• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Parasitoid Dan Artropoda Predator Pada Pertanaman Kelapa Sawit Dan Padi Sawah Di Cindali, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Parasitoid Dan Artropoda Predator Pada Pertanaman Kelapa Sawit Dan Padi Sawah Di Cindali, Kabupaten Bogor"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN PARASITOID DAN ARTROPODA

PREDATOR PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT DAN

PADI SAWAH DI CINDALI, KABUPATEN BOGOR

HERNI DWINTA PEBRIANTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda Predator pada Pertanaman Kelapa Sawit dan Padi Sawah di Cindali, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

Herni Dwinta Pebrianti

(4)

RINGKASAN

HERNI DWINTA PEBRIANTI. Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda Predator pada Pertanaman Kelapa Sawit dan Padi Sawah di Cindali, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NINA MARYANA dan I WAYAN WINASA.

Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk hidup di berbagai tempat yang menjadi kekayaan di dunia. Indonesia merupakan negara tropis sehingga kaya akan keanekaragaman hayati tersebut, salah satunya adalah serangga. Keanekaragaman serangga di suatu ekosistem dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar dan vegetasi yang tumbuh di dalamnya.

Praktik budidaya yang sering diterapkan adalah secara monokultur. Hal ini akan memengaruhi keanekaragaman serangga. Serangga sebagai salah satu komponen dari biodiversitas memiliki peranan yang penting, yaitu sebagai herbivora (termasuk hama), karnivora (parasitoid dan predator), dan detritivora (pengurai). Sebagai parasitoid dan predator, serangga diharapkan dapat menjadi pengatur populasi hama di lapangan. Pertanaman kelapa sawit dan padi sawah merupakan salah satu model pertanaman yang dapat digunakan untuk melihat keanekaragaman hayati dengan kondisi vegetasi dan praktek budidaya yang berbeda.

Adanya tanaman vegetasi bawah dalam suatu ekosistem dapat meningkatkan lama hidup dan daya predasi maupun parasitisasi dari musuh alami. Vegetasi bawah berguna sebagai tempat berlindung, tempat kopulasi, tempat istirahat ataupun sebagai sumber makanan bagi musuh alami. Semakin banyak vegetasi bawah yang terdapat di dalam suatu ekosistem, maka semakin banyak pula sumber nutrisi dan inang alternatif yang dapat digunakan oleh musuh alami untuk dapat melangsungkan kehidupannya.

Penelitian dilaksanakan pada dua ekosistem, yaitu perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Ranca Bungur, Bogor, dan pertanaman padi sawah yang berdekatan dengan perkebunan tersebut. Pengamatan di lapangan dilakukan pada bulan Desember 2014 – Juli 2015. Penelitian ini mengambil 3 plot pada tanaman kelapa sawit dan 3 plot pada padi sawah. Setiap plot terdiri atas 5 subplot. Satu subplot berukuran 18 m x 18 m. Pengambilan sampel dilakukan mengikuti umur padi yaitu, sejak padi berumur 2 MST hingga menjelang padi dipanen dan diulang setiap 2 minggu sekali, dengan menggunakan 3 metode, yaitu jaring serangga, perangkap lubang, dan perangkap nampan kuning.

Keanekaragaman parasitoid dan predator pada kedua ekosistem tersebut tinggi. Pada pertanaman kelapa sawit individu serangga parasitoid dan predator berjumlah 10 835 dari 10 ordo, 57 famili dan 184 morfospesies, sedangkan pada padi sawah diperoleh 7641 individu dari 10 ordo, 60 famili dan 183 morfospesies. Kelimpahan morfospesies parasitoid dan predator tertinggi masing-masing adalah

(5)

SUMMARY

HERNI DWINTA PEBRIANTI. Diversity of Parasitic and Predacious Arthropods in Oil Palm and Paddy Field at Cindali, Bogor Regency. Supervised by NINA MARYANA and I WAYAN WINASA.

Biodiversity can be defined as the diversity of living things in various places to the riches on earth. Indonesia is a tropical country that has high biodiversity richness, one of them is insect. Insect diversity in the ecosystem is affected by environment and vegetation that live inside.

Plantation technique that mostly applied is monoculture. This will affect the insect diversity. Insects as one of the components of biodiversity has an important role in the food web as herbivores (included as pest), carnivores (parasitoids and predators), and detritivores. Parasitic and predacious insects hopefully can depress insect pest population in the ecosystem. Oil palm plantation and paddy are the models of the plantation that can be used to see the biodiversity with the different vegetation and agricultural practices.

The existence of ground vegetation can increase longevity and predation or parasitization rate of natural enemies. Ground vegetation can be used as a shelter, mating place, resting place or food source for natural enemy. The more vegetation in the ecosystem, the more nutrition sources and alternative hosts that can be used by natural enemies for their surviving.

This research was conducted in two ecosystems, i.e. oil palm plantation of PTPN VIII Cindali, Ranca Bungur, Bogor and the second was paddy fields adjacent to the plantation. This research was conducted in December 2014 until July 2015. This research took 3 plots in oil palm plantations and 3 plots in paddy field. Each plot consisted of 5 subplots. One subplot was 18 m x 18 m. Sampling was carried out biweekly following the paddy age, since 2 weeks after planting until harvested. This research used three methods, i.e. insect nets, pitfall traps and yellow pan traps. The diversity of parasitoids and predators on both ecosystem was high. In the oil palm plantations the total number of insect parasitoids and predators was 10 835 individuals from 10 orders, 57 families and 184 morphospecies, while in the paddy fields was 7641 individuals from 10 orders, 60 families, and 183 morphospecies. The highest of parasitoid and predator morphospecies abundance was Telenomus podisi and Anoplolepis gracilipes. The diversity of ground vegetation in each ecosystem affected the diversity and abundance of parasitic Hymenoptera and predators.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Entomologi

KEANEKARAGAMAN PARASITOID DAN ARTROPODA

PREDATOR PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT DAN

PADI SAWAH DI CINDALI, KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SubhanahuWaTa’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul “Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda Predator pada Pertanaman Kelapa Sawit dan Padi Sawah di Cindali, Kabupaten Bogor” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Nina Maryana, MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir I Wayan Winasa, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi dan masukan selama penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih kepada PTPN VIII Cindali, Bogor yang telah memberikan izin penulis sehingga peneliti dapat melakukan penelitian pada perkebunan kelapa sawit.

Terima kasih kepada Ayahanda Taherman dan Ibunda Suryani atas doa tulus ikhlas, perjuangan dan pelajaran hidup yang sangat berharga kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakanda Hevni Siska Maryantama dan adinda Rahmat Dimas Kurniawan, kakak ipar Gunawan, keponakan Kean Adam Alfurqan dan Muhammad Haniif, serta keluarga besar yang tiada bosannya memberi semangat, dan motivasi kepada penulis. Terima kasih juga kepada paman Defya Hendri dan kakak sepupu Nanda Tri Marbella yang selalu menyempatkan waktu mengunjungi penulis disela kesibukan untuk memberi semangat dan motivasi.

Terima kasih kepada teman penelitian Ichsan Luqmana Indra Putra yang telah membantu baik di lapangan maupun laboratorium, serta Susilawati yang memberi dukungan, nasehat, menjadi kakak dan sahabat bagi penulis. Kepada Evie, Kak Nia, Kak Jo, Dita, Abang Badrus, Wildan, Ridwan, Agung, Abang Rudi, Abang Reno, Papa Richard, Ihsan N dan teman-teman Entomologi 2013 diucapkan terima kasih atas kebersamaannya. Terima kasih kepada rekan-rekan di laboratorium Biosistematika Serangga, Ibu Aisyah, Mba Atiek, Ciptadi, Heri, Rizky N, Kak Leni, Kak Irfan, Mba Hapsah, Arini, serta adik-adik yang telah banyak membantu. Selanjutnya terima kasih kepada teman-teman yang selalu ada dalam suka dan duka.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3 Keanekargaman Serangga pada Perkebunan Kelapa Sawit dan Tanaman Padi Sawah 3

Parasitoid 4

Predator 6

METODE PENELITIAN 8 Tempat dan Waktu 8

Metode Pengambilan Sampel 8

Metode Jaring Serangga 8

Metode Perangkap Lubang 8

Metode Perangkap Nampan Kuning 9

Pengamatan Vegetasi Bawah 10

Identifikasi Serangga 10

Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Keanekaragaman dan Kelimpahan Parasitoid dan Predator 11

Dominansi Parasitoid dan Predator 14

Parasitoid 15

Predator 18

Individu Parasitoid dan Pradator yang Dominan Ditemukan 20

Kesamaan Parasitoid dan Predator yang Ditemukan 24

Perbedaan Komposisi Parasitoid dan Predator 25

Vegetasi Bawah 26

Kelimpahan Serangga Selain Parasitoid dan Predator 28

SIMPULAN DAN SARAN 29 Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30 LAMPIRAN 39

(14)

