Lampiran 1. Data C organik (%)
Perlakuan ulangan Total Rataan
1 2 3
Atas 2,49 2,1 2,71 7,3 2,43
Tengah 3,1 4,32 3,34 10,76 3,58
Bawah 3,43 2,86 3,46 9,75 3,25
Total 9,02 9,28 9,51 27,81
Rataan 3,006 3,0933 3,17 9,27 3,09
Lampiran 2. Hasil uji t C organik (%)
Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah
Atas 2,43 0
Tengah 3,59 47,74* 0.049
Bawah 3,25 33,74 -9,47 0.152 0.659
Lampiran 3. Data N total (%)
Perlakuan ulangan Total Rataan
1 2 3
Atas 0,16 0,17 0,18 0,51 0,17
Tengah 0,26 0,27 0,24 0,77 0,26
Bawah 0,26 0,2 0,25 0,71 0,24
Total 0,68 0,64 0,67 1,99
Rataan 0,27 0,21 0,22 0,66 0,22
Lampiran 4. Hasil uji t N total (%)
Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah
Atas 0,17
Tengah 0,257 51,17* 0,006
Lampiran 5. Data P tersedia (ppm)
Perlakuan ulangan Total Rataan
1 2 3
Atas 9,06 14,62 9,83 33,51 11,16
Tengah 10,15 11,43 14,47 36,05 11,79
Bawah 12,85 16,73 17,66 47,24 15,7
Total 32,06 42,78 41,96 116,8
Rataan 10,69 14,26 13,99 38,93 12,97
Lampiran 6. Hasil uji t P tersedia (ppm)
Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah
Atas 11,16
Tengah 11,97 7,26 0.925
Bawah 15,7 40,68 31,16 0.163 0.262
Lampiran 7. Data K (me/100 g)
Perlakuan ulangan Total Rataan
1 2 3
Atas 0,39 0,35 0,39 1,13 0,37
Tengah 0,45 0,41 0,39 1,25 0,42
Bawah 0,37 0,42 0,41 1,2 0,4
Total 1,21 1,18 1,19 3,58
Rataan 0,40 0,39 0,39 1,19 0,4
Lampiran 8. Hasil uji t K (me/100 g)
Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah
Atas 0,38
Tengah 0,42 10,53 0.241
Lampiran 9. Data KTK (me/100 g)
Perlakuan ulangan Total Rataan
1 2 3
Atas 18,09 14,8 17,35 50,24 16,75
Tengah 19,46 15,08 20,4 54,94 18,31
Bawah 19,02 18,79 17,35 55,16 18,39
Total 56,57 48,67 55,1 160,34
Rataan 18,86 16,22 18,37 53,45 17,82
Lampiran 10. Hasil uji t KTK (me/100 g)
Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah
Atas 16,75
Tengah 18,31 9,35 0.623
Bawah 18,39 9,79 0,40 0.598 0.999
Lampiran 11. Data pH
Perlakuan ulangan Total Rataan
1 2 3
Atas 4,42 4,61 4,61 13,64 4,55
Tengah 4,7 4,22 4,92 13,84 4,61
Bawah 4,49 4,88 5,08 14,45 4,82
Total 13,61 13,71 14,61 41,93
Rataan 4,45 4,74 4,84 14,04 4,68
Lampiran 12. Hasil uji t pH
Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah
Atas 4,55
Tengah 4,61 1,32 0.954
Lampiran 13. Data Bulk density (g/cm3)
Perlakuan ulangan Total Rataan
1 2 3
Atas 1,05 1,05 1,06 3,16 1,05
Tengah 1,06 1,05 1,06 3,17 1,76
Bawah 1,05 1,05 1,06 3,16 1,75
Total 3,16 3,15 3,18 9,49
Rataan 1,05 1,05 1,06 3,16 1,52
Lampiran 14. Hasil uji t Bulk density (g/cm3)
Perlakuan Rataan persentase pertambahan(%) nilai sig
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah
Atas 1,05
Tengah 1,06 0,95 0,438
Bawah 1,05 0 -0,94 0,109 0.856
Lampiran 15. Hasil Tekstur Tanah
Contoh Tanah Pasir Liat Debu Tekstur Tanah
A1 18,22 13,72 68,06 lempung berdebu
A2 12,72 10,72 76,56 lempung berdebu
A3 15,72 10,72 73,56 lempung berdebu
T1 15,72 10,72 73,56 lempung berdebu
T2 13,72 9,72 76,56 debu
T3 15,72 10,72 73,56 lempung berdebu
B1 12,72 9,72 77,56 debu
B2 17,72 12,72 69,56 lempung berdebu
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press, Bogor.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Asdak,C., 2007. Hidrologi dan Pengendalian Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dariah, A., F. Agus., S. Arsyad., Sudarsono, Maswar. 2004. Tingkat Erosi dan Kualitas Tanah pada Lahan Usahatani Berbasis Kopi di Sumber Jaya, Lampung Barat. (Disertsi) Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Henny, H., K. Murtilaksono, N. Sinukaban, S.D. Tarigan 2011. Erosi dan Kehilangan Hara Pda Pertanaman Kentang Dengan Beberapa Sistem Guludan Pada Andisol di Hulu DAS Merao, Kabpaten Kerinci, Jambi. Solum Vol.VIII No.2 Juli 2011 : 43-52
Juarsah, I., 2010. Pengendalian Erosi dan Pengelolaan Bahan Organik Pada Lahan Kering Berlereng Mendukung Produksi Pangan Nasional. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Kartasapoetra, G., A.G. Kartasapoetra, dan M.M. Sutedjo. 1995. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT. Bina Aksara, Jakarta.
Kartasapoetra. A. G. 1988. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Merehabilitasnya. Bina Aksara, Jakarta.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2008. Peraturan Pemerintah Negera Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Kementrian Lingkungan Hidup, Jakarta.
Nursa‟ban, M., 2006. Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan. Jureografi, FISE UNY. Geomedia, Volume 4, Nomor 2.
Rahim, S.E. 2000. Pengendalian Erosi Tanah. Bumi Aksara, Jakarta.
Sarief, E.S. 1993. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.
Suripin, 2004. Pelestarian sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Tim Penyusun. 2004. „Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Bahorok. Di unduh www.penataanruang.net/ta/lapdul04/p3/DASBahorok/pdf
Utomo, W, H., 1989. Konservasi Tanah di Indonesia, Suatu Rekaman dan Analisa. Rajawali Press, Jakarta.
Wischmeier W.H., and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses: Aguide to Conservation Planning. USDA Handbook No. 537. Washington DC.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2014
melalui 2 tahap kegiatan, yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium.
Tahapan kegiatan lapangan dilakukan di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok
Kabupaten Langkat dengan kemiringan lereng 15%. Contoh tanah di analisis di
Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning
System) sebagai alat untuk menentukan koordinat wilayah, bor tanah sebagai alat
untuk mengambil sampel tanah terganggu, ring sampel tanah sebagai alat untuk
mengambil sampel tanah tidak terganggu, kantong plastik dan karet gelang
sebagai alat wadah sampel tanah, pisau untuk membantu pengambilan contoh
tanah, alat tulis, dan kertas label untuk memberi nama sampel.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya adalah sampel
tanah tidak terganggu, sampel tanah terganggu yang dambil dari setiap bagian
lereng yang berbeda, serta bahan-bahan yang digunakan untuk analisis di
Laboratorium.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah metode
deskriptif dengan teknik observasi lapangan. Teknik sampling berdasarkan
metode purposive sampling. Purposive sampling merupakan metode pengambilan
sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu kompleksnya lahan, luasnya
Data di uji dengan menggunakan uji t dengan taraf 5 %.
Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan
Sebelum kegiatan penelitian dilakukan maka terlebih dahulu diadakan
rencana penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka,
penyusunan usulan penelitian, mengadakan survey ke lapangan dan persiapan alat
dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Pengamatan lapangan
Kegiatan lapangan dilakukan dengan pengambilan sampel tanah. Sampel
tanah diambil pada 3 (tiga) lokasi satu lereng tunggal yaitu pada bagian puncak,
bagian tengah, dan bagian bawah atau lembah.
Untuk pengamatan sifat fisik dan kimia tanah maka diperlukan dua macam
contoh tanah, 1) contoh tanah tak terganggu, diambil dengan menggunakan ring
sample, 2) contoh tanah terganggu, diambil dengan menggunakan bor tanah.
Analisis Laboratorium
Sampel tanah yang di dapatkan dilapangan selanjutnya dianalisis di
laboratorium untuk mendapatkan data pengamatan.
Parameter Pengamatan
- C-organik tanah (%), dengan metode Walkley & Black.
- N-total tanah (%) dengan metode Kjedhal.
- P-Tersedia tanah (ppm) dengan metode Bray II.
- K-dd, dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (AAS).
- Kapasitas Tukar Kation, dengan menggunakan metode ekstraksi 1 N
- pH tanah, dengan metode elektrometri..
- Bulk Density tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
C-organik (%)
Dari hasil uji t (lampiran 2) menunjukkan bahwa perlakuan bagian tengah
berbeda nyata dengan bagian atas lereng terhadap C-org, sedangkan perlakuan
bagian atas dengan bawah lereng, bagian tengah dan bawah lereng menunjukkan
berbeda tidak nyata terhadap C-org. disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Persentase pertambahan C-org pada masing-masing bagian lereng
Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan C-org (%)
Atas Tengah Bawah
Atas 2,43 -
Tengah 3,59 47,7* -
Bawah 3,25 33,7 -9,4 -
Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%
Tabel 2. menunjukkan bahwa pertambahan C-org tertinggi terdapat pada
bagian tengah lereng yang berbeda nyata terhadap perlakuan bagian atas lereng.
Grafik Distribusi Unsur Hara C-Org Pada Kemiringan Lereng 15% dapat
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik Distribusi Unsur Hara C-org Pada Kemiringan Lereng 15%
Gambar 1 diatas terlihat bahwa C-organik terendah terdapat pada
bagian atas dan konsentrasi tertinggi terdapat pada bagian tengah lereng.
0 1,5 3 4,5
Atas Tengah Bawah
N-total (%)
Dari hasil uji t (lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan bagian atas
dengan bagian tengah, perlakuan bagian atas dengan bawah lereng berbeda nyata
terhadap N total, sedangkan perlakuan bagian tengah dengan bawah lereng
berbeda tidak nyata terhadap N total, disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Persentase pertambahan N-total pada masing-masing bagian lereng
Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan N-total (%)
Atas Tengah Bawah
Atas 0,17
-Tengah 0,257 51,1* -
Bawah 0,237 39,4* -7,7 -
Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%
Tabel 3. Menunjukkan bahwa penambahan N total tertinggi terdapat pada
perlakuan bagian tengah lereng yang berbeda nyata dengan perlakuan atas lereng,
dan perlakuan atas berbeda nyata dengan bagian bawah lereng.
Grafik Distribusi N total Pada Kemiringan Lereng 15% dapat dilihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Grafik Distribusi Unsur Hara N Pada Kemiringan Lereng 15%
Gambar 2. menunjukkan bahwa N total terendah terdapat pada bagian atas
lereng dan N total tertinggi terdapat pada bagian tengah lereng. 0
0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3
Atas Tengah Bawah
N (
%
)
P-tersedia (ppm)
Dari hasil uji t (lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan bagian lereng
berbeda tidak nyata terhadap P tersedia, disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Persentase pertambahan P tersedia pada masing-masing bagian lereng
Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan P (%)
Atas Tengah Bawah
Atas 11,16 -
Tengah 11,97 7,2 -
Bawah 15,7 40,6 31,1 -
Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%
Berdasarkan Tabel 4 tampak bahwa perlakuan bagian lereng berbeda tidak
nyata terhadap P-tersedia.
Grafik Distribusi Unsur Hara P tersedia Pada Kemiringan Lereng 15%
dapat dilihat pada gambar.
Gambar 3. Grafik Distribusi Unsur Hara P tersedia Pada Kemiringan Lereng 15%
Berdasarkan gambar 3 diatas terlihat bahwa P tersedia terendah terdapat
pada perlakuan bagian atas lereng, dan P tersedia tertinggi terdapat pada
perlakuan bagian bawah lereng. 0
5 10 15 20
Atas Tengah Bawah
P
(pp
m
)
Kalium (K) (me/100 g)
Dari hasil uji t (lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan bagian lereng
berbeda tidak nyata terhadap unsur K, disajikan pada tabel 5.
Tabel 5 Persentase pertambahan K pada masing-masing bagian lereng
Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan K (%)
Atas Tengah Bawah
Atas 0,38 -
Tengah 0,42 10,5 -
Bawah 0,4 5,2 -4,7 -
Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%
Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa perlakuan bagian lereng berbeda tidak
nyata terhadap unsur K.
Grafik Distribusi Unsur Hara K Pada Kemiringan Lereng 15% dapat
dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Grafik Distribusi Unsur Hara K Pada Kemiringan Lereng 15%
Berdasarkan gambar 4 diatas terlihat bahwa konsentrasi K terendah
terdapat pada perlakuan bagian atas lereng, dan konsentrasi K tertinggi terdapat
pada perlakuan bagian tengah lereng.
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
Atas Tengah Bawah
K
Kation Tukar Tanah (me/100 g)
Dari hasil uji t (lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan bagian lereng
berbeda tidak nyata terhadap KTK, disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Persentase pertambahan KTK pada masing-masing bagian lereng
Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan KTK (%)
Atas Tengah Bawah
Atas 16,747 -
Tengah 18,313 9,3 -
Bawah 18,387 9,7 0,4 -
Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%
Berdasarkan Tabel 6 tampak bahwa perlakuan bagian lereng berbeda tidak
nyata terhadap nilai KTK.
Grafik ratan KTK Pada Kemiringan Lereng 15% pada gambar 5
Gambar 5. Grafik Distribusi KTK Pada Kemiringan Lereng 15%
Berdasarkan gambar 5 diatas terlihat bahwa nilai KTK terendah terdapat
pada perlakuan atas lereng dan nilai KTK tertinggi terdapat pada bawah lereng.
0 5 10 15 20
Atas Tengah Bawah
K
T
K
(m
e/1
0
0
g
)
pH Tanah
Dari hasil uji t (lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan bagian lereng
berbeda tidak nyata terhadap pH, disajikan pada tabel 7.
Tabel 7. Persentase pertambahan pH pada masing-masing bagian lereng
Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan pH (%)
Atas Tengah Bawah
Atas 4,55 -
Tengah 4,61 1,3 -
Bawah 4,82 5,9 4,5 -
Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%
Berdasarkan Tabel 7 tampak bahwa perlakuan letak bagian lereng berbeda
tidak nyata terhadap nilai pH.
