DAFTAR PUSTAKA
Aranaz, R. Harris , And A. Heras, 2010,”Chitosan Amphiphilic Derivats,” Chemistry And Applications, Current Organic Chemistry, Vol. 14, No.3, Madrid, Spain. Bhumkar, Devika R., Pokharkar , Varsha. B., 2006. Studies On Effect Of Ph On
Cross-Linking Of Chitosan With Sodium Tripolyphophate: A Technical Note. Aaps Pharmasctech. 7:50
Gan, Q., Wang, T., 2007. Chitosan Nanoparticle As Protein Delivery Carier Systematic Examination Of Fabrication Conditions For Efficient Loading And Release. Colloids And Surfaces B: Biointerfaces, 59: 24-34
Hart, H.1983. Kimia Organik.Jakarta: Erlangga
Henglein, A. 1954. Makromol. Chem. 14:15
Irawan, B. 2007. Berbagai Manfaat Polimer. Medan : USU Press
Kafshgari M. H., Khorram M., Khodadoost M., Khavari S., 2011, Reinforcement Of Chitosan Nanoparticles Obtained By An Ionic Cross-Linking Process, Iran. Polymer J., 20(5): 445-456
Mohanraj, V.J., Chen, Y. 2006. Nanoparticles-Review. Tropical Journal Of Pharmaceutical Research.5 : 561-573
Meriaty. 2002. Pembuatan Dan Karakterisasi Membran Kalsium Alginat. Tesis. Medan
O’neil, M.J., 2001.The Merck Index : An Enyclopedia Of Chemical, Drugs, And Biological, 13th Ed, Merck & Co. Inc., New York
Poedjiadi, A. 2006. Dasar- Dasar Biokimia.Jakarta.UI-Press
Sugita.P.2010. Sumber Biomaterial Masa Depan. Kitosan. Bandung: IPB Press.
Säkkinen M., A.Linna,S. Ojala, H.Jurjenson, P. Veski. M. Marvola. 2003. In Vivo Evalution Of Matrixgranules Containing Microcrystallin Chitosan As A Gel-Forming Excipient. Int J Pharmaceunt. 250:227-237
Wu, Y., Yang, W., Wang, C., Hu, J., Fu, S. 2005. Cjitosan Nanoparticles As A Novel Delivery System For Ammonium Glycyrhizinate. International Journal Of Pharmaceutics. 295:235-24
Todd, R.H., Allen, D.K. Dan Alting, L. (1994), Manufacturing Processes Reference Guide, 1st Edition, Industrial Press, Inc., New York.
Tabata, M. 1980. Chem. Phys. Lett. 73:178
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
• NeracaAnalitis Ohaus Pioneer • Hot Plate Thermo Scientific
• LabuTakar Pyrex
• Beaker Glass Pyrex
• GelasUkur Pyrex
• PipetTetes • Ultrasonic Bath • BotolAquadest • MacneticStirer • Spatula
• Sample Cup • Ball mill
• Particle Size Analyzer
• Scanning Electron Microscope
3.1.2 Bahan
• AsamAsetat Glacial p.a E merck • NatriumTripolifospat 1%
• Aquadest
• Kitosanmolekultinggi Fluka
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Pembuatan larutan Pereaksi
3.2.1.1 Larutan Asam Asetat 1%
Sebanyak 10 mL asam asetat glacial dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL,
kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.
3.2.1.2 Larutan natrium tripolifospat 1% (Na5P3O10)
Sebanyak 1 g natrium tripolifospat dilarutkan dengan 50 mL aquadest, kemudian
dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan aquadest sampai garis
batas dan dihomogenkan.
3.2.1.3 Larutan Kitosan 0.3 %
Sebanyak 3 gram kitosan dilarutkan dengan 1000 mL larutan asetat 1% dan diaduk
hingga homogen.
3.2.2 Penyediaan Nano Kitosan
Ditambahkan 40 mL larutan natrium tripolifospat kedalam 1000 mL larutan kitosan
0.3%, 2 ml gliserol dan diaduk dengan macnetic stirer selama 20 ment. Di
ultrasonicbath selama 30 menit. Diuji ukuran partikel dengan PSA (Particle Size
Analizer) dan perlakuan yang sama juga dilakukan pada kitosan yang telah melalui
3.3 Bagan Penelitian
3.3.1 Pembuatan Larutan Asam Asetat 1%
Dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL
Ditambahkan akuadest sampai garis batas
Dihomogenkan
3.3.2 Pembuatan Larutan natrium tripolifospat 1% (��5�3�10)
Dilarutkan dengan 50 mL akuadest
Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL
Diencerkan dengan akuadest sampai garis batas
Dihomogenkan 10 mL asam asetat glacial
Larutan Asam Asetat 1%
1 g natrium tripolifospat
3.3.3 Pembuatan Larutan kitosan 0,3%
Dilarutkan dengan 1000 mL larutan asam asetat 1%
Diaduk
3.3.4 Penyediaan Nano Kitosan
Dimasukan40 mL larutannatriumtripolifospat
Ditambahkan 2 mL gliserin
Diadukdenganmacnetic stirrer selama 20 menit
Uji PSA
3 gram kitosan
Larutan kitosan 0,3%
1000 mL larutankitosan
Hasil
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Data Pengukuran Pasticle Size Analizer
Kitosan berat molekul tinggi sebelum dilakukan pengukuran partikel terlebih dahulu
dilakukan ball mill agar semua partikel kitosan menjadi halus. Padas ampel kitosan
berat molekul tinggi dilakukan 2 (dua) perlakuan, yaitu tanpa melalui ball mill
langsung dibuat nano dan melalui ball mill langsung dibuat ukuran nano, dan hasil
yang didapat ditunjukkan pada table 4.1.