DAFTAR TABEL

1 Parasitoid dan predator pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan pertanaman padi sawah

11 2 Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, jumlah morfospesies dan

jumlah individu parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

13

3 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

16 4 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individus predator pada

pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

19 5 Parasitoid dan predator yang dominan ditemukan pada pertanaman kelapa

sawit dan padi sawah

21 6 Vegetasi bawah pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 27 7 Kelimpahan serangga selain parasitoid dan predator pada pertanaman

kelapa sawit dan padi sawah

28

DAFTAR GAMBAR

1 Denah lokasi peneltian pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan padi sawah di Cindali, Kabupaten Bogor

9 2 Kurva akumulasi spesies parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa

sawit dan padi sawah

12 3 Kelimpahan individu parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa

sawit dan padi sawah

14 4 Komposisi tiga famili parasitoid dengan morfospesies tertinggi pada

pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

17 5 Komposisi tiga famili predator dengan morfospesies tertinggi pada

pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

21 6 Jumlah morfospesies parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa

sawit dan padi sawah

24 7 Non - metric multidimentional scaling (NMDS) parasitoid dan predator

berdasarkan indeks Bray-Curtis pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

25

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Anova keanekaragaman, jumlah morfospesies dan jumlah individu parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

41 2 Anova keanekaragaman, jumlah morfospesies dan jumlah individu

predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

41 3 Kelimpahan parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 42 4 Kelimpahan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah 45 5 Faktor lingkungan selama pengambilan sampel di lapangan, data

berdasarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bogor

49

6 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu serangga selain parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk hidup di berbagai tempat yang menjadi kekayaan di dunia. Menurut Yaherwandi (2005),Indonesia adalah negara tropis sehingga kaya akan keanekaragaman hayati tersebut, baik flora maupun fauna. Buchori (2014) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dan telah diakui dunia sebagai salah satu negara mega biodiversity, salah satunya adalah serangga. Keanekaragaman serangga pada suatu habitat berbeda, karena faktor tanaman, keadaan iklim, dan keadaan habitat di sekitarnya (Rizali et al. 2002). Keberadaan hutan sebagai habitat alami menyediakan jumlah serangga karnivora lebih banyak dan keanekaragaman serangga lebih tinggi dan kompleks dibandingkan dengan agroekosistem (Janzen 1987).

Menurut LaSalle (1993), parasitoid merupakan musuh alami yang penting pada kebanyakan hama tanaman dan bertindak sebagai spesies kunci pada beberapa ekosistem. Parasitoid mampu mengendalikan hama secara spesifik dan populasinya di lapangan relatif cukup tinggi (Godfray 1994). Predator merupakan pemangsa organisme lain yang hidup bebas di alam untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dapat menyerang mulai dari fase pradewasa sampai dengan fase dewasa. Predator membutuhkan beberapa mangsa selama hidupnya sehingga dapat dimanfaatkan dalam menekan jumlah populasi hama di lapangan.

Tanaman kelapa sawit dan padi sawah merupakan tanaman yang dibudidayakan secara monokultur, kelapa sawit merupakan tanaman tahunan dan padi sawah merupakan tanaman semusim. Praktik pertanian, baik tanaman tahunan maupun tanaman semusim tidak terlepas dari pengaruh keanekaragaman serangga. Keanekaragaman serangga di suatu habitat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar dan vegetasi yang tumbuh di dalamnya. Menurut Rohrig et al. (2008), tumbuhan dapat menyediakan nektar bunga yang dapat meningkatkan daya tahan hidup dan keperidian serangga. Pada suatu habitat, keberadaan tumbuhan sangat beragam jenis dan komposisinya, termasuk pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah. Hal ini akan menciptakan perbedaan keanekaragaman serangga karnivora (parasitoid dan predator) yang tinggal di dalamnya.

Parasitoid yang ditemukan pada pertanaman kelapa sawit di antaranya yaitu anggota Famili Braconidae, Ichneumonidae, Chalcididae, Eulophidae dan Elasmidae (Basri et al. 1995). Sahari (2012) melaporkan bahwa di Kalimantan Tengah ditemukan beberapa famili Hymenoptera parasitoid yang dominan pada tanaman kelapa sawit yaitu Scelionidae, Chalcididae, Braconidae, Ichneumonidae dan Evaniidae. Predator yang ditemukan pada tanaman kelapa sawit yaitu dari Famili Cleridae dan Reduviidae (Cheong et al. 2010). Pada tanaman padi sawah, parasitoid yang ditemukan umumnya merupakan parasitoid telur dan parasitoid dari Famili Scelionidae (Herlina et al. 2011), sedangkan predator yang paling banyak di temukan adalah Famili Carabidae, Formicidae dan Lycosidae (Herlinda et al.

2008).

(18)

Jawa Barat, selain itu terdapat juga pertanaman padi sawah yang berdekatan dengan tanaman kelapa sawit. Berdasarkan kondisi ini menarik untuk dilihat perbedaan keanekaragaman serangga parasitoid dan predator pada kedua pertanaman tersebut, hal ini dapat dilakukan dengan mengambil imago serangga di lapangan sebanyak mungkin untuk melihat keanekaragaman dan kelimpahannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan artropoda parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah di Cindali, Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor.

Rumusan Masalah

Keanekaragaman hayati di suatu habitat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar dan vegetasi yang tumbuh di dalamnya. Praktik budidaya yang sering diterapkan adalah monokultur dengan penggunaan insektisida yang intensif. Hal ini akan memengaruhi keanakeragaman hayati khususnya serangga. Serangga memiliki peranan yang bervariasi yaitu sebagai herbivora termasuk (hama), karnivora (parasitoid dan predator), dan detritivora (pengurai). Sebagai parasitoid dan predator, serangga diharapkan dapat menjadi pengatur populasi hama di lapangan. Pertanaman kelapa sawit dan padi sawah merupakan salah satu model pertanaman yang dapat digunakan untuk melihat keanekaragaman hayati dengan kondisi vegetasi dan praktik budidaya yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya kajian untuk mempelajari keanekaragaman serangga parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan padi sawah yang berada di sekitar pertanaman kelapa sawit di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor. Hal tersebut mengingat keduanya merupakan tanaman yang dibudidayakan secara monokultur.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan dan kemiripan komposisi serangga parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman Serangga pada Perkebunan Kelapa Sawit dan Tanaman Padi Sawah

Kelapa sawit dan padi merupakan tanaman pertanian yang penting di Indonesia, padi menduduki urutan pertama dan kemudian disusul dengan kelapa sawit (WG 2011). Kelapa sawit merupakan penghasil minyak nabati terbesar di dunia, yaitu 59% (KMSI 2010), dan Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit kasar atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia (AAL 2013). Selanjutnya untuk tanaman padi, Indonesia adalah penghasil padi terbesar ke tiga di dunia setelah China dan India (OECD-FAO 2014). Padi merupakan tanaman pangan utama Indonesia dengan hasil produksi pada tahun 2014 adalah 71 juta ton padi (BPS 2015). Berdasarkan kondisi ini, tanaman kelapa sawit dan padi diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan perekonomian nasional, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat. Hal ini tentunya berkaitan dengan kegiatan usaha tani yang tidak terlepas dari keanekaragaman hayati.

Keanekaragaman hayati merupakan istilah yang digunakan dalam menggambarkan keanekaragaman spesies tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem (Altieri dan Nicholls 2004). Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah beriklim sedang. Hal ini karena daerah tropis memiliki iklim yang hangat dan stabil sehingga sedikit terjadi kepunahan masal (Noyes 1989).

Salah satu komponen keanekaragaman hayati tersebut adalah serangga. Serangga adalah salah satu kelompok hewan invertebrata dan termasuk anggota Filum Arthropoda yang tubuhnya beruas-ruas. Menurut Ross et al. (1982), jumlah serangga 11 kali lebih banyak dari jumlah anggota Arthropoda kelompok lain. Jumlah anggota Filum Arthropoda adalah 67.4% dari seluruh kelompok hewan di seluruh dunia dan 59.5% di antaranya merupakan serangga. Jumlah serangga yang banyak tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukungnya. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah ukuran tubuh yang kecil, siklus hidup yang pendek, mengalami metamorfosis, memiliki sistem indera dan neuromotorik yang baik, memiliki eksoskeleton, dan daya adaptasi dan seleksi yang tinggi (Gullan dan Cranston 1994).

(20)

perbedaan yang nyata dalam komposisi komunitas pada perkebunan kelapa sawit (Pfeiffer et al. 2008).

