KETERKAITAN ANTARA KETERSEDIAAN
INFRASTRUKTUR DAN TINGKAT KEMISKINAN DI
INDONESIA: ANALISIS DATA KABUPATEN/KOTA 2008-2011
PUTRI RAHAYUNINGTIAS
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keterkaitan antara Ketersediaan Infrastruktur dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia: Analisis Data Kabupaten/Kota 2008-2011 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Putri Rahayuningtias
ABSTRAK
PUTRI RAHAYUNINGTIAS. Keterkaitan antara Ketersediaan Infrastruktur dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia: Analisis Data Kabupaten/Kota 2008-2011. Dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO
Kemiskinan di Indonesia pada tahun 2008-2011 cenderung mengalami penurunan. Ketersediaan infrastruktur menjadi sorotan yang cukup menarik dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Penelitian ini mencakup 155 kabupaten/kota di Indonesia periode 2008-2011 dengan menggunakan metode data panel. Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan kondisi ketersediaan infrastruktur dan tingkat kemiskinan di Indonesia. Selain itu, menganalisis keterkaitan dan pengaruh antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat kemiskinan di Indonesia. Variabel infrastruktur yang digunakan terdiri dari infrastruktur air bersih, listrik, jalan, sekolah, dan ranjang rumah sakit. Selain itu, variabel kontrol yang digunakan adalah PDRB per kapita, dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur secara umum berpengaruh signifikan kecuali infrastruktur sekolah, dan berhubungan negatif terhadap tingkat kemiskinan kecuali infrastruktur air. Dari kelima variabel infrastruktur, variabel yang paling efektif mempengaruhi persentase penduduk miskin adalah variabel listrik.
Kata kunci: Data panel, Infrastruktur, Kemiskinan
ABSTRACT
PUTRI RAHAYUNINGTIAS. The Relationship between Infrastructure Availability and Poverty Rate in Indonesia: Analysis of Districs/Municipals Data 2008-2011. Supervised by D.S. PRIYARSONO.
Poverty in Indonesia is gradually decreasing in 2008-2011. The infrastructure availability is one of the most important points that can accelerate poverty reduction. This study uses panel data of 155 districts/municipalties in Indonesia 2008-2011. The goals of this study are to describe the condition of the infrastructure availability and the poverty rate in Indonesia and to analyze the relationship between them .The infrastructure variables that are used consist of water, electricity, roads, schools, and hospital beds. Beside that, control variables that are applied are GDP per capita and unemployment rate (TPT). The result of the study shows that infrastructure availability generally has a significant impact except infrastructure of schools and has a negative relationship for poverty rate
except water’s infrastructure. From all those five infrastructure variables, the variable which has the most effective influence on the percentage of poor people is electricity variable.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
KETERKAITAN ANTARA KETERSEDIAAN
INFRASTRUKTUR DAN TINGKAT KEMISKINAN DI
INDONESIA: ANALISIS DATA KABUPATEN/KOTA 2008-2011
PUTRI RAHAYUNINGTIAS
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Keterkaitan antara Ketersediaan Infrastruktur dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia: Analisis Data Kabupaten/Kota 2008-2011
Nama : Putri Rahayuningtias NIM : H14100082
Disetujui oleh
Prof. D.S. Priyarsono, Ph.D. Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Mei 2014 ini ialah Keterkaitan antara Ketersediaan Infrastruktur dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia: Analisis Data Kabupaten/Kota 2008-2011.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, antara lain kepada:
1. Orang tua penulis (Soedono dan Sri Dijati) serta kakak-kakak tersayang (Arief Kurniadi dan Dhias Wicaksono) atas doa, motivasi, dan dukungan moril maupun materiil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Prof. D.S. Priyarsono, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan, masukan, dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini.
3. Para dosen, staff, dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi.
4. Teman-Teman satu bimbingan Ni Putu Manacika Manupada, Hernita Nur Fadjrina, Tisa Amelia, dan Nia Verba Sembiring atas kerjasama, motivasi dan doa selama proses penyelesaian skripsi.
5. Kak Perdana atas bantuan dan dukungannya selama proses pengumpulan data.
6. Sahabat-sahabat penulis di Ilmu Ekonomi 47 (Heni, Arti, Dian, Fida, Tika, Uke, Amel, Erlangga, Alfin, Fazri, dan Dwiki) atas kebersamaan, semangat, bantuan dan motivasi selama menjalankan studi.
7. Ramadhan Andhika Putra yang selalu membantu, memberi motivasi dan doa kepada penulis dimanapun berada.
8. Keluarga besar Pasopati angkatan 17 atas kebersamaan dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Kemiskinan 4
Infrastruktur 6
Pertumbuhan Ekonomi 6
Pengangguran 6
Penelitian Terdahulu 7
Kerangka Pemikiran Konseptual 7
Hipotesis Penelitian 9
METODE PENELITIAN 9
Jenis dan Sumber Data 9
Metode dan Pengolahan Data 10
Metode Data Panel 10
Pengujian Model Terbaik 11
Uji Evaluasi Model 12
Pengujian Asumsi Ekonometrik 12
Uji Multikolinearitas 12
Uji Autokorelasi 12
Uji Heteroskedastisitas 13
Model Statistika untuk Pengujian Hipotesis 13
Elastisitas 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Gambaran Umum Ketersediaan Infrastruktur di Indonesia 16 Keterkaitan Ketersediaan Infrastruktur dan Tingkat kemiskinan di Indonesia 19
SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 26
DAFTAR TABEL
1 Variabel, notasi, dan sumber data 10
2 Selang nilai statistik DW dan keputusannya 12
3 Uji model terbaik 19
4 Uji Kesesuaian model 20
5 Hasil Estimasi model dengan metode Fixed Effect 20 6 Elastisitas ketersediaan infrastruktur terhadap persentase penduduk miskin 21 7 Daftar kinerja PDAM seluruh Indonesia 2008-2011 21
DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia
1996-2007 1
2 Kerangka pemikiran konseptual 8
3 Hipotesis penelitian 9
4 Pengujian pemilihan model dengan metode data panel 11 5 Rata-rata persentase penduduk miskin di Indonesia 2008-2011 15 6 Rata-rata indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di Indonesia
2008-2011 15
7 Rata-rata akses rumah tangga terhadap air bersih di Indonesia
2008-2011 16
8 Rata-rata akses rumah tangga terhadap listrik di Indonesia 2008-2011 17 9 Rata-rata rasio panjang jalan di Indonesia 2008-2011 17 10 Rata-rata kepadatan jumlah ranjang rumah sakit di Indonesia
2008-2011 18
11 Rata-rata kepadatan jumlah sekolah di Indonesia 2008-2011 19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) untuk mengestimasi antara ketersediaan infrastruktur terhadap persentase
penduduk miskin 26
2 Hasil pengujian dengan metode FEM (Fixed Effect Model) untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur terhadap
persentase penduduk miskin 27
3 Hasil pengujian dengan metode REM (Random Effect Model) untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur terhadap
persentase penduduk miskin. 28
4 Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas 29 5 Hasil pengujian Chow test untuk mengestimasi keterkaitan antara
ketersediaan infrastruktur terhadap persentase penduduk miskin 29 6 Hasil pengujian Hausman test untuk mengestimasi keterkaitan antara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Selain meningkatkan pendapatan, proses pembangunan juga berkenaan dengan perubahan pada tatanan ekonomi masyarakat, perubahan komposisi produksi, perubahan pola alokasi sumber daya, perubahan pola distribusi kekayaan, dan perubahan pada kerangka kelembagaan. Salah satu indikator pembangunan yang sering digunakan selain pertumbuhan ekonomi adalah penurunan angka kemiskinan (Todaro dan Smith 2006).
