• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED LEARNING MODEL IN DEVELOPING OF SOCIAL AND ENVIRONMENT AWARENESS THROUGH IPS LEARNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED LEARNING MODEL IN DEVELOPING OF SOCIAL AND ENVIRONMENT AWARENESS THROUGH IPS LEARNING"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama

(SMP) mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sesuai dengan Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yaitu mata

pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) mengenal

konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;

(2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3)

memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusian; dan

(4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam

masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Agar tercapai tujuan pembelajaran IPS di atas salah satu indikatornya adalah

aktivitas siswa dalam belajar pelajaran IPS harus tinggi, berdasarkan kenyataan

hasil pengamatan peneliti selama ini pada waktu siswa belajar IPS, dari jumlah

siswa 34 orang, 3 orang masih datang terlambat, 5 orang ngobrol, 4 orang

mengerjakan pekerjaan mata pelajaran yang lain, 6 tidak mengerjakan tugas, 9

(2)

hidupnya, masih membuang sampah tidak pada tempat yang disediakan, sampah

dibuang dalam laci meja, pot bunga hidup, selokan dan halaman sekolah, malas

membaca dan menulis, malu bertanya, belum dapat menghargai pendapat orang

lain, misalnya jika ada teman yang sedang berbicara selalu ditertawakan walaupun

tidak ada unsur lucu, rendahnya menanggapi jawaban teman pada saat salah satu

kelompok presentasi dsb., dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktivitas

belajar, kepedulian sosial siswa dan kepedulian terhadap lingkungan hidup masih

tergolong rendah. Harapan yang diinginkan adalah aktivitas dan kepedulian

lingkungan siswa dalam pembelajaran IPS tinggi, sehingga diharapkan pada

akhirnya akan terjadi pula peningkatan hasil belajar siswa.

Kondisi ini antara lain disebabkan: (1) keterbatasan guru dalam menggunakan

strategi pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi yaitu menggunakan

metode konvensional seperti ceramah, materi yang disampaikan monoton terpaku

pada buku paket, tugas yang diberikan ke siswa belum tertantang untuk

mengerjakan, evaluasi masih terfokus pada aspek kognitif, media pembelajaran

masih sederhana, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah guru IPS 9 orang dengan

latar belakang pendidikan yang berbeda jurusan seperti jurusan pendidikan

ekonomi 2 orang, jurusan sejarah 3 orang, jurusan geografi 4 orang, dari jumlah

guru tersebut yang dapat menggunakan alat bantu teknologi dalam pembelajaran

misalnya Laptop dan LCD hanya 3 orang (33%), sedangkan yang lainnya dengan

cara konvensional (67%), hal ini menyebabkan siswa belajar tidak termotivasi dan

tidak menantang; (2) kemampuan berpikir dan kepedulian sosial serta kepedulian

terhadap lingkungan hidup yang ada di kelas tersebut masih rendah, dikarenakan

(3)

kognitif saja, sedangkan kemampuan afektif dan psikomotor tidak menjadi

perhatian guru dalam proses pembelajaran; (3) sarana dan prasarana pembelajaran

masih kurang memadai, misalnya jumlah buku pegangan siswa kelas 8 hanya

tersedia 200 buku dari jumlah rombongan belajar sebanyak 9 rombel, dengan

jumlah siswa 288 orang, rata-rata jumlah siswa dalam 1 kelas berjumlah 32 orang,

sehingga dalam melakukan diskusi siswa kesulitan mendapatkan informasi secara

cepat, karena dalam satu kelas hanya menggunakan 20 buku, jadi dalam 1 (satu)

kelompok diskusi yang terdiri dari 4-5 siswa hanya memiliki buku pegangan 2

buku, yang seharusnya masing-masing siswa dapat membaca satu buku sumber.

Kondisi tersebut bila dibiarkan dapat berakibat aktivitas kepedulian sosial dan

lingkungan hidup serta hasil belajar siswa pada akhirnya tidak maksimal,

sehingga tidak tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75, dan

siswa tidak peduli terhadap lingkungan hidupnya semakin meningkat yang akan

berakibat tidak kondusifnya kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, untuk

dapat mengatasi hal-hal tersebut diperkirakan salah satu cara yang dianggap tepat

adalah dengan melakukan tindakan yaitu dengan penerapan model Problem Based Learning, selanjutnya dapat disingkat dengan sebutan PBL, untuk mengembangkan kepedulian sosial dan lingkungan hidup melalui pembelajaran

IPS di SMP Negeri 14 Bandar Lampung.

Ilmu sosial merupakan studi tentang perilaku manusia dalam segala aspeknya.

Aspek-aspek tersebut mencakup aspek ekonomi, politik, kejiwaan, hubungan

antarmanusia dalam kelompok, budaya, tempat, dan lingkungannya, kehidupan

(4)

yang mempelajari lingkungan sekitar, maka kajian-kajian dari pengetahuan sosial

haruslah realistis. IPS bertujuan agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan sosial, yang berguna bagi kemajuan dirinya baik sebagai

individu maupun sebagai anggota masyarakat.

IPS merupakan program pendidikan yang berupaya mengembangkan pemahaman

siswa tentang bagaimana manusia individu dan kelompok hidup bersama dan

berinteraksi dengan lingkungannya. Sebagai penduduk yang hidup di bumi

dengan berbagai bentuk isinya, perilaku manusia akan selalu berusaha beradaptasi

dengan lingkungannya yang sebaik-baiknya. IPS mendorong secara aktif agar

mampu menelaah dan memahami interaksi antara manusia dengan lingkungannya.

Pemahaman tersebut akan mempengaruhi kemampuannya untuk meningkatkan

kualitas kehidupan di lingkungannya untuk masa sekarang dan masa yang akan

datang (Saidihardjo, 2004: 4).

Salah satu komponen yang paling penting dalam pendidikan adalah guru. Guru

semata-mata tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, akan tetapi di

lain pihak, siswa juga harus dapat membangun pengetahuan sendiri. Guru

membantu proses pembelajaran dengan cara memfasilitasi dan membuat

informasi menjadi lebih bermakna bagi siswa. Guru dalam proses pembelajaran

sebagai instruktur namun juga sebagai fasilitator, pemberi arah, konsultor dan

sekaligus sebagai teman bagi siswa.

Tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran IPS dewasa ini mengharuskan guru

untuk aktif mensiasati dengan cara mencari model pembelajaran yang sesuai

(5)

aktif, kreatif, mandiri, serta bertanggung jawab agar mencapai kompetensi yang

diharapkan. Namun, bukan berarti guru yang mendominasi dalam kegiatan belajar

mengajar yang mengakibatkan siswa menjadi pasif. Pola pembelajaran yang

berpusat pada guru (teacher centered) harus dirubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).

Perubahan serta penyempurnaan kurikulum bertujuan untuk meningkatkan mutu

dan relevansi pendidikan yang harus dilakukan secara menyeluruh termasuk

pengembangan peningkatan kecakapan hidup (life skill) yang dapat direalisasikan langsung dalam kehidupannya. Konsep atau bahan kajian pada pembelajaran IPS

adalah untuk memberikan bekal kecakapan tersebut. Dengan demikian, siswa

diharapkan mampu menjelaskan, menganalisa, dan mencarikan suatu penyelesaian

atau solusi nyata dari suatu permasalahan nyata yang diberikan baik permasalahan

yang dialami langsung maupun permasalahan nyata yang terjadi di lingkungan

sekitar.

Proses belajar mengajar yang berorientasi pada pencapaian keberhasilan tujuan

pembelajaran, aktivitas siswa sangat diperlukan karena siswa sebagai subyek

didik yang merencanakan dan melaksanakan belajar dengan bimbingan guru.

