• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOVASI PENGGUNAAN COLD PACK UNTUK MENGATASI NYERI PASCA OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INOVASI PENGGUNAAN COLD PACK UNTUK MENGATASI NYERI PASCA OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF)"

Copied!
235
0
0

Teks penuh

(1)

i

INOVASI PENGGUNAAN COLD PACK UNTUK MENGATASI NYERI PASCA OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF)

TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

Disusun Oleh : AGUNG KRISTANTO

NIM : 2014105007

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

(2)

i

INOVASI PENGGUNAAN COLD PACK UNTUK MENGATASI NYERI PASCA OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF)

TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

Disusun Oleh : AGUNG KRISTANTO

NIM : 2014105007

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

INOVASI PENGGUNAAN COLD PACK UNTUK MENGATASI NYERI PASCA OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF)

Telah diujikan dan disetujui pada tanggal : 4 Januari 2017

Disusun Oleh : AGUNG KRISTANTO

NIM : 2014105007

Penguji :

Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D. (………..)

Novita Kurnia Sari, S.Kep., Ns., M.Kep. (..………)

Azizah Khoiriyati.,S.Kep.,Ns., M.Kep. (………..…)

Mengetahui

Ketua Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)

iii

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini, Peneliti :

Nama : Agung Kristanto

NIM : 2014105007

Prorgam Studi : Magister Keperawatan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis yang berjudul “INOVASI PENGGUNAAN COLD PACK UNTUK MENGATASI

NYERI PASCA OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF)” adalah betul -betul karya Peneliti sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan Peneliti ini tidak

benar, maka peneliti bersedia menerima sanksi akademik.

Yogyakarta, Januari 2017

Yang membuat pernyataan

(5)

iv

KATA PENGANTAR

AssalammualaikumWr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Berkat

Rahmat dan Ridho dariNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini

dengan tema “Inovasi Penggunaan Cold Pack Untuk Mengatasi Nyeri Pasca Open Reduction Internal Fixation (ORIF)“.

Dalam penyusunan tesis ini penulis menyadari bahwa masih

banyak terdapat kekurangan, untuk hal tersebut penulis senantiasa

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua

pihak demi kesempurnaan dari tesis ini.

Penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik dan lancer

tanpa bantuan dan bimbingan serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu,

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Dr. Achmad Nurman diselaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Fitri Arofiati,S.Kep.,Ns.,MAN, Ph.D selaku Ketua Program Studi

Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta dan dosen pembimbing I yang telah

(6)

v

3. Novita Kurnia Sari, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen pembimbing

II yang telah banyak memberi masukan serta saran demi

penyempurnaan tesis ini

4. Azizah Khoiriyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen penguji yang

telah banyak memberi masukan serta saran demi penyempurnaan

tesis ini.

5. dr. Alida Lienawati, M.Kes., MARS selaku Direktur Utama RSUP.

Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten.

6. Istri dan anakku tercinta yang selalu memberi semangat dan

motivasi dalam penyusunan tesis ini.

7. Retna, Lucky dan Deppy asisten dalam penelitian ini yang telah

banyak membantu dalam pengambilan data penelitian.

8. Seluruh pasien yang telah bersedia menjadi responden dalam

penelitian ini.

9. Seluruh staf karyawan Program Magister Keperawatan Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

10. Rekan - rekan mahasiswa Program Magister Keperawatan Program

(7)

vi

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat serta

hidayahNya dan menjadikan ini sebagai amal jariyah. Akhirnya penulis

berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu

pendidikan keperawatan serta bagi kita semua, amin ya robbal alamin.

WassalamualaikumWr.Wb

Yogyakarta ,4 Januari 2017

(8)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

C. Kerangka Konsep Penelitian ... 63

D. Hipotesis... 64

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 65

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 66

C. Lokasi Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian ... 72

D. Variabel penelitian ... 73

E. Definisi Operasional ... 73

F. Instrument Penelitian ... 75

G. Validitas dan Reliabilitas ... 77

H. Uji Keamanan Alat ... 78

I. Cara Pengumpulan Data ... 82

J. Pengolahan dan Metode Analisa Data ... 89

(9)

viii

L. Alur Penelitian ... 95

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 97

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 97

2. Analisa Univariat ... 98

3. Analisa Bivariat ... 102

B. Pembahasan ... 120

C. Kelemahan Penelitian ... 141

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 142

B. Saran... 142

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 73 Tabel 3. 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kenyamanan

Pasien terhadap Penggunaan Kompres Dingin

Cold Pack ... 79 Tabel 3. 3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas fungsi Kompres

Dingin Cold Pack ... 80 Tabel 3. 4 Hasil uji Validitas dan Reliabilitas Keamanan Alat

Kompres Dingin Cold Pack ... 81 Tabel 3.5 Penggunaan analisa bivariat Paired Test Dan Independen

t-Test ... 92 Tabel 4. 1 Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis

Kelamin, Umur, Pendidikan ,Pekerjaan, Riwayat

Operasi dan Letak Fraktur ... 99 Tabel 4. 2 Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik I Sebelum

dan Sesudah Pemberian Cold Pack ... 103 Tabel 4. 3 Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik II Sebelum

dan Sesudah Pemberian Cold Pack ... 105 Tabel 4. 4 Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik I Sebelum

dan Sesudah Pemberian Relaksasi Nafas Dalam ... 108 Tabel 4. 5 Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik II Sebelum

dan Sesudah Pemberian Relaksasi Nafas Dalam ... 110 Tabel 4. 6 Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik I Sebelum

Pemberian Kompres Cold Pack dan Relaksasi Nafas Dalam ... 113 Tabel 4. 7 Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik II Setelah

Pemberian Kompres Cold Pack dan Relaksasi Nafas Dalam ... 114 Tabel 4. 8 Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik I Sebelum

Pemberian Kompres Cold Pack dan Relaksasi Nafas Dalam ... 116 Tabel 4.9 Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik II setelah

(11)

x

Tabel 4.10 Hasil Uji Paired T-Test Perbandingan Skala Nyeri Sebelum mendapat Cold Pack Post Analgetik I pada pengukuran ke-1 dengan Skala Nyeri Setelah mendapat Cold Pack Post Analgetik II pada

pengukuran ke-4 ... 118

Tabel 4.11 Hasil Uji Paired T-Test Perbandingan Skala Nyeri Sebelum Mendapat Relaksasi Nafas Dalam Post Analgetik I Pada Pengukuran ke-1 Dengan Skala Nyeri Setelah Mendapat Relaksasi Nafas Dalam Post

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme nyeri ... 23

Gambar 2.2 Visual Analog Scale ... 41

Gambar 2.3 Farmako kinetik ketorolak ... 43

Gambar 2.4 Kompres Cold Pack ... 61

Gambar 2.5 Kerangka Teori ... 62

Gambar 2.6 Kerangka Konsep Penelitian... 64

Gambar 3.1 Penggunaan Cold Pack ... 77

Gambar 3.2 Bagan Pelaksanaan Penelitian ...88

Gambar 3.3 Alur Penelitian ... 96

Gambar 4.1 Skala Nyeri Post analgetik I Sebelum dan Sesudah Pemberian Cold pack ... 104

Gambar 4.2 Skala Nyeri Post Analgetik II Sebelum dan Sesudah Pemberian Cold pack ... 107

