ABSTRAK
UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH DRYER UNTUK PENGERING JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR TONGKOL JAGUNG
(Skala Lab)
Ira Yanti Malau1, Tamrin2, M Zen Kadir2, Sugeng Triyono2
1. Mahasiswa Teknik Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Penanganan pascapanen jagung merupakan salah satu mata rantai penting dalam usahatani jagung. Persentase kadar air biji jagung pada saat dipanen adalah berkisar 20-30 %. Apabila tidak ditangani dengan baik, jagung berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin. Salah satu penanganan pasca panen biji-bijian adalah proses pengeringan. Pengeringan biji-bijian dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu pengeringan alami (penjemuran) dan pengeringan secara buatan (dengan menggunakan alat pengering). Pada percobaan ini alat pengering mekanis yang digunakan adalah tipe batch dryer dan menggunakan bahan bakar berupa tongkol jagung yang sudah dikeringkan. Penggunaan tongkol jagung ini adalah sebagai alternative lain dari bahan bakar minyak dan kayu bakar. Alternatif ini penting karena sulit dan mahalnya bahan bakar minyak dan kayu bakar, sedangkan pada daerah penghasil jagung, tongkol jagung mudah untuk diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja (penurunan kadar air, laju pengeringan, kadar air akhir, efisiensi pengeringan)dari alat pengering tipe batch dryer selama proses pengeringan biji jagung hingga kadar air sekitar 13-15%. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pertanian universitas Lampung, dan biji jagung yang digunakan berasal dari desa Sukadame, Karang Anyer, Lampung. Hasil Penelitian ini menyatakan bahwa satu kilogram tongkol jagung yang sudah kering dapat mengeringkan tiga kilogram biji jagung dengan menggunakan alat pengering tipe batch dryer.
DAFTAR ISI
D. Pengaruh Suhu Terhadap Pengeringan ... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 27
A. Proses Pengeringan Biji Jagung ... 27
B. Suhu ... 28
C. Kadar Air... 30
D. Lama Pengeringan... 32
E. Penurunan Bobot ... 34
F. Laju Pengeringan ... 34
G. Bahan Bakar ... 35
H. Efesiensi Pengeringan ... 36
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 38
A. Kesimpulan ... 38
B. Saran... 38
DAFTAR PUSTAKA... 39
LAMPIRAN... 41
A. Latar Belakang
Tanaman jagung (Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan
hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah
padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok didunia, jagung menduduki
urutan ketiga setelah gandum dan padi. Oleh karena itu, mutu jagung perlu
ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen
sampai siap konsumsi untuk mengurangi kehilangan kuantitatif dan kehilangan
kualitatif.
Proses pascapanen meliputi serangkaian kegiatan penanganan hasil panen, mulai
dari pemanenan sampai menjadi produk yang siap dikonsumsi. Penanganan
pascapanen jagung merupakan salah satu mata rantai penting dalam usahatani
jagung. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa petani umumnya memanen jagung
pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan curah hujan
masih tinggi. Hasil survey menunjukkan bahwa kadar air biji jagung yang dipanen
pada musim hujan masih tinggi, berkisar antara 25-35%. Apabila tidak ditangani
dengan baik, jagung berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan
mikotoksin jenis aflatoksin. Beberapa tahun kemudian dinyatakan bahwa 80%
sampel biji jagung di Kabupaten Kediri, Jawa Timur dan Lampung mengandung
2
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa teknologi konvensional yang
ada di petani masih perlu perbaikan antara lain proses pascapanen dan peralatan
untuk proses pascapanen. Petani jagung di Kediri, Jawa Timur dan Lampung
mewakili petani sawah irigasi dan sawah tadah hujan dengan teknologi
pascapanen yang ada pada daerah tersebut. Dalam penanganan pascapanen
jagung, faktor luar yang berpengaruh terutama suhu dan kelembaban udara. Suhu
dan kelembaban udara adalah salah satu faktor utama, yang berpengaruh langsung
pada proses pengeringan jagung (Firmansyah, 2009)
Pengeringan jagung adalah proses penurunan kadar air jagung sampai mencapai
nilai tertentu sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam
waktu yang lama. Jika butiran jagung yang akan disimpan tidak dikeringkan,
maka bahan akan berubah sifat atau rusak akibat terjadinya pembusukan atau
aktivitas mikroorganisme. Pengeringan butiran berkadar air tinggi, dapat
dilakukan baik dalam waktu lama pada suhu udara pengering yang rendah atau
dalam waktu yang lebih pendek pada suhu yang lebih tinggi. Jika waktu yang
dilakukan untuk pengeringan terlalu lama, dapat menyebabkan penjamuran dan
pembusukan, apalagi jika dilakukan pada musim penghujan.
Sebaliknya, temperatur yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kerusakan baik
secara fisik maupun kimia terhadap butiran tersebut, khususnya untuk
bahan-bahan yang sangat sensitif terhadap temperature (Istadi dkk, 2000)
Menurut (Defter, 2011) Secara garis besar pengeringan dapat dibedakan atas
Pengeringan secara alami dapat dilakukan dengan cara menjemur dibawah sinar
matahari, pengeringan alami dapat menekan biaya produksi karena mengandalkan
sinar matahari. Namun, faktor cuaca seperti hujan ataupun sinar matahari yang
sedang tertutup awan (mendung) yang tidak menentu dapat menghambat jalannya
proses pengeringan secara alami, sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan
dengan menggunakan alat pengering secara mekanis.