Tabel 4.1 Data pengukuran Particle Size Analizer
No Diameter (nm) Intensity Decay rate Diffusion coef
1 466.25 0.80 1.056.34 10.13
2 93.26 0.18 5.280.91 5.12
Keterangan : 1.Kitosan tanpa melalui Ball mill 2. Kitosan melalui Ball mill
Dari tabel 4.1 hasil penelitian diperoleh bahwa ukuran partikel kitosan setelah
dilakukan penyediaan mikro partikel tanpa melalui Ball mill diperoleh partikel sebesar
466.25 nm dengan intensitas sebesar 0.80 sedangkan kitosan melalui Ball mill
diperoleh partikel sebesar 93.26 dengan intensitas 0.18. Perbedaan ukuran ini pada
pembuatan nano partikel kitosan yang diletakkan pada ultrasonic Bath selama 30
menit. Hal ini dikarenakan partikel kitosan akan dipecah oleh gelombang-gelombang
suara yang dihasilkan pada proses Ultrasonik Bath, sehingga ukuran partikel yang
diperoleh lebih kecil dibandingkan tanpa Ultrasonik Bath.
Kitosan yang dilakukan melalui Ball mill dimana partikel kitosan dihaluskan terlebih
Pengaruh ultrasonik bath dengan gelombang electromagnetic yang mampu dan mudah
memecahkan partikel. Jika permukaan partikelnya didapati lebih luas seperti yang
dilakukan Li Du et al (2008). Ini menunjukkan Nano partikel yang diperoleh telahs
esuai.
4.1.2 Data Pengukuran SEM
Gambar 4.2. Hasil Scaning Electron Microscope Kitosan Ball Mill
Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahan kitosan yang tidak melalui proses ball mill
didapati ukuran partikelnya lebih besar yaitu 277 nm dimana semuanya menunjukkan
nilai diatas 100 nm, Ini disebabkan partikel kitosan belum merata bentuknya. Untuk
Gambar 4.2 menunjukkan kitosan yang melalui proses ball mill didapati ukurannya
sebesar 90 nm, kerana proses ball mill membantu ukuran partikel menjadi lebih kecil,
sehingga semua partikel menunjukkan ukuran yang sama.
4.2 Pembahasan
Dengan pembuatan kitosan dengan ukuran nano partikel dapat memiliki
keunggulan sebagai berikut :
1. Homogenitasnya lebih tinggi, Temperatur rendah, Kemurnian lebih baik dan
hemat energi.
2. Pencemaran rendah, Menghindari reaksi dengan container dan kemurnian
tinggi.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil yaitu ukuran Partikel
Kitosan sebelum dilakukan proses Ball mill diperoleh adalah 277.25 nm ukuran
partikel kitosan setelah melalui proses Ball mill diperoleh adalah 90.00 nm. Dengan
hasil yang diperoleh melalui proses Ball mill menunjukkan ukuran Partikel yang
dihasilkan adalah kitosan nano.
5.2 Saran
Perlu diteliti lebih lanjut pengaruh proses Ball Mill terhadap penurunan berat molekul
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitosan
Kitosan adalah jenis polimer alami yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin.
Kitosan mempunyai sifat yang khas yakni bioaktifis, biodegradasi dan tidak beracun.
Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai rantai tidak linier dan
mempunyai rumus (C6H11NO4)n. Mempunyai sifat tidak berbau,berwarna putih dan terdiri dari dua jenis polimer yaitu poli (2-deoksi,2-asetilamin,2-glukosa) dan
poli(2-deoksi,2- amino glukosa) yang berikatan secara beta (1,4). Kitosan larut dalam pelarut
organik, HCl encer, HNO3 encer, dan H3PO4 0,5%, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4. Sifat kelarutan kitosan ini dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat
deasetilasi. Bobot molekul kitosan beragam, bergantung pada degradasi yang terjadi
selama proses deasetilasi (Sugita 2010).
O
Gambar 2.1 struktur kitosan
Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun
ezimatik. Proses kimiawi menggunakan basa misalnya NaOH, dan dapat
menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93%.
Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam
seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan,
sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan
rendemen. Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada
dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai
kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar
dapat memperluas bidang aplikasinya (Sugita, 2009).