Keanekaragaman serangga pada pertanaman padi sawah lebih terpengaruh oleh adanya praktik pertanian (Downie et al. 1999). Praktik pertanian yang tidak sesuai dapat menyebabkan terjadinya ledakan serangga herbivora karena tidak bekerjanya serangga karnivora dengan baik. Keanekaragaman serangga pada pertanaman padi sawah juga dipengaruhi oleh adanya ekosistem dan habitat yang mendukung. Berdasarkan penelitian yang dilaporkan Rizali et al. (2002), pada lahan pertanian padi sawah yang berbatasan langsung dengan hutan Taman Nasional Gunung Halimun, jenis dan peranan serangga yang diperoleh menunjukkan serangga herbivora yang paling banyak yaitu 37.2%, walaupun demikian jumlah musuh alami juga banyak, 33.6% (predator dan parasitoid), 6.2% serangga detritivora, dan 23% serangga lain. Struktur habitat sekitar lahan pertanian memengaruhi keanekaragaman musuh alami yang ada pada suatu lahan tersebut. Keberadaan hutan di sekitar lahan dapat meningkatkan keanekaragaman serangga yang ada.

Perkebunan kelapa sawit dan pertanaman padi sawah yang berada berdekatan dapat diharapkan saling memengaruhi dalam hal hubungan timbal balik yang baik dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Melestarikan keanekaragaman hayati di dalam dan di sekitar perkebunan kelapa sawit dapat membantu untuk memastikan bahwa checks and balances yang biasanya mengatur spesies invasif dan hama di habitat alami terus berfungsi (Pfeiffer et al. 2008).

Parasitoid

Istilah parasitoid pertama kali diperkenalkan oleh Router pada tahun 1913 yang menjelaskan bahwa parasitoid merupakan serangga yang fase pradewasanya hidup di dalam jaringan artropoda lain (serangga) yang kemudian mematikannya. Meskipun demikian, istilah ini baru diterima secara luas sejak tahun 1974 (Godfray 1994). Fase inang yang diserang parasitoid umumnya adalah telur dan larva, namun beberapa parasitoid menyerang pupa dan sangat jarang menyerang imago inang (Gullan dan Cranston 1994). Parasitoid sering dianggap sangat efisien dan mampu menyempurnakan perkembangannya dalam satu inang. Berdasarkan jumlah parasitoid yang hidup dalam inang, parasitoid terdiri atas parasitoid soliter dan parasitoid gregarius. Parasitoid soliter merupakan spesies parasitoid yang perkembangan hidupnya terjadi pada satu tubuh inang, satu inang diparasit oleh satu individu parasitoid. Parasitoid gregarius adalah spesies parasitoid yang beberapa individu dapat hidup bersama-sama dalam tubuh satu inang, jumlah imago yang keluar dari satu tubuh inang dapat banyak sekali (Naumann 1991).

(21)

dengan lingkungan, memiliki kebutuhan makanan per individu yang rendah dan memiliki kemampuan untuk mencari inang yang tinggi.

Terdapat dua jenis parasitoid berdasarkan perilaku makannya yaitu, endoparasitoid dan ektoparasitoid. Endoparasitoid adalah parasitoid yang hidup, berkembang, dan makan di dalam tubuh inang, sedangkan ektoparasitoid adalah parasitoid yang hidup, berkembang, dan makan di luar tubuh inang, hanya alat mulutnya yang melekat pada tubuh inang. Sebagian besar parasitoid hanya masuk ke dalam satu golongan saja, tetapi ada juga yang hidup sebagai endoparasitoid dan pada fase lain berubah menjadi ektoparasitoid (Godfray 1994; Quicke 1997).

Berdasarkan fase inangnya, parasitoid dikelompokkan ke dalam parasitoid telur, telur-larva, larva, larva-pupa, pupa, dan imago. Terdapat beberapa parasitoid yang menyerang lebih dari satu fase, parasitoid ini berkembang pada dua fase, pada fase pertama larva parasitoid hanya berkembang dan baru bisa membunuh inang ketika masuk ke fase selanjutnya, seperti parasitoid telur-larva dan parasitoid larva-pupa. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan pada inang, parasitoid terbagi menjadi dua kelompok, yaitu koinobion dan idiobion. Parasitoid yang inangnya tidak berkembang lebih jauh setelah terparasit termasuk ke dalam kelompok idiobion, sedangkan parasitoid yang inangnya tetap melanjutkan perkembangan paling tidak selama beberapa waktu setelah terparasit termasuk kelompok koinobion. Kelompok koinobiont biasanya menyerang larva, lebih sering pada instar-instar awal (Godfray 1994; Quicke 1997).

Parasitoid dewasa menyerang inang untuk meletakkan telur dengan tujuan menyediakan makanan bagi keturunannya, dan beberapa parasitoid juga melakukan host feeding. Beberapa kasus terdapat sejumlah larva parasitoid dari spesies yang sama berkembang dalam satu ekor inang, fenomena ini dinamakan superparasitisme, dan jika dua spesies parasitoid yang berbeda meletakkan telur pada satu inang dan larvanya menyelesaikan siklus hidupnya pada inang tersebut dinamakan multiparasitisme (Godfray 1994).

Famili Hymenoptera yang ditemukan mengalami superparasitisme di antaranya adalah Famili Braconidae (Montoya et al. 2012), Ichneumonidae (Ueno 1997; Zhang et al. 2010), Eupelmidae (Darrouzet et al. 2003), Eulophidae (Cheong

et al. 2010), Pteromalidae (Wylie 1965; Kraft dan Van Nouhuys 2013), dan Trichogrammatidae (Shoeb dan El-Heneidy 2010). Beberapa contoh parasitoid yang mengalami fenomena multiparasitime di antaranya Famili Ichneumonidae

Pimpla disparis Viereck dan Itoplectis conquisitor (Say) (Moser et al. 2008),

Nemeritis canescens (Gravenhorst) dan Horogenes chrysostictos Gmelin pada

Ephestia sericarium Scott (Lepidoptera: Phycitidae) (Fisher 1961), Famili Braconidae Aphaereta genevensis Fischer dan Aphaereta pallipes (Say)pada pupa Diptera cyclorrapha (Pexton dan Mayhew 2004), Hyposoter horticola

(Gravenhorst) dan Cotesia melitaearum (Wilkinson) pada Melitaea cinxia

(Linnaeus)(Lepidoptera: Nymphalidae) (Van Nouhuys dan Punju 2010), Aphidius colemani Viereck dan Lysiphlebus testaceipes (Cresson) pada Aphis gossypii

Glover (Sampaio et al. 2006), dan Famili Aphelinidae Eretmocerus melanoscutus

Zolnerowich dan Rose dan Encarsia Sophia (Girault dan Dodd) pada Bemisia tabaci (Gennadius) (Shah et al. 2015).

(22)

parasitoid terdapat pada ordo Hymenoptera dan Diptera (Godfray 1994). Menurut Doutt (1959), terdapat empat tahapan yang harus dilewati agar parasitoid berhasil memarasit inangnya, yaitu (1) penemuan habitat inang, (2) penemuan inang (3) pengenalan dan penerimaan inang, dan (4) kesesuaian inang. Studi tentang parasitoid dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya dengan mengambil larva inang yang terserang parasitoid di lapangan kemudian diperbanyak di laboratorium untuk melihat parasitoid yang memarasiti inang sampel dan melihat biologi parasitoid. Cara berikutnya, yaitu mengambil imago di lapangan sebanyak mungkin untuk melihat keanekaragaman parasitoid di lapangan.

Penelitian tentang studi keanekaragaman parasitoid sering dilakukan. Penelitian pada pertanaman padi sawah di antaranya dilakukan oleh Widiarta et al.

(2006) yang melaporkan bahwa ditemukan Telenomus sp., Trichogramma sp., dan

Opius sp. pada tanaman padi di Sukamandi pada musim hujan 2005/2006. Selanjutnya penelitian Yaherwandi (2009) melaporkan parasitoid yang dominan pada pertanaman padi sawah yaitu dari Ordo Hymenoptera Famili Mymaridae, Eulophidae dan Diapriidae.

Predator

Predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Predator sering kali mempunyai mangsa yang sama ketika fase pradewasa dan dewasa. Namun terdapat jenis predator yang fase pradewasa dan dewasanya membutuhkan mangsa yang berlainan. Beberapa predator bersifat kanibal, terutama bila terjadi kekurangan makanan. Pada keadaan makanan yang terbatas, individu yang lemah akan dimangsa oleh individu yang kuat. Imago Famili Coccinellidae akan memakan telurnya sendiri yang baru diletakkan bila mangsanya yang berupa kutu-kutu tanaman tidak ditemukan (Borror et al. 1996).

Beberapa strategi predator saat menangkap mangsa adalah diam menunggu, menyergap, insinuasi (menenangkan mangsanya yang aktif), teknik umpan dan menangkap (kepik pembunuh), terbang (Ordo Odonata dan Ordo Diptera), dan kleptoparasitisme (mendapatkan mangsa dengan mencuri dari serangga lain). Predator dalam menemukan mangsanya sama dengan hama dan parasitoid, yaitu memiliki beberapa tahapan di antaranya tahapan penemuan habitat mangsa, penemuan mangsa, penerimaan mangsa dan kesesuaian mangsa (New 1991).

Predator memiliki peranan penting dalam penekanan populasi serangga hama, karena dapat meningkatkan mortalitas hama. Menurut Untung (2006), terdapat beberapa ordo serangga yang anggotanya merupakan predator, antara lain Coleoptera, Neuroptera, Hymenoptera, Diptera, Orthoptera, Odonata dan Hemiptera.