Kemiskinan menjadi fokus utama negara-negara di dunia untuk mencapai target pembangunan. Berdasarkan program Millenium Development Goals
(MDGs) yang dideklarasikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB pada tahun 2000, salah satu target yang ingin dicapai adalah penurunan angka kemiskinan hingga setengahnya antara tahun 1990-2015. Negara-negara anggota PBB termasuk Indonesia kemudian menggunakan MDGs sebagai arah pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dengan memiliki tenggang waktu dan kemajuan yang terukur (United Nations dan Bappenas 2007).
Untuk memahami konsep kesejahteraan masyarakat secara umum dan kemiskinan secara khusus perlu diketahui bahwa tingkat pendapatan bukan satu-satunya hal yang mempengaruhi kemiskinan. Sen mengungkapkan bahwa kebebasan melilih dan mengontrol apa yang dimiliki oleh seseorang menjadi aspek utama untuk memahami kesejahteraan secara mendalam (Todaro dan Smith 2006). Menurut Tambunan (2001), tingkat kemiskinan juga dapat dipengaruhi oleh pengangguran melalui beberapa cara. Pengangguran akan secara langsung mempengaruhi tingkat pendapatan dan konsumsi masyarakat miskin jika konsumsi saat ini sangat dipengaruhi pendapatan saat ini. Apabila konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan pada saat ini, maka pengangguran tidak terlalu berpengaruh terhadap kemiskinan dalam jangka pendek.
Sumber: United Nations dan Bappenas 2007
Gambar 1 Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin Indonesia 1976-2007
Melalui Gambar 1 terlihat bahwa persentase penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 15.10%, artinya bahwa target yang ingin dicapai pada
2
tahun 2015 adalah menurunkan persentase penduduk miskin menjadi 7.5%. Pada tahun 1976-1996 persentase penduduk miskin di Indonesia memiliki kecenderungan menurun, namun pada tahun 1997-1998 persentase penduduk miskin kembali meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya krisis ekonomi pada tahun tersebut. Pada awal tahun 2000 hingga tahun 2005 persentase penduduk miskin cenderung mengalami penurunan tetapi rata-rata angka penurunannya relatif kecil, yaitu 0.63%. Tahun 2006 kembali naik menjadi 17.75% karena terjadi kenaikan inflasi. Kenaikan persentase tersebut tidak bertahan lama, karena pada tahun 2007 turun menjadi 16.58%.
Kemiskinan di Indonesia memiliki beberapa karakteristik. Pertama, banyak penduduk Indonesia yang rentan terhadap kemiskinan. Jumlah penduduk yang rentan terhadap kemiskinan pada tahun 2010 menurut BPS mencapai 29.38 juta jiwa (BPS 2011). Kedua, ukuran kemiskinan di Indonesia dilihat dari sisi pendapatan sehingga tidak bisa menggambarkan orang yang tergolong miskin karena kurangnya akses terhadap pelayanan dasar. Ketiga, adanya perbedaan kemiskinan antardaerah. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan tingkat kemiskinan di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, perbedaan kondisi geografis juga menyebabkan pelayanan dasar menjadi tidak merata. Kemiskinan yang disebakan dari sisi non-pendapatan merupakan masalah serius yang perlu segera diatasi. Kemiskinan dari sisi non-pendapatan ini memperlihatkan kurangnya akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar lainnya (World Bank 2006).
Masalah kemiskinan yang ada di Indonesia bukan suatu tanggung jawab individu maupun kelompok saja, namun merupakan tanggung jawab negara. Menurut UUD tahun 1945 pasal 34 ayat 1, negara memiliki kewajiban untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Meskipun sampai saat ini belum ditemukan suatu rumusan yang paling tepat untuk menangani masalah kemiskinan, namun upaya-upaya dan strategi penanganan terus dikembangkan.
Penanggulangan kemiskinan harus melalui kebijakan yang menyeluruh serta terukur. Penanggulangan kemiskinan menitikberatkan pada beberapa prioritas, yaitu perlunya meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur dasar (Stalker 2008). Upaya-upaya tersebut menjadi suatu tantangan besar yang di hadapi oleh banyak negara berkembang seperti Indonesia untuk mencapai target penanggulangan kemiskinan.
Infrastruktur dibedakan menjadi dua jenis, yaitu infrastruktur ekonomi dan sosial. Infrastruktur ekonomi merupakan prasarana yang digunakan dalam proses produksi maupun untuk dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Infrastruktur ekonomi mencakup prasarana umum seperti perhubungan, listrik, air, telekomunikasi, irigasi, air bersih, dan sanitasi. Infrastruktur sosial meliputi prasarana pendidikan dan kesehatan (Ramelan 1997).
3 pembangunan infrastruktur juga dapat menyerap tenaga kerja sehingga masyarakat dapat memperbaiki kualitas hidupnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian mengenai keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dengan tingkat kemiskinan yang ada di Indonesia menjadi menarik. Penelitian ini menggunakan data kabupaten/kota agar mendapat hasil yang lebih spesifik. Penelitian ini juga akan menganalisis infrastruktur yang secara efektif dapat memengaruhi persentase penduduk miskin.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagimana kondisi kemiskinan dan ketersediaan infrastruktur yang ada di Indonesia?
2. Bagaimana keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat kemiskinan di Indonesia?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan gambaran umum mengenai kemiskinan dan ketersediaan infrastruktur yang ada di Indonesia.
2. Menganalisis keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk menanggulangi masalah kemiskinan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan informasi bagi pembaca ataupun pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan seseorang ataupun kelompok untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Kemiskinan itu sendiri dikategorikan menjadi kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif diartikan sebagai suatu keadaan di mana kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah belum cukup mampu menjangkau semua lapisan masyarakat. Ukuran yang digunakan dalam kemiskinan relatif sangat bergantung sekali pada distribusi pendapatan penduduk. Penduduk miskin akan selalu ada karena mereka bagian dari golongan penduduk yang memiliki pendapatan terendah pada suatu wilayah dan waktu tertentu. Kemiskinan absolut merupakan ketidakmampuan dari seseorang ataupun golongan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Kategori kemiskinan ini merupakan jenis kemiskinan yang paling sering digunakan karena dapat membandingkan kemiskinan secara umum melalui garis kemiskinan sebagai ukurannya, BPS (2008).