Grafik rataan pH Pada Kemiringan Lereng 15% terdapat pada gambar 6
Gambar 6. Grafik Distribusi pH Pada Kemiringan Lereng 15%
Berdasarkan gambar 5 diatas terlihat bahwa nilai pH terendah terdapat
pada perlakuan atas lereng dan nilai pH tertinggi terdapat pada bawah lereng. 0
0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5
Atas Tengah Bawah
pH
Bulk Density (g/cm3)
Dari hasil uji t (lampiran 14) menunjukkan bahwa perlakuan bagian lereng
berbeda tidak nyata terhadap BD, disajikan pada tabel 8.
Tabel 8. Persentase pertambahan Bulk Density pada masing-masing bagian lereng
Perlakuan Rataan Persentase Pertambahan BD (%)
Atas Tengah Bawah
Atas 1,05 -
Tengah 1,06 0,9 -
Bawah 1,05 0 -0,9 -
Keterangan: Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut Uji t 5%
Berdasarkan Tabel 9 tampak bahwa perlakuan letak bagian lereng berbeda
tidak nyata terhadap nilai Bulk Density.
Grafik rataan BD Pada Kemiringan Lereng 15% terdapat pada gamba
Gambar 7. Grafik Distribusi Bulk Density Pada Kemiringan Lereng 15%
Tekstur Tanah
Data rataan tekstur tanah pada setiap perlakuan bagian lereng disajikan
pada tabel 9.
Tabel 9. Tekstur tanah pada masing-masing bagian lereng
Bagian Lereng %pasir %liat %debu Tekstur Tanah
Atas 15,56 11,39 73,06 Lempung Berdebu
Tengah 14,72 11,05 74,22 Lempung Berdebu
Bawah 16,72 11,72 71,56 Lempung Berdebu
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
atas tengah bawah
Pembahasan
Pada parameter C-org, perlakuan bagian tengah lereng berbeda nyata
dengan bagian atas lereng, terjadi penambahan C-org sebesar 47,7%. Rataan
tertinggi terdapat pada perlakuan bagian tengah lereng yaitu sebesar 3,59. Hal ini
disebabkan oleh erosi yang terjadi pada bagian atas lereng yang menyebabkan
C-org dalam terangkut ke bagian tengah lereng sehingga menyebabkan C-C-org lebih
tinggi di tengah lereng dibandingkan dengan bagian atas lereng. Sebagaimana
dikemukakan oleh Arsyad (2010) bahwa kandungan unsur hara tanah dan bahan
organik pada hasil erosi lebih tinggi dari pada kandungan unsur hara dan bahan
organik pada tanah asalnya. Dengan adanya faktor tanaman berupa padi gogo
dapat menurunkan aliran permukaan sehingga dapat meningkatkan selektivitas
erosi dan sekaligus akan menurunkan jumlah tanah yang tererosi.
Pada perlakuan bagian bawah lereng berbeda tidak nyata dengan perlakuan
bagian atas lereng, namun demikian terjadi penambahan konsentrasi sebesar
33,7%. Hal ini disebabkan oleh erosi yang terjadi pada bagian atas lereng yang
menyebabkan konsentrasi C-org dalam terangkut ke bagian bawah lereng
sehingga menyebabkan konsentrasi C-org lebih tinggi dibandingkan dengan
bagian atas lereng. Sebagaimana dikemukakan oleh Arsyad (2010) bahwa
kandungan unsur hara tanah dan bahan organik pada sedimen hasil erosi lebih
tinggi dari pada kandungan unsur hara dan bahan organik pada tanah asalnya.
Perlakuan bagian bawah lereng berbeda tidak nyata dengan perlakuan
bagian tengah lereng, dan terjadi pengurangan C-org sebesar 9,4%. Hal ini di duga
karena C-org tidak terikut aliran permukaan yang disebabkan adanya tanaman
C-org pada bagian tengah lereng menjadi tinggi dan pada bagian bawah lereng
menjadi rendah, hal ini juga di pengaruhi oleh kemiringan lereng yang tidak
terlalu curam sehingga dapat memperlambat aliran permukaan sehingga dapat
memperkecil partikel-partikel tanah yang terbawa bersama aliran permukaan.
Pada parameter N-total, perlakuan bagian atas lereng dengan bagian
tengah lereng berbeda nyata, dalam hal ini terjadi peningkatan Ntotal sebesar
51,1%. Rataan tertinggi terdapat pada bagian tengah lereng yaitu sebesar 0,257.
Hal ini dikarenakan pada perlakuan lereng atas terjadi erosi yang menyebabkan
unsur N di bagian tengah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi yang
tertinggal di bagian atas lereng. Sebagaimana dikemukakan oleh Arsyad (2010)
bahwa kandungan unsur hara tanah dan bahan organik pada sedimen hasil erosi
lebih tinggi dari pada kandungan unsur hara pada tanah asalnya.
N-total pada bagian atas lereng berbeda nyata dengan bagian bawah
lereng, dalam hal ini terjadi peningkatan unsur hara Ntotal sebesar 39,4%.
Peningkatan ini terjadi karena terjadi erosi pada bagian atas lereng yang
menyebabkan terangkutnya Ntotal ke bagian bawah lereng oleh aliran permukaan.
Dengan adanya faktor vegetasi yaitu berupa padi gogo dapat mempengaruhi aliran
permukaan sehingga memperkecil terangkutnya usur N. Hal ini dapat terlihat dari
pertambahan konsentrasi bagian tengah lereng lebih tinggi dibandingkan
pertambahan pada bagian bawah lereng. Sebagaimana dikemukakan oleh Henny
dkk (2011) yang menyatakan bahwa pada umumnya energi aliran permukaan akan
menurun apabila terdapat hambatan seperti adanya tindakan konservasi tanah,
Pada parameter N total, perlakuan tengah lereng berbeda tidak nyata
dengan bagian bawah lereng dan terjadi pengurangan N total sebesar 7,7%. Hal
ini di duga karena unsur hara N tidak terikut oleh aliran permukaan dikarenakan
adanya faktor vegetasi berupa padi gogo yang dapat memperlambat aliran
permukaan, sehingga konsentrasi N pada bagian tengah lereng menjadi tinggi dan
pada bagian bawah lereng menjadi rendah, hal ini juga disebabkan unsur hara N
memiliki sifat yang relatif mobil sehingga peluang terjadinya selektivitas erosi
menjadi lebih kecil. Sebagaimana dikemukakan oleh Dariah dkk (2004) yang
menyatakan bila selektivitas erosi terjadi maka liat yang banyak mengikat unsur
hara (khususnya yang bersifat tidak mobil) akan berpeluang terangkut lebih
banyak.
Hasil uji t pada tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan bagian atas, tengah,
maupun bawah lereng berbeda tidak nyata terhadap P tersedia. Namun terjadi
peningkatan P tersedia pada bagian tengah dan bawah lereng. Peningkatan P
tertinggi terjadi pada perlakuan dari atas lereng ke bagian bawah lereng yaitu
sebesar 40,6%. Peningkatan ini terjadi karena unsur P di dalam tanah yang
bersifat tidak mobil sehingga mudah terikat oleh liat, yang menyebabkan peluang
terangkutnya lebih banyak. Sebagaimana dikemukakan oleh Dariah dkk (2004)
yang menyatakan bila selektivitas erosi terjadi maka liat yang banyak mengikat
unsur hara (khususnya yang bersifat tidak mobil) akan berpeluang terangkut lebih
banyak.
