• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih terhadap Larva Udang dan Embrio Ikan Zebra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih terhadap Larva Udang dan Embrio Ikan Zebra"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU

PUTIH TERHADAP LARVA UDANG DAN EMBRIO

IKAN ZEBRA

KURNIA ALYSIA ADITIANINGRUM

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih terhadap Larva Udang dan Ikan Zebra adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

KURNIA ALYSIA ADITIANINGRUM. Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih terhadap Larva Udang dan Ikan Zebra. Dibimbing oleh GUSTINI SYAHBIRIN dan KUSDIANTORO MOHAMAD.

Curcuma zedoaria, dikenal sebagai temu putih, lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Daya toksik tanaman ini perlu dievaluasi agar dapat diaplikasikan lebih luas. Penelitian ini bertujuan menguji toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih terhadap larva udang (Artemia salina) dan embrio ikan zebra (Danio rerio) serta menganalisis dugaan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Ekstrak kasar etanol memiliki nilai konsentrasi letal 50% (LC50) sebesar 588 ppm terhadap larva udang dan 215 ppm terhadap embrio ikan zebra. Pada embrio ikan zebra, pajanan ekstrak kasar etanol menyebabkan malformasi mayor pada perkembangan daerah kepala, yaitu organ otak dan mata. Berdasarkan hasil analisis kromatografi gas-spektrometri massa, senyawa aktif yang diduga berperan dalam ketoksikan ekstrak tersebut adalah epikurzerenon, kurzerena, dan kurzerenon dengan senyawa yang dominan ialah 2,4,6-trimetilasetofenon.

Kata kunci: Artemia salina, Curcuma zedoaria, Danio rerio, LC50

ABSTRACT

KURNIA ALYSIA ADITIANINGRUM. Toxicity Test of Ethanol Extract of Temu Putih Rhizome against Brine Shrimp Larvae and Zebrafish Embryos. Supervised by GUSTINI SYAHBIRIN dan KUSDIANTORO MOHAMAD.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU

PUTIH TERHADAP LARVA UDANG DAN EMBRIO

IKAN ZEBRA

KURNIA ALYSIA ADITIANINGRUM

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih terhadap Larva Udang dan Embrio Ikan Zebra

Nama : Kurnia Alysia Aditianingrum NIM : G44090047

Disetujui oleh

Dr Gustini Syahbirin, MS Pembimbing I

drh Kusdiantoro Mohamad, MSi, PAVet Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkah dan limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih terhadap Larva Udang dan Embrio Ikan Zebra. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, pada bulan Mei sampai Desember 2014.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr Gustini Syahbirin, MS dan Bapak drh Kusdiantoro Mohamad, MSi, PAVet selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, nasihat, dan semangat selama penelitian. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih pada Bapak Budi Arifin, SSi, MSi; Bapak Sabur; Bapak Drs Muhammad Farid, MSi; Ibu Dr Praptiwi; Laela Wulansari, SSi; Ibu Endah; Mbak Nia; dan Ibu Yeni atas nasihat dan pengalaman laboratoriumnya. Terima kasih sebanyak-banyaknya pada kedua orang tua penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis sehingga dapat merampungkan tugas ini dengan baik. Terima kasih pada rekan-rekan sebimbingan penulis, yakni Nurfadilawati, Sela, Tri, Andika, Mella Yanti, dan Yugo. Terima kasih pula disampaikan untuk Cempaka, Bella, Kak Hilwi, Ayustiyan, Amal, Nanda, Ferra, Malik, Kak Lita, Kak Anna, Lilla, Mey, Eci, Minah, Antisin X Community, UKM Kelatnas Perisai Diri, dan grup KPSSI atas motivasinya.

Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Februari 2015

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 2

Bahan dan Alat 2

Metode Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Hasil Determinasi Tanaman, Kadar Air, dan Rendemen Ekstrak 5

Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang 5

Toksisitas dan Efek Teratogenik Ekstrak pada Embrio Ikan Zebra 5 Hasil Analisis KCKT Ekstrak Kasar Etanol Rimpang Temu Putih 8 Hasil Analisis GC-MS Ekstrak Kasar Etanol Rimpang Temu Putih 10

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(13)

