• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Komparatif Interaksi Edukatif dalam Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Komparatif Interaksi Edukatif dalam Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARATIF INTERAKSI EDUKATIF DALAM KONSEP

PENDIDIKAN IBNU KHALDUN DAN K.H. AHMAD DAHLAN

Nur Hanif Wachidah dan Ma’arif Jamuin wachidaa@gmail.com, mjamuin500@ums.ac.id

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan, Kartasura, Surakarta 57102 Telp.(0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks.(0271) 715448.

ABSTRACT

Educative interaction is an enteraction which continues conciously and planned to give reciprocity relation between educator and learners. Ibnu Khaldun and K.H. Ahmad Dahlan are the figures who respected the pragmatic : (1) to relate the comparison of educative interaction, (2) to describe the steps of educative interaction implementation according to Ibnu Khaldun and K.H. Ahmad Dahlan. This research is approachment, and the method of analyzing data uset comparative. Ibnu Khaldun and K.H. Ahmad Dahlan put the fitrah of intelligence as the basic of knowledge. In order to get the knowledge, educative interaction happen between the teacher and learners from the research have found that: (1) the similaritles of educative interaction between Ibnu Khaldun and K.H. Ahmad Dahlan are in the aspect of the objective, methode, and the steps of study before teaching learning proces, (2) the differences of educative interaction between Ibnu Khaldun and K.H. Ahmad Dahlan are in the aspect of educative in interaction idea, the instrument, evaluation, and the step before and after teaching learning proces, (3) there are some steps that implemented by Ibnu Khaldun and K.H. Ahmad Dahlan: 1) before teaching, which include the learners skill and adaptation ability that appropriate with learners intelligence level, 2) teaching, by talking the educative interaction component attractively through education implementation completely, 3) after teaching, evaluate the interactive interaction in the time, before during the balance of the cognitive, afective and psychomotoric activities.

Keywords: Pragmatic, Educative Interaction

1. PENDAHULUAN

Interaksi edukatifyaitu, suatu interaksi yang secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik, mengantarkan peserta didik ke arah kedewasaannya. Dalam melakukan pembelajaran, interaksi edukatif merupakan hal penting yang harus dilakukan seorang pendidik kepada anak didiknya, agar pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Untuk mencapai tujuan suatu pembelajaran, banyak sekali para pemikir dunia Islam yang memberikan sumbangan pemikirannya dalam konsep pendidikan, di antaranya:al-Qabisi dan al-Ghazali yang cenderung bersifat konservatifdalam memurnikan pendidikan Islam. Mereka memaknai ilmu dengan pengertian yang sempit, hanya mengarah pada tujuan pendidikan secara vertikal saja.Sedangkan Ibnu Sina dan Ibnu Miskawaih meletakkan rasionalitassebagai poin

penting dalam pendidikan.Fungsi akal menjadi dominan yang terimplikasi dalam pengembangan keilmuan yang dipelajari.

Adapun Ibnu Khaldun corak pemikirannya lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikasi paktis. Dan K.H. Ahmad Dahlan dalam pendidikannya berorientasi pada pembentukan manusia yang memiliki peran dalam proses transformasi sosial menuju tercapainya masyarakat utama sesuai al-Quran dan as-Sunnah.

Dari beberapa pemikiran tokoh pendidikan Islam diatas, penulis ingin mengkaji lebih dalam tentanginteraksi edukatif dalam konsep pendidikan yang dipaparkan oleh Ibnu Khaldun dan Ahmad Dahlan.Keduanya merupakan tokoh yang mengunggulkan nilai pragmatis dalam pembelajaran dan berorientasi pada aplikasi praktisnya.

(2)

komponen-komponen yang saling bekerjasama antara satu dengan yang lain, di antaranya: tujuan, materi, metode, alat, dan evaluasi pembelajaran. Agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal, maka dalam melakukan interaksi, perlu

adanya prosedur atau

langkah-langkahsistematik dan relevan. Tahapan dalam melakukan interaksi tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu: tahap sebelum pengajaran ( pre-active), tahap pengajaran (inter-active), dan tahap setelah pengajaran (post-active).

Pengajaran dikatakan berhasil jika mampu mencetak peserta didik yang mempunyai keahlian dalam sisi kognitif, afektif dan psikomotorik. Komparasi interaksi edukatif antara Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan menjadi solusi dalam mewujudkan tiga ranah tersebut, menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dengan melihat persamaan, perbedaan, maupun langkah pengaplikasian diantara keduanya dalam pembelajaran.