(23)

yang tidak dapat ditemukan semuanya pada tanaman budidaya. Untuk memperoleh keperluan hidupnya pada periode tertentu serangga tersebut harus pindah ke tanaman inang pengganti atau habitat lainnya yang berada di sekitar tanaman budidaya seperti rerumputan, tumbuhan gulma, atau semak-semak sekitar lahan pertanian untuk mendapatkan makanan, tempat peletakan telur, dan sebagai tempat persembunyian yang sesuai.

(24)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada dua pertanaman, yaitu pertanaman kelapa sawit PTPN VIII Afdeling 1 Cindali dan pertanaman padi sawah yang berada berdekatan dengan tanaman kelapa sawit. Kedua lokasi berada di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor. Sortasi dan identifikasi dilaksanakan di laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proktesi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 - Juli 2015.

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel serangga dilakukan pada 2 lokasi pertanaman. Setiap lokasi penelitian terdiri atas 3 plot, sehingga total adalah 6 plot (Gambar 1). Pemilihan plot pada kelapa sawit dilakukan secara acak pada beberapa blok yang memiliki luas sekitar 145 - 150 ha dan berdekatan dengan sawah. Pemilihan plot pada padi sawah dilakukan dengan mengambil 3 lahan sawah yang kepemilikannya berbeda namun umur padinya sama dan memiliki luas sekitar 4000 – 5000 m2.

Ditentukan 5 subplot pada setiap plot kelapa sawit dan padi. Satu subplot berukuran 18 m x 18 m. Pengambilan sampel serangga pada 2 lokasi pertanaman dilakukan mengikuti umur padi yaitu, sejak padi berumur 2 minggu setelah tanam (MST) hingga menjelang padi dipanen, dan diulang setiap 2 minggu sekali. Pengambilan sampel serangga dilakukan dengan 3 metode, yaitu menggunakan jaring serangga, perangkap lubang dan perangkap nampan kuning.

Metode Jaring Serangga

Jaring serangga yang digunakan berdiameter 30 cm dengan panjang tongkat 80 cm, dan jaring tersebut terbuat dari kain organdi. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengayunkan jaring serangga sebanyak 100 kali ayunan ganda pada setiap subplot, sehingga total setiap plot yaitu 500 kali ayunan ganda. Satu kali ayunan ganda adalah mengayunkan jaring serangga 1 kali ke kiri dan 1 kali ke kanan. Hasil dari jaring serangga dimasukkan ke dalam separator. Separator yang digunakan berbentuk persegi panjang, terbuat dari kain yang berwarna hitam dengan kerangka kawat. Ukuran panjang empat sisi samping separator 26.5 cm, tinggi sisi depan 17.5 cm, tinggi sisi belakang 16 cm, lebar sisi depan 18 cm, dan lebar sisi belakang 16.5 cm. Bagian ujung depan kain separator terjuntai sebagai tempat untuk memasukkan serangga hasil dari jaring serangga. Ujung belakang kain separator diberi botol plastik yang berisi alkohol 70% sebagai wadah tempat sampel.

Metode Perangkap Lubang

(25)

Gambar 1 Denah lokasi penelitian pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan padi sawah di Cindali, Kabupaten Bogor. Plot pengamatan pada pertanaman kelapa sawit, Plot pengamatan pada pertanaman padi sawah

7 cm dan tinggi wadah 10 cm. Perangkap lubang dipasang dengan membuat suatu lubang dengan menggali tanah, selanjutnya wadah dimasukkan ke dalam lubang tersebut dan diusahakan permukaannya rata dengan permukaan tanah di sekitarnya. Perangkap lubang diisi dengan larutan gliserol sebanyak seperempat dari tinggi wadah. Bagian atas wadah ditutup dengan seng sebagai atap untuk menghindari masuknya air ketika hujan serta dipasang tiang yang terbuat dari bambu setinggi 5 cm dari permukaan tanah. Pada setiap plot dipasang 10 perangkap atau pada setiap subplot terdapat 2 perangkap. Perangkap lubang dipasang di sekitar tanaman kelapa sawit dan di pematang sawah selama 2 x 24 jam. Serangga hasil pengambilan sampel ini kemudian disaring dan dipindahkan ke dalam botol yang berisi alkohol 70%.

Metode Perangkap Nampan Kuning

(26)

Pengamatan Vegetasi Bawah

Pengamatan vegetasi bawah dilakukan dengan tujuan sebagai data pendukung dalam penelitian. Vegetasi bawah yang ditemukan dalam plot pengambilan sampel serangga dicatat, diambil dan dibuat herbarium untuk selanjutnya diidentifikasi hingga tingkat spesies.

Identifikasi Serangga

Sampel diidentifikasi sampai ke tingkat morfospesies. Identifikasi sampel dilakukan dengan acuan beberapa kunci identifikasi (Grissel dan Schauff 1990; CSIRO 1991; Goulet dan Huber 1993; Borror et al. 1996; Triplehorn dan Johnson 2005) serta dengan menggunakan spesimen referensi dari berbagai sumber.

Analisis Data

Data hasil identifikasi ditabulasikan dalam satu tabel menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Data dianalisis dengan menggunakan program R Statistic

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman dan Kelimpahan Parasitoid dan Predator

Parasitoid dan predator yang diperoleh dalam penelitian ini berjumlah 11 ordo, 69 famili, 228 morfospesies, dan 18 476 individu. Pada pertanaman kelapa sawit individu serangga parasitoid dan predator berjumlah 10 835 dari 10 ordo, 57 famili dan 184 morfospesies, sedangkan padi sawah diperoleh 7641 individu dari 10 ordo, 60 famili dan 183 morfospesies. Kelimpahan parasitoid dan predator yang diperoleh lebih tinggi pada pertanaman kelapa sawit dibandingkan dengan pertanaman padi sawah (Tabel 1). Banyaknya parasitoid dan predator yang ditemukan pada habitat kelapa sawit karena terdapat banyak tanaman vegetasi bawah yang dapat mendukung kelangsungan hidup dari musuh alami. Menurut Barbosa dan Benrey (1998), semakin banyak atau beragam spesies dari tumbuhan yang terdapat dalam suatu habitat, maka semakin tinggi juga tingkat keanekaragaman musuh alami pada habitat tersebut.

Tabel 1 Parasitoid dan predator pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan pertanaman padi sawah

Lokasi Jumlah Jack-1a %

Ordo Famili Morfospesies Individu Sawit

Parasitoid 02 25 101 0 3248 88.09

Predator 10 32 083 0 7587 83.44

Sawah

Parasitoid 03 27 095 1910 79.96

Predator 09 33 088 5731 84.31

a persentase spesies parasitoid dan predator yang diperoleh berdasarkan perhitungan dengan

menggunakan Jackknife-1

(28)

0

Gambar 2 Kurva akumulasi spesies (a) parasitoid, dan (b) predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

Jumlah serangga parasitoid berdasarkan lokasi pengambilan sampel menunjukkan bahwa pada lokasi pertanaman kelapa sawit diperoleh 2 ordo, 25 famili, 101 morfospesies dan 3248 individu, sedangkan pada pertanaman padi sawah ditemukan 3 ordo, 27 famili, 95 morfospesies dan 1910 individu. Kekayaan parasitoid yang diperoleh lebih tinggi pada pertanaman kelapa sawit dibandingkan dengan padi sawah. Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman parasitoid pada kedua lokasi pertanaman (kelapa sawit dan padi sawah) memiliki perbedaan. Berdasarkan uji Anova diketahui bahwa perbedaan lokasi pertanaman memengaruhi keanekaragaman /H’ (F 1.4= 13.980, P= 0.020*), jumlah morfospesies

parasitoid (F 1.4= 34.520, P= 0.004**), dan jumlah individu parasitoid (F 1.4= 8.521,

P= 0.043*) (Lampiran 1). Hal ini karenapada suatu lokasi pertanaman yang sama kemungkinan bisa terjadi perbedaan kemiripan yang disebabkan perbedaan mikroklimat atau keadaan lingkungan yang dapat saja terjadi pada waktu yang berbeda meskipun berada pada satu lokasi yang sama. Hal ini dikarenakan serangga mengikuti atau beradaptasi pada kondisi lingkungan yang berbeda (Bianchi et al. 2006).

(29)

morfospesies dan 5731 individu. Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman predator pada kedua lokasi pertanaman (kelapa sawit dan padi sawah) tidak memiliki perbedaan. Berdasarkan uji Anova diketahui bahwa perbedaan lokasi pertanaman tidak memengaruhi keanekaragaman/H’ (F 1.4= 3.618,

P= 0.130), dan jumlah morfospesies predator (F 1.4= 6.261, P= 0.066), namun

memengaruhi jumlah individu predator (F 1.4= 23.050, P= 0.008**) (Lampiran 2).

