• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR KOMUNITAS HYMENOPTERA PARASITOID YANG BEASOSIASI DENGAN HAMA UTAMA TANAMAN CRUCIFERAE DAN TUMBUHAN LIAR PADA TIPE LANSKAP PERTANIAN BERBEDA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRUKTUR KOMUNITAS HYMENOPTERA PARASITOID YANG BEASOSIASI DENGAN HAMA UTAMA TANAMAN CRUCIFERAE DAN TUMBUHAN LIAR PADA TIPE LANSKAP PERTANIAN BERBEDA."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR KOMUNITAS HYMENOPTERA PARASITOID

YANG BEASOSIASI DENGAN HAMA UTAMA TANAMAN CRUCIFERAE DAN TUMBUHAN LIAR PADA TIPE LANSKAP PERTANIAN BERBEDA

Yaherwandi dan Usra Syam

Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Kampus Unand Limau Manih Padang Telp. 0751-74369. HP 081374330195; email: yaherwandi@faperta.unand.ac.id

Abstract

Hymenoptera parasitoids have an important role in agroecosystem because of their ability in suppressing pest population. Their presences in the field are seen as the key to agricultural ecosystem. Their presence can be influenced by the availability of non-crop vegetation. Some adult Hymenoptera parasitoids require food in the form of pollen and nectar of wild flowers to ensure effective reproduction and longevity. The objective of this research is to study Hymenoptera parasitoid communities in importance pest of Cruciferae field and non-crop vegetation around Cruciferae fields. Samplings were conducted at three different landscape structures, i.e. Aie Batumbuak, Batu Palano, and Cingkariang. Insects were sampled by three trapping techniques ( sweepnet, hand collect, and yellow pan traps) in one lines of transect for each landscape. Total species of Hymenoptera parasitoid have been collected in Cruciferae field and non-crop vegetation. Were 9 spescies. Landscape structure and flowering vegetation affected the species richness, diversity and evenness of Hymenoptera parasitoid in Brasicaceae non-crop vegetation.

Key word: Community structure, Hymenoptera parasitoid, Landscape structure, non-crop habitat, Cruciferae

PENDAHULUAN

Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari susunan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umun ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas yaitu keanekaragaman spesies, interaksi spesies dan organisasi fungsional. Masing-masing pendekatan memberikan informasi yang sangat berguna dan pemilihan pendekatan yang akan digunakan tergantung pada tujuan dan pertimbangan praktisnya. Pendekatan yang digunakan untuk mempelajari struktur komunitas Hymenoptera parasitoid pada penelitian ini adalah keanekaragaman spesies.

(2)

perubahan kondisi lingkungan terhadap keanekaragaman spesies dan bagaimana keanekaragaman spesies mempengaruhi stabilitas komunitas alami.

Hymenoptera parasitoid merupakan musuh alami yang sangat penting karena keanekaragamannya yang tinggi dan keefektifannya sebagai agens pengendali hayati. van Emden (1991) mengatakan peningkatan keanekaragaman habitat dalam lanskap pertanian dapat meningkatkan keanekaragaman serangga hama dan serangga bermanfaat (musuh alami) dan seringkali kerusakan tanaman oleh hama berkurang. Selanjutnya Kruss dan Tscharntke (2000) menambahkan bahwa tipe dan kualitas habitat, susunan spasial dan keterhubungan (connectivity) antar habitat di dalam suatu lanskap dapat mempengaruhi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem. Hipotesis tersebut didukung oleh Yaherwandi et al. (2007) yang mengemukakan bahwa keanekaragaman struktur lanskap pertanian tidak hanya mempengaruhi keanekaragaman musuh alami (Hymenoptera parasitoid) di dalam pertanaman, tetapi juga kelimpahan dan keefektifannya. Memahami pengaruh tipe atau struktur lanskap terhadap interaksi antara tanaman, hama dan musuh alami merupakan masalah yang kompleks dan pada gilirannya mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan pengendalian hayati.