Garis kemiskinan yang dimaksud mencakup garis kemiskinan makanan (pengeluaran kebutuhan minimun untuk makanan atau yang disetarakan dengan 2100 kkal/kapita/hari) dan garis kemiskinan non makanan (pengeluaran kebutuhan minimum untuk keperluan sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan). Garis kemiskinan yang dimiliki oleh setiap negara nilainya berbeda-beda. Untuk membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara tersebut Bank Dunia menggunakan ukuran garis kemiskinan standar, yaitu US $1 atau US $2 per kapita per hari yang sudah dikonversi ke dalam PPP (Purchasing Power Parity/Paritas Daya Beli), BPS (2008).
Komoditi dari kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi, di antaranya adalah padi-padian, ikan, daging, telur, susu, kacang-kacangan, buah, dan lain-lain. Kebutuhan minimum untuk menghitung garis kemiskinan non makanan terdiri dari 51 jenis komoditi untuk wilayah perkotaan dan 47 jenis komoditi di wilayah pedesaan. Formula dasar untuk menghitung garis kemiskinan adalah sebagai berikut:
GKMj = Garis kemiskinan makanan daerah j (belum disetarakan menjadi 2100kkal)
Pjk = Harga komoditi k di daerah j
Qjk = Rata-rata jumlah komoditi k yang dikonsumsi di daerah j Vjk = Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah j
j = daerah
5
Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, kemiskinan dapat diukur melalui tiga indikator yaitu:
1. Persentase penduduk miskin (Head Count Index-P0). Persentase jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
2. Indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), menunjukkan rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks maka semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan.
3. Indeks keparahan kemiskinan (Poverty Severity Index-P2), menunjukkan penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Menurut Foster-Greer-Thorbecke ketiga indikator tersebut dapat dirumuskan menjadi :
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan n = Jumlah penduduk
6
Infrastuktur
Infrastruktur dibedakan menjadi dua jenis. Jenis infrastruktur yang pertama adalah infrastruktur fisik/ekonomi. Infrastruktur fisik merupakan infrastruktur yang dapat digunakan dalam kegiatan produksi maupun dimanfaatkan oleh masyarakat. Melalui pengertian tersebut, infrastruktur fisik meliputi semua fasilitas umum seperti fasilitas perhubungan, telekomunikasi, sanitasi, listrik, air bersih, irigasi, dan pembuangan limbah. Jenis yang kedua adalah infrastrukur sosial yang meliputi fasilitas pendidikan dan kesehatan, (Ramelan 1997)
Menurut Jhingan (2004), infrastruktur merupakan suatu barang komplementer yang sangat diperlukan bagi investasi swasta dan faktor penentu pertumbuhan jangka panjang. Infrastruktur adalah suatu sarana yang mana mengacu kepada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas publik lainnya untuk masyarakat umum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam menjalani kehidupan secara ekonomi dan sosial.
Pertumbuhan Ekonomi
Pada dasarnya, pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan dari pendapatan riil secara berkelanjutan melalui peningkatan kapasitas produksi. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui peningkatan nilai output produksi barang dan jasa dalam suatu kegiatan ekonomi. Secara makro, pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan dari nilai PDB (Produk Domestik Bruto) riil. Pertumbuhan ekonomi juga menjadi salah satu syarat yang harus terpenuhi untuk mencapai tujuan pembangunan, yaitu kesejahteraan masyarakat. Terdapat tiga komponen pertumbuhan ekonomi yang penting bagi masyarakat, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan jumlah penduduk, dan kemajuan teknologi, (Todaro dan Smith 2006).
Sukirno (2004) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu sehingga menyebabkan peningkatan pendapatan nasioanal. Pendapatan nasional dihitung berdasarkan jumlah output barang dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan perekonomian pada suatu negara.
Pengangguran
7
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni dan Priyarsono (2012) menguji bagaimana kaitan antara infrastruktur dan kemiskinan. Variabel infrastruktur yang digunakan pada penelitian tersebut adalah akses rumah tangga terhadap listrik, akses rumah tangga terhadap air bersih dan panjang jalan dengan kondisi baik per luas wilayah. Penelitian ini menggunakan metode panel data dengan ruang lingkup 200 kabupaten/kota dan rentang waktu 2006-2009. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketiga variabel infrastruktur tersebut berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persentase penduduk miskin di Indonesia.
Pada tahun 2009, Humantito melakukan penelitian untuk melihat pengaruh infrasrtuktur terhadap kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan ruang lingkup 33 provinsi dalam kurun waktu 2001-2007. Humantito menggunakan 5 variabel infrastruktur yaitu, panjang jalan, jumlah SD dan SMK, jumlah puskesmas keliling, kapasitas produksi perusahaan air, dan panjang jaringan distribusi listrik. Selain itu, Humantito juga menggunakan variabel kontrol untuk mencerminkan karakteristik lingkungan ekonomi, komunitas, rumah tangga, dan individu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua variabel infrastruktur berpengaruh negatif secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin dan variabel yang paling berpengaruh adalah cakupan puskesmas keliling.
Siregar dan Wahyuniarti (2008) menganalisis dampak dari pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Koefisen PDRB bertanda negatif, artinya bahwa setiap kenaikan PDRB akan menurunkan jumlah penduduk miskin. Walaupun PDRB berpengaruh signifikan namun besarnya pengaruh tersebut relatif tidak besar. Sedangkan penelitian mengenai pengaruh tingkat pengangguran pernah dilakukan oleh Cahyono (2011). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah pengangguran signifikan berpengaruh positif terhadap perubahan jumlah penduduk miskin.
Kerangka Pemikiran Konseptual
8
Gambar 2 Kerangka pemikiran konseptual
Penelitian ini ingin menganalisis keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat kemiskinan di 155 kabupaten/kota di Indonesia selama periode 2008-2011. Ketersediaan infrastruktur yang akan diteliti mencakup dua jenis infrastruktur yaitu infrastruktur ekonomi dan sosial. Mengingat bahwa adanya faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi tingkat kemiskinan selain ketersediaan infrastruktur, maka penelitian ini menggunakan variabel PDRB per kapita dan tingkat pengangguran terbuka sebagai faktor lain yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. Dalam penelitian ini, variabel PDRB per kapita dan tingkat pengangguran terbuka tidak dibahas secara mendalam.
Indikator Pembangunan
Tingkat Kemiskinan
Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan
Upaya Menurunkan Kemiskinan
Ketersediaan Infrastruktur PDRB per Kapita & Tingkat
Pengangguran Terbuka
Infrastruktur Ekonomi
Infrastruktur Sosial
- Air - Listrik - Jalan
- Ranjang Rumah Sakit - Sekolah
9
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan beberapa landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis dalam penelitian ini. Hipotesis tersebut di antaranya adalah :
1. Ketersediaan infrastruktur ekonomi (air, listrik, dan jalan) berpengaruh negatif terhadap persentase penduduk miskin.
2. Ketersediaan infrastruktur sosial (ranjang rumah sakit dan sekolah) berpengaruh negatif terhadap persentase penduduk miskin.
Gambar 3 Hipotesis penelitian
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder 155 kabupaten/kota yang ada di Indonesia tahun 2008 - 2011. Data sekunder diperoleh melalui Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang sudah diperoleh kemudian ditransformasikan kedalam suatu bentuk data panel. Data panel merupakan gabungan dari data deret waktu (time series) dan data cross section. Pemilihan variabel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan studi pustaka pada penelitian terdahulu dan literatur.