DAFTAR TABEL

1 Persentase jumlah embrio ikan zebra yang hidup, mati, dan menetas

pada pemberian ekstrak kasar etanol rimpang temu putih 6 2 Efek teratogenik setelah pemberian ekstrak kasar etanol rimpang temu

putih pada embrio ikan zebra 8

3 Kadar kurkuminoid dengan instrumen KCKT 10

4 Senyawa dalam ekstrak kasar etanol rimpang temu putih dengan

kemiripan 90% 11

5 Senyawa dalam ekstrak kasar etanol rimpang temuputih dengan

kemiripan ˂ 90% 11

DAFTAR GAMBAR

1 Uji toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih pada embrio

ikan zebra pada 24 jpf 7

2 Kromatogram KCKT standar kurkuminoid 9

3 Kromatogram KCKT ekstrak kasar etanol rimpang temu putih 9 4 Kromatogram GC-MS ekstrak kasar etanol rimpang temu putih 11 5 Struktur senyawa kurzerena (A), kurzerenon (B), dan epikurzerenon

(C) 12

6 Struktur senyawa 2,4,6-trimetilasetofenon 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 16

2 Sertifikat persetujuan etik hewan dari Komisi Etik Hewan, Fakultas

Kedokteran Hewan, IPB 17

3 Hasil determinasi tumbuhan temu putih 18

4 Kadar air dan rendemen ekstrak etanol rimpang temu putih 19 5 Hasil uji toksisitas esktrak kasar etanol rimpang temu putih terhadap

larva udang 20

6 Hasil uji toksisitas esktrak kasar etanol rimpang temu putih terhadap

embrio ikan zebra (ZFET) 21

7 Hasil analisis kurkuminoid menggunakan KCKT 23

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan berkhasiat, salah satunya berasal dari marga Curcuma. Marga Curcuma telah banyak diteliti dan dimanfaatkan, di antaranya C. longa, C. zedoaria, C. sylvatica, C. aeruginosa, C. amada, C. aromatica, C. brog, C. caesia, dan C. rakhtakanta (Nambisian et al. 2012). Tumbuhan temu putih (Curcuma zedoaria) terdistribusi di sebagian besar Asia Tenggara dan Himalaya, India (Sirirugsa 1999). Heyne (1987) melaporkan bahwa di Indonesia temu putihtumbuh liar di Gunung Dempo, Sumatera Selatan, serta di hutan jati Jawa Timur. Temu putih, khususnya bagian rimpangnya lazim digunakan untuk pengobatan, dan dipercaya dapat mengatasi perkembangan sel kanker. Rimpang temu putih ini berwarna putih dan kuning pucat, serta memiliki rasa yang pahit. Dalam pengobatan tradisional, rimpang temu putih dikonsumsi secara langsung atau dalam bentuk jamu (Rahman et al. 2013).

Manfaat temu putih sebagai obat telah banyak diteliti, di antaranya sebagai antikanker (Syu et al. 1998; Radji et al. 2010), antiradang (Jang et al. 2001; Kaushik dan Jalalpure 2011), antioksidan (Mau et al. 2003; Nambisan et al. 2012; Sumathi et al. 2013), antidiare (Nuratmi et al. 2006), dan antijamur (Cristiane et al. 2011). Kim et al. (2005) melaporkan bahwa ekstrak air rimpang temu putih dapat digunakan sebagai hepatoprotektif. Senyawa alkaloid, fenolik, flavonoid, saponin, glikosida, dan steroid yang terkandung dalam ekstrak metanol rimpang temu putih berkhasiat menangkal radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) (Sumathi et al. 2013). Jang et al. (2001) mengisolasi 3 senyawa aktif dari fraksi etil asetat yang terbukti sebagai antiradang, yaitu 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on, prokurkumenol, dan epiprokurkumenol. Rahman et al. (2013) berhasil mengisolasi kurzerenon dan alismol yang terbukti mampu menghambat pertumbuhan sel kanker. Paramapojn dan Gritsanapan (2009) melaporkan bahwa ekstrak kasar etanol rimpang temu putih mengandung kurkuminoid yang terdiri atas kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Kurkuminoid mampu menghambat sel kanker ovarium OVCAR-3 (Syu et al. 1998).

Daya toksik suatu obat tradisional (herbal) perlu diketahui sebelum diaplikasikan secara luas. Obat yang berasal dari bahan alam diharapkan dapat bekerja secara apoptosis, yaitu mematikan sel kanker tanpa merusak sel normal. Toksisitas akut menunjukkan derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam waktu singkat setelah pemberian dalam dosis tunggal atau pemberian berulang dalam waktu terbatas dengan batasan waktu paling lama 14 hari (umumnya 24 jam) (Syabana 2010). Uji toksisitas akut yang banyak digunakan adalah uji letalitas larva udang (BSLT) dengan menggunakan larva Artemia salina sebagai hewan uji. Metode ini dapat digunakan sebagai penapisan awal kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak tanaman. Uji ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya relatif murah, cepat, hasilnya dapat dipercaya, dan berkorelasi positif dengan daya sitotoksik senyawa antikanker (Meyer et al. 1982).