Metode pengeringan secara mekanis dinilai lebih efisiensi dalam segi waktu,
tetapi bila dilihat dari segi biaya lebih mahal dibandingkan pengeringan secara
alami. Pengeringan secara buatan membutuhkan udara yang dipanaskan.
Pemanasan udara tersebut dialirkan ke bahan yang dikeringkan dengan alat
penghembus (kipas atau fan).
Sumber energi yang dapat digunakan pada unit pemanas dapat berupa gas, minyak
bumi, elemen pemanas listrik, dan juga dapat memanfaatkan sumber energi lain.
Untuk mendapatkan sumber energi seperti minyak bumi sudah sangat sulit. Oleh
karena itu, perlu adanya alternative sumber energi yang baru. Alternative tersebut
bisa berupa tongkol jagung, karena tongkol jagung yang sudah dikeringkan dapat
dibakar dan dijadikan sumber penghasil energy panas sebagai pengganti minyak
bumi.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengkaji kinerja pengeringan jagung hingga layak konsumsi (penurunan
4
2. Menentukan efisiensi pengering biji jagung pada tiga tingkat kapasitas bahan
yang digunakan.
C. Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
Masyarakat : Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi
masyarakat tentang limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar serta
jumlah bahan bakar yang dibutuhkan dalam proses pengeringan.
Peneliti : dapat memberikan informasi lanjut tentang proses pengeringan supaya
peneliti dapat menghitung jumlah bahan bakar yang diperlukan dalam proses
pengeringan.
D. Kerangka Pemikiran
Pengeringan merupakan salah satu tahap penanganan pasca panen yang umum
dilakukan pada biji-bijian termasuk jagung.
Pengeringan butiran yang berkadar air tinggi, dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu pengeringan dalam jangka waktu lama pada suhu udara pengering yang
rendah atau pengeringan dalam jangka waktu yang lebih pendek pada suhu yang
lebih tinggi.
Akan tetapi, jika pengeringan dilakukan terhadap suatu bahan berlangsung terlalu
lama pada suhu yang rendah, maka aktivitas mikroorganisme yang berupa
tumbuhnya jamur atau pembusukan menjadi sangat cepat. Sebaliknya,
pengeringan yang dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
kerusakan pada komponen-komponen bahan yang dikeringkan, baik secara fisik
Oleh karena itu, perlu dipilih cara pengeringan yang efektif dan efisien agar tidak
terjadi kerusakan pada produk-produk pertanian.
Pengeringan dengan menggunakan batch dryer adalah salah satu cara pengeringan
yang efektif. Dengan batch dryer proses pengeringan dapat dilakukan kapan saja
atau tidak tergantung cuaca dan ruang. Selain itu, pengeringan dengan batch
dryer tidak membutuhkan banyak tenaga kerja.Sumber energy yang biasa
digunakan pada batch dryer adalah minyak bumi atau kayu bakar. Pada percobaan
ini sumber energy yang digunakan adalah tongkol jagung itu sendiri. Tongkol
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biji Jagung
Jagun(Zea mays) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae
yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang
anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas
buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain.
Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim
terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah
daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh
genotipe, lama penyinaran, dan suhu (Subekti dkk, 2007)
Jagung merupakan tanaman semusim dengan batang tumbuh tegak, berakar
serabut dan mempunyai tinggi antara 1 – 3 m. Tanaman jagung banyak
dibudidayakan karena penyebarannya sangat luas, tanaman tersebut mampu
beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi lingkungan. Jagung tumbuh
dengan baik di wilayah yang berada pada 580LU dan 500LS, sampai ketinggian
lebih dari 3.000 m dpl, dengan kondisi curah hujan tinggi sampai rendah,
lahan marjinal sampai subur, dan dari wilayah beriklim tropis (panas) sampai
Menurut (Subekti dkk, 2007) Berdasarkan bentuk dan strukturnya, biji jagung
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Jagung Mutiara ( Flint Corn), Zea mays indurate
Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat licin, mengkilap, dan keras. Bagian pati
yang keras terdapat di bagian atas biji. Pada saat masak, bagian atas biji
mengkerut bersama-sama, sehingga permukaan biji bagian atas licin dan bulat.
Varietas lokal jagung di Indonesia umumnya tergolong ke dalam tipe biji mutiara.
Tipe ini disukai petani karena tahan hama gudang.
2. Jagung Gigi Kuda ( Dent Corn), Zea mays indentata
Bagian pati yang keras pada tipe biji dent berada di bagian sisi biji, sedangkan
bagian pati yang lunak di bagian tengah sampai ujung biji. Pada waktu biji
mengering, pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih mengkerut daripada
pati keras, sehingga terjadi lekukan ( dent ) pada bagian atas biji. Biji tipe dent ini
bentuknya besar, pipih, dan berlekuk.
3. Jagung Manis ( Sweet Corn), Zea mays saccharata
Biji jagung manis pada saat masak keriput dan transparan. Biji yang belum masak
mengandung kadar gula (water-soluble polysccharride, WSP) lebih tinggi
daripada pati. Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi dibanding
jagung normal pada umur 18-22 hari setelah penyerbukan.
