• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman Krisan (Chrysanthemum spp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman Krisan (Chrysanthemum spp.)"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEANEKARAGAMAN HAMA DAN PENYAKIT PADA

TANAMAN KRISAN (

Chrysanthemum

spp.)

NUKE HARDIANI PUTRI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

i

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(4)

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman hama dan penyakit pada tanaman krisan (Chrysanthemum spp.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(5)

i

ABSTRAK

NUKE HARDIANI PUTRI. Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman Krisan (Chrysanthemum spp.). Dibimbing oleh TITIEK SITI YULIANI dan IDHAM SAKTI HARAHAP.

Tanaman hias merupakan komoditas hortikultura yang banyak diminati oleh masyarakat karena memiliki keindahan dan estetika. Salah satu tanaman hias penting di dunia yakni krisan. Tujuan penelitian mengetahui keragaman hama dan penyakit krisan serta kejadian dan keparahannya pada umur tanaman yang berbeda. Metode penelitian yang dilakukan meliputi wawancara, pengamatan dan pengambilan contoh, serta identifikasi agen penyebab di laboratorium. Penyakit yang ditemukan pada tanaman krisan adalah karat putih (Puccinia horiana), karat hitam (Puccinia chrysanthemi), layu fusarium (Fusarium oxysporium), embun jelaga, embun tepung (Oidium chrysanthemi), hawar daun (Helminthosporium sp.), kerdil (Chrysanthemum stunt viroid), busuk pangkal batang (Pythium spp.), dan kapang kelabu (Botrytis cinerea). Hama yang ditemukan pada tanaman krisan adalah kutu kebul (Bemisia tabaci Gennadius.), lalat penggorok daun (Lyriomiza huidobrensis Blanchard.), kutu daun (Aphis gossypii Glover. dan Macrosiphoniella sanborni Gillete.), ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius.), dan thrips (Thrips parvispinus Karny.). Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan petani antara lain melaui teknik budidaya yaitu memberi pupuk organik secara rutin, perontokan daun yang terserang penyakit, penyiangan gulma, dan pengaplikasian pestisida secara rutin.

(6)

ii

ABSTRACT

NUKE HARDIANI PUTRI. The variety of insect pest and pathogen in chrysanthemum (Chrysanthemum spp.). Supervised by TITIEK SITI YULIANI and IDHAM SAKTI HARAHAP.

Ornamental plants are horticultural commodities which have great market demand because of their beauty and aesthetics. One of the important ornamental plants in the world is chrysanthemum. The purpose of this observation was to know the variety of insect pest and pathogen, and also know about intensity and severity on different plant age. Data were collected though interview with farmers and direct observations in the fields. Identification of insect pests and pathogen were conducted in the laboratory. The result showed that diseases found in the fields were white rust (Puccinia horiana), black rust (Puccinia chrysanthemi), fusarium (Fusariumoxysporium), downy mildew, powdery mildew (Oidium chrysanthemi), leaf blight (Helminthosporium sp.), dwarf (Chrysanthemum stunt viroid), pythium (Pythium spp.), and grey mould (Botrytis cinerea). Pests found in chrysanthemum were whitefly (Bemisia tabaci Gennadius.), leaf miner (Lyriomiza huidobrensis Blanchard.), aphids (Aphis gossypii Glover. and Macrosiphoniella sanborni Gillete.), armyworm (Spodoptera litura Fabricius.), dan thrips (Thrips parvispinus Karny.). Insect pests and pathogens management conducted by farmers were organic fertilize rountinely, removing diseased leves, weed control, and pesticide application.

(7)

iii

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

KEANEKARAGAMAN HAMA DAN PENYAKIT PADA

TANAMAN KRISAN (

Chrysanthemum

spp.)

(8)

iv

Judul Penelitian : Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman Krisan (Chrysanthemum spp.)

Nama : Nuke Hardiani Putri

NRP : A34090073

Disetujui oleh

Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU Pembimbing I

Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen

(9)
(10)

v

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan seizinNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman Krisan (Chrysanthemum spp.)” dengan tepat waktu dan sebaik-baiknya. Penelitian dan penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat agar mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU dan Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si sebagai

dosen pembimbing yang selalu member bimbingan, arahan, motivasi, saran, dan kritik selama pembuatan proposal usulan tugas akhir ini,

2. Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik, 3. Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.Agr sebagai dosen penguji,

4. Seluruh dosen dan staf Departemen Proteksi Tanaman dan TPB atas ilmu yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, 5. Bapak Rahmat dan Bapak H. Mumu yang telah membantu penelitian saya

dalam hal perizinan lahan dan informasi,

6. Mamah Ir. Elfariana, Bapak Ir. Mushardi, adik M. Rizky H.P, dan adik Bella H.P yang selalu memberikan doa, cinta kasih, motivasi, dan inspirasi yang luar biasa,

7. Ibu Dr. Demsi Minar, SE.,MSi.,Ak yang selalu memberikan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini,

8. Lukman Fahmi yang telah banyak membantu selama penelitian di lapang dan selalu sabar serta memberikan motivasi serta semangat hingga penyusunan skripsi,

9. Sahabat-sahabat tersayang Atwinda A.Md, Eva, Marissa, Arnis, Diyah, Putri, Riska, dan Grestia SE. yang telah menjadi tempat berbagi suka dan duka, 10.Trijanti SP., Daniar SP., Siti Fathur SP. serta teman-teman Proteksi Tanaman

46 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas kebersamaan yang hangat dan semangat yang selalu berkobar,

11.Seluruh mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman atas motivasi yang terus diberikan selama penyelesaian skripsi ini,

12.Teman-teman Paguyuban Mahasiswa Bandung, dan

13.Akang Ceuceu Daya Mahasiswa Sunda (DAMAS) cab. Bogor yang terus memberikan dukungannya.

Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu perlindungan tanaman.

(11)

vi

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Wawancara 3

Penentuan Petak dan Tanaman Contoh 3

Pengamatan dan Pengambilan Sampel 3

Pengamatan Hama 4

PengamatanPenyakit 5

Identifikasi Hama dan Patogen Penyakit 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Keadaan Umum Lahan Pertanaman Krisan 8

Budidaya Tanaman Krisan oleh Petani 8

Bibit 8

Pola Tanam 8

Pengolahan tanah dan penanaman 9

Perawatan krisan awal penanaman 9

Panen dan Pemasaran 9

Hama Tanaman Krisan 9

Kutu Kebul, Bemisia tabaci Gennadius 10

Thrips, Thrips parvispinus Karny 11

Lalat Pengorok Daun, Liriomyza huidobrensis Blanchard 12 Ulat Grayak, Spodoptera litura Fabricius 13 Kutudaun, Aphis gossyipii Glover dan Macrosiphoniella

(12)

vii

Kapang Kelabu 22

Pengelolaan hama dan penyakit oleh petani 23

Pengamatan hama dan penyakit 23

Pengendalian yang dilakukan 23

Pembahasan Umum 23

PENUTUP

Kesimpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

(13)

viii

DAFTAR GAMBAR

1 Petak pengamatan menggunakan metode sismatik dua dimensi 3 2 Pengambilan 5 titik contoh pada pengamatan Spodoptera litura 4 3 Pengambilan titik contoh berdasarkan arah mata angin pada 5 4 Pertanaman krisan di desa Ciwalen kecamatan Cipanas: (a) lahan

pembibitan, (b) lahan pertanaman krisan umur 2 minggu, (c) lahan pertanaman krisan umur 2 bulan, dan (d) lahan pertanaman krisan

umur 3 bulan 8

5 Rata-rata populasi kutu kebul (Bemissia tabaci) pada tanaman krisan 10 6 B. tabaci: (a) Imago dan (b) telur dan pupa 10 7 B. tabaci: (a) preparat pupa dan (b) telur, pupa, dan imago