Secara negatif memengaruhi Persentase penduduk miskin
Akses RT terhadap
listrik
Kepadatan jumlah ranjang
rumah sakit
Rasio panjang jalan terhadap luas wilayah
Akses RT terhadap air
bersih
10
Tabel 1 Variabel, notasi, dan sumber data
No. Variabel Notasi Sumber
1 Persentase penduduk miskin (%) POVit Badan Pusat Statistik (BPS)
2 Banyaknya rumah tangga yang menggunakan sumber air minum berasal dari air kemasan, air isi ulang, dan ledeng meteran (%)
AIRit Badan Pusat Statistik (BPS)
3 Banyaknya rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan berasal dari listrik PLN(%)
LTKit Badan Pusat Statistik (BPS)
4 Rasio panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang terhadap luas wilayah (km/km2)
JLNit Badan Pusat Statistik (BPS)
5 Kepadatan jumlah ranjang rumah sakit (unit/1000 orang)
RRSit Badan Pusat Statistik (BPS)
6 Kepadatan jumlah sekolah SD, SMP, dan SMA/SMK negeri dan swasta (unit/ km2)
SKLit Badan Pusat Statistik (BPS)
7 PDRB per kapita atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha (Rupiah)
PDRBit Badan Pusat Statistik (BPS)
8 Tingkat pengangguran terbuka (%) TPTit Badan Pusat Statistik (BPS)
Metode dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan kondisi tingkat kemiskinan dan ketersediaan infrastruktur yang ada di Indonesia. Analisis kuantitatif dengan metode data panel digunakan untuk menganalisis keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat kemiskinan di Indonesia. Selain itu, analisis kuantitatif dengan metode elastisitas digunakan untuk menganalisis pengaruh masing-masing variabel infrastruktur terhadap perubahan tingkat kemiskinan di Indonesia. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan Eviews 6.1.
Metode Data Panel
11 dan uji Hausman (Baltagi 2005). Analisis menggunakan data panel mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya sebagai berikut :
1. Mampu mengontrol heterogenitas individu.
2. Dapat memberi informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas antar variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien.
3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjusment.
4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat diatasi apabila hanya menggunakan data cross section atau time series saja. 5. Lebih sesuai untuk menguji model perilaku yang kompleks.
Pengujian Model Terbaik
Dalam pengolahan data panel terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan untuk memilih metode serta model mana yang paling tepat, antara lain : 1. Chow Test, pengujian ini digunakan untuk memilih model apa yang
digunakan, apakah Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model
(FEM). Hipotesis untuk pengujian ini adalah : H0 = Pooled Least Square
H1 = Fixed Effect Model
Apabila nilai probalilitas Uji Chow kurang dari taraf nyata atau (F-statistik) > FN-1, NT-N-K maka dapat dikatakan cukup bukti untuk menolak H0, sehingga model yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM).
2. Hausman Test, digunakan untuk memilih model yang digunakan apakah menggunakan fixed effect atau random effect. Hipotesis yang digunakan untuk pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 = Fixed Effect Model
H1 = Random effect Model
Keputusan untuk menolak H0 diakukan dengan membandingkannya dengan Chi square. Apabila nilai X2obs > X2tabel maka keputusan yang dapat diambil adalah tolak H0 sehingga model yang digunakan adalah
Fixed Effect Model (FEM). Selain itu, kriteria tolak H0 juga dapat dilakukan dengan melihat nilai probalilitas Uji Hausman kurang dari taraf nyata.
12
Uji Evaluasi Model
Untuk mengukur keragaman pada variabel terikat yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi model (R2). Nilai R2 berkisar antara nol hingga satu (0< R2<1). Nilai yang semakin semakin mendekati satu menunjukkan model yang terbentuk dapat menjelaskan keragaman dari variabel terikat. Selain itu, dilakukan juga pengujian untuk mengetahui apakah semua variabel bebas dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat. Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai probabilitas F-statistik yang kurang dari taraf nyata.
Pengujian Asumsi Ekonometrik
Dalam model regresi, penduga parameter harus bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Oleh karena itu, terdapat tiga uji asumsi yang perlu dilakukan, di antaranya adalah:
Uji Multikolinearitas
Asumsi dari uji multikolinearitas menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan linear antar peubah bebas dalam suatu model. Multikolinearitas muncul apabila dua atau lebih peubah bebas saling terkait satu dengan yang lainnya. Apabila dihadapkan pada masalah multikolinearitas, dugaan parameter koefisien regresi dengan OLS masih mungkin diperoleh, namun akan sulit untuk menginterpretasikannya. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya pelanggaran pada asumsi ini dapat dilihat dari nilai t-statistik dan F-statistik. Jika terdapat banyak koefisien parameter dari t-statistik tidak signifikan namun hasil F-hitung signifikan dalam model atau R2 nya tinggi (Juanda 2009).
Uji Autokorelasi
Salah satu asumsi pada model regresi linear adalah tidak adanya korelasi antarsisaan sari waktu ke waktu. Apabila dalam suatu model terdapat korelasi antarsisaan maka model tersebut mengalami masalah autokorelasi. Masalah ini sering terjadi pada data time series namun juga dapat terjadi pada data cross section. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat menggunakan uji Durbin-Watson (DW) (Juanda 2009). Selang nilai statistik DW dan keputusannya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2 Selang nilai statistik DW dan keputusannya
Nilai DW Keputusan
4-dL < DW < 4 Tolak H0 ; ada autokorelasi negatif 4-dU < DW < 4-dL Tindak tentu, coba uji lain
dU < DW < 4-dU Terima H0 ; tidak ada autokorelasi dL < DW < dU Tindak tentu, coba uji lain
0 < DW < dL Tolak H0 ; ada autokorelasi negatif
13
Uji Heteroskedastisitas
Dalam model regresi linear salah satu asumsi yang harus terpenuhi adalah bahwa ragam sisaan sama atau homogen. Apabila ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan ke-i dari variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi maka dapat dikatakan bahwa model tersebut mengalami masalah heteroskedastisitas. Pada umumnya masalah ini ditemukan pada pada cross section, namun dapat juga terjadi pada data time series. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini alah dengan menggunakan teknik ekonometrika yang disebut dengan Generalized Least Square (GLS). Metode GLS merupakan metode kuadrat terkecil terboboti. Model ditransormasikan dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009).
