• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I dan BAB II 001

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB I dan BAB II 001"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan merupakan semua proses yang alami dan fisiologis yang dialami oleh setiap wanita hamil. Sejak diketahui hamil, ibu sudah dibebani tanggung jawab untuk merawat janin yang ada didalam rahimnya. Begitu pula saat persalinan bukan hanya tanggung jawab ibu saja namun merupakan tanggung jawab semua pihak baik dari ibu, keluarga, tenaga kesehatan dan pihak-pihak yang terkait.

Di Sragen, pada tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 86,407 per 100.000 kelahiran, dan pada tahun 2015 AKI menjadi 108,42 per 100.000 kelahiran atau meningkat sebesar 22,013 per 100.000 kelahiran yang salah satunya disebabkan oleh ketuban pecah dini.

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan/sebelum inpartu, pada pembukaan < 5 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. (Taufan Nugroho, 2012 Hal 150).

Berdasarkan dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membahas masalah ketuban pecah dini (KPD) dengan pendekatan asuhan kebidanan dengan judul “Asuhan kebidanan Ibu bersalin Pada Ny. A umur 20 tahun G1P0A0 umur kehamilan 38+1 minggu dengan Ketuban pecah Dini Di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro”.

B. Tujuan 1) Umum

Mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan menggunakan manajeman kebidanan 7 langkah varney dan SOAP secara komprehensif.

(2)

a) Melaksanakan pengkajian data subjektif dan objektif asuhan kebidanan persalinan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Ny. A G1P0A0, umur 20 tahun, umur kehamilan 38+1 minggu di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen.

b) Mengidentifikasi masalah dan merumuskan diagnosa asuhan kebidanan persalinan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Ny. A G1P0A0, umur 20 tahun, umur kehamilan 38+1 minggu di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen.

c) Menentukan diagnosa potensial asuhan kebidanan persalinan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Ny. A G1P0A0, umur 20 tahun, umur kehamilan 38+1 minggu di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen. d) Menentukan rencana tindakan asuhan kebidanan asuhan kebidanan

persalinan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Ny. A G1P0A0, umur 20 tahun, umur kehamilan 38+1 minggu di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen.

e) Melaksanakan asuhan kebidanan asuhan kebidanan persalinan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Ny. A G1P0A0, umur 20 tahun, umur kehamilan 38+1 minggu di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen. f) Mengevaluasi tindakan asuhan kebidanan persalinan dengan Ketuban

Pecah Dini (KPD) pada Ny. A G1P0A0, umur 20 tahun, umur kehamilan 38+1 minggu di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen.

g) Mendokumentasikan Asuhan kebidanan asuhan kebidanan persalinan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Ny. A G1P0A0, umur 20 tahun, umur kehamilan 38+1 minggu di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen.

C. Manfaat 1) Teoritis

(3)

b) Hasil penulisan dapat memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan selalu menjaga mutu pelayanan.

2) Praktis

(4)

BAB II TINJAUAN TEORI

I. Teori Persalinan A. Pengertian

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung selama 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2009)

Persalinan adalah proses bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari rahim ibu, dimana persalinan dianggap normal bila usia kehamilan ≥ 37 minggu (Marmi, 2011)

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa persalinan normal merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi dengan usia kehamilan ≥ 37 minggu, tanpa adanya komplikasi pada ibu maupun janin.

B. Sebab-sebab mulanya persalinan

Menurut Asrinah (2009:3) sebab-sebab mulainya persalinan yaitu teori yang mengatakan kemungkinan proses persalinan antara lain:

1. Teori keregangan otot-otot

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai. Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan. 2. Teori penurunan progesterone

(5)

3. Teori oksitosin

Oksiosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior. Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah sehingga timbul kontraksi otot-otot rahim.

4. Teori prostaglandin

Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh sel desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarakan. Prostaglandin dianggap dapat memicu terjadinya persalinan (Manuaba, 2005).

5. Pengaruh janin

Hypofise dan kelenjar suprarental pada janin memegang peranan dalam proses persalinan, oleh karena itu pada anencepalus kehamilan lebih lama dari biasanya.

6. Plasenta menjadi tua

Dengan tuanya kehamilan plasenta menjadi tua, villi corialis mengalami perubahan sehingga kadar progesteron dan estrogen menurun.

C. Tanda dan Gejala Menjelang Persalinan

Ada sejumlah tanda dan gejala bahwa seorang wanita sedang mendekati waktu bersalin. Wanita tersebut akan mengalami beberapa kondisi berikut :

1. Lightening

Lightening mulai dirasakan kira-kira dua minggu sebelum persalinan, yaitu terjadinya penurunan bagian presentasi bayi kedalam pelvis minor.