(www.cottoncrc.org.au) 11

8 Persentase serangan thrips (Thrips parvispinus) 11 9 T. parvispinus: (a) Bunga yang terserang, (b) dan (c) gejala

serangandan (d) preparat 12

10 Persentase kerusakan daun akibat serangan Liriomyzahuidobrensis 12 11 L. huidobrensis: (a) korokan pada daun dan (b) imago 13 12 S. litura: (a) serangan larva instar awal menyisakan sisa-sisa

epidermis atas/transparan, (b) bunga yang terserang, dan (c) serangan

larva instar 4 dan 5 memakan habis daun 14

13 Persentase serangan kutu daun (A. gossypii dan M. sanborni) 14 14 Kutu daun: (a) gejala serangan kutudaun pada daun krisan (daun

berkerut), (b) preparat A. gossypii, dan (c) preparat M. sanbroni 15 15 Penyakit karat putih pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit

dan (b) severitas penyakit 16

16 Gejala dan penyebab karat putih Pucciana horiana: (a) teliospora P. horiana, (b) gejala bercak bewarna kuning pada permukaandaun, dan

(c) pustul yang terdapat dibawah permukaan daun 16 17 Penyakit karat hitam pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit

dan (b) severitas penyakit 17

18 Gejala dan penyabab karat hitam (P. chrysanthemi): (a) teliospora P. chrysanthemi, (b) gejala bintik hitam pada permukaan daun, dan (c)

bintik klorosis dibawah permukaan daun 17

19 Penyakit layu fusarium pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit

dan (b) severitas penyakit 18

20 Gejala dan penyebab F. oxysporium: (a) tanaman terserang menjadi

layu dan (b) mikrokonidium F. oxysporium 18

21 Penyakit embun jelaga pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit

dan (b) severitas penyakit 19

(14)

ix

23 Penyakit embun tepung pada pertanaman krisan: (a) insidensi

penyakit dan (b) severitas penyakit 20

24 Embun tepung: (a) lapisan tepung pada permukaan daun dan (b)

gejala embun tepung pada pembibitan 20

25 Penyakit hawar daun pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit

dan (b) severitas penyakit 21

26 Gejala dan penyebab hawar daun: (a) bercak coklat tidak beraturan

pada daun dan (b) konidia Helminthosporium sp. 21 27 Penyakit kerdil pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit dan (b)

severitas penyakit 22

28 Gejala Pythium sp. pada pembibitan 22

29 Gejala kapang kelabu yang diakibatkan Botrytis cinerea 22

DAFTAR TABEL

1 Produksi tanaman hias di Indonesia tahun 2009-2011a 1

2 Penentuan nilai numerik tingkat serangan 4

3 Penentuan nilai numerik intensitas serangan peyakit 6 4 Jenis-jenis hama krisan pada berbagai umur pertanaman 9

5 Populasi ulat grayak (Spodoptera litura) 13

6 Jenis-jenis penyakit krisan pada berbagai umur pertanaman 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Kejadian Penyakit per Lahan Pengamatan 30

2 Data Keparahan Penyakit per Lahan Pengamatan 31

3 Luas Serangan Hama pada Tanaman Krisan 32

(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman hias merupakan komoditas hortikultura yang banyak diminati karena memiliki keindahan dan estetika. Kehadiran tanaman hias di dalam ataupun di luar ruangan dapat memberikan nuansa asri tersendiri, sebagai penyejuk, peneduh, penyegar udara, penghijau, kepentingan lanskap, aksesoris, dan memperindah ruangan (Mattjik 2010).

Salah satu tanaman hias penting di dunia yakni krisan. Pada perdagangan dunia, krisan merupakan salah satu bunga yang banyak diminati oleh beberapa negara di Asia seperti Jepang, Hongkong, dan Singapura, serta negara Eropa seperti Jerman, Perancis, dan Inggris (Purwanto 2009). Fenomena ini menunjukkan Indonesia berpeluang mengembangkan usaha tani krisan dengan pola agribisnis, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun internasional. Dalam beberapa tahun terakhir produksi krisan di Indonesia meningkat (Tabel 1). Situasi ini memberi peluang bagi petani Indonesia dan pengusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi bunga krisan sesuai dengan permintaan pasar (Rukmana dan Mulyana 1997).

Tabel1 Produksi tanaman hias di Indonesia tahun 2009-2011a No. Tanaman dirangkai. Selain itu, krisan memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga banyak dibudidayakan di Indonesia. Usaha budidaya krisan dapat dilakukan dalam skala besar maupun kecil, serta dapat berdampak positif dalam meningkatkan pendapatan petani.

(17)

2

tanaman secara langsung ataupun tidak langsung sehingga dapat menyebabkan penurunan nilai kualitas serta kuantitas produksi bunga krisan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui keanekaragaman hama dan penyakit krisan serta kejadian dan keparahannya pada umur tanaman yang berbeda.

Manfaat Penelitian

(18)

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan krisan milik bapak Rahmat dan bapak H. Mumu yang berada di Desa Ciwalen, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Identifikasi hama dan penyakit dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga dan Laboratorium Mikologi Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2013.

Wawancara

Wawancara dengan pengelola pertanaman krisan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai teknik budidaya yang diterapkan dan mengetahui jenis hama dan penyakit yang menyerang serta pengendalian yang telah dilakukan pengelola. Pelaksanaan wawancara menggunakan kuesioner yang telah disediakan.

Penentuan Petak dan Tanaman Contoh

Pengamatan dilakukan pada 3 lahan pertanaman krisan dengan awal umur pertanaman saat diamati adalah 2 minggu, 2 bulan, dan 3 bulan yang masing-masing diamati 35 rumpun tanaman contoh.

Gambar 1 Penentuan tanaman contoh dilakukan dengan cara sismatik. rumpun yang diamati ( ) dan rumpun yang tidak diamati ( )

Pengamatan dan Pengambilan Sampel

Pengamatan dan pengambilan contoh hama dan penyakit dilakukan pada tanaman contoh yang telah ditentukan. Bagian tanaman yang diamati adalah batang, daun, dan bunga yang merupakan bagian penting pada tanaman krisan.

(19)

4

Pengamatan Hama

Pengamatan hama krisan dilakukan dengan mengamati langsung tanaman contoh dengan mengidentifikasi jenis, gejala serangan, dan luas serangan hama. Pengamatan hanya dilakukan terhadap hama utama pada saat pengamatan di lapangan.

Tingkat serangan kutudaun dan penggorok daun, dihitung menggunakan rumus Townsend dan Heuberger (1974 dalam Agrios 2005):

I = tingkat serangan

ni = jumlah tanaman yang terserang denga kategorik tertentu

vi = nilai numerik dari kategori Tabel 2

N = jumlah tanaman yang diamati V = nilai numerik dari kategori tertinggi

Tabel 2 Penentuan nilai numerik tingkat serangan Nilai scoring Kategori serangan

Penghitungan populasi Spodoptera litura dilakukan pada 5 titik contoh kemudian dirata-ratakan (Gambar 2).