Model Statistika untuk Pengujian Hipotesis
Penelitian ini menggunakan lima variabel infrastruktur sebagai variabel bebas dan 2 variabel kontrol yaitu PDRB per kapita dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Variabel Infrastruktur terdiri dari infrastruktur air, listrik, jalan, kesehatan, dan pendidikan, sedangkan untuk variabel terikatnya adalah persentase penduduk miskin (POV). Pada model ini ada beberapa variabel yang ditrasnformasikan ke dalam bentuk logaritma natural (ln) yaitu variabel jalan (JLN), ranjang rumah sakit (RRS), jumlah sekolah (SKL) dan PDRB per kapita. Tujuan mentransformasi variabel tersebut ke dalam bentuk logaritma natural adalah untuk memperkecil skala sehingga ragamnya relatif kecil. Berikut ini adalah model yang digunakan dalam penelitian :
POVit = α1 + α2AIRit+ α3LTKit + α4LNJLNit + α5LNRRSit + α6LNSKLit +
POVit : Persentase penduduk miskin (%)
AIRit : Banyaknya rumah tangga yang menggunakan sumber air
minum berasal dari air kemasan, air isi ulang, dan ledeng meteran (%)
LTKit : Banyaknya rumah tangga yang menggunakan sumber
penerangan berasal dari listrik PLN(%)
LNJLNit : Rasio panjang jalan dengan kondisi baik terhadap luas wilayah
(km/km2)
LNRRSit : Kepadatan jumlah ranjang rumah sakit (unit/1000 orang) LNSKLit : Kepadatan jumlah sekolah (unit/km
2 )
LNPDRBit : PDRB per kapita atas dasar harga konstan (Rupiah) TPTit : Tingkat pengangguran terbuka (%)
14
Elastisitas
Elastisitas digunakan untuk mengukur pengaruh 1% perubahan dalam masing-masing variabel bebas terhadap persentase perubahan variabel terikat. Selain itu, untuk mengevaluasi relatif pentingnya masing-masing variabel independen karena bebas satuan. Nilai elastisitas tidak terbatas dan dapat bernilai positif atau negatif. Nilai elastisitas yang besar menunjukkan bahwa variabel terikat sangat sensitif terhadap perubahan dalam peubah bebas (Juanda 2009). Secara umum, untuk menghitung nilai elastisitas dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Fungsi Linear : Fungsi Linear-Log :
: Elastisitas variabel dependen j
: Turunan pertama fungsi Y
: Rata-rata data variabel independen j
: Rata-rata data variabel dependen
: Koefisien variabel independen j
: Masing-masing variabel independen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Masalah kemiskinan berkaitan erat dengan kesenjangan dalam kesejahteraan masyarakat. Kondisi tersebut rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial. Perkembangan rata-rata persentase penduduk miskin di Indonesia pada periode 2008 hingga 2011 mengalami penurunan, yaitu 16.18% persen pada tahun 2008 menjadi 13.20% pada tahun 2011 (Gambar 5 ). Persentase penduduk miskin pada tahun 2009 sebesar 14.66% dan tahun 2010 sebesar 13.89%.
15
Sumber : BPS RI (diolah)
Gambar 5 Rata-rata persentase penduduk miskin di Indonesia 2008-2011 Namun, untuk memahami permasalahan kemiskinan kita perlu melihat indikator lain yang lebih mendalam. Indikator tersebut dapat dilihat dari indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index – P1 ) dan indeks keparahan kemiskinan (Poverty Severity Index – P2). Indeks kedalaman kemiskinan merupakan suatu ukuran dari rata-rata kesenjangan pengeluaran dari setiap penduduk terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, maka semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan, sedangkan indeks keparahan kemiskinan mencerminkan penyebaran atau distribusi pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, maka ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin semakin tinggi.
Sumber : BPS RI (diolah)
Gambar 6 Rata-rata indeks kedalaman dan keparahan kemisikinan di Indonesia 2008-2011
Gambar 6 menunjukkan indikator kedalaman dan keparahan kemiskinan di Indonesia dari tahun 2008 hingga 2011. Tingkat kedalaman kemiskinan tertinggi selama kurun waktu empat tahun tersebut ada pada tahun 2008 yaitu sebesar 3.61.
16
Melalui tingkat kedalaman kemiskinan, kita dapat mengetahui seberapa miskin orang miskin itu, karena tingkat kedalaman kemiskinan mengukur seberapa jauh pengeluaran seseorang dari garis kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan pada tahun 2008-2011 mengalami penurunan meskipun pada tahun 2010 terjadi sedikit kenaikan. Hal ini menunjukan bahwa kualitas hidup masyarakat miskin semakin meningkat karena pengeluarannya menjadi semakin dekat dengan garis kemiskinan. Tingkat keparahan kemiskinan juga mengalami hal yang sama. Perkembangan tingkat keparahan pada tahun 2008 sebesar 1.09 turun menjadi 0.52 pada tahun 2011 meskipun terjadi sedikit kenaikan pada tahun 2010. Namun secara keseluruhan menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan antar penduduk miskin antara tahun 2008 hingga 2011 semakin menyempit.
Gambaran Umum Ketersediaan Infrastruktur di Indonesia
Infrastruktur menjadi suatu roda penggerak bagi perekonomian nasional maupun daerah. Pembangunan infrastruktur dapat membuka akses bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun untuk memperluas usahanya. Penelitian ini menggunakan dua jenis infrastruktur, yaitu infrastruktur fisik/ekonomi dan infrastruktur sosial. Infrastruktur ekonomi diwakili oleh variabel akses rumah tangga terhadap air bersih, akses rumah tangga terhadap listrik, dan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah. Infrastruktur sosial yang digunakan meliputi variabel kepadatan ranjang rumah sakit dan kepadatan jumlah sekolah.
Melalui Gambar 7, kita dapat melihat bahwa rata-rata rumah tangga yang mendapat akses air bersih selama tahun 2008-2011 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2008 rata-rata rumah tangga yang memiliki akses air bersih sebesar 25.95% sedangkan pada 2011 turun menjadi 16.48%. Penurunan akses rumah tangga terhadap air bersih juga disampaikan oleh UNICEF pada tahun 2012 bahwa telah terjadi penurunan sebesar 7% akses air bersih selama kurun waktu 2007 hingga 2010. Menurut Suyanto (2012) pertumbuhan populasi tidak disertai dengan pertumbuhan ketersediaan air yang cukup sehingga mempengaruhi pendapatan per kapita. Untuk mencapai target MDGs nasional tahun 2015, dibutuhkan sekitar 56.8 juta jiwa dengan akses terhadap air bersih. UNICEF juga menyebutkan bahwa Provinsi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta memiliki persentase rumah tangga dengan akses ke sumber air bersih yang paling tinggi, sedangkan DKI Jakarta menempati posisi terendah.
17
Sumber : BPS RI (diolah)
Gambar 8 Rata-rata akses rumah tangga terhadap listrik di Indonesia 2008-2011 Rata-rata rumah tangga yang memiliki akses terhadap listrik pada tahun 2008 sebesar 87.30% dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 89% pada tahun 2011 (Gambar 8). Listrik diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga akan penerangan yang berguna untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tumiwa dan Imelda pada tahun 2011, angka penduduk miskin dan rasio elektrifikasi (banyaknya rumah tangga yang mendapatkan akses listrik) memiliki korelasi yang negatif. Artinya, semakin tinggi rasio elektrifikasi maka angka kemiskinan akan menurun. Besarnya akses rata-rata rumah tangga terhadap listrik (Gambar 8), menunjukkan bahwa belum semua masyarakat Indonesia menikmati listrik. Jumlah masyarakat yang belum menikmati listrik menunjukkan bahwa Indonesia masih kekurangan pasokan listrik. Pada tahun 2008 estimasi kekurangan pasokan listrik sebesar 0.22 GWh.