Pentingnya interaksi edukatif dalam proses pembelajaran, menimbulkan beberapa pertanyaan terhadap interaksi edukatif antara Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan, antara lain: bagaimana persamaan dan perbedaan interaksi edukatif menurut Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan? Bagaimana langkah-langkah penerapan interaksi edukatif Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan?

Merujuk kepada penelitian-penelitian yang telah dilakukan dalam memahami pemikiran Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan, pertanyaan diatas belum menjadi fokus perhatiannya. Penelitian-penelitian yang sudah ada lebih banyak memfokuskan kepada konsep pendidikan secara umum. Seperti Penelitian Saepul Anwar (2008), “Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun, Refleksi Pemikiran Seorang Sosiolog Muslim Abad 14 M Tentang Pendidikan”, skripsi UIN Sunan Kalijaga; Hikma Hayati Lubis (2008) “Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Pengembangan Masyarakat Islam”, Skripsi Universitas Muhammadiyah Jakarta; Siti Rohmah (2012) “Relevansi Konsep Pendidikan Islam Ibnu Khaldun dengan Pendidikan Modern”, dan skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta; Muhammad Najib Alfaruq (2014) “Pendidikan Humanisme, Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan

Paulo Freire”.

Karena dua pertanyaan diatas membahas tentang interaksi edukatif Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan belum terjawab, maka telah dilakukan suatu penelitian. Artikel ini merupakan laporan hasil penelitian dengan judul “Studi Komparatif Interaksi Edukatif Dalam Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan”, dengan tujuan: (1) memaparkan persamaan dan perbedaan interaksi edukatif menurut Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan, (2) mendeskripsikan langkah-langkah penerapan interaksi edukatif Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan dalam pembelajaran.

Untuk keperluan deskripsi dan analisis data, penelitian menggunakan teori interaksi edukatif. Interaksi edukatif adalah hubungan timbal balik antara guru (pendidik) dan peserta didik (murid), dalam suatu sistem pengajaran. Pendapat lain mengatakan interaksi edukatif adalah interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang.

Interaksi edukatif antara guru dan peserta didik sering disebut sebagai block box atau kotak hitam, yakni tempat untuk merekam semua peristiwa penting yang terjadi dalam interaksi edukatif. Proses interaksi edukatif di sekolah, terjadi apa yang disebut sebagai trilogi hubungan guru dan siswa, yakni 1)hubungan instruksional,2)hubungan emosional, dan 3) hubungan spiritual. Dalam hal ini terjadilah efek instruksional dan efek pengiring, artinya proses pengajaran tidak hanya bertujuan mencapai tujuan instruksional yang telah dirumuskan, tetapi juga sampai kepada aspek-aspek keterampilan (skills) dan nilai-nilai (values).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa interaksi edukatif adalah suatu hubungan timbal balik yang secara sadar dilakukan antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran, bukan hanya untuk mencapai tujuan instruksional semata, melainkan pembentukan perilaku baru hasil belajar dengan penanaman sifat dan nilai-nilai pendidikan yang utuh.

(3)

valuesakan senantiasa menuntut komponen yang serasi antara satu dengan yang lain. Serasi dalam arti, terjadinya kesesuaian masing-masing komponen untuk terwujudnya tujuan belajar.

Komponen-komponen tersebut meliputi: (1) tujuan yaitutujuan yang bersifat operasional. Tujuan dalam waktu yang singkat dapat tercapai, yakni setelah selesainya pembelajaran. Tujuan mengajar harus bertitik tolak pada perubahan tingkah laku peserta didik, dan dirumuskan secara rinci tentang apa yang hendak dicapai, (2) materi yaitu, substansi yang akan disampaikan dalam proses interaksi edukatif. Materi harus mutlak dikuasai oleh guru. Ada dua penguasaan materi, yaitu penguasaan materi pokok dan materi penunjang, (3) metode yaitu, suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam interaksi edukatif, guru menggunakan lebih dari satu metode yang disesuaikan dengan kemampuan pemahaman dan kematangan murid, (4) alat yaitu, segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.Alat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu alat material, dan non material. Alat material berupabenda-benda, misalnya: globe, papan tulis, kapur, lukisan, video, dan lain-lain. Sedangkan alat non material berupa perintah, larangan, nasehat, dan sebagainya, (5) dan evaluasi yaitu, suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan. Evaluasi bisa dilakukan sebelum, selama, dan sesudah proses pembelajaran. Evaluasi pembelajaran dapat berupa tes formatif maupun sumatif.Evaluasi pembelajaran hakikatnya adalah pengukuran terhadap perubahan tingkah laku individu.