Tabel 2.1 Spesifikasi Kitosan Komersil
Parameter Ciri
Ukuran partikel Serpihan sampai serbuk
Kadar air (%) ≤ 10,0
Kadar abu (%) ≤ 2,0
Warna larutan Tidak berwarna
N-deasetilasi (%) ≥ 70,0
Kelas viskositas (cps)
• Rendah < 200
• Medium 200799
• Tinggi pelarut organic 8002000
• Sangat tinggi ˃ 2000
(Sugita, 2009)
2.2 Mikro Kitosan
Mikro kitosan merupakan biopolimer hasil modifikasi kitosan dengan
karakteristik tingkat kristal yang tinggi dan dapat dibentuk menurut skala besar
molekulnya melalui berbagai metode. Menurut Struszczyk dan Kivekäs dalam
Säkkinen (2003) Mikro kitosan telah banyak dipelajari dan diaplikasikan kedalam
beberapa bentuk aplikasi yang diantaraya berfungsi sebagai devirat obat-obatan serta
dalam formulasi menurunkan kolesterol Mikro kitosan secara khusus memiliki
manfaat sebagai media obat atau zat aktif. Sebagai tingkatan kristal yang tinggi dalam
kitosan, salah satu karakteristik yang dimiliki Mikro kitosan berupa kemampuan
kapasitasnya yang tinggi dalam mempertahankan air. Karakteristik ini menguntungkan
dalam hal pengembangan formulasi lepas lambat karena dapat memfasilitasi
Kemampuan Mikro kitosan untuk membentuk ikatan hidrogen secara teoritis
dapat menghasilkan mukoadhesion efisien dengan kitosan mikrokri mikro kitosan
stalin. Sifat-sifat yang dimiliki mikro kitosan disebutkan membuatnya sangat menarik
untuk studi sebagai hidrofilik tingkat media zat aktif dalam mengendalikan pelepasan
obat dari formulasi yang juga dimaksudkan untuk mukoadhesif dalam perut.
(Säkkinen et al. 2003).
2.3 Nano Kitosan
Nano kitosan yaitu kitosan yang memiliki pertikel yang berbentuk padat dengan ukuran sekitar 10 – 1000 nm. Kitosan dalam bentuk nanopartikel ini pun bersifat netral, tidak toksik, dan memiliki stabilitas yang konstan. Nanopartikel ini digunakan dalam berbagai rute (aplikasi
parental, mucosal misal oral, nasal, dan ocular mucosa) yang sangat tidak invasive. Dalam
sistem pengantaran obat, nanopartikel berperan sebagai pembawa (carrier) dengan cara
melarutkan, menjebak, mengenkapsulasi, atau menempelkan obat di dalam matriksnya. Baru-baru ini, nanopartikel yang berasal dari bahan polimer digunakan sebagai sistem pengantaran obat yang potensial karena kemampuan penyebarannya di dalam organ tubuh selama waktu tertentu, dan kemampuannya untuk mengantarkan protein atau peptida (Mohanraj dan Chen 2006).
Nano partikel dari bahan polimer yang biodegradable dan kompatibel
merupakan salah satu perkembangan baik untuk pembawa obat karena nanopartikel
diduga terserap secara utuh di dalam system pencernaan setelah masuk ke dalam tubuh
(Wu et al. 2005 dalam Wahyono 2010). Tujuan utama dalam melakukan rancangan
nanopartikel sebagai sistem pengantar obat adalah untuk mengatur ukuran partikel,
sifat-sifat permukaan, dan pelepasan zat aktif pada tempat yang spesifik di dalam
tubuh sebagi sasaran pengobatan. Aplikasi nanoteknologi membuat revolusi baru
dalam dunia industri dan diyakini pemenang persaingan global di masa yang akan
datang adalah negara-negara yang dapat menguasai nanoteknologi. Ruang lingkup
nanoteknologi meliputi usaha dan konsep untuk menghasilkan material atau bahan
berskala nanometer, mengeksplorasi dan merekayasa karakteristik material atau bahan
tersebut, serta mendesain ulang material atau bahan tersebut ke dalam bentuk, ukuran
2.4 Kegunaan Kitosan dan turunannya.
Kegunaan kitosan terus meningkat, hal ini terutama disebabkan kitosan dapat digunakan secara langsung seperti sumber serat (dietary fiber), suplemen mencegah kegemukan, anti mikroba mencegah infeksi pada luka dan sebagainya. Saat ini, kitin dan kitosan menjadi salah satu bahan kimia dan bahan baku industri yang menjadi unggulan. Modifikasi molekul kitin dan kitosan melalui reaksi transformasi
Kimia dari kitin dan kitosan, sudah banyak menghasilkan senyawa turunan kitin dan kitosan sehingga aplikasi dan kegunaan senyawa tersebut sangat luas, seperti bagi industri farmasi, kesehatan, kosmetik, makanan, pengolah limbah dan air, fotografi, kayu dan kertas. Kitin dan kitosan dapat digunakan di berbagai macam aplikasi industri diantaranya, seperti pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kegunaan dari kitosan dan turunannya.
Sumber : Aranaz et al.,2010.
Pemanfaatan kitosan dan turunannya dalam bidang kosmetik dipergunakan sebagai krem muka, tangan dan kulit (face, hand and body cream) fungsi untuk pelembab, pasta gigi,
Bidang Aplikasi Industri Kegunaan
Kesehatan / Farmasi
Pembersih luka, pembawa obat (kapsul), pengantar gen, perbaikan jaringan, digunakan pada tulang dan gigi, dan radioterafi.
Kosmetik
Menjaga kelembapan kulit, melindungi kulit ari, pengobatan jerawat, reduksi elektrik statis rambut,dan pewarnaan kulit.
Teknologi
Biokatalis, pengolahan air, pencetakan molekul, reduski logam, stabilasi nano partikel, photografi, tekstil, nanomaterial, biosensor, dan katalis heterogen. Industri makanan
Dietari fiber, pengawet makanan (antioksidan, anti mikroba), dan pengemulsi.