Sumber : BPS RI (diolah)
Gambar 9 Rata-rata rasio panjang jalan di Indonesia 2008-2011
18
merupakan jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan 40-60 km/jam. Rata-rata panjang jalan dengan kondisi yang ada di Indonesia pada tahun 2008-2011 mengalami peningkatan yang cukup signifikan meskipun pada tahun 2011 sempat mengalami penurunan (Gambar 9). Rata-rata rasio panjang jalan terhadap luas wilayah pada tahun 2008 mencapai 0.65 km/km2 kemudiannaik menjadi 0.77 km/km2 pada tahun 2011.
Sumber: BPS RI (diolah)
Gambar 10 Rata-rata kepadatan jumlah ranjang rumah sakit di Indonesia 2008-2011
Ketersediaan infrastruktur sosial menjadi salah satu upaya penting untuk meningkatkan taraf hidup seseorang. Infrastruktur sosial terdiri dari infrastruktur kesehatan dan pendidikan. Rata-rata kepadatan jumlah ranjang rumah sakit menunjukkan tren yang meningkat (Gambar 10). Rata-rata kepadatan jumlah ranjang rumah sakit pada tahun 2008 sebesar 0.89 unit/1000 orang dan mengalami peningkatan menjadi 1.02 unit/1000 orang pada tahun 2011. Tahun 2009, rata-rata kepadatan jumlah ranjang rumah sakit sebesar 0.92 unit/1000 orang dan tahun 2010 sebesar 0.96 unit/1000 orang. Kesehatan menjadi suatu aspek kebutuhan dasar seseorang yang sangat penting. Apabila seseorang memiliki tingkat kesehatan yang baik, maka produktivitas orang tersebut akan meningkat. Produktivitas seseorang yang tinggi akan menambah pemasukan atau pendapatannya, sehingga kesempatan seseorang untuk memperbaiki kualitas hidupnya menjadi semakin besar.
Pendidikan menjadi suatu hal yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan menjadi suatu strategi penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Permasalahan yang dihadapi oleh masayrakat miskin saat ini adalah keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas (Arsyad 1999). Berasarkan Gambar 11, terlihat bahwa perkembangan rata-rata kepadatan jumlah sekolah dari tahun 2008 hingga 2011 mengalami peningkatan yang nilainya sangat kecil, yaitu 0.01 unit/km2. Rata-rata kepadatan jumlah sekolah pada tahun 2008 sebesar 1.10 unit/km2, kemudian turun menjadi 1.09 unit/km2 pada tahun 2009. Rata-rata kepadatan jumlah sekolah untuk tahun 2010 dan tahun 2011 memiliki nilai yang konstan, yaitu 0.11 unit/km2.
19
Sumber: BPS RI (diolah)
Gambar 11 Rata-rata kepadatan jumlah sekolah di Indonesia 2008-2011
Keterkaitan Ketersediaan Infrastruktur dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Analisis model dengan data panel menggunakan tiga metode, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Dari ketiga metode tersebut akan dipilih satu yang terbaik dengan menggunakan uji Chow, dan uji Hausman. Uji Chow digunakan untuk memilih model terbaik antara model Pooled Least Square (PLS) dengan Fixed Effect Model (FEM).
Berdasarkan hasil pengujian nilai probabilitas Chi-square pada uji Chow adalah 0.0000, artinya bahwa model yang dipilih adalah Fixed Effect Model (FEM)
karena nilai probabilitas Chi-square kurang dari taraf nyata 10%. Untuk memilih antara Fixed Effect Model (FEM) dengan Random Effect Model (REM)
menggunakan uji Hausman.
Nilai probabilitas Chi-square pada uji Hausman adalah 0.0504, artinya bahwa model yang dipilih adalah Fixed Effect Model (FEM) karena probabilitasnya kurang dari taraf nyata 10% (Tabel 4). Pada model ini pendugaan parameternya dilakukan dengan pembobotan (cross section weights) menggunakan metode GLS (Generalized Least Square). Melalui metode ini, model ditransformasikan sedemikian rupa agar mendapatkan komponen sisaan yang homogen dan tidak menunjukkan masalah heteroskedastisitas maupun autokorelasi.
Tabel 3 Uji model terbaik
Uji Model Terbaik Probabilitas Chi-sq
Probabilitas Uji Chow 0.0000*
Probabilitas Uji Hausman 0.0504*
Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 10%
Evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi model (R2). Melalui hasil estimasi model yang di dapat, nilai R2 model tersebutsebesar 0.9878. Hal ini menunjukkan bahwa variasi dalam variabel bebas dapat menjelaskan 98.78% variasi yang terdapat pada variabel
20
terikat, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang ada di luar model. Selain itu, evaluasi model diperkuat dengan melihat nilai probabilitas F-statistik. Nilai F-statistik tertera pada Tabel 5 yaitu sebesar 0.000 dan signifikan pada taraf 10% yang artinya, variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat.
Tabel 4 Uji kesesuaian model
Uji Kesesuaian Model
R2 0.987874
Prob F-Statistik 0.000000*
DW-Statistik 1.892033
Keterangan: * siginifikan pada taraf nyata 10%
Dalam model regresi berganda, penduga parameter dalam suatu model harus bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) yaitu terbebas dari masalah autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji pelanggaran asumsi klasik yang pertama adalah menguji apakah ada dua atau lebih keterkaitan antar variabel bebas yang biasa disebut dengan multikolinearitas. Melalui hasil uji korelasi, nilai rij2 (koefisien determinasi parsial antara dua variabel bebas) lebih kecil dari nilai R2 (koefisien determinasi model), sehingga pada model tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas (Lampiran 4).
Uji asumsi yang kedua adalah menguji ada atau tidaknya masalah autokorelasi. Pengujian masalah autokorelasi tersebut dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Dari analisis yang telah dilakukan pada model, nilai DW-statistik sebesar 1.8920. Dengan jumlah peubah bebas (k) = 7, maka selang DW yang dihasilkan adalah 1.8895 < 1.8920 < 2.1105. Keputusan yang dapat ditarik dari nilai selang tersebut adalah terima H0, yang artinya dalam model regresi tersebut tidak mengandung masalah autokorelasi. Pengujian asumsi yang terakhir adalah heteroskedastisitas. Estimasi pada model telah dilakukan dengan melakukan teknik GLS yaitu memberi perlakuan cross section weights pada penduga parameter. Nilai sum-square residual weighted lebih kecil dibandingkan nilai sum-square residual unweighted (766.5537<797.3014). Dengan demikian, masalah heteroskedastisitas sudah teratasi.
Tabel 5 Hasil estimasi model dengan metode Fixed Effect
Variabel Koefisien Standard Eror t-Statistik Probabilitas
AIR 0.020699 0.003720 5.564940 0.0000*
LTK -0.055285 0.010885 -5.078965 0.0000*
LNJLN -0.290727 0.088878 -3.271069 0.0012*
LNRRS -1.175641 0.153462 -7.660809 0.0000*
LNSKL -0.350788 0.336094 -1.043720 0.2972
LNPDRB -5.603949 0.495630 -11.30671 0.0000*
TPT 0.084049 0.018217 4.613729 0.0000*
C 104.3429 7.825238 13.33416 0.0000*
21 Hasil estimasi dengan kriteria ekonomi dilakukan dengan melihat tanda dari koefisien dan nilai probabilitas masing-masing variabel bebas. Melalui Tabel 5 diperoleh hasil bahwa variabel infrastruktur air, listrik, jalan, ranjang rumah sakit, PDRB per kapita, dan tingkat pengangguran berpengaruh nyata terhadap kemiskinan pada taraf 10%, sedangkan variabel infrastruktur sekolah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin. Untuk melihat variabel infrastruktur yang secara efektif dapat menurunkan kemiskinan dapat dilihat pada hasil perhitungan nilai elastisitas dari masing-masing variabel (Tabel 6).