Untuk memperjelas bahwa mengajar adalah suatu sistem yang tak bisa dipisah-pisahkan antara satu komponen dengan komponen lain, R.D. Conners mengidentifikasi tugas mengajar guru menjadi tiga tahapan. Tahapan tersebut, yaitu: (1) tahap sebelum pengajaran (pre-active), (2) tahap pengajaran (inter-active), dan (3) tahap sesudah pengajaran (post-active).

Pada tahap sebelum pengajaran, guru harus menyusun program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester, program satuan

pelajaran, dan perencanaan program pengajaran. Dalam merencanakan program-program tersebut harus mempertimbangkan aspek-aspek berikut: bekal bawaan anak didik yang berupa pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki, rumusan tujuan yang jelas, dengan bertumpu pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, pemilihan metode dan bahan ajar yang tepat yang disesuaikan dengan karakter anak didik dan jumlah waktu yang tersedia, serta pemberian prinsip-prinsip belajar yang tepat.

Tahap pengajaran merupakan tahap dimana dilaksanakannya sebuah proses belajar. Dalam melakukan tahap ini, aspek-aspek yang diperhatikan meliputi: pengkondisian kelas, penyampaian informasi awal kepada anak didik, penggunaan kata-kata verbal dan nonverbal yang membangun dan memperkuat konsentrasi belajar, merangsang terjadinya feedback, mendiagnosis kesulitan belajar, serta mengevaluasi proses interaksi.

Tahap sesudah pengajaran, merupakan tahap akhir terjadinya interaksi edukatif setelah selesainya pengajaran. Guru hendaknya menilai pekerjaan anak didik, karena pekerjaan ini tidak bisa dialihkan kepada orang lain. Guru harus menilai pengajarannya sendiri dalam rangka evaluasi pengajaran. Dan guru juga harus membuat perencanaan pengajaran untuk pertemuan selanjutnya.Hasil belajar siswa harus dilihat melalui tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif-deskriptif. Kata kunci pendekatan deskriptif adalah upaya mendeskripsikan, memaparkan, atau menggambarkan apa adanya interaksi edukatif Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan yang penulis temukan.

(4)

1923, dan (3) Naskah pidato dengan judul “Peringatan Bagi Sekalian Muslimin Muhammadiyyin”;yang termuat dalam karya Abdul Munir Mulkan. 1990. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial.

Data sekunder penelitian ini diambil dari berbagai referensi terkait objek material, diantaranya: (1) Ibnu Khaldun Hikayat dan Karyanya (Ali Abdulwahid Wafi, , Jakarta: Grafiti Press), (2) Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, Hadlarah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern (Rachman Assegaf, Jakata: Rajawali Press, 2013), (3) Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan, (Abdul Munir Mulkan, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), (4) Islam Berkemajuan, Kisah Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal, (Kyai Suja’, Banten: Al-wasath, 2009), (5) Modernisasi Pendidikan Islam, Sejarah dan Perkembangan Kweekschool Moehammadijah 1923-1932, (Mu’arif, Yogyakarta: Gramasurya, 2012).

Data dikumpulkan melalui metode telaah dokumen dengan memanfaatkan buku, ensiklopedia, kamus, bibilografi, jurnal, periodical (majalah ilmiah), yearbook (buku mengenai fakta-fakta dan statistik), buletin, danhandbook.

Sedangkan analisis datanya menggunakan metode komparatif untuk menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan interaksi edukatif Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan baik tentang benda-benda, orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik terhadap orang lain, maupun kelompok. Dapat juga membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan-perubahan pandangan diantara keduanya terhadap kasus, orang, peristiwa, atau ide-ide tertentu.