Hal ini karena predator memiliki kisaran mangsa yang luas dan tidak hanya bergantung pada satu mangsa saja. Selain itu menurut Herlinda et al. (2004) predator memiliki kemampuan untuk beradaptasi di ekosistem efemeral seperti pada pertanaman padi sawah.

Fungsi serangga sebagai parasitoid dan predator pada kedua lokasi pertanaman masing-masing menunjukkan keanekaragaman yang tinggi, karena dapat dilihat dari nilai indeks keanekaragaman yang lebih dari 3 (Tabel 2). Hal ini karena adanya vegetasi yang berada pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah yang merupakan tempat hidup dan sumber makanan bagi parasitoid dan predator. Siemann et al. (1999) menyatakan bahwa keanekaragaman predator dan parasitoid tergantung pada keanekaragaman herbivora, selain itu tergantung juga pada keanekaragaman tanaman, banyak parasitoid dan predator mengambil nektar dan serbuk sari sebagai nutrisi.

Tabel 2 Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), jumlah morfospesies (S) dan jumlah individu (N) parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

Lokasi (plot) Fungsi ekologi H’ S N

Sawit 13 Parasitoid 3.68 81 813

Predator 3.36 58 2304

Sawit 16 Parasitoid 3.88 90 1117

Predator 3.31 66 2616

Sawit 18 Parasitoid 3.66 87 1318

Predator 3.30 63 2667

Sawah 1 Parasitoid 3.43 70 578

Predator 3.36 66 1895

Sawah 2 Parasitoid 3.51 70 613

Predator 3.53 73 2023

Sawah 3 Parasitoid 3.45 71 719

Predator 3.40 72 1813

(30)

0 0 0 47 0

terdapat di dalamnya. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan komposisi vegetasi yang terdapat di dalam plot sawit 18 memperlihatkan jumlah keanekaragaman dan kelimpahan vegetasi yang lebih banyak dari sawit plot 13 dan 16. Luskins dan Potts (2011), menyatakan bahwa umur tanaman sawit yang lebih tua memengaruhi banyaknya vegetasi bawah yang tumbuh pada sawit tersebut.

Dominansi Parasitoid dan Predator

Parasitoid dalam penelitian ini berasal dari kelompok Ordo Diptera, Hymenoptera dan Strepsiptera. Predator berasal dari Ordo Araneae, Coleoptera, Dermaptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Mantodea, Neuroptera, Odonata, dan Orthoptera (Gambar 3).

Gambar 3 Kelimpahan individu parasitoid dan predator pada pertanaman (a) kelapa sawit dan (b) padi sawah

Banyaknya ordo dari parasitoid dan predator yang diperoleh dalam penelitian ini sama seperti yang ditemukan oleh beberapa peneliti pada pertanaman padi sawah yang tergolong dalam anggota Ordo Strepsiptera (Shepard et al. 1991),

a

(31)

Hymenoptera, dan Diptera (Rizali et al. 2002; Hamid et al. 2003). Predator ditemukan dari anggota Ordo Coleoptera, Orthoptera, Odonata, Dermaptera, dan Hymenoptera, Hemiptera, Diptera dan Araneae (Rizali et al. 2002; Herlinda et al.

2004; Widiarta et al. 2006). Selanjutnya pada perkebunan kelapa sawit Ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Mantodea, Neuroptera, dan Odonata berperan sebagai predator, Ordo Diptera dan Hymenoptera dengan fungsi ekologi sebagai parasitoid (Hindarto 2015).

Total morfospesies dari parasitoid dan predator adalah 228 morfospesies (Lampiran 3 dan 4), dengan jumlah tertinggi dari kelompok parasitoid pada kedua pertanaman sebanyak 120 morfospesies. Hal ini karena parasitoid mempunyai karakteristik antara lain jumlah populasi di lapangan yang melimpah dengan inang spesifik berupa serangga (Godfray 1994). Parasitoid mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik dengan lingkungan, memiliki kebutuhan makanan per individu yang rendah dan memiliki kemampuan untuk mencari inang yang tinggi. Parasitoid

Kelimpahan dan keanekaragaman morfospesies parasitoid yang paling dominan berasal dari Ordo Hymenoptera, baik pada pertanaman kelapa sawit maupun padi sawah dengan masing-masing berjumlah 3201 dan 1856 individu, dengan 114 morfospesies. Hal ini didukung dengan pendapat Hassel dan Waage (1984) bahwa keanekaragaman parasitoid yang tinggi terdapat pada Ordo Hymenoptera dengan kurang lebih 200 000 spesies, 250 000 spesies (Gauld 1986), bahkan menurut Quicke (1997), sekitar 80% spesies parasitoid termasuk ke dalam ordo Hymenoptera. Morfospesies dan individu parasitoid yang dominan ditemukan pada Ordo Hymenoptera tersebut terdapat pada Famili Braconidae, Scelionidae dan Eulophidae (Tabel 3). Tingginya perolehan karena penyebaran Famili ini yang cukup merata dan menempati beragam habitat.

Famili Braconidae ditemukan dengan jumlah morfospesies tertinggi dibandingkan dengan famili lain, baik pada pertanaman kelapa sawit maupun padi sawah. Hal ini karena Famili Braconidae merupakan famili yang paling beragam dan melimpah ditemukan dari famili lain (Shaw dan Huddleston 1991). Pada penelitian yang dilakukan Sahari (2012) dilaporkan bahwa Famili Braconidae banyak ditemukan berperan sebagai parasitoid dari hama tanaman kelapa sawit, serta dominan ditemukan baik dari segi jumlah spesies maupun kelimpahannya. Menurut Papp (1994), Famili Braconidae banyak ditemukan pada vegetasi dengan ketinggian 0 - 3 m bila dibandingkan pada kanopi. Hal tersebut tentunya dapat dikaitkan dengan perangkap yang digunakan dalam penelitian ini.

(32)

Tabel 3 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

Ordo Famili Sawit Sawah

(33)

a 34

Chrysocharis sp. anggota dari Famili Eulophidae dengan kelimpahan 229 individu (Gambar 4).

(34)

Morfospesies parasitoid dengan jumlah individu paling banyak adalah T. podisi, karena parasitoid ini merupakan parasitoid telur dari Famili Scelionidae dan memiliki sifat yang polifagus. Menurut Goulet dan Huber (1993), Famili Scelionidae merupakan parasitoid telur dari banyak serangga sehingga memiliki jumlah spesies yang banyak. Menurut Yeargan (1982), T. podisi merupakan parasitoid yang kelimpahannya paling banyak memarasit beberapa genus dari Famili Pentatomidae. Hal ini juga didukung oleh adanya Famili Pentatomidae yang ditemukan di lapangan. Selain banyaknya inang yang berada di lapangan, kondisi iklim juga memengaruhi kelimpahan. Suhu optimum bagi perkembangan T. podisi

adalah 20 ± 1oC (Yeargan 1982). Akan tetapi suhu di lapangan menunjukkan

kisaran 25oC (Lampiran 5). Hal ini berarti bahwa suhu tidak memengaruhi langsung terhadap perkembangan parasitoid, akan tetapi berpengaruh terhadap kelimpahan inang. Suhu yang hangat akan memengaruhi aktivitas metabolik dari inang yang akan memengaruhi jumlah inang di lapangan. Semakin banyak inang di lapangan, maka semakin banyak pula parasitoid yang berasosiasi dengan inang tersebut. Predator

Sembilan ordo serangga dan satu ordo laba-laba yang berperan sebagai predator ditemukan pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan padi sawah. Artropoda predator yang banyak ditemukan adalah dari Ordo Hymenoptera dan Araneae pada kelapa sawit, serta Ordo Diptera dan Araneae pada padi sawah. Dominansi individu predator yang ditemukan berasal dari kelompok Ordo Hymenoptera adalah Famili Formicidae, Ordo Araneae adalah Famili Oxyopidae dan Ordo Diptera terdapat pada Ceratopogonidae (Tabel 4).

