KEANEKARAGAMAN DAN PARASITISASI PARASITOID
PADA PERTANAMAN SAYURAN DI BOGOR
MUHAMAD NURHUDA NUGRAHA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Muhamad Nurhuda Nugraha
ABSTRAK
MUHAMAD NURHUDA NUGRAHA. Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI.
Pada suatu pertanaman, lingkungan agroekosistem dapat memengaruhi keanekaragaman serta keefektifan komunitas parasitoid sebagai musuh alami serangga hama. Sebuah survei untuk mempelajari keanekaragaman serangga parasitoid dan parasitisasinya dilakukan di beberapa lahan sayuran di Bogor pada bulan Agustus sampai Oktober 2012 berdasarkan 3 kriteria pertanaman berbeda, yaitu: pola budidaya (organik dan konvensional), keanekaragaman tanaman sayuran di sekitar (5-8 sp. dan 9-15 sp.) dan perbedaan umur pertanaman (3, 4 dan 5 bulan). Dengan membuat garis transek sepanjang 50 langkah di setiap lahan pertanaman yang telah dipilih, telur larva dan pupa serangga hama dikumpulkan, lalu dihitung kejadian parasitisasi dan keanekaragaman parasitoidnya. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap tiga kriteria pertanaman yang digunakan. Walaupun begitu, berdasarkan keanekaragaman tanaman sekitar, tingkat parasitisasi pada lahan dengan keanekaragaman tanaman sayuran yang lebih sedikit (5-8 sp.), lebih tinggi dibandingkan lahan dengan keanekaragaman tanaman sayuran yang lebih banyak (9-15 sp.). Hal ini dapat disebabkan karena keterbatasan unit pengambilan contoh dan faktor lain yang memengaruhi seperti habitat sekitar, cuaca dan interaksi yang kompleks antar spesies dalam suatu agroekosistem.
ABSTRACT
MUHAMAD NURHUDA NUGRAHA. Diversity and Parasitism of Parasitoids in Vegetable Plants in Bogor. Supervised by DAMAYANTI BUCHORI.
In an agricultural area, agroecosystem could influence diversity and parasitism of parasitoids as natural enemies of insect pests. A survey to learn diversity and rate of parasitism of insect pests by parasitoids had been conducted in several agricultural fields with different criteria, such as farming practice (organic and convensional), species richness of vegetable crops (5-8 sp. and 9-15 sp.) and different crop ages (3, 4 and 5 months), in Bogor from August to October 2012. By making a 50 steps line transect for every field, eggs, larvae and pupa of insect pests were collected monthly, reared in laboratory and incidence of parasitism were calculated. The results showed that there were no significant differences on diversity and rate of parasitism based on three criterias used. However, based on the diversity of vegetable plant species around, the rate of parasitism in field with less plant species diversity (5-8 sp.) was higher than the field with more vegetable plant species diversity (9-15 sp.). These results might be caused by the limited number of samplings conducted and other potential factors such as surrounding habitat, seasonal fluctuation, and complex interactions between species in agroecosystem.
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
KEANEKARAGAMAN DAN PARASITISASI PARASITOID
PADA PERTANAMAN SAYURAN DI BOGOR
MUHAMAD NURHUDA NUGRAHA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Program Studi Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor
Nama Mahasiswa : Muhamad Nurhuda Nugraha
NIM : A34070052
Disetujui oleh
Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc. Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen
PRAKATA
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya, penelitian dan penulisan tugas akhir sarjana ini dapat diselesaikan. Tugas akhir sarjana ini berjudul: ”Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor” dan berlangsung sejak Maret 2012 hingga September 2013. Penulis sangat bersyukur atas ilmu dan pengalaman yang didapat selama proses meraih gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc atas bimbingan yang diberikan hingga penelitian dan penulisan tugas akhir sarjana ini diselesaikan, dan juga kepada Dr. Akhmad Rizali atas arahan dan pelatihan yang diberikan. Penulis yakin ilmu baru yang didapat seperti cara penggunaan perangkat keras GPS Map dan perangkap lunak Quantum GIS dan R, akan lebih bermanfaat suatu hari nanti. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mba Adha Sari dan Mba Nita selaku laboran di Laboratorium Pengendalian Hayati yang telah banyak membantu dan juga kepada Pa Sudarsono serta Yasin Farid sebagai teman dan rekan kerja yang baik dalam penelitian ini. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam tahap identifikasi dan analisis statistik yaitu Pa Puji, Mba Laras, Rizki, Tuti, Pa Uyung serta kepada teman-teman di Goettingen yang telah banyak membantu memudahkan akses terhadap jurnal-jurnal internasional. Kepada Bu Tri, Pa Giyanto dan Pa Kikin atas diskusi dan arahan selama penulis menempuh studi di departemen ini. Kepada seluruh teman-teman di Departemen Proteksi Tanaman dan Laboratorium Pengendalian Hayati Faperta IPB secara khusus dan teman-teman dari berbagai departemen dan fakultas di Institut Pertanian Bogor baik junior maupun senior serta teman seperjuangan atas dukungan dan kebersamaannya. Akhirnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan sedalam-dalamnya kepada Ibu dan Bapak yang sangat Penulis cintai atas perhatian, kasih sayang, kepercayaan, doa serta kesabaran yang diberikan. Juga atas diskusi dan cerita-cerita masa lalu yang menginspirasi dan memotivasi penulis dalam menjalani hidup ini.
Akhir kata, tidak ada yang sempurna di dunia ini, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Sang Pencipta seluruh alam. Semoga tulisan ini bermanfaat. Aamiin.