Gambar 4.3 Skala Nyeri Post Analgetik I Sebelum dan Sesudah Pemberian Relaksasi Nafas Dalam ... 110

Gambar 4.4 Skala Nyeri Post Analgetik II Sebelum dan Sesudah Pemberian Relaksasi Nafas Dalam ... 112

Gambar 4.5 Perbandingan Skala Nyeri Sebelum Intervensi Post Analgetik I pada pengukuran ke-1 dengan Setelah mendapat intervensi Post Analgetik II pada Pengukuran ... 120

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permohonan Menjadi Responden Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 : Penjelasan Penelitian

Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5 : Kuisioner Penelitian

Lampiran 6 : Prosedur Pemberian Kompres Dingin Dengan Cold Pack Lampiran 7 : Skala Pengukuran Intensitas Nyeri Dengan Skala VAS Lampiran 8 : Pernyataan Kesediaan Menjadi Asisten Peneliti

Lampiran 9 : Tugas Asisten Peneliti

Lampiran 10 : Lembar Observasi Kelompok Intervensi Penelitian Lampiran 11 : Lembar Prosedur Relaksasi Nafas Dalam

Lampiran 12 : Ijin Penelitian Dan Keterangan Etik Penelitian Dari RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten

(14)

xiii

Inovasi Penggunaan Cold Pack Untuk Mengatasi Nyeri Pasca Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

Agung Kristanto1,Fitri Arofiati2, Novita Kurnia Sari3 Program Studi Magister Keperawatan Program Paskasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI

Latar Belakang : Nyeri merupakan masalah utama pasien pada pasien post operasi yang. Penatalaksanaannya dapat dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis. Salah satu upaya tindakan non farmakologis adalah menggunakan cold pack yang merupakan inovasi kompres dingin..Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan efektifitas kompres dingin cold pack dengan relaksasi nafas dalam dalam menurunkan nyeri pada pasien post ORIF pada ekstermitas atas dan bawah

Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan quasi eksperimen pre-test-post-test with control group subyek penelitian ditentukan dengan teknik total sampling pada pasien post ORIF, yang dibagi menjadi 2 kelompok, perlakuan dan kontrol. Pada kelompok perlakuan diberikan intervensi cold pack dan pada kelompok kontrol di berikan intervensi relaksasi nafas dalam, masing-masing dilakukan 4 kali. Penggunaan uji statistik pada penelitian ini dengan uji independen t-test dan paired t-test. Hasil: Hasil uji paired t-test sebelum dilakukan intervensi relative sama. Setelah perlakuan 4 kali ada penurunan rasa nyeri dengan nilai (p<0,05). Perbedaan penurunan skala nyeri sebelum perlakuan yang ke-1 post analgetik I dan sesudah perlakuan yang ke-4 post analgetik II pada kelompok intervensi kompres dingin cold pack menurun 4,33 point, sedangkan pada kelompok kontrol relaksasi nafas dalam terjadi penurunan 2,13 point

Kesimpulan : Kompres dingin dengan cold pack dapat menurunkan rasa nyeri lebih lebih besar dibandingkan relaksasi nafas pada pasien pasca operasi ORIF dalam pada post analgetik I maupun post analgetik II

Kata Kunci: Kompres dingin, cold pack, nyeri

1 Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2 Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(15)

xiv

Innovations Cold Compresses To Reduce Pain Using Cold Pack.In Post Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

Agung Kristanto1, Fitri Arofiati2, Novita Kurnia Sari3

Master Of Nursing Postgraduate Program Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Pain is the main problem of patients post operative. In the management of pain can use pharmacological and non pharmacological. Pain management of post operative non pharmacological the one is a innovations cold compresses to reduce pain using cold pack. Aim Of Research The purpose of this study to compare the effectiveness of cold compress cold pack with deep breathing relaxation to reducing pain in patients with post ORIF (Open Reduction Internal Fixation) at the upper and lower ekstermitas

Research Methods: This study design was Quasi-Experiments pre-Test Post-Test With Control Group studied were patients post ORIF in the third class ward dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. Consisting of 15 patients in the intervention cold compress with cold pack and 15 patients the control group in the deep breathing relaxation.. The treatment was done 4 times. Pain was measured by VAS pain scale is done 2 times the first after analgesic 1, second after analgesic 2. Mean while, before and after treatment. The statistical test for analysis data used independent test t-test and paired t- test.

Result: The result of paired t-test before the intervention is relatively the same. After the treatment four times there is a decrease in pain with the value (p <0.05). Differences decrease pain scale before treatment 1st post analgesic I and after treatment 4th post analgesic II in the intervention group cold compress with cold pack decreased 4.33 points, while the control group relaxation breath in a decline of 2.13 points

Conclusion: Cold compresses with cold packs can reduce pain is greater than the deep relaxation in patients with postoperative ORIF in the post analgesic I and post analgesic II

Key Words: Cold Compress, Cold Pack, Pain

1 Student Master of Nursing Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2 Lecture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(16)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

INOVASI PENGGUNAAN COLD PACK UNTUK MENGATASI NYERI PASCA OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF)

Telah diujikan dan disetujui pada tanggal : 4 Januari 2017

Disusun Oleh : AGUNG KRISTANTO

NIM : 2014105007

Penguji :

Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D. (………..)

Novita Kurnia Sari, S.Kep., Ns., M.Kep. (..………)

Azizah Khoiriyati.,S.Kep.,Ns., M.Kep. (………..…)

Mengetahui

Ketua Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(17)

xiii

Inovasi Penggunaan Cold Pack Untuk Mengatasi Nyeri Pasca Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

Agung Kristanto1,Fitri Arofiati2, Novita Kurnia Sari3 Program Studi Magister Keperawatan Program Paskasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI

Latar Belakang : Nyeri merupakan masalah utama pasien pada pasien post operasi yang. Penatalaksanaannya dapat dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis. Salah satu upaya tindakan non farmakologis adalah menggunakan cold pack yang merupakan inovasi kompres dingin..Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan efektifitas kompres dingin cold pack dengan relaksasi nafas dalam dalam menurunkan nyeri pada pasien post ORIF pada ekstermitas atas dan bawah

Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan quasi eksperimen pre-test-post-test with control group subyek penelitian ditentukan dengan teknik total sampling pada pasien post ORIF, yang dibagi menjadi 2 kelompok, perlakuan dan kontrol. Pada kelompok perlakuan diberikan intervensi cold pack dan pada kelompok kontrol di berikan intervensi relaksasi nafas dalam, masing-masing dilakukan 4 kali. Penggunaan uji statistik pada penelitian ini dengan uji independen t-test dan paired t-test. Hasil: Hasil uji paired t-test sebelum dilakukan intervensi relative sama. Setelah perlakuan 4 kali ada penurunan rasa nyeri dengan nilai (p<0,05). Perbedaan penurunan skala nyeri sebelum perlakuan yang ke-1 post analgetik I dan sesudah perlakuan yang ke-4 post analgetik II pada kelompok intervensi kompres dingin cold pack menurun 4,33 point, sedangkan pada kelompok kontrol relaksasi nafas dalam terjadi penurunan 2,13 point

Kesimpulan : Kompres dingin dengan cold pack dapat menurunkan rasa nyeri lebih lebih besar dibandingkan relaksasi nafas pada pasien pasca operasi ORIF dalam pada post analgetik I maupun post analgetik II