Berdasarkan pernyataan tersebut semestinya guru harus dapat menciptakan

pembelajaran yang menarik, tidak membosankan, mudah dipahami siswa,

sehingga hasil pembelajaran tidak mudah dilupakan dan keberhasilan belajar baik

dalam proses maupun hasil belajar akan tercapai.

Belajar adalah suatu proses di mana suatu organisasi merubah perilakunya sebagai

(6)

memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar siswa sehingga

menambah pengalaman langsung bagi siswa untuk meningkatkan kepedulian

sosial dan kepedulian terhadap lingkungan hidupnya. Belajar bukan hanya

mengingat, tetapi yang lebih utama adalah dapat menerapkan teori keilmuan

untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu dari dalam dirinya. Tugas

pendidik tidak hanya menuangkan atau menjejalkan sejumlah informasi ke dalam

benak siswa, tetapi mengupayakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan

berguna tertanam kuat dalam benak siswa.

Lembaga pendidikan di sisi lain juga berperan dalam membina sikap, mental, dan

perilaku penduduk yang bertanggung jawab atas lingkungannya. Kesadaran siswa

terhadap lingkungan diharapkan mampu menjadi warga negara yang hidup di

dalam masyarakat, mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial

dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pengembangan kepedulian

lingkungan masyarakat dan menyadari hak dan kewajiban terhadap lingkungan.

Sekolah dan keluarga mempunyai peran penting dalam membentuk perilaku

positif anak terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan membentuk konsep dan

kesadaran mengenai cara bagaimana tingkah laku mempengaruhi kepedulian

lingkungan, pengetahuan, dan keterampilan yang ditanamkan sejak anak-anak

usia dini, sebab nilai yang diperoleh manusia pada waktu kecil tidak mudah

luntur. Setelah perilaku positif terbentuk maka kepedulian terhadap lingkungan

dilaksanakan melalui perbuatan yang sesuai, yang mendukung, tidak bertentangan

dengan tujuan pengelolaan lingkungan dengan mengelola lingkungan hidup

(7)

Lingkungan hidup yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan

makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan makhluk hidup

lainnya. Di dalam lingkungan hidup, secara garis besar terdapat tiga macam

lingkungan: (1) lingkungan fisik, (2) lingkungan hayati, (3) lingkungan sosial

(Arianto, 1988: 23). Lingkungan fisik terdiri dari berbagai macam benda, zat dan

keadaan, tanah, air, dan udara dengan seluruh kekayaan alam fisik yang ada di

atas dan di dalamnya. Lingkungan hayati meliputi segala makhluk hidup dari yang

paling kecil (mikro organisme) sampai yang besar, baik yang berupa hewan maupun tumbuh-tumbuhan, sedangkan lingkungan sosial adalah kehidupan

manusia dan interaksinya dengan sesamanya.

Menurut pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manuasia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009, Pasal 1).

Belajar IPS selama ini penuh dengan hafalan dan seolah-olah mempelajari sesuatu

yang abstrak. Salah satu penyebab adalah pembelajaran di sekolah hanya

mempelajari konsep-konsep yang ada dalam buku pelajaran/ tekstual, sehingga

siswa tidak tahu permasalahan apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan

hidupnya (kontekstual). Hal ini sejalan dengan pernyataan Soemantri (2001: 39)

bahwa pembelajaran IPS sebagai mata pelajaran yang membosankan, lunak dan

gampang, yang bisa dipelajari beberapa hari sebelum ujian. Disinilah diharapkan

peranan para guru untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap siswa dengan

(8)

dan menarik bagi siswa dan pada akhirnya akan melahirkan suasana yang

kondusif bagi pembentukan sikap positif terhadap kepedulian lingkungan.

SMPN 14 Bandar Lampung, penerapan model pembelajaran pada siswa yang

memerlukan variasi dan inovasi dari guru. Model pembelajaran yang dilaksanakan

dengan model ceramah kurang mampu merangsang siswa untuk belajar lebih giat

dan kreatif, proses pembelajaran masih menekankan pada aspek pengetahuan saja

dan belum menyentuh aspek sikap dan keterampilan. Dalam diskusi

pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru hanya dijawab oleh siswa tertentu saja.

Sehingga siswa masih kurang dalam menggali dan mempertimbangkan gagasan,

siswa cenderung bersifat pasif dan kurang terlatih untuk mengungkapkan

pertanyaan maupun mengemukakan pendapat, dan aktivitas siswa masih kurang.

Proses belajar Problem Based Learning (PBL) dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Melalui proses pembelajaran ini

siswa dapat dilatih agar dapat menggunakan gejala kehidupan nyata terutama

lingkungan untuk bahan kajian dalam proses belajar mengajar, artinya

pembelajaran yang kontekstual dan bukan tekstual. Hal tersebut digunakan

sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi

informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan

untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi.

Siswa dituntut bertanggungjawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta

diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. PBL membentuk siswa

mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang

(9)

memandu siswa menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap

dalam menjalani proses belajar PBL, tutor akan berkurang keaktivannya.

Masalah-masalah yang didesain dalam PBL memberikan tantangan pada siswa

untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu

menyelesaikan masalah secara efektif. PBL merupakan suatu strategi pendidikan

untuk menentukan sikap penting, kontektual, situasi dunia nyata, dan

menyediakan sumber daya, bimbingan dan instruksi kepada pelajar ketika mereka

mengembangkan isi pengetahuan dan keterampilan memecahkan masalah.

Adapun menurut Sugiarso dan Mustaji (2005: 35) model PBL adalah suatu

kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah. Pendidikan diharapkan dapat

menghasilkan perubahan terhadap diri setiap siswa, baik perubahan dalam kualitas

berfikir, kualitas pribadi dan kualitas kemasyarakatan.

Siswa dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal

pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka mengidentifikasi apa

yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan dan bagaimana

cara memecahkannya. Langkah selanjutnya, siswa mulai mencari informasi atau

bertanya pada pakar yang sesuai dengan bidangnya. Melalui cara ini, belajar

dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan gaya tiap individu. Setelah

mendapatkan informasi, mereka kembali pada masalah dan mengaplikasikan apa

yang telah mereka pelajari untuk lebih memahami dan menyelesaikannya. Pada

akhir proses, siswa melakukan penilaian terhadap dirinya dan memberi kritik yang

membangun bagi kolega. Di sisi lain, siswa seringkali mengalami kesulitan dalam

(10)

nyata sehari-hari karena keterampilan-keterampilan itu lebih diajarkan dalam

konteks keilmuan, daripada konteks kehidupan nyata. Tugas-tugas sekolah sering

lemah dalam konteks, sehingga tidak bermakna bagi kehidupan nyata siswa,

karena siswa tidak dapat menghubungkan tugas-tugas dengan apa yang telah

mereka ketahui. Guru dapat memberi tugas yang memiliki konteks kehidupan

nyata dengan model PBL (pembelajaran berdasarkan masalah).

Sesuai dengan dasar pemikiran dan fenomena, dalam mata pelajaran IPS perlu

dicari jalan keluar dalam memecahkan permasalahan tersebut, yaitu dengan model

PBL, agar siswa mampu menemukan permasalahan dari lingkungan hidup

masing-masing untuk dibawa ke kelas dan didiskusikan untuk dapat dicarikan

pemecahan/solusinya. Dengan demikian, perlu melakukan penelitian dengan judul

“Penerapan model Problem Based Learning untuk mengembangkan kepedulian

sosial dan lingkungan hidup dalam pembelajaran IPS di SMPN 14 Bandar

Lampung tahun 2012-2013.”

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasikan permasalahan

sebagai berikut.

1. Pembelajaran IPS penuh dengan hafalan dan seolah-olah mempelajari sesuatu

yang abstrak.

2. Pembelajaran di sekolah hanya mempelajari konsep-konsep yang ada dalam

buku pelajaran/tekstual, siswa tidak tahu permasalahan apa yang sebenarnya

(11)

3. Pada umumnya guru IPS masih menggunakan metode yang monoton sehingga

pelajaran menjadi membosankan (metode ceramah).