Pada parameter K tidak menunjukan berbeda nyata untuk setiap perlakuan.
Persentase pertambahan tertinggi terdapat pada perlakuan dari atas lereng ke
erosi pada bagian atas lereng yang menyebabkan terangkutnya unsur hara K ke
bagian tengah lereng sehingga menyebabkan unsur K lebih tinggi dibandingkan
dengan bagian atas lereng. Sebagaimana dikemukakan oleh Arsyad (2010) bahwa
kandungan unsur hara tanah pada hasil erosi lebih tinggi dari pada kandungan
unsur hara pada tanah asalnya.
Pada perlakuan bagian tengah ke bawah lereng terjadi penurunan K
sebesar 4,7%, hal ini diduga karena unsur K sangat mudah mengalami pelindian,
perbedaan tingkat kehilangan unsur hara sangat dipengaruhi oleh sifat
masing-masing unsur hara. Sebagaimana dikemukakan oleh Dariah dkk (2004) yang
menyatakan bila selektivitas erosi terjadi maka liat yang banyak mengikat unsur
hara (khususnya yang bersifat tidak mobil) akan berpeluang terangkut lebih
banyak.
Pada parameter KTK diketahui bahwa perlakuan bagian atas, tengah
maupun bawah lereng tidak berbeda nyata. Terlihat pada grafik 5 yang
menunjukkan bahwa nilai KTK tidak mengalami perbedaan yang signifikan
terhadap seluruh perlakuan. Persentase pertambahan nilai KTK tertinggi terdapat
pada perlakuan bagian atas dengan bagian bawah lereng yaitu sebesar 9,7%. Hal
ini diduga karena bahan organik lebih tinggi terdapat pada bagian bawah lereng
sehingga nilai KTK lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Mukhlis (2007)
yang menyatakan bahwa besarnya KTK tanah tergantung pada kandungan bahan
organik, semakin tinggi bahan organik maka KTK akan menjadi tinggi.
Pada parameter pH diketahui bahwa perlakuan bagian atas, tengah,
tertinggi terdapat pada perlakuan atas lereng dengan bagian bawah lereng yaitu
sebesar 5,9%. Pada seluruh bagian lereng tanah bersifat masam yang
menyebabkan kandungan bahan organik rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2
yang menunjukkan kadungan C-organik setiap bagian lereng tergolong rendah.
Dari data pengamatan diketahui bahwa pada setiap perlakuan memiliki
tekstur tanah yang sama yaitu lempung berdebu. Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa
rataan liat tertinggi terdapat pada perlakuan bagian bawah lereng, sedangkan
untuk rataan debu tertinggi terdapat pada perlakuan bagian tengah lereng. Hal ini
dikarenakan kandungan liat dan debu lebih banyak terangkut oleh erosi sehingga
kandungan liat dan debu sedimen lebih tinggi dari kandungan liat dan debu tanah
semula. Pada tanah dengan unsur utama debu serta pasir lembut memberikan
kemungkinan yang besar untuk terjadinya erosi. Sebagaimana di kemukakan oleh
Arsyad (2010) bahwa dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah akan terangkut
lebih dahulu dan lebih banyak dari fraksi yang lebih kasar, sehingga kandungan
liat sedimen lebih tinggi dari kandungan liat tanah semula.
Pada parameter Bulk Density menunjukkan bahwa perlakuan bagian atas,
tengah maupun bawah lereng berbeda tidak nyata. Bulk Density dipengaruhi oleh
tekstur tanah pada tabel 9 dapat terlihat bahwa bulk density pada lahan tersebut
yaitu dengan rata-rata 1,05 g/cm3 hal ini di duga karena bobot tanah yang rendah
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Perlakuan berbagai bagian lereng berbeda nyata terhadap parameter C-org
dan N total.
2. Perlakuan bagian atas lereng memberikan hasil terendah disetiap
parameter, sedangkan bagian tengah lereng cenedrung memberikan hasil
tertinggi pada setiap parameter kecuali untuk parameter P tersedia dan
KTK.
3. Kehilangan unsur hara yang terjadi pada setiap bagian lereng sangat
dipengaruhi oleh sifat masing-masing unsur hara.
Saran
Tindakan konservasi menggunakan tanaman padi gogo dapat diterapkan
pada penggunaan lahan dengan topografi miring untuk mengurangi tingkat
TINJAUAN PUSTAKA Erosi
Erosi menggambarkan pelapukan yang terjadi dipermukaan tanah yang
bersifat merusak. Meskipun tidak selamanya erosi yang terjadi dapat
menimbulkan kerugian. Pada prinsipnya erosi merupakan proses penghancuran
dan pelapukan partikel-partikel tanah, dan perpindahan pertikel tersebut akibat
adanya erosive transport agent seperti air dan angin Pada daerah beriklim tropika
basah seperti sebagian besar daerah di Indonesia, penyebab utama terjadinya erosi
yaitu air hujan, sedangkan tenaga penggerak erosi yang lain seperti angin dan
gleytser kurang begitu dominan (Nursa‟ban, 2006).
Menurut Arsyad (2010), erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau
bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Di daerah beriklim
basah, erosi oleh airlah yang penting, sedangkan erosi oleh angin tidak berarti.
Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan
menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan terbawa masuk sumber air yang
dinamai sedimen, akan diendapkan di tempat yang aliran airnya melambat seperti
di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, diatas tanah pertanian dan
sebagainya.
Erosi mempunyai dampak yang sangat luas. Kerusakan dan kerugian tidak
saja dialami di daerah dimana erosi terjadi (daerah hulu), tetapi juga oleh daerah
yang dilewati alliran endapan (daerah tengah), dan dibagian hilir. Secara spesifik
kerugian akibat erosi di daerah hulu antara lain mengakibatkan menurunnya
Proses Terjadinya Erosi
Di negara-negara tropis seperti Indonesia, kekuatan jatuh air hujan dan
kemampuan aliran permukaan menggerus permukaan tanah adalah merupakan
penghancur utama agregat tanah. Agregat tanah yang sudah hancur kemudian
diangkut oleh aliran permukaan, mengikuti gaya gravitasi sampai ke suatu tempat
dimana pengendapan terjadi. Keseluruhan proses tersebut, yaitu penghancuran
agregat, pengangkutan partikel-partikel tanah, dan pengendapan partikel tanah
disebut sebagai erosi tanah (Dariah, dkk, 2004).
Tentang terjadinya erosi yang disebabkan karena air dikemukakan oleh
G.R. Foster dan L.D. Meyer yang menjelaskan bahwa erosi itu akan meliputi
proses-proses :
a. Detachment atau pelepasan partikel-partikel tanah
b. Transportation atau penghanyutan partikel-partikel tanah
c. Deposition atau pengendapan partikel-partikel tanah yang telah
terhanyutkan.
(Kartasapoetra, dkk, 1995).
Erosi diawali oleh terjadinya penghancuran agregat-agregat tanah sebagai
akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tanah
tanah. Hancuran dari tanah ini, terutama yang halus, akan menyumbat pori-pori
tanah, sehingga kapasitas infltrasi tanah menurun dan air mengalir dipermukaan
tanah. Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengkikis dan mengangkut
partikel-partikel tanah yang telah dihancurkan atau dilewatinya. Selanjutnya jika
tenaga limpasan permukaan tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan hancuran
Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia maka air
merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan untuk daerah-daerah
panas yang kering maka angin merupakan faktor penyebab utamanya. Erosi tanah
yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap (Suripin, 2004), yaitu:
a. Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah.
b. Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin.
c. Tahap pengendapan, pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup
lagi untuk mengangkut partikel.