(35)

Tabel 4 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

Ordo Famili Sawit Sawah

S N S N

Araneae Araneidae 2 46 1 2

Linyphiidae 1 460 1 84

Lycosidae 2 412 2 162

Oxyopidae 2 582 2 580

Salticidae 5 176 4 72

Tetragnathidae 2 166 2 377

Theridiidae 2 92 2 86

Thomisidae 3 145 2 82

Coleoptera Carabidae 2 40 6 159

Coccinellidae 2 3 7 111

Dytiscidae 0 0 1 6

Staphylinidae 3 164 2 55

Dermaptera Forficulidae 2 5 1 2

Diptera Asilidae 1 1 1 1

Ceratopogonidae 5 791 4 818

Culicidae 1 227 1 87

Dolichopodidae 4 124 3 103

Muscidae 0 0 1 15

Tipulidae 1 297 1 536

Hemiptera Lygaeidae 2 589 3 164

Miridae 0 0 2 69

Nepidae 0 0 1 3

Notonectidae 0 0 1 13

Pentatomidae 0 0 1 17

Reduviidae 5 57 5 13

Hymenoptera Formicidae 20 2703 19 1250

Sphecidae 1 9 2 8

Vespidae 2 4 3 24

Mantodea Hymenopodidae 1 92 0 0

Mantidae 2 41 1 23

Neuroptera Ascalaphidae 1 1 0 0

Hemerobiidae 1 1 0 0

Mantispidae 1 23 0 0

Odonata Chlorocypidae 1 2 0 0

Coenagrionidae 1 4 2 269

Libellulidae 2 6 2 72

Orthoptera Gryllidae 1 98 1 13

Tettigoniidae 2 226 1 455

(36)

Predator yang ditemukan pada pertanaman padi sawah lainnya adalah dari Ordo Orthoptera, Coleoptera, dan Hemiptera. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Shepard et al. (1991), bahwa predator yang sering ditemukan pada area pertanaman padi adalah dari Ordo Hemiptera, Coleoptera, Hymenoptera dan Odonata. Selain itu terdapat juga Ordo Orthoptera sebagai predator yaitu spesies Conocephalus longipennis (De Haan) (Tettigoniidae), C. melanus (De haan) (Tettigoniidae), dan Metioche vittaticollis (Stål) (Gryllidae). Gangurde (2007) melaporkan bahwa pada pertanaman padi sawah di Filipina ditemukan predator yang jumlahnya melimpah yaitu Micraspis crocea (Mulsant) (Coleoptera: Coccinellidae), C. longipennis, M. vittaticollis, Agriocnemis spp. (Odonata: Coenagrionidae), Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae).

Banyaknya predator pada pertanaman padi karena banyaknya herbivora yang menjadi sumber makanan bagi predator. Menurut Herlinda et al. (2004), predator memiliki kemampuan untuk beradaptasi di ekosistem efemeral seperti pada pertanaman padi sawah. Selain itu salah satu predator yang banyak ditemukan pada area pertanaman padi dari Ordo Coleoptera adalah Carabidae.

Carabidae merupakan predator yang aktif mencari mangsanya pada permukaan tanah. Banyaknya Carabidae karena tanaman padi dan vegetasi bawah mendukung tersedianya tempat berlindung, makanan dan kondisi iklim mikro yang sesuai untuk serangga permukaan tanah, termasuk Carabidae. Selain merupakan predator pada kedua ekosistem, Famili Carabidae dapat digunakan sebagai bioindikator manajemen lahan (Kromp 1990).

Tiga predator yang dominan diperoleh dalam penelitian yaitu, Ordo Hymenoptera Famili Formicidae, Ordo Diptera Famili Ceratopogonidae dan Ordo Araneae Famili Oxyopidae. Morfospesies predator dengan kelimpahan individu paling banyak adalah Anoplolepis gracilipes (F. Smith) dari Ordo Hymenoptera, Famili Formicidae yang dikenal sebagai yellow crazy ants yang merupakan spesies invasif (Gambar 5). Melimpahnya A. gracilipes didugakarena semut ini memiliki mangsa yang sangat luas seperti serangga, invertebrata dan unggas (Lester dan Tavite 2004). A. gracilipes memiliki daerah persebaran yang sangat luas dari Eropa sampai ke Asia (Wetterer 2005). Walaupun telah diketahui sebagai spesies invasif, karena banyak mangsanya yang berupa hama pada suatu perkebunan, A. gracilipes

telah banyak digunakan sebagai agen biokontrol pada beberapa perkebunan, seperti kelapa dan kakao (Way dan Khoo 1992).

Predator yang dominan diperoleh selanjutnya adalah Ordo Diptera, Famili Ceratopogonidae, morfospesies dengan jumlah individu tertinggi adalah

Forcipomyia sp. 1 dengan kelimpahan 829 individu. Selanjutnya Oxyopes sp. anggota dari Famili Oxyopidae, Ordo Araneae dengan kelimpahan 701 individu. Individu Parasitoid dan Pradator yang Dominan Ditemukan

(37)

a 1201 b

Gambar 5 Komposisi tiga famili predator dengan morfospesies tertinggi pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah, (a) Formicidae, (b) Ceratopogonidae dan (c) Oxyopidae

(38)

Anagrus optabilis (Perkins) (Hymenoptera: Mymaridae) merupakan salah satu parasitoid yang memiliki kelimpahan individu tertinggi. Hal ini karena banyaknya inang yang berupa kelompok wereng dari Famili Delphacidae ditemukan dalam penelitian ini. A. optabilis merupakan parasitoid penting pada telur dari Famili Delphacidae antara lain Sogatella furcifera (Horvath) dan

Nilaparvata lugens (Stål) (Sahad 1984). Selain menjadi parasitoid telur pada Famili Delphacidae, parasitoid ini juga memarasit telur dari Famili Cercopidae, Cicadellidae, Miridae, Tingidae dan Ordo Odonata (Chiappini 1989). Banyaknya vegetasi bawah yang berbunga dalam penelitian ini juga menjadi salah satu faktor melimpahnya A. optabilis. Menurut Farrell (2013), walaupun Anagrus spp. merupakan parasitoid proovigenik, namun untuk kelangsungan hidupnya membutuhkan sumberdaya karbohidrat yang lain dan hal ini didapatkan salah satunya dari nektar. Selain menyediakan sumber karbohidrat, nektar juga berfungsi memperpanjang lama hidup dari musuh alami yang berada pada habitat tersebut (Vattala et al. 2006; Lee dan Heimpel 2007).

Parasitoid Platygaster oryzae Cameron (Hymenoptera: Platygastridae),

ditemukan melimpah, karena letak pertanaman kelapa sawit yang berdekatan dengan pertanaman pertanian. P. oryzae dikenal sebagai salah satu parasitoid penting yang terdapat pada area pertanian dan menjadi parasitoid potensial untuk mengendalikan hama pertanian (Ogah et al. 2009). Kedua lokasi penelitian berdekatan menyebabkan inang P. oryzae yang berada pada pertanaman padi sawah berpindah atau menyebrang ke area pertanaman kelapa sawit, sehingga menyebabkan banyaknya P. oryzae ditemukan pada kedua lokasi. P. oryzae

biasanya memarasit telur dari hama ganjur (Diptera: Cecidomyiidae) (Ogah et al. 2011). Selanjutnya adalah Scelio sp., parasitoid ini memiliki kelimpahan yang tinggi karena banyaknya inang yang ditemukan. Inang dari famili ini berupa telur, biasanya dari Ordo Orthoptera ataupun Mantodea (Goulet dan Hubber 1993). Faktor lain yang memengaruhi tingginya kelimpahan individu adalah iklim, terutama suhu. Scelio sp. dapat berkembang optimal pada kisaran suhu 25 - 26 ± 2oC (Masner 2012).

Parasitoid selanjutnya dengan kelimpahan individu terbanyak adalah

Polypeza sp. 1 (Hymenoptera: Diapriidae). Parasitoid ini melimpah dikarenakan banyaknya inang yang ditemukan berupa lalat buah (Diptera: Tephritidae) (Goulet dan Hubber 1993). Polypeza sp. 1sudah dikenal sebagai agens pengendalian hayati untuk lalat buah Rhagoletis spp. (Daniel dan Gruder 2012).

Predator Forcipomyia sp. melimpah diduga karena di sekitar lokasi pengambilan sampel banyak ditemukan air, baik berupa air yang tergenang maupun aliran air untuk irigasi pertanian. Salah satu habitat dari serangga ini adalah perairan, baik yang hanya berupa genangan maupun yang berupa aliran (Frank dan Fish 2008). Selain itu Forcipomyia sp. juga ditemukan pada vegetasi bawah yang berada pada lahan kering, pada bagian tanaman seperti batang, daun maupun bunga (Marino et al. 2013), atau juga dapat ditemukan pada anggrek (Grogan et al. 2013). Selain habitat yang cocok bagi perkembangan predator tersebut, banyaknya mangsa dari spesies ini yang berupa rayap (Marshall et al. 2015), ataupun mikroinvertebrata lain (Saliu Jr 1990). Selain sebagai predator, banyak yang menyebutkan bahwa

(39)

Predator lainnya yang melimpah adalah Famili Lygaeidae, banyak yang menyebutkan bahwa anggota dari famili ini kebanyakan adalah herbivora pengisap biji tanaman (Schuh dan Slater 1995). Akan tetapi terdapat beberapa anggota dari famili ini yang berperan sebagai predator bagi beberapa hama tanaman pertanian (Lundgren 2011; Burdfield-Steel dan Shuker 2014). Spesies dari famili ini yang melimpah sebagai predator adalah Geocoris sp. Melimpahnya spesies ini karena memiliki kisaran mangsa yang luas (Sweet 1960; York 1964). Beberapa mangsa dari spesies ini adalah larva Famili Noctuidae (Eubanks dan Denno 2000; Mari et al. 2013), nimfa dan imago dari kutudaun (Eubanks dan Denno 2000; Swaminathan

et al. 2015), larva Famili Gelechiidae (Ghoneim 2014), laba-laba berukuran kecil, anggota Ordo Thysanoptera dan larva Famili Lymantriidae (Sannigrahi dan Mukhopadhyay 1992). Banyaknya mangsa yang berada pada lokasi pengambilan sampel memungkinkan spesies ini memiliki kelimpahan yang tinggi juga.