4. Metode ceramah kurang mampu merangsang siswa untuk belajar lebih giat dan

berfikir kritis dan kreatif.

5. Proses pembelajaran masih menekankan pada aspek pengetahuan saja, dan

belum menyentuh aspek sikap dan keterampilan.

6. Dalam diskusi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru hanya dijawab

oleh siswa tertentu saja (siswa-siswa pandai).

7. Siswa masih kurang dalam menggali dan mempertimbangkan gagasan.

8. Siswa cenderung bersifat pasif dan kurang terlatih untuk mengungkapkan

pertanyaan maupun mengemukakan pendapat.

9. Model PBL belum diterapkan untuk meningkatkan kepedulian sosial dan

lingkungan hidup dalam pembelajaran IPS di SMPN 14 Bandar Lampung.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang teridentifikasi cukup kompleks maka penelitian

ini dibatasi pada masalah pembelajaran di sekolah yang hanya mempelajari

konsep-konsep yang ada dalam buku pelajaran/tekstual, siswa tidak tahu

permasalahan apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan hidupnya (kontekstual).

Model ceramah kurang mampu merangsang siswa untuk belajar lebih giat dan

berfikir kritis dan kreatif, dan model PBL belum diterapkan untuk pembelajaran

pendidikan lingkungan hidup melalui pembelajaran IPS. Oleh karena itu,

penelitian ini difokuskan pada penerapan model PBL untuk meningkatkan: (1)

(12)

kepedulian sosial siswa dan kepedulian terhadap lingkungan hidup yang terwujud

dalam perilaku tindakan sehari-hari.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut.

1. Bagaimanakah meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPS

dengan model PBL di SMPN 14 Bandar Lampung?

2. Bagaimanakah mengembangkan kepedulian sosial dan lingkungan hidup

dengan penerapan model PBL dalam pembelajaran IPS siswa di SMPN 14

Bandar Lampung?

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPS dengan

model PBL di SMPN 14 Bandar Lampung.

2. Untuk mengembangkan kepedulian sosial dan lingkungan hidup dengan

penerapan model PBL dalam pembelajaran IPS di SMPN 14 Bandar

Lampung.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan dan

peningkatan kualitas pembelajaran IPS baik bagi guru/pendidik, siswa, maupun

(13)

a. Bagi guru/pendidik, untuk membantu mengatasi permasalahan, memberikan

wawasan dan pemahaman metodologis penerapan model PBL, untuk

meningkatkan kepedulian sosial dan lingkungan hidup melalui pembelajaran

IPS.

b. Bagi siswa, dapat memperoleh pengalaman belajar dengan model PBL untuk

meningkatkan kepedulian sosial dan lingkungan hidup melalui pembelajaran

IPS yang lebih menarik, menyenangkan, memberikan kepuasan yang sangat

berguna bagi masyarakat dan kehidupannya.

c. Bagi sekolah, sebagai hasil untuk masukan yang berarti bagi mahasiswa yang

sekiranya membutuhkan informasi yang berkenaan dengan topik ini.

G.Ruang Lingkup Keilmuan

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah kajian ilmu IPS sebagai

pelajaran dan pendidikan disiplin ilmu yang bersumber dari kehidupan sosial

masyarakat sudah seharusnya memiliki landasan dalam pengembangan, baik

sebagai mata pelajaran maupun disiplin ilmu. Ada lima tradisi social studies, yaitu (1) IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social studies as citizens hip transmission); (2) IPS sebagai ilmu-ilmu social (Social studies as social sciences); (3) IPS sebagai penelitian mendalam (Social studies as reflective inquiry); (4) IPS sebagai kritik kehidupan social (Social studies social criticism); (5) IPS sebagai pengembangan pribadi individu (Social studies as personal development of the individual) (Sapriya, 2009: 13).

Sementara kajian ilmu IPS terdapat 10 tema utama yang berfungsi sebagai

(14)

tersebut terdiri dari, (1) budaya, (2) waktu, kontinuitas dan perubahan, (3) orang,

tempat dan lingkungan, (4) individu, pengembangan dan identitas, (5) individu,

kelompok dan lembaga, (6) kekuasaan, wewenang dan pemerintahan, (7)

produksi, distribusi, dan konsumsi, (8) saint, teknologi dan masyarakat, (9)

koneksi global dan (10) cita-cita dan praktik warganegara (National Council for The Social Studies, 1994: 19).

Pendidikan disiplin ilmu berbeda dengan kajian disiplin ilmu yang telah banyak

dikenal. Kajian pendidikan disiplin ilmu bersifat synthetic, integrated, dan multidimensional, karena itu, cakupan dan keterkaitan bidang kajian ini sangat luas, baik keterkaitannya dengan bidang agama, filsafat ilmu, filsafat pendidikan,

filsafat pancasila, sains, teknologi, maupun masalah-masalah sosial di masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, ruang lingkup penelitian ini termasuk dalam

pengembangan pribadi siswa, hal ini terlihat dari upaya guru yang meningkatkan

dan mengemangkan kepribadian siswa. Guru berusaha mengembangkan

kompetensinya terutama kompetensi pedagogik dan profesional, yakni

penguasaan sekaligus menerapkan model pembelajaran PBL, sekaligus

(15)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

IPS menjadi salah satu mata pelajaran pada kelas VII sampai kelas IX (SMP dan

MTs). Melalui mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial, peserta didik diarahkan,

dibimbing, dan dibantu untuk menjadi warga negara yang baik serta memiliki

sikap dan kepribadian yang unggul.

1. Pengertian IPS

IPS merupakan terjemahan dari social studies, yang dapat diartikan sebagai penelaahan tentang masyarakat. Nasional Council for Social Studies (NCSS) menyatakan sebagai berikut.

(16)

IPS merupakan mata pelajaran di sekolah dengan tujuan untuk mengembangkan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan sosial yang bersikap konsep dan

pengalaman belajar yang dipilih dan diorganisir dalam kerangka studi keilmuan

sosial (Hasan dan Salladin, 1995: 28). Sedangkan menurut Sunal & Haas (1993:

7) “The social studies may be defined an area of the curriculum that derivers goals from the nature of citizenship in a democratic society and links to others societies, draws content from social science and other diciplines, and reflects personal, social, and culture experiences of studies.”

Studi sosial adalah daerah kurikulum yang bertujuan dari masa depan pada warga

negara di dalam demokrasi masyarakat dan berhubungan dengan masyarakat lain,

berisi pengetahuan sosial dan disiplin lain, dan menggambarkan personal,

masyarakat, dan pengalaman kebudayaan siswa.

Menurut Wesley dalam Mortorella (1994: 6), studi sosial adalah ilmu sosial yang

disederhanakan untuk tujuan-tujuan pendidikan. Sedangkan Barr et al., dalam Mortorella (1994: 6) menyatakan sebagai berikut.

“Pengetahuan sosial adalah suatu program pendidikan yang merupakan reduksi dari berbagai ilmu sosial, yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam baik fisik maupun sosialnya yang bahannya diambil dari geografi, sejarah, ekonomi antropologi, sosiologi, ilmu politik, dan psikologi. Jelas sekali dalam definisi-definisi di atas bahwa pengetahuan sosial terdiri dari berbagai disiplin ilmu sosial, antara lain sejarah, geografi, ekonomi, politik, sosiologi, antropologi, dan psikologi.”

IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan

(17)

tatanegara, dengan menampilkan mata pelajaran yang mempelajari manusia dalam

semua aspek kehidupan dan interaksinya dalam masyarakat.

Agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan diperlukan guru-guru yang

mengajar mata pelajaran IPS di SMP dengan kemampuan dan keterampilan yang

memadai atau dengan kata lain memiliki kompetensi dalam bidang tersebut.