Bogor, September 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
BAHAN DAN METODE 4
Waktu dan Lokasi Penelitian 4
Metode Penelitian 5
Survei dan Penentuan Lokasi 5
Pengambilan Contoh Serangga 9
Identifikasi Serangga 9
Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Keanekaragaman, Serangan Hama dan Parasitisasi Parasitoid pada
Pertanaman Sayuran di Bogor 10
Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Keanekaragaman dan Tingkat
Parasitisasi Parasitoid: Studi Kasus pada Pertanaman Caisin 13 Pengaruh Keanekaragaman Tanaman Sayuran di Sekitar terhadap
Keanekaragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid: Studi Kasus pada
Pertanaman Polikultur Kubis 15
Pengaruh Perbedaan Umur Tanaman terhadap Keanekaragaman
Parasitoid: Studi Kasus pada Pertanaman Terung 18
SIMPULAN DAN SARAN 20
DAFTAR PUSTAKA 21
vi
DAFTAR TABEL
1. Deskripsi lokasi penelitian di daerah Bogor 4 2. Keanekaragaman spesies sayuran di sekitar pertanaman polikultur kubis
di Desa Tugu Selatan, Cisarua 7
3. Keanekaragaman, serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada
pertanaman sayuran di Bogor 10
4. Frekuensi serangan hama pada pertanaman sayuran di Bogor 11 5. Jumlah parasitoid (per individu inang) pada pertanaman sayuran di Bogor 12 6. Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada
pertanaman caisin organik dan konvensional 13 7. Komposisi spesies parasitoid antar lahan dengan sistem pertanian berbeda
berdasarkan indeks kemiripan Sorensen 14
8. Kelimpahan hama dan parasitoid pada pertanaman terung dengan umur
3, 4 dan 5 bulan 19
DAFTAR GAMBAR
1. Peta lokasi penelitian di daerah Bogor 5
2. Gambar pertanaman caisin (a) organik di Desa Tugu Selatan dan (b)
konvensional di Desa Situ Daun 6
3. Pertanaman kubis dengan keanekaragaman (a) 5-8 spesies tanaman sayuran dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitar 7 4. Pertanaman terung berumur (a) 3 bulan di Desa Bojong dan (b) terung
berumur 4 bulan di Desa Bantarsari 8
5. Rataan tingkat serangan hama dan parasitisasinya pada pertanaman
sayuran di Bogor 13
6. Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada (a) pertanaman caisin organik dan (b) pertanaman caisin konvensional 14 7. Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada
pertanaman kubis polikultur dengan 5-8 spesies dan 9-15 spesies
tanaman sayuran di sekitarnya 15
8. Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada pertanaman kubis polikultur dengan (a) 5-8 spesies dan (b) 9-15 spesies tanaman
sayuran di sekitarnya 16
9. Keanekaragaman parasitoid pada pertanaman kubis polikultur dengan (a) 5-8 dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitar serta (c) irisan
diantara keduanya 17
10. Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman terung dengan umur 3 bulan, 4 bulan dan 5 bulan 18 11. Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada pertanaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai salah satu sumber asupan vitamin dan mineral. Pada tahun 2011, produktivitas rata-rata sayuran segar di Indonesia mencapai 9,5 ton/ha (FAO 2013). Nilai ini tidak sebesar tahun sebelumnya yang mencapai 10 ton/ha. Penurunan ini tidak lepas dari permasalahan hama dalam praktek budidayanya. Di sisi lain, praktek budidaya dengan penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan pada sayuran segar dalam mengendalikan permasalahan hama dinilai lebih banyak menimbulkan efek negatif di kalangan produsen maupun konsumen. Efek negatif ini dapat berupa timbulnya resistensi hama terhadap pestisida, kontaminasi pada bahan pangan serta pencemaran lingkungan.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan suatu konsep yang dikembangkan sebagai salah satu bentuk resolusi dari efek negatif intensifikasi dalam pertanian. Dalam konsep ini, serangga musuh alami memiliki peran yang sangat penting dalam menekan serangan organisme pengganggu tanaman (Losey dan Vaugan 2006; Buchori et al. 2008). Salah satu bentuk jasa ekosistem (ecosystem services) dalam suatu areal pertanian yang banyak menguntungkan petani adalah parasitisme oleh serangga parasitoid terhadap serangga hama.
Secara sederhana, parasitoid dapat diartikan sebagai serangga yang stadia larvanya mampu memarasit serangga lainnya (Godfray 1994). Walaupun demikian, parasitoid merupakan kelompok yang dipisahkan dari kelompok organisme parasit pada umumnya. Hal ini menurut Gordh et al. (1999) dikarenakan parasitoid memiliki beberapa karakteristik yang unik, diantaranya adalah: 1) sifat parasitisasi parasitoid hanya diekspresikan pada stadia larva, 2) stadia imago hidup bebas di alam, 3) larva parasitoid biasanya membunuh dan memakan inangnya, 4) parasitoid memiliki ukuran tubuh yang kurang lebih sama dengan inangnya, 5) parasitoid dan inangnya berada pada grup taksonomi yang berdekatan (serangga dengan serangga). Berdasarkan keanekaragaman, biologi dan perkembangan/jenis parasitisasinya, serangga parasitoid telah diperhatikan sejak lama sebagai salah satu agen pengendalian hayati yang efektif. Sejak awal 1970, sebanyak 907 spesies parasitoid yang didominasi oleh ordo Hymenoptera (84,4%) dan Diptera (1,4%) telah digunakan dalam program pengendalian hayati di berbagai tempat di penjuru dunia (Clausen 1978).
2
pertanian atau agroekosistemnya (Norman 1979). Pertanaman organik dan konvensional atau pertanaman polikultur dan monokultur merupakan contoh kategori pertanaman yang dapat dibedakan berdasarkan pola budidayanya.
Pada pertanaman yang dikelola secara organik, keanekaragaman spesies pada tiga level tropik (tanaman-herbivor-parasitoid) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan lahan yang dikelola secara konvensional (Macfadyen 2009). Sebenarnya hubungan keanekaragaman musuh alami pada suatu pertanaman dengan keefektifan dalam pengendalian hayati itu sendiri masih belum begitu jelas. Hal ini karena adanya pola interaksi yang sangat kompleks antar spesies yang terjadi dalam suatu ekosistem. Menurut Stireman et al. (2005), keanekaragaman musuh alami dapat meningkatkan keefektifan pengendalian hayati apabila musuh alami yang berbeda dapat melengkapi satu sama lain. Model ekologi seperti ini dapat terjadi apabila setiap spesies musuh alami memangsa/memarasit kelompok hama, baik dari jenis atau waktu yang berbeda. Keanekaragaman musuh alami juga berpotensi meningkatkan keefektifan pengendalian hayati, karena dapat meningkatkan kemungkinan hadirnya agen musuh alami yang superior. Namun, interaksi negatif antar spesies musuh alami dapat juga terjadi dan mengakibatkan pengandalian hayati menjadi kurang efektif. Keanekaragaman musuh alami seperti parasitoid dapat meningkatkan keefektifan pengendalian hayati apabila interaksi positif yang terjadi lebih kuat daripada interaksi negatif yang dihasilkan diantara spesies musuh alami dalam suatu agroekosistem (Letourneau dan Bothwell 2008).
