ABSTRACT
Associated Factors With Contraceptive Type Selection In Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village
By
Akhmad Rifkie Arief
The rate of population growth in Indonesia is growing fast, despite having a large number of people but the quality of Indonesia's population is still low. The government has tried to anticipate the rapid population growth rate is in many ways, one of which is to declare family planning program (KB). The implementation of family planning are still experiencing barriers one contraceptive option for women who are so diverse that make family planning as if it is a problem for women.
This study aims to determine the factors related to the choice of contraception. Place this research is in Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village. This is the type of research analytic study, using cross sectional approach. The population in this study is the population are all acceptors in Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village, Central Lampung in 2013. The number of samples in this study amounted to 79 people with a sampling technique with simple random sampling method. Data was collected through questionnaire-guided interview.
From the analysis using chi-square test showed that there was a significant relationship between knowledge, education, attitude, health infrastructure, number of children, encouragement by the couple with the choice of contraception (p <0.05).
ABSTRAK
Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Jenis Kontrasepsi Di Bidan Praktek Swasta Bidan Norma Desa Gunung Sugih
Oleh
Akamad Rifkie Arief
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia meningkat cukup cepat, walaupun memiliki jumlah penduduk besar akan tetapi kualitas penduduk Indonesia masih terbilang rendah. Pemerintah sudah berupaya untuk mengantisipasi laju pertumbuhan penduduk yang cepat ini dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mencanangkan program Keluarga Berencana (KB). Pelaksanaan KB hingga saat ini masih mengalami hambatan salah satunya pilihan alat kontrasepsi bagi wanita yang beragam sehingga membuat KB seolah-olah adalah masalah bagi wanita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi. Tempat dilakukan penelitian ini adalah di Bidan Praktek Swasta Bidan Norma Desa Gunung Sugih. Jenis penelitiaan ini adalah penelitian studi analitik, dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah Populasi adalah semua akseptor KB di Bidan Praktek Swasta Bidan Norma Desa Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013. Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 79 orang dengan tekhnik pengambilan sampling dengan metode simple random sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yang dipandu kuesioner.
Dari hasil analisis menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan, pendidikan, sikap, sarana dan prasarana kesehatan, jumlah anak, dorongan oleh pasangan dengan pemilihan jenis kontrasepsi (p< 0,05).
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ... iii
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 5
C.Tujuan Penelitian ... 5
1.Tujuan Umum ... 5
2.Tujuan Khusus ... 5
D.Manfaat Penelitian ... 6
E. Kerangka Penelitian ... 7
1. Kerangka Teori ... 7
2. Kerangka Konsep ... 8
F. Hipotesis ……… 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perilaku ... 8
B. Keluarga Berencana ... 12
C. Alat Kontrasepsi ... 14
D. Faktor-Faktor Yang Berperan Pada Wanita dalam Memilih Alat Kontrasepsi ... 25
1. Pengetahuan ... 26
2. Pendidikan ... 28
3. Sikap ... 29
1. Komponen Sikap ... 39
2. Tingkatan Sikap ... 30
3. Pengukuran Sikap ... 31
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 32
4. Jumlah Anak ... 34
5. Dukungan Suami ... 37
III.METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 41
C. Populasi dan Sampel ... 42
D. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 43
1. Identifikasi Vareiabel ... 43
2. Definisi Operasional Variabel ... 44
E. Pelaksanaan ... 48
F. Pengumpulan Data ... 48
G. Pengolahan Data... 48
H. Analisis Data ... 50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Analisa Univariat ... 50
a. Tingkat Pendidikan Ibu ... 50
b. Tingkat Pengetahuan Ibu... 50
c. Sikap Ibu ... 51
d. Sarana dan Prasarana Kesehatan ... 51
e. Jumlah Anak ... 52
f. Dorongan Suami ... 52
g. Kontrasepsi ... 53
2. Analisa Bivariat ... 53
a. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi ... 53
b. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi ... 55
c. Hubungan Sikap Ibu dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi ... 56
d. Hubungan Sarana Dan Prasarana Kesehatan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi ... 58
e. Hubungan Jumlah Anak dengan pemilihan Alat Kontrasepsi ... 59
f. Hubungan Dorongan oleh Pasangan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi ... 61
B. Pembahasan ... 62
1. Analisis Univariat... 62
a. Kontrasepsi ... 62
b. Tingkat Pendidikan ... 63
c. Tingkat Pengetahuan ... 63
d. Sikap Ibu ... 64
e. Sarana Dan Prasarana Kesehatan ... 64
f. Jumlah Anak ... 65
2. Analisis Bivariat ... 66 a. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pemilihan
Alat Kontrasepsi ... 66 b. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pemilihan
Alat Kontrasepsi ... 68 c. Hubungan Sikap Ibu dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi ... 70 d. Hubungan Sarana Dan Prasarana Kesehatan dengan