4. Jagung Pod, Z. tunicataSturt
Jagung pod adalah jagung yang paling primitif. Jagung ini terbungkus oleh glume
atau kelobot yang berukuran kecil. Jagung pod tidak dibudidayakan secara
8
5. Jagung Berondong (Pop Corn ), Zea mays everta
Tipe jagung ini memiliki biji berukuran kecil. Endosperm biji mengandung pati
keras dengan proporsi lebih banyak dan pati lunak dalam jumlah sedikit terletak di
tengah endosperm. Apabila dipanaskan, uap akan masuk ke dalam biji yang
kemudian membesar dan pecah (pop ).
6. Jagung Pulut (Waxy Corn ), Z. ceritinaKulesh
Jagung pulut memiliki kandungan pati hampir 100% amilopektin. Adanya gen
tunggal waxy (wx) bersifat resesif epistasis yang terletak pada kromosom
sembilan mempengaruhi komposisi kimiawi pati, sehingga akumulasi amilosa
sangat sedikit.
7. Jagung QPM ( Quality Protein Maize)
Jagung QPM memiliki kandungan protein lisin dan triptofan yang tinggi dalam
endospermnya. Jagung QPM mengandung gen opaque -2 (o2) bersifat resesif
yang mengendalikan produksi lisin dan triptofan. Prolamin menyusun sebagian
besar protein endosperm dengan kandungan lisin dan triptofan yang jauh lebih
rendah dibanding fraksi protein lain.
Fraksi albumin, globulin, Kelebihan jagung komposit adalah produksi benihnya
dapat dilakukan dengan mudah oleh petani/kelompok tani dan lebih mampu
beradaptasi pada kondisi lahan marginal. dan glutein memiliki kandungan lisin
dan triptofan tinggi. Gen o2 dalam ekspresinya mengubah proporsi kandungan
fraksi-fraksi protein. Fraksi prolamin berkurang hingga 50%, sedangkan sintesis
albumin, globulin, dan glutein meningkat. Kandungan protein yang tinggi dalam
8. Jagung Minyak Tinggi ( High-Oil)
Jagung minyak tinggi memiliki biji dengan kandungan minyak lebih dari 6%,
sementara sebagian besar jagung berkadar minyak 3,5-5%. Sebagian besar minyak
biji terdapat dalam scutelum, yaitu 83-85% dari total minyak biji. Jagung minyak
tinggi sangat penting dalam industri makanan, seperti margarin dan minyak
goreng, serta industri pakan.
B. Tongkol Jagung
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol
jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian
atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak
pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang jumlahnya
selalu genap (Subekti dkk, 2007)
Menurut (Yoseph, 2012) Kandungan tongkol jagung terdiri dari
1. Lignin
Lignin adalah polimer tri-dimensional phenylphropanoid yang dihubungkan
dengan beberapa ikatan berbeda antara karbon-ke-karbon dan beberapa ikatan lain
antara unit phenylprophane yang tidak mudah dihirolisis. Di alam lignin
ditemukan sebagai bagian integral dari dinding sel tanaman, terbenam di dalam
polimer matrik dari selulosa dan hemiselulosa
2. Selulosa
Selulosa merupakan komponen yang mendominasi karbohidrat yang berasal dari
tumbuhan hampir mencapai 50%, karena selulosa merupakan unsur struktural dan
10
Selulosa merupakan ß-1,4 poli glukosa, dengan berat molekul sangat besar. Unit
ulangan dari polimer selulosa terikat melalui ikatan glikosida yang mengakibatkan
struktur selulosa linier. Keteraturan struktur tersebut juga menimbulkan ikatan
hidrogen secara intra dan intermolekul. Beberapa molekul selulosa akan
membentuk mikrofibril dengan diameter 2-20 nm dan panjang 100-40000 nm
yang sebagian berupa daerah teratur (kristalin) dan diselingi daerah amorf yang
kurang teratur. Beberapa mikrofibril membentuk fibril yang akhirnya menjadi
serat selulosa. Selulosa memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam
kebanyakan pelarut. Hal ini berkaitan dengan struktur serat dan kuatnya ikatan
hidrogen.
Fungsi dasar selulosa adalah untuk menjaga struktur dan kekakuan bagi tanaman.
Selulosa bertindak sebagai kerangka untuk memungkinkan tanaman untuk
menahan kekuatan mereka dalam berbagai bentuk dan ukuran yang berbeda.
Itulah sebabnya dinding sel tanaman kaku dan tidak dapat berubah-berubah
bentuk. Selulose ditemukan dalam tanaman yang dikenal sebagai microfibril
dengan diameter 2-20 nm dam panjang 100-40000 nm). Secara kimia, selulosa
merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekulnya tinggi, strukturnya
teratur yang merupakan polimer yang linear terdiri dari unit ulangan
ß-D-Glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur
kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan fibril yang pada akhirnya
menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot
3. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan selain
selulosa dan lignin, yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula atau disebut
heteropolisakarida, dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai
penyusunnya seperti xylan, mannan, galactan dan glucan. Hemiselulosa terikat
dengan polisakarida, protein dan lignin dan lebih mudah larut dibandingkan
dengan selulosa.Hemiselulosa memiliki keragaman dengan selulosa yaitu
merupakan polimer dari unit-unit gula yang terikat dengan ikatan glikosidik, akan
tetapi hemiselulosa berbeda dengan selulosa dilihat dari komponen unit gula yang
membentuknya, panjang rantai molekul dan percabangannnya.