2. Perubahan Serviks

(6)

3. False Labor (Persalinan Palsu)

Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri, dan memberi pengaruh signifikan terhadap serviks

4. Ketuban Pecah

Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala satu persalinan. Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir lengkap. Apabila terjadi sebelum persalinan, hal ini disebut ketuban pecah dini (KPD).

5. Bloody Show

Bloody show adalah pengeluaran lendir disertai darah. bloody show merupakan tanda persalinan yang akan terjadi dalam waktu 24 sampai 48 jam.

(Varney, 2008).

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan.

Keberhasilan proses persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor ibu (power, passage,psikologi), faktor janin (plasenta), dan faktor penolong persalinan.

1. Power

Power adalah kekuatan atau tenaga yang mendorong janin keluar dalam persalinan yang meliputi :

a. His

(7)

diantara kontraksi, fungsi penting relaksasi yaitu mengistirahatkan otot uterus, memberi kesempatan istirahat bagi ibu, mempertahankan kesejahteraan bayi karena kontraksi menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah plasenta. Pembagian his dan sifat-sifatnya.

1) His pendahuluan : his tidak kuat, datangnya tidak teratur, menyebabkan keluarnya lendir darah atau bloody show.

2) His pembukaan (kala I) : his yang menyebabkan pembukaan serviks, semakin kuat, teratur dan sakit.

3) His pengeluaran (kala II) : untuk mengeluarkan janin, sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi.

4) His pelepasan plasenta (kala III) : kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.

5) His pengiring (kala IV) : kontraksi lemah, masih sedikit sakit, terjadi pengecilan uterus dalam beberapa jam atau hari.

b. Tenaga mengedan

Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah atau dipecahkan, serta sebagian presentasi sudah ada di panggul, sifat kontraksi berubah, yakni bersifat mendorong ingin keluar dengan dibantu keinginan ibu untuk mengedan atau usaha volunter. Hal ini disebabkan oleh :

1) Kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan peninggian tekanan intra abdominal.

(8)

3) Saat kepala sampai di dasar panggul, timbul reflex yang mengakibatkan ibu menutup gloyisnya, mengkontraksikan otot-otot perut dan menekan diafragmanya kebawah.

(Asrinah, 2010:10)

2. Passage (jalan lahir)

Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus normal. Passage terdiri dari :

a. Bagian keras tulang-tulang panggul (rangka panggul) 1) Dua os coxae (tulang pangkal paha) terdiri dari :

a) Os. Ilium (tulang usus) terdiri dari : crista iliaca, spina iliaca anterior superior(SIAS), dan spina iliaca posterior superior (SIPS), spina iliaca posterior inferior (SIPI), spina iliaca anterior inferior(SIAI), incisura ischiadica mayur, linea inominata, corpus os.illi.

b) Os Ischium (tulang duduk) terdiri dari : spina ischiadica, incisura ischiadica minor, tuber ischiadicum, acetabulum, ramus superior ossis ischii, ramus inferior ossis ischii, corpus os ischii.

c) Os Pubis (tulang kemaluan) terdiri dari : foramen obturatorium, ramus superior ossis pubis, ramus inferior ossis pubis, linea illiopectinea, corpus pubis, tuberculum pubicum, arkus pubis, simphisis pubis.

2) Os Sacrum (tulang kelangkang) terdiri dari : promontorium, foramen sacralia anterior, crista sacralis, vetebra sacralis, ala sacralis, vetebra lumbalis.

(9)

b. Bagian lunak : otot-otot, jaringan dan ligamen-ligamen c. Pintu Panggul, terdiri dari

1) Pelvis Mayor (False Pelvis) : bagian diatas pintu atas panggul tidak berkaitan dengan persalinan.

2) Pelvis Minor (True Pelvis) terdiri dari :

a) Pintu atas panggul (PAP) disebut Inlet dibatasi oleh promontorium, linea inominata dan pinggir atas symphisis. b) Ruang tengah panggul (RTP) kira-kira pada spina

ischiadica, disebut midlet.

c) Pintu Bawah Panggul (PBP) dibatasi simfisis dan arkus pubis, disebut outlet.

d) Ruang panggul yang sebenarnya (pelvis cavity) berada antara inlet dan outlet.

(Ai Nurasiah, dkk, 2011) d. Bidang-bidang panggul

1) Bidang Hodge I : Dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas symphisis dan promontorium.