Kata Kunci: Kompres dingin, cold pack, nyeri

1 Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2 Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(18)

xiv

Innovations Cold Compresses To Reduce Pain Using Cold Pack.In Post Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

Agung Kristanto1, Fitri Arofiati2, Novita Kurnia Sari3

Master Of Nursing Postgraduate Program Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Pain is the main problem of patients post operative. In the management of pain can use pharmacological and non pharmacological. Pain management of post operative non pharmacological the one is a innovations cold compresses to reduce pain using cold pack. Aim Of Research The purpose of this study to compare the effectiveness of cold compress cold pack with deep breathing relaxation to reducing pain in patients with post ORIF (Open Reduction Internal Fixation) at the upper and lower ekstermitas

Research Methods: This study design was Quasi-Experiments pre-Test Post-Test With Control Group studied were patients post ORIF in the third class ward dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. Consisting of 15 patients in the intervention cold compress with cold pack and 15 patients the control group in the deep breathing relaxation.. The treatment was done 4 times. Pain was measured by VAS pain scale is done 2 times the first after analgesic 1, second after analgesic 2. Mean while, before and after treatment. The statistical test for analysis data used independent test t-test and paired t- test.

Result: The result of paired t-test before the intervention is relatively the same. After the treatment four times there is a decrease in pain with the value (p <0.05). Differences decrease pain scale before treatment 1st post analgesic I and after treatment 4th post analgesic II in the intervention group cold compress with cold pack decreased 4.33 points, while the control group relaxation breath in a decline of 2.13 points

Conclusion: Cold compresses with cold packs can reduce pain is greater than the deep relaxation in patients with postoperative ORIF in the post analgesic I and post analgesic II

Key Words: Cold Compress, Cold Pack, Pain

1 Student Master of Nursing Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2 Lecture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, baik yang

bersifat total atau sebagian yang disebabkan oleh trauma fisik,

kekuatan sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak (Price,

2006). Trauma atau cedera memegang proporsi terbesar penyebab

fraktur. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun

2011-2012 terdapat 1,3 juta orang menderita fraktur. Menurut data dari

Depkes RI tahun 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di

Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan

memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu

sekitar 46,2%. Kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan

45.987 orang, yang mengalami fraktur pada tulang femur 19.629

orang, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang

mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada

tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Angka

kejadian fraktur ekstremitas di RS Soeradji Tirtonegoro pada tahun

(20)

fraktur ekstremitas sebanyak 844 pasien (Data Rekam Medik RSST,

2015).

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan

pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi

(Brunner, 2005). Penatalaksanaan fraktur dengan reduksi salah

satunya adalah tindakan operatif yaitu dengan dilakukannya Open

Reduction internal fixation (ORIF). Pasien dengan diagnose fraktur

di RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten umumnya dilakukan

tindakan pembedahan yaitu dilakukan ORIF ataupun Open

Reduction External Fixation (OREF) tetapi ada juga yang dilakukan

traksi terutama kasus fracture colum femur.

Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat usia dan dapat

menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas hidup

individu. Perubahan yang ditimbulkan diantaranya terbatasnya

aktivitas, karena rasa nyeri akibat rusaknya saraf motorik dan

sensorik pada luka fraktur atau luka syatan operasi. (Smeltzer,

2009)

Nyeri merupakan masalah utama pada pasien pasca operasi

sekaligus merupakan pengalaman multidimensi yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan (Rizaldi, 2014).

(21)

Stimulus-stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas,

listrik serta mekanik. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls

melalui serabut saraf perifer, lalu memasuki medula spinalis dan

menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di

dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat

berinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah stimulus nyeri

sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke

korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan

mempersepsikan nyeri (Potter, 2005).

Mekanisme penurunan nyeri berdasarkan atas beberapa teori

salah satunya yaitu tentang adanya endorfin. Endorfin merupakan

zat penghilang rasa nyeri yang diproduksi oleh tubuh. Semakin

tinggi kadar endorfin seseorang, semakin ringan rasa nyeri yang

dirasakan. Produksi endorfin dapat ditingkatkan melalui stimulasi

kulit. Stimulasi kulit meliputi massage, penekanan jari-jari dan

pemberian kompres hangat atau dingin. (Smeltzer, 2004) Stimulasi

kulit menyebabkan pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi

stimulus sensori. Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi

kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih

besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui

(22)

menutup transmisi impuls nyeri, sehingga nyeri berkurang (Potter,

2005).

Manajemen nyeri yang paling sering digunakan secara

farmakologis yaitu dengan memberikan obat opioid, non opioid dan

analgetik (Burst, 2011). Perkembangan ilmu kedokteran tentang

managemen nyeri menggunakan terapi farmakologi dianggap lebih

efektif dan efisien serta signifikan dalam mangatasi nyeri, dan

realita di praktek klinik khususnya di rumah sakit kebijakan

pimpinan rumah sakit dalam mengatasi nyeri lebih cenderung

menggunakan terapi medis. Managemen nyeri dengan kompres

dingin yang dilakukan oleh perawat dipandang kurang efektif dan

efisien. Hal ini didukung adanya hasil wawancara dengan ±10-15

perawat di dua rumah sakit di ruang rawat bedah orthopaedi

menyatakan bahwa kompres dingin tidak masuk dalam panduan

penanganan nyeri karena Rumah sakit sudah menentukan bahwa

penanganan nyeri menggunakan terapi obat yang sudah di

formulasikan dalam bentuk protokol terapi untuk mengurangi nyeri

sedang sampai berat (Buku Panduan Nyeri RSST, 2015), sehingga

perawat tidak menggunakan tindakan mandiri sebagai penanganan

nyeri, tetapi menggunakan tindakan kolaburatif dalam menururnkan

(23)

Selain manajemen nyeri farmakologis saat ini juga

dikembangkan manajemen nyeri non farmakologis, diantaranya

berupa penggunaan teknik distraksi teknik relaksasi, hypnosis,

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), pemijatan,

tusuk jarum, aroma terapi, serta kompres hangat dan dingin (Pamela

et.al, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik relaksasi

nafas dalam efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien

post operasi sectio caesarea di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado (Chandra, 2013). Kompres dingin adalah suatu metode

dalam penggunaan suhu rendah setempat yang dapat menimbulkan

beberapa efek fisiologis (Price, 2005).

Kompres dingin dalam praktek klinik keperawatan

digunakan untuk mengurangi nyeri dan edema, karena akan

mengurangi aliran darah ke suatu bagian sehingga dapat mengurangi

perdarahan. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek

analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga

impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang

mungkin bekerja adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan

(24)

Efektifitas kompres dingin dengan menggunakan metode

yang bervariasi telah banyak diteliti dan diaplikasikan dalam setting

pelayanan keperawatan. Beberapa penelitian yang mendukung

diantaranya dilakukan oleh Lewis & Miller (2008) dan Block (2010)

terkait efektifitas Cold Pack dalam megurangi nyeri pada kasus

ortopaedi ringan, sedangkan pada kasus ortopaedi berat

menggunakan perendaman air es. Namun demikian dari segi

efisiensi penggunaan cold pack lebih dianjurkan. Penelitian lain

yang mendukung telah dilakukan oleh Market & Summer (2011)

dan Sheik et al.(2015) yang mebedakan efektifitas Cryoterapi (

kompres dingin) dengan penggunaan bebat, obat epidural dan

narkotik. Kompres dingin ini juga tidak mengganggu pembuluh

darah perifer dan tidak menyebabkan kerusakan jaringan kulit

apabila perendaman dilakukan sesuai prosedur.