Unit gula yang membentuk hemiselulosa dibagi menjadi beberapa kelompok,
seperti pentosa, heksosa, asam heksuronat dan deoksiheksosa.Hemiselulosa
merupakan suatu kesatuan yang membangun komposisi serat dan mempunyai
peranan yang penting karena bersifat hidrofilik sehingga berfungsi sebagai perekat
antar selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat. Kehilangan hemiselulosa
akan menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar
serat. Oleh karena itu tongkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Pemanfaatan jagung dan limbahnya sebagai sumber energi terbarukan dengan
teknologi konversi energi yang ada saat ini, di antaranya adalah (1) sebagai
bahan bakar tungku untuk proses pengeringan atau pemanasan, (2) sebagai
bahan bakar padat untuk proses pirolisis dan gasifikasi, (3) sebagai bahan baku
pembuatan ethanol dan (4) sebagai bahan baku potential pembuatan biodiesel
12
C. Pengeringan
Pengeringan adalah upaya untuk menurunkan kadar air biji jagung agar aman
disimpan. Pengeringan jagung dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu:
1.Pengeringan dalam bentuk gelondong. Pada pengeringan jagung gelondong
dilakukan sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan. 2.
Pengeringan butiran setelah jagung dipipil. Butiran jagung hasil pipilan masih
terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan, untuk itu diperlukan satu tahapan
proses yaitu pengeringan akhir.
Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung dengan penjemuran di
bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung (pabrikan) biasanya
menggunakan alat pengering tipe batch dryer dengan kondisi temperatur udara
pengering antara 50oC – 60oC dengan kelembaban relatif 40% (Napitupulu dkk,
2011). Proses pengeringan jagung tongkol dilakukan hingga kadar air sekitar
17-18%, sehingga memudahkan untuk pemipilan. Selanjutnya jagung pipil tersebut
dilanjutkan pengeringannya hingga kadar air penyimpanan, sekitar 13-14%.
Pengeringan yang tidak memenuhi syarat (kadar air diatas 14%) akan
menyebabkan jagung pipil mudah mengalami kerusakan dan turun kualitasnya di
dalam penyimpanan.
Pengeringan jagung juga dapat dilakukan dengan alat pengering. Hal ini dilakukan
dalam kondisi cuaca yang tidak memungkinkan untuk mengeringkan, misalnya
kondisi cuaca hujan terus menerus atau cuaca berawan. Banyak alat pengering
yang dapat digunakan baik secara individu maupun secara berkelompok oleh
petani. Contoh alat pengering Lister dryer 300 dan Surya Pala 500 serta pengering
Alat pengering mempunyai beberapa tipe, antara lain: 1) Alat pengering model
sumur, 2) Alat pengering vortex, dan 3) Alat pengering model bak.
Pengeringan adalah proses penurunan kadar air suatu biji-bijian sampai tingkat
kadar air tertentu. Proses pengeringan berlaku apabila bahan yang dikeringkan
kehilangan sebagian atau keseluruhan air yang dikandungnya (Bank Pengetahuan
Tanaman Pangan Indonesia, 2010).
Bagian-bagian mesin pengering sistem fluidisasi adalah kipas (blower) berfungsi
untuk menghasilkan aliran udara. Selanjutnya adalah elemen pemanas (heater)
berfungsi untuk memanaskan udara,plenumdalam mesin pengering tipe fluidisasi
merupakan saluran pemasukan udara panas yang dihembuskan kipas ke ruang
pengeringan. Kemudian ruang pengering berfungsi sebagai tempat dimana bahan
yang akan dikeringkan ditempatkan. Terakhir adalahhopperberfungsi sebagai
tempat memasukkan bahan yang akan dikeringkan ke ruang pengering
(Rahmawati dkk, 2012).
Hasil pengeringan jagung, menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan,
maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung sampai
kadar air 13 %. Selain itu kadar air awal jagung juga sangat menentukan lamanya
pengeringan (Atmaka dan Kawiji, 2011). Kinerja proses pengeringan bahan padat
berbentuk butiran dalam unggun diam dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain temperatur dan lajualir udara masuk unggun butiran, ketinggian unggun
butiran, kadar air awal bahan serta besarnya beban pengeringan butiran (grain
drying load). Beberapa pengaruh tersebutdipelajari dalam penelitian ini untuk
14
Menurut (Suriadi dan Murti, 2011 )Peristiwa pindah panas terjadi pada proses
pengeringan. Pindah panas sendiri dapat terjadi melalui 3 cara yaitu :
1. Konduksi
Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan energi panas yang terjadi di
dalam media padat atau fluida yang diam sebagai akibat dari perbedaan
temperatur.
Hal ini merupakan perpindahan energi dari partikel yang lebih energetik ke
partikel yang kurang energetik pada benda akibat interaksi antar partikel-partikel.
2. Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah suatu perpindahan panas yang terjadi antara
suatu permukaan benda padat dan fluida yang mengalir akibat adanya perbedaan
temperatur.
3. Perpindahan Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah suatu perpindahan panas yang terjadi secara
pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu permukaan
benda.