2) Bidang Hodge II : Sejajar dengan Hodge I setinggi pinggir bawah symphisis.

3) Bidang Hodge III : Sejajar Hodge I dan II setinggi spina ischiadika kanan dan kiri.

4) Bidang Hodge IV : Sejajar Hodge I, II dan III setinggi os coccyges.

(Ai Nurasiah, dkk, 2011) 3. Passenger (Janin)

Passanger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor yakni kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta harus melewati jalan lahir, maka plasenta dianggap sebagai bagian dari passenger yang menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses persalinan normal.

(10)

a. Kepala Janin

Kepala janin adalah bagian yang terpenting karena dalam persalinan perbandingan antara besarnya kepala dan luasnya panggul merupakan hal yang menentukan. Jika kepala dapat melalui jalan lahir, bagian-bagiannya dapat menyusul dengan mudah. Kepala bayi terdiri dari:

1) Bagian muka, terdiri dari : a) Tulang hidung (os nasale) b) Tulang pipi (os zygomatikum) c) Tulang rahang atas (os maxilare) d) Tulang rahang bawah (mandibulare) 2) Bagian tengkorak

Bagian ini yang terpenting pada persalinan karena biasanya bagian tengkorak yang paling depan. Yang membentuk bagian tengkorak adalah:

a) Tulang dahi (os frontale) 2 buah

b) Tulang ubun ubun (os parietale) 2 buah c) Tulang pelipis (os temporale) 2 buah d) Ulang belakang kepala (os occipitale) 3) Sutura

Sutura adalah sela-sela diantara tulang yang ditutupi oleh membrane. Kegunaannya yaitu:

a) Memungkinkan terjadinya maulage b) Dapat mengetahui posisi kepala janin Macam-macam sutura:

a) Sutura sagitalis : terletak diantara kedua os parietal b) Sutura Coronalis : terleta antara os frontal dan os parietal c) Sutura lamboidea : terletak antara os occipital dan kedua

os parietal

(11)

Merupakan pertemuan beberapa sutura yang ditutupi oleh membrane fontanel terdiri dari dua macam:

a) Fontanel mayor/ubun-ubun besar/ fontanel anterior merupakan pertemuan anatara sutura sagitalis, sutura frontalis, sutura coronalis. Berbentuk segi empat. Fontanel ini menutup pada usia bai 18 bulan.

b) Fontanel minor/ubun-ubun kecil/fontanel superior erupakan pertemuan anatra sutura sagitalis dan sutura lamboidea. Berbentuk segitiga fontanel ini menutup pada usia bayi 6-8 minggu.

5) Ukuran-ukuran kepala bayi Ukuran muka belakang

a) Diameter suboccipitio bregmatika: dari foramen magnum ke ubun-ubun besar 9,5 cm

b) Diameter suboccipito frontalis 11cm

c) Diameter fronto-occipitalis (dari pangkal hidung ke titik terjauh pada belakang kepala) 12 cm

d) Diameter mento-occipitalis (dari dagu ke titik yang terjauh pada belakang kepala) 13,5 cm

e) Diameter Submento-bregmatika (dari bawah dagu ialah os hyoid ke ubun-ubun besar) 9,5 cm

Ukuran melintang

a) Diameter biparietalis (ukuran yang terbesar antara kedua ossa parietalia) 9 cm. Pada letak belakang kepala ukuran ini melalui ukuran muka belakang dari pintu atas panggul (conjugate vera)

b) Diameter bitemporalis (jarak yang terbesar antara sutura-coronaria kanan kiri) 8 cm. Pada letak defleksi ukuran ini melalui conjugate vera.

(12)

a) Circumferentia suboccipito bregmatika (lingkaran kecil kepala) 32 cm

b) Circumferentia fronto occipitalis (lingkaran sedang kepala) 34 cm c) Circumferentia mento occipitalis (lingkaran kepala besar) 35 cm (FK UNPAD, 2008)

b. Letak janin dalam uterus

Letak dalam uterus sangat penting dalam diagnosa persalinan. Beberapa letak seperti lintang dan letak dahi tidak dapat lahir spontan, jika tidak diperbaiki maka berbahaya bagi ibu maupun janin. Istilah letak anak dalam ilmu kebidanan mengandung 4 pengertian:

1) Presentasi

Presentasi digunakan untuk menentukan apa yang menjadi bagian terendah janin, yang dijumpai ketika palpasi pada kehamilan atau pemeriksaan dalam pada persalinan. Misalnya: presentasi pada palpasi kehamilan yaitu kepala, sungsang dan presentasi pada pemeriksaan dalam yaitu belakang kepala. 2) Posisi

Letak salah satu bagian anak yang tertentu terhadap dinding perut atau jalan lahir. Misalnya, pada pemeriksaan dalam presentasi pada palpasi kehamilan yaitu punggung kiri.