Efektifitas tehnik relaksasi nafas dalam menurunkan nyeri

juga banyak diteliti diantaranya penelitian Chandra, (2013)

menyatakan bahwa tehnik relaksasi nafas dalam dikombinasikan

dengan Guided Imagery dapat menurunkan nyeri hebat pada pasien

post Sectio Caesare menjadi nyeri sedang atau ringan. Penelitian

(25)

dikombinasikan dengan Proprioceptive Neuron Facilitation (PNF)

dapat menurunkan nyeri pada pasien frozen shoulder

Pengalaman praktek klinik penulis saat di Negara Taiwan

tehnik relaksasi nafas dalam sudah tidak diterapkan dalam praktek

klinik keperawatan tetapi kompres dingin masih digunakan dalam

mengatasi nyeri, karena merupakan tindakan mandiri perawat dalam

mengatasi nyeri yaitu dengan mengunakan alat Cryoterapi.

Cryoterapi adalah alat kompres dingin dengan air es yang

dimasukkan ke dalam termos yang kemudian dialirkan melalui

selang pada cuff yang bisa mengembang karena terisi air es dan

dapat dipasang pada bagian organ tubuh yang dilakukan operasi.

Air es yang digunakan suhunya sekitar 5- 10 °C dan diberikan setiap

15 menit sampai nyeri hilang dan pemakaian diberikan segera

setelah dilakukan operasi atau satu jam setelah operasi karena

setelah satu jam post operasi pasien mulai merasakan nyeri

dikarenakan obat analgetik yang diberikan saat di kamar operasi

mulai habis masa paruh obatnya.

Melihat paparan diatas kita bisa melihat bahwa kompres

dingin dapat menurunkan nyeri salah satunya nyeri akibat fraktur

pada tulang. Dengan berkurangnya nyeri maka pasien akan bisa

(26)

mobilisasi maka akan mempercepat penyembuhan luka

(Eldawati,2011). Realita saat ini di praktek klinik keperawatan di

Indonesia perawat sudah meninggalkan tindakan kompres dingin.

Perawat tidak lagi menggunakan kompres dingin dalam mengurangi

rasa nyeri. Di era modern saat ini perawat lebih mengedepankan

tindakan kolaboratif pemberian obat untuk menurunkan intensitas

nyeri pada pasien. Panduan penanganan nyeri yang merupakan

syarat akreditasi rumah sakit,, sudah tidak lagi mencantumkan

kompres dingin sebagai penanganan nyeri pada pasien dengan nyeri

ringan ataupun sedang, tetapi perawat lebih menggunakan tehnik

relaksasi nafas dalam untuk mengatasi nyeri ringan. Pada nyeri

sedang dan berat menggunakan terapi obat dalam menangani nyeri

(Buku Panduan Nyeri RSST, 2015).

Efisiensi waktu menjadi alasan tidak digunakanya kompres

dingin dalam penanganan nyeri. Hal ini dapat dilihat dari proses

persiapan sampai dengan pelaksanaan pemberian kompres yang

membutuhkan waktu yaitu mulai dari menyiapkan potongan es yang

akan dimasukkan dalam kantong karet kemudian harus membungkus

kantong dengan kain, dan menggantungkan kantong es diatas luka

pasien atau meletakkan kompres diatas luka, menunggu

(27)

baru. (Kusyati, 2014) Hal ini dirasa sangat menyita waktu dan

tenaga dalam menyiapkan serta melakukan tindakan keperawatan

kompres dingin. Selain faktor waktu, faktor kenyamanan juga

mempengaruhi proses pemberian kompres dingin karena pasien

menjadi basah oleh es batu yang mencair. Saat ini telah

dikembangkan tehnik kompres dingin dengan menggunakan cold

pack (dry ice).

Cold Pack adalah pengganti biang es (Dry Ice) atau es batu.

Bentuknya berupa gel dalam kontener yang tidak mudah pecah atau

bocor. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi di dunia

kesehatan telah banyak digunakan cold pack sebagai media untuk

melakukan kompres dingin maupun kompres hangat. (Metules,

2007). Cold pack mempunyai beberapa keunggulan dibanding

dengan es batu. Jika es batu digunakan ia akan habis dan berubah

menjadi gas karbon diosida, sehingga hanya dapat digunakan sekali

saja. Cold Pack dapat digunakan berkali-kali dengan hanya

mendinginkan kembali kedalam lemari pembuat es (Freezer). Cold

Pack merupakan produk alternatif pengganti Dry Ice & Es Batu.

Ketahanan beku bisa mencapai 8-12 jam tergantung box yang di

gunakan, pemakaiannya dapat berulang-ulang selama kemasan tidak

(28)

dibandingkan dengan es batu sebagai bahan untuk kompres dingin,

maka penulis berinovasi menggunakan cold pack sebagai alat untuk

melakukan kompres dingin untuk mengurangi nyeri dengan

memasukkan cold pack kedalam kantong berbahan kain sintetis

tahan air dan menempatkan di sisi kanan dan kiri pada luka bekas

operasi fraktur.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas yaitu adanya fakta di

Indonesia sudah mulai meninggalkan kompres dingin basah atau

kering sebagai tindakan mandiri perawat dan mulai beralih pada

penggunaan terapi farmakologi dan relaksasi nafas dalam untuk

menurunkan derajad nyeri pada pasien pasca pembedahan fraktur

ekstremitas, sedangkan kompres dingin dengan cold pack menurut

penelitian yang dilakukan diluar negeri menyatakan efektif dan

aman dalam menurunkan rasa nyeri dengan syarat suhu dan waktu

pengompresan yang tepat. Kenyataan saat ini penulis melihat belum

banyak adanya penelitian penggunaan cold pack dalam mengurangi

nyeri dalam dunia keperawatan di Indonesia, maka penulis berminat

akan mengadakan penelitian tentang pengaruh kompres dingin

(29)

pembedahan fraktur pada ekstremitas atas ataupun bawah

dibandingkan dengan penggunaan tehnik relaksasi nafas dalam.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penurunan

skala nyeri kompres dingin dengan cold pack dibandingkan

dengan penggunaan relaksasi nafas dalam pada pasien pasca

ORIFTujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah :

a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia, jenis

kelamin, pendidikan, lokasi fraktur dan pekerjaan.

b. Mengetahui skala nyeri sebelum dilakukan kompres dingin

cold pack pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

post analgetik I dan post analgetik II pada pasien post ORIF

ekstremitas atas dan bawah.

c. Menganalisis penurunan skala nyeri sesudah dilakukan 4

kali intervensi kompres dingin cold pack dan relaksasi

nafas dalam pada kelompok kontrol post analgetik I dan

post analgetik II pada pasien post ORIF ekstremitas atas

(30)

d. Menganalisis perbedaan skala nyeri sebelum dilakukan

kompres dingin cold pack dibandingkan relaksasi nafas

dalam pada pengukuran ke-1 post analgetik I dan setelah

dilakukan kompres dingin cold pack dibandingkan relaksasi

nafas dalam pada pengukuran ke-4 post analgetik II pada

pasien post ORIF ekstremitas atas dan bawah.