Pengaruh laju alir udara pengering masuk terhadap dinamika kandungan air bahan
berturut-turutuntuk ketinggian unggun 2,5 cm dan 5 cm pada temperatur udara
pengering 60 oC. Pengaruh laju alir udara ini tidakbegitu signifikan pada sistem
ini, Hal ini mungkin disebabkan oleh terlalu dekatnya variasi laju alir yang
diambil atau mungkin memang sebenarnya tidak signifikan pengaruhnya. Dalam
hal ini laju pengeringan atau laju perpindahan air dikendalikan oleh difusi air
internal di dalam butiran dan tidak dikendalikan oleh difusi atau penguapan air
Pada ketinggian unggun 2,5 cm diperlukan waktu pengeringan 2,8 jam , 3,25 jam
dan 3,5 jam berturut-turut untuk laju alir 0,12 m/s , 0,1 m/s dan 0,08 m/s dan
temperatur udara 60 oC. Sedangkan untuk ketinggian unggun 5 cm diperlukan
waktu pengeringan 3,7 jam, 3,75 jam dan 3,9 jam berturut-turut untuk laju alir
0,12 m/s, 0,1 m/s dan 0,08 m/s pada temperatur udara 60oC.
Pengaruh ketinggian unggun butiran terhadap dinamika kandungan air bahan
untuk temperatur udara 60oC dan laju alir udara 0,12 m/s. Jika ketinggian unggun
semakin besar maka beban pengeringan butiran (grain drying load) juga makin
besar pula, sehingga waktu yang digunakan untuk mengeringkan bahan juga
makin lama. Dalam pengeringan ini untuk ketinggian unggun 2,5 cm mempunyai
beban pengeringan 13 kg bahan kering, sedangkan untuk ketinggian unggun 5 cm
mempunyai beban pengeringan 25 kg bahan kering untuk butiran jagung. Pada
temperatur udara ini diperlukan waktu pengeringan 2,8 jam dan 3,7 jam
berturut-turut untuk ketinggian unggun 2,5 cm dan 5 cm. Pengaruh temperatur udara
masuk terhadap dinamika kandungan air bahan untuk laju alir udara 0,12 m/s dan
ketinggian unggun 2,5 cm.
Temperatur udara pengering mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurva
pengeringan. Temperatur udara pengering mempunyai pengaruh besar terhadap
temperatur bahan dan mempengaruhi besarnya difusivitas air dalam butiran
jagung disamping dipengaruhi oleh kadar airnya. Temperatur ini juga
mempengaruhi besarnya sifat-sifat fisik bahan yang kemudian mempengaruhi
besarnya koefisien perpindahan massa antara permukaan bahan dan
16
temperatur udara pengering masuk. Semakin tinggi temperatur udara masuk maka
waktu pengeringan yang diperlukan akan semakin singkat.
Untuk temperatur 50, 60, dan 70 oC berturut-turut diperlukan waktu pengeringan
kurang lebih 4,2 , 2,8 dan 2,25 jam. Kurva laju pengeringan pada berbagai
temperatur udara masuk.
Semakin tinggi temperatur udara masuk maka secara relatif semakin tinggi pula
besarnya laju pengeringan pada kondisi pengeringan yang sama (Istadi dkk,
2000).
D. Pengaruh Suhu Terhadap Pengeringan
Laju penguapan air bahan dalam proses pengeringan sangat ditentukan oleh
kenaikan suhu. Bila suhu pengering dinaikkan, maka panas yang dibutuhkan
untuk penguapan air bahan akan berkurang. Pada proses pengeringan harus
diperhatikan suhu pengeringnya. Semakin besar perbedaan antar suhu media
pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin cepat pula kecepatan pindah
panas ke dalam bahan pangan. Sehingga penguapan air dari bahan akan lebih
banyak dan cepat. Proses pengeringan yang menggunakan suhu tinggi dalam
waktu singkat akan lebih kecil kemungkinannya merusak bahan dari pada proses
pengeringan bahan dengan suhu rendah dalam waktu lama. Oleh karena itu, bahan
yang dikeringkan pada alat pengering mekanis selama empat jam akan lebih baik
hasilnya daripada dikeringkan dengan sinar matahari selama dua hari.
Pada proses pengeringan, suhu udara selain akan berpengaruh terhadap waktu
pengeringan atau lamanya pengeringan juga akan berpengaruh terhadap kualitas
Untuk menekan biaya pengeringn atau mencapai biaya serendah mungkin dengan
kapasitas pengeringan yang tinggi, maka dapat digunakan suhu yang tinggi. Akan
tetapi, suhu yang digunakan tersebut tidak sampai merusak bahan yang
dikeringakan.
Karenanya, suhu pada keadaan ini akan mencapai suhu kritis bahan, yaitu dimana
kadar air bahan yang dikeringkan dalam keadaan kritis dan waktu berubah secara
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan
Teknik Pertanian , Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat pengering biji mekanis tipe
Batch Dryer, timbangan , stopwatch , moisturemeter,dan thermometer.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tongkol jagung dan biji jagung
sebanyak 56 kg
C. Prosedur Penelitian
1. Fungsional alat pengering tipebatch dryer
Alat pengering yang dibuat berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi beberapa
bagian antara lain : ruang pengering, alas pengering, ruang pemanasan, ruang
pembakaran, ruang plenum, dan ruang kipas.