Di sisi lain, pertanaman yang dikelola secara konvensional dengan intensifikasi berupa peningkatan penggunaan pupuk kimia dan pestisida, dapat menyebabkan degradasi habitat dan kehilangan keanekaragaman beberapa grup taksonomi (Lohaus et al. 2012). Penggunaan pupuk kimia dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, respon biokimia dan fenologi tanaman secara langsung. Hal ini secara tidak langsung juga akan mempengaruhi interaksi antara tanaman, herbivor dan musuh alaminya. Kualitas nutrisi herbivor dipengaruhi oleh kualitas nutrisi tanaman, sedangkan tingkat parasitisasi dipengaruhi juga oleh kualitas inangnya (herbivor). Benrey dan Denmo (1997) menunjukkan bahwa larva Pieris rapae yang pertumbuhannya lambat sebagai akibat dari kurangnya nutrisi yang didapat dari tanaman, memiliki tingkat parasitisasi oleh Cotesia glomerata yang lebih tinggi dibandingkan dengan larva yang pertumbuhannya lebih cepat. Aplikasi pestisida lewat udara (semprot) juga dapat mempengaruhi interaksi antara tanaman, herbivor dan parasitoidnya dalam suatu ekosistem secara lebih luas. Hal ini karena dampak pesitisida terdapat organisme non-target menjadi tidak terhindarkan. Keefektifan pengandalian hayati menjadi terganggu sebagai akibat dari toksisitas semprotan yang diaplikasikan secara intensif dan berulang-ulang (Ridgway et al. 1976; Riehl et al. 1980).
sayuran Baccharis salicifolia polikultur dengan empat genotipe berbeda, menghasilkan populasi aphid, semut dan parasitoid yang lebih melimpah dibandingkan pertanaman Baccharis salicifolia monokultur. Hal ini tentunya mempengaruhi perubahan pola interaksi tropik yang terjadi dalam agroekosistem pertanaman tersebut. Sebaliknya, penurunan keanekaragaman inang dapat memengaruhi keanekaragaman organism parasitoid secara negatif. Hal ini tergambarkan dalam model hubungan ekologi antara inang dan parasit/parasitoidnya (Lafferty 2012).
Umur tanaman sebagai bagian dari fenologi tanaman dapat memberikan informasi kejadian parasitisasi dan keanekaragaman spesies parasitoid pada tanaman tersebut (Barron et al. 2004). Hal ini menjadi penting karena jenis hama yang menyerang dan parasitoid yang berperan dalam pengendalian hayati dapat berbeda tergantung pada kondisi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang berbeda.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkat parasitisasi serta keanekaragaman serangga parasitoid pada beberapa pertanaman sayuran di daerah Bogor berdasarkan tiga kriteria pertanaman, yaitu pola budidaya, keanekaragaman tanaman sayuran di sekitar lahan dan perbedaan umur tanaman.
Manfaat Penelitian
4
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2012 sampai Mei 2013. Pengambilan contoh serangga dilakukan selama tiga bulan berturut-turut dari bulan Agustus sampai Oktober 2012 pada beberapa lahan sayuran di empat desa di daerah Bogor, yaitu: Tugu Selatan (Cisarua), Situ Daun (Tenjolaya), Bojong (Kemang) dan Bantarsari (Ranca Bungur) (Tabel 1). Curah hujan pada bulan Agustus, September and Oktober 2012 masing-masing adalah 110 mm, 370 mm dan 374 mm. Proses identifikasi dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian dari bulan November 2012 sampai April 2013.
Tabel 1 Deskripsi lokasi penelitian di daerah Bogor
Desa, Kecamatan Koordinat lokasib Komoditas Kode lokasi
Ketinggian: 188 mdpla 106°44'27.70"BT BS2 3 2,3
BS3 3 2,3 Ketinggian: 301 mdpl 106°42'35.50"BT SD2 3 2,3
SD3 3 2,3
mdpl (meter di atas permukaan laut). Diukur dengan GPS Map Garmin CX60
b
LS (lintang selatan), BT (bujur timur)
c
Metode Penelitian
Survei dan Penentuan Lokasi
Penelitian ini dimulai dengan melakukan pencarian lahan pertanaman sayuran di wilayah Bogor. Sebanyak 31 calon wilayah diseleksi menjadi 16 wilayah yang tersebar di 15 desa dan 11 kecamatan berdasarkan kemudahan akses dan kriteria yang ditentukan. Lokasi pengambilan contoh kemudian dipilih menjadi 5 wilayah di 4 desa berdasarkan 3 kriteria pertanaman, yaitu sistem budidaya, keanekaragaman tanaman sekitar dan perbedaan umur tanaman (Gambar 1). Berdasarkan lokasi yang dipilih, ditemukan delapan jenis komoditas sayuran yang dapat diamati, yaitu caisin, kubis, brokoli, sawi, terung, tomat, timun dan pare (Tabel 1).
Gambar 1 Peta lokasi penelitian di daerah Bogor
Caisin merupakan komoditas yang mewakili kriteria pertanaman berdasarkan sistem budidayanya, yaitu organik dan konvensional (Tabel 1). Pertananaman caisin yang ada di Desa Tugu Selatan, Cisarua dan Situ Daun, Tenjolaya memiliki sistem pertanaman yang cukup berbeda. Caisin di Desa Tugu Selatan dikelola secara polikultur-organik dengan mengandalkan pupuk organik dan pestisida nabati dan kultur teknis sebagai cara untuk mengendalikan serangan hama dan penyakitnya. Sedangkan caisin di Desa Situ Daun dikelola secara monokultur-konvensional yang sangat bergantung pada penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetik dalam praktek budidayanya (Gambar 2).
6
Gambar 2 Gambar pertanaman caisin (a) organik di Desa Tugu Selatan dan (b) konvensional di Desa Situ Daun
Pada pertanaman sayuran di Desa Tugu Selatan, terdapat dua pertanaman polikultur organik yang dikelola secara terpisah (Gambar 3). Kedua pertanaman ini dapat dibedakan berdasarkan keanekaragaman spesies tanaman sayuran yang ada di sekitarnya. Satu pertanaman memiliki keanekaragaman 5-8 spesies tanaman sayuran, sedangkan pertanaman lain memiliki keanekaragaman 9-15 spesies tanaman sayuran (Tabel 2). Berdasarkan ketersediaan unit pengambilan contoh selama tiga bulan pengamatan, kubis merupakan komoditas sayuran yang dapat mewakili kedua pertanaman berdasarkan keanekaragaman tanaman sayuran di sekitar lahan.
a
Tabel 2 Keanekaragaman spesies sayuran di sekitar pertanaman polikultur kubis di Desa Tugu Selatan, Cisarua
5-8 spesies tanaman sayurana 9-15 spesies tanaman sayuranb Caisin (Brassica rapa var. parachinensis
L.)
Caisin (Brassica apa var. parachinensis
L.)
Bayam Hijau (Amaranthus hybridus L.) Bayam Hijau (Amaranthus hybridus L.) Timun (Cucumis sativus L.) Timun (Cucumis sativus L.)
Tomat (Solanum lycopersicum L.) Tomat (Solanum lycopersicum L.) Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Selada (Lactuca sativa L.) Selada (Lactuca sativa L.) Kacang Panjang (Vigna unguiculata
subsp. sesquipedalis L.)