D. Manfaat Penelitian : 1. Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan

pemegang kebijakan serta perawat pelaksana dalam

menentukan tindakan mandiri keperawatan untuk mengatasi

nyeri non farmakologi pada pasien paska ORIF guna

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

2. Perkembangan Ilmu Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi

perkembangan ilmu keperawatan dalam upaya menciptakan

inovasi di bidang keperawatan, sebagai salah satu bentuk

pengembangan profesionalisme keperawatan.

3. Penelitian selanjutnya

Penelitian ini sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya,

(31)

luas umumnya pada perawat dan khususnya pada perawat di

ruang orthopedi, dalam meningkatkan kemandirian dalam

melakukan intervensi keperawatan dalam mengatasi nyeri pada

pasien post operasi fraktur ekstremitas.

E. Penelitian Terkait.

1. A randomized controlled trial comparing compression

bandaging and cold therapy in postoperative total knee

replacement surgery; Smith John et al .2002

Pada penelitian ini populasi 84 orang rata-rata usia 72

tahun, yang dilakukan kompres dingin berat badan rata-rata 72

kg, pada 21 laki-laki dan 23 wanita dan yang dilakukan

pembebatan berat badan rata-rata 78 kg pada pada wanita 19

orang dan laki laki 21 orang. Group pembebatan dibebat

selama 24 jam, dan yang dilakukan kompres dengan es dengan

kantong diberi alas kain selama 15 menit 3 kali sehari selama

24 jam. Sedangkan goup kompres es yaitu pembebatan dilepas

setelah 6 jam post operasi kemudian dikompres denga cyro

therapi setiap 15 menit dengan suhu 2-5 derajat dan dilakukan

selama 24 jam. Hasilnya adalah sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Web.et.al (1998) dan Marmer (1993) yang

(32)

pembebatan atau tekanan. Persamaan dengan penelitain yang

akan dilakukan adalah tema penelitian meneliti penggunaan

kompres dingin. Perbedaannya penelitian yang akan dilakukan

tidak membandingkan penggunaan kompres dingin cold pack

dengan perlakuan lain pada pasien post operasi fraktur

ekstremitas.

2. Perineal Analgesia With an Ice Pack After Spontaneous

Vaginal Birth: A Randomized Controlled Trial, Lucila Coca

Leventhal L.C. et al. (2011).

Studi ini mengevaluasi nyeri pasca melahirkan dari

dengan memberikan kompres dingin pada perineum. Dingin

meredakan kejang otot dengan mengurangi aktivitas spindle

otot dan kecepatan konduksi saraf perifer, meningkatkan ambang nyeri didapatkan penurunan dari 30% dari skor nyeri

ketika rasa sakit diukur pada skala 1 sampai 10 secara klinis

hasil signifikan. Dalam penelitian ini, penggunaan cryotherapy

mengurangi intensitas nyeri lebih besar dari 50% di sebagian

besar wanita di masa nifas (57,9%), dan lebih dari sepertiga

dari perempuan (34,2%) menyatakan penurunan tingkat nyeri

antara 30% dan 50%. Persamaan dengan penelitian ini adalah

(33)

Perbedaannya adalah pada penelitian ini meneliti tentang

penggunaan Cryotherapi untuk menurunkan nyeri pasca

persalinan, sedangkan penelitian yang akan dilakukan

menggunakan cold pack dalam menurunkan nyeri pada pasien

post operasi fraktur ekstremitas.

3. The Use of Cryotherapy After a Total Knee Replacement: A

Literature Review. Markert, Summer E. (2011)

Ada data yang terbatas dan penelitian tentang efek

cryotherapy pada operasi Total Knee Replacement. Sebelas

studi, termasuk satu meta-analisis, telah ditinjau pada efek

terapi pengaliran air dingin terus menerus telah di lakukan

pada kasus kehilangan darah, nyeri, pembengkakan, dan

rentang gerak lutut operasi versus kantong es atau penggunaan

narkotika tradisional. Enam dari studi menunjukkan skor nyeri

secara signifikan lebih rendah pada kelompok kompres dingin

daripada di kelompok kontrol, termasuk analgesia epidural,

Robert Jones perban, dan obat narkotika. Banyak studi

mencatat tidak ada perbedaan dalam rentang gerak pada

operasi Total Knee Replacement.(TKR). Meskipun

(34)

yang spesifik, bagaimanapun memberikan manfaat bagi pasien

yang menjalani penggantian lutut total.

Perbedaan penelitian ini adalah sebuah literature

review sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah

penelitaian dengan design quasi eksperimen. Persamaannya

adalah sama dalam meneliti efektifitas kompres dingin.

4. Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas

Nyeri Pada Pasien Fraktur Di RSUD Ungaran Elia

Purnamasari ,2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas

kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada

pasien fraktur di RSUD Ungaran. Desain penelitian yang

digunakan adalah quasy eksperiment dengan one group pre

post test. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 21

responden tanpa kelompok kontrol. Berdasarkan hasil

penelitian setelah pemberian kompres dingin didapatkan 19

responden (90,5%) mengalami nyeri ringan dan 2 responden

(9,5%) mengatakan tidak nyeri. Hasil uji Wilcoxon diperoleh

(35)

Hal ini menunjukkan adanya efektifitas kompres dingin

terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien fraktur di

RSUD Ungaran. Rekomendasi dari hasil penelitian adalah

kompres dingin dapat dijadikan sebagai tindakan mandiri

keperawatan non farmakologi untuk menurunkan intensitas

nyeri. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah sama-sama meneliti efektifitas kompres

dingin pada pasien post operasi fraktur menggunakan quasi

eksperimen. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan

adalah dengan kompres dingin cold pack sedangkan pada

penelitian ini tidak dijelaskan secara detail model kompres

dingin yang dilakukan

5. Short Term Sensory and Cutaneous Vascular Responses to

Cold Water Immersion in Patients with Distal Radius Fracture

(DRF),Shaik, Macdermid, Birmingham and Grewal,2015.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dampak

jangka pendek dari perendaman air dingin pada fungsi sensorik dan pembuluh darah pada pasien dengan Distal Radius

Fraktur (DRF) dan membandingkan reaksi di tangan yang

fraktur dengan tangan yang tidak fraktur. Metode penelitian

(36)

responden berjumlah 20 orang diberi perlakuan rendam air es

selama 10 menit dibandingkan antara tangan fraktur dan yang

tidak fraktur, kemudian diamati dengan alat Tissue Viabilitas

Imager (TIVI) dan The Neurometer untuk mengevaluasi

sensorik konduksi saraf pada 0 menit, 1 menit dan 10 menit.

Hasil gambar penelitian menunjukkan tidak ada gangguan

peredaran darah selama perendaman sehingga tidak mengaggu

penyembuhan luka.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian

diatas menilai perendaman air es selama 10 menit tidak

memperngaruhi penyebuhan luka sedangkan penelitian ini

ingin mengetahui efektifitas kompres dingin dengan cold pack

berpengaruh terhadap penurunan tingkat nyeri pasien.

Persamaannya adalah responden adalah pasien fraktur

ekstremitas dan menggunakan media kompres dingin.