Adapun langkah-langkah dalam metode penelitian ini adalah: (1) mencari persamaan-persamaan interaksi edukatif menurut Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan, (2) mencari perbedaan-perbedaan interaksi edukatif menurut Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan, (3) menganalisis nilai unggul keduanya, kemudian menginterpretasikan kedalam langkah-langkah penerapan interaksi edukatif pada pengajaran guru dan murid di

sekolah.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam hal interaksi edukatif, Ibnu Khaldun berangkat dari asumsi dasar tentang fitrah akal manusia. Akal manusia merupakan pembeda dari makhluk Allah lainnya.Fitrah akal menjadikan manusia senantiasa mencari hakikat tentang sesuatu hal, yang selanjutnya disebut pengetahuan. Demi memperoleh pengetahuan, manusia harus meminta bantuan kepada para ahli (guru) untuk menjelaskan apa yang ingin diketahuinya. Dari sinilah timbul suatu pengajaran.

Ahmad Dahlan memandang bahwa interaksi edukatif berangkat dari watak dasar akal yang menerima segala macam pengetahuan.Pengetahuan adalah makanan bagi akal manusia.Tanpa pengetahuan, akal tidak akan hidup. Oleh karena itu, untuk menghidupkan akal, manusia pada prosesnya akan senantiasa mencari ilmu pengetahuan. Pengetahuan dapat diperoleh dari seseorang yang mengajarkannya (guru), dan orang yang mengajarkannya mendapat pengetahuan dari gurunya, dan seterusnya.Sehingga, terjadi di dalamnya suatu interaksi edukatif untuk mencapai tujuan pencarian ilmu pengetahuan manusia.

Interaksi edukatif meliputi tujuan, materi, metode, alat, dan evaluasi pembelajaran yang saling menguatkan dan saling berperan satu sama lain untuk terciptanya interaksi edukatif yang baik. Tujuan pembelajaran Ibnu Khaldun berorientasi pada akhirat, dengan mendalami al-Qur’an dan hadist sebagai simbol pekerti Islam. Dan berorientasi pada dunia, pendidikan sebagai industri yang berkembang di masyarakat untuk memenuhi ladang pekerjaan manusia. Sedang pembelajaran menurut Ahmad Dahlan, bertujuan untuk memberikan keseimbangan pada pengetahuan dunia dan akhirat dengan melahirkan ulama-intelek atau intelektual-ulama.

(5)

(barat) dengan pendidikan agama Islam. Metode pembelajaran Ibnu Khaldun dengan penggunaan dua konsep belajar, yaitu malakah dan tadrīj. Sedang Ahmad Dahlan mengembangkan pembelajaran secara kontekstual dengan metode penyadaran. Guru lebih bersifat sebagai pembimbing dan pemandu belajar.

Alat pembelajaran Ibnu Khaldun dengan menekankan pada penggunaan panca indera secara maksimal, baik studi lewat buku maupun pengajaran langsung, dengan mengunjungi para ahli untuk menyempurnakan ilmu. Sedang Ahmad Dahlan pada waktu itu telahmenggunakan alat-alat modern seperti papan tulis, meja, kursi dalam pembelajaran. Beliau juga tidak pernah membebani murid dalam belajar. Dan senantiasa memberi nasehat kepada murid-muridnya.

Evaluasi pembelajaran, Ibnu Khaldun dengan melibatkan aktivitas jasmaniah dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan Ahmad Dahlan menitikberatkan pada penggunaan akal dalam merespon baik buruk perbuatan sehari-hari.

R.D Conners, mengidentifikasikan tugas mengajar guru menjadi tiga tahap, yaitu: tahap sebelum pengajaran (pre-active), tahap pengajaran (inter-active), dan tahap sesudah pengajaran (post-active).

Pada tahap sebelum pengajaran Ibnu Khaldun memperhatikan keahlian pendidik dengan melihat kapasitas keilmuan yang dimiliki, selain itu, hendaknya mempertimbangkan kesiapan peserta didik dalam menerima pelajaran, dan kemampuan peserta didik dalam meresponnya. Sedang, Ahmad Dahlan memperhatikan kualitas keahlian guru dengan mendirikan Qismul Arqā’. Ahmad Dahlan terlebih dahulu membagi siswa menjadi berkelas-kelas, bertingkat-tingkat sesuai kemampuan perkembangan siswa, dan membuat rencana pelajaran terlebih dahulu sebelum melakukan

pembelajaran.

