• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Selektivitas Erosi Pada Lahan Budidaya Padi Gogo di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Selektivitas Erosi Pada Lahan Budidaya Padi Gogo di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Data C organik (%)

Perlakuan ulangan Total Rataan

1 2 3

Atas 2,49 2,1 2,71 7,3 2,43

Tengah 3,1 4,32 3,34 10,76 3,58

Bawah 3,43 2,86 3,46 9,75 3,25

Total 9,02 9,28 9,51 27,81

Rataan 3,006 3,0933 3,17 9,27 3,09

Lampiran 2. Hasil uji t C organik (%)

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 2,43 0

Tengah 3,59 47,74* 0.049

Bawah 3,25 33,74 -9,47 0.152 0.659

Lampiran 3. Data N total (%)

Perlakuan ulangan Total Rataan

1 2 3

Atas 0,16 0,17 0,18 0,51 0,17

Tengah 0,26 0,27 0,24 0,77 0,26

Bawah 0,26 0,2 0,25 0,71 0,24

Total 0,68 0,64 0,67 1,99

Rataan 0,27 0,21 0,22 0,66 0,22

Lampiran 4. Hasil uji t N total (%)

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 0,17

Tengah 0,257 51,17* 0,006

(2)

Lampiran 5. Data P tersedia (ppm)

Perlakuan ulangan Total Rataan

1 2 3

Atas 9,06 14,62 9,83 33,51 11,16

Tengah 10,15 11,43 14,47 36,05 11,79

Bawah 12,85 16,73 17,66 47,24 15,7

Total 32,06 42,78 41,96 116,8

Rataan 10,69 14,26 13,99 38,93 12,97

Lampiran 6. Hasil uji t P tersedia (ppm)

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 11,16

Tengah 11,97 7,26 0.925

Bawah 15,7 40,68 31,16 0.163 0.262

Lampiran 7. Data K (me/100 g)

Perlakuan ulangan Total Rataan

1 2 3

Atas 0,39 0,35 0,39 1,13 0,37

Tengah 0,45 0,41 0,39 1,25 0,42

Bawah 0,37 0,42 0,41 1,2 0,4

Total 1,21 1,18 1,19 3,58

Rataan 0,40 0,39 0,39 1,19 0,4

Lampiran 8. Hasil uji t K (me/100 g)

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 0,38

Tengah 0,42 10,53 0.241

(3)

Lampiran 9. Data KTK (me/100 g)

Perlakuan ulangan Total Rataan

1 2 3

Atas 18,09 14,8 17,35 50,24 16,75

Tengah 19,46 15,08 20,4 54,94 18,31

Bawah 19,02 18,79 17,35 55,16 18,39

Total 56,57 48,67 55,1 160,34

Rataan 18,86 16,22 18,37 53,45 17,82

Lampiran 10. Hasil uji t KTK (me/100 g)

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 16,75

Tengah 18,31 9,35 0.623

Bawah 18,39 9,79 0,40 0.598 0.999

Lampiran 11. Data pH

Perlakuan ulangan Total Rataan

1 2 3

Atas 4,42 4,61 4,61 13,64 4,55

Tengah 4,7 4,22 4,92 13,84 4,61

Bawah 4,49 4,88 5,08 14,45 4,82

Total 13,61 13,71 14,61 41,93

Rataan 4,45 4,74 4,84 14,04 4,68

Lampiran 12. Hasil uji t pH

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 4,55

Tengah 4,61 1,32 0.954

(4)

Lampiran 13. Data Bulk density (g/cm3)

Perlakuan ulangan Total Rataan

1 2 3

Atas 1,05 1,05 1,06 3,16 1,05

Tengah 1,06 1,05 1,06 3,17 1,76

Bawah 1,05 1,05 1,06 3,16 1,75

Total 3,16 3,15 3,18 9,49

Rataan 1,05 1,05 1,06 3,16 1,52

Lampiran 14. Hasil uji t Bulk density (g/cm3)

Perlakuan Rataan persentase pertambahan(%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 1,05

Tengah 1,06 0,95 0,438

Bawah 1,05 0 -0,94 0,109 0.856

Lampiran 15. Hasil Tekstur Tanah

Contoh Tanah Pasir Liat Debu Tekstur Tanah

A1 18,22 13,72 68,06 lempung berdebu

A2 12,72 10,72 76,56 lempung berdebu

A3 15,72 10,72 73,56 lempung berdebu

T1 15,72 10,72 73,56 lempung berdebu

T2 13,72 9,72 76,56 debu

T3 15,72 10,72 73,56 lempung berdebu

B1 12,72 9,72 77,56 debu

B2 17,72 12,72 69,56 lempung berdebu

(5)
(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press, Bogor.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Asdak,C., 2007. Hidrologi dan Pengendalian Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dariah, A., F. Agus., S. Arsyad., Sudarsono, Maswar. 2004. Tingkat Erosi dan Kualitas Tanah pada Lahan Usahatani Berbasis Kopi di Sumber Jaya, Lampung Barat. (Disertsi) Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Henny, H., K. Murtilaksono, N. Sinukaban, S.D. Tarigan 2011. Erosi dan Kehilangan Hara Pda Pertanaman Kentang Dengan Beberapa Sistem Guludan Pada Andisol di Hulu DAS Merao, Kabpaten Kerinci, Jambi. Solum Vol.VIII No.2 Juli 2011 : 43-52

Juarsah, I., 2010. Pengendalian Erosi dan Pengelolaan Bahan Organik Pada Lahan Kering Berlereng Mendukung Produksi Pangan Nasional. Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Kartasapoetra, G., A.G. Kartasapoetra, dan M.M. Sutedjo. 1995. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT. Bina Aksara, Jakarta.

Kartasapoetra. A. G. 1988. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Merehabilitasnya. Bina Aksara, Jakarta.

Kementrian Lingkungan Hidup. 2008. Peraturan Pemerintah Negera Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Kementrian Lingkungan Hidup, Jakarta.

Nursa‟ban, M., 2006. Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan. Jureografi, FISE UNY. Geomedia, Volume 4, Nomor 2.

Rahim, S.E. 2000. Pengendalian Erosi Tanah. Bumi Aksara, Jakarta.

Sarief, E.S. 1993. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.

(7)

Suripin, 2004. Pelestarian sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Tim Penyusun. 2004. „Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Bahorok. Di unduh www.penataanruang.net/ta/lapdul04/p3/DASBahorok/pdf

Utomo, W, H., 1989. Konservasi Tanah di Indonesia, Suatu Rekaman dan Analisa. Rajawali Press, Jakarta.

Wischmeier W.H., and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses: Aguide to Conservation Planning. USDA Handbook No. 537. Washington DC.

(8)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2014

melalui 2 tahap kegiatan, yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium.

Tahapan kegiatan lapangan dilakukan di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok

Kabupaten Langkat dengan kemiringan lereng 15%. Contoh tanah di analisis di

Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning

System) sebagai alat untuk menentukan koordinat wilayah, bor tanah sebagai alat

untuk mengambil sampel tanah terganggu, ring sampel tanah sebagai alat untuk

mengambil sampel tanah tidak terganggu, kantong plastik dan karet gelang

sebagai alat wadah sampel tanah, pisau untuk membantu pengambilan contoh

tanah, alat tulis, dan kertas label untuk memberi nama sampel.