3) Letak/situs

Letak sumbu panjang anak terhadap sumbu panjang ibu. Misalnya letak memanjang atau membujur yaitu sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu. Ini bisa letak kepala, atau letak sungsang. Letak lintang, yaitu janin tegak lurus pada sumbu ibu. Misalnya: letak memanjang, letak melintang.

4) Habistus/sikap

(13)

tulang punggung, dan kaki didalam keadaan fleksi. Lengan bersilang didada.

c. Plasenta

Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada ovum yang dibuahi, lalu terhubung dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi yang belum dapat dilakukan oleh janin itu sendiri selama kehidupan intrauteri. Keberhasilan janin untuk hidup tergantung atas keutuhan dan efisiensi plasenta. Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan alat pertukaran zat antara ibu dan anak atau sebaliknya.

4. Psikologi

Keadaan psikologis ibu mempengaruhi proses persalinan. Ibu bersalin yang didampingi oleh suami dan orang yang dicintainya cenderung mengalami proses persalinan yang lebih lancar dibanding dengan ibu bersalin tanpa pendamping. Ini menunjukkan bahwa dukungan mental berdampak positif bagi keadaan psikis ibu, yang berpengaruh tehadap kelancaran proses persalinan (Asrinah, 2010).

Perubahan psikologis dan perilaku ibu, terutama yang terjadi selama fase laten, aktif, dan transisi pada kala 1 persalinan memiliki karakteristik masing-masing. Sebagian besar ibu hamil yang memasuki masa persalinan akan merasa takut. Apalagi untuk seorang primigravida yang pertama kali beradaptasi dengan ruang bersalin.

Kondisi psikologis ibu bersalin dapat juga dipengaruhi oleh dukungan dari pasangannya, orang terdekat, keluarga, penolong, fasilitas dan lingkungan tempat bersalin, bayi yang dikandungnya merupakan bayi yang diharapkan atau tidak.

5. Pysian/penolong

(14)

(Asrinah, 2010). Tidak hanya aspek tindakan yang diberikan, tetapi aspek konseling dan pemberian informasi yang jelas dibutuhkan oleh ibu bersalin untuk megurangi tingkat kecemasan ibu dan keluarga.

Bidan mempunyai tanggungjawab yang besar dalam proses persalinan. Langkah utama yang harus dikerjakan adalah mengkaji perkembangan persalinan memberitahu perkembangannya baik fisiologis maupun patologis pada ibu dan keluarga. Kesalahan yang dilakukan bidan dalam mendiagnosis persalinan dapat menimbulkan kegelisahan dan kecemasan pada ibu dan keluarga.

E. Kala Persalinan

Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu: 1. Kala I (kala pembukaan)

a. Fase laten

Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan serviks terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.

b. Fase aktif

1) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.

2) Fase puncak maksimum. Dalam waktu 2 jam dilatasi berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

3) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.

(Chunningham,2013).

Pada fase ini, lama kontraksi uterus meningkat. Kontraksi dianggap adekuat jika terjadi ≥3x dalam 10 menit dan berlangsung selama ≥40 detik. Selain itu juga terjadi penurunan bagian terbawah janin (Chapman, 2006).

2. Kala II

(15)

merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan atau vagina. Perineum ibu terlihat menonjol. Vulva-vagina dan spingter ani terlihat membuka serta makin banyaknya pengeluaran lendir darah. Pada primigravida kala II berlangsung rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam (Wiknjosastro, 2008).

3. Kala III (kala pelepasan uri)

Kala III dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban secara lengkap. Pelepasan plasenta dari tempat implantasinya dapat ditandai dengan adanya semburan darah, tali pusat memanjang, uterus menjadi globuler atau kaku dan posisi uterus naik (Chunningham, 2013).

4. Kala IV (kala observasi)

Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan dua jam setelahnya. Pada kala ini perlu dilakukan pemantauan perdarahan dan observasi secara cermat pada tekanan darah, nadi, suhu, kontraksi otot rahim, kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan 30 menit 1 jam kedua (Chunningham,2013).

F. Mekanisme Persalinan

Mekanisme persalinan merupakan pergerakan kepala janin untuk menyesuaikan terhadap rongga panggul agar dapat lahir secara normal. Tahapanya antara lain:

1. Penurunan kepala

(16)

yaitu bila sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di antara simpisis dan promontorium.