(20)

5

Gambar 3 Pengambilan titik contoh berdasarkan arah mata angin pada pengamatan kutu kebul

Penentuan tingkat serangan akibat thrips dilakukan dengan cara menghintung jumlah bunga yang terserang dalam satu rumpun tanaman, lalu dihitung menggunakan rumus (Cooke 2006):

I = kejadian penyakit

n = jumlah tanaman yang terserang N= jumlah tanaman contoh yahg diamati

PengamatanPenyakit

Pengamatan penyakit pada krisan dilakukan pada bagian batang, daun, dan bunga dengan mengamati secara langsung terhadap gejala yang terdapat pada tanaman contoh.

Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus (Cooke 2006):

I = kejadian penyakit

n = jumlah tanaman yang terserang N= jumlah tanaman contoh yahg diamati

Keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus Townsend dan Heuberger (1974 dalam Agrios 2005):

I = keparahan serangan

ni= jumlah tanaman yang terserang dengan kategori tertentu

vi = nilai numerik dari kategori (Tabel 3)

N = jumlah tanaman yang diamati V = nilai numerik dari kategori tertinggi

U

B T

(21)

6

Tabel 3 Penentuan nilai numerik intensitas serangan peyakit Nilai scoring Kategori penyakit

Identifikasi serangga dan patogen penyakit tanaman krisan dilakukan di laboratorium. Identifikasi kutudaun dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi Blackman dan Eastop (2000), identifikasi kutu kebul menggunakan kunci identifikasi Dooley (2007), dan identifikasi thrips menggunakan kunci identifikasi Mound & Kibby (1998).

Identifikasi kutudaun dilakukan pada preparat slide yang disiapkan sebelumnya. Kutudaun yang disimpan dalam alkohol 70% dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi alkohol 90% lalu direbus selama 5 menit. Kutudaun dituang ke dalam cawan sirakus, kemudian abdomen dilubangi sebagai tempat untuk mengeluarkan isi tubuh. Setelah itu, kutu daun dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi KOH 10% dan direbus hingga tubuh transparan kemudian isi tubuh dikeluarkan perlahan menggunakan jarum tangkai. Kutudaun yang sudah bersih dan transparan kemudian dicuci dengan akuades sebanyak dua kali. Setelah itu dilakukan pemberian alkohol secara bertingkat dari 50% selama 10 menit, 80% selama 10 menit, 90% selama 10 menit, alkohol absolut selama 10 menit, dan minyak cengkeh. Kemudian dilakukan mounting, yaitu penempatan dan pengaturan posisi kutudaun pada preparat slide yang selanjutnya ditutup kaca penutup dengan media tambahan media canada balsam.

Identifikasi kutu kebul dilakukan pada preparat slide dari spesimen pupa. Spesimen pupa kutu kebul dimasukan ke dalam cawan sirakus yang telah berisikan alkohol 80%, kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi berisaikan KOH 10% lalu dipanaskan selama 10 menit. Selanjutnya spesimen dituang kembali ke dalam cawan sirakus, KOH 10% dibuang diganti dengan asam asetat glasial yang ditambahkan alkohol absolut kemudian diaduk selama 3 menit. Tambahkan dua tetes karbol xylene lalu kocong sampai besih. Larutan tersebut lalu dibuang dan digantikan dengan asam asetal glasial yang dicampur asam fuchsin dan rendam selama 10 menit sampai satu malam. Larutan kemudian dibuang dan diganti dengan minyak cengkeh 10 menit, selanjutnya dilakukan mounting seperti kutudaun.

(22)
(23)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lahan Pertanaman Krisan

Desa Ciwalen termasuk Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pertanaman krisan yang diamati berada pada ketinggian 1 200 m dpl. Pertanaman krisan yang diamati terdiri dari umur 2 minggu, 2 bulan, dan 3 bulan pada awal pengamatan yang masing-masing memiliki luas 7x9 m dengan populasi setiap lahan 12 780 tanaman. Pengamatan juga dilakukan pada lahan pembibitan dan panen.

Gambar 4 Pertanaman krisan di desa Ciwalen kecamatan Cipanas: (a) lahan pembibitan, (b) pertanaman krisan umur 2 minggu, (c) pertanaman krisan umur 2 bulan, dan (d) pertanaman krisan umur 3 bulan

Budidaya Tanaman Krisan oleh Petani Bibit

Bibit yang digunakan petani merupakan hasil stek dari pertanaman sebelumnya. Perbanyakan secara stek merupakan perbanyakan secara vegetatif, keturunannya akan memiliki sifat yang sama dengan induknya. Penanaman stek menggunakan media sekam yang telah direndam selama 24 jam dan dilakukan pada meja pembibitan. Pembibitan ini dilakukan selama 14-20 hari.

Pola Tanam

Dalam budidaya krisan petani tidak melakukan rotasi tanaman. Penanaman tidak dilakukan bersamaan sehingga umur tanaman di tiap lahan berbeda. Tujuan petani melakukan hal tersebut agar petani terus dapat memanen hasil setiap saat.

a b

(24)

9 Dalam satu lahan, petani menanam lebih dari satu spesies krisan, yaitu Chrysanthemum coccineum, C. indicum, C. maximum, dan C. morifolium.

Pengolahan tanah dan penanaman

Pengelolaan tanah dilakukan 1 minggu sebelum tanam dengan cara menggenangkan lahan selama tiga hari. Jarak tanam yang dilakukan petani adalah (10-20)x(10-20) cm. Sementara menurut Mattjik 2010, jarak tanam krisan yang umum adalah (10-20)x(15-23) cm. Pemindahan bibit tanaman krisan ke lahan dilakukan saat bibit telah memiliki akar. Lahan siap tanam sebelumnya dicampurkan dengan pupuk kandang yang memiliki berbagai unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro berupa: nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur, sedangkan unsur hara mikro berupa: zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi (Lestarin 2012).

Perawatan krisan awal penanaman

Penanaman awal krisan membutuhkan penyinaran lampu selama 14 jam dalam sehari untuk membantu pertumbuhan tangkai krisan. Penyinaran lampu ini dilakukan sampai tanaman krisan berumur 2 bulan. Pemupukan dengan urea, TSP, phoska, dan NPK dilakukan saat tanaman krisan berumur 3 minggu secara rutin 2 minggu sekali sampai pucuk bunga muncul.

Panen dan Pemasaran

Krisan dapat dipanen pada saat tanaman berumur 4-5 bulan. Petani krisan menjual hasil panennya seharga Rp 7 000/ikat, satu ikat krisan berisi 10 batang. Petani pada satu lahan pertanaman mendapatkan 500-700 ikat krisan. Krisan hasil panen ini dipasarkan ke Jakarta.

Hama Tanaman Krisan

Pada lahan krisan di Cipanas, Cianjur dijumpai berbagai hama seperti yang tercantum pada Tabel 4 yang dapat berpotensi menjadi hama penting jika populasinya meledak di pertanaman.