Kacang Panjang (Vigna unguiculata
subsp. sesquipedalis L.) Wortel (Daucus carota L.) Wortel (Daucus carota L.)
Kemangi (Ocimum citriodorum Vis.)
Kapri (Pisum sativum L.) Jagung(Zea mays L.)
Brokoli (Brassica oleracea L.) Terung (Solanum melongena L.) Kacang Hijau (Vigna radiata L.)
Kacang Merah (Vigna angularis Willd.)
a
terletak di lokasi TS1
b
terletah di lokasi TS5, TS6, TS7
Gambar 3 Pertanaman kubis dengan keanekaragaman (a) 5-8 spesies tanaman sayuran dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitar
8
Terung digunakan untuk mewakili sayuran dengan perbedaan umur. Hal ini karena pertanaman terung di Desa Bojong dan Bantarsari pada awal pengambilan contoh (Agustus 2012) telah memasuki umur 3 bulan dan memulai fase generatifnya. Sehingga empat lokasi yang ada di dua desa ini dapat digunakan untuk melihat serangan hama dan parasitisasi parasitoid selama tiga bulan pengambilan contoh berturut-turut. Selanjutnya, didapat tiga perbedaan umur tanaman terung berbeda, yaitu, 3 bulan, 4 bulan dan 5 bulan (Gambar 4). Pada penelitian ini, kontrol manajemen pengelolaan lahan seperti pemberian pupuk dan manajemen terhadap hama sengaja tidak diperhatikan untuk melihat perbandingan antara pertanaman yang dikelola secara organik dan konvensional.
Gambar 4 Pertanaman terung berumur (a) 3 bulan di Desa Bojong dan (b) 4 bulan di Desa Bantarsari
a
Pengambilan Contoh Serangga
Pengambilan contoh serangga hama dilakukan setiap bulannya dari bulan Agustus sampai Oktober 2012. Pada setiap lahan dilakukan pengambilan contoh pada transek sepanjang 50 langkah dengan waktu tiap transek 30 menit. Jenis hama yang diambil pada penelitian ini meliputi serangga dari ordo Lepidoptera dan Coleoptera yang merupakan jenis hama yang mendominasi pada pertanaman sayuran. Telur, larva dan pupa serangga hama yang ditemukan di jalur transek dikumpulkan dan dimasukan ke dalam wadah untuk kemudian diberi label. Serangga kemudian dibawa ke laboratorium untuk dipelihara dengan diberi pakan alami dan dihitung kejadian parasitisasinya.
Identifikasi Serangga
Identifikasi serangga hama dan parasitoid (ordo Hymenoptera dan Diptera) yang muncul dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, hingga ke tingkat morfospesies berdasarkan struktur morfologi, jenis inang dan parasitoid dengan mengacu pada buku The Pest of Crops in Indonesia (Kalshoven 1981),
Hymenoptera of the World (Goulet dan Huber 1993) dan Manual of Nearctic Diptera Volume 2 (McAlpine 1987). Khusus indentifikasi hingga spesies dilakukan dengan bantuan taksonomis dari LIPI.
Analisis Data
Keanekaragaman, persentase serangan hama dan parasitisasi parasitoid dihitung secara terpisah berdasarkan jenis komoditas dan kriteria pertanaman yang dimilikinya. Persentase serangan hama dan parasitisasi parasitoid dihitung dengan rumus yang dimodifikasi dari Hamid et al. (2003), yaitu:
Pengaruh sistem budidaya terhadap kekayaan spesies, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid diuji dengan analisis nilai tengah (t-test) dan analisis ragam (One way ANOVA) menggunakan program SPSS 17 untuk Windows (SPSS 2008). Kemiripan komposisi spesies parasitoid antar lokasi dihitung menggunakan Indeks Sorensen yang memiliki persamaan:
IS : Indeks Kemiripan Spesies
A : Jumlah spesies parasitoid di lahan 1 B : Jumlah spesies parasitoid di lahan 2
C : Jumlah spesies parasitoid yang sama di kedua lahan yang dibandingkan
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman, Serangan Hama dan Parasitisasi Parasitoid pada Pertanaman Sayuran di Bogor
Pengambilan contoh dengan metode transek garis yang dilakukan pada penelitian ini menggambarkan kelimpahan relatif serangan hama sekaligus tingkat kematiannya yang disebabkan oleh parasitoid (parasitism rate) di suatu agroekosistem pertanian pada rentang waktu tiga bulan pengamatan. Penelitian ini memperlihatkan bahwa tanaman sayuran famili Brassicaceae (kubis, caisin, brokoli, sawi) menunjukkan kecenderungan tingkat serangan hama yang lebih tinggi dibandingkan famili Solanaceae (terung dan tomat) dan Curcubitaceae (pare dan timun) (Tabel 3). Rendahnya tingkat serangan hama pada famili Solanaceae dan Curcubitaceae diduga karena adanya dengan gangguan intensif pada skala agroekosistem yang bersifat letal, yaitu saat digunakannya pestisida sintetik. Hal serupa juga diduga terjadi pada pertanaman caisin di enam lokasi yang menunjukkan tingkat serangan hama yang berbeda-beda (Tabel 1). Selain hama, penggunaan pestisida sintetik juga dapat mengganggu keberadaan musuh alami serangga seperti parasitoid apabila diaplikasikan terus menerus walaupun dengan dosis sub-letal (De Cock et al. 1996).
Tabel 3 Keanekaragaman, serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman sayuran di Bogor
Komoditas Desa, Kecamatan Lahan
Delapan komoditas sayuran yang dipilih di empat desa di wilayah Bogor menunjukkan tingkat parasitisasi parasitoid yang beragam (Tabel 3). Selain karena faktor ketersediaan inang dan kompetisi di alam, hal ini diduga karena dipengaruhi faktor alam lain yang memengaruhi, salah satunya adalah kondisi habitat sekitar (Tylianakis et al. 2007). Tidak adanya kejadian parasitisasi pada dua sayuran caisin di Desa Situ Daun, pare dan timun di Desa Bantarsari, serta tomat di Desa Tugu Selatan diduga karena pengaruh intensifikasi dalam pertanian (Lohaus et al. 2013).