Pada tahap pengajaran, Ibnu Khaldun membagi proses pembelajaran menjadi tiga tahapan yaitu: 1) tahap penyajian global, dengan menjelaskan pokok-pokok materi pembelajaran terlebih dahulu sambil melihat kemampuan siswa dan memberikan waktu untuk menyiapkan diri dalam pelajaran, 2) tahap pengembangan, memperluas pembahasan secara rinci pada masalah pokok, hal-hal yang menjadi pertentangan, dan disempurnakan dengan pemberian contoh-contoh, 3) tahap penyimpulan, menyajikan kembali pokok bahasan secara menyeluruh dan memberi penekanan pada aspek-aspek penting. Sedang, Ahmad Dahlan memulai pembelajaran dengan pengosongan pikiran terlebih dahulu pada keyakinan semula. Pertemuan berbagai pendapat harus melihat teori dan fakta dengan bertujuan pada penemuan kebenaran ilmu, yang di dalamnya terdapat penanaman nilai-nilai.

Tahap sesudah pengajaran, Ibnu Khaldun mengukur keberhasilan dengan melihat perubahan tingkah laku berupa aktivitas-aktivitas jasmaniah. Baik berupa aktivitas-aktivitas tubuh, maupun aktivitas otak dengan melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah. Sedang Ahmad Dahlan mengevaluasi pembelajaran dengan melihat aplikasi nyata muridnya dalam kehidupan sehari-hari. Ahmad Dahlan akan mengulang-ulang pelajaran sampai murid mampu mengaplikasikan dalam kehidupan nyata.

(6)

Matrik 3.

Persamaan Interaksi Edukatif Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan

No Aspek Persamaan Ibnu Khaldun K.HAhmad Dahlan

1 Tujuan Pembelajaran Berorientasi pada akhirat dan dunia.

ulama-intelektual, seimbang ilmu umum dan agama

2 Materi Pembelajaran al-Qur’an dan hadits sebagai dasar ilmu.

Menjadikan al-Quran dan hadits sebagai dasar semua sikap hidup.

3 Metode pembelajaran Pengulangan untuk mencapai malakah

Pengulangan materi sebagai metode penyadaran

4 Tahap pre-active Keahlian pendidik dan menyesuaikan taraf umur

Menyiapkan guru profesional dan membagi murid berkelas-kelas

Sumber: Dari berbagai sumber

Dalam proses interaksi edukatif yang dilihat dari aspek komponen dan tahapan dalam pengajaran, maka dapatlah ditemukan lima aspek perbedaan antara Ibnu Khaldun dan K.H.

Ahmad Dahlan, yaitu: aspek ide interaksi edukatif, alat pembelajaran, evaluasi pembelajaran, tahap pengajaran (inter-active), dan tahap sesudah pengajaran (post-active Matrik 4.

Perbedaan Interaksi Edukatif Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan

No Aspek Perbedaan Ibnu Khaldun K.HAhmad Dahlan

1 Ide interaksi edukatif guru dan murid dalam kedudukan masing-masing menuju malakah

Guru dan murid merupakan satu kesatuan dalam jiwa manusia

2 Alat pembelajaran Menggunakan panca indera secara maksimal

Alat material dan non material

3 Evaluasi pembelajaran aktivitas jasmaniah dalam kegiatan-kegiatan ilmiah

Aplikasi nyata dengan akal sehat serta adanya tes diakhir pembelajaran

4 Tahap inter-active

penyajian global materi,

pengembangan, dan

penyimpulan

Pengosongan pikiran, pembahasan mendalam, dan pencarian kebenaran ilmu 5 Tahap post active Menilai kegiatan ilmiah

pada aktivitas jasmaniah

Menilai dalam penggunaan akal dalam aplikasi nyata Sumber: Dari berbagai sumber

Interaksi edukatif K.H. Ahmad Dahlan lebih unggul dibandingkan Ibnu Khaldun. Adapun keunggulan-keunggulan tersebut yang penulis temukan adalah: (1) Meskipun sama-sama bertujuan pada dunia dan akhirat, namun K.H. Ahmad Dahlan menjadikan pendidikan sebagai rahmatan lil ‘alamin bagi seluruh kehidupan manusia. (2) Pendidikan dalam

(7)

(ilmu naqlī). (4) K. H. Ahmad Dahlan berada pada zaman yang lebih modern daripada Ibnu Khaldun, sehingga K.H. Ahmad Dahlan dalam mengembangkan pendidikannya selalu mengikuti perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pendidik dan peserta didik mempunyai peran penting dalam proses interaksi edukatif. Untuk menciptakan interaksi edukatif yang baik, maka tahapan yang perlu diperhatikan yang termuat dalam konsep pendidikan Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut: (1) tahap sebelum pengajaran (pre-active), yaitu: menyiapkan keahlian pendidik, menyesuaikan taraf umur peserta didik dengan kemampuan perkembangan berfikirnya.