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya adalah sampel

tanah tidak terganggu, sampel tanah terganggu yang dambil dari setiap bagian

lereng yang berbeda, serta bahan-bahan yang digunakan untuk analisis di

Laboratorium.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah metode

deskriptif dengan teknik observasi lapangan. Teknik sampling berdasarkan

metode purposive sampling. Purposive sampling merupakan metode pengambilan

sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu kompleksnya lahan, luasnya

(9)

Data di uji dengan menggunakan uji t dengan taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan

Sebelum kegiatan penelitian dilakukan maka terlebih dahulu diadakan

rencana penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka,

penyusunan usulan penelitian, mengadakan survey ke lapangan dan persiapan alat

dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Pengamatan lapangan

Kegiatan lapangan dilakukan dengan pengambilan sampel tanah. Sampel

tanah diambil pada 3 (tiga) lokasi satu lereng tunggal yaitu pada bagian puncak,

bagian tengah, dan bagian bawah atau lembah.

Untuk pengamatan sifat fisik dan kimia tanah maka diperlukan dua macam

contoh tanah, 1) contoh tanah tak terganggu, diambil dengan menggunakan ring

sample, 2) contoh tanah terganggu, diambil dengan menggunakan bor tanah.

Analisis Laboratorium

Sampel tanah yang di dapatkan dilapangan selanjutnya dianalisis di

laboratorium untuk mendapatkan data pengamatan.

Parameter Pengamatan

- C-organik tanah (%), dengan metode Walkley & Black.

- N-total tanah (%) dengan metode Kjedhal.

- P-Tersedia tanah (ppm) dengan metode Bray II.

- K-dd, dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (AAS).

- Kapasitas Tukar Kation, dengan menggunakan metode ekstraksi 1 N

(10)

- pH tanah, dengan metode elektrometri..

- Bulk Density tanah.

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

C-organik (%)

Dari hasil uji t (lampiran 2) menunjukkan bahwa perlakuan bagian tengah

berbeda nyata dengan bagian atas lereng terhadap C-org, sedangkan perlakuan

bagian atas dengan bawah lereng, bagian tengah dan bawah lereng menunjukkan

berbeda tidak nyata terhadap C-org. disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Persentase pertambahan C-org pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan C-org (%)

Atas Tengah Bawah

Atas 2,43 -

Tengah 3,59 47,7* -

Bawah 3,25 33,7 -9,4 -

Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%

Tabel 2. menunjukkan bahwa pertambahan C-org tertinggi terdapat pada

bagian tengah lereng yang berbeda nyata terhadap perlakuan bagian atas lereng.

Grafik Distribusi Unsur Hara C-Org Pada Kemiringan Lereng 15% dapat

dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik Distribusi Unsur Hara C-org Pada Kemiringan Lereng 15%

Gambar 1 diatas terlihat bahwa C-organik terendah terdapat pada

bagian atas dan konsentrasi tertinggi terdapat pada bagian tengah lereng.

0 1,5 3 4,5

Atas Tengah Bawah

(12)

N-total (%)

Dari hasil uji t (lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan bagian atas

dengan bagian tengah, perlakuan bagian atas dengan bawah lereng berbeda nyata

terhadap N total, sedangkan perlakuan bagian tengah dengan bawah lereng

berbeda tidak nyata terhadap N total, disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Persentase pertambahan N-total pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan N-total (%)

Atas Tengah Bawah

Atas 0,17

-Tengah 0,257 51,1* -

Bawah 0,237 39,4* -7,7 -

Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%

Tabel 3. Menunjukkan bahwa penambahan N total tertinggi terdapat pada

perlakuan bagian tengah lereng yang berbeda nyata dengan perlakuan atas lereng,

dan perlakuan atas berbeda nyata dengan bagian bawah lereng.

Grafik Distribusi N total Pada Kemiringan Lereng 15% dapat dilihat pada

gambar 2.

Gambar 2. Grafik Distribusi Unsur Hara N Pada Kemiringan Lereng 15%

Gambar 2. menunjukkan bahwa N total terendah terdapat pada bagian atas

lereng dan N total tertinggi terdapat pada bagian tengah lereng. 0

0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3

Atas Tengah Bawah

N (

%

)

(13)

P-tersedia (ppm)

Dari hasil uji t (lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan bagian lereng

berbeda tidak nyata terhadap P tersedia, disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Persentase pertambahan P tersedia pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan P (%)

Atas Tengah Bawah

Atas 11,16 -

Tengah 11,97 7,2 -

Bawah 15,7 40,6 31,1 -

Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%

Berdasarkan Tabel 4 tampak bahwa perlakuan bagian lereng berbeda tidak

nyata terhadap P-tersedia.

Grafik Distribusi Unsur Hara P tersedia Pada Kemiringan Lereng 15%

dapat dilihat pada gambar.

Gambar 3. Grafik Distribusi Unsur Hara P tersedia Pada Kemiringan Lereng 15%

Berdasarkan gambar 3 diatas terlihat bahwa P tersedia terendah terdapat

pada perlakuan bagian atas lereng, dan P tersedia tertinggi terdapat pada

perlakuan bagian bawah lereng. 0

5 10 15 20

Atas Tengah Bawah

P

(pp

m

)

(14)

Kalium (K) (me/100 g)

Dari hasil uji t (lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan bagian lereng

berbeda tidak nyata terhadap unsur K, disajikan pada tabel 5.

Tabel 5 Persentase pertambahan K pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan K (%)

Atas Tengah Bawah

Atas 0,38 -

Tengah 0,42 10,5 -

Bawah 0,4 5,2 -4,7 -

Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%

Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa perlakuan bagian lereng berbeda tidak

nyata terhadap unsur K.

Grafik Distribusi Unsur Hara K Pada Kemiringan Lereng 15% dapat

dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Grafik Distribusi Unsur Hara K Pada Kemiringan Lereng 15%

Berdasarkan gambar 4 diatas terlihat bahwa konsentrasi K terendah

terdapat pada perlakuan bagian atas lereng, dan konsentrasi K tertinggi terdapat

pada perlakuan bagian tengah lereng.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

Atas Tengah Bawah

K

(15)

Kation Tukar Tanah (me/100 g)

Dari hasil uji t (lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan bagian lereng

berbeda tidak nyata terhadap KTK, disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Persentase pertambahan KTK pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan KTK (%)

Atas Tengah Bawah

Atas 16,747 -

Tengah 18,313 9,3 -

Bawah 18,387 9,7 0,4 -

Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%

Berdasarkan Tabel 6 tampak bahwa perlakuan bagian lereng berbeda tidak

nyata terhadap nilai KTK.

Grafik ratan KTK Pada Kemiringan Lereng 15% pada gambar 5

Gambar 5. Grafik Distribusi KTK Pada Kemiringan Lereng 15%

Berdasarkan gambar 5 diatas terlihat bahwa nilai KTK terendah terdapat

pada perlakuan atas lereng dan nilai KTK tertinggi terdapat pada bawah lereng.

0 5 10 15 20

Atas Tengah Bawah

K

T

K

(m

e/1

0

0

g

)

(16)

pH Tanah

Dari hasil uji t (lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan bagian lereng

berbeda tidak nyata terhadap pH, disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Persentase pertambahan pH pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan pH (%)

Atas Tengah Bawah

Atas 4,55 -

Tengah 4,61 1,3 -

Bawah 4,82 5,9 4,5 -

Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%

Berdasarkan Tabel 7 tampak bahwa perlakuan letak bagian lereng berbeda

tidak nyata terhadap nilai pH.

Grafik rataan pH Pada Kemiringan Lereng 15% terdapat pada gambar 6

Gambar 6. Grafik Distribusi pH Pada Kemiringan Lereng 15%

Berdasarkan gambar 5 diatas terlihat bahwa nilai pH terendah terdapat

pada perlakuan atas lereng dan nilai pH tertinggi terdapat pada bawah lereng. 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

Atas Tengah Bawah

pH

(17)

Bulk Density (g/cm3)

Dari hasil uji t (lampiran 14) menunjukkan bahwa perlakuan bagian lereng

berbeda tidak nyata terhadap BD, disajikan pada tabel 8.