Pada sinklitismus os parietal depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak ke belakang mendekati promontorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan asinklitismus, ada 2 jenis asinklitismus yaitu :

a. Asinklitismus posterior : Bila sutura sagitalis mendekati simpisis dan os parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan.

b. Anklitismus anterior : Bila sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang. Derajat sedang asinklitismus terjadi pada persalinan normal, tetapi kalau berat gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi sepalopelvik dengan panggul yang berukuran normal.

Penurunan kepala lebih lanjut terjadi pada kala I dan kala II persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi dan retraksi dari segmen atas rahim yang menyebabkan tekanan langsung fundus pada bokong janin. Dalam waktu yang bersamaan terjadi relaksasi dari segmen bawah rahim, sehingga terjadi penipisan dan dilatasi servik. Keadaan ini menyebabkan bayi terdorong ke dalam jalan lahir. Penurunan kepala janin juga disebabkan karena tekanan cairan intrauteri.

2. Fleksi

(17)

Ada beberapa teori yang menjelaskan mengapa fleksi bisa terjadi. Fleksi ini disebabkan karena anak di dorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari serviks, dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari keadaan ini terjadilah fleksi.

3. Rotasi dalam (putaran paksi dalam)

Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan janin memutar ke depan ke bawah simpisis. Putaran paksi dalam merupakan usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak terjadi sendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai hodge III, kadang kadang setelah kepala sampai didasar panggul. Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan kearah simpisis. Rotasi dalam penting untuk menyelesaikan persalinan, karena rotasi dalam merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bidang tengah dan pintu bawah panggul.

4. Ekstensi

(18)

5. Rotasi Luar (Putaran Paksi Luar)

Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi yaitu kepala bayi memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Bahu melintasi pintu dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul setelah kepala bayi lahir, bahu mengalami putaran dalam dimana ukuran bahu (diameter bisa kromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul. Bersamaan dengan itu kepala bayi juga melanjutkan putaran hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadikum sepihak (disisi kiri).

6. Ekspulsi

Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simpisis dan menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah kedua bahu bayi lahir , selanjutnya seluruh badan bayi dilahirkan searah dengan sumbu jalan lahir.

Dengan kontraksi yang efektif, fleksi kepala yang adekuat, dan janin dengan ukuran yang rata-rata, sebagian besar oksiput yang posisinya posterior berputar cepat segera setelah mencapai dasar panggul, dan persalinan tidak begitu bertambah panjang. Tetapi pada kira-kira 5-10% kasus, keadaan yang menguntungkan ini tidak terjadi. Sebagai contoh kontraksi yang buruk atau fleksi kepala yang salah atau keduanya, rotasi mungkin tidak sempurna atau mungkin tidak terjadi sama sekali, khususnya kalau janin besar.

G. Asuhan Persalinan

1. Asuhan persalinan kala I

a. Selama kala I persalinan asuhan yang dapat diberikan bidan adalah: 1) Memberikan dukungan pada persalinan.

2) Mendapingi ibu selama proses persalinan.

(19)

4) Memberikan metode pengurangan rasa nyeri melalui pengaturan posisi, teknik relaksaksi, sentuhan dan sebagianya.

5) Memantau kedaan ibu dan janin.

6) Monitoring kemajuan persalinan menggunakan patograf (Rohani,2011).

b. Manajemen Kala I

1) Mengidentifikasi Masalah

Ketika ibu datang dan merasa akan melahirkan, komponen-komponen riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang dikumpulkan meliputi :

a) Riwayat kesehatan

Meninjau kartu antenatal untuk Usia kehamilan

Masalah atau komplikasi Riwayat kehamilan terdahulu b) Menanyakan riwayat persalinan

Bagaimana perasaan ibu ?

Berapa bulan kehamilan ibu sekarang ? Kapan ibu mulai merasakan nyeri ? Seberapa sering rasa nyeri terjadi ? Berapa lama berlangsung ?

Seberapa kuat rasa nyeri tersebut ? Apakah ada lendir darah ?

Apakah ada perdarahan ?

Apakah ibu tahu ada semburan darah ? Apakah bayi bergerak gerak ?

Kapan ibu terakhir kali buang air besar dan kencing ?

Dari persalinan lalu berapa lama berlangsung ? berapa berat badan bayi?