Disamping itu, tumbuhan liar merupakan komponen agroekosistem yang penting, karena secara positif dapat mempengaruhi biologi dan dinamika musuh alami (Altieri dan Nicholls 2004). Tumbuhan liar yang tumbuh di sekitar pertanaman tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung (shelter) dan pengungsian musuh alami ketika kondisi lingkungan tidak sesuai (van Emden 1991), tetapi juga menyediakan inang alternatif dan makanan tambahan bagi imago parasitoid seperti tepung sari dan nektar dari tumbuhan berbunga serta embun madu yang dihasilkan oleh ordo Homoptera (Altieri dan Nicholls 2004). Banyak penelitian memperlihatkan bahwa manipulasi tumbuhan liar dapat meningkatkan kelimpahan dan keanekaragaman musuh alami, termasuk Hymenoptera parasitoid (Yaherwandi et al. 2005).

(3)

terdapat di sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keanekaragaman, distribusi, dan parasitisasi Hymenoptera parasitoid yang berasosiasi dengan serangga hama tanaman cruciferae dan tumbuhan liar pada tipe lanskap pertanian berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi landasan yang kuat untuk perencanaan dan pengembangan model atau teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) sayuran spesifik lokasi. Untuk mencapai tujuan tersebut telah dilakukan penelitian tentang keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi Hymenoptera parasitoid pada tipe lansekap pertanian berbeda.

TEMPAT DAN WAKTU

Koleksi Hymenoptera parasitoid dilakukan pada tipe atau struktur lansekap yang berbeda yaitu di Nagari Aie Batumbuak Kabupaten solok (mewakili struktur lansekap pertanian yang sederhana atau ekosistem sayuran monokultur) dan Nagari batu Palano dan Cingkariang Kabupaten Agam (mewakili struktur lansekap pertanian yang komplek atau ekosistem yang polikultur sayuran, padi dan palawija). Penelitian laboratorium di lakukan di Laboratorium Bioekologi Serangga Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan November 2008.

METODE PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama dua tahun (20 bulan) yaitu tahun I tentang aspek keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada tanaman Cruciferae dan habitat tumbuhan liar yang terdapat di sekelilingnya pada berbagai tipe lanskap pertanian. Tahun II penelitian lebih difokuskan kepada aspek bioekologi parasitoid dominan yang ditemukan pada serangga hama utama tanaman cruciferae (seleksi kandidat pada penelitian tahun I) yang berasal dari tipe lansekap dan daerah geografi berbeda.

Pada tanaman Cruciferae

(4)

lansekap yang berbeda yaitu di Nagari Aie Batumbuak dan Sungai Nanam, Kabupaten solok (mewakili struktur lansekap pertanian yang sederhana atau ekosistem sayuran monokultur) dan Nagari Cingkariang dan Batu Palano, Kabupaten Agam (mewakili struktur lansekap pertanian yang komplek atau ekosistem yang polikultur sayuran, padi dan palawija). Selanjutnya, pada setiap lansekap pertanian dibuat jalur transek dengan panjang lebih kurang satu kilometer atau sepanjang pertanaman yang ada. Penempatan sampel dilakukan setiap 50 m di sepanjang jalur transek. Koleksi data Hymenoptera parasitoid pada tiap titik sampel dilakukan dengan menggunakan empat metode yaitu penjaringan (insect net atau sweepnet), nampan kuning, dan koleksi telur dan larva serangga hama cruciferae secara langsungdengan tangan.

Metode penjaringan. Penjaringan dilakukan pada setiap titik sampel pada jalur transek. Penjaringan yaitu sepuluh kali ayunan ganda yang meliputi 50 rumpun tanaman cruciferae per titik sampel. Serangga yang tertangkap langsung dimasukkan ke dalam botol film yang telah berisi alkohol 70%. Di laboratorium serangga Hymenoptera parasitoid dipisahkan dari serangga lain dan masing-masing morphospesies dipisahkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam ependof 2 ml yang telah berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi

Metode nampan kuning. Nampan kuning terbuat dari wadah plastik yang berukuran, alas 15 X 25 cm dan tinggi 10 cm. Nampan kuning dipasang di tengah pertanaman sayuran cruciferae dan diusahakan tidak menghalangi penglihatan serangga terhadap nampan tersebut. Serangga yang tertarik warna kuning akan mendatangi nampan tersebut. Untuk membunuh serangga yang hinggap pada nampan, terlebih dahulu ke dalam nampan dimasukkan larutan air sabun untuk mengurangi tegangan permukaan, sehingga serangga yang masuk akan tenggelam dan mati. Setiap titik sampel dipasang satu nampan dan dibiarkan selama 24 jam. Serangga yang tertangkap dibersihkan dan langsung dimasukkan ke dalam botol film yang telah berisi alkohol 70%. Di laboratorium serangga Hymenoptera parasitoid dipisahkan dari serangga lain dan masing-masing morphospesies dipisahkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam ependof 2 ml yang telah berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi

(5)

setiap titik sampel. Telur dan larva yang telah dikoleksi ditempatkan dalam kotak yang terpisah. Selanjutnya telur diinkubasi di laboratorium sampai semua Hymenoptera parasitoid keluar. Larva serangga yang telah dikoleksi dipelihara di laboratorium dan diberi makan daun tanaman cruciferae. Pemeliharaan larva ini dilaksanakan sampai semua Hymenoptera parasitoid keluar. Semua Hymenoptera parasitoid yang keluar dari telur dan larva di masukkan ke dalam ependof 2 ml berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi

Pada tumbuhan liar

Pada tumbuhan liar koleksi Hymenoptera parasitoid dilakukan dengan metode jaring ayun (sweepnet). Cara koleksi Hymenoptera tersebut sama seperti koleksi pada tanaman Cruciferae.

Identifikasi Hymenoptera Parasitoid

Identifikasi dilakukan terhadap imago Hymenoptera parasitoid. Semua Imago Hymenoptera parasitoid yang diperoleh dari metode penjaringan, nampan kuning, dan dari telur dan larva serangga hama tanaman cruciferae diidentifikasi dengan menggunakan buku Barrion dan Litsinger (1992), Gaulet dan Huber (1993) dan mencocokkan dengan koleksi standar Hymenoptera parasitoid yang ada di Laboratorium Bioekologi Serangga Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Andalas.

Analisis Data

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN Alisis Agroekosistem

Nagari Aie Batumbuak terdapat pada Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok yang terletak pada ketiggian 1160 meter di atas permukaan laut (mdpl). Nagari Batu Palano dan Cingkariang berturut-turut terdapat pada Kecamatan Sungai Puar dan Banuhampu, Kabupaten Agam. Batu Palano dan Cingkaringan berturut-turut terletak pada ketinggian 1138 dan 950 mdpl.

Sistem pertanian di Nagari Aie Batumbuak lebih sederhana jika dibandingkan dengan Batu Palano dan Cingkariang (Tabel 1). Sistem pertanian di Aie Batumbuak adalah pertanaman sayuran yang relatif monokultur dan didominasi oleh pertanaman bawang merah, sedangkan kubis hanya terdapat beberapa petakan saja. Dari komunikasi dengan petani terungkap bahwa untuk pengendalian hama P. xylostelle dan C. pavonana masih mengandalkan insektisida sintetik. Insektisida tersebut diaplikasi rata-rata dua kali seminggu, namun aplikasi insektisida tergantung pada kondisi cuaca, jika curah hujan tinggi aplikasi pestisida lebih dari dua kali seminggu.

[image:6.612.85.490.574.679.2]

Sistem pertanian di Nagari Batu Palano dan Cingkariang adalah polikultur yaitu terdiri atas berbagai pertamanan sayuran dan jagung untuk Batu Palano, sedangkan Cingkariang jenis penggunaan lahan terdiri atas pertanaman sayuran dan padi (Tabel 1). Teknik pengendalian hama P. xylostella dan C. pavonana pada kedua nagari tersebut sama dengan yang dilakukan petani di Nagari Aie Batumbuak. Rata-rata aplikasi insektisida untuk pengendalian hama sayuran di Nagari Batu Palano dan Cingkaringan adalah satu sampai dua kali seminngu. Aplikasi pestisida secara umum sangat tergantung pada tingkat serangan dan kondisi cuaca.