Tabel 8. Persentase pertambahan Bulk Density pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan BD (%)

Atas Tengah Bawah

Atas 1,05 -

Tengah 1,06 0,9 -

Bawah 1,05 0 -0,9 -

Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%

Berdasarkan Tabel 9 tampak bahwa perlakuan letak bagian lereng berbeda

tidak nyata terhadap nilai Bulk Density.

Grafik rataan BD Pada Kemiringan Lereng 15% terdapat pada gamba

Gambar 7. Grafik Distribusi Bulk Density Pada Kemiringan Lereng 15%

Tekstur Tanah

Data rataan tekstur tanah pada setiap perlakuan bagian lereng disajikan

pada tabel 9.

Tabel 9. Tekstur tanah pada masing-masing bagian lereng

Bagian Lereng %pasir %liat %debu Tekstur Tanah

Atas 15,56 11,39 73,06 Lempung Berdebu

Tengah 14,72 11,05 74,22 Lempung Berdebu

Bawah 16,72 11,72 71,56 Lempung Berdebu

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

atas tengah bawah

(18)

Pembahasan

Pada parameter C-org, perlakuan bagian tengah lereng berbeda nyata

dengan bagian atas lereng, terjadi penambahan C-org sebesar 47,7%. Rataan

tertinggi terdapat pada perlakuan bagian tengah lereng yaitu sebesar 3,59. Hal ini

disebabkan oleh erosi yang terjadi pada bagian atas lereng yang menyebabkan

C-org dalam terangkut ke bagian tengah lereng sehingga menyebabkan C-C-org lebih

tinggi di tengah lereng dibandingkan dengan bagian atas lereng. Sebagaimana

dikemukakan oleh Arsyad (2010) bahwa kandungan unsur hara tanah dan bahan

organik pada hasil erosi lebih tinggi dari pada kandungan unsur hara dan bahan

organik pada tanah asalnya. Dengan adanya faktor tanaman berupa padi gogo

dapat menurunkan aliran permukaan sehingga dapat meningkatkan selektivitas

erosi dan sekaligus akan menurunkan jumlah tanah yang tererosi.

Pada perlakuan bagian bawah lereng berbeda tidak nyata dengan perlakuan

bagian atas lereng, namun demikian terjadi penambahan konsentrasi sebesar

33,7%. Hal ini disebabkan oleh erosi yang terjadi pada bagian atas lereng yang

menyebabkan konsentrasi C-org dalam terangkut ke bagian bawah lereng

sehingga menyebabkan konsentrasi C-org lebih tinggi dibandingkan dengan

bagian atas lereng. Sebagaimana dikemukakan oleh Arsyad (2010) bahwa

kandungan unsur hara tanah dan bahan organik pada sedimen hasil erosi lebih

tinggi dari pada kandungan unsur hara dan bahan organik pada tanah asalnya.

Perlakuan bagian bawah lereng berbeda tidak nyata dengan perlakuan

bagian tengah lereng, dan terjadi pengurangan C-org sebesar 9,4%. Hal ini di duga

karena C-org tidak terikut aliran permukaan yang disebabkan adanya tanaman

(19)

C-org pada bagian tengah lereng menjadi tinggi dan pada bagian bawah lereng

menjadi rendah, hal ini juga di pengaruhi oleh kemiringan lereng yang tidak

terlalu curam sehingga dapat memperlambat aliran permukaan sehingga dapat

memperkecil partikel-partikel tanah yang terbawa bersama aliran permukaan.

Pada parameter N-total, perlakuan bagian atas lereng dengan bagian

tengah lereng berbeda nyata, dalam hal ini terjadi peningkatan Ntotal sebesar

51,1%. Rataan tertinggi terdapat pada bagian tengah lereng yaitu sebesar 0,257.

Hal ini dikarenakan pada perlakuan lereng atas terjadi erosi yang menyebabkan

unsur N di bagian tengah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi yang

tertinggal di bagian atas lereng. Sebagaimana dikemukakan oleh Arsyad (2010)

bahwa kandungan unsur hara tanah dan bahan organik pada sedimen hasil erosi

lebih tinggi dari pada kandungan unsur hara pada tanah asalnya.

N-total pada bagian atas lereng berbeda nyata dengan bagian bawah

lereng, dalam hal ini terjadi peningkatan unsur hara Ntotal sebesar 39,4%.

Peningkatan ini terjadi karena terjadi erosi pada bagian atas lereng yang

menyebabkan terangkutnya Ntotal ke bagian bawah lereng oleh aliran permukaan.

Dengan adanya faktor vegetasi yaitu berupa padi gogo dapat mempengaruhi aliran

permukaan sehingga memperkecil terangkutnya usur N. Hal ini dapat terlihat dari

pertambahan konsentrasi bagian tengah lereng lebih tinggi dibandingkan

pertambahan pada bagian bawah lereng. Sebagaimana dikemukakan oleh Henny

dkk (2011) yang menyatakan bahwa pada umumnya energi aliran permukaan akan

menurun apabila terdapat hambatan seperti adanya tindakan konservasi tanah,

(20)

Pada parameter N total, perlakuan tengah lereng berbeda tidak nyata

dengan bagian bawah lereng dan terjadi pengurangan N total sebesar 7,7%. Hal

ini di duga karena unsur hara N tidak terikut oleh aliran permukaan dikarenakan

adanya faktor vegetasi berupa padi gogo yang dapat memperlambat aliran

permukaan, sehingga konsentrasi N pada bagian tengah lereng menjadi tinggi dan

pada bagian bawah lereng menjadi rendah, hal ini juga disebabkan unsur hara N

memiliki sifat yang relatif mobil sehingga peluang terjadinya selektivitas erosi

menjadi lebih kecil. Sebagaimana dikemukakan oleh Dariah dkk (2004) yang

menyatakan bila selektivitas erosi terjadi maka liat yang banyak mengikat unsur

hara (khususnya yang bersifat tidak mobil) akan berpeluang terangkut lebih

banyak.

Hasil uji t pada tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan bagian atas, tengah,

maupun bawah lereng berbeda tidak nyata terhadap P tersedia. Namun terjadi

peningkatan P tersedia pada bagian tengah dan bawah lereng. Peningkatan P

tertinggi terjadi pada perlakuan dari atas lereng ke bagian bawah lereng yaitu

sebesar 40,6%. Peningkatan ini terjadi karena unsur P di dalam tanah yang

bersifat tidak mobil sehingga mudah terikat oleh liat, yang menyebabkan peluang

terangkutnya lebih banyak. Sebagaimana dikemukakan oleh Dariah dkk (2004)

yang menyatakan bila selektivitas erosi terjadi maka liat yang banyak mengikat

unsur hara (khususnya yang bersifat tidak mobil) akan berpeluang terangkut lebih

banyak.

Pada parameter K tidak menunjukan berbeda nyata untuk setiap perlakuan.

Persentase pertambahan tertinggi terdapat pada perlakuan dari atas lereng ke

(21)

erosi pada bagian atas lereng yang menyebabkan terangkutnya unsur hara K ke

bagian tengah lereng sehingga menyebabkan unsur K lebih tinggi dibandingkan

dengan bagian atas lereng. Sebagaimana dikemukakan oleh Arsyad (2010) bahwa

kandungan unsur hara tanah pada hasil erosi lebih tinggi dari pada kandungan

unsur hara pada tanah asalnya.