Ibnu Khaldun mengatakan bahwa pengajaran ilmu merupakan suatu keahlian. Sebelum pendidik melakukan interaksi edukatif, maka pendidik harus mempunyai kapasitas ilmu yang mendalam terhadap suatu disiplin ilmu yang diajarkan. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi kedalaman ilmu peserta didik. Ahmad Dahlan, dalam menyiapkan keahlian pendidik telah mendirikan sekolah calon guru untuk mencetak guru profesional. Dengan keahlian, peserta didik dapat memahami dan menguasai materi dengan baik.

Proses belajar terlebih dahulu mempertimbangkan kesiapan peserta didik untuk menerima dan menguasai pembelajaran. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanya akan efektif bila dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak, dan sedikit demi sedikit sesuai dengan kemampuan siswa. K.H. Ahmad Dahlan juga membagi murid menjadi berkelas-kelas sesuai tingkat umur dan kemampuan perkembangan siswa dalam memahami pembelajaran. Dengan kesiapan peserta didik, menciptakan interaksi edukatif yang berlangsung optimal. (2) tahap pengajaran, pendidik melakukan aktivitas belajar mengajar, melakukan interaksi edukatif dengan berbagai tindakan-tindakan, strategi, metode, evaluasi, dan alat pengajaran yang dikemas secara menarik, sehingga interaksi tersebut menjadi interaksi yang penuh dengan penanaman

nilai-nilai pendidikan yang utuh.

Masing-masing pendidik mempunyai cara sendiri dalam mengimplementasikan materi sesuai dengan tingkat keahlian yang dimiliki. Misalnya, Ibnu Khaldun lebih menitikberatkan suatu interaksi edukatif terhadap ilmu itu sendiri, yang mana Ibnu Khaldun memberikan pengetahuan kepada murid secara bertahap, sedikit demi sedikit, dimulai dari yang mudah terlebih dahulu. Sehingga murid memiliki keilmuan yang mendalam. Tidak mencampuraduk materi dengan materi lain sebelum murid menguasai penuh suatu disiplin ilmu tertentu. Sedang K.H. Ahmad Dahlan lebih menitikberatkan interaksi edukatif pada penyadaran peserta didik dalam memahami keilmuan. Beliau tidak jemu untuk mengulang-ulang materi pelajaran sebelum murid betul sadar untuk mengaplikasikan keilmuannya. Kedua tokoh tersebut juga memberikan pemaparan bahwa kekerasan dalam proses pembelajaran tidak berlaku, karena akibatnya lebih buruk dari penyebab itu sendiri. (3) tahap setelah pengajaran, merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi setelah berlangsungnya interaksi edukatif.

Pengukuran perubahan tingkah laku murid dapat dilakukan pada saat sebelum, selama, dan sesudah proses pembelajaran, baik melalui test formatif maupun sumatif. Pengukuran pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang penting, karena dapat mengetahui tingkat keberhasilan pengajaran. Ibnu Khaldun mengukur perubahan tingkah laku dengan memperhatikan kontribusi murid pada saat melakukan kegiatan ilmiah seperti, diskusi, seminar, simposium, dan lain-lain. Ahmad Dahlan, mengukur perubahan tingkah laku tindakan pengaplikasian keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

(8)

5.KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pemaparan dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan: Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan dalam proses interaksi edukatif kepada peserta didik mempunyai persamaan pada aspek ide interaksi edukatif, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan tahap sebelum pembelajaran (pre-active). Perbedaan diantara keduanya terdapat pada aspek alat pembelajaran, evaluasi pembelajaran, tahap pengajaran (inter-active), dan tahap sesudah pengajaran (post-active).