Tabel 1. Deskrisi lokasi penelitian Aie Batumbuak, batu Palano, dan Cingkariang

Lokasi penelitian Ketinggian Jenis Pengunaan lahan Aie Batumbuak 1160 mdpl Didominasi oleh bawang merah, ada

beberapa petak kubis bulat

Batu Palano 1138 mdpl

Kubis bunga, bawang daun, wortel, jagung, kacang buncis, terung, seladri, cabe, dan tomat

(7)

Keanekaragaman spesies Hymenoptera Parasitoid yang Berasosiasi dengan Tanaman Cruciferae

Keanekaragaman spesies sangat ditentukan oleh kekayaan spesies dan kelimpahan relatifnya (kemerataan spesies) dalam suatu komunitas (Magurran, 1988). Pada Tabel 2 terlihat bahwa jumlah individu Hymenoptera parasitoid di Aie Batumbuak lebih tinggi daripada Batu Palano dan Cingkariang. Namur, kekayaan spesies dan kemerataan spesiesnya relatif lebih tinggi, sehingga keanekaragaman spesies Hymenoptera parasitoid juga lebih tinggi.

[image:7.612.90.508.507.597.2]

Menurut Magurran (1988), Ludwig dan Reynolds (1988), dan Krebs (1999) kemerataa spesies dalam suatu komunitas ditentukan oleh dominasi suatu spesies. Rendahnya kemerataan spesies di Batu Palano dan Cingkariang disebabkan oleh komunitas Hymenoptera parasitoid didominasi oleh Deadegma semiclausum, parasitoid larva P. xylostella (Tabel 5 dan 6). Hasil yang mirip juga pernah ditemukan oleh Yaherwandi et al. (2006) tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada pertanaman padi di Naylindung, Gasol, dan Selajambe, Cianjur Jawa Barat dan Yaherwandi dan Syam (2007) tentang keanekaragaman parsasitoid wereng batang coklat di Sungai Sapih dan Kayu Tanduak, Sumatera Barat.

Tabel 2. Kekayaan spesies, jumlah individu, keanekaragaman spesies dan kemerataan spesies hymenoptera parasitoid yang berasosiasi dengan tanaman Cruciferae pada tiga lokasi penelitian

Lokasi Kekayaanspesies individuJumlah Keanekaragamanspesies Kemerataanspesies

Aie Batumbuak 29 369 1.60 0.58

Batu Palano 26 656 0.78 0.26

(8)

Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid yang Berasosiasi dengan Tanaman kubis bunga, kubis bulat, dan tumbuhan liar

[image:8.612.116.498.522.611.2]

Secara umum kekayaan, kemerataan, dan keanekaragaman spesies Hymenoptera parasitoid tumbuhan liar lebih tinggi daripada tanaman kubis bulat dan kubis bunga (Tabel 3). Dari data pada Tabel 2 dan 3 terlihat bahwa jumlah individu tidak menentukan keanekaragaman spesies komunitas Hymenoptera parasitoid yang beasosisasi dengan tanaman cruciferae. Tingginya keanekaragaman spesies pada tumbuhan liar terjadi karena komunitas Hymenoptera parasitoid yang terdapat pada tumbuhan liar tersebut tidak hanya terdiri atas spesies parasitoid yang menyerang serangga herbivor yang hidupa pada tumbuhan liar itu saja, tetapi juga berasal dari parasitoid yang menyerang hama tanaman kubis bulat dan kubis bunga. Hal ini karena adanya aliran spesies pada kedua habitat tersebut ke tumbuhan liar (Tabel 6). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa habitat tumbuhan liar yang terdapat diksekitar pertanaman kubis-kubisan dapat menjadi habita refugia bagi musuh alami termasuk Hymenoptera parasitoid, ketika habitat utama mengalami gangguan, yaitu ketika aplikasi insektisida atau pada saat tanaman utama dipanen. Hal ini juga perna dilaporan oleh Yaherwandi et al. (2007 dan 2008).bahwa habitat tumbuhan liar yang terdapat di lanskap pertanian di Nyalindung, Gasol, dan Selajambe dapat mendukung kehidupan Hymenoptera parasitoid ketika aplikasi pestisida pada tanaman sayuran dan padi.