Pada perlakuan bagian tengah ke bawah lereng terjadi penurunan K

sebesar 4,7%, hal ini diduga karena unsur K sangat mudah mengalami pelindian,

perbedaan tingkat kehilangan unsur hara sangat dipengaruhi oleh sifat

masing-masing unsur hara. Sebagaimana dikemukakan oleh Dariah dkk (2004) yang

menyatakan bila selektivitas erosi terjadi maka liat yang banyak mengikat unsur

hara (khususnya yang bersifat tidak mobil) akan berpeluang terangkut lebih

banyak.

Pada parameter KTK diketahui bahwa perlakuan bagian atas, tengah

maupun bawah lereng tidak berbeda nyata. Terlihat pada grafik 5 yang

menunjukkan bahwa nilai KTK tidak mengalami perbedaan yang signifikan

terhadap seluruh perlakuan. Persentase pertambahan nilai KTK tertinggi terdapat

pada perlakuan bagian atas dengan bagian bawah lereng yaitu sebesar 9,7%. Hal

ini diduga karena bahan organik lebih tinggi terdapat pada bagian bawah lereng

sehingga nilai KTK lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Mukhlis (2007)

yang menyatakan bahwa besarnya KTK tanah tergantung pada kandungan bahan

organik, semakin tinggi bahan organik maka KTK akan menjadi tinggi.

Pada parameter pH diketahui bahwa perlakuan bagian atas, tengah,

(22)

tertinggi terdapat pada perlakuan atas lereng dengan bagian bawah lereng yaitu

sebesar 5,9%. Pada seluruh bagian lereng tanah bersifat masam yang

menyebabkan kandungan bahan organik rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2

yang menunjukkan kadungan C-organik setiap bagian lereng tergolong rendah.

Dari data pengamatan diketahui bahwa pada setiap perlakuan memiliki

tekstur tanah yang sama yaitu lempung berdebu. Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa

rataan liat tertinggi terdapat pada perlakuan bagian bawah lereng, sedangkan

untuk rataan debu tertinggi terdapat pada perlakuan bagian tengah lereng. Hal ini

dikarenakan kandungan liat dan debu lebih banyak terangkut oleh erosi sehingga

kandungan liat dan debu sedimen lebih tinggi dari kandungan liat dan debu tanah

semula. Pada tanah dengan unsur utama debu serta pasir lembut memberikan

kemungkinan yang besar untuk terjadinya erosi. Sebagaimana di kemukakan oleh

Arsyad (2010) bahwa dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah akan terangkut

lebih dahulu dan lebih banyak dari fraksi yang lebih kasar, sehingga kandungan

liat sedimen lebih tinggi dari kandungan liat tanah semula.

Pada parameter Bulk Density menunjukkan bahwa perlakuan bagian atas,

tengah maupun bawah lereng berbeda tidak nyata. Bulk Density dipengaruhi oleh

tekstur tanah pada tabel 9 dapat terlihat bahwa bulk density pada lahan tersebut

yaitu dengan rata-rata 1,05 g/cm3 hal ini di duga karena bobot tanah yang rendah

(23)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Perlakuan berbagai bagian lereng berbeda nyata terhadap parameter C-org

dan N total.

2. Perlakuan bagian atas lereng memberikan hasil terendah disetiap

parameter, sedangkan bagian tengah lereng cenedrung memberikan hasil

tertinggi pada setiap parameter kecuali untuk parameter P tersedia dan

KTK.

3. Kehilangan unsur hara yang terjadi pada setiap bagian lereng sangat

dipengaruhi oleh sifat masing-masing unsur hara.

Saran

Tindakan konservasi menggunakan tanaman padi gogo dapat diterapkan

pada penggunaan lahan dengan topografi miring untuk mengurangi tingkat

(24)

TINJAUAN PUSTAKA Erosi

Erosi menggambarkan pelapukan yang terjadi dipermukaan tanah yang

bersifat merusak. Meskipun tidak selamanya erosi yang terjadi dapat

menimbulkan kerugian. Pada prinsipnya erosi merupakan proses penghancuran

dan pelapukan partikel-partikel tanah, dan perpindahan pertikel tersebut akibat

adanya erosive transport agent seperti air dan angin Pada daerah beriklim tropika

basah seperti sebagian besar daerah di Indonesia, penyebab utama terjadinya erosi

yaitu air hujan, sedangkan tenaga penggerak erosi yang lain seperti angin dan

gleytser kurang begitu dominan (Nursa‟ban, 2006).

Menurut Arsyad (2010), erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau

bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Di daerah beriklim

basah, erosi oleh airlah yang penting, sedangkan erosi oleh angin tidak berarti.

Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk

pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan

menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan terbawa masuk sumber air yang

dinamai sedimen, akan diendapkan di tempat yang aliran airnya melambat seperti

di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, diatas tanah pertanian dan

sebagainya.

Erosi mempunyai dampak yang sangat luas. Kerusakan dan kerugian tidak

saja dialami di daerah dimana erosi terjadi (daerah hulu), tetapi juga oleh daerah

yang dilewati alliran endapan (daerah tengah), dan dibagian hilir. Secara spesifik

kerugian akibat erosi di daerah hulu antara lain mengakibatkan menurunnya

(25)

Proses Terjadinya Erosi

Di negara-negara tropis seperti Indonesia, kekuatan jatuh air hujan dan

kemampuan aliran permukaan menggerus permukaan tanah adalah merupakan

penghancur utama agregat tanah. Agregat tanah yang sudah hancur kemudian

diangkut oleh aliran permukaan, mengikuti gaya gravitasi sampai ke suatu tempat

dimana pengendapan terjadi. Keseluruhan proses tersebut, yaitu penghancuran

agregat, pengangkutan partikel-partikel tanah, dan pengendapan partikel tanah

disebut sebagai erosi tanah (Dariah, dkk, 2004).

Tentang terjadinya erosi yang disebabkan karena air dikemukakan oleh

G.R. Foster dan L.D. Meyer yang menjelaskan bahwa erosi itu akan meliputi

proses-proses :

a. Detachment atau pelepasan partikel-partikel tanah

b. Transportation atau penghanyutan partikel-partikel tanah

c. Deposition atau pengendapan partikel-partikel tanah yang telah

terhanyutkan.

(Kartasapoetra, dkk, 1995).

Erosi diawali oleh terjadinya penghancuran agregat-agregat tanah sebagai

akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tanah

tanah. Hancuran dari tanah ini, terutama yang halus, akan menyumbat pori-pori

tanah, sehingga kapasitas infltrasi tanah menurun dan air mengalir dipermukaan

tanah. Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengkikis dan mengangkut

partikel-partikel tanah yang telah dihancurkan atau dilewatinya. Selanjutnya jika

tenaga limpasan permukaan tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan hancuran

(26)

Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia maka air

merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan untuk daerah-daerah

panas yang kering maka angin merupakan faktor penyebab utamanya. Erosi tanah

yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap (Suripin, 2004), yaitu:

a. Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah.

b. Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin.

c. Tahap pengendapan, pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup

lagi untuk mengangkut partikel.

Selektivitas Erosi

Dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dan lebih

banyak dari fraksi yang lebih kasar, sehingga kandungan liat sedimen lebih tinggi

dari kandungan liat tanah semula. Proses ini behubungan dengan daya angkut

aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya. Kejadian

ini disebut selektivitas erosi, dan tanah yang telah mengalami erosi teksturnya

menjadi lebih kasar dari sebelum terjadi erosi (Arsyad, 2010).