a) Ruang pengering
Ruang pengeringan adalah bagian dari keseluruhan dan bagian pengering
termasuk didalamnya wadah pengering dan ruang plenum. Berfungsi untuk
b) Alas pengering
Alas pengering berfungsi sebagi tempat menaruh bahan yang dikeringkan,
dapat digunakan sebagai penyimpanan sementara.
c) Ruang pemanasan
Ruang pemanasan berfungsi untuk menghasilkan udara pengering yang akan
digunakan untuk mengeringkan bahan dengan sumber panas.
d) Ruang pembakaran
Ruang pembakaran berfungsi sebagai tempat menaruh bahan bakar yang akan
digunakan dalam proses pengeringan.
e) Ruang plenum
Ruang plenum berfungsi untuk meratakan udara pengering yang masuk melalui
saluran udara.
f) Ruang kipas
Ruang kipas berfungsi untuk menaruh kipas/ blower yang akan digunakan
untuk menghembuskan udara dalam proses pengeringan.
2. Struktural Pengering Biji Mekanis Tipe Batch Dryer
a. Ruang Pengering
Ruang pengering berbentuk persegi panjang dengan ukuran dimensi 60 cm
x 32 cm x 28 cm
b. Alas pengering
Alas pengering terletak diruang pengering, berada tepat diatas ruang
20
c. Ruang Pemanasan
Ruang pemanas adalah ruang antara tungku dan ruang pengering dan
terbuat dari seng plat berbentuk kerucut dengan ukuran 27 cm x 30 cm x 5
cm.
d. Ruang pembakaran
Ruang pembakaran disebut juga tungku pembakaran berbentuk persegi
panjang dengan ukuran 40 cm x 30 cm dan didalamnya terdapat susunan
besi pipa dengan panjang 35 cm.
e. Ruang plenum
Ruang plenum berada dibawah wadah pengering. Ruang plenum
berbentuk persegi panjang dengan ukuran 60cm x 32cm x 15cm.
f. Ruang kipas
Ruang kipas terbuat dari plat besi. Kipas yang digunakan mempunyai daya
sebesar 0.25 Hp.
Berikut ini adalah gambar skema alat pengering tipe batch dryer
Keterangan :
1. Kipas atau fan
2. Ruang Pembakaran
3. Ruang Pengeringan
4. Ruang Plenum
3. Mengeringkan tongkol jagung hingga kadar air terendah
4. Mengeringkan biji jagung menggunakan Batch Dryer dengan bahan bakar
22
Gambar 2. Diagram Alir Prosedur Penelitian Mulai
Jagung Hasil Panen
Pelepasan biji dari tongkol jagung
Biji jagung dimasukkan pada ruang pengering
Tongkol jagung kering dibakar di dalam tungku
Kipas dioperasikan
Jagung hasil pengering
dengan kadar air 14 %
D. Pengamatan
Dalam penelitian ini ada beberapa parameter yang akan diamati yaitu :
a. Suhu
Pengukuran suhu udara diukur di ruang plenum dan di ruang pengering dengan
menggunakan thermometer. Thermometer diletakkan pada setiap titik pengukuran
(dilapisan bawah tumpukan, lapisan tengah tumpukan dan lapisan atas tumpukan).
Pengukuran dilihat setiap 15 menit.
b. Kadar Air dan Penurunan Bobot
Penurunan berat sampel menggambarkan jumlah air yang menguap atau dapat
menunjukkan kadar air saat itu. Sampel ditimbang sebelum dikeringkan dan
diukur kadar airnya setiap 15 menit selama proses pengeringan dengan
menggunakan grain moisturemeter. Pengukuran penurunan massa dan kadar air
bahan dilakukan pada saat pengeringan jagung dan dilakukan dalam tiga tingkat
tebal tumpukan (10 cm, 15cm, 20 cm). Pengeringan akan dihentikan jika kadar air
rata-rata sampel telah mencapai rentang kadar air 13% - 14% dengan asumsi
bahan secara umum telah mencapai kadar air yang layak sebagai kering simpan
jagung. Sampel ditimbang kembali setelah Kadar Air mencapai rentang
13%-14%.
c. Lama Pengeringan
Lama pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung
dimulai saat alat dihidupkan hingga bahan kering dengan kadar air rata-rata
24
d. Jumlah Bahan Bakar
Jumlah bahan bakar adalah adalah jumlah tongkol jagung yang dibutuhkan untuk
mengeringkan biji jagung hingga kadar air 13%-14%.
E. Analisis Data
1. Beban uap air
Beban uap air jagung adalah jumlah air yang harus diuapkan hingga mencapai
kadar air yang diinginkan. Untuk menghitung beban uap air dihitung berdasarkan
persamaan kesetimbangan massa berikut:
Berat kering awal = Berat kering akhir ... (1)
F x % berat kering awal = P x % berat kering akhir
V = F–P ……. (2)
Keterangan :
F = Jumlah berat biji yang dikeringkan(kg)
P = Jumlah berat biji setelah dikeringkan(kg)
V = jumlah air yang diuapkan (kg H2O)
2. Laju pengeringan
Laju pengeringan dihitung berdasarkan persamaan berikut
Laju pengeringan =% %
( ) ...(2)
3. Kadar Air
Kadar air dihitung sebelum dan sesudah dari pengeringan yang bertujuan untuk
Perhitungan kadar air dilakukan dengan mengetahui kadar air dari jagung sebelum
dan kadar air jagung sesudah pengeringan. Sampel jagung diambil kemudian
dimasukkan ke batch dryer hingga kadar air 13 % - 14 % dan setiap 15 menit
diukur kadar air dengan menggunakan moisture meter.