Frekuensi serangan hama pada penelitian ini memperlihatkan persebaran serangan hama pada setiap unit transek pengamatan. Semakin tinggi frekuensi serangan hama, maka semakin tinggi potensi kerusakan yang diakibatkan oleh suatu hama. Crocidolomia pavonana dan Plutella xylostella merupakan hama yang serangannya banyak tersebar pada pertanaman kubis (Tabel 4). Serangan hama serupa juga banyak tersebar di pertanaman sayuran caisin, brokoli dan sawi yang juga berasal dari famili Brasicaceae. Hal ini diduga karena prilaku imago kedua hama tersebut dalam menentukan tempat untuk meletakan telur. Prilaku ini salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan sumber makanan. Selain itu, terbatasnya kemampuan terbang imago juga dapat membatasi area persebaranya (dispersal area). Menurut Mo et al. (2001), persebaran imago Plutella xylostella
hanya terbatas sejauh 13-24 meter. Phyllotreta vittata (Coleoptera) merupakan hama yang paling banyak tersebar pada pertanaman brokoli. Hal ini diduga karena imago hama ini memiliki mobilitas yang tinggi, sehingga keberadaan telur dan serangan nimfanya pun bisa lebih tersebar (Knodel dan Olson 2002). Hal tersebut juga diduga terjadi pada Epilachna sp yang merupakan hama yang serangannya paling banyak tersebar pada pertanaman terung.
Tabel 4 Frekuensi serangan hama pada pertanaman sayuran di Bogor
Spesies hama* Caisin Kubis Brokoli Sawi Terung Tomat Pare Timun * Frekuensi serangan dihitung berdasarkan presence/absence serangan hama pada setiap individu
12
Diadegma semiclausum dan Tachinidae-1 merupakan parasitoid yang banyak memarasit hama pada tanaman caisin dan kubis (Tabel 5), sedangkan parasitoid Pediobius foveolatus dan Trichogramma spp hanya ditemukan memarasit hama pada tanaman terung. Hal ini diduga karena keberadaan parasitoid dipengaruhi oleh keberadaan inangnya. Diadegma semiclausum dan Tachinidae-1 merupakan parasitoid larva dari Crocidolomia pavonana dan
Plutella xylostella, sedangkan Pediobius foveolatus dan Trichogramma
merupakan parasitoid telur dan larva dari Epilachna sp. Kelimpahan parasitoid pada penelitian ini bergantung pada sifat parasitoid itu sendiri dalam memarasit hama, baik secara soliter atau gragarius.
Tabel 5 Jumlah parasitoid (per individu inang) pada pertanaman sayuran di Bogor Spesies Parasitoid Caisin Kubis Brokoli Sawi Terung Tomat Pare Timun Ordo Hymenoptera
Pediobius foveolatus 24(5)
Pteromalus puparum 1(1)
Gambar 5 Rataan tingkat serangan serangan hama dan parasitisasinya pada pertanaman sayuran di Bogor
Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Keanekaragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid: Studi Kasus pada Pertanaman Caisin
Penelitian ini memperlihatkan bahwa rata-rata serangan hama pada pertanaman organik lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pertanaman konvensional (t = -7,964; P = 0,004). Hal ini menurut MacFadyen (2009) merupakan konsekuensi dari tidak digunakannya pestisida sintetik dalam praktek budidayanya. Di sisi lain, keanekaragaman hama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata walaupun nilai rata-ratanya lebih tinggi pada pertanaman organik dibanding konvensional (t = -1,571; P= 0,214). Hal ini berbeda dengan penelitian Bengtsson et al. (2005) yang menunjukkan bahwa keanekaragaman arthopoda secara signifikan lebih tinggi pada pertanaman organik dibandingkan pertanaman konvensional. Hal serupa juga terjadi dengan tingkat parasitisasi parasitoid dan keanekaragamannya yang juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (t = -0,655; P = 0, 552 dan t = -2,086; P = 0,116 (Tabel 6). Hal ini juga dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah unit pengambilan contoh atau karena adanya faktor-faktor lain yang memperngaruhi, salah satunya adalah struktur lanskap sekitar (Marino dan Landis 1996; Yaherwandi 2005).
Tabel 6 Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman caisin organik dan konvensional
14
Komposisi spesies parasitoid dengan sistem budidaya yang sama memiliki nilai indeks kemiripan yang tinggi (Tabel 7). Sedangkan komposisi spesies parasitoid antar lahan dengan sistem budidaya berbeda menunjukkan rentang nilai yang cukup luas, yaitu dari 0,73 hingga 0,89. Namun, hasil analisis kemiripan menggunakan ANOSIM, sistem budidaya juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komposisi spesies antar lahan (R = 0,429; P = 0,186).
Tabel 7 Komposisi spesies parasitoid antar lahan dengan sistem pertanian berbeda berdasarkan indeks kemiripan Sorensen
Lahan* LO1 LO2 LK1 LK2 LK3 LK4
* LO = lahan organik; LK = lahan konvensional
Interaksi tropik memperlihatkan hubungan makan-memakan suatu organisme antar level tropik. Hubungan tropik inang-parasitoid pada kedua sistem budidaya memperlihatkan kompleksitas struktur interaksi yang hampir sama, walaupun memiliki komposisi parasitoid yang berbeda (Gambar 6). Pada pola interaksi tersebut diketahui bahwa parasitoid Tachinidae-1 dan Tetrastichus howardi mendominasi kompetisi dengan memarasit lebih satu inang. Menurut Hawkin (1994) dalam suatu komunitas inang-parasitoid, hanya ada satu atau beberapa spesies parasitoid saja yang memiliki pengaruh besar dalam perannya sebagai agen pengendali hayati. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kapabilitas pencarian inang tertentu oleh parasitoid di setiap habitat berbeda pada kondisi dan waktu tertentu. Walaupun begitu, interaksi inter dan intraspesies pada masing-masing level tropik (inang-parasitoid) pada penelitian ini masih belum begitu diketahui.
Gambar 6 Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada (a) pertanaman caisin organik dan (b) pertanaman caisin konvensional N = 9
1 C. pavonana, 6 Plutella xylostella, 7 Spodoptera litura
8 Apanteles sp1, 10 D. semiclausum, 16 Tachinidae-1, 17 Tachinidae-2, 18 Tachinidae-3 19 Tachinidae-4, 20 Telenomus sp, 21 Tetrastichus howardi
Pengaruh Keanekaragaman Tanaman Sayuran di Sekitar terhadap Keanekaragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid: Studi Kasus pada
Pertanaman Polikultur Kubis
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa keanekaragaman dan persentase serangan hama pada pertanaman polikultur dengan keanekaragaman 5-8 dan 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitar tidak memiliki perbedaan yang nyata (t = -2,357; P = 0,142 dan t = -2,275; P = 0,809). Hal serupa terlihat pada parasitisasi parasitoid dan keanekaragamannya (t = 3,677; P = 0,067 dan t = 1,750; P = 0,222), walaupun tingkat parasitisasi parasitoid pada pertanaman kubis dengan keanekaragaman tanaman sayuran yang lebih sedikit (5-8 spesies) terlihat jauh lebih tinggi dibandingkan pertanaman kubis dengan keanekaragaman tanaman sayuran yang lebih banyak (9-15 spesies) (Gambar 7). Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Macfadyen et al. (2009) yang menyatakan bahwa keanekaragaman tanaman di sekitar secara tidak langsung dapat meningkatkan keanekaragaman parasitoid di sekitarnya. Hal ini juga dapat disebabkan karena terbatasnya unit pengambilan contoh. Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan karena spesies parasitoid pada pertanaman dengan keanekaragaman tanaman yang lebih tinggi menemukan inang alternatif pada pertanaman lain di sekitarnya sebagai salah satu cara untuk bertahan dalam menghadapi kompetisi dengan individu spesies lainnya (Rodriguaz dan Hawkin 2000). Adanya senyawa kimia volatil yang dikeluarkan oleh spesies tanaman tertentu di sekitar pertanaman yang juga dapat memengaruhi prilaku parasitoid dalam menemukan inang/hama (Thaler 1999; Stireman 2002, Girling et al. 2010).