Erosi lebih selektif pada partikel yang lebih halus (liat) dengan adanya

guludan memotong lereng yang menciptakan hambatan terhadap aliran

permukaan (memperlambat aliran permukaan) sehingga partikel yang lebih kasar

(pasir) akan tertinggal atau mengendap terlebih dahulu, sedangkan partikel yang

lebih halus (liat) sebagian besar tetap berada dalam suspensi dan terangkut

bersama aliran permukaan. Pada umumnya energi aliran permukaan akan

menurun apabila terdapat hambatan seperti adanya tindakan konservasi tanah,

permukaan yang kasar atau sisa-sisa tanaman di permukaan tanah. Oleh karena itu

(27)

permukaan dapat meningkatkan selektivitas erosi dan sekaligus akan menurunkan

jumlah tanah tererosi. Sebaliknya pada lahan dengan penanaman pada guludan

searah lereng, erosi kurang selektif akibat aliran permukaan mengalir relatif tanpa

hambatan sehingga partikel pasir, debu dan liat terbawa bersama aliran permukaan

(Henny, dkk, 2011).

Kecuraman lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam

lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukan yang dengan demikian

memperbesar energi angkut aliran permukaan. Selain itu, dengan semakin

miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah

lereng oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak (Arsyad, 2010).

Tipe-Tipe Erosi

Pada umumnya dikenal tiga tipe erosi tanah akibat air hujan: erosi

permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion) dan erosi parit (gully erosion).

Tipe erosi permukaan, tanah terkikis dan terangkut merata di permukaan tanah

sehingga kadang-kadang gejala erosi tidak nampak jelas, kecuali dalam waktu

lama. Pada tipe erosi alur biasanya sudah terdapat parit-parit kecil atau alur secara

tidak teratur searah lereng. Tipe erosi parit akan terjadi apabila terdapat akumulasi

air di salah satu tempat tertentu yang mengalir cukup cepat, sehingga

menimbulkan parit-parit yang semakin bertambah dalam dan lebar meskipun

jumlahnya tidak terlalu banyak (Sarief, 1993).

Berdasarkan bentuknya erosi dibedakan menjadi 7 tipe, diantaranya yaitu:

a. Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas dan terlemparnya

partikelpartikel tanah dari massa tanah akibat pukulan butiran air hujan secara

(28)

b. Erosi aliran permukaan (overland flow erosion) akan terjadi hanya dan jika

intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas

simpan air tanah.

c. Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan

partikelpartikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran

-saluran air.

d. Erosi parit/selokan (gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih dalam

dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.

e. Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat

pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh

terjangan arus sungai yang kuat terutama pada tikungan-tikungan.

f. Erosi internal (internal or subsurface erosion) adalah proses terangkutnya

partikel-partikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat

adanya aliran bawah permukaan.

g. Tanah longsor (land slide) merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau

gerakan massa tanah yang terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif

besar.

(Sarief, 1993).

Faktor yang Mempengaruhi Erosi Faktor Iklim

Faktor iklim yang penting dalam proses erosi curah hujan dan suhu.

Karena curah hujan dan suhu tidak banyak berbeda ditempat-tempat yang

berdekatan, maka pengaruh iklim terhadap sifat-sifat tanah baru dapat terlihat

(29)

berbeda nyata .Pengaruh iklim dalam proses erosi dapat terjadi secara langsung

maupun tidak langsung. Pengaruh langsung misalnya dalam proses pelapukan,

pencucian, translokasi, dan lain-lain. Sedang pengaruh tidak langsung terutama

adalah melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi (Nursa‟ban, 2006).

Hujan merupakan aktor yang paling penting di daerah tropika sebagai

agensi yang mampu merusak tanah melalui kemampuan energi kinetiknya yang

dijabarkan sebagai intensitas, durasi, ukuran butiran hujan dan kecepatan

jatuhnya. Faktor iklim dibedakan dalam dua kategori yakni bila curah hujan

tahunan <2500 mm diperhitungkan daya rusaknya akan lebih kecil dari pada

>2500 mm (Kementrian Lingkungan Hidup, 2008).

Intensitas dan besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi

terhadap tanah. Jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi tidak menyebabkan erosi

jika intensitasnya rendah, demikian pula intensitas hujan yang tinggi tidak akan

menyebabkan erosi bila terjadi dalam waktu yang singkat karena tidak tersedianya

air dalam jumlah besar untuk menghanyutkan tanah. Sebaliknya jika jumlah dan

intensitasnya tinggi akan mengakibatkan erosi yang besar (Nursa‟ban, 2006).

Menurut Arsyad (2010), besarnya curah hujan serta intensitas dan

distribusi butir hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah

dan kecepatan aliran permukaan, dan erosi. Air yang jatuh menimpa tanah-tanah

terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi, selanjutnya sebahagian air hujan

yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang

mengalir di atas permukaan tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk

(30)

Faktor Tanah

Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang

terjadi. Faktor-faktor tanah yang berpengaruh antara lain adalah (1) ketahanan

tanah terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan

permukaan, dan (2) kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi

dan infiltrasi (Utomo, 1989).

Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa

kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan

bahan organik, dan meningkatnya kepadatan serta ketahanan penetrasi tanah,

menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah menahan air. Akibat

dari peristiwa ini adalah menurunnya produktivitas tanah, dan berkurangnya

pengisian air dalam tanah (Asdak, 2007)

Sifat fisik tanah terhadap erosi dan dianggap paling penting yaitu tentang

(1) kapasitas infiltrasi air kedalam tanah, dan (2) kepekaan terhadap kekuatan

yang menghancurkannya.

Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah dalam merembeskan

(menginfiltrsikan) air yang terdapat dipermukaan atau aliran air kepermukaan

kebagian dalam tanah tersebut, yang dengan sendirinya dengan adanya

perembesan itu aliran air permukaan akan sangat berpengaruh. Jelasnya, makin

besar aliran kapasitas infiltrasi maka aliran air permukaan makin berkurang

(sedikit). Sebaliknya makin kecil kapasitas infiltrasi yang disebabkan banyaknya

pori tanah yang tersumbat, maka aliran air permukaan makin

(31)

Menurut arsyad (2010), beberapa sifat tanah yang mempengaruhi erosi

adalah tekstur, struktur, bahan organik, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan

tanah, sedangkan mudah atau tidaknya mengalami erosi ditentukan oleh sifat

fisika tanah.

Tanah bertekstur kasar mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi,

sedangkan tanah yang bertekstur halus mempunyai kapasitas infiltrasi kecil,

sehingga dengan curah hujan yang cukup rendah pun akan menimbulkan limpasan

permukaan. Namun demikian, laju erosi di daerah tropika basah tetap saja hebat

tanpa mengabaikan perbedaan tekstur (Rahim, 2000).

Tanah yang berstruktur baik (granular, remah) mempunyai tata udara yang

baik, sehingga unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan lebih mudah di olah.

Struktur tanah menentukan sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air

serta sifat-sifat mekanik tanah. Struktur tanah yang baik adalah bentuk membulat,

sehingga tidak dapat bersinggungan dengan rapat (Yunus, 2004).

Bahan organik berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum hancur

yang menutupi permukaan tanah merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan

perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik yang telah mulai mengalami

pelapukan mempunyai kemapuan menyerap dan menahan air yang tinggi. Bahan

organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan tetapi

kemampuan itu hanya faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran permukaan.

Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan terutama berupa

perlambatan aliran, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah

(32)

Faktor Topografi

Topografi yang ditampilkan oleh suatu daerah aliran sungai (DAS) akan

mempengaruhi proses berlangsungnya erosi. Menurut Asdak (1995) kemiringan

dan panjang lereng adalah dua faktor penting untuk terjadinya erosi, karena

faktor-faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan air larian.