4. Energi yang dibutuhkan untuk pengeringan
Energi untuk menguapkan air merupakan energi yang digunakan selama proses
pengeringan untuk menguapkan air pada bahan hingga mencapai kadar air yang
diinginkan. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut
Q1 = V x Hfg ... (3)
Keterangan :
Q1= energi untuk menguapkan air (kJ/Jam)
V = beban uap air (kg H2O)
Hfg =panas laten air (kJ/kg H2O)
Hfgadalah panas laten air, dapat dihitung dengan persamaan :
Hfg= (2,501–(2, 361 x 10-3) T) x 1000 ... (4)
Keterangan :
Hfg= panas laten air (kJ/kg H2O)
T = suhu (°C)
Energi untuk memanaskan bahan dihitung dengan persamaan :
Q2= m x Cp x∆T ... (5)
Dimana :
Q2= energi untuk memanaskan bahan (kJ)
26
Cp= panas jenis biji jagung (1,112 kJ/ kg°C)
∆T= perubahan suhu udara pengering dan suhu lingkungan (°C)
Qout= Q1+Q2 ... (6)
5. Energi Bahan Bakar
Qinput= Mfsx Nbb ... (7)
Keterangan :
Qinput= kalor hasil proses pembakaran tongkol jagung di pemanas (kW)
Nbb= nilai kalor tongkol jagung (kJ/ kg)
A. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah
1. Tumpukan 10 cm adalah tebal yang paling efisien pada percobaan ini.
2. Lama Pengeringan yang dilakukan pada tumpukan 10, 15, dan 20 cm
masing-masing adalah 1,5, 2,2, dan 2,5 jam.
3. Laju pengeringan yang dihasilkan selama proses pengeringan pada tumpukan
10, 15, dan 20 cm masing-masing adalah 6,266, 4,2, dan 4,2 %/jam.
4. Effisiensi pengeringan pada tumpukan 10, 15, dan 20 cm masing-masing
adalah 7,11, 6,55, dan 6,1%.
5. Satu kilogram tongkol jagung yang digunakan sebagai bahan bakar dapat
mengeringkan tiga kilogram biji jagung. Dan satu kilogram tongkol jagung
menghasilkan 5 kilogram biji jagung, sehingga perlu penambahan sumber
energi lain.
B. Saran
Perlu diadakan penelitian lanjutan dari penelitian ini karena alat pengering tipe
DAFTAR PUSTAKA
Atmaka dan Kawiji, 2011. Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan Terhadap Kualitas Tiga Varietas Jagung(Zea Mays).
http://eprints.uns.ac.id/735/1/Pengaruh_Suhu_Dan_Lama_Pengeringan_Ter hadap_Kualitas_Tiga_Varietas_Jagung_(Zea_Mays_L.).pdf.
Bank Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia, 2010. Penanganan Pasca Panen
Jagung.Balai Besar Litbang Pasca Panen.
Defter, 2011. Strategi Pengendalian Pada Pengeringan Jagung Pipilan Yang Memanfaatkan Udara Lingkungan. (Skripsi). Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Intstitut Pertanian Bogor.
Firmansyah, 2009. Teknologi Pengeringan Dan Pemipilan Untuk Perbaikan Mutu Biji Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia, Balai Penelitian
Tanaman Serealia, hal 330-338.
Gandhi A, 2010. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat Terhadap Karakteristik Briket Arang Jagung Tongkol.Jurnal Profesional Vol 8, No. 1, hal 1-12
Istadi, Aghista, J.P. Sitompul, dan Nugroho, 2000. Studi Eksperimental Pengeringan Butiran Jagung Dalam Pengering Unggun Diam. Proceeding of
National Seminar on Agricultural Engineering (AE2000), hal 1-5.
Kementrian Pertanian, 2011. Teknologi Budidaya Jagung. Direktorat Jendral Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia. Jakarta, 59 hal.
Napitupulu F.H, Y.P.Atmaja. 2011. Perancangan Dan Pengujian Alat Pengering Jagung Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 9 Kg Per-Siklus.
Rahmawati, O.Yudhista, dan T.R. Renggani, 2012. Teknik Pengeringan Dengan Fluidized Bed Dryer.
http://tsffarmasiunsoed2012.wordpress.com/2012/05/22/teknik-pengeringan-dengan-fluidized-bed-dryer/.
Subekti N A, R.Effendi, S.Sunarti, dan Syafruddin 2007. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Laporan Akhir. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp10232.pdf.
Suriadi dan Murti, 2011. Kesetimbangan Energi Termal Dan Efisiensi Transient Pengering Aliran Alami Memanfaatkan Kombinasi Dua Energi. Jurnal
Teknik Industri. Vol 12, No 1, hal 34-40.
Widodo, A.Asari, Ana, dan Elita. 2007. Bio Energi Berbasis Jagung Dan Pemanfaatan Limbahnya.
http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id/ind/phocadownload/MakalahSeminar/ Bio%20Energi%20Berbasis%20Jagung%20dan%20Pemanfaatan%20Limba hnya.pdf.