Pemilihan Alat Kontrasepsi ... 72 e. Hubungan Jumlah Anak dengan pemilihan Alat
Kontrasepsi ... 73 f. Hubungan Dorongan oleh Pasangan dengan Pemilihan
Alat Kontrasepsi ... 74
V. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 80
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi Operasional ... 45
Tabel 2. Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu ... 51
Tabel 3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Mengenai Kontrasepsi ... 51
Tabel 4. Distribusi Sikap Ibu Terhadap Kontrasepsi ... 52
Tabel 5. Distribusi Sarana dan Prasarana ... 52
Tabel 6. Distribusi Jumlah Anak ... 53
Tabel 7. Distribusi Dorong Oleh Suami ... 53
Tabel 8. Distribusi Jenis Kontrasepsi ... 54
Tabel 9. Distribusi Pemilihan Alat Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu ... 54
Tabel 10.Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pemilihan Kontrasepsi ... 55
Tabel 11. Distribusi Pemilihan Alat Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu ... 56
Tabel 12. Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pemilihan Kontrasepsi ... 57
Tabel 13. Distribusi Pemilihan Alat Kontrasepsi Berdasarkan Sikap Ibu ... 57
Tabel 14. Pemilihan Alat Kontrasepsi Berdasarkan Sikap Ibu ... 58
Tabel 15. Distribusi Pemilihan Alat Kontrasepsi Terhadap Sarana dan Prasarana ... 59
Tabel 16. Pemilihan Alat Kontrasepsi Terhadap Sarana dan Prasarana ... 59
Tabel 17. Distribusi Pemilihan Alat Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak ... 60
Tabel 18. Distribusi Pemilihan Alat Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak ... 61
Tabel 19. Distribusi Pemilihan Alat Kontrasepsi Terhadap Dorongan Oleh Pasangan ... 61
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval di antara kelahiran dan mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami-istri, serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (BKKBN, 2004).
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia meningkat cukup cepat, yaitu sekitar 1,1 % pada tahun 2009 walaupun memiliki jumlah penduduk besar akan tetapi kualitas penduduk Indonesia masih terbilang rendah (BPS, 2009). Pemerintah sudah berupaya untuk mengantisipasi laju pertumbuhan penduduk yang cepat ini dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mencanangkan program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai sejak tahun 1970 dan digerakkan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (BKKBN, 2004).
Ada beberapa faktor penyebab alasan wanita PUS tidak mau menggunakan alat kontrasepsi.
Faktor-faktor tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu pelayanan KB, kesediaan alat kontrasepsi, penyampaian konseling, informasi, edukasi dan hambatan budaya. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2002 sampai 2003 menunjukan alasan terbanyak yang dikemukakan wanita yang tidak menggunakan alat kontrasepsi adalah fertilitas. Alasan lain yang banyak dikemukakan selain fertilitas adalah efek samping KB, pasangan yang menolak dan berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya terlalu mahal.
Kontrasepsi adalah alat untuk mencegah kehamilan setelah hubungan intim. Pemakaian kontrasepsi bersifat permanen dan tidak permanen, untuk jenis yang tidak permanen kontrasepsi ini memungkinkan pasangan untuk mendapatkan kembali anak apabila diinginkan.
Kontrasepsi yang banyak digunakan adalah metode suntikan (49,1 %), pil (23,3 %), IUD (Intra Uterine Device) atau spiral (10,9 %), implant (7,6 %), metode operasi wanita (6,5 %), kondom (1,6 %), dan metode operasi pria (0,7 %). Sementara itu di Provinsi Lampung kontrasepsi yang banyak digunakan adalah KB suntik sekitar 47,36% (Dinkes, 2002 ; SDKI, 2002-2003 ; BKKBN, 2005 ; Suzilawati, 2009).
Seseorang memilih metode kontrasepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : pengetahuan, sikap, status kesehatan, faktor ekonomi, budaya, jumlah anak, pendidikan, gaya hidup, efektifitas, kerugian biaya dan sebagainya (Wulansari, 2007).
Perempuan banyak yang mengalami kesulitan dalam memilih jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya keterbatasan metode yang tersedia, tetapi juga ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Selain itu juga dipengaruhi besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan bahkan norma budaya lingkungan. Berbagai faktor harus dipertimbangkan termasuk status kesehatan, efek samping, potensial, konsekuensi kegagalan kehamilan yang tidak diinginkan (Wulansari, 2007).
sehingga wilayah pedesaan akan memberikan vasiasi pendidikan yang lebih jika dibandingkan daerah perkotaan. Peneliti berasumsi bahwa sudah banyak akseptor KB, tetapi ada anggapan bahwa KB merupakan tanggung jawab wanita, karena kebanyakan yang dipakai adalah alat kontrasepsi pada wanita.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa terdapat hubungan antara pemilihan alat kontrasepsi dengan dorongan oleh pasangan, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan.Hasil penelitian tersebut adalah 7 dari 10 wanita ditempat tersebut lebih memilih pil KB sebagai alat kontrasepsi. (Laksmi, 2009)
Berdasarkan kondisi tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku dan faktor yang berhubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi di Bidan Praktek Swasta Bidan Norma Desa Gunung Sugih.