Tabel 4 Jenis-jenis hama krisan pada berbagai umur pertanaman

No Jenis Hama Pembibitan Umur Tanaman Panen

(25)

10

Kutu Kebul, Bemisia tabaci Gennadius

Hasil pengamatan pada ketiga lahan tanaman krisan, dapat dilihat pada Gambar 5. Rata-rata populasi Bemisia tabaci pada lahan berumur 2 minggu terdapat 2 ekor pada daun atas, 4 ekor pada daun tengah, dan 3 ekor pada daun bawah, sementara pada lahan berumur 2 bulan terdapat 5 ekor pada daun atas dan 8 ekor untuk daun tengah dan daun bawah, serta pada lahan berumur 3 bulan terdapat 6 ekor pada daun atas, 9 ekor pada daun tengah, dan 10 ekor pada daun bawah. Dari ketiga bagian tanaman yang diamati, daun bawah memiliki rata-rata populasi tertinggi.

Gambar 5 Rata-rata populasi kutu kebul (Bemissia tabaci) pada tanaman krisan Kutu ini termasuk ke dalam ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae (Borror et al. 1996) yang memiliki ukuran imago yang sangat kecil, yaitu sekitar 1mm. Tubuh kutu ini bewarna keputihan atau kekuningan (Gambar 6a). Kutu kebul betina bertelur di bawah permukaan daun, terutama pada daun muda. Telurnya berbentuk elips dengan panjang 0.2–0.3 mm (Gambar 6b). Ciri morfologi dari kutu kebul ini yaitu terdapatnya seta pada ekor dengan ukuran setidaknya sepanjang lubang vasiform dan panjang dari abdomen segmen ke-7 tereduksi secara medial (Gambar 7). Gejala yang ditimbulkan oleh serangan kutu kebul adanya bercak hitam. Kehilangan hasil akibat serangan hama kutu kebul ini dapat mencapai 80% bahkan pada serangan berat dapat menyebabkan kehilangan hasil 100% (gagal panen) (Balitkabi 2012).

Gambar 6 B. tabaci: (a) Imago dan (b) telur dan pupa

(26)

11

Gambar 7 B. tabaci: (a) preparat pupa dan (b) telur, pupa, dan imago (www.cottoncrc.org.au)

Thrips, Thrips parvispinus Karny

Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat tingkat serangan Thrips parvispinus pada lahan berumur 2 minggu pada minggu ke-8 sebesar 4.29% hal ini dikarenakan pada pengamatan ke-1 sampai ke-7 pada pertanaman belum terdapat bunga, lahan berumur 2 bulan terlihat dari minggu ke-1 sebesar 6.43% sampai dengan minggu ke-8 sebesar 17.86%, sedangkan lahan berumur 3 bulan terlihat paling besar yakni minggu ke-1 sebesar 17.86% sampai minggu ke-8 sebesar 25.71%.

Gambar 8 Persentase serangan thrips (T. parvispinus)

Menurut kunci identifikasi, thrips ini termasuk ordo Thysanoptera famili Thripidae yang merupakan spesies Thrips parvispinus memiliki 7 ruas antena (ruas ke-2 memiliki organ sensori berbentuk kerucut bercabang seperti garpu), sepasang sayap berumbai yang panjangnya lebih dari setengah panjang abdomen berwarna gelap atau transparan, dan memiliki 11 ruas abdomen (tergit ke-5 dan ke-8 terdapat ctenidia). Serangga dewasa (imago) berukuran sangat kecil, dengan panjang tubuh lebih kurang 1 mm, bewarna kuning pucat hingga coklat kehitaman, dan abdomen berbentuk kerucut berwarna gelap (Gambar 9d). Hama ini ditemukan di lapang menyerang bunga (Gambar 9a) yang masih kuncup dan sudah mekar, dan mengakibatkan bunga menjadi bewarna kecoklatan (Gambar 9c) dan berbintik-bintik hitam (Gambar 9b).

a b

Imago

(27)

12

Gambar 9 T. parvispinus: (a) Bunga yang terserang, (b) dan (c) gejala serangan dan (d) preparat slide

Lalat Pengorok Daun, Liriomyza huidobrensis Blanchard

Tingkat serangan yang ditimbulkan oleh lalat pengorok daun pada lahan berumur 2 minggu dimulai pada minggu ke-2 sebesar 9.52% yang meningkat dengan cepat pada minggu ke-3 sebesar 23.81% selanjutnya peningkatan tidak terlalu tinggi hingga minggu ke-8. Persentase luas serangan minggu ke-8 pengamatan pada lahan berumur 2 minggu sebesar 32.38%. Pada lahan berumur 2 bulan dan 3 bulan peningkatan persentase kerusakan tidak jauh berbeda, terdapat penurunan dari minggu ke-2 sampai minggu ke-4 diduga akibat kerontokan daun. Persentase kerusakan minggu ke-8 lahan berumur 2 bulan dan 3 bulan berturut-turut sebesar 45.71% dan 50.48% (Gambar 10).

Gambar 10 Persentase kerusakan daun akibat serangan Liriomyzahuidobrensis Lalat pengorok termasuk dalam ordo Diptera, famili Agromyzidae. Larva hidup dengan cara mengorok daun sehingga pada daun terdapat alur-alur bekas gorokan (Gambar 11a). Menurut Rauf (2001), tubuh imago L. huidobrensis

a

c d

(28)

13 berwarna hitam mengkilat, dengna bagian tengah kepala, bagian samping toraks, dan skutelumn berwarna kuning (Gambar 11b). Hama dewasa (imago) menyerang mulai dari daun yang muda sampai tua dengan cara menghisap cairan tanaman yang keluar dari bekas tusukan ovipositor pada saat akan meletakkan telur (Balitkabi 2012).

Gambar 11 L. huidobrensis: (a) korokan pada daun dan (b) imago Ulat Grayak, Spodoptera litura Fabricius

Data hasil pengamatan pada ketiga lahan dapat dilihat pada Tabel 5. Rata-rata populasi ulat grayak (Spodoptera litura) pada lahan berumur 2 minggu sebanyak 0.25 ekor/m2, lahan berumur 2 bulan sebanyak 1.12 ekor/m2, dan lahan berumur 3 bulan sebanyak 1 ekor/m2.

Tabel 5 Populasi ulat grayak (Spodoptera litura)

Pengamatan ke- Rata-rata populasi/m

Ulat grayak tergolong dalam ordo Lepidoptera, famili Noctuidae. Larva instar awal memakan daun dan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas/transparan (Gambar 12a) dan tinggal tulang-tulang daun saja sementara larva instar 4 dan 5 memakan habis daun (Gambar 12c). Hama ini tidak hanya menyerang bagian daun pada pertanaman krisan tetapi juga memakan bagian tunas dan bunga (Gambar 12b). Ciri khas dari S. litura tubuhnya terdapat bintik-bintik segitiga berwarna hitam dan bergaris-garis kekuningan pada sisinya.

(29)

14

Gambar 12 S. litura: (a) serangan larva instar awal menyisakan sisa-sisa epidermis atas/transparan, (b) bunga yang terserang, (c) serangan larva instar 4 dan 5 memakan habis daun, dan (d) larva ulat grayak Kutudaun, Aphis gossyipii Glover dan Macrosiphoniella sanborni Gillete

Persentase tingkat serangan kutudaun pada pertanaman krisan yang diamati terlihat pada Gambar 13. Lahan berumur 2 minggu kutudaun terlihat mulai menyerang pada minggu ke-7 dengan besar 1.67% dan meningkat pada minggu ke-8 sebesar 2.5%. Lahan berumur 2 bulan terjadi penurunan persentase pada minggu ke-3 sampai ke-4 dan lahan berumur 3 bulan terlihat adanya penurunan persentase yang sangat drastis pada minggu ke-4. Penurunan persentase diakibatkan oleh perontokan secara alamai ataupun pengguguran daun yang dilakukan sengaja oleh petani sebagai pengendalian.