Materi Pendidikan IPS di SMP sebagaimana dikatakan Saidihardjo (2004: 4)

adalah bersumber dari ilmu-ilmu sosial seperti yang disajikan pada tingkat

universitas, hanya karena pertimbangan tingkat kecerdasan, kematangan jiwa

peserta anak didik, maka bahan pendidikannya disederhanakan, diseleksi,

diadaptasi, dan dimodifikasi untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan

menengah.

Pengetahuan sosial merupakan seperangkat peristiwa, fakta konsep, dan

generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk

membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan

pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi

untuk masa yang akan datang. Titik berat IPS adalah perkembangan individu yang

dapat memahami lingkungan sosialnya, serta manusia dengan kegiatan dan

interaksi antara mereka, dan anak didik diinginkan agar dapat menjadi anggota

yang produktif, mempunyai rasa tanggung jawab, tolong-menolong sesamanya,

dan dapat mengembangkan nilai-nilai dan ide-ide dari masyarakat.

Peran IPS sangat penting untuk mendidik siswa menggambarkan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan agar dapat mengambil bagian secara aktif dalam

(18)

Tujuan di atas memberikan tanggung jawab yang berat kepada guru untuk

menggunakan banyak pikiran dan energi agar dapat mengajarkan IPS dengan

baik. Guru harus memberikan perhatian yang sama kepada mata pelajaran IPS

seperti pada mata pelajaran yang lain dalam kurikulum sekolah. Tantangan yang

dihadapi siswa sebagai warga negara di masa depan menghendaki pengajaran IPS

yang berkualitas.

Berdasarkan berbagai definisi studi sosial atau IPS tersebut tampak jelas bahwa

IPS merupakan himpunan pengetahuan tentang kehidupan sosial dari bahan realita

kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Di dalam pengetahuan dihimpun semua

materi yang berhubungan langsung dengan masalah penyusunan dan

pengembangan masyarakat serta menyangkut pengembangan pribadi manusia

sebagai masyarakat yang berguna.

2. Tujuan Pembelajaran IPS

Tujuan utama dari pendidikan IPS adalah membantu anak-anak belajar mengenai

dunia sosial di mana mereka hidup, realitas sosial dan untuk mengembangkan

pengetahuan, sikap, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mewujudkan

pencerahan kehidupan manusia yang berkarakter.

Studi Sosial (IPS) untuk mengembangkan warga masyarakat yang bertanggung

jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap sesama atau lingkungan.

Aspek-aspek yang dikembangkan dalam mencapai tujuan antara lain: ilmu pengetahuan,

proses berfikir, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai karakter. Menurut Suyanto

(19)

berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan

bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.

Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan

siap mempertanggungjawabkan setiap akibat yang ia buat.

Sebagai bidang pelajaran di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan

pengalaman belajar yang dipilih atau diorganisasikan dalam rangka kajian ilmu

sosial. Menurut Soemantri (2001: 44) tujuan pendidikan IPS sebagai salah satu

penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara dan

agama yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk

tujuan pendidikan. Sesuai dangan pernyataan tersebut bahwa pendidikan IPS

diartikan sebagai: (1) menekankan pada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan,

moral ideologi negara dan agama, (2) menekankan pada isi dan metode berfikir

ilmu sosial, (3) menekankan pada reflective inquiri, dan (4) mengambil kebaikan-kebaikan dari butir 1, 2, 3, di atas.

Mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang sangat penting untuk

diajarkan karena berkaitan langsung dengan pembentukan perilaku warga negara

yang baik yaitu warga negara yang memiliki kamampuan dan keterampilan yang

berguna bagi dirinya dalam hidup sehari-hari dan warga negara yang bangga

sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah air. Uraian tersebut dapat disimpulkan

bahwa pengetahuan sosial memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan pengalaman belajar yang

(20)

Pengertian di atas terlihat bahwa tujuan utama pendidikan IPS adalah membantu

anak belajar mengenal dunia sosial di mana mereka hidup, realitas sosial, dan

untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan kemauan yang dibutuhkan untuk

mewujudkan penyerahan kehidupan manusia, dan melalui pembelajaran

pengetahuan sosial adalah siswa diharapkan mampu memahami berbagai konteks

sosial secara komprehensip, sehingga mampu mengaplikasikan dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara dalam bentuk perilaku dan tindakan.

B. Kepedulian Sosial

Kata peduli berarti memerhatikan atau menghiraukan sesuatu. Kepedulian berarti

sikap memerhatikan sesuatu. Dengan demikian, kepedulian sosial berarti sikap

memerhatikan atau menghiraukan urusan orang lain (sesama anggota masyarakat).

Kepedulian sosial yang dimaksud bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain,

tetapi lebih pada membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi orang

lain dengan tujuan kebaikan dan perdamaian.

Menurut Inpres No 1 tahun 2010, tentang pendidikan karakter dinyatakan tentang

deskripsi peduli sosial adalah; sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi

bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Adapun indikator

sekolah peduli sosial antara lain: (1) memfasilitasi kegiatan bersifat sosial, (2)

melakukan aksi sosial, (3) menyediakan fasilitas untuk menyumbang dan

lain-lain, sedangkan indikator kelas peduli sosial antara lain: (1) berempati kepada

sesama teman di kelas, (2) membangun kerukunan warga kelas, (3) mengunjungi

teman yang sedang menderita sakit, dan (4) mengantar teman yang sakit ke UKS

(21)

Menurut Imazizah (2012: 1) kepedulian sosial adalah perasaan bertanggung jawab

atas kesulitan yang dihadapi oleh orang lain di mana seseorang terdorong untuk

melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Kepedulian sosial dalam kehidupan

bermasyarakat lebih kental diartikan sebagai perilaku baik seseorang terhadap

orang lain di sekitarnya. Kepedulian sosial dimulai dari kemauan “memberi”

bukan “menerima”. Sedangkan menurut Soerjono (1982) kepedulian sosial dapat

diartikan peduli terhadap kepentingan umum. Kepedulian sosial ini merupakan

salah satu bentuk proses sosial. Di mana proses sosial diartikan sebagai pengaruh

timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama.

Sikap dan perilaku kepedulian sosial bukan pembawaan, tetapi dapat dibentuk

melalui pengalaman dan proses belajar dapat dilakukan melalui tiga model,

sebagai berikut.

1. Mengamati dan meniru perilaku peduli sosial orang-orang yang diidolakan (mengacu pada teori social learning Bandura).

2. Melalui proses pemerolehan informasi verbal tentang kondisi dan keadaan sosial orang yang lemah, sehingga dapat diperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang apa yang menimpa dan dirasakan oleh mereka dan bagaimana ia harus bersikap dan berperilaku peduli kepada orang lemah (mengacu pada teori kognitif Bruner).

3. Melalui penerimaan penguat/reinforcement berupa konsekuensi logis yang akan diterima seseorang setelah melakukan kepedulian sosial (mengacu pada teori operant conditioning Skinner (konsekuensi mempengaruhi perilaku) (Imazizah, 2012: 1).

Sari (2012: 1) menyatakan “Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar IPS,

berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep dan pengembangan sikap

kepedulian sosial siswa.” Yang menjadi objek/sasaran kepedulian sosial siswa

(22)

sedangkan yang dapat lakukan siswa untuk masyarakat adalah melalui kepedulian

sebagai berikut.

1. Melalui peningkatan kepekaan kepeduliaan horizontal, seseorang dapat meningkatkan kemampuan kepekaan sosial, kapan dan di mana harus melakukan action. Kemudian kepekaan, kejadian dan kecepatan untuk memperoleh informasi tentang adanya suatu hal yang memerlukan bantuan.