B. Rumusan Masalah
pemilihan jenis kontrasepssi di Bidan Praktek Swasta Bidan Norma Desa Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor yang berhubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi oleh ibu di Bidan Praktek Swasta Bidan Norma Desa Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian yaitu :
a. Mengetahui distribusi tingkat pendidikan ibu yang berkunjung di Bidan Norma Desa Gunung Sugih.
b. Mengetahui distribusi tingkat pengetahuan ibu yang berkunjung di Bidan Norma Desa Gunung Sugih.
c. Mengetahui distribusi sikap pada ibu yang berkunjung di Bidan Norma Desa Gunung Sugih.
d. Mengetahui distribusi sarana dan prasarana pada ibu yang berkunjung di Bidan Norma Desa Gunung Sugih.
f. Mengetahui distribusi dorongan suami pada ibu yang berkunjung di Bidan Norma Desa Gunung Sugih.
g. Mengetahui hubungan faktor pengetahuan dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
h. Mengetahui hubungan faktor tingkat pendidikan dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
i. Mengetahui hubungan faktor sikap dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
j. Mengetahui hubungan faktor sarana dan prasarana dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
k. Mengetahui hubungan faktor jumlah anak dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
l. Mengetahui hubungan faktor dorongan oleh pasangan yang mengunakan KB dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan tentang penggunaan kontrasepsi.
2. Bagi masyarakat, memperluas wawasan penggunaan kontrasepsi.
E. Kerangka Penelitian
1. Kerangka Teori
Menurut L. Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu faktor predisposisi, pemungkin dan penguat sehingga perilaku yang baik akan hadir apabila ketiga faktor tersebut baik.
Gambar 1. Skema modifikasi teori Green and Kruiter Faktor Predisposisi
a. Tingkat Pendidikan b. Pengetahuan c. Sikap
d. Agama
e. Tradisi, kepercayaan
Faktor Pendukung
a. Sarana dan
prasarana kesehatan
Faktor Pendorong a. Sikap dan Perilaku
petugas kesehatan atau petugas yang lain
b. Tokoh agama atau panutan
Perilaku kesehatan
Faktor karakter predisposisi a. Demografi
b. Kedudukan sosial
Faktor Ketersediaan sumber daya
a. Perseorangan / keluarga b. Kominitas Kebutuhan
2. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep
F. Hipotesis
Adapun hipotesis penelitian yaitu :
1. Terdapat hubungan antara faktor pengetahuan dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
2. Terdapat hubungan antara faktor tingkat pendidikan dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
3. Terdapat hubungan antara faktor sikap dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
4. Terdapat hubungan antara faktor Sarana dan prasarana kesehatan dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
Faktor Predisposisi a. Tingkat Pendidikan b. Tingkat Pengetahuan c. Sikap
Faktor Pendorong a. Jumlah anak
b. Dorongan oleh pasangan
Pemilihan jenis kontrasepsi Faktor Pendukung
a. Sarana dan prasarana kesehatan
Jangka Panjang
5. Terdapat hubungan antara faktor jumlah anak dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 1974). Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, bicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003 ).
Menurut L. Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor-faktor penguat
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk para petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Benyamin Bloom (1978) seorang ahli psikologis pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain.Pembagian ini dilakukan untuk tujuan pendidikan. Bahwa dalam suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yakni:
1. Kognitif
2. Afektif
3. Psikomotor
Dalam perkembangannya, Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni:
1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan.
(knowledge)
3. Tindakan atau praktek yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan. (practice)
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu lebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya.Oleh karena itu menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang diketahui itu.
Pada akhirnya, rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Akan tetapi, di dalam kenyataan stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan, artinya, seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru dengan mengetahui terlebih dahulu terhadap makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain, tindakan
(practice) seseorang tidak harus disadari oleh pengetahuan atau sikap (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu:
a. faktor-faktor predisposisi meliputi pengetahuan, pendidikan, kepercayaan, nilai dan sikap terhadap pelayanan kesehatan;
b. faktor-faktor pendukung terwujud dalam
yang mendukung seperti petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan keluarga yang merupakan kelompok referensi. (Green dan Kreuter dalam Notoatmodjo, 2003).
B. Keluarga Berencana
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. (Depkes RI, 1998)
Begitu memasuki orde baru, program KB mulai menjadi perhatian pemerintah. Saat itu PKBI sebagai organisasi yang mengelola dan concern
terhadap program KB mulai diakui sebagai badan hukum oleh departemen kehakiman. Pemerintahan orde baru yang menitikberatkan pada pembangunan ekonomi, mulai menyadari bahwa program KB sangat berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi. (Redhita, 2008)
Kemudian pada tahun 1970 resmilah program KB menjadi program pemerintah dengan ditandai pencanangan hari keluarga nasional pada tanggal 29 Juni 1970. Pada tanggal tersebut pemerintah mulai memperkuat dan memperluas program KB ke seluruh Indonesia. (Redhita, 2008)
C. Alat Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata “Kontra” yang berarti mencegah atau
melawan dan “Konsepsi” yang berarti pertemuan antara sel telur yang
matang dan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah upaya mencegah pertemuan sel telur matang dan sperma untuk mencegah kehamilan (Mansjoer. A, 2009).
a. Pantang berkala
b. Metode kalender
c. Metode suhu badan basal
d. Metode lendir serviks
e. Metode simpto-termal
f. Coitus interruptus
2. Dengan alat
a. Mekanis (barrier)
1) Kondom pria
2) Barier intra vaginal antara lain : diafragma, kap serviks, spons, dan kondom wanita.
b. Kimiawi
Spermisid antara lain : vaginal cream, vaginal foam, vaginal
jelly, vaginal suppositoria, vaginal tablet, dan vaginal soluble
film.