6. Effects Of The Combined PNF And Deep Breathing Exercises

On The ROM And The VAS Score Of Frozen Shoulder Patient

: Single Case Study Byung-Ki Lee,2015.

Penelitian ini meneliti pengaruh kombinasi latihan

Propioceptive Neuron Facilitation (PNF) dan relaksasi nafas

(37)

gerak sendi bahu pada pasien yang mengalami frozen

shoulder. Subyek penelitian ini adalah wanita usia 46 tahun

ibu rumah tangga yang mengeluh kesulitan dalam melakukan

pekerjaan rumah sehari-hari khususnya membersihkan,

mencuci dan meraih benda di tempat yang tinggi dan

didiagnosis Adhesive Capsulitis di rumah sakit J City di

Korea. Penelitian ini dilakukan 4 tahap dan latihan dilakukan

selama 3 minggu dalam 11 sesi. Hasil penelitian ROM pasien

bisa meningkat dari hanya bisa menggerakkan 100 derajat

menjadi gerakan mencapai 160 derajat dan untuk skala nyeri

pasien sebelum dilakukan intervensi skala nyeri diukur dengan

skala nyeri VAS 6 menjadi 2.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah topik penelitan ini adalah efektifitas kompres

dingin dalam menurunkan nyeri pada pasien post ORIF

sedangkan penelitian ini melakukan penelitian tentang latihan

pada nyeri frozen shoulder selain itu pada penelitian ini

mengkombinasi PNF dengan relaksasi nafas dalam sedangkan

penelitian yang dilakukan saat ini membandingkan kompres

dingin cold pack dengan relaksasi nafas dalam. Persamaan

(38)

mengukur derajad nyeri dengan skala nyeri VAS. Selain itu

penelitian ini sama dalam memilih subyek pasien dengan

(39)

21 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Konsep Fraktur

a. Pengertian Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang

baik karena trauma, tekanan maupun kelainan patologis.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh

trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan

menurut Smeltzer (2005) fraktur adalah terputusnya

kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan

luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang

lebih besar dari yang diabsorpsinya.

b. Penyebab Fraktur

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung,

gaya meremuk, gerakan punter mendadak dan kontraksi

otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi jaringan

sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak,

(40)

tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. (Brunner &

Suddarth,2005).

c. Jenis fraktur ekstremitas

Fraktur ekstremitas terdiri dari fraktur ekstremita

sbawah dan atas adapun jenis jenisnya adalah sebagai

berikuit:

1) Fraktur ekatremitas atas :

a) Fraktur collum humerus

b) Fraktur humerus

c) Fraktur suprakondiler humerus

d) Fraktur radius dan ulna (fraktur an tebrachi)

e) Fraktur colles

f) Fraktur metacarpal

g) Fraktur phalang proksimal, medial, dan distal

2) Jenis fraktur ekstremitas bawah

a) Fraktur collum femur

b) Fraktur femur

c) Fraktur supra kondiler femur

d) Fraktur patella

e) Fraktur plateu tibia

(41)

g) Fraktur ankle

h) Fraktur metatarsal

i) Fraktur phalang proksimal, medial dan distal

d. Mekanisme Nyeri pada fraktur.

Nyeri pada fraktur adalah nyeri yang termasuk

dalam nyeri nosiseptif. apabila telah terjadi kerusakan

jaringan, maka system nosisseptif akan bergeser fungsinya,

dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu

perbaikan jaringan yang rusak.

Gambar 2.1 Mekanisme Nyeri.

Pada kasus nyeri nosiseptif terdapat proses

transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi

(42)

(trauma pada fraktur) atau kimia menjadi aktivitas listrik

pada akhiran serabut sensorik nosiseptif. Proses ini

diperantarai oleh reseptor ion channel natrium yang

spesifik. Konduksi merupakan perjalanan aksi potensial

dari akhiran saraf perifer ke sepanjang akson menuju

akhiran nosiseptor di system saraf pusat. Transmisi

merupakan bentuk transfer sinaptik dari satu neuron ke

neuron lainnya. Kerusakan jaringan yang diakibatkan

trauma seperti robekan otot, putusnya kontinuitas tulang,

akan memacu pelepasan zat-zat kimiawi (mediator

inflamasi) yang menimbulkan reaksi inflamasi yang

diteruskan sebagai sinyal ke otak. Sinyal nyeri dalam

bentuk impuls listrik akan dihantarkan oleh serabut saraf

nosiseptor tidak bermielin (serabut C dan delta) yang

bersinaps dengan neuron di kornu dorsalis medulla

spinalis. Sinyal kemudian diteruskan melalui traktus

spinotalakmikus di otak, dimana nyeri pada fraktur

dipersepsi, dilokalisis dan diinterpretasikan. Pinzon,

(43)

e. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Fraktur dan Kegawat daruratannya

Menurut Brunner & Suddarth (2005), pengkajian primer

dan resusitasi sangat penting untuk mengontrol perdarahan

yang diakibatkan oleh trauma muskuloskeletal. Perdarahan

dari patah tulang panjang dapat menjadi penyebab

terjadinya syok hipovolemik.

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi,

imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal

dengan rehabilitasi. Reduksi pada fraktur yaitu dilakukan

bedah Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

2. Konsep ORIF a. Definisi ORIF

adalah sebuah prosedur bedah medis, yang

tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur

tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa patah

tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup dan

piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan

(44)

b. Tindakan Pembedahan ORIF

Tindakan pembedahan pada ORIF dibagi menjadi 2

jenis metode yaitu meiputi :

1) Reduksi Terbuka

Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami

cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomi

menuju tempat yang mengalami fraktur. Fraktur

diperiksa dan diteliti. Fragmen yang telah mati

dilakukan irigasi dari luka. Fraktur direposisi agar

mendapatkan posisi yang normal kembali. Sesudah

reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan

alat ortopedik berupa: pin, skrup, plate, dan paku (Wim

de Jong,m, 2000).

a) Keuntungan

Reduksi Akurat, stabilitas reduksi tertinggi,

pemeriksaan struktur neurovaskuler, berkurangnya

kebutuhan alat imobilisasi eksternal, penyatuan

sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah

menjadi lebih cepat, rawat inap lebih singkat,

dapat lebih cepat kembali ke pola ke kehidupan

(45)

b) Kerugian

Kemungkinan terjadi infeksi dan osteomielitis

tinggi (Barbara, 1996).

2) Fiksasi Internal

Metode alternatif manajemen fraktur dengan

fiksasi eksternal, biasanya pada ekstrimitas dan tidak

untuk fraktur lama Post eksternal fiksasi, dianjurkan

penggunaan gips. Setelah reduksi, dilakukan insisi

perkutan untuk implantasi pen ke tulang. Lubang kecil

dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan

pennya. Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara

lain: Observasi letak pen dan area, observasi

kemerahan, basah dan rembes, observasi status

neurovaskuler. Fiksasi internal dilaksanakan dalam

teknik aseptis yang sangat ketat dan pasien untuk

beberapa saat mandapat antibiotik untuk pencegahan

setelah pembedahan (Barbara, 1996).