2. Melalui peningkatan kepekaan kepedulian sosial, seseorang tidak dihadapkan kesenjangan sosial atau jarak sosial dapat dipersempit, dan dapat memberikan kontribusi dalam bentuk upaya perawatan dan peningkatan modal sosial (social capital) bangsa Indonesia dalam rangka menuju kenyamanan dan ketentraman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Fadli, 2010: 1).

Melalui pendekatan 2 aspek tersebut aspek sosial dan aspek kepedulian

menjadikan kita untuk siap terjun dan mempersiapkan diri untuk sepenuhnya

pengabdian ke masyarakat.

Sementara pranata dan proses pembentukan kepedulian sosial dalam Islam,

sebagai berikut.

1. Tebar salam (afsussalam); membuka pintu informasi dan substansinya menciptakan kedamaian dan kesejahteraan sosial.

2. Silaturrahmi; memungkinkan tersambungnya keberlanjutan interaksi yang terputus, lebih mampu memaafkan dan memahami orang lain, verifikasi dan update informasi sehingga semakin peduli.

3. Shalat berjamaah; mengkondisikan terjadinya interaksi sosial secara rutin.

4. Merawat jenazah; interaksi langsung kepada si „kecil‟ (mayat yang sudah tidak punya daya apapun).

5. Puasa.

6. Zakat dan shadaqah (Imazizah, 2012: 1).

Menurut Triatmini (2011: 1) dampak positif memiliki kepedulian sosial, sebagai

berikut.

(23)

4. Terjadinya pemerataan kesejahteraan

5. Menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya 6. Terwujudnya persatuan dan kesatuan

7. Menciptakan kondisi masyarakat yang kuat dan harmonis 8. Menghilangkan rasa dengki dan dendam

Kepedulian sosial erat kaitannya dengan partisipasi sosial. Menurut Bedjo (1996),

yang dimaksudkan dengan partisipasi adalah: “Perilaku yang memberikan

pemikiran terhadap sesuatu atau seseorang. Perilaku merupakan aktivitas yang

dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan dari luar

lingkungannya.

Pengertian lain tentang partisipasi juga dikemukakan oleh Slameto (1995) yang

mengatakan bahwa partisipasi adalah: “Pemusatan energi psikis yang tertuju pada

suatu obyek, dan juga meliputi banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai

sesuatu aktivitas yang sedang dilakukan.”

Berdasarkan uraian mengenai kepedulian sosial di atas, dapat disimpulkan bahwa

kepedulian sosial merupakan perilaku baik seseorang terhadap orang lain untuk

membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi orang lain dengan tujuan

kebaikan dan perdamaian dengan tidak memandang status orang lain tersebut.

C. Kepedulian Lingkungan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32/2009 Pasal 1 tentang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang dimaksud lingkungan

hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk

(24)

kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lain.

Berdasarkan pernyataan tersebut berarti lingkungan berkenaan dengan segala

sesuatu yang ada di sekitar kita yaitu, udara, air, tanah dan tumbuh-tumbuhan,

hewan dan microorganisme yang mendiaminya. Ilmu lingkungan adalah suatu studi tentang lingkungan, baik komponen hidup dan tidak hidup serta interaksi

antara komponen-komponen tersebut. Segala sesuatu itu disebut komponen

lingkungan, ada yang bersifat abiotik, ada pula yang bersifat biotik, termasuk

manusia dengan segala perilakunya. Adapun komponen abiotik pada umumnya

adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi mahluk-mahluk hidup yang terdiri

dari tanah, atmosfer (lapisan udara yang mengelilingi bumi), air, dan sinar

matahari, sedangkan komponen biotik berupa semua makhluk hidup, baik

tumbuh-tumbuhan, hewan maupun manusia.

Menurut Arianto (1988: 21) lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan

semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia

dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan

kesejahteraan makhluk hidup lainnya. Di atas lingkungan hidup inilah manusia

berusaha mencapai dan meningkatkan kemakmuran.

Kepedulian lingkungan merupakan sikap/kemampuan internal dalam mengambil

tindakan terhadap segala sesuatu yang berada di sekitar kita, mampu memilih

secara tegas di antara beberapa kemungkinan. Menurut Winkel (1996: 104)

(25)

memegang peranan penting dalam kehidupan manusia dan merupakan sumber

energi mental.

Usaha untuk menumbuhkan dan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan

memerlukan peran penyandaran dan informasi. Setelah proses penyandaran

informasi, yang diperlukan adalah merubah sikap yang positif terhadap

peningkatan kepedulian lingkungan. Jika sikap telah terbentuk akan memunculkan

perbuatan yang sesuai dan mendukung usaha meningkatkan kepedulian

lingkungan. Pengembangan kepedulian lingkungan menuntut adanya penanaman

nilai-nilai kesadaran lingkungan hidup, yang sebaiknya ditanamkan sejak

anak-anak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas

(SMA). Sehingga akan membentuk perilaku siswa sekaligus mampu menciptakan

rasa ingin tahu yang lebih jauh pada siswa.

Kepedulian membutuhkan kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan

partisipasi dalam suatu kegiatan yang berupa pengelolaan lingkungan hidup.

Kesadaran akan pentingnya dan perlunya pengeloalaan lingkungan hidup baik

yang timbul dari pendidikan, pelatihan, pemberian penghargaan, rangsangan,

dorongan, penerangan, dan informasi yang terus-menerus diberikan, dengan

demikian diharapkan akan menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan dan

berperan aktif melakukan kegiatan melestarikan lingkungan sekitar.

Kualitas hidup dari semua warga negara di dunia telah dipengarui oleh lingkungan

berbagai peristiwa-peristiwa global. Kita perlu menginterprestasikan lingkungan

daik fisik, biologi, dan sosial menjadi lebih penting karena perubahan secara

(26)

mengintegtrasikan kepedulian lingkungan di semua tingkat nasional atau

perencanaan internasional menjadi lebih nyata dan pernah dilaksanakan.

Peningkatan kepedulian lingkungan perlu diarahkan agar dapat menjangkau

semua lapisan yang lebih luas. Oleh karena itu, ketersediaan informasi yang

berkenaan dengan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan dikembangkan

dan diperluas sehingga pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang

lingkungan hidup dapat lebih meningkat. Dari berbagai pernyataan di atas dapat

disimpulkan bahwa kepedulian lingkungan adalah sikap dalam mengambil

tindakan terhadap segala sesuatu yang berbeda di sekitar kita yang mempengaruhi

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan dengan menumbuhkan percaya

dan kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan partisipatif dalam suatu

kegiatan. Menurut Inpres No 1 tahun 2010, tentang pendidikan karakter

dinyatakan tentang deskripsi peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang

selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah

terjadi.

D.Aktivitas Siswa dalam Belajar 1. Pengertian aktivitas

Aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar

mengajar. Aktivitas diperlukan dalam belajar sebab pada prinsipnya balajar adalah

berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan.Tidak ada belajar

(27)

Aktivitas merupakan salah satu prinsip belajar yang mencakup perhatian,

motivasi, aktivitas, pengalaman atau perbuatan (terlibat langsung). Pengulangan,

tantangan, balikan, dan penguatan. Beberapa teori menyatakan bahwa siswa dapat

membentuk suatu yang lebih berarti, produktif, dan integrasi pengetahuan

didasarkan bila mereka belajar materi pokok di dalam kelas dalam konteks

aktivitas autentik yaitu aktivitas serupa yang mereka temukan di luar.

Aktivitas memerlukan dukungan yang sesuai untuk dipertimbangkan (scaffolding) untuk memastikan bahwa siswa menyelesaikan tugasnya dangan baik. Dengan

menempatkan aktivitas kelas dalam konteks kehidupan nyata, kita dapat

membantu siswa menemukan alasan mengapa mereka mempelajari materi pokok.