Pertanian
bedak (make up powder), pelapis kulit dan wajah dari sinar matahari (lotion), busa pembersih. (Goosen,1997). Gugus amina (-NH2) dan hidroksil (-OH) pada rantai kitosan, menyebabkan kitosan bersifat polielektrolit kationik (pKa = 6,5) dan bersifat sebagai basa, hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat basa ini menjadikan kitosan :
a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.
b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran.
c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek destruksi dari ion (Meryati, 2005).
Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum dengan efektif dan tanpa menimbulkan efek samping (Rismana,2001). Kitosan dan beberapa tipe modifikasinya dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedi, seperti pelembab kulit, penyembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka, obat-obatan, bahan vaksin, dan dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan kitosan dan derivatnya telah banyak dikembangkan sebagai proses mineralisasi, atau pembentukan tulang stimulin endoktrin (Irawan, 2007).
Kegunaan turunan kitosan dalam bentuk N-alkil kitosan antara lain, perbaikan jaringan biologis (acaffolds), sensor, bahan bakar sel (membran), model studi interaksi membran biologis, pelapisan untuk anti bakteri, penyusun DNA, produk kosmetik, bahan pembawa obat, dan pelapisan membran. Palmitil kitosan kira-kira 10 % telah digunakan untuk kapsul sebagai pelepas obat secara terkontrol
(Aranaz et al.,2010).
2.5 Gliserol
CH2OH |
CHOH |
CH2OH
Gambar 2.2 Rumus Molekul Gliserol
Sifat fisik dari gliserol :
- Merupakan cairan tidak berwarna - Tidak berbau
- Cairan kental dengan rasa yang manis - Densitas 1,261
- Titik lebur 18,2C - Titik didih 290 C
Gliserol juga digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat batuk dan syrup atau untuk pelembab (Hart, 1983).
2.6 Ultrasonic Bath
Ultrasonic menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk proses agitasi dalam larutan. Kavitasi gelembung disebabkan oleh proses agitasi pada kontaminan yang terdapat dalam substrat. Proses ini juga berguna dalam blind-hole, peretakan dan peredaman.(Todd,R.H. 1970)
Degradasi yang berarti sebuah proses penurunan ireversibel dari panjang rantai yang disebabkan oleh pembelahan, dan tidak tentu dalam setiap perubahan kimia yang mengacu pada rantai polimer. Sejumlah besar penelitian telah menunjukkan bahwa laju degradasi dan Mlim tidak sensitif terhadap sifat polimer ketika disonikasi dalam kondisi yang sama. Encina dkk, menemukan bahwa tingkat degradasi poli (vinil pirolidon) meningkat sepuluh kali lipat ketika polimer disiapkan dengan sejumlah kecil peroksida pada rantai tersebut dan pembelahan rantai dapat terjadi secara istimewa di titik-titik lemah dalam rantai.(Suslick, K.1999)
Proses degradasi bergantung kepada berat molekul, yaitu molekul dengan rantai lebih panjang lebih utama dihilangkan dan polidispersitas polimer berubah. Dengan demikian, degradasi dapat digunakan sebagai proses tambahan sebagai parameter dalam mengontrol distribusi berat molekul. Dalam keseluruhan polimer dengan rantai karbon dipelajari pada saat ini, produk utama degradasi diperoleh ketika bahan radikal yang timbul dari kerusakan ikatan homolytic sepanjang rantai. Bukti radikal makromolekul muncul dari proses percobaan penangkapan radikal serta dari penggunaan resonansi spin elektron spektroskopi (Tabata, M.1980).
Kebanyakan dari senyawa polimer organik dipersiapkan dari monomer dengan ikatan rangkap reaktif yang mengalami proses pertumbuhan rantai atau raeksi addisi. Proses kavitasi dapat menghasilkan radikal dengan konsentrasi tinggi. Oleh karena itu, penerapan ultrasonic sangat terkendali dengan adanya metode inisiasi. Air itu sendiri sangat rentan terhadap kavitasi, dalam proses awal secara sonokimia menghasilkan radikal H• dan OH• yang digunakan oleh Henglein,A (1954) untuk menyiapkan larutan poliakrilonitril
2.7 Natrium Tripoliphosfat
Natrium tripolifosfat atau sodium tripolyphospate (TPP) biasa dikenal juga dengan
nama triphosphate atau pentasodium tripolyphosohate (Na5P3O10) merupakan rantai
lurus hasil derivatisasi dari asam fosforat. Natrium Tripolifosfat memiliki bobot
molekul sebesar 367,86 dengan komposisi Na 31,25%, O 43,49%, dan P 25,26%
(O’neil dkk,2006).
Natrium tripolifosfat dihasilkan dengan memanaskan campuran stoikiometri
disodium fosfat (Na2HPO4) dan monosodium fosfat (NaH2PO4) dibawah kondisi
terkontrol. Natrium tripolifosfat adalah garam tak berwarna yang terdapat baik dalam
bentuk anhidrat maupun dalam bentuk heksahidrat, serta sedikit higroskopik.
Kelarutan natrium tripolifosfat (g/100 mL) pada suhu 25oC adalah 20g dan pada suhu
100oC adalah 86,5g. Larutan natrium tripolifosfat konsentrasi 1% memiliki pH 9,7 –
9,8. Apabila natrium tripolifosfat dipanaskan dalam waktu yang panjang, maka
senyawa tersebut akan kembali menjadi bentuk ortopospat. Stabilitas senyawa ini
lebih tinggi daripada metafosfat, tetapi lebih tidak stabil bila dibandingkan dengan
tetrasodium pirosfat (O’Neil dkk., 2006). Dalam teknologi farmasi, tripolifosfat (TPP)
digunakan sebagai bahan dalam pembuatan nano kitosan dan sistem mikropartikel.