Kutudaun termasuk ordo Hemiptera, famili Aphididae. Spesies kutudaun yang ditemukan pada tanaman krisan yaitu Aphis gossypii dan Macrosiphoniella sanborni. Kutudaun A. gossypii ini merupakan serangga yang sangat polifag dengan ciri khas femur yang pucat dan warna kauda kehitaman(Kalshoven 1981; Blackman & Eastop 2000). Inangnya antara lain kapas, kapuk, wijen, kopi, jeruk, cabai, mentimun, dan tanaman hias.

Gambar 13 Persentase serangan kutudaun (A. gossypii dan M. sanborni) M. sanborni memiliki ciri khas warna antena segmen 3, proksimal femur, dan bagian tengah tibia pucat. M.sanborni merusak dengan cara mengisap cairan tanaman dengan alat mulutnya yang bertipe menusuk menghisap. Akibatnya tanaman menjadi layu, kualitas bunga menurun akibat malformasi, bahkan pada serangan berat tanaman gagal menghasilkan bunga. Kutudaun yang menyerang bagian bunga yang masih kuncup ataupun yang sudah mekar serta pada bagian

(30)

15 daun, semuanya merupakan bagian yang dapat menurunkan harga jual produk tanaman hias (Maryam 1998).

Gambar 14 Kutudaun: (a) Gejala serangan kutudaun pada daun krisan (daun berkerut), (b) preparat A. gossypii, dan (c) preparat M. sanbroni

Penyakit Tanaman Krisan

Hasil pengamatan, ditemukan beberapa penyakit di lahan krisan pada berbagai umur pertanaman seperti yang tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6 Jenis-jenis penyakit krisan pada berbagai umur pertanaman

No. Jenis Penyakit Pembibitan Umur Tanaman Panen 2 minggu 2 bulan 3 bulan

Penyakit karat putih terdapat pada pertanaman berumur 2 minggu, 2 bulan, dan 3 bulan. Pada Gambar 15 diperoleh hasil, bahwa perkembangan kejadian dan keparahan penyakit tidak berbeda. Kejadian penyakit karat putih pada minggu ke-1 sampai minggu ke-8 terus meningkat, hal ini karena penyebaran patogennya melalui percikan air dan patogen dapat berkembang baik pada kondisi basah. Pada saat pengamatan, kondisi lahan berada pada rata-rata suhu 27oC dan kelembaban 96 %. Penurunan kejadian penyakit pada minggu ke-3 pada pertanaman berumur 3 bulan dan minggu ke-6 pada pertanaman berumur 2 bulan dikarenakan daun yang terserang karat putih mengalami kerontokan.

(31)

16

(a) (b)

Gambar 15 Penyakit karat putih pada pertanaman krisan: (a) kejadian penyakit dan (b) keparahan penyakit

Penyakit karat putih pada krisan disebabkan oleh cendawan Puccinia horiana. Cendawan ini bersifat parasit obligat atau hanya hidup sebagai parasit pada tanaman hidup. Menurut Suhardi (2009), patogen karat putih menghasilkan dua jenis spora, yaitu teliospora yang merupakan spora rihat dan basidiospora yang dihasilkan oleh teliospora yang telah berkecambah. Teliospora akan berkecambah apabila kelembapan udara sangat tinggi yaitu Rh 96-100%. Teliospora berbentuk oblong dengan warna kuning pucat dan berukuran 52 µm (Gambar 16a).

Gejala penyakit mulai dari daun tanaman muda hingga panen. Gejala P. horiana pada daun krisan dimulai dengan munculnya bercak berwarna kuning pada permukaan atas daun, kemudian diikuti dengan perubahan warna pusat bercak dari putih menjadi coklat tua (Gambar 16b). Pada permukaan bawah daun terbentuk pustul (Gambar 16c) yang pada awalnya berwarna merah muda, selanjutnya pustul membesar dan berwarna putih, daun rontok dan akhirnya mati.

Penyakit karat putih pada krisan pertama kali dilaporkan menginfeksi pertanaman krisan di beberapa negara seperti Inggris, Selandia Baru, Afrika Selatan, dan Australia. P. horiana dilaporkan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1990, diduga melalui bibit krisan impor (Hanudin dan Marwoto 2012). Kehilangan hasil krisan akibat penyakit karat putih belum pernah dihitung secara tepat. Kehilangan hasil diperkirakan mencapai 30% karena penurunan nilai jual dan penundaan waktu panen (Suhardi 2009).

Gambar 16 Gejala dan penyebab karat putih Puccinia horiana: (a) teliospora P. horiana, (b) gejala bercak bewarna kuning pada permukaan atas daun, dan (c) pustul yang terdapat pada permukaan bawah daun

c b

(32)

17 Karat Hitam

Penyakit karat hitam terdapat pada ketiga lahan pengamatan. Gejala penyakit ini terlihat mulai dari daun tanaman muda hingga saat panen. Perkembangan kejadian dan keparahan penyakit berbeda pada pertanaman berumur 2 minggu, 2 bulan, dan 3 bulan seperti terlihat pada Gambar 17, kejadian penyakit pada pertanaman berumur 3 bulan meningkat dari minggu ke-1 sampai minggu ke-4 dan mengalami penurunan pada minggu ke-5 sampai ke-6 yang diduga karena daun mengalami kerontokan. Keparahan penyakit pada pertanaman berumur 2 minggu, 2 bulan dan 3 bulan dari minggu ke-1 sampai ke-8 mengalami peningkatan yang diakibatkan oleh meningkatnya suhu dan kelembapan pada saat pengamatan dilakukan.

(a) (b)

Gambar 17 Penyakit karat hitam pada pertanaman krisan: (a) kejadian penyakit dan (b) keparahan penyakit

Penyakit karat hitam disebabkan oleh Puccinia chrysanthemi. Patogen ini mempunyai urediospora bersel satu, bulat dan berbentuk ginjal dengan dinding sel berjerawat bewarna coklat atau putih cerah (Gambar 18a). Kadang-kadang terdapat urediospora yang bersel dua, dianggap sebagai urediospora yang berlekatan.

Gejala gangguan P. chrysanthemi pada daun krisan adalah muncul bintik coklat atau hitam di permukaan daun (Gambar 18b) yang diikuti dengan adanya bintik-bintik klorosis di permukaan bawah daun (Gambar 18c). Penyakit ini berkembang biak pada kelembapan tinggi terutama pada tanaman dengan jarak tanaman yang rapat.

Gambar 18 Gejala dan penyebab karat hitam (P. chrysanthemi): (a) urediospora P. chrysanthemi, (b) gejala bintik hitam pada permukaan atas daun, dan (c) bintik klorosis di bawah permukaan daun

(33)

18

Layu Fusarium

Penyakit layu fusarium terdapat pada pertanaman berumur 2 minggu, 2 bulan, dan 3 bulan. Perkembangan kejadian dan keparahan penyakit layu fusarium pada minggu ke-1 sampai ke-8 terlihat adanya peningkatan seperti yang terlihat pada Gambar 19. Pada grafik terlihat, bahwa pertanaman berumur 3 bulan memilliki kejadian dan keparahan yang jauh lebih tinggi dibandingkan lahan lainnya.