Predator yang memiliki kelimpahan tinggi lain adalah Oxyopes sp. Oxyopes

sp. merupakan predator melimpah yang tidak berasal dari Kelas Insekta melainkan dari Kelas Arachnida. Oxyopes sp. merupakan predator polifagus yang memangsa banyak ordo serangga (Lockley dan Young 1987; Huseynov 2007). Walaupun merupakan predator polifagus, akan tetapi terdapat preferensi mangsa dari Oxyopes

sp. Beberapa mangsa yang lebih disukai adalah serangga dari Ordo Diptera, Hymenoptera dan Hemiptera (Huseynov 2007). Melimpahnya jumlah individu dari

Oxyopes sp. selain dikarenakan banyaknya mangsa yang tersedia pada lokasi pengambilan sampel, faktor lain adalah aktivitas dari Oxyopes sp. Menurut Huseynov (2007), sebagian besar genus Oxyopes melakukan aktivitas pemangsaan pada malam hari ketika kebanyakan mangsanya sedang beristirahat. Selain itu habitat yang menjadi preferensi Oxyopes sp. adalah rerumputan dan area yang terdapat banyak tanaman vegetasi bawah (Brady 1975).

Predator yang memiliki kelimpahan individu yang tinggi selanjutnya adalah

C. longipennis. Spesies ini merupakan salah satu anggota dari Ordo Orthoptera yang menjadi predator selain M. vittaticolis dan Anaxipha sp. yang keduanya merupakan anggota dari Famili Gryllidae. Melimpahnya spesies ini karena banyaknya mangsa yang berada pada lokasi pengambilan sampel dan merupakan predator yang umum dijumpai pada ekosistem padi sawah (Rosa dan Mariana 2012; Chakraborty et al. 2015; Tauruslina et al. 2015). Beberapa mangsa dari predator ini adalah nimfa wereng (Chitra et al. 2000; Tauruslina et al. 2015) dan telur penggerek batang (Chitra et al. 2000; Rosa dan Mariana 2012). Walaupun merupakan predator, beberapa peneliti menyatakan bahwa spesies ini juga dapat menjadi herbivora (Woin et al. 2002; Ane dan Hussain 2016).

(40)

Braconidae) yang memarasit Ceratitis capitata (Wiedemann) (Diptera: Tephritidae) dapat hidup optimal pada suhu sekitar 28 ± 2oC (Bokonon-Ganta et al. 2007). Suhu udara maupun kelembaban udara di lokasi penelitian merupakan kisaran optimal untuk hidup parasitoid Scelionidae, Braconidae maupun Eulophidae. Hal ini juga sebagai faktor yang mendukung tingginya jumlah morfospesies dan kelimpahan individu dari ketiga parasitoid tersebut ditemukan pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah.

Kesamaan Parasitoid dan Predator yang Ditemukan

Pada kedua lokasi pertanaman, beberapa parasitoid dan predator hanya ditemukan pada pertanaman kelapa sawit maupun sebaliknya hanya ditemukan pada pertanaman padi sawah. Namun dari hasil penelitian juga didapatkan parasitoid dan predator yang sama-sama ditemukan pada dua lokasi tersebut (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari letak lokasi pertanaman yang berdekatan. Berdasarkan penelitian Rizali et al. (2002), lahan pertanian padi yang terletak berdekatan dengan tepian hutan memiliki nilai kesamaan komposisi spesies yang tinggi. Selain itu adanya pertanaman atau perkebunan lain yang berada dekat dengan suatu area pertanaman padi akan dapat meningkatkan keanekaragaman yang terdapat di dalamnya (Janzen 1987). Walaupun terdapat kesamaan parasitoid dan predator yang berada pada kedua pertanaman, terdapat juga parasitoid dan predator yang hanya ditemukan pada salah satu pertanaman saja. Menurut Proches dan Cowling (2007), walaupun terdapat dua pertanaman yang saling berdekatan, akan tetapi terdapat juga spesies yang hanya ditemukan pada masing-masing pertanaman tersebut. Hal ini berkaitan dengan makanan (Novotny et al. 2002) ataupun tempat tinggal atau shelter (Rensburg et al. 2004) yang tersedia bagi predator ataupun musuh alami tersebut.

Sawit Sawah Sawit Sawah

Gambar 6 Jumlah morfospesies (a) parasitoid dan (b) predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

Walaupun perkebunan kelapa sawit memiliki dampak yang negatif terhadap keanekaragaman organisme, khususnya artropoda (Koh dan Wilcove 2007; Fayle

et al. 2010), akan tetapi untuk keanekaragaman musuh alami tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap ekosistem lain (hutan dan lahan pertanaman) (Pfeiffer et al. 2008; Bruhl dan Eltz 2009). Faktor lain yang memengaruhi kesamaan Hymenoptera parasitoid dan predator pada kedua ekosistem adalah adanya vegetasi bawah. Vegetasi bawah berguna sebagai tempat berlindung parasitoid (Landis et al.

(41)

2000; Altieri dan Nicholls 2004). Semakin banyak vegetasi bawah yang terdapat di dalam suatu habitat, maka semakin banyak pula sumber nutrisi dan inang alternatif yang dapat digunakan oleh musuh alami untuk dapat melangsungkan kehidupannya (Shelton dan Edwards 1983; Putra et al. 2012). Akan tetapi tidak semua musuh alami terdapat pada pertanaman yang memiliki banyak kanopi, salah satu musuh alami tersebut adalah Hymenoptera parasitoid dari genus Xanthopimpla

(Ichneumonidae) (Townes dan Chiu 1970). Anggota dari genus ini banyak ditemukan pada area yang memiliki daerah terbuka lebih banyak, tepian hutan atau padang rumput (Idris et al. 2003). Hal ini juga ditunjukkan pada penelitian ini, genus Xanthopimpla lebih banyak ditemukan pada pertanaman padi sawah yang memiliki daerah terbuka lebih banyak dan merupakan padang rumput dibandingkan dengan yang ditemukan pada pertanaman kelapa sawit.

Perbedaaan Komposisi Parasitoid dan Predator

Komposisi dan kekayaan parasitoid dan predator dinilai lebih dapat menggambarkan pengaruh lokasi pertanaman dibandingkan hanya berdasarkan kelimpahan jumlah parasitoid dan predator. Salah satu analisis yang sering digunakan adalah analisis Non - metric multidimentional scaling (NMDS) (Gambar 7), yaitu untuk mengetahui hubungan keanekaragaman parasitoid dan predator yang terdapat pada lokasi pertanaman yang berbeda. NMDS diperoleh dari analisis berdasarkan Indeks Bray-Curtis. Untuk mengetahui tingkat perbedaan antara lokasi dilakukan uji lanjut dengan menggunakan analisis kemiripan (ANOSIM).

(a) (b)

Gambar 7 Non - metric multidimentional scaling (NMDS) (a) parasitoid dan (b) predator berdasarkan indeks Bray-Curtis pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

(42)

berdasarkan analisis NMDS parasitoid (Gambar 7 a) dan predator (Gambar 7 b) pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah memperlihatkan bahwa komposisi parasitoid dan predator antar lokasi tersebut cenderung berbeda. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena jenis tanaman dan vegetasi di sekitar pertanaman yang berbeda.

Dimensi pada NMDS menunjukkan bahwa semakin berdekatan titik maka komposisinya semakin mirip. Kelompok kemiripan komposisi spesies parasitoid dan predator antara pertanaman kelapa sawit terpisah dengan pertanaman padi sawah, yang berarti kemiripan di antara kedua lokasi ini cenderung berbeda, meskipun secara statistik (analisis ANOSIM) perbedaan tersebut tidak berbeda nyata.

Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan jenis tanaman, pola budidaya dan vegetasi di sekitar pertanaman yang berbeda, sehingga memberikan pengaruh pada komposisi spesies parasitoid dan predator di dalamnya. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa pada suatu lokasi pertanaman yang sama kemungkinan bisa terjadi perbedaan kemiripan yang disebabkan perbedaan mikroklimat atau keadaan lingkungan yang dapat saja terjadi pada waktu yang berbeda meskipun berada pada satu lokasi yang sama. Hal ini dikarenakan serangga mengikuti atau beradaptasi pada kondisi lingkungan yang berbeda (Bianchi et al. 2006).

Vegetasi Bawah

Keanekaragaman serangga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah keanekaragaman vegetasi bawah. Vegetasi bawah yang ditemukan pada kedua lokasi pertanaman cukup beragam (Tabel 6). Semakin beragam vegetasi bawah, maka semakin beragam pula keanekaragaman serangga pada habitat tersebut. Berdasarkan penelitian Hamid et al. (2003), apabila suatu habitat memiliki vegetasi yang lebih beranekaragam di dalamnya maka nilai keanekaragaman musuh alami yang berada pada habitat tersebut dapat meningkat.