Pada tahun 1989, Bodemeier dkk., pertama kali meneliti tentang enkapsulasi obat
dengan gelasi ionotropik yang disebabkan oleh pembentukan inter dan intramolekuler
sambung silang antara kitosan yang bermuatan positif dengan tripolifosfat yang
bersifat polianionik. Kitosan memiliki bobot jenis grup amina yang tinggi pada bagian
belakangnya dan gugus amina tersebut terprotonasi untuk membentuk –NH3+ dalam
larutan asam.
Muatan positif kitosan tersebut dapat mengalami sambung silang secara
atau sambung silang secara fisika dengan anion multivalen turunan dari natrium
tripolifosfat (TPP), sitrat, dan sulfat (Kafshgari dkk., 2011).
TPP dipilih sebagai senyawa sambung silang pada gelasi ionik Kitosan karena
sifatnya yang non toksik, mampu membentuk gel dengan cepat, lebih stabil, dan
memiliki karakter penembusan membran yang lebih baik (Yu-Hsin Lin dkk., 2008).
Selain itu, proses gelasi ionik kitosan dengan TPP sebagai senyawa sambung silang
mudah untuk dilakukan scale-up penjerapan dalam proses pembentukan partikel.
Nanopartikel kitosan dipreparasi dengan TPP sebagai senyawa sambung silang
anionik homogen dan kitosan yang memiliki muatan permukaan positif yang membuat
keduanya sesuai untuk aplikasi pada adesi mukosa (Gan dan Wang, 2007).
Proses modifikasi kitosan dengan TPP ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
konsentrasi kitosan, pH TPP dan waktu terjadinya sambung silang (Ko dkk., 2003).
Kitosan dengan pKa 6,5 merupakan polikationik, ketika dilarutkan dalam asam, amina
bebas dari kitosan akan terprotonasi menghasilkan –NH3+. TPP dilarutkan dalam air
hingga diperoleh ion hidroksil dan ion tripolifosfat. Ion tersebut dapat bergabung
dengan struktur dari kitosan. Pada penelitian Bhumkar dan Pokharkar (2006)
dinyatakan bahwa derajat sambung silang kitosan dan TPP dipengaruhi oleh
keberadaan sisi kationik dan senyawa anionik sehingga pH TPP memiliki peran
penting selama proses sambung silang. Proses sambung silang dapat dilakukan pada
dua kondisi pH, yaitu pH 3 dan pH 9. Pada pH 3 hanya dihasilkan ion tripolifosfat
yang akan berinteraksi dengan –NH3+ dari kitosan sehingga pada kondisi tersebut
diperoleh kitosan-TPP yang didominasi oleh interaksi ionik. Sedangkan pada pH 9,
dihasilkan ion hidroksil dan tripolifosfat. Kedua ion tersebut berkompetisi untuk
berinteraksi dengan –NH3+. Pada kondisi tersebut sambung silang kitosandidominasi
oleh deprotonasi oleh ion hidroksil (Bhumkar dan Pokharkar,2006)
2.7 Particle Size Size Analyzer
Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran suatu
partikel yaitu:
1. Metode ayakan (Sieve analyses)
3. Metode sedimentasi
4. Electronical Zone Sensing (EZS)
5. Analisa gambar (mikrografi)
6. Metode kromatografi
7. Ukuran aerosol submikron dan perhitungan.
Sieve analyses (analisi ayakan) dalam dunia farmasi sering kali digunakan dalam
bidang mikromeritik yaitu ilmu yang mempelajari tentang ilmu dan teknologi partikel
kecil. Metode yang paling umum digunakan adalah analisa gambar (mikrografi).
Metode ini meliputi metode mikroskopi dan metode holografi. Alat yang sering
digunakan biasanya SEM, TEM dan AFM. Namun seiring dengan dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era nanotekmologi, para
peneliti mulai menggunakan Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai lebih akurat
untuk bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan,
terutama untuk sampel – sampel dalam orde nanometer maupun submicron
(Lusi,2011)
Contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah Particle Size Analyzer (PSA),
Metode LAS bisa dibagi dalam dua metode yaitu :
1. Metode Basah : metode ini menggunakan media pendispersi untuk mendispersi
material uji.
2. Metode kering : metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk
melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik
digunakan untuk ukuran yang kasar, dimana hubungannya antar partikel lemah
dan kemungkinan untuk beraglomerasi kecil.
Keunggulan penggunaan Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran
partikel :
1. Lebih akurat, pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat jika
dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti XRD. Hal
ini dikarenakan partikel didispersikan kedalam media sehingga ukuran partikel
yang terukur adalah ukuran dari single particle.
2. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat menggambarkan
keseluruhan kondisi sample.
Gambar 2.3 Instrumentasi PSA
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah.
Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun
pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk
sampel-sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memiliki
kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan
kedalam media sehingga pertikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan
demikian ukut=ran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu
hasil pengukuran dalam bentuk distribusi , sehingga hasil pengukuran dapat
diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Beberapa analisa
yang dilakukan antara lain :
1. Menganalisa ukuran partikel
2. Menganalisa nilai zeta potensial dari suatu larutan sampel
3. Mengukur tegangan permukaan dari partikel clay bagi industry keramik dan
sejenisnya. Dimana hal ini akan berpengaruh pada struktur lapisan clay.