2) Pemeriksaan fisik

(20)

a) Untuk menentukkan tinggi fundus uteri b) Memantau kontraksi uterus

Pada fase aktif minimal 2 kontraksi dalam 10 menit dengan durasi 40 detik atau lebih

c) Memantau DJJ

d) Menentukkan presentasi

e) Menentukkan penurunan bagian bawah janin :

 5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba diatas simfisis.

 4/5 jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Berada di Hodge I-II

 3/5 jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Berada di Hodge II-III

 2/5 jika hanya sebagian dari bagian bawah janin masih teraba diatas simpisis dan (3/5) bagian telah turun melewati bidang tengah rongga panggul (tidak dapat digerakkan ). Berada di Hodge III

 1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah janin yang berada diatas simpisis dan 4/5 bagian terbawah janin sudah masuk ke dalam rongga panggul. Berada di Hodge III-IV

 0/5 jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba pemeriksaan luar dan seluruh bagian terbawah janin sudah masuk ke dalam rongga panggul. Berada di Hodge IV. f) Pemeriksaan dalam

Penilaian pada vulva vagina, konsistensi portio tipis dan lunak dan tidak teraba saat pembukaan lengkap. Pembukaan serviks, ketuban pecah atau utuh, presentasi janin, penyusupan kepala (molase), bagian terbawah lain.

 Menilai data dan membuat diagnosis

(21)

2. Asuhan persalinan kala II

Kala II pada primi berlangsung 1,5 jam, pada multi 0,5-1 jam. Pada kala II dilakukan pemantauan terhadap ibu, yang meliputi :

a. Pemantauan ibu 1) Kontraksi atau His

Kontraksi selama kala II terjadi secara sering, kuat, dan sedikit lebih lama yaitu : sekitar dua menit, lamanya 60-90 detik. Pemeriksaan dilakukan tiap 30 detik.

2) Tanda kala II

a) Ibu mempunyai dorongan untuk mengeran b) Adanya penekanan pada anus

c) Perineum menonjol

d) Vulva dan spingter ani membuka 3) Nadi ibu

Denyut nadi mestinya sama dengan waktu hamil antara 60-160. Pemantauan tiap 30 menit sekali. Denyut nadi cepat bisa dikarenakan karen infeks..

4) Tekanan darah, Suhu, Pernafasan. Pemantauan tiap 30 menit sekali. 5) Urine : adanya protein atau ketan 6) Nutrisi : minum dan makan 7) Kemajuan persalinan meliputi

a) Pembukaan serviks b) Penurunan kepala b. Pemantauan Janin

1) Sebelum lahir

(22)

cepat diatas 180 diakibatkan oleh : dehidrasi pada ibu, bayi terkena infeksi, ibu mengalami perdarahan, rahim robek (Susan&Fiona, 2008)

2) Saat lahir

Pernafasan, tonus otot, tangisan, warna kulit (Sripati, 2009) Asuhan persalinan kala II diberikan melalui asuhan sayang ibu dan sayang bayi serta pertolongan persalinan dengan metode APN. Asuhan sayang ibu yaitu asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Asuhan sayang ibu kala II meliputi:

a. Menganjurkan ibu agar selalu didampingi suami dan keluarga selama proses persalinan dn kelahiran bayinya.

b. Menjaga privasi ibu.

c. Melakukan pencegahan infeksi.

d. Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan keluarga dengan menjelaskan kemajuan persalinan.

e. Membantu ibu memilih posisi yang aman dan nyaman saat persalinan.

f. Menganjurkan ibu untuk meneran bila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran saat pembukaan sudah lengkap.

g. Menganjurkan ibu minum selama kala II persalinan.

h. Memberikan rasa aman dan semangat serta menentramkan hati ibu selama persalinan berlangsung.

Asuhan sayang bayi yang dapat diberikan antara lain:

a. Menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya segera setelah lahir.

b. Membantu memulai pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah lahir.

(23)

memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya dengan meminimalisir intervensi.

58 langkah asuhan persalina normal, antara lain:

1) Mendengar & melihat adanya tanda persalinan kala dua. a) Dorongan meneran

b) Tekanan pada anus c) Perineum menonjol d) Vulva dan anus membuka

2) Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin dan memasukan alat suntik sekali pakai 3 ml ke dalam wadah partus set.

3) Memakai celemek plastik.

4) Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keingkan tangan dengan handuk yang bersih dan kering.

5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.

6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam wadah partus set. 7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah

dibasahi oleh air matang (DTT), dengan gerakan dari labia mayora kanan-kiri, labia minora kanan-kiri, vestibulum sampai ke anus. Jika terkontaminasi feses ganti sarung tangan dan rendam dengan klorin 0.5%.