Gambar 7 Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman kubis polikultur dengan 5-8 spesies dan 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitarnya
Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa komposisi spesies antar lahan pada pertanaman kubis berdasarkan keanekaragaman tanaman sayuran di sekitarnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan (R = 0,083; P =
Jumlah hama Jumlah parasitoid
16
0,499). Terdapat beberapa speseis parasitoid yang ditemukan pada kedua kelompok pertanaman kubis, yaitu: Apanteles sp1, Diadegma semiclausum, Eriborus sp3 dan Tachinidae-1 (Gambar 9). Hal ini diduga karena adanya persamaan jenis sayuran yang ada pada kedua pertanaman kubis, yaitu: caisin, bayam hijau, timun, tomat, buncis, selada, kacang panjang dan wortel (Tabel 2). Namun, ada juga spesies parasitoid yang hanya ditemukan pada pertanaman kubis dengan keanekaragaman 5-8 spesies atau 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitarnya saja. Idris sp dan Tachinidae-2 merupakan speseis parasitoid yang hanya ditemukan pada pertanaman kubis dengan keanekaragaman 5-8 spesies tanaman sayuran di sekitarnya, sedangkan Pteromalum puparum, Tachinidae-4,
Telenomus spdan Tetrastichus howardi merupakan speseis parasitoid yang hanya ditemukan pada pertanaman kubis dengan keanekaragaman 9-15 speseis tanaman sayuran di sekitarnya. Hal ini diduga karena adanya pengaruh tanaman atau vegetasi yang ada di sekitar pertanaman yang memengaruhi perilaku pencarian inang/hama serangga parasitoid.
Struktur interaksi tropik pada pertanaman dengan keanekaragaman tanaman dengan 9-15 spesies tanaman sayuran disekitarnya terlihat lebih kompleks dibandingkan dengan pertanaman dengan keanekaragaman tanaman dengan 5-8 spesies tanaman sayuran disekitarnya (Gambar 8). Hal ini dapat dilihat dari jumlah spesies yang terlibat dan tingkat parasitisasi yang terjadi di kedua jaring-jaring makanan. Pola interaksi ini memperlihatkan bahwa Diadegma semiclausum
lebih mendominasi persaingan dengan 3 spesies parasitoid lainnya dalam memarasit Plutella xylostella. Sedangkan Tachinidae-1 bertahan dalam kompetisi dengan memarasit dua spesies inang berbeda. Menurut Althof (2003), strategi parasitisasi oleh suatu individu spesies parasitoid dapat memengaruhi spesifisitas inang, di mana parasitoid koinobiont memiliki inang yang lebih spesifik dari pada parasitoid idiobiont. Parasitoid koinobion biasanya membiarkan inang tumbuh lebih lanjut setelah proses parasitisasi, sedangkan parasitoid idiobiont tidak. Hal ini nantinya dapat memengaruhi tingkat parasitisasi suatu spesies parasitoid saat berkompetisi dengan spesies lainnya dalam suatu komunitas.
Gambar 8 Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada pertanaman kubis polikultur dengan (a) 5-8 spesies dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitarnya
1 C. pavonana 4 Phyllotreta vittata, 5 Pieris brassicae, 6 Plutella xylostella, 7 Spodoptera litura 8 Apanteles sp1, 10 D. semiclausum, 11 Eriborus sp3, 13 Idris sp, 15 Pteromalum puparum 16 Tachinidae-1, 17 Tachinidae-2, 19 Tachinidae-4, 20 Telenomus sp, 21 Tetrastichus howardi
Gambar 9 Keanekaragaman parasitoid pada pertanaman kubis polikultur dengan (a) 5-8 dan (b) 9-15 spesies tanaman sayuran di sekitar serta (c) irisan diantara keduanya
a
Apanteles sp1
Diadegma semiclausum Eriborus sp3
Tachinidae-1
Idris sp
Tachinidae-2
Pteromalum puparum
Tachinidae-4
Telenomus sp
Tetrastichus howardi
b
18
Pengaruh Perbedaan Umur Tanaman terhadap Keanekaragaman dan Tingkat Parasitisasi Parasitoid: Studi Kasus pada Pertanaman Terung
Keanekaragaman maupun tingkat parasitisasi parasitoid tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap umur tanaman terung (F1,2 = 0,364; P = 0,706 dan
F1,2 = 0,029; P = 0,972). Hal serupa juga terjadi pada keanekaragaman dan tingkat
serangan hama. Tingkat parasitisai yang lebih tinggi dari tingkat serangan hama menunjukkan keefektifan fungsi ekologi serangga parasitoid dalam memarasit inangnya (top-down regulation). Penurunan yang yang tidak signifikan terhadap tingkat parasitisasi menunjukkan bahwa pada rentang umur 3 sampai 5 bulan terjadi kestabilan dalam komunitas pertanaman terung. Penurunan ini dapat disebabkan karena adanya fluktuasi terhadap kondisi lingkungan (Gambar 10). Menurut Schowalter (2011), fluktuasi cuaca dan gangguan lain dari lingkungan seperti insektisida, dapat menjadi pemicu perubahan struktur komunitas serangga.
Gambar 10 Keanekaragaman, tingkat serangan hama dan parasitisasi parasitoid pada pertanaman terung dengan umur 3 bulan, 4 bulan dan 5 bulan Penelitian ini memperlihatkan bahwa komposisi spesies antar lahan pada pertanaman terung berdasarkan perbedaan umur menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (R = -0,035; P = 0,689). Walaupun begitu, terdapat perbedaan komposisi spesies parasitoid pada pertanaman terung dengan umur berbeda.
Bracon sp dan Pediobius foveolatus hanya ditemukan pada tanaman terung berumur 3 bulan, sedangkan Goryphus sp, Tetrastichus howardi dan
Trichogramma spp terdapat pada terung berumur 4 bulan. Komposisi spesies parasitoid berkurang pada tanaman terung berumur 5 bulan (Tabel 10).