3. Kontrasepsi hormonal
b. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Devices)
c. Suntikan KB
d. Susuk KB
4. Kontrasepsi mantap
a. Medis Operatif Pria (MOP)
b. Medis Operatif Wanita (MOW)
Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi :
1. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah jenis susuk atau implant, IUD, MOP, dan MOW.
2. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain selain metode yang termasuk dalam MKJP.
Berikut pembahasan singkat mengenai jenis-jenis kontrasepsi tersebut. (BKKBN, 2004).
1. Kondom pria
Mekanisme kerja kondom adalah dengan cara menghalangi masuknya spermatozoa ke dalam traktus genitalia interna wanita. Efektivitas kondom sendiri tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 3-4 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama.
Keuntungan kondom :
a. Mencegah kehamilan
b. Memberi perlindungan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS)
c. Dapat diandalkan
d. Sederhana, ringan, disposable, dan mudah digunakan
e. Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervisi, atau follow-up
f. Reversibel
g. Pria ikut aktif dalam kegiatan KB h. Efektif segera setelah dipasang i. Tidak mempengaruhi kegiatan laktasi
j. Dapat digunakan sebagai pendukung metode kontrasepsi lain k. Tidak mengganggu kesehatan
l. Tidak ada efek samping sistemik
Kerugian kondom :
a.Efektivitas dipengaruhi kesediaan akseptor mematuhi instruksi yang diberikan dan motivasi akseptor
b. Efektivitas tidak terlalu tinggi
c.Perlu menghentikan aktivitas dan spontanitas hubungan seks guna memasang kondom
d.Dapat mengurangi sensitifitas penis sehingga ereksi sukar dipertahankan (Manuaba, 2002).
2. Pil KB
Pil KB biasanya megandung Estrogen dan Progesteron. Cara kerja pil KB adalah dengan cara menggantikan produksi normal
Estrogen dan Progesteron dan menekan hormon yang dihasilkan ovarium dan relesing factor yang dihasilkan otak sehingga ovulasi dapat dicegah. Efektivitas metode ini secara teoritis mencapai 99%
atau 0,1 – 5 kehamilan per 100 wanita pada pemakaian di tahun
pertama bila digunakan dengan tepat. Tetapi dalam praktek ternyata angka kegagalan pil masih cukup tinggi yaitu mencapai 0,7 - 7%.
Keuntungan pil KB :
a. Efektivitasnya tinggi bila diminum secara rutin
d. Efek samping sedikit
e. Mudah didapatkan, tidak selalu perlu resep dokter karena pil KB dapat diberikan oleh petugas non medis yang terlatih f. Dapat menurunkan resiko penyakit-penyakit lain seperti
kanker ovarium, kehamilan ektokpik, dan lain-lain g. Relatif murah.
Kerugian pil KB :
a. Efektivitas tergantung motivasi akseptor untuk meminum secara rutin tiap hari
b. Rasa mual, pusing, kencang pada payudara dapat terjadi c. Efektivitas dapat berkurang bila diminum bersama obat
tertentu
d. Kemungkinan untuk gagal sangat besar karena lupa e. Tidak dapat melindungi dari resiko tertularnya Penyakit
Menular Seksual (Manuaba, 2002)
3. Kontrasepsi suntik
tinggi mencapai 0,3 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaan. Angka kegagalan metode ini <1 kehamilan per 100 wanita per tahun.
Keuntungan kontrasepsi suntik :
a. Sangat efektif
b. Memberikan perlindungan jangka panjang selama 3 bulan c. Bila digunakan bersama pil KB dapat mengurangi resiko yang
ditimbulkan karena lupa meminum pil KB d. Tidak mengganggu senggama
e. Bisa diberikan oleh petugas non medis yang terlatih
f. Mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen
karena metode ini tidak mengandung Estrogen
g. Relatif murah
Kerugian kontrasepsi suntik :
a. Berat badan naik
b. Siklus menstruasi kadang terganggu
c. Pemulihan kesuburan kadang-kadang terlambat (Manuaba, 2002)
4. Susuk atau implant
pasti belum dapat dipastikan tetapi mungkin sama seperti metode lain yang hanya mengandung Progestin. Norplant memiliki efek mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks, dan menghambat perkembangan siklis endometrium. Efektivitas Norplant sangat
tinggi mencapai 0,05 – 1 kehamilan per 100 wanita dalam tahun
pertama pemakaian.