8) Melakukan pemeriksaan dalam, pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah, bila selaput ketuban belum pecah lakukan amniontomi.

(24)

10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai dan pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).

11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.

12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman).

13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.

14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

15) Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.

16) Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu. 17) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan

alat dan bahan

18) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

19) Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dn kering, tangan yang lain menahan posisi defeksi kepala janin. Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa steril kemudian memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin

20) Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin. Jika lilitannya longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi. Jika tali pusat melilit secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong diantara dua klem tersebut.

(25)

22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.

24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telu

25) Melakukan penilaian selintas : (1) Apakah bayi menangis kuat?

(2) Apakah bayi bernapas tanpa kesulitan? (3) Apakah bayi bergerak aktif?

26) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.

27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.

28) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.

29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).

(26)

31) Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.

32) Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

33) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.

34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva.

35) Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat. 36) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan

kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.

37) Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).

38) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban. 39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri

dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).

(27)

ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.

41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

42) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.

43) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.

44) Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.

45) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.

46) Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.

47) Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.

48) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

49) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.

50) Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.

51) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.

52) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.

(28)

54) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.

55) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.

56) Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.

57) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. 58) Melengkapi partograf.

3. Asuhan persalinan kala III

Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta. Kala III disebut juga kala uri atau kala pengeluaran plasenta dan selaput ketuban setelah bayi lahir. Lama kala III < 10 menit pada sebagian besar pelahiran dan <15 menit pada 95% pelahiran (Sinclair C, 2003).

Penyebab plasenta terpisah dari dinding uterus adalah kontraksi uterus setelah kala II selesai. Tempat perlekatan plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan metode ekpulsi plasenta. Selama kala III, kavum uteri secara progresif semakin mengecil sehingga memungkinkan proses retraksi semakin meningkat. Dengan demikian sisi plasenta akan jauh lebih kecil. Plasenta menjadi tertekan dan darah yang ada pada vili-vili plasenta akan mengalir ke lapisan spongiosum dari desidua. Terjadinya retraksi dari otot-otot uterus yang menyilang menekan pembuluh-pembuluh darah sehingga darah tidak masuk kembali kedalam system maternal. Pembuluh pembuluh darah selanjutnya menjadi tegang dan padat.

(29)

Tanda lepasnya plasenta, yaitu :

a. Perubahan bentuk, dimana uterus berbentuk segi tiga atau seperti buah pir atau alpukat dan fundus berada diatas pusat.

b. Tali pusat memanjang, terlihat menjulur keluar melalui vulva. c. Semburan darah mendadak .

Asuhan persalinan kala III dengan menggunakan Managemant Aktif Kala III, yaitu :

a. Pemberian oksitosin

Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir. Suntikan oktsitosin dengan dosis 10 unit diberikan secara intramuskuler (IM) pada sepertiga bagian atas paha bagian luar. Tujuan pemberian oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah (lusa, 2008). Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukan kateter.

1) Peregangan tali pusat terkendali

Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat keatas dan topang plasenta dengan tangan yang lain untuk diletakkan pada wadah penampung, karena selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut. Lakukan penarikan dengan lembut dan berlahan untuk melahirkan selaput ketuban.

2) Masase Uterus

(30)

persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca plasenta (lusa, 2011).

4. Asuhan persalinan kala IV a. Evaluasi uterus

Kontraksi uterus mutlak untuk dipantau untuk mencegah terjadinya perdarahan dan pengembalian uterus ke bentuk normal. Kontraksi uterus yang tidak kuat mengakibatkan atonia uteri yang dapat mengganggu keadaan ibu. Untuk itu evaluasi uterus pasca pengeluaran plasenta sangat penting untuk diperhatikan.

Untuk membantu uterus berkontraksi, bisa dilakukan massase agar uterus tidak lembek dan mampu berkontraksi secara kuat. Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan sisa ketuban yang tertinggal didalam uterus, akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan (Sumarah, Widyastuti, dkk, 2009).

b. Pemeriksaan serviks, vagina dan perineum.

Untuk mengetahui adanya robekan jalan lahir, periksa darah perineum, vagina, vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan oleh kemungkinan oedema dan lecet.

c. Pemantauan dan evaluasi lanjut kala IV

1) Melakukan pemantauan dan evaluai lanjut setiap 15 menit pada satu jam pertama dan setiap 30 menit pada satu jam kedua yang meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, konntraksi uterus, pengeluaran lokia, kandung kemih, perineum dan kebersihan alat genetalia.