Selektivitas Erosi
Dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dan lebih
banyak dari fraksi yang lebih kasar, sehingga kandungan liat sedimen lebih tinggi
dari kandungan liat tanah semula. Proses ini behubungan dengan daya angkut
aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya. Kejadian
ini disebut selektivitas erosi, dan tanah yang telah mengalami erosi teksturnya
menjadi lebih kasar dari sebelum terjadi erosi (Arsyad, 2010).
Erosi lebih selektif pada partikel yang lebih halus (liat) dengan adanya
guludan memotong lereng yang menciptakan hambatan terhadap aliran
permukaan (memperlambat aliran permukaan) sehingga partikel yang lebih kasar
(pasir) akan tertinggal atau mengendap terlebih dahulu, sedangkan partikel yang
lebih halus (liat) sebagian besar tetap berada dalam suspensi dan terangkut
bersama aliran permukaan. Pada umumnya energi aliran permukaan akan
menurun apabila terdapat hambatan seperti adanya tindakan konservasi tanah,
permukaan yang kasar atau sisa-sisa tanaman di permukaan tanah. Oleh karena itu
permukaan dapat meningkatkan selektivitas erosi dan sekaligus akan menurunkan
jumlah tanah tererosi. Sebaliknya pada lahan dengan penanaman pada guludan
searah lereng, erosi kurang selektif akibat aliran permukaan mengalir relatif tanpa
hambatan sehingga partikel pasir, debu dan liat terbawa bersama aliran permukaan
(Henny, dkk, 2011).
Kecuraman lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam
lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukan yang dengan demikian
memperbesar energi angkut aliran permukaan. Selain itu, dengan semakin
miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah
lereng oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak (Arsyad, 2010).
Tipe-Tipe Erosi
Pada umumnya dikenal tiga tipe erosi tanah akibat air hujan: erosi
permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion) dan erosi parit (gully erosion).
Tipe erosi permukaan, tanah terkikis dan terangkut merata di permukaan tanah
sehingga kadang-kadang gejala erosi tidak nampak jelas, kecuali dalam waktu
lama. Pada tipe erosi alur biasanya sudah terdapat parit-parit kecil atau alur secara
tidak teratur searah lereng. Tipe erosi parit akan terjadi apabila terdapat akumulasi
air di salah satu tempat tertentu yang mengalir cukup cepat, sehingga
menimbulkan parit-parit yang semakin bertambah dalam dan lebar meskipun
jumlahnya tidak terlalu banyak (Sarief, 1993).
Berdasarkan bentuknya erosi dibedakan menjadi 7 tipe, diantaranya yaitu:
a. Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas dan terlemparnya
partikelpartikel tanah dari massa tanah akibat pukulan butiran air hujan secara
b. Erosi aliran permukaan (overland flow erosion) akan terjadi hanya dan jika
intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas
simpan air tanah.
c. Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan
partikelpartikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran
-saluran air.
d. Erosi parit/selokan (gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih dalam
dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.
e. Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat
pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh
terjangan arus sungai yang kuat terutama pada tikungan-tikungan.
f. Erosi internal (internal or subsurface erosion) adalah proses terangkutnya
partikel-partikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat
adanya aliran bawah permukaan.
g. Tanah longsor (land slide) merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau
gerakan massa tanah yang terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif
besar.
(Sarief, 1993).
Faktor yang Mempengaruhi Erosi Faktor Iklim
Faktor iklim yang penting dalam proses erosi curah hujan dan suhu.
Karena curah hujan dan suhu tidak banyak berbeda ditempat-tempat yang
berdekatan, maka pengaruh iklim terhadap sifat-sifat tanah baru dapat terlihat
berbeda nyata .Pengaruh iklim dalam proses erosi dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Pengaruh langsung misalnya dalam proses pelapukan,
pencucian, translokasi, dan lain-lain. Sedang pengaruh tidak langsung terutama
adalah melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi (Nursa‟ban, 2006).
Hujan merupakan aktor yang paling penting di daerah tropika sebagai
agensi yang mampu merusak tanah melalui kemampuan energi kinetiknya yang
dijabarkan sebagai intensitas, durasi, ukuran butiran hujan dan kecepatan
jatuhnya. Faktor iklim dibedakan dalam dua kategori yakni bila curah hujan
tahunan <2500 mm diperhitungkan daya rusaknya akan lebih kecil dari pada
>2500 mm (Kementrian Lingkungan Hidup, 2008).
Intensitas dan besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi
terhadap tanah. Jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi tidak menyebabkan erosi
jika intensitasnya rendah, demikian pula intensitas hujan yang tinggi tidak akan
menyebabkan erosi bila terjadi dalam waktu yang singkat karena tidak tersedianya
air dalam jumlah besar untuk menghanyutkan tanah. Sebaliknya jika jumlah dan
intensitasnya tinggi akan mengakibatkan erosi yang besar (Nursa‟ban, 2006).
Menurut Arsyad (2010), besarnya curah hujan serta intensitas dan
distribusi butir hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah
dan kecepatan aliran permukaan, dan erosi. Air yang jatuh menimpa tanah-tanah
terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi, selanjutnya sebahagian air hujan
yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang
mengalir di atas permukaan tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk
Faktor Tanah
Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang
terjadi. Faktor-faktor tanah yang berpengaruh antara lain adalah (1) ketahanan
tanah terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan
permukaan, dan (2) kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi
dan infiltrasi (Utomo, 1989).
Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa
kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan
bahan organik, dan meningkatnya kepadatan serta ketahanan penetrasi tanah,
menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah menahan air. Akibat
dari peristiwa ini adalah menurunnya produktivitas tanah, dan berkurangnya
pengisian air dalam tanah (Asdak, 2007)
Sifat fisik tanah terhadap erosi dan dianggap paling penting yaitu tentang
(1) kapasitas infiltrasi air kedalam tanah, dan (2) kepekaan terhadap kekuatan
yang menghancurkannya.
Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah dalam merembeskan
(menginfiltrsikan) air yang terdapat dipermukaan atau aliran air kepermukaan
kebagian dalam tanah tersebut, yang dengan sendirinya dengan adanya
perembesan itu aliran air permukaan akan sangat berpengaruh. Jelasnya, makin
besar aliran kapasitas infiltrasi maka aliran air permukaan makin berkurang
(sedikit). Sebaliknya makin kecil kapasitas infiltrasi yang disebabkan banyaknya
pori tanah yang tersumbat, maka aliran air permukaan makin
Menurut arsyad (2010), beberapa sifat tanah yang mempengaruhi erosi
adalah tekstur, struktur, bahan organik, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan
tanah, sedangkan mudah atau tidaknya mengalami erosi ditentukan oleh sifat
fisika tanah.
Tanah bertekstur kasar mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi,
sedangkan tanah yang bertekstur halus mempunyai kapasitas infiltrasi kecil,
sehingga dengan curah hujan yang cukup rendah pun akan menimbulkan limpasan
permukaan. Namun demikian, laju erosi di daerah tropika basah tetap saja hebat
tanpa mengabaikan perbedaan tekstur (Rahim, 2000).