(a) (b)

Gambar 19 Layu fusarium pada krisan: (a) kejadian penyakit dan (b) keparahan penyakit

Penyakit ini disebabkan oleh Fusarium oxysporum yang mengakibatkan tanaman layu, daun menguning dan mengering, akhirnya mengakibatkan kematian tanaman (Gambar 20a). Patogen ini merupakan patogen tular tanah yang bertahan secara alami di dalam media tumbuh dan akar-akar tanaman sakit dalam jangka waktu yang relatif lama. Patogen ini mempunyai konidiofor bercabang-cabang dengan rata-rata panjang 70µm. Cabang-cabang samping biasanya bersel satu, panjangnya sampai 14µm. Konidium terbentuk pada ujung cabang utama atau cabang samping. Mikrokonidium banyak dihasilkan oleh cendawan F. oxysporium pada semua kondisi, bersel satu atau dua, hialin, jorong atau agak memanjang, berukuran (5-7) x(2.5-3) µm, tidak bertangkai kecil, tidak bersekat atau kadang bersekat satu dan berbentuk bulat telur atau lurus (Gambar 20b). Makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel empat, hialin, berukuran (22-36) x (4-5) µm. Klamidiospora bersel satu, jorong atau bulat, berukuran (7-13) x (7-8) µm, terbentuk di tengah hifa atau pada makrokonidium, seringkali berpasangan (Djaenuddin 2011).

Gambar 20 Gejala layu dan penyebab F. oxysporium: (a) tanaman terserang menjadi layu dan (b) mikrokonidium F. oxysporium

(34)

19 Embun jelaga

Penyakit embun jelaga hanya ditemukan di pertanaman berumur 2 bulan dan 3 bulan seperti terlihat pada Gambar 21, kejadian dan keparahan penyakit pada pertanaman berumur 2 bulan mengalami peningkatan pada pengamatan minggu ke-5 sampai ke-8, sedangkan pada lahan berumur 3 bulan peningkatan terjadi dari minggu ke-1 sampai ke-8. Peningkatan kejadian dan keparahan yang sangat tinggi diduga karena adanya peningkatan serangan dari hama kutu kebul sebagai serangga penghasil embun madu yang berasosiasi dengan cendawan ini.

(a) (b)

Gambar 21 Penyakit bercak hitam pada pertanaman krisan:(a) kejadian penyakit dan (b) keparahan penyakit

Cendawan penyebab penyakit embun jelaga belum teridentifikasi dikarenakan konidia yang ditemukan pada gejala penyakit ini berbeda dengan konidia Capnodium sp. yang biasanya merupakan cendawan penyebab embun jelaga. Konidia yang ditemukan pada penyakit ini berbentuk bulat, memiliki 2 inti sel (Gambar 22c), tidak bersekat, bewarna hialin, dan memiliki 1 atau 2 dinding sel (Gambar 22b). Penutupan pada daun ini menyebabkan berkurangnya luasan daun untuk berfotosintesis dan permukaan daun menjadi kotor (Faridah 2011).

Gejala embun jelaga ini membentuk lapisan berwarna hitam, kering dan tipis pada permukaan atas daun (Gambar 22a). Lapisan itu dapat mengakibatkan kematian pada tanaman karena akan mengurangi fotosintesis dan respirasi daun.

Gambar 22 Bercak hitam: (a) lapisan hitam pada permukaan atas daun, (b) dan (c) mikroskopis cendawan penyebab embun jelaga

(35)

20

Embun Tepung

Penyakit embun tepung terjadi pada semua umur pertanaman krisan (Gambar 23). Kejadian dan keparahan dari tiap lahan meningkatan dari minggu ke-1 sampai ke-8. Penyakit embun tepung juga menimbulkan gejala di lahan pembibitan (Gambar 24b). Kejadian penyakit embun tepung mencapai 50 % tetapi keparahan hanya mencapai lebih kurang 10%, diduga karena ketinggian tempat tidak mendukung perkembangan cendawan ini.

(a) (b)

Gambar 23 Penyakit embun tepung pada pertanaman krisan: (a) kejadian penyakit dan (b) keparahan penyakit

Gejala penyakit ini berupa lapisan putih bertepung pada permukaan atas daun (Gambar 24a).Tepung ini sebenarnya merupakan masa dari konidia cendawan. Pada serangan berat menyebabkan daun pucat dan mengering. Menurut Chandra 2008, patogen Oidium chrysanthemi tumbuh baik di daerah dengan ketinggian 500-1000 m dpl dan pada daun yang masih muda.

Gambar 24 Embun tepung: (a) lapisan tepung pada permukaan daun, (b) embun tepung pada pembibitan, dan (c) mikroskopis O. chrysanthemi

Hawar Daun

Kejadian dan keparahan penyakit hawar daun pada pertanaman berumur 2 minggu lebih besar dibandingkan lahan berumur 2 bulan dan 3 bulan. Pada Gambar 25 pertanaman berumur 2 bulan pada minggu ke-1 hingga ke-5 tidak menunjukkan adanya gejala penyakit hawar daun. Perbedaan ini diduga karena perbedaan cuaca pada saat pengamatan dilakukan.

b

(36)

21

(a) (b)

Gambar 25 Penyakit hawar daun pada pertanaman krisan: (a) kejadian penyakit dan (b) keparahan penyakit

Gejala yang ditimbulkan, pada permukaan daun terdapat bercak-bercak coklat tidak beraturan, lama kelamaan bercak tersebut meluas ke seluruh permukaan daun seperti Gambar 26a yang mengakibatkan daun gugur saat terkena angin. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Helminthosporium sp. yang memiliki konidia memanjang dengan ujung agak menyempit, berwarna coklat. Konidia dibatasi 7 sekat melintang dan membagi konidia menjadi delapan sel seperti pada Gambar 26b.

Gambar 26 Gejala dan penyebab hawar daun: (a) bercak coklat tidak beraturan pada daun dan (b) konidia Helminthosporium sp.

Kerdil

Pada Gambar 27 dapat dijelaskan bahwa tingkat kejadian dan keparahan penyakit kerdil dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut terdapat pada tanaman berumur 3 bulan, 2 bulan, dan 2 minggu. Hal ini diduga karena, masa inkubasi virus untuk menghasilkan gejala pada tanaman sekitar 2 sampai 3 bulan tergantung dengan kultivarnya (Diningsih 2008).

Penyakit ini disebabkan oleh Chrysanthemum stunt viroid (CSVd) yang menyebabkan gejala daun belang hijau dan kuning, kadang-kadang bergaris serta tanaman tumbuh kerdil, tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih awal dan bunganya berwarna menjadi pucat.

(37)

22

(a) (b) Gambar 27 Penyakit kerdil pada pertanaman krisan: (a) kejadian penyakit dan

(b) keparahan penyakit Busuk Pangkal Batang

Penyakit ini disebabkan oleh Pythium spp. yang dijumpai pada lahan pembibitan. Gejala serangan yakni kelayuan tanaman dan daun menguning terutama daun bagian bawah. Pangkal batang yang berbatasan dengan akar terjadi pembusukan yang berwarna kehitaman (Gambar 28). Bila tanaman dicabut, akar bewarna coklat sampai hitam dan mengkerut.