Tabel 3. Jumlah individu dan kekayaan spesies, kemerataan spesies, dan keanekaragaman spesies hymenoptera yang berasosiasi dengan tanaman kubis bunga, kubis bulat, dan tumbuhan liar.

Jenis tanaman Kekayaanspesies IndividuJumlah Keanekaragamanspesies Kemerataanspesies

Kubis bulat 29 369 1.60 0.58

Kubis bunga 47 1313 0.98 0.31

Tumb. liar 56 261 3.33 0.93

(9)

Ideks sorensen

Kubis bulat

Kubis bunga

Tumb. liar

Kubis bulat 1.00 0.67 0.33

Kubis bunga 1.00 0.44

Tumb. liar 1.00

Komunitas Hymenoptera parasitoid pada Hama Utama Tanaman Cruciferae

Kekayaan spesies parasitoid yang beasosiasi dengan hama utama tanaman Cruciferae pada ketiga lokasi penelitian adalah sembilan spesies yaitu terdiri atas delapan spesies termasuk ordo Hymenoptera dan satu spesies ordo Diptera yaitu Stumia sp (Tabel 5 dan 6). Kekayaan spesies Hymenoptera yang beasosiasi dengan P. xylostella dan C. pavonana berturut-turut adalah lima dan tiga spesies (Tabel 5). Jika dilihat dari lokasi penelitian, kekayaan spesies Hymenoptera parasitoid yang berasosiasi dengan kedua hama tersebut adalah tujuh spesies untuk Aie Batumbuak dan enam spesies untuk Batu Palano dan Cingkariang (Tabel 6). Hasil ini mirip dengan yang ditemukan oleh Alam (1990) di Jamaica yaitu enam spesies Hymenoptera parasitoid, tetapi jauh lebih rendah daripada yang ditemukan oleh Mustata dan Mustata (2007) di Moldovia, Rumania yaitu 19 spesies parasitoid. Hal ini disebabkan oleh lokasi pengumpulan data Hymenoptera parasitoid pada penelitian ini dan penelitian Alam (1990) jauh lebih sedikit yaitu tiga lokasi jika dibanding penelitian Mustata dan Mustata (2007) yaitu 60 lokasi.

(10)
[image:10.612.132.481.126.325.2]

Tabel 5. Kelimpahan Hymenoptera parasitoid yang berasosiasi dengan Plutella

xylostella dan Crocidolomia pavonana pada tanaman Cruciferae dan tumbuhan liar

Jenis Hama Spesies

Jenis tanaman Kubis

bulat

Kubis bunga

Tumb. Liar

P. xylostella

D. semiclausum 234 1087 57

sp 2 3 16 7

Sp 4 0 1 3

sp16 1 0 0

sp17 1 0 0

C. pavonana

E. argentipilosus 5 2 0

sp 1 0 1 20

Sp 3 1 3 27

(11)
[image:11.612.134.481.139.513.2]

Tabel 6. Komunitas parasitoid yang beasosiasi dengan Plutella xylostella dan

Crocidolomia pavonana hama utama tanaman Criciferae dan tumbuhan liar pada ketiga lokasi penelitian

Lokasi Spesies

Kubis bulat

Kubis bunga

Tumb. liar

Aie Batumbuak

D. semiclausum 234 0 24

sp1 0 0 11

sp3 1 0 22

E. argentipilosus 5 0 0

sp16 1 0 0

sp17 1 0 0

sp2 3 0 2

Sturmia sp 14 0 0

Batu Palano

D. semiclausum 0 563 0

sp1 0 0 9

sp3 0 1 5

sp4 0 0 3

E. argentipilosus 0 1 0

sp2 0 12 5

Sturmia sp 0 5 0

Cingkariang

D. semiclausum 0 524 33

sp1 0 1 0

E. argentipilosus 0 1 0

sp2 0 4 0

sp3 0 2 0

sp4 0 1 0

Sturmia sp 0 10 0

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Lanskap pertanian Aie Batumbuak lebih sederhana daripada lanskap pertanian Batu Palano dan Cingkariang.