Faktor lereng juga merupakan penyebab besarnya potensi bahaya erosi

pada usaha tani lahan kering. Di Indonesia, usaha tani tanaman pangan banyak

dilakukan pada lahan kering berlereng. Hal ini sulit dihindari, karena sebagian

besar lahan kering di Indonesia mempunyai kemiringan lebih besar dari 3 %

dengan bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung, yang

meliputi 77,4 % dari seluruh daratan (Wischmeir dan Smith, 1978).

Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang

berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng

10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 450. Selain dari

memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga

memperbesar energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng, jumlah

butir-butir tanah yang terpercik ke atas oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak. Jika

lereng permukaan dua kali lebih curam, banyaknya erosi 2 sampai 2,5 kali lebih

besar (Sinukaban, 1986).

Kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan

lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran

sempit yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit.

Kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi. Lereng bagian bawah

(33)

lebih besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng

bagian bawah. Daerah tropis dengan topografi bergelombang dan curah hujan

tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan tanah longsor (Asdak, 2007).

Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai

suatu titik air masuk ke dalam saluran atau suungai, atau dengan kemiringan

lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang

mengalir dipermukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng. Dengan demikian,

lebih banyak air yang mengalir akan makin besar kecepatannya di bagian bawah

lereng mengalami erosi lebih besar dari pada bagian atas. Akibatnya adalah

tanah-tanah bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar dari pada bagian

atas. Makin panjang lereng permukaan tanah, makin tinggi potensial erosi karena

akumulasi air aliran permukaan semakin tinggi. Kecepatan aliran permukaan

makin tinggi mengakibatkan kapasitas penghancuran dan deposisi makin tinggi

pula (Wischmeir dan Smith, 1978).

Faktor Vegetasi

Pada dasarnya tanaman mampu mempengaruhi erosi karena adanya 1)

intersepsi air hujan oleh tajuk dan adsobsi melalui energi air hujan, sehingga

memperkecil erosi, 2) pengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran

akar-akarnya, 3) pengaruh terhadap limpasan permukaan, 4) peningkatan aktifitas

mikroorganisme dalam tanah, 5) peningkatan kecepatan kehilangan air karena

transpirasi. Vegetasi juga dapat menghambat aliran permukaan dan memperbesar

infiltrasi, selain itu juga penyerapan air kedalam tanah diperkuat oleh transpirasi

(34)

Pola pertanaman dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat

berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh terhadap

penutup tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai pemantap

tanah. Pergiliran tanaman terutama dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman

penutup tanah lainnya, merupakan cara konservasi tanah yang sangat penting

(Sinakaban, 1986).

Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah

tererosi, harus diliat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur

tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan

memperkecil diameter tetesan air hujan (Sukmana, 1995).

Faktor Manusia

Kepekaan terhadap erosi selain dipengaruhi oleh faktor alam juga

dipengaruhi oleh faktor manusia. Bahkan manusialah yang merupakan faktor

penentu apakah tanah yang diusahakan akan merusak atau tidak berproduksi atau

justru sebaliknya menjadi baik akibat pengelolaan tanah yang tepat

(Arsyad,2010).

Pengolahan tanah meliputi pemeliharaan kandungan bahan organik tanah,

praktek pembajakan, dan penstabilan tanah. Penambahan bahan organik ke dalam

tanah berfungsi tidak saja untuk mempertahankan kesuburan tanah, tetapi juga

dapat meningkatkan kapasitas tanah untuk meretensi air, dan menstabilkan

agregat tanah. Penambahan bahan organik ke tanaha perlu memperhatikan jenis

tanah, karena hal itu berhubungan dengan faktor isohumik jumlah humus yang

(35)

Perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah

menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan,

pembukaan areal lainnya untuk tanaman perladangan, dan lain sebagainya. Maka

dengan praktek konservasi, tanaman diharapkan dapat mengurangi laju erosi yang

terjadi. Faktor penting yang harus dilakukan dalam usaha konservasi tanah,yaitu

teknik inventarisasi dan klasifikasi bahaya erosi dengan tekanan daerah hulu.

(Asdak, 2007).

Upaya Pengendalian Erosi

Erosi yang disebabkan oleh air bukan hanya mengangkut partikel-partikel

tanah saja, tetapi juga mengangkut hara tanaman dan bahan organik, baik yang

terkandung di dalam tanah maupun yang berasal dari input pertanian, sehingga

menurunkan kualitas tanah. Oleh karena itu penerapan teknik konservasi

merupakan salah satu prasyarat keberlanjutan usahatani pada lahan kering.

Beberapa macam teknologi telah tersedia dan dapat diaplikasikan, yang dapat

digolongkan ke dalam 2 kelompok, yaitu: teknologi pengendalian erosi cara

mekanis, dan cara vegetatif. Dalam prakteknya, pengendalian erosi cara vegetatif,

sekalaigus juga berfungsi sebagai teknik penambahan bahan organik

(Juarsah,dkk, 2010).

Pencegahan erosi dengan metode mekanik adalah suatu upaya yang

dilakukan agar memperlambat aliran permukaan dan pada gilirannya akan

memperbesar erosi. Contoh metode mekanik untuk pengendalian erosi yang

umum digunakan petani adalah:

a. Penterasan (terasering)

(36)

c. Pembuatan chek dam

d. Pembuatan rorak

e. Pembuatan guludan (terutama di lahan sawah)

f. Reboisasi / penghijauan

(Rahim, 2000).

Pengendalian erosi secara vegetatif merupakan suatu cara pengendalian

erosi yang menggunakan tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa

mulsa mampu menurunkan laju erosi dengan sangat nyata. Suwardjo dkk ,(1989)

melaporkan bahwa dengan penggunaan mulsa sisa tanaman pada tanah Tropudults

(Lampung) berlereng 3,5%, yang ditanamai tanaman pangan semusim, laju erosi

pada tahun ketiga tercatat mendekati nol, sedangkan pada petak tanpa mulsa erosi

lebih dari 39ton/ha/tahun. Demikian juga pada tanah Haplorthox (Citayam) yang

berlereng 14 %, laju erosi hanya 3 ton/ha/tahun, dibandingkan dengan 109

ton/ha/tahun pada petak serupa tetapi tanpa mulsa.

Prinsip dari pengendalian erosi secara kimiawi adalah pemantapan agregat

tanah dengan memberikan zat kimia, sehingga agregat tanah akan lebih mantap

sehingga susah dipecah dengan adanya tumbukan butir-butir hujan. Zat kimia

yang diberikan sebagai pemantap tanah haruslah mempunyai

kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Tidak merupakan racun bagi tanaman

b. Tidak mematikan mikroorganisme tanah

c. Tidak mengurangi porositas tanah, bila memungkinkan dapat meningkatkan

pori tanah

(37)

e. Dapat lebih memantapkan agregat tanah

(Juarsah,dkk, 2010).

Kondisi Umum Lahan Di Desa Lau Damak Kec. Bahorok Kab. Langkat Secara umum wilayah Kabupaten Langkat terletak pada elevasi 5 - 500 m

di atas permukaan air laut (dpal). Berdasarkan peta topografi, wilayah dengan

ketinggian 0 - 5 m dpal terletak di wilayah sebelah utara dan timur Kabupaten

Langkat. Di beberapa wilayah ini sering terjadi banjir dan genangan. Misalnya,

peristiwa banjir yang sering terjadi di Kabupaten Langkat, telah mengakibatkan

hilangnya beberapa desa di Kecamatan Secanggang dan Tanjung Pura, seperti

Desa Pematang Cengal, Pantai Cermin, Kepala Sungai, Tapak Kuda, Selotong dan

Padang Tualang. Banjir yang terjadi secara periodik ini antara lain disebabkan

oleh akumulasi dari berbagai kerusakan hutan di bagian hulu Daerah Aliran

Sungai (DAS) Sei Wampu dan rusaknya ekosistem hutan bakau di pesisir pantai

(Tim penyusun, 2004).