1 1 2 1 1 0
Jumlah Hama (spesies) Jumlah parasitoid (spesies)
Tabel 8 Kelimpahan hama dan parasitoid pada pertanaman terung dengan umur 3,
Hubungan tropik inang-parasitoid selama 3 bulan pengamatan pada pertanaman terung memperlihatkan struktur interaksi tropik yang sederhana (Gambar 11). Hal ini dilihat dari sedikitnya spesies yang terlibat dan pola interaksi yang terbentuk. Terdapat perubahan terhadap komposisi spesies pada dua level tropik. Walaupun begitu, belum diketahui bagaimana cuaca dan faktor alam lainnya memengaruhi setiap individu spesies hama dan parasitoid dalam penelitian ini.
Gambar 11 Hubungan tropik herbivor (hama) dan parasitoidnya pada pertanaman terung dengan umur (a) 3 bulan, (b) 4 bulan dan (c) 5 bulan
2 Epilachna sp, 3 Mahasena corbetti, 7 Spodoptera litura
9 Bracon sp, 12 Goryphus sp, 14 Pediobius foveolatus, 21 Tetrastichus howardi, 22 Trichogramma sp
20
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pola budidayanya, pertanaman organik dan konvensional memiliki tingkat parasitisasi yang tidak jauh berbeda. Pada kedua jenis pertanaman ini, perbedaan komposisi spesies parasitoid antar lahan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pertanaman polikultur dengan keanekaragaman tanaman yang lebih rendah (5-8 sp.) memiliki tingkat parasitisasi yang lebih tinggi dibanding pertanaman polikultur dengan keanekaragaman tanaman yang lebih tinggi (9-15 sp.). Walaupun demikian, diantara keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pertanaman terung berdasarkan perbedaan umur juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pada rentang umur 3-5 bulan, tingkat parasitisasi parasitoid menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan tingkat parasitisasi hamanya.
DAFTAR PUSTAKA
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2013. FAOSTAT database. Tersedia pada: http://faostat3.fao.org/ home/ index. Html #DOWNLOAD.
Althoff DM. 2003. Does parasitoid attack strategy influence host specificity? A test with New World braconids. Ecological Entomology [Internet]. [diunduh 2013 Jul 3]; 28:500–502. Tersedia pada: http://althofflab .syr. edu/ _reprints/Althoff03.pdf.
Altieri MA. 1989. Agroecology: a new research and development paradigm for word agriculture. Agriculture, Ecosystems, and Environment [Internet]. [diunduh 2013 Jul 17]; 27 (1989):37-46. Tersedia pada: http://www.agroecologie.be/img/download/Altieri1989_agroecology_a_new _research.pdf.
Barron MC, Wratten SD, Barlow ND. 2004. Phenology and parasitism of the red admiral butterfly Bassaris gonerilla (Lepidoptera: Nymphalidae). New Zealand Journal of Ecology [Internet]. [diunduh 2013 Apr 29]; 28(1): 105-111. Tersedia pada: http://www.nzes.org.nz/nzje/free_issues/ NZJEcol28_1_105.pdf.
Bengtsson J, Anhstrom J, Weibull AC. 2005. The effects of organic agriculture on biodiversity and abundance: a meta-analysis. Journal of Applied Ecology
[Internet]. [diunduh 2013 Jul 3]; 42:261–269. Tersedia pada: http://www.bgu.ac.il/desert_agriculture/Agroecology/Reading/ Bengtsson05 .pdf. doi: 10.1111/j.1365-2664.2005.01005.x.
Benrey B, Denno RF. 1997. The slow-growth-high-mortality hypothesis: A test using the cabbage butterfly. Ecology [Internet]. [diunduh 2013 Sep 5]; 78(4), 987-999. Tersedia pada: http://www.jstor.org/ discover/10.2307/2265852?uid=3738224&uid=2129&uid=2&uid=70&uid= 4&sid=21102607923547.
Buchori D, Sahari B, Nurindah. 2008. Conservation of Agroecosystem through Utilization of Parasitoid Diversity: Lesson for Promoting Sustainable Agriculture and Ecosystem Health. Hayati [Internet]. [diunduh 2013 Apr 29]; 15:165–172. Tersedia pada: http://core.kmi. open.ac.uk/ display /5516350.
Clausen CP. 1978. Introduced Parasites and Predators of Arthropod Pests and Weeds: A World Review. Washington (US) : USDA.
De Cock A, DeClercq P, Tirry L, Degheele O. 1996. Toxicity of Diafenthiuron and imidacloprid to the predatory bug Podisus maculiventris (Heteroptera: pentatomidae). Environmental Entomology [Internet]. [diunduh 2013 Sep 3]; 25:476-480. Tersedia pada: http://link.springer.com/ article/ 10.1007%2FBF02769828.
Girling RD, Stewart-Jones A, Dherbecourt J, Staley JT, Wright DJ, Poppy GM. 2010. Parasitoids select plants more heavily infested with their caterpillar hosts: a new approach to aid interpretation of plant headspace volatiles.
22
Godfray HCJ. 1994. Parasitoids. Behavioral and Evolutionary Ecology. New Jersey (US): Princeton University Press.
Gordh G, Legner EF, Caltagirone LE. 1999. Biology of parasitic Hymenoptera. Di dalam Bellows TS, Fisher TW, editor. Handbook of Biological Control: Principles and Applications of Biological Control. San Diego (US): Academic Press.
Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World. An Identification Guide to Families. Ottawa (CA): Agriculture Canada.
Hamid H, Buchori D, Triwidodo H. 2003. Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Hayati [Internet]. [diunduh 2013 Jul 3]; 10:85–90. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9204/Hasmiandy_Ha mid_keanekaragaman.pdf.
Hawkins BA. 1994. Pattern and Process in Host-Parasitoid Interaction. Cambridge (UK): Cambridge University Press.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Jakarta (ID): PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Knodel JJ, Olson DL. 2002. Crucifer Flea Beetle Biology and Integrated Pest Management in Canola. North Dakota (US). North Dakota State University. [Internet]. [diunduh 2013 Sep 3]. Tersedia pada: http://www.ag.ndsu. edu/pubs/plantsci/pests/e1234.pdf.
Lafferty KD. 2012. Biodiversity loss decreases parasite diversity: theory and patterns. Phil. Trans. Proceedings of Royal Society B [Internet]. [diunduh 2013 Jul 15]; 367: 2814–2827. Tersedia pada: http://rstb.royalsocietypublishing .org /content/367/1604/2814.full. doi: 10. 1098 / rstb.2012. 0110.