2. Keanekaragaman spesies Hymenoptera parasitoid lebih tinggi pada lanskap Aie Batumbuak dariapada Batu Palano dan Cingkariang

(12)

4. Dari sembilan spesies Hymenoptera parasitoid yang yang berasosiasi dengan hama utama tanaman Cruciferae, D. semiclausum adalah parasitoid yang dominan untuk ketiga lokasi penelitian.

5. Tumbuhan liar yang terdapat di sekitar pertanaman Cruciferae dapat digunakan untuk konservasi musuh alami, termasuk D. semiclausum

DAFTAR PUSTAKA

Altieri MA, Nicholls CI. 2004. Biodiversity and Pest management in Agroecosystem. Second Edition. New York: Food Product Press.

Alam, M. M. 1990. Diamondback moth and its natural enemies in Jamaica and some other Caribean Islands. 233 - 243

Barrion A.T. dan J.A. Litsinger. 1992. Taxonomy of rice pest and their arthropod parasites and predators. Dalam Heinrichs, E.A., editor. New Delhi: Willey Eastern Limited. Colwell RK, Coddington JA. 1994. Estimating terrestrial biodiversity through

extrapolation. Philosophical Transactions of Royal Society London 345: 101-118. Colwell RK. 2000. EstimateS: Statistical estimate of spesies richness and shared spesies

from samples. Version 6.0b1 [serial online].

http://www.viceroy.eeb.uconn.edu/estimates [16 Dsember 2003].

Garcia, M.C., S.H. Gage dan D.A. Landis. 1997. Respon of an Assemblage of Coccinellidae (Coleoptera) to a Diverse agricultural landscape. Environ. Entomol. 26 (4): 792 – 804

Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of The world: An Identification Guide to Families. Ottawa: Research Branch Agruculture Canada Publication.

Kartosuwondo, K dan D. Buchori. 2003. Kompatibilitas parasitoid E. argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) dan Inangnya: Faktor-faktor yang mempengaruhi effektifitas Eriborus argenteopilosus dalam mengendalikan Crocidolomia pavanana Zell (Lepidoptera: Pyralidae). Laporan Penelitian Hibah Bersaing X. Dirjen Dikti, Depdiknas.

Krebs CJ. 1999. Ecological Metodology. Second Edition. New York: An imprint of Addison Wesley Longman, Inc.

Krebs CJ. 2000. Program for ecological methodology [software]. Second Edition. New York: An imprint of Addison Wesley Longman, Inc.

(13)

Landis, D.A. dan P.C. Marino. 1999. Landscape structure and extra-field proses: impact on management of pests and beneficials. In. Ruberson, R.R. (Ed.) Handbook of Pest Management, pp 79 – 104

Landis, D.A. dan A. C. Costamagna. 2004. Influence of agricultural landscape conplexcity in parasitoid abundance and diversity in Michigan. http://www. entomology.wisc.edu [Download 20 februari 2005).

Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology. New York: John Wiley & Sons. Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. London: Chapman and

Hall.

Marino, P.C. dan D. A. Landis. 1996. Effect of landscape structure on parasitoid diversity and parasitism in agroecosystems. Ecological Application, 6 (1), pp 276 – 284 Menalled, F.D., P.C. marino, S.H. Gage dan D.A. Landis. 1999. Does agricultural

landscape structure affect parasitism and parasitoid diversity?. Ecological Application 9(2), 634 – 641

Mustata, G and M. Mustata. 2007. Plutella xylostella (Lepidoptera: plutellidae) and its natural biological control in the region of Moldovia, Romania. Biologi Animala, III: 149 - 158

Novrinelly dan Yaherwandi. 2006. Struktur Populasi Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Parasitoid Crocidolomia pavonana Fabricius (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Beberapa Tipe Lansekap: Implikasinya Terhadap Keefektifan Parasitoid Sebagai Agens Pengendalian Hayati di Lapangan. Laporan Hibah Bersaing (telah disummit ke Jurnal Akta Agrosia Jurusan Agronomi Univ. Bengkulu).

Ratna, E. S., D. Buchori dan T. Santoso. 1999. Pemanfaatan Virus dari beberapa Spesies Parasitoid untuk Meningkatkan Kinerja Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) dalam Mengendalikan Crocidolomia pavonana Zell. (Lepidoptera: Pyralidae). Laporan Riset Unggulan Terpadu IV. Kantor Mentri Negara Riset dan Teknologi.