Debit =kecepatanaliranudara x LuasRuangPengering x Massa JenisUdara
Debit = 0.04 m/s x 0.192 m2 x 1.27 kg/m3
Debit = 0.00975 kg/s
Tumpukan 15 cm
BeratAwal = BeratAkhir
0.772 x 19 = 0.864 P
14.668 = 0.864 P
P = 16.97 kg
V = F - P
V = 19 kg - 16.97 kg
V = 2.03 kg
Kg Udara = (1 + H1) x BanyakUdara
Kg Udara = (1 + 0.019 kg/kg Uk) x 92,27kg Uk
Tumpukan 20 kg
BeratAwal = BeratAkhir
0.76 x 25 = 0.865 P
19 = 0.865 P
P = 21.96 kg
V = F - P
V = 25 kg - 21.96 kg
V = 3.04 kg
Kg Udara = (1 + H1) x BanyakUdara
Kg Udara = (1 + 0.01 kg/kg Uk) x 116,92kg Uk
PerhitunganLajuPengeringan
LajuPengeringanpadatumpukan 10 cm
LajuPengeringanpadatumpukan 15 cm
Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) T) x 1000
Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) 82,84) x 1000
Hfg= 2307 kJ/kg H2O
Q1= V x Hfg
Q1= 1,29 kgH2O x 2307 kJ/kg H2O
Q1= 2976,03 kJ = 1984,02 kJ/jam
Q2= m x Cp x ∆T
Q2 = 12 kg x 1,112 kJ/kg0C x 10,640C
Q2= 141,98 kJ = 94,65 kJ/jam
Qout = Q1 + Q2
Qout = 1984,02 kJ/jam + 94,65 kJ/jam
Qout = 2078,67 kJ/jam
Qinput = m.fs x Nbb
Qinput = 3kg/5400det x 3500 kkal/kg
Qinput = 10500 kkal/5400det
Qinput = 1,94kkal/det
Tumpukan 15 cm
Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) T) x 1000
Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) 86,34) x 1000
Hfg= 2273,93 kJ/kg H2O
Q1= V x Hfg
Q1= 2,03 kgH2O x 2273 kJ/kg H2O
Q1= 4616,0779 kJ = 2098,217 kJ/jam
Q2= m x Cp x ∆T
Q2 = 19 kg x 1,112 kJ/kg0C x 5,080C
Q2= 107,33 kJ = 35,77 kJ/jam
Qout = Q1 + Q2
Qout = 2098,217 kJ/jam + 35,77 kJ/jam
Qout = 2133,987 kJ/jam
Qinput = m.fs x Nbb
Qinput = 5kg/8100det x 3500 kkal/kg
Qinput = 17500 kkal/8100det
Qinput = 2,16kkal/det
Tumpukan 20 cm
Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) T) x 1000
Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) 60,65) x 1000
Hfg= 2358 kJ/kg H2O
Q1= V x Hfg
Q1= 3,04 kgH2O x 2358 kJ/kg H2O
Q1= 7168,32 kJ = 2867,32 kJ/jam
Q2= m x Cp x ∆T
Q2 = 25 kg x 1,112 kJ/kg0C x 3,90C
Q2= 108,42 kJ = 43,368 kJ/jam
Qout = Q1 + Q2
Qout = 2867,32 kJ/jam + 43,368 kJ/jam
Qout = 2910,68 kJ/jam
Qinput = m.fs x Nbb
Qinput = 7,5kg/9000det x 3500 kkal/kg
Qinput = 26250 kkal/9000det
Qinput = 2,91kkal/det
Perhitunganeffisiensisecarateoritis
Tumpukan 10 cm
Q1=beratkeringudara (h2-h1)
Q1 =64,85 (143-79)
Q1=4150,40 kJ
Q2 = Air yang diuapkan x Hfg
Q2 = 1,29 x 2307
Q2 = 2976,03 kJ
Q3= m x Cp x ∆T
Q2 = 12 kg x 1,112 kJ/kg0C x 10,640C
Q2= 141,98 kJ
Q4= Watt x t
= 75kJ/s X 1,5 jam
= 0,02 kJ/jam X 1,5 jam
Q1 =96,66 (148-80)
Q1=6572,88 kJ
Q2 = Air yang diuapkan x Hfg
Q2 = 2,02 x 2273,93
Q2 = 4593,33 kJ
Q3= m x Cp x ∆T
Q2 = 19 kg x 1,112 kJ/kg0C x 5,080C
Q2= 107,33 kJ
Q4= Watt x t
= 75kJ/s X 1,5 jam
= 0,02 kJ/jam X 1,5 jam
= 0,03 kJ
Tumpukan 20cm
Q1=beratkeringudara (h2-h1)
Q1 =116,92 (143-80)
Q2 = Air yang diuapkan x Hfg
Q2 = 3,03 x 2358
Q2 = 7144,74 kJ
Q3= m x Cp x ∆T
Q2 = 25 kg x 1,112 kJ/kg0C x 3,90C
Q2= 108,42 kJ
Q4= Watt x t
= 75kJ/s X 1,5 jam
= 0,02 kJ/jam X 1,5 jam
Waktu(menit
Tabel3.SuhudanPenurunan Kadar Air padatumpukan 15 cm
Gambar1.Bijijagungbasah (sebelumpengeringan)
Gambar3.TongkolJagung
Gambar7.TungkuPembakaran
Gambar11.Bijijagungsetelahdikeringkandengantumpukan 15 cm