4. Mengetahui zeta potensial coagulant untuk proses coagulasi partikel pengotor
bagi industri WTP (Water Treatment Plant)
5. Mengetahui ukuran partikel tegangan permukaan dari densitas pada emulsi
2.8 Ball Mill
Sebuah pabrik bola adalah jenis penggiling digunakan untuk menggiling dan berbaur bahan untuk digunakan dalam mineral proses, cat, kembang api, keramik dan laser sintering selektif.
Gambar 2.4 Bulatan Ball Mill
2.8.1 Prinsip Ball Mill 2.8.1.1 Konstruksi Sunting
Sebuah pabrik bola terdiri dari shell silinder berongga berputar pada porosnya. Sumbu shell dapat berupa horizontal atau pada sudut kecil untuk horisontal. Hal ini sebagian diisi dengan bola. Media grinding adalah bola, yang dapat dibuat dari baja (krom baja), stainless steel atau karet. Permukaan dalam shell silinder biasanya dilapisi dengan bahan tahan abrasi seperti baja mangan atau karet. Kurang memakai berlangsung di karet berjajar pabrik, seperti ban berkendara Sepro Grinding Mill. Panjang pabrik kira-kira sama dengan diameternya.
2.8.2 Cara Kerja Ball Mill
Dalam kasus pabrik bola terus beroperasi, material menjadi tanah diberi makan dari kiri melalui 60 ° kerucut dan produk dibuang melalui 30 ° kerucut ke kanan. Sebagai berputar shell, bola yang diangkat di sisi kenaikan shell dan kemudian mereka kaskade turun (atau drop down pada feed), dari dekat bagian atas shell. Dengan demikian, partikel padat di antara bola yang digiling dan dikurangi ukurannya dengan dampak.
2.8.3 Aplikasi Ball Mill
Ball mill digunakan untuk menggiling bahan seperti batu bara, pigmen, dan felspar untuk tembikar. Grinding dapat dilakukan baik basah atau kering tetapi dapat dilakukan pada kecepatan rendah. Blending bahan peledak adalah contoh dari sebuah aplikasi untuk bola karet.
baku keramik dan cat. Pabrik bola berputar di sekitar sumbu horisontal, sebagian diisi dengan bahan yang akan digiling ditambah media grinding. Bahan yang berbeda digunakan sebagai media, termasuk bola keramik, kerikil batu dan bola stainless steel. Efek Cascading internal yang mengurangi bahan menjadi bubuk halus. Pabrik bola industri dapat beroperasi terus menerus, makan di salah satu ujung dan dibuang di ujung lain. Besar untuk menengah pabrik bola secara mekanis diputar pada sumbu mereka, tapi yang kecil biasanya terdiri dari silinder tertutup kontainer yang duduk di dua drive shaft (puli dan sabuk digunakan untuk mengirimkan gerakan berputar). Sebuah fungsi tumbler batu pada prinsip yang sama. Pabrik bola juga digunakan dalam kembang api dan pembuatan bubuk hitam, tetapi tidak dapat digunakan dalam penyusunan beberapa campuran piroteknik seperti flash powder karena kepekaan mereka untuk dampak. Pabrik bola berkualitas tinggi berpotensi mahal dan dapat menggiling partikel campuran untuk sekecil 5 nm, sangat besar meningkatkan luas permukaan dan reaksi tarif. Grinding bekerja pada prinsip kecepatan kritis. Kecepatan kritis dapat dipahami sebagai kecepatan yang setelah itu bola baja (yang bertanggung jawab untuk grinding partikel) mulai berputar sepanjang arah perangkat silinder; sehingga menyebabkan tidak lebih grinding. Pabrik bola yang digunakan secara luas dalam proses paduan mekanik [2] di mana mereka tidak hanya digunakan untuk menggiling tapi untuk pengelasan dingin juga, dengan tujuan menghasilkan paduan dari bubuk.
High-energy Ball milling
Laboratory scale ball mill
a. Ukuran: Semakin kecil partikel media, semakin kecil ukuran partikel dari produk akhir. Pada saat yang sama, partikel grinding media harus secara substansial lebih besar dari potongan-potongan terbesar dari bahan yang akan digiling.
b. Kepadatan: Media harus lebih padat dari bahan yang tanah. Hal ini menjadi masalah jika media grinding mengapung di atas material yang akan tanah.
c. Kekerasan: Media grinding harus cukup untuk menggiling bahan tahan lama, tapi mana mungkin seharusnya tidak begitu sulit itu juga memakai bawah gelas yang dengan cepat.
d. Komposisi: Berbagai aplikasi grinding memiliki persyaratan khusus. Beberapa persyaratan ini didasarkan pada fakta bahwa beberapa media grinding akan di produk jadi. Lainnya didasarkan pada bagaimana media akan bereaksi dengan bahan yang tanah.
Di mana warna produk jadi penting, warna dan material dari media grinding harus dipertimbangkan. Dimana kontaminasi rendah adalah penting, media grinding dapat dipilih untuk kemudahan pemisahan dari produk jadi (yaitu: debu baja yang dihasilkan dari media stainless steel dapat magnetis dipisahkan dari produk non-ferrous). Sebuah alternatif untuk pemisahan adalah dengan menggunakan media dari bahan yang sama sebagai produk yang tanah.