Tanah yang berstruktur baik (granular, remah) mempunyai tata udara yang
baik, sehingga unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan lebih mudah di olah.
Struktur tanah menentukan sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air
serta sifat-sifat mekanik tanah. Struktur tanah yang baik adalah bentuk membulat,
sehingga tidak dapat bersinggungan dengan rapat (Yunus, 2004).
Bahan organik berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum hancur
yang menutupi permukaan tanah merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan
perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik yang telah mulai mengalami
pelapukan mempunyai kemapuan menyerap dan menahan air yang tinggi. Bahan
organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan tetapi
kemampuan itu hanya faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran permukaan.
Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan terutama berupa
perlambatan aliran, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah
Faktor Topografi
Topografi yang ditampilkan oleh suatu daerah aliran sungai (DAS) akan
mempengaruhi proses berlangsungnya erosi. Menurut Asdak (1995) kemiringan
dan panjang lereng adalah dua faktor penting untuk terjadinya erosi, karena
faktor-faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan air larian.
Faktor lereng juga merupakan penyebab besarnya potensi bahaya erosi
pada usaha tani lahan kering. Di Indonesia, usaha tani tanaman pangan banyak
dilakukan pada lahan kering berlereng. Hal ini sulit dihindari, karena sebagian
besar lahan kering di Indonesia mempunyai kemiringan lebih besar dari 3 %
dengan bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung, yang
meliputi 77,4 % dari seluruh daratan (Wischmeir dan Smith, 1978).
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang
berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng
10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 450. Selain dari
memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga
memperbesar energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng, jumlah
butir-butir tanah yang terpercik ke atas oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak. Jika
lereng permukaan dua kali lebih curam, banyaknya erosi 2 sampai 2,5 kali lebih
besar (Sinukaban, 1986).
Kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan
lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran
sempit yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit.
Kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi. Lereng bagian bawah
lebih besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng
bagian bawah. Daerah tropis dengan topografi bergelombang dan curah hujan
tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan tanah longsor (Asdak, 2007).
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai
suatu titik air masuk ke dalam saluran atau suungai, atau dengan kemiringan
lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang
mengalir dipermukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng. Dengan demikian,
lebih banyak air yang mengalir akan makin besar kecepatannya di bagian bawah
lereng mengalami erosi lebih besar dari pada bagian atas. Akibatnya adalah
tanah-tanah bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar dari pada bagian
atas. Makin panjang lereng permukaan tanah, makin tinggi potensial erosi karena
akumulasi air aliran permukaan semakin tinggi. Kecepatan aliran permukaan
makin tinggi mengakibatkan kapasitas penghancuran dan deposisi makin tinggi
pula (Wischmeir dan Smith, 1978).
Faktor Vegetasi
Pada dasarnya tanaman mampu mempengaruhi erosi karena adanya 1)
intersepsi air hujan oleh tajuk dan adsobsi melalui energi air hujan, sehingga
memperkecil erosi, 2) pengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran
akar-akarnya, 3) pengaruh terhadap limpasan permukaan, 4) peningkatan aktifitas
mikroorganisme dalam tanah, 5) peningkatan kecepatan kehilangan air karena
transpirasi. Vegetasi juga dapat menghambat aliran permukaan dan memperbesar
infiltrasi, selain itu juga penyerapan air kedalam tanah diperkuat oleh transpirasi
Pola pertanaman dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat
berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh terhadap
penutup tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai pemantap
tanah. Pergiliran tanaman terutama dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman
penutup tanah lainnya, merupakan cara konservasi tanah yang sangat penting
(Sinakaban, 1986).
Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah
tererosi, harus diliat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur
tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan
memperkecil diameter tetesan air hujan (Sukmana, 1995).
Faktor Manusia
Kepekaan terhadap erosi selain dipengaruhi oleh faktor alam juga
dipengaruhi oleh faktor manusia. Bahkan manusialah yang merupakan faktor
penentu apakah tanah yang diusahakan akan merusak atau tidak berproduksi atau
justru sebaliknya menjadi baik akibat pengelolaan tanah yang tepat
(Arsyad,2010).
Pengolahan tanah meliputi pemeliharaan kandungan bahan organik tanah,
praktek pembajakan, dan penstabilan tanah. Penambahan bahan organik ke dalam
tanah berfungsi tidak saja untuk mempertahankan kesuburan tanah, tetapi juga
dapat meningkatkan kapasitas tanah untuk meretensi air, dan menstabilkan
agregat tanah. Penambahan bahan organik ke tanaha perlu memperhatikan jenis
tanah, karena hal itu berhubungan dengan faktor isohumik jumlah humus yang
Perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah
menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan,
pembukaan areal lainnya untuk tanaman perladangan, dan lain sebagainya. Maka
dengan praktek konservasi, tanaman diharapkan dapat mengurangi laju erosi yang
terjadi. Faktor penting yang harus dilakukan dalam usaha konservasi tanah,yaitu
teknik inventarisasi dan klasifikasi bahaya erosi dengan tekanan daerah hulu.
(Asdak, 2007).
Upaya Pengendalian Erosi
Erosi yang disebabkan oleh air bukan hanya mengangkut partikel-partikel
tanah saja, tetapi juga mengangkut hara tanaman dan bahan organik, baik yang
terkandung di dalam tanah maupun yang berasal dari input pertanian, sehingga
menurunkan kualitas tanah. Oleh karena itu penerapan teknik konservasi
merupakan salah satu prasyarat keberlanjutan usahatani pada lahan kering.
Beberapa macam teknologi telah tersedia dan dapat diaplikasikan, yang dapat
digolongkan ke dalam 2 kelompok, yaitu: teknologi pengendalian erosi cara
mekanis, dan cara vegetatif. Dalam prakteknya, pengendalian erosi cara vegetatif,
sekalaigus juga berfungsi sebagai teknik penambahan bahan organik
(Juarsah,dkk, 2010).
Pencegahan erosi dengan metode mekanik adalah suatu upaya yang
dilakukan agar memperlambat aliran permukaan dan pada gilirannya akan
memperbesar erosi. Contoh metode mekanik untuk pengendalian erosi yang
umum digunakan petani adalah:
a. Penterasan (terasering)
c. Pembuatan chek dam
d. Pembuatan rorak
e. Pembuatan guludan (terutama di lahan sawah)
f. Reboisasi / penghijauan
(Rahim, 2000).
Pengendalian erosi secara vegetatif merupakan suatu cara pengendalian
erosi yang menggunakan tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa
mulsa mampu menurunkan laju erosi dengan sangat nyata. Suwardjo dkk ,(1989)
melaporkan bahwa dengan penggunaan mulsa sisa tanaman pada tanah Tropudults
(Lampung) berlereng 3,5%, yang ditanamai tanaman pangan semusim, laju erosi
pada tahun ketiga tercatat mendekati nol, sedangkan pada petak tanpa mulsa erosi
lebih dari 39ton/ha/tahun. Demikian juga pada tanah Haplorthox (Citayam) yang
berlereng 14 %, laju erosi hanya 3 ton/ha/tahun, dibandingkan dengan 109
ton/ha/tahun pada petak serupa tetapi tanpa mulsa.