2) Memeriksa tanda vital.

3) Memperkirakan jumlah kehilangan darah.

4) Melakukan penjahitan luka jika terdapat laserasi. 5) Membersihkan ibu.

(31)

H. Komplikasi Persalinan

Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang dikandung terancam dan disebabkan oleh gangguan langsung saat persalinan. Beberapa jenis komplikasi persalinan antara lain persalinan macet, sepsis, malposisi dan ketuban pecah dini (Fadlun, 2012).

II. Teori Persalinan dengan KPD A. Pengertian

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput janin sebelum proses persalinan dimulai. KPD saat preterm (KPDP) adalah KPD pada usia <37 minggu, sedangkan KPD memanjang adalah KPD >24 jam yang berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi intra-amnion.

Ketuban pecah dini atau sponkaneous/ early/ premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebsalum partu : yaitu bila pembukaan pada primigravida dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Rustam Mochtar 1998)

B. Etiologi

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :

1. Serviks inkompeten.

2. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion. 3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.

(32)

5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis).

6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).

7. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten :

a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi

b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin

C. Gejala Klinis

Diagnosis ketuban Pecah Dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas, selain keterangan yang disampaikan dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairanyang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrozine tes.Langkah ± langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini dilakukan :

1. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum, vernik kaseosa, rambut lanugo,atau bila telah terinfeksi berbau.

2. Pemeriksaan speculum : lihat dan perhatikan apakan memang air ketuban keluar darikanalis servisis dan apakah ada bagian yang sudah pecah.

3. Menggunakan kertas lakmus : bila menjadi biru (basa) berarti air ketuban, bila menjadimerah (asam) berarti air kemih (urin)

4. Melakukan pemeriksaan PH forniks pada posterior pada PROM (air ketuban). 5. Melakukan pemeriksaan histopatologi air (ketuban).

D. Patofisiologi

Banyak teori, mulai dari defect kromosom kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%) terdiri High virulensi : Bacteroides dan Low virulensi : Lactobacillus

(33)

dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin.

Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

E. Komplikasi

1. Infeksi intrapartum (korioamnionitis)

2. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm 3. Hipoksia karena kompresia tali pusat

4. Oligohidramnion 5. Deformitas janin

6. Meningkatnya insiden seksio sesarea (gagalnya persalinan normal) F. Penatalaksanaan

Perlu dilakukan pertimbangan tentang tata laksana yang paling tinggi mencapai well born baby dan well health mother. Masalah berat dalam menghadapi ketuban pecah dini adalah apabila kehamilan kurang dari 26 minggu karena untuk mempertahankannya memerlukan waktu lama. Bila berat janin sudah mencapai 2000 gram, induksi dapat dipertimbangkan. Kegagalan induksi disertai dengan infeksi yang diikuti histerektomi.

Selain itu, dapat dilakukan pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan. Tindakan ini akan menambah reseptor pematangan paru, meningkatnya maturitas paru janin. Pemberian betametason 12 minggu dilakukan dengan interval 24 jam dan 12 minggu tambahan, maksimum dosis 24 minggu, masa kerjanya sekitar 2-3 hari. Bila janin setelah satu minggu belum lahir, pemberian berakortison dapat diulang lagi. Indikasi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :

(34)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kemudian usaha kedua yaitu merencanakan kampanye diawali dengan menyusun tujuan dari kampanye Counting Down ini yaitu: untuk menberikan informasi kepada

Hasil pengolahan data melalui SPSS.22, terkait Persamaan regresi berganda dan estimasinya, dapat diketahui persamaan regresi berganda dalam penelitian ini adalah:

Ayub Prasetiyo, S.Sn., M.Sn.. Agus

Kis 2:41-47 bercerita mengenai Cara Hidup Jemaat Pertama. Perikope ini menampakkan persaudaraan dan cinta kasih antar anggota jemaat. Jemaat tersebut terbiasa melakukan

Tapi hal itu tidak berlaku bagi Jingga, dia mati-matian membenci Janus, sejak hari pertama mereka bertemu setahun lalu.. Tepatnya ketika Jingga mengikuti seleksi masuk tim

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

jarak kedua vortex mengalami perubahan yang kecil. Hal ini terjadi karena vortex masih dalam kestabilan sehingga kemiringan garis a/b pada proses difusi kecil. Hubungan

Penilaian adalah pengamatan yang dilakukan secara periodik terhadap kegiatan reklamasi hutan untuk menjamin bahwa rencana kegiatan yang diusulkan, jadwal kegiatan,