Gambar 28 Gejala Pythium sp. pada pembibitan Kapang Kelabu

Penyakit ini ditemukan pada bunga krisan pada proses pemanenan. Gejala pada bunga terdapat gejala busuk (Gambar 29). Menurut Budiarto 2006, gejala kapang kelabu ini diakibatkan oleh cendawan Botrytis cinerea yang dapat menyebar dengan perantara angin atau serangga serta hanya terjadi pada musim hujan.

(38)

23 Pengelolaan hama dan penyakit oleh petani

Pengamatan hama dan penyakit

Petani tidak melakukan pengamatan secara rinci terhadap serangan serta keparahan dari hama dan penyakit pada lahannya. Namun, menurut pengalaman sebelumnya petani mengatakan bahwa kutu kebul dan pengorok daun merupakan hama terpenting yang menyerang pertanaman krisan. Petani juga mengatakan bahwa kutu kebul pernah menyerang pertanaman krisan hingga mengalami gagal panen. Menurut petani, karat putih merupakan penyakit yang sering menyerang pertanaman, penyakit karat putih ini merupakan penyakit yang sangat cepat menyebar di pertanaman.

Pengendalian yang dilakukan

Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan petani antara lain melalui teknik budidaya yaitu memberi pupuk organik secara rutin, pembuangan daun yang terserang penyakit, dan penyiangan gulma. Beberapa petani membiarkan sisa-sisa tanaman krisan yang tidak dapat dijual karena rusak oleh serangan hama atau terinfeksi penyakit membusuk di pertanaman.

Petani juga melakukan pengendalian dengan menggunakan pestisida kimia sintetik yang dilakukan sejak tanaman krisan sudah memiliki pucuk baru dengan tujuan mencegah hama tersebut sebelum muncul. Aplikasi pestisida selanjutnya dilakukan berdasarkan status hama atau secara rutin setiap satu minggu sekali. Aplikasi pestisida juga bergantung pada keadaan ekonomi petani. Petani mengaplikan pestisida umumnya ditujukan secara umum untuk semua hama yang terdapat di pertanaman, oleh karena itu pestisida yang dipilih adalah pestisida berspektrum luas antara lain pestisida berbahan aktif karbaril, deltametrin, sipermetrin, karbofuran, imidakloropid dan klorpirifos. Pestisida diaplikasikan dengan cara mencampur pestisida satu dengan yang lainnya. Hal ini ditujukan untuk menghemat biaya tenaga kerja.

Pembahasan Umum

Permasalahan yang ditemukan pada pertanaman krisan selama pengamatan berlangsung diantaranya adalah OPT yang berasal dari kelompok hama dan penyakit. Hama yang ditemukan pada pertanaman krisan yaitu kutu daun (Aphis gossypii dan Macroshiponiella sanborni), thrips (Thrips parvispinus), kutu kebul (Bemisia tabaci), ulat grayak (Spodoptera litura), dan lalat penggorok daun (Liriomyza huidobrensis). Penyakit yang ditemukan di pertanaman krisan yaitu karat putih (Pucciana horiana), karat hitam (Pucciana chrysanthemi), layu fusarium (Fusarium oxysporium), busuk pangkal batang (Pythium sp.), embun jelaga, embun tepung (Oidium chrysanthemi), hawar daun (Helminthosporium sp.), kerdil (Chrysanthemum stunt viroid (CSVd)), dan kapang kelabu (Botrytis cinerea). Hama dan penyakit yang ditemukan sebagian besar terdapat pada semua umur tanaman, namun persentase luas serangan, serta kejadian dan keparahan penyakit berbeda pada setiap umur tanaman.

(39)

24

tanaman berumur 2 bulan terdapat 5 ekor pada daun atas dan 8 ekor untuk daun tengah dan daun bawah, serta pada tanaman berumur 3 bulan terdapat 6 ekor pada daun atas, 9 ekor pada daun tengah, dan 10 ekor pada daun bawah. Embun jelaga yang dihasilkan oleh kutu kebul mengakibatkan adanya penurunan produksi bunga krisan. Tingkat serangan embun jelaga di lapangan pada tanaman berumur 2 bulan sebesar 5.14% dan pada tanaman berumur 3 bulan sebesar 22.86%. Cendawan penyebab embun jelaga belum terindentifikasi, cendawan ini menutupi permukaan daun sehingga luasan daun untuk berfotosintesis menjadi berkurang.

Penyakit karat putih yang terjadi di lapangan merupakan jenis cendawan P. horiana pada pertanaman berumur 2 minggu tingkat serangan mencapai 40%, lahan berumur 2 bulan 41.14%, dan pertanaman berumur 3 bulan 42.86%. Cendawan ini merupakan cendawan parasit obligat pada tanaman hidup, penyakit ini menimbulkan pustul bewarna putih pada permukaan bawah daun. Selain, kedua penyakit tersebut juga didapatkan penyakit yang hampir sama dengan karat putih yakni penyakit karat hitam yang disebabkan oleh cendawan P. chrysanthemi. Penyakit ini ditemukan dilapang dengan persentase tingkat kerusakan pada tanaman berumur 2 minggu 13.14%, tanaman berumur 2 bulan 23.42%, dan tanaman berumur 3 bulan 29.14%. Ketiga penyakit tersebut dapat menurunkan tingkat produksi karena menyerang daun yang merupakan bagian terpenting pada tanaman krisan selain bunga.

Hama lain yang menimbulkan tingkat kerusakan yang tinggi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan adalah hama lalat pengorok daun L. huidobrensis dengan persentase kerusakan pada tanaman berumur 2 minggu 22.98%, tanaman berumur 2 bulan 37.68%, dan tanaman berumur 3 bulan 40.95%. Persentase kerusakan yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan jumlah produksi karena hama ini menyerang bagian daun yang juga merupakan bagian terpenting pada tanaman krisan. Sedangkan kerusakan hama-hama lain yang ditemukan masih berada di bawah ambang ekonomi.

Petani telah melakukan pengendalian terhadap hama dan penyakit yang mengganggu tanaman krisan di lapangan yaitu seperti penyemprotan pestisida secara rutin setiap dua kali seminggu, pemotongan bagian tanaman yang terserang hama dan penyakit, penyulaman tanaman sakit pada 1-3 minggu setelah pindah tanam, dan melakukan penggenangan pada lahan yang akan ditanami selama 3 hari.

(40)

25 Pengendalian penyakit dengan cara pemotongan tanaman yang terserang memang sudah benar hanya saja perlakuan terhadap sisa-sisa tanaman sakit yang dipotong tersebut tidak dilakukaan dengan sebagaimana mestinya. Seharusnya sisa-sisa tanaman sakit yang telah di potong dibuang jauh dari lahan pertanaman krisan dan sebaiknya dibakar. Pengendalian ini juga seharusnya diimbangi dengan sanitasi gulma-gulma yang ada di sekitar pertanaman krisan karena sisa-sisa tanaman sakit yang dibuang dan gulma di sekitar pertanaman dapat menjadi inang alternatif hama tanaman krisan.

