasi dan

diferensiasi gen) dan inaktivasi oleh TSG (gen yang mengkode protein yang

mengatur proliferasi sel dan perubahan keganasan.) 15

Enam mekanisme dasar gen yang berhubungan dengan

ketidakstabilan gen dari kanker , namun hanya tiga yang pertama yang

berhubungan dengan endometriosis:15

i) Mendapatkan aktivitas onkogenik

ii) Inaktivasi oleh TSG

iii) Anomali dari enzyme yang berhubungan dengan perbaikan DNA,

identifikasi oleh instabilitas mikrosatelit (MSI)

iv) Inaktivasi gen yang memonitor instabilitas gen pada saat siklus

sel

v) Disfungsi telomerase

vi) Hipermetilasi

Mekanisme diatas saling sinergis untuk meningkatkan proses

ketidakstabilan gen dan proliferasi dari sel tumor. Sebagai contoh :

defisiensi dari TSG p53 mengurangi respon sel terhadap kerusakan sel

(53)

31

2.7. Kerangka Teori

anti-apoptosis pro-apoptosis

Menghambat

Mengaktifkan

P 53

BCL2 BAX Bcl-xL BAK

Caspase 9 Sitokrom c

Apoptosis

Endometrioma Karsinoma ovarium tipe 1

(54)

32

2.8. Kerangka Konsep

Endometrioma

(55)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional dengan

pendekatan cross sectional.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara-RSUP. H. Adam Malik

Medan sedangkan pemeriksaan imunohistokimia dilakukan oleh

Departemen Patologi Anatomi (PA) Universitas Sumatera Utara Medan.

Penelitian ini dilakukan mulai Januari 2015 sampai dengan Februari

2015.

3.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah blok parafin penderita endometrioma dan

karsinoma ovarium tipe1 yaitu tipe serosum, tipe musinosum, tipe

endometrioid dan tipe clear cell yang berdiferensiasi baik yang dibuktikan

(56)

34

3.4. Besar Sampel

Penentuan besar sampel, dilakukan berdasarkan perhitungan

analitik numerik tidak berpasangan.

Besar sampel penelitian dihitung secara statistik berdasarkan rumus :

Dimana :

Zα = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α

yang besarnya ditentukan. Nilai α =0,05  Zα = 1,64

Zβ = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β yang ditentukan. Nilai β = 0,2  Zβ = 0,84

SD = simpangan baku gabungan score ekspresi p53 endometrioma dan

karsinoma ovarium 1,5

X1-X2 = selisih rerata minimal yang dianggap bermakna yang ditentukan

peneliti

Setelah dilakukan perhitungan, didapat besar sampel minimal 22,2 sampel

endometrioma dan 22,2 sampel karsinoma ovarium tipe 1. Pada penelitian

ini diambil 25 sampel endometrioma dan 25 sampel karsinoma ovarium

(57)

35

3.5 Teknik sampling

Pengambilan sampling dilakukan dengan cara non random

convenient-sampling pada parafin blok jaringan endometrioma dan pada

paraffin blok jaringan karsinoma ovarium tipe 1 yaitu tipe serosum, tipe

musinosum, tipe endometrioid dan tipe clear cell yang berdiferensiasi baik

di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Peneltian

Kriteria inklusi adalah :

Parafin blok jaringan endometrioma dan karsinoma ovarium tipe 1

yaitu tipe serosum, tipe musinosum, tipe endometrioid dan tipe clear

cell yang berdiferensiasi baik yang dibuktikan dengan hasil

pemeriksaan histopatologi

Kriteria eksklusi adalah :

1. Sediaan tidak dapat dianalisa

2. Rekam Medik tidak dijumpai (data tidak lengkap)

3.7. Identifikasi Variabel Variabel bebas

Status penyakit endometrioma dan karsinoma ovarium tipe 1

Variabel tergantung

Gambar

GAMBAR ……………………………………………………………………….  iv
Tabel 4.2. Ekspresi p53 pada Karsinoma Ovarium tipe 1
Gambar 1 Representasi Skematik Struktur p5319
Gambar 2. Protein p53 pada Persimpangan Jalur Hubungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistematika penulisan jurnal ini sudah baik dimulai dari judul, abstrak, pendahuluan, temuan penelitian terbaru, model penilaian dan Teknik yang digunakan

As Ovid himself tells us, his own life story reads much like one of the tales of transformation narrated in his book of Metamorphoses.. Born on March 20th 43 BC, a year after the

Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan CSR dengan demikian dapat dinyatakan

Analisa teknikal memfokuskan dalam melihat arah pergerakan dengan mempertimbangkan indikator-indikator pasar yang berbeda dengan analisa fundamental, sehingga rekomendasi yang

Optimasi dilakukan pada hasil desain dari pondasi mesin yang meliputi.. dimensi dan luas tulangan dari tiap

Dann kumis kucing (Orthosiphon stamineus Beth) rnerupakan obat tradisional yang mempunyai efek diuretik dan mengandung beta bloker sehingga dianggap dapat menurunkan tekanan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui besarnya harga jual yang ditetapkan berdasarkan harga pokok produksi menurut perusahaan dan metode full costing, sehingga dapat

Website ini berisi informasi tentang SMA NUSAPUTRA, menu â menu yang ada dalam website ini adalah halaman utama, profil sekolah, visi misi, sejarah sekolah, identitas sekolah,