Menurut Montessori dalam Sardiman (2003: 96) anak-anak itu memiliki

tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Hal ini menunjukan bahwa

yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu

sendiri. Pendidik berperan dalam memberikan bimbingan, mengamati bagaimana

perkembangan anak-anak didiknya dan merencanakan segala kegiatan yang

diperbuat oleh anak didik.

Proses belajar tidak mungkin terjadi tanpa ada aktivitas, sehingga untuk

mendapatkannya setiap orang yang belajar harus terlibat secara aktif. Keterlibatan

ini lebih ditekankan pada keterlibatan mental (intelektual dan emosional),

meskipun keterlibatan fisik dalam hal-hal tertentu mungkin diperlukan.

Menurut Frankel dalam Soenarjati (1989, 107-108) kegiatan belajar mengajar

bertujuan untuk mengembangkan nilai atau memajukan nilai, yang dapat dilihat

(28)

(function). Hasil aktivitas belajar yang diinginkan digolongkan menjadi tiga: (1) kemajuan dan kemampuan dan tingkah laku yang berhubungan dengan nilai, (2)

aktivitas belajar yang dapat menciptakan berbagai macam produk yang telah

ditentukan. Ketiga, hasil aktivitas belajar yang berupa pengalaman yang

berhubungan dengan nilai. Pengalaman ini dimaksudkan untuk memperluas

pandangan siswa tentang nilai.

Prinsip-prinsip aktivitas dalam belajar yang dilihat dari sudut pandang

perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa yakni menurut pandangan ilmu

jiwa lama dan pandangan ilmu jiwa modern (Sardiman, 2003: 97). Menurut

pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas jiwa didominasi oleh guru. Sedang menurut

pandangan ilmu jiwa modern aktivitas didominasi oleh siswa. Dengan melihat

unsur kejiwaan seseorang subjek didik dapat diketahui bagaimana prinsip

aktivitas yang terjadi dalam belajar. Sehingga komponen manusiawi yang

melakukan aktivitas dalam belajar mengajar yaitu siswa dan guru menjadi fokus

perhatian.

Aktivitas setiap siswa tidak selalu sama. Hal tersebut di pengaruhi oleh banyak

hal. Perbedaan aktivitas siswa tersebut memunculkan adanya rentangan kadar

aktivitas belajar yang rendah sampai yang tinggi.

2. Macam-macam aktivitas

Diedrich dalam Sardiman (2003: 101) membuat suatu daftar macam-macam

kegiatan siswa yang digolongkan sebagai berikut.

(29)

Aktivitas siswa

Fisik

Psikis

1. Melihat (visual) 2. Berbicara (oral)

3. Mendengarkan (listening) 4. Menulis (writing ) 5. Menggambar (drawing)

6. Gerak (motor)

1. Mental 2. Emosional

2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberikan saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan uraian, percakapan diskusi, musik, pidato.

4) Writing activitis, seperti: menulis cerita, karangan, laporan, angket, manyalin.

5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.

7) Mental activities, sebagai contoh: menganggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8) Emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup.

Berdasarkan teori di atas, aktivitas siswa dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu

[image:29.595.125.493.549.724.2]

aktivitas fisik dan aktivitas psikis. Aktivitas fisik meliputi aktivitas melihat (visual activities), berbicara (oral activities), mendengarkan (listening activities), menulis (writing activities), menggambar (drawing activities), dan gerak (motor activities). Aktivitas psikis meliputi, aktivitas mental (mental activities), dan emosional (emotional activities). Secara visual dapat dilihat dari dalam Gambar 2.1 sebagai berikut.

(30)

Salah satu pusat kegiatan belajar adalah sekolah. Oleh karena itu, sekolah

merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas yang

dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas di sekolah cukup kompleks dan

bervariasi.

Selanjutnya Elliot (2000: 385) mengidentifikasikan aktivitas menjadi delapan tipe,

aktivitas tersebut: (1) membaca surat bergiliran, (2) bekerja di tempat duduknya,

(3) presentasi yang tidak ditanggapi, (4) presentasi yang ditanggapi, (5)

penggunaan media, (6) membaca dengan seksama, (7) pengembangan cara

berfikir, dan (8) permainan, bermain, transisi, dan hal-hal yang berhubungan

dengan kerumahtanggaan.

Aktivitas kelas dalam siklus yang mana perilaku siswa digambarkan melalui

peraturan. Ketika guru dan siswa menampilkan dan menguatkan tingkah laku

khusus yang berulang-ulang melalui peraturan, peraturan ini menjadi sebuah

bagian dari kelas regular yang rutin. Peraturan aktivitas kelas dibagi menjadi lima

langkah, sebagai berikut.

1) Menggambarkan aktivitas kelas. Kita dapat memberikan komentar dahulu dalam aturan kelas secara umum (tidak ada yang keluar), tatapi aktivitas khusus membutuhkan aturan khusus. Ketika guru bekerja dengan satu kelompok membaca, anggota yang lainnya harus duduk di tempatnya masing-masing.

2) Membutuhkan perilaku sosial yang penting bagi aktivitas. Apakah guru menginginkan siswa untuk penuhi selama berktivitas? Bagaimana seharusnya mereka meninggalkan semuannya itu? Menjawab dua pertanyaan tersebut harus dapat mengidentifikasi perilaku yang dibutuhkan. Juga mempertimbangkan aktivitas apa yang tidak sesuai. 3) Menentukan daftar aturan kebutuhan aktivitas. Membuat satu peraturan

(31)

pergerakan yang berarti.Peraturan menguraiakan perilaku yang penting untuk memenuhi aktivitas.

4) Pastikan untuk merumuskan sekelompok peraturan aktivitas umum, kita dapat memberikan komentar dahulu yang diperlukan seperti peraturan, dan kamu dapat memahami keperluan tertentu yaitu peraturan aktivitas khusus yang konsisten dengan peraturan umum. Selain itu, siswa menjadi bingung, dan kontradiksi dapat mendorong ke arah perilaku buruk (Elliot, 2000: 392).

Kesuksesan guru dalam menetapkan sebuah sistem kerja di dalam kelas dengan

peraturan dan mendesain prosedur untuk menjaga sistem dalam urutan yang

benar. Kesuksesan guru mengelompokan peraturan pada tahun pertama sekolah

dimulai, meskipun pertamanya siswa mempelajari peraturan umum yang berlaku

bagi perilaku sekolah. Terakhir, meskipun kelas tergantung pada kemampuan

guru untuk membuat siswa memahami prosedur di dalam kelas, guru harus siap

untuk mengatasi adanya pelanggaran.

Jika berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu

sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat

aktivitas belajar yang maksimal dan bahkan akan memperlancar peranannya

sebagai pusat dan transformasi kebudayaan. Tetapi sebaliknya ini semua

merupakan tantangan yang menuntut jawaban dari para guru.

Berdasarkan pengertian aktivitas di atas dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas

dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan siswa

selama proses pembelajaran berlangsung. Secara luas aktivitas menyangkut

perilaku siswa, baik yang bersifat fisik maupun psikis. Aktivitas fisik dapat

(32)

diamati. Ketertarikan kedua aktivitas tersebut akan membuahkan aktivitas belajar

yang optimal.

E. Model Problem Based Learning (PBL) 1. Pengertian model PBL

Gijbels (2005: 29) menyatakan bahwa Problem Based Learning digunakan untuk menunjuk beberapa pendekatan kontektual untuk pengajaran yang bermuara pada

pengajaran berdasar masalah-masalah nyata. Titik berat masalah-masalah nyata

sabagai tanda proses pembelajaran merupakan definisi paling penting yaitu PBL is used to refer to many contextualzed approaches to instruction that anchoe of learning and teaching in concrete. This focus on conceret problems as initiating the learning process is central in most definition of PBL.

Menurut Rhem (2005: 1) dalam PBL orientasi siswa terhadap pemahaman lebih

pada pengumpulan fakta.