Daerah sekitar DAS Baharok ini merupakan zona lemah dimana adanya

struktur patahan dan kekar yang merupakan daerah yang terpengaruh oleh

kegiatan tektonik sangat kuat dan sangat aktif, sehingga membentuk lereng-lereng

yang curam (kemiringan lereng diatas 60o) dan lurus dengan kondisi batuan yang

lapuk dan rapuh (mudah terjadi gerakan tanah/longsor). Struktur patahan yang

cukup rapat umumnya berarah barat laut-tenggara, merupakan bagian dari sistem

sesar semangko di sepanjang pegunungan Bukit Barisan. Struktur patahan tersebut

sangat aktif sehingga mengalami pergeseran yang terbukti dari adanya kejadian

(38)

Kelas lereng yang menempati wilayah paling kecil adalah lereng lebih dari

45o. Kelas lereng ini merupakan kelas lereng yang curarn dan merupakan daerah

yang berbahaya, karena dengan kelerengan yang sangat curam, apabila wilayah

tersebut tidak ada penutup lahan dan upaya konservasi tanah dan dengan curah

hujan yang tinggi, merupakan wilayah dengan tingkat kerawanan erosi terbesar.

Oleh karena itulah sering daerah seperti ini harus diperuntukkan sebagai kawasan

lindung. Kelas lereng ini sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Langkat

bagian tengah dan barat, tepatnya di Kecamatan Besitang, Batang Serangan,

[image:38.595.111.514.338.547.2]

Bahorok dan Sei Bingai (Tim penyusun, 2004).

Tabel 1. Distribusi Luas menurut Kelas Kelerengan di Kabupaten Langkat

No. Kelas Lereng (%) Luas (Ha) %

1 0-3 264,683.26 42.42

2 4-8 155,348.62 24.90

3 8-15 4,954.34 0.79

4 15-25 39,008.06 6.25

5 25-45 75,056.52 12.03

6 45-100 84,893.78 13.61

(39)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Fenomena kemerosotan kualitas tanah dewasa ini semakin meningkat,

misalnya semakin tipisnya lapisan tanah sehingga kemampuan fungsi tanah

sebagai media tumbuh menjadi terbatas yang pada akhirnya kemunduran

kemampuan lingkungan tidak dapat terhindarkan. Disisi lain ketergantungan

manusia terhadap sumber daya tanah terus meningkat.

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan

manusia. Sebagai sumber daya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami

pengikisan (erosi) akibat bekerjanya gaya-gaya dari agen penyebab, misalnya air

hujan, angin, dan atau hujan. Secara alami tanah mengalami pengikisan atau erosi.

Erosi ini sering disebut dangan erosi geolofi atau geological erosion. Erosi jenis

ini tidak berbahaya karena lajunya seimbang dengan pembentukan tanah di tempat

terjadinya erosi tersebut (Rahim, 2000).

Di Indonesia masalah erosi merupakan masalah nasional karena dampak

dari kejadian erosi dapat menimbulkan bermacam-macam kerugian, misalnya di

sektor pertanian dapat menurunkan produktivitas lahan sementara di bidang

kesehatan adalah terjadinya banjir khususnya di perumahan penduduk yang dapat

menimbulkan bermacam-macam penyakit.

Di tanah air kita, terutama pada lahan-lahan yang memiliki kemiringan,

pengaruh-pengaruh erosi tersebut dapat dikenali dengan adanya ciri-ciri yang

dikemukakan pada lahan-lahan yang telah terpengaruh erosi yaitu terjadinya

penghanyutan partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan

(40)

Dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dan lebih

banyak dari fraksi yang lebih kasar, sehingga kandungan liat sedimen lebih tinggi

dari kandungan liat tanah semula. Proses ini behubungan dengan daya angkut

aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda bobot berat jenisnya.

Kejadian ini disebut selektivitas erosi, dan tanah yang telah mengalami erosi

teksturnya menjadi lebih kasar dari sebelum terjadi erosi (Arsyad, 2010).

Tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas permukaan tanah dapat

memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak

butir-butir hujan yang jatuh, dan daya dispersi dan daya angkut aliran di atas

permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia

terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan apakah tanah

itu akan menjadi baik dan produktif atau menjadi rusak (Rahim, 2000).

Desa Lau Damak terletak 3,4770167 LU dan 98,1804500 BT serta

memiliki luas 110,19 km2 (10%). Luas tanam tanaman keras perkebunan rakyat di

desa Lau Damak sekitar 90 km2. Tanaman padi masih menjadi komoditas penting

di Kabupaten Langkat dan arealnya hampir mencapai 91 ribu hektar. Kelas lereng

di Kabupaten Langkat beragam dari datar (0 - 3%) sampai yang sangat curam dan

diklasifikasikan menjadi enam kelas. Kelas kelerengan 0 – 30 (kelas I) merupakan

yang paling mendominasi di Kabupaten Langkat menempati sekitar 42,42% dari

luas daratan. Penyebarannya berada di wilayah Timur Kabupaten Langkat

membentang dan utara ke selatan. Sedangkan untuk kelerengan 40 – 80 % dengan

luas 24,90% (Tim Penyusun, 2004).

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa daerah tersebut memiliki kondisi

(41)

maka akan dilakukan penelitian guna mendapatkan informasi selektivitas erosi

yang terjadi pada penggunaan tipe lahan berlereng 15º di desa Lau Damak

Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat, untuk kemudian diharapkan dapat

dijadikan dasar dalam pengelolaan lahan yang berkelanjutan di daerah tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Selektivitas Erosi Yang Terjadi

Pada Lahan budidaya Padi Gogo di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok

Kabupaten Langkat.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

Fakultas Pertanian Universitas Sumateta Utara, Medan.

(42)

ABSTRAK

Tanaman padi gogo sebagai salah satu komoditas banyak dikembangkan pada topografi berlereng, sehingga berpotensi meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah yang akan mengangkut unsur hara ke tempat lain. Diduga hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas padi gogo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selektivitas pada lahan budidaya padi gogo di desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2014 melalui 2 tahap kegiatan, yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Tahapan kegiatan lapangan dilakukan di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat dengan kemiringan lereng 15%. Hasil kegiatan lapangan ini selanjutnya di analisis di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan uji t untuk membedakan unsur hara pada bagian-bagian lereng yaitu bagian atas lereng, bagian tengah lereng, dan bagian bawah lereng. Parameter yang diamati adalah tekstur tanah, bulk density, C-org, N-total, P-tersedia, pH, K, dan KTK.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa C-org dan N-total berbeda nyata terhadap bagian-bagian lereng.

(43)

ABSTRACT

Gogo rice as one of many commodities developed on sloping topography, thus potentially increasing run off and erosion that will transport nutrients to the other place.

The aim of the research was to know the selectivity of eresion on land cultivation of Padi gogo at Lau Damak District of Bahorok Langkat. The research was conducted from September until November 2014 through 2 stages of activity, it was fieldwork and laboratory activities. The Stages of fieldwork has done in village at Lau Damak District of Bahorok Langkat with 15%o slope. The results of field activities was analysis in the laboratory of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan. The reseach use a t-test to differentiate the nutrients at upper, center, and bottom of the slope. Parameters observed were soil texture, bulk density, Organic Carbon, N, P, pH, K, and CEC.