(16)

2

zebra dapat mewakili spesies vertebrata, dan tahapan embrio dari ikan ini memiliki beberapa kelebihan, seperti berkembang secara serentak, morfologi yang transparan, bersifat permeabel terhadap obat-obatan, serta dapat dengan mudah dimanipulasi menggunakan pendekatan genetika dan molekular (Kari et al. 2007). Hasil uji toksisitas pada embrio ikan zebra telah terbukti memiliki korelasi positif dengan hasil uji toksisitas pada mamalia (Ma et al. 2007). Pengujian senyawa antikanker secara in vivo pada embrio dan ikan zebra telah banyak dilaporkan (Berghmans et al. 2005; Moore et al. 2006; Hsu et al. 2007; Nicoli dan Presta 2007).

Obat tradisional harus memenuhi kriteria aman, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Berdasarkan SK BPOM Nomor HK.03.1.23.06.10.516 tahun 2010, pelarut yang diperbolehkan untuk mengekstraksi obat herbal adalah etil alkohol (C2H5OH). Berkaitan dengan aplikasi sebagai obat herbal, maka penelitian ini hanya dibatasi pada uji ekstrak kasar dengan menggunakan etanol sebagai pelarut. Penelitian ini bertujuan menguji toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih dengan menggunakan metode BSLT dan ZFET, serta menganalisis golongan senyawa yang terkandung di dalamnya.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah rimpang temu putih yang diperoleh dari kebun Biofarmaka, Cikabayan, IPB, etanol 80%, akuades, dimetil sulfoksida (DMSO), air laut, larva A. salina, dan embrio ikan zebra. Alat-alat yang digunakan selama penelitian ini adalah shaker waterbath Grant, alat-alat kaca, mikropipet, neraca analitik, oven, penguap putar Buchi R-114, pengering beku, pelat 24-sumur, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) Hitachi L-2420, mikroskop inverted (Olympus, Jepang), dan kromatografi gas spektrometer massa (GC-MS) Agilent.

Metode Penelitian

Metode penelitian mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yang meliputi determinasi tanaman, perlakuan pendahuluan, penentuan kadar air, ekstraksi, uji toksisitas ekstrak dengan metode BSLT, uji toksisitas dengan embrio ikan zebra (ZFET), serta analisis dengan instrumen KCKT dan GC-MS.

Determinasi Tanaman

(17)

3

Perlakuan Pendahuluan

Rimpang temu putih dibersihkan dengan air kemudian diiris dengan ketebalan 5–7 mm. Sampel dikering-udarakan selama 2 hari, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 50 °C selama 24 jam (sampai kadar air kurang dari 10%). Setelah kering, sampel diayak menggunakan pengayak dengan ukuran 80 mesh.

Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 60 menit, lalu didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama 6 jam. Setelah itu, cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, lalu ditimbang hingga didapatkan bobot konstan. Penentuan kadar air ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo) dan dihitung menggunakan rumus.

Keterangan:

A = Bobot cawan+sampel sebelum dikeringkan (g) B = Bobot cawan+sampel setelah dikeringkan (g) C= Bobot awal sampel (g)

Ekstraksi (Radji et al. 2010)

Serbuk rimpang temu putih dimaserasi dalam etanol 80% (1:6) selama 3 jam dengan menggunakan shaker waterbath p h 45 ⁰C. Filtrat dipisahkan dan diuapkan dengan radas penguap putar. Ekstrak pekat kemudian dikering-bekukan dengan freeze dryer. Ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang dan rendemen dihitung melalui persamaan berikut:

Keterangan:

A = Bobot ekstrak (g) B = Bobot contoh awal (g)

Uji Toksisitas terhadap A. salina (Meyer et al. 1982; Krishnaraju et al. 2005)

(18)

4

Uji Toksisitas terhadap Embrio Ikan Zebra (OECD 2013)

Penelitian ini mengikuti prinsip penggunaan dan asas kesejahteraan hewan dan telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB dengan Nomor 016/KEH/SKI/XI/2014 (Lampiran 2). Penelitian ini diawali dengan diperolehnya telur ikan zebra dari peternak ikan lokal di daerah Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor. Telur yang didapat diseleksi, kemudian ditempatkan pada pelat 24-sumur, satu embrio per sumur diletakkan secara acak.