They learn via contextualized problem sets and situation. Because of that, and all that goes with that, namely the dynamics of group work and independent investigation, they achive higher levels of comperhension, develop more learning and knowledge-forming skills and more social skills as well.

Pernyataan tersebut berarti dalam PBL siswa belajar melalui situasi dan setting

pada masalah-masalah yang nyata (kontekstual). Karena itu, semua dijalankan

dengan cara-cara dinamika kerja kelompok, investigasi secara independen,

mencapai tingkat pamahaman yang lebih tinggi, mengembangkan keterampilan

(33)

Model PBL mempunyai nama lain yaitu: The Model has also been refered to by other names, such as project-based teaching, experienced-based education, authentic learning, and anchored instruction (Arends, 1997: 156). Model PBL mempunyai nama lain yaitu pembelajaran berbasis proyek, pendidikan berbasis

pengalaman, belajar autentik, dan pembelajaran berakar pada kehidupan nyata.

Berbeda dengan pembelajaran langsung yang menekankan pada presentasi,

ide-ide atau demontrasi keterampilan oleh guru. Peran guru dalam model PBL adalah

menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan

dialog. PBL tidak akan dapat terjadi tanpa keterlibatan guru delam

mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide

secara terbuka.

Model PBL adalah metode mengajar yang menggunakan masalah yang nyata,

proses di mana siswa belajar, berfikir kritis dan keterampilan memecahkan

masalah, mendukung pengembangan keterampilan untuk selamanya dan untuk

memperoleh pengetahuan. PBL metode mengajar dengan fokus pemecahan

masalah yang nyata, kerja kelompok, umpan balik, diskusi, dan laporan akhir.

Dengan demikian, siswa didorong untuk lebih aktif terlibat dalam materi pelajaran

dan mengembangkan keterampilan berfikir kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat

Nurhadi (2003: 55), PBL adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan

masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara

berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh

(34)

Model PBL atau pembelajaran berdasarkan masalah berguna untuk merangsang

siswa berfikir dalam situasi yang berorientasi masalah, termasuk di dalamnya

belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dkk, (2000: 5). Secara garis besar

PBL menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang

dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan pengamatan.

Siswa dituntut bertanggung jawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta

diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. PBL membentuk siswa

mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang

akan mereka jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang

memandu siswa menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap

dalam menjalani proses belajar PBL, tutor akan berkurang keaktifannya.

Siswa dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal

pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka mengidentifikasi apa

yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan dan bagaimana

cara memecahkannya. Langkah selanjutnya, siswa mulai mencari informasi dari

berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada

pakar yang sesuai dengan kebutuhan dan gaya tiap individu.

Menurut Trianto (2007: 67) Problem Based Learning telah dikenal sejak zaman John Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum PBL

menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat

memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

(35)

aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah

yang dihadapi secara ilmiah.

Menurut Dewey (dalam Trianto, 2007: 68) “Belajar berdasarkan masalah adalah

interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah

belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa

bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan

itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,

dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang

diperoleh dari lingkungan akan dijadikan bahan dan materi guna memperoleh

pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.”

Setelah mendapatkan informasi, mereka kembali pada masalah dan

mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari untuk lebih memahami dan

menyelesaikannya. Diakhir proses, siswa melakukan penilaian terhadap dirinya

dan memberi kritik membangun bagi kolega. Guru dapat memberi tugas yang

memiliki konteks kehidupan nyata, dengan model PBL (pembelajaran

berdasarkan masalah).

Metode PBL sendiri syarat dengan pendekatan-pendekatan diskusi kelompok

dalam mencari pemecahan masalah, debat, dan kontroversi, keingintahuan siswa

lebih besar, PBL adalah metode mengajar yang memotivasi siswa untuk mencapai

sukses secara akademik. Model PBL adalah salah satu strategi pelatihan, siswa

bekerja bersama dalam kelompok, dan bertanggung jawab untuk pemecahan

masalah secara profesional, guru berfungsi sebagai pengamat dan penasehat. PBL

(36)

untuk belajar. Dalam mempelajari suatu pengetahuan, sebelumnya siswa

diberikan masalah, sehingga siswa mengetahui bahwa mereka membutuhkan

pengetahuan baru untuk dapat memecahkan masalah.

2. Ciri-ciri model PBL

Menurut Sanjaya (2005: 212) terdapat tiga ciri utama dari model PBL, berikut.

a. PBL merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBL ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBL tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBL siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan

berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahap-tahap tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas

Berbagai pengembang pembelajaran berdasarkan masalah banyak memberikan

karakteristik PBL. Gijbels (2005: 29-30) menggunakan 6 karakteristik inti dalam

PBL, sebagai berikut.

1) Learning is student-centered

2) Learning occurs in small student group 3) A tutor is present as a facilitator or guide

4) Authentic problems are presented at the beginning of the learning sequence, before any preparation or study has occurred

5) The problems encountered are used as tools to achieve the required knowlwdge and the problem-solving skillls necessary to eventually solve the problems

(37)

Arti peryataan tersebut di atas yaitu: (1) belajar berpusat pada siswa, (2) belajar

dalam kelompok kecil, (3) seorang tutor bertindak sebagai fasilitator atau guide,

(4) masalah-masalah disajikan dari awal urutan belajar sebelum beberapa atau

pelajaran berlangsung, (5) sulitnya masalah digunakan sebagai alat untuk

mencapai pengetahuan yang dibutuhkan dan keterampilan pemecahan masalah

pada akhirnya diperlukan memecahkan masalah, dan (6) informasi baru diperoleh

melalui belajar mandiri.

Ini tidak berarti bahwa guru melepaskan otoritasnya untuk membuat

pertimbangan tentang kekuatan apa yang menjadi penting untuk siswa belajar,

melainkan ciri yang parsial dan tanggung jawab yang tegas kepada siswa sendiri.

Dengan kata lain, bukan berarti guru yang mendominasi dalam kegiatan belajar

mengajar yang mengakibatkan siswa kiranya juga meningkatkan kemungkinan

siswa termotivasi untuk belajar.

PBL mempunyai ciri siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya secara

berpasangan atau dalam kelompok. Bekerja sama meberikan motivasi untuk

secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas komplek dan memperbanyak

peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog untuk mengembangkan keterampilan

sosial dan keterampilan berfikir (Ibrahim, dkk., 2000: 4).

Menurut Gallow yang menyatakan bahwa salah satu dari ciri utama PBL adalah

student-centered. Student-Centered mengacu pada peluang belajar yang berkait dengan para siswa, yang mana tujuan sedikitnya ditentukan oleh para siswa

(38)

Karakteristik model PBL menurut Arends (1997, 157-158) sebagai berikut.

1) Driving question or problem. Pengajuan pertanyaan atau masalah PBL mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata (autentik), menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya macam solusi untuk situasi itu.

2) Interdiciplinary focus. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin dengan masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa menunjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. 3) Authentic investigation. Penyelidikan autentik: PBL mengharuskan

siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

4) Production of artifacts and exhibits. Menghasilkan produk: PBL menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili banyak penyelesaian masalah yang mereka temukan.

5) Collaboration. Kolaborasi: PBL menuntut adanya kerjasama kolaborasi antara anggota kelompok.

3. Tujuan pembelajaran PBL

Model PBL digunakan untuk melibatkan para siswa di dalam belajar. Model PBL

didasarkan pada beberapa teori kognitif. Para siswa bekerja pada permasalahan

yang dirasakan berarti atau relevan. Para guru menyajikan para siswa dengan

suatu penetapan masalah, kemudian dalam kelompok kerja siswa meneliti

masalah itu, melakukan riset, mendiskusikan, meneliti, dan menghasilkan

penjelasan bersifat sementara, solusi, atau rekomendasi. Pentingnya PBL untuk

para siswa yang tidak menguasai pengetahuan yang cukup untuk menunjuk

masalah.