Prinsip dari pengendalian erosi secara kimiawi adalah pemantapan agregat
tanah dengan memberikan zat kimia, sehingga agregat tanah akan lebih mantap
sehingga susah dipecah dengan adanya tumbukan butir-butir hujan. Zat kimia
yang diberikan sebagai pemantap tanah haruslah mempunyai
kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Tidak merupakan racun bagi tanaman
b. Tidak mematikan mikroorganisme tanah
c. Tidak mengurangi porositas tanah, bila memungkinkan dapat meningkatkan
pori tanah
e. Dapat lebih memantapkan agregat tanah
(Juarsah,dkk, 2010).
Kondisi Umum Lahan Di Desa Lau Damak Kec. Bahorok Kab. Langkat Secara umum wilayah Kabupaten Langkat terletak pada elevasi 5 - 500 m
di atas permukaan air laut (dpal). Berdasarkan peta topografi, wilayah dengan
ketinggian 0 - 5 m dpal terletak di wilayah sebelah utara dan timur Kabupaten
Langkat. Di beberapa wilayah ini sering terjadi banjir dan genangan. Misalnya,
peristiwa banjir yang sering terjadi di Kabupaten Langkat, telah mengakibatkan
hilangnya beberapa desa di Kecamatan Secanggang dan Tanjung Pura, seperti
Desa Pematang Cengal, Pantai Cermin, Kepala Sungai, Tapak Kuda, Selotong dan
Padang Tualang. Banjir yang terjadi secara periodik ini antara lain disebabkan
oleh akumulasi dari berbagai kerusakan hutan di bagian hulu Daerah Aliran
Sungai (DAS) Sei Wampu dan rusaknya ekosistem hutan bakau di pesisir pantai
(Tim penyusun, 2004).
Daerah sekitar DAS Baharok ini merupakan zona lemah dimana adanya
struktur patahan dan kekar yang merupakan daerah yang terpengaruh oleh
kegiatan tektonik sangat kuat dan sangat aktif, sehingga membentuk lereng-lereng
yang curam (kemiringan lereng diatas 60o) dan lurus dengan kondisi batuan yang
lapuk dan rapuh (mudah terjadi gerakan tanah/longsor). Struktur patahan yang
cukup rapat umumnya berarah barat laut-tenggara, merupakan bagian dari sistem
sesar semangko di sepanjang pegunungan Bukit Barisan. Struktur patahan tersebut
sangat aktif sehingga mengalami pergeseran yang terbukti dari adanya kejadian
Kelas lereng yang menempati wilayah paling kecil adalah lereng lebih dari
45o. Kelas lereng ini merupakan kelas lereng yang curarn dan merupakan daerah
yang berbahaya, karena dengan kelerengan yang sangat curam, apabila wilayah
tersebut tidak ada penutup lahan dan upaya konservasi tanah dan dengan curah
hujan yang tinggi, merupakan wilayah dengan tingkat kerawanan erosi terbesar.
Oleh karena itulah sering daerah seperti ini harus diperuntukkan sebagai kawasan
lindung. Kelas lereng ini sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Langkat
bagian tengah dan barat, tepatnya di Kecamatan Besitang, Batang Serangan,
[image:38.595.111.514.338.547.2]Bahorok dan Sei Bingai (Tim penyusun, 2004).
Tabel 1. Distribusi Luas menurut Kelas Kelerengan di Kabupaten Langkat
No. Kelas Lereng (%) Luas (Ha) %
1 0-3 264,683.26 42.42
2 4-8 155,348.62 24.90
3 8-15 4,954.34 0.79
4 15-25 39,008.06 6.25
5 25-45 75,056.52 12.03
6 45-100 84,893.78 13.61
PENDAHULUAN Latar Belakang
Fenomena kemerosotan kualitas tanah dewasa ini semakin meningkat,
misalnya semakin tipisnya lapisan tanah sehingga kemampuan fungsi tanah
sebagai media tumbuh menjadi terbatas yang pada akhirnya kemunduran
kemampuan lingkungan tidak dapat terhindarkan. Disisi lain ketergantungan
manusia terhadap sumber daya tanah terus meningkat.
Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan
manusia. Sebagai sumber daya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami
pengikisan (erosi) akibat bekerjanya gaya-gaya dari agen penyebab, misalnya air
hujan, angin, dan atau hujan. Secara alami tanah mengalami pengikisan atau erosi.
Erosi ini sering disebut dangan erosi geolofi atau geological erosion. Erosi jenis
ini tidak berbahaya karena lajunya seimbang dengan pembentukan tanah di tempat
terjadinya erosi tersebut (Rahim, 2000).
Di Indonesia masalah erosi merupakan masalah nasional karena dampak
dari kejadian erosi dapat menimbulkan bermacam-macam kerugian, misalnya di
sektor pertanian dapat menurunkan produktivitas lahan sementara di bidang
kesehatan adalah terjadinya banjir khususnya di perumahan penduduk yang dapat
menimbulkan bermacam-macam penyakit.
Di tanah air kita, terutama pada lahan-lahan yang memiliki kemiringan,
pengaruh-pengaruh erosi tersebut dapat dikenali dengan adanya ciri-ciri yang
dikemukakan pada lahan-lahan yang telah terpengaruh erosi yaitu terjadinya
penghanyutan partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan
Dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dan lebih
banyak dari fraksi yang lebih kasar, sehingga kandungan liat sedimen lebih tinggi
dari kandungan liat tanah semula. Proses ini behubungan dengan daya angkut
aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda bobot berat jenisnya.
Kejadian ini disebut selektivitas erosi, dan tanah yang telah mengalami erosi
teksturnya menjadi lebih kasar dari sebelum terjadi erosi (Arsyad, 2010).
Tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas permukaan tanah dapat
memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak
butir-butir hujan yang jatuh, dan daya dispersi dan daya angkut aliran di atas
permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia
terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan apakah tanah
itu akan menjadi baik dan produktif atau menjadi rusak (Rahim, 2000).
Desa Lau Damak terletak 3,4770167 LU dan 98,1804500 BT serta
memiliki luas 110,19 km2 (10%). Luas tanam tanaman keras perkebunan rakyat di
desa Lau Damak sekitar 90 km2. Tanaman padi masih menjadi komoditas penting
di Kabupaten Langkat dan arealnya hampir mencapai 91 ribu hektar. Kelas lereng
di Kabupaten Langkat beragam dari datar (0 - 3%) sampai yang sangat curam dan
diklasifikasikan menjadi enam kelas. Kelas kelerengan 0 – 30 (kelas I) merupakan
yang paling mendominasi di Kabupaten Langkat menempati sekitar 42,42% dari
luas daratan. Penyebarannya berada di wilayah Timur Kabupaten Langkat
membentang dan utara ke selatan. Sedangkan untuk kelerengan 40 – 80 % dengan
luas 24,90% (Tim Penyusun, 2004).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa daerah tersebut memiliki kondisi
maka akan dilakukan penelitian guna mendapatkan informasi selektivitas erosi
yang terjadi pada penggunaan tipe lahan berlereng 15º di desa Lau Damak
Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat, untuk kemudian diharapkan dapat
dijadikan dasar dalam pengelolaan lahan yang berkelanjutan di daerah tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Selektivitas Erosi Yang Terjadi
Pada Lahan budidaya Padi Gogo di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok
Kabupaten Langkat.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian Universitas Sumateta Utara, Medan.