Reflinaldon, Yaherwandi dan Hidrayani. 2005. Fragmentasi habitat dan keanekaragaman parasitoid Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae) pada berbagai struktur lansekap. Manggaro 6 (2): 1 – 7

Sastrosiswojo S dan Sastrodihardjo S. 1986. Status of biological control of diamondback moth by introduction of parasitoid Diadegma eucerophaga in Indonesia. Di dalam: Talekar NS (ed). Diamondback Moth Management: Proceeding of Firts International Workshop. http://www.avrdc.org [download 20 Januari 2006]

Sathe, T. V. 1990. The biology of Diadegma argenteopilosus (Cameron) (Hyemenoptera: Ichneumonidae) an internal parasitoid of spodoptera litura (Fab.). Entomologist 109: 2 – 7.

(14)

Szentkiralyi, F dan F. Kozar 1991. How many species are there in apple insect communities?: testing the resource diversity and intermediate disturbance hypoteses. Ecological Entomol. 16: 491 – 503

Thies, C. dan T. Tscharntke. 1999. Landscape structure and biological control in agroecosystems. Science 283: 893 – 893

van Emden HF. 1991. Plant diversity and natural enemy efficiency in agroecosystems. Di dalam: Mackkauer M, Ehler LE, Roland J, editor. Critical Issues in Biological Control. Great Britain: Atheneum Press. hlm 63-80.

Yaherwandi, Manuwoto S, Buchor D, Hidayat P dan Prasetyo L. 2005. Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid pada Tumbuhan Liar di Sekitar Pertanaman padi di DAS Cianjur (Prosiding Seminar BKS-Barat, September 2005 (Telah disummit pada Jurnal Biosain Hayati FMIPA IPB Maret 2007).

Yaherwandi, Manuwoto S, Buchori D, Hidayat P dan Prasetyo L. 2006. Analisis spasial lanskap pertanian dan keanekaragaman Hymenoptera di Daerah Aliran Sungai Cianjur. Jurnal Hayati 13 (4): 137 – 144

Gambar

Tabel 1. Deskrisi lokasi penelitian Aie Batumbuak, batu Palano, dan Cingkariang
Tabel 2. Kekayaan spesies, jumlah individu, keanekaragaman spesies dan kemerataanspesies hymenoptera parasitoid yang berasosiasi dengan tanaman Cruciferaepada tiga lokasi penelitian
Tabel 3. Jumlah individu dan kekayaan spesies, kemerataan spesies, dan keanekaragamanspesies hymenoptera yang berasosiasi dengan tanaman kubis bunga, kubis bulat, dan tumbuhan liar.
Tabel 5. Kelimpahan Hymenoptera  parasitoid yang berasosiasi dengan Plutella
+2

Referensi

Dokumen terkait

yang digunakan, dan pengaruh dari model terhadap kondisi belajar siswa. Tes hasil belajar. Tes hasil belajar dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana. tingkat

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh menggunakan data tekstual, dimana data diperoleh dengan metode dokumentasi, yaitu pemilihan dan

Daftar Kuesioner penelitian Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan terhadap Kejadian Gingivitis pada Anak Kelas 5 dan 6 di SDN 05 Surau Gadang Kecamatan Naggalo Padang. Dummy

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk melengkapi syarat pendaftaran Ujian Meja Hijau Tugas Akhir Mahasiswa bersangkutan di Departemen Matematika FMIPA USU

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Perencanaan Unit Pengolahan Pangan (PUPP) dengan judul “Perencanaan

Komposisi Kimia Bahan Penyusun Susu Kental Manis Putih.. Komposisi Kimia Bahan Penyusun Susu Kental Manis

Dimana setiap perubahan pada produksi padi sebagai variabel dependent mampu dijelaskan oleh variabel independent sebesar 99,2 persen dan sisanya dijelaskan oleh

Model peternakan itik kebanyakan menggunakan cara tradisional yang skala pemeliharaannya kecil dan model pemberian pakan yang mengandalkan pakan alami (Windhyarti, 2009). Saat