Keberadaan predator dan parasitoid pada vegetasi bawah berperan dalam pengendalian hama. Predator Cyrtorhinus sp. akan memangsa serangga yang berada pada vegetasi bawah seperti Cynodon dactylon (L.) Pers. dan Leersia hexandra Sw. jika wereng batang coklat tidak ada pada pertanaman padi. Tumbuhan tersebut juga menjadi tempat berkembangbiak Cyrtorrhinus sp., selain itu L. hexandra juga menjadi habitat bagi parasitoid Anagrus sp. (Kartohardjono 2011).

(43)

Tebel 6 Vegetasi bawah pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

Ordo Famili Lokasi (spesies)

Sawit Sawah

Alismatales Alismataceae Limnocharis flava

Apiales Apiaceae Centella asiatica Centella asiatica

Asterales Asteraceae Ageratum conyzoides Ageratum conyzoides

Chromolaena odorata Crassocephalum crepidioides Sonchus arvensis

Brassicales Brassicaceae Brassica juncea

Cleomaceae Cleome rutidosperma

Caryophyllales Polygonaceae Polygonum barbatum

Amaranthaceae Amaranthus spinosus Amaranthus sp.

Portulacaceae Portulaca oleracea

Commelinales Pontederiaceae Monochoria hastata

Dennstaedtiales Dennstaedtiaceae Pteridium aquilinum

Dicranales Calymperaceae Calymperes sp.

Fabales Fabaceae Mimosa pudica Mimosa pudica

Gentianales Rubiaceae Rubia cordifolia

Hypnales Thuidiaceae Thuidium sp.

Lamiales Plantaginaceae Plantago major Plantago major

Plantago lanceolata Plantago lanceolata

Lamiaceae Mentha piperita

Malpighiales Phyllanthaceae Phyllanthus urinaria Phyllanthus urinaria

Euphorbiaceae Chamaesyce, Acalypha

Myrtales Onagraceae Ludwigia octovalvis

Melastomataceae Clidemia hirta Clidemia hirta

Melastoma malabathricum

Oxalidales Oxalidaceae Oxalis stricta

Piperales Piperaceae Peperomia pellucida

Poales Poaceae Brachiaria humidicola Leptochloa chinensis

Brachiaria decumbens Leersia hexandra

Cyperaceae Cyperus longus Cyperus longus

Cyperus rotundus Cyperus rotundus Kyllinga monocephala Kyllinga monocephala

Scleria sp.

Polypodiales Pteridaceae Adiantum sp.

Adiantum hispidulum Adiantum tenerum

Nephrolepidaceae Nephrolepis biserrata

Athyriaceae Athyrium filix

Rosales Urticaceae Urtica dioica

Solanales Convolvulaceae Ipomoea indica

(44)

Kelimpahan Serangga Selain Parasitoid dan Predator

Keanekaragaman serangga selain parasitoid dan predator yang diperoleh pada penelitian ini berjumlah 12 ordo, 87 famili, 170 morfospesies dan 28 624 individu (Tabel 7).Selain vegetasi bawah, keanekaragaman serangga lain juga memengaruhi keanekaragaman parasitoid dan predator yang ada. Serangga lain merupakan inang bagi parasitoid dan mangsa bagi predator tersebut (Lampiran 6). Semakin tinggi keanekaragaman serangga lain yang ada pada suatu habitat, maka dapat dimungkinkan semakin tinggi juga keanekaragaman parasitoid dan predator yang terdapat pada habitat tersebut. Hal ini berkaitan dengan terpenuhi dan tercukupinya makanan bagi parasitoid dan predator tersebut. Menurut Sahari (2012), keanekaragaman parasitoid selalu mengikuti keanekaragaman inang yang umumnya serangga fitofag, keanekaragaman serangga fitofag bergantung terhadap ketersedian tanaman inang di ekosistem.

Tabel 7 Kelimpahan serangga selain parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

Ordo Sawit Sawah

F S N F S N

Blattodea 2 2 35 01 01 0005

Coleoptera 14 33 1473 12 22 1084

Diptera 21 31 4672 15 23 3289

Ephemeroptera 1 1 1 00 00 0000

Hemiptera 11 24 2355 12 30 6287

Hymenoptera 5 11 592 05 9 0211

Isoptera 1 1 32 01 01 0002

Lepidoptera 14 19 242 12 13 0121

Orthoptera 5 12 4328 05 12 3134

Phasmatodea 1 1 1 00 00 0000

Psocoptera 1 1 8 00 00 0000

Thysanoptera 2 6 402 02 05 0349

(45)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Serangga parasitoid dan predator yang diperoleh pada pertanaman kelapa sawit berjumlah 10 ordo, 57 famili dan 184 morfospesies, sedangkan pada padi sawah diperoleh 10 ordo, 60 famili dan 183 morfospesies. Nilai indeks H’ parasitoid dan predator tergolong tinggi yang berarti keanekaragaman spesies yang

ditemukan tinggi pada kedua lokasi pertanaman. Parasitoid Telenomus podisi dan predator Anoplolepis gracilipes merupakan morfospesies dengan kelimpahan tertinggi.

Saran

(46)

DAFTAR PUSTAKA

[AAL] Astra Agro Lestari. 2013. Investor buletin: Second edition February 2013 [internet]. [diunduh 2014 Sept 05]. Tersedia pada: http://www.idx.co.id /Portals/0/StaticData/NewsAndAnnouncement/ANNOUNCEMENTSTOCK /From_EREP/201302/.PDF.

Altieri MA. 1999. The ecological role of biodiversity in agroecosystems. Agric Ecosysts Environ. 74:19-31.

Altieri MA, Nicholls CI. 2004. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystem. Second edition. New York (US): Food Product Press. Ane NU, Hussain M. 2016. Diversity of insetc pests in major rice growing areas of

the world. JEZS. 4(1):36-41.

Atkins MD. 1980. Introductions to Insect Behavior. New York (US): MacMillan Publishing.

Barbosa P, Benrey B. 1998. The influence of plants on insect parasitoids: implications for conservation biological control. Di dalam: Barbosa P. Editor.

Conservation Biological Control. San Diego (MX): Academic Press.

Basri MW, Norman K, Hamdan AB. 1995. Natural enemies of the bagworm, Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) and their impact on host population regulation. Crop Prot. 14(8):637-645.

Bianchi FJJA, Booij CJH, Tscharntke T. 2006. Sustainable pest regulation in agricultural landscape: A review on landscape composition, biodiversity and natural pest control. Proc R Soc. 273:1715-1727.

Bokonon-Ganta AH, Ramadan MM, Messing RH. 2007. Reproductive biology of

Fopius ceratitivorus (Hymenoptera: Braconidae), an egg-larval parasitoid of the Mediterranean fruit fly, Ceratitis capitata (Diptera: Tephritidae). Biol Control. 41:361-367.

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari an Introduction to the Study of Insects.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Tanaman Pangan Indonesia [internet]. [diunduh 11 Maret 2016]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php.

Brady AR. 1975. The lynx spider genus Oxyopes in Mexicoand Central America (Araneaee: Oxyopidae). Psyche. (1975):189-243.

Bruhl CA, Eltz T. 2009. Fuelling the crisis: species loss of the ground-dwelling forest ants in oil palm plantations in Sabah, Malaysia (Borneo). Biodivers conserv. 12:1371-1389.

Buchori D. 2014. Orasi ilmiah guru besar IPB: Pengendalian hayati dan konservasi serangga untuk pembangunan Indonesia hijau. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Burdfield-Steel ER, Shuker DM. 2014. The evolutionary ecology of the Lygaeidae.

Ecol Evol. 4(11):2278-2301.

Gambar

Gambar 1  Denah lokasi penelitian pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan
Tabel 1 Parasitoid dan predator pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan
Gambar 2 Kurva akumulasi spesies (a) parasitoid, dan (b) predator pada pertanaman
Tabel 2  Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), jumlah morfospesies
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu perhitungan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah metode servqual. Metode ini termasuk salah satu cara dimana responden diminta untuk

Berdasarkan latar belakang masalah yang disampaikan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) apakah proporsi anggota Komisaris Independen

Salah satu produk dari kesepakatan dagang yang membebaskan produk-produk masuk secara leluasa adalah MEA. Untuk menghadapi MEA perlu persiapan agar industri kecil dapat

Dari tabel tersebut nilai koefisien determinasi yang disesuaikan adalah 0,967 menunjukkan bahwa semua variabel independen (pengalaman, biaya usahatani, jumlah

Embeding, Blocking, Pemotongan sampling untuk pembuatan slide, Deparafinasi dan rehidrasi, serta Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Pengukuran penghitungan distribusi sel sel

Semua system yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan suatu kerja disebut dengan sistem Pneumatik.. Dalam penerapannya,