Angka kegagalan Norplant <1 kehamilan per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan metode barier, pil KB, dan IUD.
Keuntungan susuk :
a. Norplant merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif b. Tidak merepotkan dan tidak mengganggu senggama
c. Resiko untuk lupa lebih kecil dibandingkan pil KB dan suntikan karena Norplant dipasang tiap 5 tahun
d. Mudah diangkat dan segera setelah diangkat kesuburan akseptor akan kembali
e. Pemasangan dapat dilakukan oleh petugas non medis yang terlatih
f. Dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena Norplant tidak mengandung Estrogen
Kerugian Norplant :
a. Efektivitas dapat berkurang bila digunakan bersama obat-obatan tertentu
b. Merubah siklus haid dan meningkatkan berat badan c. Tergantung pada petugas tidak melindungi dari resiko
tertularnya PMS (Manuaba, 2002)
5. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Devices)
AKDR adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau paramedis lain yang terlatih. Mekanisme kerja AKDR belum diketahui tetapi kemungkinan AKDR menyebabkan perubahan-perubahan seperti munculnya sel-sel radang yang menghancurkan blastokis atau spermatozoa, meningkatkan produksi prostaglandin sehingga implantasi terhambat, serta bertambah cepatnya pergerakan ovum di tuba
falopii. Efektivitas IUD mencapai 0,6 – 0,8 kehamilan per 100
wanita selama tahun pertama penggunaannya. Angka kegagalan
IUD 1 – 3 kehamilan per 100 wanita per tahun.
Keuntungan AKDR :
dengan 10 tahun
c. Tidak mengganggu hubungan seksual
d. Efek samping akibat Estrogen dapat dikurangi karena AKDR hanya mengandung Progestin
e. Tidak ada kemungkinan gagal karena kesalahan akseptor KB f. Reversibel
g. Dapat disediakan oleh petugan non medis terlatih h. Akseptor hanya kembali ke klinik bila muncul keluhan i. Murah
Kerugian AKDR :
a. Perlunya pemeriksaan pelvis dan penapisan PMS sebelum pemasangan
b. Butuh pemerikasaan benang setelah periode menstruasi jika terjadi kram, bercak, atau nyeri.
c. Akseptor tidak dapat berhenti menggunakan kapanpun ia mau (Manuaba, 2002)
6. Metode Operatif Pria (MOP)
tidak dapat mencapai air mani dan air mani yang dikeluarkan tidak
mengandung sperma. Efektivitas sangat tinggi mencapai 0,1 – 0,15
kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan <1 kehamilan per 100 wanita.
Keuntungan MOP :
a. Sangat efektif
b. Tidak mengganggu senggama c. Tidak ada perubahan fungsi seksual
d. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan jiwanya
e. Murah
Kerugian MOP :
a. Permanen, kesuburan tidak dapat kembali normal b. Efek tertunda sampai 3 bulan atau 20 kali ejakulasi c. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat
pembedahan dan anestesi
d. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih
e. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS (Azwar, 2005)
7. Metode Operatif Wanita (MOW)
Efektivitas MOW sekitar 0,5 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian, sedikit lebih rendah dibandingkan MOP.
Keuntungan MOW : a. Sangat efektif b. Segera efektif c. Permanen
d. Tidak mengganggu senggama
e. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan jiwanya
f. Pembedahan sederhana dan hanya perlu anestesi lokal g. Tidak ada efek samping jangka panjang
h. Tidak ada gangguan seksual
Kerugian MOW :
a. Permanen
b. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan anestesi
c. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih d. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS
D. Faktor-Faktor Yang Berperan Pada Wanita Dalam Memilih Alat Kontrasepsi
Ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya program KB diantaranya dipengaruhi oleh :
1. Faktor Predisposisi a. Tingkat Pengetahuan b. Tingkat Pendidikan c. Sikap
2. Faktor Pendorong
a. Jumlah anak
b. Dukungan oleh suami (Notoatmodjo, 2003)
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. b. Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus. c. Evaluation (menimbang-nimbang), individu masih
menimbang nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga inii subjek memiliki sikap yang lebih baik.
d. Trial (mencoba), individu sudah mencoba perilaku baru. e. Adaption, individu telah beperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus. (Notoatmodjo, 2003).
Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan, yaitu :
a. Tahu, merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.
c. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
d. Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam satu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi.
e. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri (Notoatmodjo, 2003).
2. Pendidikan
pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorangyang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru (BKKBN, 1980).
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki mempunyai pengaruh yang kuat pada perilaku reproduksi dan penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan SDKI 2002-2003, pemakaianalat kontrasepsi meningkat sejalan dengan tingkat pendidikan. Sebesar 45% wanita yang tidak sekolah menggunakan cara kontrasepsi modern, sedangkan wanita berpendidikan menengah atau lebih tinggi yang menggunakan cara kontrasepsi modern sebanyak 58%. Jadi, secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan wanita, semakin besar kemungkinannya memakai alat atau cara KB modern (SDKI, 2002-2003).
3. Sikap
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue. (Petty, cocopio, 1986 dalam Azwar S., 2007).
a. Komponen sikap
Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu:
1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.