Tabel 6 Elastisitas ketersediaan infrastruktur terhadap persentase penduduk miskin
No. Infrastruktur Nilai Elastisitas
1 Air 0.03
2 Listrik -0.34
3 Jalan -0.02
4 Ranjang rumah sakit -0.08
5 Sekolah -0.02
Melalui hasil estimasi (Tabel 5) diperoleh bahwa infrastruktur air bersih memiliki pengaruh positif secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin. Variabel air memiliki nilai elastisitas sebesar 0.03, artinya apabila infrastruktur air meningkat sebesar 1% maka persentase penduduk miskin akan meningkat sebesar 0.03%. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Djuraidah (2011) juga menunjukkan bahwa hubungan dari persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang berasal dari air mineral, PAM, pompa air, sumur, dan mata air terlindungi adalah positif dan berpengaruh secara nyata terhadap persentase penduduk miskin di Jawa Timur dengan menggunakan metode regresi umum atau OLS. Hal tersebut dimungkinkan karena variabel bebas yang digunakan dipengaruhi oleh faktor geograsfis. Diperkirakan sekitar 50 juta penduduk miskin diperkotaan tidak memiliki sambungan terhadap infrastruktur air. Penduduk miskin memperoleh air dari sumur, air hujan, danau dan penjual air. Banyak masyarakat miskin yang harus membelanjakan sebagian pendapatannya untuk membeli air bersih selain dari PDAM (World Bank 2006).
Tabel 7 Daftar kinerja PDAM seluruh Indonesia 2008-2011
Kategori PDAM 2008 2009 2010 2011
Sehat 27% (89) 31% (103) 41% (142) 41% (144)
Kurang Sehat 37% (119) 34% (115) 38% (129) 38% (105)
Sakit 36% (117) 35% (119) 21% (70) 21% (86)
Sumber: BPPSPAM, 2014
22
yang berkategori kurang sehat dan sakit menimbulkan keraguan terhadap kualitas data yang dipublikasikan. Oleh karena itu, ketidaksesuaian teori antara variabel infrastruktur air bersih terhadap persentase penduduk miskin terjadi karena kualitas data yang dipublikasikan kemungkinan kurang baik.
Ketersediaan infrastruktur listrik, memiliki hubungan negatif secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin. Elastisitas dari variabel infrastruktur listrik yang bernilai -0.34 menunjukkan bahwa apabila infrastruktur listrik naik 1% maka kemiskinan akan turun sebesar 0,34%. Hal ini memperlihatkan bahwa listrik menjadi salah satu kebutuhan dasar bagi rumah tangga akan penerangan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari maupun kegiatan perekonomiannya (Nugraheni dan Priyarsono 2012).
Variabel infrastruktur jalan berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap persentase penduduk miskin. Nilai elastisitas dari variabel infrastruktur jalan adalah -0.02. Nilai tersebut menunjukkan jika infrastruktur jalan meningkat 1% maka akan menurunkan kemiskinan sebesar 0.02%. Kondisi jalan yang baik akan bermanfaat bagi pengembangan industri, proses pemasaran, dan meningkatkan pendapatan (Purnomo 2009).
Variabel infrastruktur kesehatan yang diwakili oleh kepadatan ranjang rumah sakit memiliki hubungan negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin. Nilai elastisitas dari variabel tersebut adalah -0.08, artinya apabila infrastruktur ranjang rumah sakit meningkat 1% maka kemiskinan akan turun sebesar 0.08%. Untuk variabel infrastruktur sekolah, memiliki hubungan negatif terhadap kemiskinan, namun dalam obeservasi yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tingkat kemiskinan di Indonesia selama tahun 2008 hingga 2011 cenderung mengalami penurunan. Penurunan tingkat kemiskinan juga diikuti dengan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat miskin. Hal tersebut ditunjukkan dengan menurunnya angka indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan. Ketersediaan infrastruktur air bersih, listrik, jalan, ranjang rumah sakit, dan sekolah di Indonesia pada tahun 2008 hingga 2011 memiliki perkembangan yang berbeda-beda. Di antara kelima variabel infrastruktur yang digunakan, kepadatan jumlah ranjang rumah sakit yang perkembangannya tidak fluktuatif. Kepadatan ranjang rumah sakit selalu mengalami peningkatan selama tahun 2008-2011.
23
Saran
Perencanaan pembangunan infrastruktur sebagai upaya untuk menanggulangi kemiskinan perlu disusun berdasarkan prioritas. Urutan prioritas dilihat melalui nilai koefisien variabel bebas yang membentuk model, yaitu ranjang rumah sakit, kepadatan sekolah, rasio panjang jalan, akses terhadap listrik, dan akses terhadap air bersih. Dalam penelitian selanjutnya, perlu ditambahkan variabel-variabel infastruktur lain yang dapat menggambarkan keadaan geografis maupun keadaan perekonomian suatu wilayah. Variabel tersebut misalnya saluran irigasi dan jaringan telekomunikasi. Selain itu, perlu juga menambahkan jumlah tahun penelitian agar dapat membandingkan pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap tingkat kemiskinan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Baltagi, BH. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. Great Britain, John Wiley and Sons Ltd.
[BPPSPAM] Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyedia Air Minum .2014. Daftar Kinerja PDAM. [Internet]. [diunduh 2014 Mei 1].
________________________. Bali dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Bali. ________________________. Bengkulu dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS:
Bengkulu
________________________. Jawa Barat dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Jawa Barat.
________________________. Jawa Tengah dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Jawa Tengah
________________________. Jawa Timur dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Jawa Timur
________________________. Kalimantan Barat dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Kalimantan Barat.
________________________. Kalimantan Timur dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Kalimantan Timur.
________________________. Nusa Tenggara Timur dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Nusa Tenggara Timur.
________________________. Papua dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS : Papua ________________________. Sulawesi Selatan dalam Angka. Berbagai Edisi.
BPS: Sulawesi Selatan.
24
________________________. Sumatra Selatan dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Sumatra Selatan.
________________________. Sumatra Utara dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Sumatra Utara.
________________________. Yogyakarta dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS: Yogyakarta.
________________________. 2008. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 14]. Tersedia pada: daps.bps.go.id/File%20Pub/Analisis%20Kemiskinan%202008.pdf
________________________. Data dan Informasi Kemiskinan/Kabupaten/Kota. Berbagai Edisi. BPS (ID): Jakarta.
________________________ 2011. Penjelasan Data Kemiskinan. [Internet].
[diunduh 2014 April 25]. Tersedia pada:
www.bps.go.id./brs_file/Penjelasan_Data_Kemiskinan.pdf.