(41)

26

PENUTUP

Kesimpulan

Keanekaragaman hama dan penyakit di lapangan sangat beragam. Hama yang ditemukan pada pertanaman krisan adalah kutu daun (Aphis gossypii dan Macroshiponiella sanborni), thrips (Thrips parvispinus), kutu kebul (Bemisia tabaci), ulat grayak (Spodoptera litura), dan lalat pengorok daun (Liriomyza huidobrensis). Penyakit yang ditemukan pada pertanaman krisan adalah karat putih (Puccinia horiana), karat hitam (Puccinia chrysanthemi), layu fusarium (Fusarium oxysporium), busuk pangkal batang (phytium sp.), embun jelaga, embun tepung (Oidium chrysanthemi), hawar daun (Helminthosporium sp.), kerdil (Chrysanthemum stunt viroid (CSVd)), dan kapang kelabu (Botrytis cinerea). Hama dan penyakit tersebut sebagian besar terdapat pada semua tingkat umur tanaman krisan, namun persentase luas serangan, serta kejadian dan keparahan penyakit berbeda pada setiap umur tanaman yang terserang. Hama yang mengakibatkan kerugian paling besar yakni kutu kebul pada tanaman umur 2 bulan dan 3 bulan dan penyakit yang mengakibatkan kerusakan paling tinggi adalah karat putih pada semua umur tanaman. Petani telah melakukan beberapa pengendalian di lapangan diantaranya penyemprotan pestisida, perontokan daun dan bagian tanaman lain yang terserang penyakit, dan pengelolaan tanah sebelum tanam.

Saran

(42)

27

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. New York (US): Academic Press. Barnett H, Hunter BB. 1999. Illustrated Genera Fungi of Imperfect Fungi. Edisi

ke-4. Minnesota: APS Press.

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World’s Crop: An Identification and Information Guide. 2nd ed. London: The Natural History Museum. Borror DJ, Johnson NF, Triplehorn CA. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.

Ed ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada Univ Press. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insect.

[BPS] Badan Penelitian Statistika. 2010. Data statistika produksi tanaman hias [Internet]. [diunduh 2012 26 November]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/flip_2011/5206004/index11.php?pub= Statistik%20Tanaman%20Hias%20Indonesia%202010

Budiarto, Sulyo KY, Maaswinkel R, Wuryaningsih S. 2006. Budidaya Krisan Bunga Potong: Prosedur sistem produksi. Jakarta (ID): Puslitbanghorti. ISBN: 979-8842-20-0

[Balitkabi] Balai penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian.2012. Kutu kebul Bemisia tabaci: aleyrodidae hama penting pada tanaman dan cara pengendaliannya [internet] [diunduh 2013 agus 10] Tersedia pada:

http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/info-teknologi/1013-kutu-kebul- bemisia-tabaci-aleyrodidae-hama-penting-pada-tanaman-kedelai-dan-cara-pengendaliannya.html

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World’s Crop: An Identification and Informatiion Guide. 2nd ed. London: The Natural History Museum. Chandra D. 2008. Inventarisasi hama dan penyakit pertanaman jarak pagar

(Jatropha curcas Linn.) di Lampung dan Jawa Barat [Skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Cooke BM. 2006. Disease Assessment and Yield Loss. In: The Epidemiology of Plant Diseases, Cooke, B.M., D.G. Jones and B. Kaye (Eds.). 2nd Ed., Springer, Netherlands, ISBN: 10 1-4020- 4580-8, pp: 43-80.

Djaenuddin N. 2011. Bioekologi penyakit layu Fusarium Fusarium oxysporum. Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan; 07 Juni 2011; Makassar.

Dooley J. 2007. Key to the Commonly Intercepted Whitefly Pest [internet].

[diunduh 2013 Agu 20]. Tersedia pada:

http://keys.lucidcentral.org/keys/v3/whitefly/PDF_PwP%20ETC/Key%20to %20commonly%intercepted%20pests%20embedded%20images%20.pdf Faridah D. 2011. Hama dan penyakit tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) di

kecamatan Rancabungur dan kampus IPB Dramaga Bogor [Skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(43)

28

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia.Lan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagenvan de Cultuurgewassengin Indonesie.

Lestari DY. 2012. Cara pembuatan pupuk organic cair [laporan hasil penelitian], Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta.

Mattjick NA. 2010. Budidaya Bunga Potong dan Tanaman Hias. Bogor (ID): IPB Press.

Maryam. 1998. Beberapa aspek biologi kutu daun pada tanaman krisan. J Hort. 7(4):908-912.

Mound L, Kibby G. 1998. Thysanoptera an Identification Guide. 2nd Ed. London: CAB International

Purwanto AW, Tri M. 2009. Krisan, Bunga Seribu Warna. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Rauf A. 2001. Bioekologi, pemantauan, dan pengendalian lalat pengorok daun lirimyza spp. Lokakarya Pengamatan dan Peramalan Organisme Pengganggu Tanaman Hortikultura: Jatisari, 11-13 September 2001.

Rukmana R, Mulyana AE. 1997. Krisan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Suhardi. 1996. Manajemen Agribisnis Bunga Potong. Jakarta (ID): UI Press. SemangunH. 1993. Konsep dan Asas Dasar Pengelolaan Penyakit Tumbuhan

Terpadu. Prosiding Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Yogyakarta

Setijo P. 2005. Benih Kacang Panjang. Yogyakarta (ID): Kanisius.

(44)

29

(45)
(46)

31

Lampiran 2

Data Keparahan Penyakit per Lahan Pengamatan

(47)

32

Lampiran 3

Luas Serangan Hama pada Tanaman Krisan

1. Thrips

Pengamatan ke- Persentase serangan (%)

2 minggu 2 bulan 3 bulan

Pengamatan ke- Kerusakan daun (%)

2 minggu 2 bulan 3 bulan

Pengamatan ke- Persentase serangan (%)

(48)

33 Lampiran 4

(49)
(50)

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandung pada tanggal 28 Oktober 1991. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Mushardi dan Ibu Elfariana. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Karang Pawulang IV Bandung pada tahun 2003 dan pendidikan di SLTP Negeri 34 Bandung pada tahun 2006. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 11 Bandung pada tahun 2009.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Penulis mengambil minor Ekonomi Pertanian dari Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.

Gambar

Tabel1  Produksi tanaman hias di Indonesia tahun 2009-2011a
Gambar 3 Pengambilan titik contoh berdasarkan arah mata angin pada
Gambar 4  Pertanaman krisan di desa Ciwalen kecamatan Cipanas: (a) lahan
Tabel 4  Jenis-jenis hama krisan pada berbagai umur pertanaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 10 Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman terung dengan umur 3 bulan, 4 bulan dan 5 bulan Penelitian ini memperlihatkan

[r]

pada penelitian ini adalah pengamatan jamur secara mikroskopis, gejala serangan yang terjadi pada tanaman krisan di lapangan dan pengamatan jamur penyebab

Hasil penelitian didapat jamur yang menyebabkan penyakit pada tanaman krisan di lapangan adalah Puccinia horiana, Septoria sp., Fusarium sp.. pada bunga, dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menginventarisasi jamur penyebab penyakit pada tanaman krisan ( Chrysanthemum sp.) di Kecamatan Berastagi.. Penelitian ini

Peubah yang diamati ialah: (1) tinggi tanaman yang diamati pada umur 1–5 minggu setelah aplikasi CMA, (2) jumlah sulur yang diamati pada umur 1–5 minggu setelah aplikasi CMA,

Hasil pengamatan persentase keparahan penyakit (PP) hawar daun bakteri pada bulan April-Juni 2006 pada bibit umur 6-9 minggu……… Hasil pengamatan persentase keparahan penyakit

Peubah yang diamati ialah: (1) tinggi tanaman yang diamati pada umur 1–5 minggu setelah aplikasi CMA, (2) jumlah sulur yang diamati pada umur 1–5 minggu setelah aplikasi CMA,