2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
Berbagai tingkatan dalam pembentukan sikap yaitu : 1) Menerima (receiving)
Pada tingkat ini, seseorang sadar akan kehadiran sesuatu (orang nilai perbedaan) dan orang tersebut akan menjelaskan sikap seperti mendengarkan, menghindari atau menerima keadaan tersebut.
2) Merespon (responding)
Yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan atau menjelaskan tugas yang diberikan sebagai sikapnya terhadap hal tertentu.
3) Menghargai (valuing)
Yaitu sikap untuk mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Yaitu rasa tanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko (Notoatmodjo, 2003).
c. Pengukuran sikap
Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable.
Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan
favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2007).
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003).
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap antara lain :
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
2)Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
3)Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.
4)Media Massa
Dalam pemberitaan surat kabar mauoun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyekstif cenderungdipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
5)Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6) Faktor Emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2007).
4. Sarana dan prasarana kesehatan
Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. Pelayanan KB gratis termasuk dalam pelayanan yang diberikan di tingkat Puskesmas kecuali untuk jenis MOW dan MOP yang harus dirujuk ke rumah sakit. (Laksmi, 2009)
Dalam pengelolaan Bidang KB di Kabupaten atau Kota masih ditemui beberapa kendala dan masalah yang dapat menghambat proses pengadaan sebagai berikut :
bidan, dokter atau perawat untuk pemasangan alat kontrasepsi
c. Adanya satuan harga yang tidak sesuai dengan harga pengadaan sarana pelayanan KB di Kabupaten yang jauh dari kota
d. Pada umumnya pengesahan dana di Kabupaten atau Kota baru lama pengeluarannya
e. Tidak tersedianya dana operasional oleh karena dana pendamping 10 % dari APBD masuk dalam Anggaran Belanja Modal.
f. Khusus kabupaten terdapat kendala dalam pengadaan, hal ini disebabkan karena:
1) Letak kabupaten yang saling berjauhan dari Kota
2) Tidak ada rekanan yang dapat atau mampu untuk mengerjakan karena harga satuan Mupen KB tidak memadai.
5. Jumlah anak
pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai satu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua. (Anonim, 2009).
Program KB selain upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak reproduksi juga untuk penyelenggaraan pelayanan, pengaturan, dan dukungan yang diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal, mengatur jumlah, jarak dan usia ideal melahirkan anak. (BAPPENAS, 2006).
Seperti dalam definisi Keluarga Berencana menurut WHO Expert Committee 1970. KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk:
a. Mendapatkan objektif-objektif tertentu b. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan c. Mengatur interval diantara kehamilan
d. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri
e. Menentukan jumlah anak dalam keluarga. (WHO, 1970)
Dalam merencanakan jumlah anak dalam keluarga, suami dan istri perlu mempertimbangkan aspek kesehatan dan kemampuan untuk memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak.
Dalam hal ini suami perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan 4 terlalu yaitu :
a. Telalu muda untuk hamil/melahirkan (<18 thn) b. Terlalu tua untuk melahirkan (>34 thn)
c. Terlalu sering melahirkan (> 3 kali)
d. Terlalu dekat jarak antara kehamilan sebelumnya dengan kehamilan berikutnya (< 2 thn) (Pasal 18, 1992)
6. Dorongan oleh suami
Peran atau partisipasi suami istri dalam Keluarga Berencana (KB) antara lain menyangkut
a. Pemakaian alat kontrasepsi b. Tempat mendapatkan pelayanan c. Lama pemakaian
d. Efek samping dari penggunaan kontrasepsi e. Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi
Dalam hal komunikasi, peran suami istri antara lain : a. Suami memakai kontrasepsi
b. Istri memakai kontrasepsi tapi tidak dibicarakan dengan suami c. Suami istri tidak memakai kontrasepsi, tapi dibicarakan antara
d. Suami istri tidak memakai dan tidak dibicarakan antara suami istri
Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria dalam kesehatan reproduksi terutama dalam pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak serta berprilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, istri, dan keluarganya. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi adalah langkah yang tepat dalam upaya mendorong kesetaraan gender.
Dalam kurun waktu 30 tahun keberhasilan program KB masih banyak didominasi oleh peran serta wanita dalam penggunaan alat dan metode kontrasepsi. Pada tahun 2002 tercatat Tingkat Pemakaian Kontrasepsi (CPR) adalah 60,3%. Kontribusi pria terhadap angka tersebut hanya 1,3% saja yang terdiri dari kondom (0,9%) dan vasektomi (0,4%). Ini berarti 59% pemakai kontrasepsi adalah wanita. (SDKI 2002-2003).
Ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya peserta KB pria antara lain:
keluarga dalam KB pria rendah.
c. Keterbatasan jangkauan (aksesibilitas) dan kualitas pelayanan KB pria. Meskipun dari dua metode KB pria telah tersedia berbagai merek kondom dan telah dikembangkan beberapa teknik vasektomi yang relatif lebi baik, namun seringkali menjadi alasan utama yang dikemukakan dari berbagai pihak mengapa kesertaan pria dalam KB rendah adalah terbatasnya metode atau cara kontrasepsi yangtersedia.
d. Dukungan politis dan operasional masih rendah di semua tingkatan. (BKKBN, 2009)
Hal tersebut di atas membahas tentang partisipasi pria secara langsung dalam ber-KB (sebagai peserta KB pria dengan menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan) namun ada pula partisipasi pria secara tidak langsung dalam ber-KB. Partispasi pria secara tidak langsung salah satunya dengan cara mendukung istri dalam ber-KB.
Apabila disepakati istri yang akan ber-KB, peranan suami adalah memberikan dukungan dan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau cara atau metode KB, adapun dukungannya meliputi:
b. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB dan
mengingatkan istri untuk kontrol.
c. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontraspsi. d. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk
kontrolatau rujukan.
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian merupakan penelitian analitik deskriptif dengan pendekatan
cross sectional dimana objek penelitian hanya diobservasi sekali dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel objek pada saat pemeriksaan dengan cara pendekatan dan pengumpulan data sekaligus pada satu saat (Notoatmodjo, 2005). Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi langsung objek penelitian di kediamannya untuk dilakukan wawancara terstruktur dengan panduan kuisioner.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian : Bulan Desember 2013
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah semua akseptor KB di Bidan Praktek Swasta Bidan Norma Desa Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah.
Jumlah akseptor KB yang terdaftar berdasarkan rekam medik tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan November berjumlah 85 orang 2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi atau keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus slovin :
n = N 1+N(d2) Keterangan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi ( 85 orang hasil data rekam medik bidan Norma tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan November)
d : presisi (0.05)
Berdasarkan rumus diatas maka dapat diperoleh estimasi besar sampel sebanyak :
n = 85 1+85(0,052)
= 70,10 dibulatkan menjadi 71 orang.
Untuk memberikan jumlah sampel yang lebih baik maka peneliti menambahkan 10% dari sampel minimal yang ada sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah :
a. Akseptor KB saat dilakukan penelitian b.Tinggal di desa Gunung Sugih
c. Bersedia menjadi responden (mengisi atau menjawab kuesioner). d.Mempunyai anak
3. Teknik Sampling
Cara pengambilan sampel penelitian ini menggunakan cara simple random sampling, dimana peneliti dalam memilih sampel dengan mengundi sampel sampai jumlahnya terpenuhi.
D. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
1. Identifikasi Variabel
a. Variabel independen ( Variabel Bebas ) a. Pengetahuan
b. Pendidikan c. Sikap
d. Sarana dan prasarana kesehatan
e. Jumlah anak, yaitu jumlah anak yangg dimiliki oleh responden.
f. Dorongan oleh pasangan untuk menggunakan KB
b. Variabel Dependen ( Variabel Terikat )
2. Definisi Operasional Variabel Tabel.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Bebas Dan Terikat
Cara Ukur Alat ukur Hasil
Skala
1 Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan formal
terakhir responden, terdapat
strata tingkat pendidikan :
1. tidak tamat SMP
2. tamat SMP
Wawancara
terstruktur
Kuesioner 0 = Tidak tamat SMP
1 = Tamat SMP
Ordinal
2. Pengetahuan
Pengetahuan responden
terhadap Keluarga
Berencana (KB), yang
berupa Macam-macam alat
kontrasepsi, tujuan Keluarga
Berencana, efek samping
dari alat kontrasepsi
tersebut, dan sebagainya.
Wawancara
terstruktur
Kuesioner 0 = kurang jika
mendapatkan nilai 0
sampai 4
1 = cukup jika
mendapatkan nilai 5
sampai dengan 7
2 = baik jika mendapatkan
nilai 8 sampai dengan 11
Ordinal
3. Sikap
Respon dalam bertindak
untuk memilih jenis
kontrasepsi yang
diungkapkan dengan bentuk
setuju atau tidak setuju.
Wawancara
terstruktur
Kuesioner 0 = tidak setuju bila nilai
< mean
1 = setuju bila nilai ≥
mean
kesehatan
Alat penunjang keberhasilan
suatu proses upaya yang
dilakukan di dalam
pelayanan publik
terstruktur nilai < 50%
1 = cukup memadai bila
nilai ≥ 50%
5. Jumlah anak
Jumlah anak kandung dari
responden.
Wawancara
terstruktur
Kuesioner 0 = jumlah anak 1
1= jumlah anak lebih dari
≥ 2
Ordinal
6. Dorongan oleh pasangan
Pasangan ikut serta dalam
pemilihan jenis KB yang
diwujudkan dalam bentuk
memberi dorongan atau
kurang memberi dorongan
Wawancara
terstruktur
Kuesioner 0 = kurang mendapat
dorongan bila nilai < 50%
1 = mendapat dorongan
bila nilai ≥ 50%
Ordinal
7. Jenis Kontrasepsi
Jenis kotrasepsi apakah
digunakan oleh responden
Wawancara
terstruktur
Kuesioner 0 = jangka pendek (pil,
Kondom, suntik)
1= jangka panjang
(mantap, Susuk KB, IUD)
F. Alur Penelitian
1. Mencari orang yang bersedia membantu dalam wawancara
2. Memberikan tata cara dalam melakukan wawancara kepada orang yang bersedia
3. Meminta izin pada Pihak Kelurahan untuk melakukan penelitian. 4. Mendata akseptor KB
5. Mendatangi akseptor KB
6. Mengumpulkan data dari wawancara langsung dengan panduan kuesioner di Bidan Praktek Swasta Bidan Norma Desa Gunung Sugih.