ABSTRAK
Tanaman padi gogo sebagai salah satu komoditas banyak dikembangkan pada topografi berlereng, sehingga berpotensi meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah yang akan mengangkut unsur hara ke tempat lain. Diduga hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas padi gogo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selektivitas pada lahan budidaya padi gogo di desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2014 melalui 2 tahap kegiatan, yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Tahapan kegiatan lapangan dilakukan di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat dengan kemiringan lereng 15%. Hasil kegiatan lapangan ini selanjutnya di analisis di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan uji t untuk membedakan unsur hara pada bagian-bagian lereng yaitu bagian atas lereng, bagian tengah lereng, dan bagian bawah lereng. Parameter yang diamati adalah tekstur tanah, bulk density, C-org, N-total, P-tersedia, pH, K, dan KTK.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa C-org dan N-total berbeda nyata terhadap bagian-bagian lereng.
ABSTRACT
Gogo rice as one of many commodities developed on sloping topography, thus potentially increasing run off and erosion that will transport nutrients to the other place.
The aim of the research was to know the selectivity of eresion on land cultivation of Padi gogo at Lau Damak District of Bahorok Langkat. The research was conducted from September until November 2014 through 2 stages of activity, it was fieldwork and laboratory activities. The Stages of fieldwork has done in village at Lau Damak District of Bahorok Langkat with 15%o slope. The results of field activities was analysis in the laboratory of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan. The reseach use a t-test to differentiate the nutrients at upper, center, and bottom of the slope. Parameters observed were soil texture, bulk density, Organic Carbon, N, P, pH, K, and CEC.
The results showed that the Organic Carbon and N-total was significantly different to the part of the slope.
KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA LAHAN BUDIDAYA PADI GOGO DIDESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN
LANGKAT
SKRIPSI
OLEH :
RIKA TAMIKA/ 100301140 AGROEKOTEKNOLOGI
ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA LAHAN BUDIDAYA PADI GOGO DI DESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN
LANGKAT
SKRIPSI
OLEH :
RIKA TAMIKA/ 100301140 AGROEKOTEKNOLOGI
ILMU TANAH
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Kajian Selektivitas Erosi Pada Lahan Budidaya Padi Gogo di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat
Nama : Rika Tamika
Nim : 100301140
Minat : Ilmu Tanah
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP. Ir. Purba Marpaung, SU. Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
Tanaman padi gogo sebagai salah satu komoditas banyak dikembangkan pada topografi berlereng, sehingga berpotensi meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah yang akan mengangkut unsur hara ke tempat lain. Diduga hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas padi gogo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selektivitas pada lahan budidaya padi gogo di desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2014 melalui 2 tahap kegiatan, yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Tahapan kegiatan lapangan dilakukan di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat dengan kemiringan lereng 15%. Hasil kegiatan lapangan ini selanjutnya di analisis di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan uji t untuk membedakan unsur hara pada bagian-bagian lereng yaitu bagian atas lereng, bagian tengah lereng, dan bagian bawah lereng. Parameter yang diamati adalah tekstur tanah, bulk density, C-org, N-total, P-tersedia, pH, K, dan KTK.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa C-org dan N-total berbeda nyata terhadap bagian-bagian lereng.
ABSTRACT
Gogo rice as one of many commodities developed on sloping topography, thus potentially increasing run off and erosion that will transport nutrients to the other place.
The aim of the research was to know the selectivity of eresion on land cultivation of Padi gogo at Lau Damak District of Bahorok Langkat. The research was conducted from September until November 2014 through 2 stages of activity, it was fieldwork and laboratory activities. The Stages of fieldwork has done in village at Lau Damak District of Bahorok Langkat with 15%o slope. The results of field activities was analysis in the laboratory of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan. The reseach use a t-test to differentiate the nutrients at upper, center, and bottom of the slope. Parameters observed were soil texture, bulk density, Organic Carbon, N, P, pH, K, and CEC.
The results showed that the Organic Carbon and N-total was significantly different to the part of the slope.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langkat pada tanggal 8 September 1992 dari ayah
Alm. Mardi dan ibu Sri Banun. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Swasta Persiapan, Stabat dan pada
tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Penulis memilih minat Ilmu
Tanah, Program Studi Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), dan sebagai pengurus Ikatan
Mahasiswa Ilmu Tanah (Imilta).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil
penelitian yang berjudul “Kajian Selektivitas Pada Budidaya Padi Gogo Di Desa
Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang
tua yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual. Penulis juga
mengucapkan terimaksih kepada Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P. selaku Ketua
Komisi Pembimbing dan Ir. Purba Marpaung, SU. selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang telah membimbing penulis selama menulis hasil penelitian ini.
Penulis menyadari hasil penelitian ini masih belum sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.
Medan, November 2014
DAFTAR ISI
ABSRTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Erosi ... 4
Proses Terjadinya Erosi ... 5
Selektivitas Erosi ... 6
Tipe-Tipe Erosi ... 7
Faktor yang Mempengaruhi Erosi ... 8
Faktor Iklim ... 8
Faktor Tanah ... 10
Faktor Topografi ... 12
Faktor Vegetasi ... 13
Faktor Manusia atau Tindakan konservasi ... 14
Upaya Pengendalian Erosi ... 15
Kondisi Umum Lahan Di Desa Lau Damak Kec. Bahorok ... 17
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
Bahan dan Alat ... 19
Metode Penelitian ... 19
Tahap Persiapan... 20
Tahap Kegiatan di Lapangan ... 20
Analisis Laboratorium ... 20
Parameter Penelitian ... 20
C-Organik... 20
N-Total ... 20
P-Tersedia ... 20
K ... 20
pH ... 21 Bulk Density ... 21 Tekstur Tanah ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ... 22 Pembahasan... 29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 33 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Persentase pertambahan C-org pada masing-masing bagian lereng ... 22
2. Persentase pertambahan Ntotal pada masing-masing bagian lereng... 23
3. Persentase pertambahan P pada masing-masing bagian lereng ... 24
4. Persentase pertambahan K pada masing-masing bagian lereng ... 25
5. Persentase pertambahan KTK pada masing-masing bagian lereng ... 26
6. Persentase pertambahan pH pada masing-masing bagian lereng ... 27
7. Persentase pertambahan Bulk Density pada bgian-bagian lereng ... 28
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Grafik Distribusi Unsur Hara C-org Pada Kemiringan Lereng 15% ... 22
2. Grafik Distribusi Unsur Hara N Pada Kemiringan Lereng 15%... 23
3. Grafik Distribusi Unsur Hara P Pada Kemiringan Lereng 15% ... 24
4. Grafik Distribusi Unsur Hara K Pada Kemiringan Lereng 15%... 24
5. Grafik Distribusi KTK Pada Kemiringan Lereng 15% ... 26
6. Grafik Distribusi pH Pada Kemiringan Lereng 15% ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Hasil data C-organik ... 37
2. Hasil uji t C-organik ... 37
3. Hasil data N-total ... 37
4. Hasil Uji t N-total ... 37
5. Hasil data P-tersedia ... 38
6. Hasil Uji t P-tersedia ... 38
7. Hasil data K ... 38
8. Hasil Uji t K ... 38
9. Hasil data KTK ... 39
10. Hasil Uji t KTK ... 39
11. Hasil data pH ... 39
12. Hasil Uji t pH ... 39
13. Hasil data Bulk Density ... 40
14. Hasil Uji t Bulk Density... 40
15. Hasil Tekstur Tanah ... 40