3. Konsep Nyeri

a. Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman multidimensi yang

(46)

2014). Kelompok studi nyeri Perdossi (2000) telah

meneterjemahkan definisi nyeri yang dibuat IASP

(International Association the study of pain) yang berbunyi “ nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang

tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik actual

maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

kerusakan tersebut.

b. Type Nyeri

Type nyeri yang digunakan secara luas adalah

nosiseptif, inflamasi, neuropatik, dan fungsional. Saat ini

mulai jelas mekanisme neurobiologi yang mendasari

berbagai type nyeri tersebut. Type nyeri yang berbeda

memiliki faktor etiologi yang berbeda pula. Saat ini

pendekatan terapi nyeri telah bergeser dari pendekatan

terapi yang bersifat empiric menjadi pendekatan terapi yang

didasarkan pada mekanisme. (Pinzon, 2014)

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan adanya

bahaya kerusakan jaringan. Nyeri akan membantu individu

untuk tetap hidup dan melakukan kegiatan fungsional. Pada

kasus – kasus gangguan sensasi nyeri maka dapat terjadi

(47)

dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu : nyeri adaptif dan

nyeri maladaptive. Nyeri adaptif berperan serta proses

bertahan hidup dengan melindungi organism dari cedera

berkepanjangan dan membantu proses pemulihan.

Sebaliknya nyeri maladaptive merupakan bentuk patologis

dari system saraf. (Pinzon, 2014)

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor

yang mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri.

Seorang perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor

tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri.

Hal ini sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat

dan memilih terapi nyeri yang baik.

1) Usia

Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah

variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama

pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan

yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat

mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa

(48)

memahami nyeri dan beranggapan kalau apa yang

dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri.

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri,

sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada

anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika

sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi

(Tamsuri, 2007).

2) Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan

wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan

mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih

diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang

berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak

laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana

seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang

sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989)

dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari

kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih

banyak dibandingkan dengan pria.

(49)

Keyakinan dan nilai-nilai budaya

mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu

mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang

diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi

bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo &

Flaskerud, 1991).

4) Ansietas

Meskipun pada umumnya diyakini bahwa

ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak

seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak

memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara

ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa

pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan

nyeri saat pasca operatif. Namun, ansietas yang relevan

atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan

persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak

berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien

dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri.

Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan

nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri

(50)

5) Pengalaman masa lalu dengan nyeri

Seringkali individu yang lebih berpengalaman

dengan nyeri yang dialaminya, makin takut individu

tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan

diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit

mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera

reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah.

Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut

mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan

pengobatan yang tidak adekuat. (Smeltzer & Bare,

2002).

6) Keluarga dan Support Sosial

Faktor lain yang juga mempengaruhi respon

terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat.

Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering

bergantung pada keluarga untuk mensupport,

membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga

atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri

semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan

hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam

(51)

7) Pola koping

Ketika seseorang mengalami nyeri dan

menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal yang

sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien

kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol

lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan

jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun

psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping

individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini

seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan

bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk

mensupport klien dan menurunkan nyeri klien. (Potter

& Perry, 1993).

d. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi

waktu, etiologi, dan intensitas. Klasifikasi nyeri seringkali

diperlukan untuk menentukan pemberian terapi yang tepat

1) Berdasarkan Durasi ( Waktu terjadinya )

a) Nyeri Akut

Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang

(52)

dengan 6 (enam) bulan . Nyeri akut biasanya

datang tiba-tiba umumnya berkaitan dengan cidera

spesifik jika ada kerusakan maka berlangsung

tidak lama dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri

akut biasanya menurun sejalan dengan proses

penyembuhan. Beberapa pustaka lain

menyebutkan nyeri akut adalah bila kurang 12

minggu. Nyeri antara 6-12 minggu adalah nyeri

sub akut. Nyeri diatas diatas 12 minggu adalah

nyeri kronis. ( Pinzon,2014)

b) Nyeri Kronis

Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai

nyeri yang berlangsung selama 6 (enam) bulan

atau lebih. Nyeri kronis bersifat konstan atau

interminten yang menetap sepanjang satu periode

waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan

yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati

karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon

terhadap pengobatan yang diarahkan pada

(53)

2) Berdasarkan Etiologi ( Penyebab Timbulnya Nyeri)

a) Nyeri Nosiseptik

Merupakan nyeri yang terjadi karena

adanya rangsangan atau stimulus mekanis ke

nosiseptor. Nosiseptor adalah syaraf eferen primer

yang berfungsi untuk menerima dan menyalurkan

rangsang nyeri. Ujung-ujung saraf bebas

nosiseptor berfungsi sebagai saraf yang peka

terhadap rangsangan mekanis, kimia, suhu, listrik

yang menimbulkan nyeri. Nosiseptor terletak di

jaringan sub cutis , otot rangka dan sendi.

b) Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang

terjadi karena adanya lesi atau disfungsi primer

pada system syaraf. Nyeri neuropatik biasanya

berlangsung lama dan sulit untuk diterapi. Salah

satu bentuk yang umum dijumpai di praktek klinik

adalah nyeri pasca herpes dan nyeri neuropatik

(54)

c) Nyeri Inflamtorik

Nyeri inflamatorik merupakan nyeri yang

timbul akibat adanya proses inflamasi. Nyeri

inflamatorik kadang dimasukkan dalam klasifikasi

nyeri nosiseptif. Salah satu bentuk yang umum

dijumpai di praktek klinik adalah osteoarthritis.

d) Nyeri Campuran

Nyeri campuran merupakan nyeri yang

etiologinya tidak jelas antara nosiseptif maupun

neuropatik atau nyeri memang timbul akibat

rangsangan pada nosiseptor maupun neuropatik.

Salah satu bentuk yang sering dijumpai adalah

nyeri punggung bawah ischialgia akibat HNP

(Hernia Nukleus Pulposus)

3) Berdasarkan intensitasnya ( Berat Ringannya)

a) Tidak Nyeri

Kondisi dimana seseorang tidak

mengeluhkan adanya rasa nyeri atau disebut juga

(55)

b) Nyeri Ringan

Seseorang merasakan nyeri dalam

intensitas rendah. Pada nyeri ringan seseorang

masih bisa melakukan komunikasi dengan baik ,

masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa dan

tidak terganggu kegiatannya.

c) Nyeri Sedang

Rasa nyeri seseorang dalam intensitas yang

lebih berat. Biasanya mulai menimbulkan respon

nyeri sedang akan dimulai mengganggu aktivitas

seseorang.

d) Nyeri Berat

Nyeri berat atau hebat merupakan nyeri

yang dirasakan berat oleh pasien dan membuat

pasien tidak mampu melakukan aktivitas seperti

biasanya, bahkan akan terganggu secara psikologis

dimana orang akan mudah marah dan tidak mampu

untuk mengendalikan diri.

e. Fisiologi Nyeri

Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh

(56)

bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat mana nyeri

tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara

sisten algesia tubuh dan teransmisi system saraf secara

interprestasi stimulus (potter & perry, 2009).

Nosisepsi, teori gate control dan pengalaman nyeri

masuk dalam fisiologi nyeri. Prasetyo (2010) Adapun

fisiologi nyeri adalah sebagai berikut:

1) Nosisepsi

Nosisepsi merupakan proses fisiologi terkait

dengan nyeri, yang terdiri dari 4 fase, yaitu:

a) Transduksi

Terjadi pada tempat dimulainya nyeri. Respon

nyeri (nosiseptor) di perifer di rangsang oleh

kejadian mekanik, termal atau kimiawi.