Cahyono, KD. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005-2009 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hermanto S, Wahyuniarti D. 2008. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. [Internet]. [diunduh 2014 25 Feb]. Tersedia pada: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS2008MAK3 Humantito IJ. 2009. Analisis Keterkaitan Ketersediaan Infrastruktur terhadap Kemiskinan di Indonesia: Model Regresi Data Panel 26 Provinsi Tahun 2001-2007. [Internet]. [diunduh 2014 27 Feb]. Tersedia pada: www.lontar.ui.ac.id/file
Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB
Press.
Nugraheni D, Priyarsono DS 2012. Kinerja Keuangan Daerah, Infrastruktur, dan Kemiskinan: Analisis Kabupaten/Kota di Indonesia 2006-2009. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia. Vol 12, No 2.
Purnomo H. 2009. Dampak Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bekasi. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahmawati Rita, Anik Djuraidah. 2011. Analisis Geographically Weighted
Regression (GWR) Dengan Pembobotan Karnel Gaussian Untuk Data Kemiskinan. [Internet]. [diunduh 2014 April 11]. Tersedia pada: eprints.undip.ac.id/39119/1/5.GWR.pdf.
Ramelan R. 1997. Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Jakarta (ID): Koperasi Jasa Profesi LPPN. Stalker, P. 2008. Millenium Developments Goals. [Internet]. [diunduh 2014 Feb
13]. Tersedia pada: www.bappenas.go.id.
Suyanto DNV. 2013. Pengaruh Infrastruktur terhadap Produk Domestik Regional Bruto per Kapita Kabupaten Tertinggal dan Non-Tertinggal di Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Munandar H, penerjemah; Bernadi D, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development. Ninth Edition.
25 Tumiwa F , Imelda H. 2011. Kemiskinan Energi Fakta-Fakta yang Ada Di Msyarakat. [Internet]. [diunduh 2014 April 10]. Tersedia pada: www.iesr.or.id.
[UN; Bappenas] United Nations; Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Laporan Pencapaian Millenium Development Goals Indonesia 2007
[Internet]. [diunduh 2014 Feb 28]. Tersedia pada: http//www.undp.or.id.
[UNICEF] United Nations of Children’s Fund. 2012. Ringkasan Kajian Air Bersih,
Sanitasi dan Kebersihan. [Internet]. [diunduh 2014 April 10]. Tersedia pada: www.unicef.org.
[World Bank]. 2006. Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. [Internet]. [diunduh 2014 April 25]. Tersedia pada: http://siteresouces.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/ 280016-1152870963030/2573486-116538503085/Ikhtisar.pdf.
26
Lampiran 1 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur terhadap persentase penduduk miskin
Dependent Variable: POV Method: Panel Least Squares Date: 04/20/14 Time: 21:48 Sample: 2008 2011
Periods included: 4
Cross-sections included: 155
Total panel (balanced) observations: 620
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
AIR -0.034870 0.015973 -2.183098 0.0294 LTK 0.015055 0.019892 0.756851 0.4494 LNJLN -0.181620 0.259714 -0.699308 0.4846 LNRRS 0.105136 0.321262 0.327259 0.7436 LNSKL -0.841613 0.280922 -2.995897 0.0028 LNPDRB -5.125842 0.504841 -10.15339 0.0000 TPT 0.028849 0.067210 0.429235 0.6679 C 92.60333 7.597778 12.18821 0.0000
27 Lampiran 2 Hasil pengujian dengan metode FEM (Fixed Effect Model) untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur terhadap persentase penduduk miskin
Dependent Variable: POV
Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 04/20/14 Time: 21:50
Sample: 2008 2011 Periods included: 4
Cross-sections included: 155
Total panel (balanced) observations: 620 Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
AIR 0.020699 0.003720 5.564940 0.0000 LTK -0.055285 0.010885 -5.078965 0.0000 LNJLN -0.290727 0.088878 -3.271069 0.0012 LNRRS -1.175641 0.153462 -7.660809 0.0000 LNSKL -0.350788 0.336094 -1.043720 0.2972 LNPDRB -5.603949 0.495630 -11.30671 0.0000 TPT 0.084049 0.018217 4.613729 0.0000 C 104.3429 7.825238 13.33416 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.987874 Mean dependent var 19.86271 Adjusted R-squared 0.983612 S.D. dependent var 12.95670 S.E. of regression 1.293715 Sum squared resid 766.5537 F-statistic 231.7584 Durbin-Watson stat 1.892033 Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
28
Lampiran 3 Hasil pengujian dengan metode REM (Random Effect Model) untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur terhadap persentase penduduk miskin
Dependent Variable: POV
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 04/20/14 Time: 21:51
Sample: 2008 2011 Periods included: 4
Cross-sections included: 155
Total panel (balanced) observations: 620
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
AIR 0.023000 0.006083 3.781079 0.0002 LTK -0.051929 0.014682 -3.537008 0.0004 LNJLN -0.197401 0.126439 -1.561234 0.1190 LNRRS -1.186063 0.249664 -4.750628 0.0000 LNSKL -0.503151 0.288339 -1.745000 0.0815 LNPDRB -4.668061 0.474457 -9.838734 0.0000 TPT 0.126727 0.037007 3.424429 0.0007 C 89.08619 7.602814 11.71753 0.0000
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 5.871909 0.9526 Idiosyncratic random 1.309598 0.0474
Weighted Statistics
R-squared 0.305250 Mean dependent var 1.605143 Adjusted R-squared 0.297303 S.D. dependent var 1.571226 S.E. of regression 1.317112 Sum squared resid 1061.687 F-statistic 38.41319 Durbin-Watson stat 1.099934 Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
29 Lampiran 4 Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas
POV AIR LTK LNJLN LNRRS LNSKL LNPDRB TPT
POV 1.000000 -0.337489 -0.192897 -0.224442 -0.256592 -0.219833 -0.453729 -0.170031 AIR -0.337489 1.000000 0.291401 0.380772 0.451790 0.330602 0.425406 0.264377 LTK -0.192897 0.291401 1.000000 0.541605 0.171527 0.662585 0.126766 0.241504 LNJLN -0.224442 0.380772 0.541605 1.000000 0.355998 0.790423 0.044966 0.229178 LNRRS -0.256592 0.451790 0.171527 0.355998 1.000000 0.222529 0.413142 0.155047 LNSKL -0.219833 0.330602 0.662585 0.790423 0.222529 1.000000 -0.022263 0.284075 LNPDRB -0.453729 0.425406 0.126766 0.044966 0.413142 -0.022263 1.000000 0.247690 TPT -0.170031 0.264377 0.241504 0.229178 0.155047 0.284075 0.247690 1.000000
Lampiran 5 Hasil pengujian Chow test untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur terhadap persentase penduduk miskin Redundant Fixed Effects Tests
Equation: OLAHFIXED Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 174.001782 (154,458) 0.0000
Lampiran 6 Hasil pengujian Chow test untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur terhadap persentase penduduk miskin
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: OLAHRANDOM
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor pada tanggal 28 Maret 1992 dari pasangan Soedono dan Sri Dijati. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 5 Bogor dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Depatemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.