Terdapat tiga langkah penerapan interaksi edukatif Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan, yaitu: (1) Tahap sebelum pengajaran (pre-active). Menyiapkan keahlian pendidik dan menyesuaikan kemampuan perkembangan sesuai taraf berfikir peserta didik, (2) Tahap pengajaran (inter-active). Mengemas komponen-komponen interaksi edukatif dalam pengajaran secara menarik dengan penanaman pendidikan secara utuh. (3) Tahap sesudah pengajaran (post-active). Menilai interaksi edukatif, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pengajaran dengan melihat aktivitas kognitif, afektif, dan psikomotorik yang seimbang. Pada tahap ini, dianjurkan guru melihat langsung proses perubahan tingkah laku peserta didik dalam aplikasi nyata keilmuan yang diperoleh.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada semua pihak, demi suksesnya kemajuan interaksi edukatif dalam pembelajaran, peneliti berusaha memberikan masukan dan pertimbangan terhadap penerapan proses pengajaran, diantaranya: (1) Kepada para Peneliti selanjutnya, hendaknya lebih cermat dan teliti dalam memahami setiap kata yang dipaparkan Ibnu Khaldun dan K.H. Ahmad Dahlan. Karena, banyak makna tersembunyi dibalik kata-kata yang mempunyai makna sangat dalam daan relevan sesuai perkembangan zaman. (2) Kepada Lembaga Pendidikan calon guru, pencetak guru profesional. Hendaknya, mengoptimalkan terbentuknya calon pendidik yang memiliki keahlian dalam suatu disiplin ilmu yang dipelajari sebelum memasuki dunia pendidikan dan pengajaran. (3) Kepada para pendidik.

Hendaknya senantiasa belajar dari pengajaran. Mengemas secara menarik, dengan memadukan komponen-komponen interaksi edukatif dan memperhatikan setiap tahap pengajaran dengan kemampuan peserta didik. Agar pembelajaran dapat mengakar pada jiwa peserta didik.

6. DAFTAR PUSTAKA

Al-Asy’ari, Deni. 2009. Selamatkan Muhammadiyah Agenda Mendesak Warga Muhammadiyah. Yogyakarta: Kibar Press. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta; Rineka Cipta.

Assegaf, Rachman. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, Hadlarah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Farid Setyawan, et, al. 2010. Mengokohkan Spirit Pendidikan Muhammadiyah. Yogyakarta: Pyramedia.

Hasibuan dan Moedjiono. 1995. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Roesdakarya.

Jainuri, Achmad. 1990. Muhammadiyah Gerakan Reformasi Islam di Jawa Pada Awal Abad Ke Duapapuluh. Surabaya: Bina Ilmu.

Khaldun, Ibnu. Terj. Ahmadie Thoha. 2011. Muqaddimah. Jakarta: Pustaka Firdaus. Mu’arif. 2012. Modernisasi Pendidikan Islam,

Sejarah dan Perkembangan Kweekschool Moehammadijah 1923-1932. Yogyakarta: Gramasurya.

Mukhrizal Arif, et, al. 2014. Pendidikan Postmodernisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Mulkhan, abdul Munir. 2010. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan Dalam Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Mulkan, abdul Munir. 1990. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakata: Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Mereka mengalami keinginan untuk menyenangkan orang lain, mengamati beberapa perkembangan, eksternalisasi standar orang lain dan ingin dianggap baik oleh orang lain yang

The netback market value, which determines the producer price by taking into account the market shares and their prices of the competing fuels to natural gas is proposed for

Pengaruh sosial budayanya adalah sinta menjadi sering lupa waktu dan menjadi lebih up to date tentang trend wanita sekarang.. Pengaruh sosial budaya dari ideologi yang dimiliki

Estimasi parameter model regresi multivariat menggunakan metode Bayesian diperoleh dengan menentukan nilai ekspektasi dari variabel random fungsi distri- busi posterior marginal f (

The research aimed to study the characteristics and land suitability of newly established rice field in Lesung Batu Muda, Rawas Ulu, Musi Rawas, South Sumatera.. Materials

Berdasarkan faktor geografis, perubahan sosial dan budaya terjadi pada Ashri karena ashri mengalami perpindahan tempat tinggal dan juga keluarga yang memiliki adat

“Penerapan Pendekatan Realistic Mathematic Education untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Soal Cerita Tentang Himpunan Di Kelas VII MTsN Palu Barat”

Identifikasi tujuan dan strategi, analisa lingkungan, serta analisa kekuatan dan kelemahan organisasi dipadukan dalam langkah ke lima : penentuan berbagai kesempatan yang