Letourneau DK, Altieri MA. 1999. Biology of parasitic Hymenoptera. Di dalam Bellows TS, Fisher TW, editor. Handbook of Biological Control: Principles and Applications of Biological Control. San Diego (US): Academic Press. Letourneau DK, Bothwell SG. 2002. Comparison of organic and conventional
farms: challenging ecologists to make biodiversity functional. The Ecological Society of America [Internet]. [diunduh 2013 Apr 29]; 430-438. Tersedia pada: http://www.esajournals.org/doi/abs/ 10.1890/ 070081?j ournalCode=fron.
Lohaus K, Vidal S, Theis C. 2013. Farming practices change food web structures in cereal aphid-parasitoid-hyperparasitoid communities. Oecologia
[Internet]. [diunduh 2013 Feb 28]; 171:249-259. Tersedia pada: http:/ link.springer.com /article/ 10.1007%2Fs00442-012-2387-8. doi:10. 1007/ s00442-012-2387-8.
Macfadyen S, Gibson R, Polaszek A, Morris RJ, Craze PG, Planque R, Symondson WOC, Memmott J. 2009. Do differences in food web structure between organic and conventional farms affect the ecosystem service of pest control?. Ecology Letters [Internet]. [diunduh 2013 Apr 28]; 12:229-238. Tersedia pada: http://www.insectecology.com/wordpress/wp-content/ uploads/2009/07/Macfad yenetal2009EcolLetters.pdf. doi: 10.1111/j.1461-0248. 2008.01279.x.
Mattson PC, Altieri M A, Gagne WC. 1984. Modification of small farmer practice for better pest management. Annual Review of Entomology [Internet]. [diunduh 2013 Jul 17]; 29:303-402. Tersedia pada: http://www.annualreviews.org/doi/pdf/10.1146/annurev.en.29.010184.0021 23.
Marino PC, Landis DA. 1996. Effect of Landscape structure on parasitoid diversity and parasitism in agroecosystems [Internet]. Ecology Application
[diunduh pada 2013 Apr 29]; 6(1):276-284. Tersedia pada: landscape structure affect parasitism and parasitoid diversity?. Ecology Application [Internet]. [diunduh 2012 Des 23]; 9(2):634-641. Tersedia pada: http://www.landsat.org/publications/pdfs_ps.
Mo J, Baker G, Keller M, Roush R. 2001. Estimation of some characteristic dispersal ranges of diamondback moth (Plutella xylostella) (Lepidoptera: Plutellidae). Di dalam: Endersby NM, Ridland PM, editor. The management of diamondback moth and other crucifer pests. Proceedings of the 4th International Workshop; 2001 Nov; Melbourne, Australia. Melbourne (AU): Department of Primary Industries. hlm. 107-114 [diunduh 2012 Des 13]; Tersedia pada: http://web.entomology.cornell. edu/Shelton /diamondback-moth/pdf/2001papers/2001DBM14.pdf.
Moreira X, Mooney KA. 2013. Influence of plant genetic diversity on interactions between higher trophic levels. Biology Letters [Internet]. [diunduh 2013 Aug 31]; 9 (3):1-4. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm. nih.gov/pubmed/23485879. doi: 10.1098/rsbl.2013.0133.
Norman MJT. 1979. Annual Cropping Systems in The Tropics: An Introduction. Gainesville (US): University Press.
R Development Core Team. 2013. R: A language and environment for statistical computing. Vienna (AT). R Foundation for Statistical Computing. Tersedia pada: http://www.R-project.org.
Ridgway RL, King EG, Carfillo JL. 1976. Augmentation of natural enemies for control of plant pests in the western hemisphere. Di dalam: Ridgway RL, Vinson SB, editor. Biological control by augmentation of natural enemies
24
Riehl LA, Brooks RF, McCoy CW, Fisher TW, Dean HA. 1980. Accomplishments toward improving integrated pest management for citrus. Di dalam: Huffaker CB, editor. New technology of pest control. New York (USA): John Wiley, & Sons. hlm. 319-363.
Rodriguez MA, Hawkins BA. 2000. Diversity, function and stability in parasitoid communities. Ecology letters [Internet]. [diunduh 2013 Jul 2]; 3:35-40. Tersedia pada: http://www2.uah.es/ marodriguez/ MARodriguez_Papers/ Rodriguez_&_ Hawkins_ 2000_EcoLetts.pdf.
Schowalter TD. 2011. Insect Ecology. An Ecosystem Approach. Edisi ke-3. San Diego (US): Academic Press.
Stireman JO. 2002. Host location and selection cues in a generalist tachinid parasitoid. Entomologia Experimentalis et Applicata [Internet]. [diunduh 2013 Jul 2]; 103: 23–34. Tersedia pada: http://www. wright.edu /~john. stireman/ StiremanEntexpAppl.pdf.
Stireman JO, Nason JD, Heard S. 2005. Host-associated genetic differentiation in phytophagous insects: General phenomenon or isolated exceptions? evidence from a goldenrod-insect community. Evolution [Internet]. [diunduh 2013 Sep 5]; 59:2573-2587. Tersedia pada: http://stiremanlab.files.wordpress.com/2012/07/stiremanetal2005evolution.p df.
SPSS Inc. 2008. SPSS Base 17.0 for Windows User's Guide. Chicago (US). SPSS Inc.
Thaler JS. 1999. Jasmonate-inducible plant defences cause increased parasitismof herbivores. Nature [Internet]. [diunduh 2013 Jul 3]; 399:696-688. Tersedia pada: http:// purple.niagara.edu/wje/Bio123/Thaler%201999%20Plant%20 defenses.pdf.
Tylianakis JM, Tscharntke T, dan Lewis OT. 2007. Habitat modification alters the structure of tropical host-parasitoid food webs. Nature [Internet]. [diunduh 2012 Des 10]; 445:202-205. Tersedia pada: http://www.nature.com/ nature/journal/v445/n7124/abs/nature05429.html.
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama Muhamad Nurhuda Nugraha, dilahirkan di kota Rangkas Bitung pada tanggal 25 Oktober 1989 dan tumbuh besar di Pandeglang, Banten sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Didi Atmaja dan Enok Purnama. Penulis lulus dari MTsN I Pandeglang pada tahun 2004 dan lulus dari SMAN I Pandeglang lalu diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI.
Selama menempuh studi di IPB, Penulis aktif di lembaga kerohanian FKRD (Forum Komunikasi Rohis Departemen) dan beberapa kepanitiaan dan organisasi lainnya di kampus. Pada tahun 2010 Penulis mengikuti mobility program dari SEAMEO RIHED untuk belajar selama satu semester di departemen Tropical Agriculture International Program, Kasetsart University, Thailand dalam skema