Model PBL tidak dirancang utuk membantu guru memberikan informasi

(39)

membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan

keterampilan intelektual, belajar dengan pengalaman nyata dan menjadi siswa

yang otonom dan mandiri.

Tujuan model PBL menurut Arends (1997: 158) adalah menghasilkan siswa yang

mempunyai kamampuan sebagai berikut.

1) Mengatasi masalah yang dihadapi dalam kehidupannya dengan inisiatif dan antusiasisme;

2) Melakukan pemecahan masalah secara efektif dengan berdasar pada pengetahuan yang terinteregasi, fleksibel, dan berguna;

3) Menggunakan keterampilan belajar yang mandiri dan efektif.

4) Memantau dan menilai kelayakan pengetahuan, pemecahan masalah, dan keterampilan belajar mandiri secara berkesinambungan;

5) Kolaborasi secara efektif sebagai anggota kelompok.

Berdasarkan pada tujuan tersebut, hal-hal yang seharusnya ada dalam model PBL

sebagai berikut.

1) Penguasaan berlandaskan pengetahuan yang luas dan terintegrasi, yang siap

pakai dan siap untuk diterapkan pada analisis an pemecahan masalah.

2) Pengembangan efektifitas dan efisiensi dalam keterampilan pemecahan

masalah, keterampilan belajar mandiri (self-derected learning), dan keterampilan tim.

4. Langkah-langkah model PBL

Tujuh langkah penerapan model PBL menurut Agung (2010: 12-7) sebagai

berikut.

Langkah 1 : Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas Langkah 2 : Merumuskan masalah

(40)

Langkah 4 : Menata gagasan pendidik dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam

Langkah 5 : Memformulasikan tujuan pembelajaran

Langkah 6 : Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain

Langkah 7 : Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk dosen/kelas.

Berdasarkan pendapat di atas, maka peneliti merancang langkah-langkah

penerapan model Problem Based Learningyang sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kelas yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut.

1. Guru memberikan apresiasi dan menjelaskan secara global kompetensi dasar

yang akan dibahas pada awal kegiatan pembelajaran (langkah 1).

2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran/indikator yang akan dicapai dalam

kegiatan belajar (langkah 2).

3. Kemudian guru membentuk kelompok dan memberikan tugas kepada setiap

kelompok untuk dikerjakan dan dipresentasikan setelah kerja kelompok selesai

(langkah 3).

4. Guru membantu siswa merumuskan dan mengorganisasikan tugas yang

berhubungan dengan masalah yang ditugaskan (menetapkan topik, tuga, dan

lain-lain) sesuai langkah 4.

5. Guru memantau siswa untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan,

melaksanakan eksperimen atau penelitian untuk mendapatkan data yang akurat,

pengumpulan data, atau mendeskripsikan temuan yang diperoleh terhadap

diskusi/ penelitian yang mereka rencanakan (langkah 5)

6. Guru membantu siswa berbagi tugas dalam menyusun laporan/membuat power

point dalam anggota kelompok (langkah 5)

7. Guru memberi kesempatan kepada satu kelompok untuk mempresentasikan

(41)

8. Guru memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan

tenggapan, pertanyaan ataupun sanggahan kepada kelompok yang presentasi

(langkah 7)

9. Guru bersama siswa membuat kesimpulan hasil diskusi (langkah 7).

5. Keuntungan dan kekurangan model PBL

Keuntungan dan kekurangan cara pemecahan masalah menurut Rusyan dan

Daryani (1990: 41-42) sebagai berikut.

Keuntungannya: (1) cara ini dapat membuat belajar anda lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja; (2) belajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan anda menghadapidan memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dan keluarga, bermasyarakat dan bekerja; sustu kehidupan yang bermakna bagi kehidupan anda; (3) cara ini merangsang perkembangan kemampuan berpikir anda secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam belajar banyak melakukan proses metal dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencapai permasalahannya. Kekurangan dari cara belajar pemecahan masalah diantaranya: (1) menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat kemampuan anda sendiri dan pengalaman yang telah dimiliki anda. (2) proses belajar dengan cara ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering menggunakan bidang studi lain; (3) mengubah kebiasaan anda belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupkan kesulitan tersendiri bagi anda.

F. Penelitian yang Relevan

Pengambilan pokok permasalahan serta hasilnya dari penelitian lain yang relevan

dengan penelitian ini berguna sebagai penguat hasil dari penelitian ini. Beberapa

judul dan hasil penelitian yang pernah dilakukan dapat dilihat sebagai berikut.

(42)

dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial yang diwujudkan dengan bekerjasama membagi pekerjaan dalam

kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru, bertanggung

jawab, siswa saling menghargai pendapat dan tanggapan saat diskusi, serta

dapat menghasilkan karya yang dapat dipresentasikan dengan baik.

2. Harnoko (2005) dalam penelitiannya berjudul “Model Problem Based Learning untuk pendidikan lingkungan yang terintegrasi pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, di Sekolah Menengah Pertama Negeri 16

Yogyakarta.” berkesimpulan sebagai berikut.

a. Model PBL mengutamakan pemecahan masalah melalui dialog, diskusi,

kerjasama, mengajukan pendapat, bertanya dan menjawab. Model ini

ternyata efektif dengan hasil yang menggembirakan. Oleh karena itu, guru

diharapkan lebih inovatif dalam menggunakan model pembelajaran dan

dituntut meningkatkan kemampuan, kemauan sehingga dapat

menggairahkan proses pembelajaran.

b. Interaksi antara guru-siswa serta sesama sangat penting sebagai modal

utama agar dalam bekerjasama, diskusi, berkelompok untuk memecahkan

masalah yang dihadapi, semangat untuk mengembangkan pendekatan

dengan membangun komunikasi multi arah, mengurangi dominasi guru,

serta memberi kesempatan pada siswa seluas-luasnya untuk berkarya.

Dalam model ini, guru harus menempatkan diri sebagai fasilitator, mediator dan motivator bagi siswa.

c. Model pembelajaran ini sangat tepat untuk inovasi pembelajaran. Akan

(43)

penyesuaian sungguh-sungguh, karena itu, implikasi adalah perlu

dikembangkan terus semangat inovasi khususnya inovasi pembelajaran

melalui tindakan kelas baik secara sendiri-sendiri maupun melalui lembaga

atau pertemuan informal

Gambar

Gambar 2.1 Macam-macam aktivitas siswa
Tabel 3.1 Indikator aktivitas belajar siswa
Tabel 3.2 Indikator kepedulian sosial dan lingkungan hidup
Tabel 3.3 Kriteria tingkat keberhasilan belajar siswa
+2

Referensi

Dokumen terkait

PS PICE dot-model statement for the ideal bipolar transistor: β = Bf, Early voltage Vaf, and scale current Is; as shown by curly braces {}, these values are set using variables

hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan antara status gizi dan asupan. energi dengan kelelahan kerja pada pekerja

Sahabat MQ/ Dalam rangka memeriahkan ramadhan kali/ kampung Nitikan akan menggelar pasar sore yang disebut dengan Jalur Gaza// Jalur Gaza ini adalah anonim dari jajanan/

Teknik lanjutan dari teknik pilah adalah teknik hubung banding membedakan (HBB) peneliti akan membedakan atau membandingkan bunyi ujaran yang dihasilkan penderita stroke

Perencanaan merupakan proses penilihan informasi dalam pembuatan asumsi-asumsi mengenai keadaan di masa yang akan datang untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan

bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang retribusi pelayanan kesehatan Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan

Dari uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana strategi komunikasi yang diterapkan oleh yayasan rumah yatim arrohman yang berada di kemang utara

Pada periode intraoperatif, respon tubuh dalam menghadapi stress baik pembedahan dan anestesi adalah meningkatnya kadar hormon katabolik yang menyebabkan