The results showed that the Organic Carbon and N-total was significantly different to the part of the slope.

(44)

KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA LAHAN BUDIDAYA PADI GOGO DIDESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN

LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

RIKA TAMIKA/ 100301140 AGROEKOTEKNOLOGI

ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(45)

KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA LAHAN BUDIDAYA PADI GOGO DI DESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN

LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

RIKA TAMIKA/ 100301140 AGROEKOTEKNOLOGI

ILMU TANAH

Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(46)

Judul Skripsi : Kajian Selektivitas Erosi Pada Lahan Budidaya Padi Gogo di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

Nama : Rika Tamika

Nim : 100301140

Minat : Ilmu Tanah

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP. Ir. Purba Marpaung, SU. Ketua Anggota

Mengetahui,

(47)

ABSTRAK

Tanaman padi gogo sebagai salah satu komoditas banyak dikembangkan pada topografi berlereng, sehingga berpotensi meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah yang akan mengangkut unsur hara ke tempat lain. Diduga hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas padi gogo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selektivitas pada lahan budidaya padi gogo di desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2014 melalui 2 tahap kegiatan, yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Tahapan kegiatan lapangan dilakukan di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat dengan kemiringan lereng 15%. Hasil kegiatan lapangan ini selanjutnya di analisis di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan uji t untuk membedakan unsur hara pada bagian-bagian lereng yaitu bagian atas lereng, bagian tengah lereng, dan bagian bawah lereng. Parameter yang diamati adalah tekstur tanah, bulk density, C-org, N-total, P-tersedia, pH, K, dan KTK.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa C-org dan N-total berbeda nyata terhadap bagian-bagian lereng.

(48)

ABSTRACT

Gogo rice as one of many commodities developed on sloping topography, thus potentially increasing run off and erosion that will transport nutrients to the other place.

The aim of the research was to know the selectivity of eresion on land cultivation of Padi gogo at Lau Damak District of Bahorok Langkat. The research was conducted from September until November 2014 through 2 stages of activity, it was fieldwork and laboratory activities. The Stages of fieldwork has done in village at Lau Damak District of Bahorok Langkat with 15%o slope. The results of field activities was analysis in the laboratory of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan. The reseach use a t-test to differentiate the nutrients at upper, center, and bottom of the slope. Parameters observed were soil texture, bulk density, Organic Carbon, N, P, pH, K, and CEC.

The results showed that the Organic Carbon and N-total was significantly different to the part of the slope.

(49)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langkat pada tanggal 8 September 1992 dari ayah

Alm. Mardi dan ibu Sri Banun. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Swasta Persiapan, Stabat dan pada

tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Penulis memilih minat Ilmu

Tanah, Program Studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan

Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), dan sebagai pengurus Ikatan

Mahasiswa Ilmu Tanah (Imilta).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan

(50)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil

penelitian yang berjudul “Kajian Selektivitas Pada Budidaya Padi Gogo Di Desa

Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang

tua yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual. Penulis juga

mengucapkan terimaksih kepada Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P. selaku Ketua

Komisi Pembimbing dan Ir. Purba Marpaung, SU. selaku Anggota Komisi

Pembimbing yang telah membimbing penulis selama menulis hasil penelitian ini.

Penulis menyadari hasil penelitian ini masih belum sempurna, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka

perbaikan di masa yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Medan, November 2014

(51)

DAFTAR ISI

ABSRTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Erosi ... 4

Proses Terjadinya Erosi ... 5

Selektivitas Erosi ... 6

Tipe-Tipe Erosi ... 7

Faktor yang Mempengaruhi Erosi ... 8

Faktor Iklim ... 8

Faktor Tanah ... 10

Faktor Topografi ... 12

Faktor Vegetasi ... 13

Faktor Manusia atau Tindakan konservasi ... 14

Upaya Pengendalian Erosi ... 15

Kondisi Umum Lahan Di Desa Lau Damak Kec. Bahorok ... 17

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian ... 19

Tahap Persiapan... 20

Tahap Kegiatan di Lapangan ... 20

Analisis Laboratorium ... 20

Parameter Penelitian ... 20

C-Organik... 20

N-Total ... 20

P-Tersedia ... 20

K ... 20

(52)

pH ... 21 Bulk Density ... 21 Tekstur Tanah ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 22 Pembahasan... 29

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 33 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA

(53)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Persentase pertambahan C-org pada masing-masing bagian lereng ... 22

2. Persentase pertambahan Ntotal pada masing-masing bagian lereng... 23

3. Persentase pertambahan P pada masing-masing bagian lereng ... 24

4. Persentase pertambahan K pada masing-masing bagian lereng ... 25

5. Persentase pertambahan KTK pada masing-masing bagian lereng ... 26

6. Persentase pertambahan pH pada masing-masing bagian lereng ... 27

7. Persentase pertambahan Bulk Density pada bgian-bagian lereng ... 28

(54)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Grafik Distribusi Unsur Hara C-org Pada Kemiringan Lereng 15% ... 22

2. Grafik Distribusi Unsur Hara N Pada Kemiringan Lereng 15%... 23

3. Grafik Distribusi Unsur Hara P Pada Kemiringan Lereng 15% ... 24

4. Grafik Distribusi Unsur Hara K Pada Kemiringan Lereng 15%... 24

5. Grafik Distribusi KTK Pada Kemiringan Lereng 15% ... 26

6. Grafik Distribusi pH Pada Kemiringan Lereng 15% ... 27

(55)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Hasil data C-organik ... 37

2. Hasil uji t C-organik ... 37

3. Hasil data N-total ... 37

4. Hasil Uji t N-total ... 37

5. Hasil data P-tersedia ... 38

6. Hasil Uji t P-tersedia ... 38

7. Hasil data K ... 38

8. Hasil Uji t K ... 38

9. Hasil data KTK ... 39

10. Hasil Uji t KTK ... 39

11. Hasil data pH ... 39

12. Hasil Uji t pH ... 39

13. Hasil data Bulk Density ... 40

14. Hasil Uji t Bulk Density... 40

15. Hasil Tekstur Tanah ... 40

Gambar

Gambar 1. Grafik Distribusi Unsur Hara C-org Pada Kemiringan Lereng 15%
gambar 2.
Gambar 3. Grafik Distribusi Unsur Hara P tersedia Pada Kemiringan Lereng 15%
Gambar 4. Grafik Distribusi Unsur Hara K Pada Kemiringan Lereng 15%
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pertanyaan yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah: apakah dengan metode belajar jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa materi Shalat Fardhu dan Sujud Sahwi

Studi kasus yang menjadi pokok bahan penelitian ini digunakan untuk mengeksplorasi dari asuhan keperawatan klien yang mengalami Cidera Otak Berat (COB) dengan masalah

Pada pertemuan 8, 10, 11, 13, 14 tiap kelompok secara bergiliran melakukan presentasi atas hasil evaluasi praktek CG dari satu prinsip corporate governance OECD di satu

Hal ini menunjukan bahwa pemberian pupuk organik limbah kelapa sawit yang diubah menjadi pupuk organik padat (POP) dikombinasikan dengan pupuk anorganik rekomendasi

1. Tabel dalam bagian isi karya ilmiah berisi ringkasan data-data penelitian yang penting. Data lengkapnya dapat disajikan pada Lampiran. Tabel disajikan di tengah,

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran (BAEP) tanggal 08 Maret 2017 nomor : Un.03/KS.01.7/923/2017 dan Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) tanggal 10 Maret

Pembubutan Komponen Pesawat Udara 526.. Pengefraisan Komponen Pesawat

Abstrak – Perjanjian jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain membayar