7. Melakukan pengolahan data dengan Software uji statistik.
G. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder yaitu metode dan teknik pengumpulan data menggunakan metode kuesioner sehingga kita dapat mengumpulkan informasi yang tepat dan jelas sesuai keadaan sebenarnya, dan praktek pengumpulan data dengan memakai kuesioner yang telah disusun serta pengumpulan informasi responden didapatkan dari rekam medik.
H. Pengolahan Data
berikut:
a. Pada proses pengolahan data dengan komputer, yang pertama dilakukan adalah pembuatan struktur file data
b. Editing file, yaitu memeriksa data-data yang dikumpulkan apakah masih terdapat kekurangan dan kesalahan untuk dilengkapi dan diperbaiki, yang mungkin menyulitkan dalam langkah analisis berikutnya.
c. Coding data, setelah data di edit berikutnya adalah mengkoding data dengan memberi kode terhadap setiap jawaban yang diberikan, tujuannya untuk memudahkan klasifikasi data, menghindari terjadinya pencampuran data yang bukan jenis dan kategorinya, juga untuk memudahkan pada saat analisis data dan mempercepat proses entry data dengan bantuan perangkat lunak komputer.
d. Entry data, yaitu memasukan data-data yang diperoleh ke dalam komputer.
e. Cleaning data, membersihkan data-data yang sudah dimasukkan apakah masih ada yang ingin ditambahkan atau dikurangkan sehingga tidak menyulitkan proses selanjutnya.
f. Tabulating, membuat table-tabel dari berbagai hasil pengolahan data sehingga didapatkan pengelompokkan data sesuai dengan kriteria yang ada.
I. Analisis data
individu sebagai variabel bebas atau independen, dan faktor pemilihan jenis kontrasepsi sebagai variabel terikat atau variabel dependen. 2. Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan, tingkat pendidikan, sikap, jumlah anak dan dorongan oleh pasangan dengan pemilihan jenis alat kontrasepsi. maka uji statistik yang digunakan adalah Chi-square yang membandingkan antara hubungan. Namun apabila syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi maka akan dilakukan uji Fischer.
Berdasarkan hasil penghitungan statistik, dengan memakai derajat kepercayaan 95% dapat dilihat kemaknaan hubungan antara dua variabel, yaitu: jika probabilitas p value ≤ 0,05, berarti ada hubungan antara variable independent dengan variabel dependen. Sedangkan jika p value
DAFTAR PUSTAKA
Al-rusdi H. 2011. Faktor yang memepengaruhi ibu memilih jeni Kontrasepsi. [Skripsi].Bandar Lampung :Unila
BKKBN. 2002. Revitalisasi Peran Institusi Masyarakat Pedesaan/Perkotaan (IMP) dalam Program KB Nasional di Era Otonomi Daerah. Jakarta.
BKKBN, 2004, Keluarag Berencana Dan Kesehatan Reproduksi: Kebijakan, Program Dan Kegiatan. Jakarta: BKKBN.
BKKBN, 2009, Keluarag Berencana Dan Kesehatan Reproduksi: Kebijakan, Program Dan Kegiatan Tahun 2005-2009. Jakarta: BKKBN.
BPS. 2011. Laporan Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 2010. Jakarta : BPS
Handayani, Faras. Plus-Minus Ragam Metode Kontrasepsi. Tabloid NAKITA no.239/V/1 Nopember 2003.
Cuningham, Macdonald Gant. 1995. Obstetri Williams. EGC. Jakarta
Depkes RI. 1994. Buku Pedoman Petugas Fasilitas Pelayanan Keluarga
Depkes RI. 2004. Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2003. Jakarta: Depkes
Depkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012.Jakarta: Depkes. Dinnkes RI. 2004. Profil Kesehatan Jawa Barat. Jawa barat.
Hartanto, H. 2003. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Laksmi, indira. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Kontrasepsi yang Digunakan pada Keluarga Miskin. UNDIP. Semarang Mansjoer Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi ketiga. Media Aesculapius. Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2002. Operasi Kebidanan Kandungan & Keluarga Berencana untuk Dokter Umum. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Manuaba.2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan Keluarga Berencana. EGC. Jakarta
Nugroho, B. A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.
Sarwono, Solita. 2000. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. BPKM FKM UI. Jakarta.
Sukarni, M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta.
Sulistiari, Wahyuning. 2003. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemilihan Alat Kontrasepsi Pil. UMM. Malang
Radita, S. 2009. Pemilihan Alat Kontrasepsi. UKM. Jakarta