Produk yang mudah terbakar memiliki kecenderungan untuk menjadi eksplosif dalam bentuk bubuk. Media baja dapat memicu, menjadi sumber pengapian untuk produk ini. Entah Media basah-grinding, atau non-memicu seperti keramik atau memimpin harus dipilih. Beberapa media, seperti besi, dapat bereaksi dengan bahan korosif. Untuk alasan ini, media stainless steel, keramik, dan batu gerinda dapat setiap digunakan bila zat korosif hadir selama grinding.
Ruang penggilingan juga dapat diisi dengan perisai gas inert yang tidak bereaksi dengan bahan yang dasar, untuk mencegah oksidasi atau ledakan reaksi yang bisa terjadi dengan udara ambien di dalam pabrik.
2.8.4 Kuntungan Dari Ball Mill Varietas Sunting
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,
misalnya farmasi, biokimia, kosmetika, industri pangan, dan industri tekstil
mendorong untuk terus dikembangkannya berbagai penelitian yang menggunakan
kitosan, termasuk melakukan modifikasi kitosan secara kimia atau fisik.
Modifikasi kimia menghasilkan perbaikan stabilitas kitosan melalui
fungsionalisasi gugus fungsi yang ada, perbaikan ukuran pori kitosan dapat dilakukan
dengan menggunakan intrumentasi dan bahan kimia untuk menaikkan kapasitas
adsorpsi kitosan apabila kitosan dipadukan dengan polimer lain. Modifikasi fisik pada
kitosan mencakup perubahan ukuran partikel atau butir kitosan menjadi lebih kecil
untuk pemanfaatan yang lebih luas. Oleh karena itu, perkembangan modifikasi fisik
dan kimia mengarah ke bentuk nanopartikel (Wahyono 2010).
Pembuatan nanopartikel dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
komposisi material dan metode yang digunakan. Untuk nanopartikel kitosan,
komposisi material yang digunakan adalah kitosan, TPP dan surfaktan. Metode
pembuatan nanopartikel merupakan faktor lain yang menentukan selain komposisi
material. Banyak metode yang dikembangkan untuk menghasilkan nanopartikel dan
morfologi yang seragam (Wahyono 2010).
Penelitian nanopartikel kitosan terus dikembangkan dan dari serbuk dengan
menggunakan instrument belum banyak dilakukan baik dalam penentuan komposisi
maupun pencarian metode yang sesuai akan tetapi dalam pembuatan kitosan yang
berstabilitas dan berkualitas tinggi biasanya diperlukan metode yang cukup sulit.
Untuk itu, dilakukan teknik atau metode yang prosesnya lebih efisien dan sederhana
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang
pengaruh ukuran partikel pada pembuatan kitosan nano dengan menggunakan
ultrasonicbath.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah pengaruh ukuran partikel dapat dibuat kitosan nano dengan
menggunakan ultrasonic bath ?
1.3Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:
1. Kitosan yang digunakan adalah kitosan komersil.
2. Kitosan yang digunakan adalah kitosan molekul tinggi.
3. Penyediaan kitosan nano partikel setelah melalui ballmill dengan penambahan
tripoliposfat dan gliserin.
1.4Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui cara penyediaan ukuran mikro partikel kitosan dan nano
partikel kitosan yang diperoleh dalam penelitian.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara
penyediaan dan ukuran mikro partikel dan nano partikel kitosan dari kitosan
molekul tinggi.
1.6Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia USU dan Laboratorium Terpadu
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dimana untuk penyediaan kitosan
mikro partikel, dilarutkan kitosan sebanyak 3 g didalam 1000 mL asam asetat 1%
diaduk hingga homogen. Kemudian 1000 mL larutan kitosan ditambahkan 40 mL
larutan tripoliposfat 0.1% kemudian diaduk hingga homogen dengan pengaduk selama
20 menit. Untuk penyediaan kitosan nano partikel dilakukan penambahan gliserin 2
mL dan diletakkan pada ultrasonicbath selama 30 menit. Pengukuran partikel
PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP UKURAN
PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO DENGAN
MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH
ABSTRAK
Telah dilakukan studi pengaruh partikel pada pembuatan kitosan nano dengan
menggunakan ultrasonic bath. Pada penelitian ini, untuk kitosan molekul tinggi
dengan ukuran 120mvh dibuat dengan 2 (dua) perlakuan yaitu dengan menggunakan
Ball mill dan tanpa menggunakan Ball mill. Setelah itu pembuatan kitosan nano
dengan menggunakan larutan natrium tripoliposfat 0.1% dan kemudian dimasukkan
kedalam ultra sonicbath. Karakterisasi dilakukan dengan uji Partikel Size Analizer dan
Scanning Electron Mikroskop. Hasil uji partikel untuk kitosan tanpa melalui Ball mill
diperoleh sebesar 466.25 nm dan untuk kitosan melalui Ball mill diperoleh sebesar
93.26 nm. Data SEM menunjukkan adanya perbedaan, ini menunjukkan kitosan nano
lebih merata ukuran partikelnya yang terbentuk.