Rangsangan ini menimbulkan pelepasan substansi

penghasil nyeri.

b) Transmisi

Transmisi dari implus berlanjut saat masuk

kedalam kornu dorsalis dari medulla spinalis

melalui serat-serat delta A yang besar dan

(57)

meilin. Dari sini impuls dibawah melalui jalur

antorelateral ketalamus dan kemudian ke korteks.

Dikorteks inilah impuls diterima sebagai nyeri.

Baik transduksi atau transmisi terjadi pada jalur

aferen.

c) Modulasi

Terjadi pada otak ditingkat substansia griseria

periaquaduktus dan medulla oblongata, selain

dalam korrnu dorsalis dari medulla spinalis, saat

opioid endogen (emfekalin) dilepaskan dalam jalur

posteolateral, yaitu sebuah jalur aferen.

d) Presepsi

Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya

nyeri.

2) Teori gate control

Teori gate control yang dikemukakan oleh

Malzack dan Well (1965). Dalam teorinya, Malzeck

dan Well menjelaskan bahwa substansi glatinosa pada

medulla spinalis bekerja layaknya pintu gerbang yang

memungkinkan atau menghalangi masukan impuls

(58)

nyeri ditransmisikan melalui serabut saraf berdiameter

kecil melewati gerbang. Akan tetapi serabut saraf yang

berdiameter besar yang juga melewati gerbang

tersebut dapat menghambat transmisi impuls nyeri

dengan cara menutup gerbang itu. Impuls yang

berkonduksi pada serabut berdiameter besar bukan

sekedar menutup gerbang, tetapi juga merambat

langsung ke korteks agar dapat diidentifikasi dengan

cepat.

Dalam uji coba yang dilakukan Melzeck dan

Well pada delapan orang.

Melzeck dan Well memakai listrik guna

merangsang saraf spinalis perifer sehinga menimbulkan

rasa nyeri yang seperti terbakar. Kemudian dengan

kekuatan listrik yang relative kecil, ia merangsang

serabut yang lebih tebal sehingga nyeri tersebut

menghilang. Dengan kata lain, uji coba ini

membuktikan kebenaran teori gate control. Jika ada

suatu zat yang dapat mempengaruhi substansi

(59)

dipergunakan dalam pengobatan nyeri (potter perry,

2009)

f. Pengukuran Skala Nyeri

Skala analogi visual sangat berguna dalam mengkaji

intensitas nyeri . skal tersebut adalah berbentuk garis

horizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya mengidentifikasi

nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk titik paa

garis yang menunjukkna letak nyeri terjadi disepanjang

rentang tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan tidak ada

atau tidak nyeri sedangkan pada ujung kanan menandakan

berat atau nyeri yang paling buruk.. metode penilaianyan

menggunakan sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis

dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari tidak ada nyeri

diukur dan ditulis dalam sentimeter ( Bruner & Suddart,

2002)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri

Nyeri Ringan

Nyeri sedang

Nyeri Berat

Sangat Nyeri

(60)

Skala wajah Wong-Baker FACES adalah alternative

lain dalam pengukuran skala nyeri. Skala ini ditujukan

kepada klien yang tidak mampu menyatakan intensitas

nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang

tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang

mengalami gangguan kognisi dan komunikasi (Mubarak,

2008)

g. Penatalaksanaan Nyeri farmakologi

Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi

melibatkan penggunaan opiat (narkotik), nonopiat / obat

AINS (anti inflamasi nonsteroid), obat-obat adjuvans atau

koanalgesik.

1) Analgesik opiat mencakup derivat opium, seperti

morfin dan kodein. Narkotik meredakan nyeri dan

memberikan perasaan euforia. Semua opiat

menimbulkan sedikit rasa kantuk pada awalnya ketika

pertama kali diberikan, tetapi dengan pemberian yang

teratur, efek samping ini cenderung menurun. Opiat

juga menimbulkan mual, muntah, konstipasi, dan

(61)

hati-hati pada klien yang mengalami gangguan pernapasan

(Berman, et al. 2009).

2) Nonopiat (analgesik non-narkotik) termasuk obat :

a) AINS seperti aspirin dan ibuprofen. Nonopiat

mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung

saraf perifer pada daerah luka dan menurunkan

tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di

daerah luka. (Berman, et al. 2009).

b) Obat injeksi Ketorolak pada pemberian IM ( Intra

Muskuler) onset obat dalam 10 menit merupakan

titik awal kerja obat dan mencapai puncak

analgesia pada 2-3 jam dan obat akan mulai

menurun kerja obatnya setelah 5-6 jam

(Rahmatsyah ,2008 )

Gambar 2.3 : Farmakokinetik Ketorolak 0

50 100 150 200

kerja obat

(62)

3) Analgesik adjuvans adalah obat yang dikembangkan

untuk tujuan selain penghilang nyeri tetapi obat ini

dapat mengurangi nyeri kronis tipe tertentu selain

melakukan kerja primernya. Sedatif ringan atau obat

penenang, sebagai contoh, dapat membantu

mengurangi spasme otot yang menyakitkan,

kecemasan, stres, dan ketegangan sehingga klien dapat

tidur nyenyak. Antidepresan digunakan untuk

mengatasi depresi dan gangguan alam perasaan yang

mendasarinya, tetapi dapat juga menguatkan strategi

nyeri lainnya (Berman, et al. 2009).

h. Penatalaksanaan terapi Nyeri Non Farmakologis

1) Teknik Distraksi

Teknik distraksi adalah cara atau pola untuk

mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga

dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri.

Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan

teori aktivasi retikuler, yaitu menghambat stimulus

nyeri ketika seseorang menerima masukan sensori yang

Gambar

Gambar 2.1  Mekanisme Nyeri.
Gambar 2.2: Visual Analog Scale ( Bruner & Suddart ,2002)
Gambar 2.3 : Farmakokinetik Ketorolak
Gambar 2.4 :  Kompres Dingin Cold pack
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Untuk mengetahui manfaat Infra Red dapat mengurangi nyeri tekan dan nyeri gerak, serta manfaat terapi latihan dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada kondisi post

Tujuan: untuk mengetahui pelaksanaan Fisioterapi dalam mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi, menurunkan bengkak, dan mengembalikan fungsional siku pada kasus

Apakah terapi latihan dapat mengembalikan lingkup gerak sendi pada kasus fraktur 1/3 distal humeri dextra post ORIF2. Apakah terapi latihan dapat mengurangi bengkak pada kasus

Tujuan : untuk mengetahui pengaruh Infra Red dan Terapi Latihan pada kasus fracture Clavicula 1/3 tengah dextra dengan mengurangi nyeri dan penurunan kemampuan fungsional.. Metode :

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh terapi murottal Juz ‘Amma yang signifikan terhadap penurunan nyeri pada pasien post ORIF di RS PKU Muhammadiyah

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh terapi murottal Juz ‘Amma yang signifikan terhadap penurunan nyeri pada pasien post ORIF di RS PKU Muhammadiyah

Implementasi keperawatan Pada hari Senin, 16 Maret 2020 pukul 14.00 WIB yaitu mengkaji responden dan menemukan bahwa responden mengalami nyeri skala 5 nyeri cenut-cenut dan