THE EFFECT OF USING A BALL MILL FOR THE MANUFACTURE OF CHITOSAN NANO PARTICLES NY USING ULTRASONIC BATH
ABSTRACT
Has been studies the effects of the particles on the manufacture of nano chitosan using
ultrasonic bath. Has been studied, the high molecular chitosan with a size of 120 mvh
made by two treatments, namely using a ball mill and without using a ball mill. After
the making of chitosan nano by using a solution of 0.1% natrium tripoliposfat and then
inserted into ultrasonic bath. Characterization is done with the test particle size
analyser and scanning electron microscopy. Test results for chitosan particles without
going through the ball mill obtained at 466.25 nm and for chitosan through the ball
mill obtained at 93.26 nm. SEM shows the differences in the data, this indicates a
more equitable chitosan nano particle size were formed.
PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP
UKURAN PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO
DENGAN MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
AYU SAKINAH 130822030
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP
UKURAN PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO
DENGAN MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH
SKRIPSI
AYU SAKINAH 130822030
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Pengaruh Penggunaan Ball Mill Terhadap Ukuran Partikel Pada
Pembuatan Kitosan Nano Dengan Menggunakan Ultrasonic Bath
Kategori : Skripsi
Nama : Ayu sakinah
Nim : 130822030
Program Studi : Ekstensi (S1) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui
Di Medan, Januari 2016
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Prof. Dr.Zul Alfian, M.Sc Prof. Dr. Harry Agusnar. M.Sc, M.Phill
NIP. 195504051983031002 NIP.195308171983031002
Diketahui/Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua
Dr.Rumondang bulan Nst, MS
PERNYATAAN
PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP
UKURAN PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO
DENGAN MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2016
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
Sarjana Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini penulis juga ingin berterima kasih yang sebesar –
besarnya kepada Prof.Dr.Harry Agusnar,M.Sc,Phill selaku dosen pembimbing I yang
telah memberikan judul skripsi ini serta wujud ajar dan bimbingan hingga selesainya
skripsi ini. Prof.Dr.Zul Alfian selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, motivasi dan pemikiran sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Ibu Dr.Rumondang Bulam, MS
selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc
selaku sekertaris Departemen Kimia FMIPA USU yang turut memberikan pengarahan
dan mensahkan skripsi ini. Bapak dan ibu staff Dosen Departemen Kimia FMIPA
PENGARUH PENGGUNAAN BALL MILL TERHADAP UKURAN
PARTIKEL PADA PEMBUATAN KITOSAN NANO DENGAN
MENGGUNAKAN ULTRASONIC BATH
ABSTRAK
Telah dilakukan studi pengaruh partikel pada pembuatan kitosan nano dengan
menggunakan ultrasonic bath. Pada penelitian ini, untuk kitosan molekul tinggi
dengan ukuran 120mvh dibuat dengan 2 (dua) perlakuan yaitu dengan menggunakan
Ball mill dan tanpa menggunakan Ball mill. Setelah itu pembuatan kitosan nano
dengan menggunakan larutan natrium tripoliposfat 0.1% dan kemudian dimasukkan
kedalam ultra sonicbath. Karakterisasi dilakukan dengan uji Partikel Size Analizer dan
Scanning Electron Mikroskop. Hasil uji partikel untuk kitosan tanpa melalui Ball mill
diperoleh sebesar 466.25 nm dan untuk kitosan melalui Ball mill diperoleh sebesar
93.26 nm. Data SEM menunjukkan adanya perbedaan, ini menunjukkan kitosan nano
lebih merata ukuran partikelnya yang terbentuk.
THE EFFECT OF USING A BALL MILL FOR THE MANUFACTURE OF CHITOSAN NANO PARTICLES NY USING ULTRASONIC BATH
ABSTRACT
Has been studies the effects of the particles on the manufacture of nano chitosan using
ultrasonic bath. Has been studied, the high molecular chitosan with a size of 120 mvh
made by two treatments, namely using a ball mill and without using a ball mill. After
the making of chitosan nano by using a solution of 0.1% natrium tripoliposfat and then
inserted into ultrasonic bath. Characterization is done with the test particle size
analyser and scanning electron microscopy. Test results for chitosan particles without
going through the ball mill obtained at 466.25 nm and for chitosan through the ball
mill obtained at 93.26 nm. SEM shows the differences in the data, this indicates a
more equitable chitosan nano particle size were formed.
DAFTAR ISI
Daftar Lampiran x
Bab 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Pembatasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 2
1.5 Manfaat Penelitian 2
1.6 Lokasi Penelitian 3
1.7 Metodologi Penelitian 3
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Kitosan 4
2.2 Miko Kitosan 5
2.3 Nano Kitosan 6
2.4 Kegunaan Kitosan dan turunannya 7
2.5 Gliserol 8
2.6 Ultrasonic Bath 10
2.7 Natrium Tripoliphosfat 11
2.8 Particle Size Analyzer 12
2.9 Ball Mill 15
Bab 3. Metode Penelitian
3.1 Alat dan Bahan 19
3.1.1 Alat 19
3.1.2 bahan 19
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Pembuatan Larutan pereaksi 20
3.2.1.1 Larutan Asam Asetat 1% 20
3.3.4 Penyediaan Nano Kitosan 22
Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil penelitian
4.1.1 Data Pengukuran Particle Size Analizer 23 4.1.2 Data Pengukuran Scanning Electron Microscopy 24
4.2 Pembahasan 25
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 26
5.2 Saran 26
Daftar Pustaka