Ekstrak dilarutkan dalam air sumur dan ditambahkan DMSO sebanyak 20 µL/100 mL (untuk proses pelarutan) hingga diperoleh konsentrasi akhir ekstrak 100, 200, 400, 600, dan 800 ppm. Lima pelat 24-sumur disiapkan, masing-masing terdiri atas 20 embrio sebagai perlakuan dengan setiap konsentrasi, dan 4 embrio sebagai kontrol internal. Satu pelat 24-sumur disediakan untuk kontrol negatif dan satu pelat lainnya untuk kontrol pelarut DMSO, masing-masing berisi 20 embrio. Selanjutnya, pelat yang telah berisi embrio ikan zebra ditempatkan pada suhu kamar (26 ± 0.5 °C), diamati setiap 24 jam sampai dengan 96 jam (4 hari) menggunakan mikroskop inverted (Olympus) yang terhubung dengan komputer dan kamera foto.

Pengamatan meliputi viabilitas (koagulasi, perlekatan ekor, pembentukan somit, dan denyut jantung), kemampuan menetas (hatching, khusus 48 jam), serta abnormalitas. Abnormalitas yang diamati meliputi kelainan pada sumbu tubuh, otak, ekor, sirkulasi darah, mata, jantung, rahang, gelembung pendengaran, pigmentasi, somit, dan kantung kuning telur. Nilai LC50 ditentukan dari nilai viabilitas (hidup-mati) dengan menggunakan kurva hubungan log konsentrasi (sumbu x) dengan nilai probit (sumbu y). Sementara itu, abnormalitas dianalisis secara deskriptif.

Analisis dengan Instrumen KCKT (Jayaprakasha et al. 2002)

Analisis KCKT dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka IPB, Taman Kencana, Bogor. Instrumen KCKT Hitachi L-2420 dilengkapi dengan detektor ultraviolet tampak (UV-Vis) dengan panjang gelombang 425 nm dan kolom C18. Fase gerak yang digunakan terdiri atas asam asetat 2% (v/v) dan asetonitril dengan laju alir 1 mL/menit. Sistem elusi gradien dengan komposisi asetonitril 45 65% dan asam asetat 2% (v/v) 55 35%.

Identifikasi Komponen dengan GC-MS

(19)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Determinasi Tanaman, Kadar Air, dan Rendemen Ekstrak

Berdasarkan determinasi tanaman yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor, tanaman yang digunakan dalam penelitian ini terbukti temu putih dengan nama ilmiah Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe (Lampiran 3) dan bagian yang diteliti adalah rimpang. Kadar air rimpang temu putih terukur sebesar 6.19% (Lampiran 4). Kerusakan fisis karena kadar air yang kurang terkendali dapat menimbulkan cemaran seperti mikrob. Oleh karena itu, kadar air sampel harus diukur, sehingga dapat diketahui cara penyimpanan yang tepat agar terhindar dari pengaruh aktivitas mikrob. Sampel ini dapat disimpan cukup lama tanpa terpengaruh oleh aktivitas mikrobnya, sebab kadar air kurang dari 10% (Winarno 1992).

Sebanyak 150 g rimpang temu putih berukuran ≥ 80 mesh dimaserasi dengan etanol 80% dalam shaker waterbath. Ekstrak pekat yang diperoleh berwarna cokelat kehitaman. Hasil pengukuran kadar air digunakan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan rendemen, dan diperoleh rendemen ekstrak kasar etanol rimpang temu putih sebesar 14% (Lampiran 4).

Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang

Berdasarkan hasil BSLT, ekstrak etanol rimpang temu putih memiliki nilai LC50 sebesar 588 ppm (Lampiran 5) yang dihitung dengan menggunakan analisis probit. Hasil ini kurang dari 1000 ppm maka menunjukkan sifat toksik dari ekstrak etanol rimpang temu putih (Juniarti et al. 2009). Nilai LC50 yang lebih rendah dilaporkan oleh Akter et al. (2012): nilai LC50 ekstrak kasar etanol diperoleh sebesar 146 ppm. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan cara dan waktu ekstraksi, sebab Akter et al. (2012) merendam sampel pada suhu ruang selama 7 hari. Selain itu, perbedaan tempat tumbuh tanaman juga memungkinkan berbedanya kandungan metabolit sekunder sehingga memiliki toksisitas yang berbeda.

Toksisitas dan Efek Teratogenik Ekstrak pada Embrio Ikan Zebra

(20)

6

Meskipun ikan zebra merupakan organisme yang lebih kompleks daripada larva udang, nilai LC50 yang diperoleh justru lebih kecil (lebih toksik) daripada hasil BSLT. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh jangka waktu pengamatan BSLT yang hanya 24 jam, sedangkan ZFET membutuhkan 96 jam pengamatan sehingga senyawa aktif dalam ekstrak terakumulasi dalam organ-organ embrio ikan zebra. Selain itu, pada metode BSLT hewan uji hanya dapat ditentukan hidup atau mati hewan uji. Sementara pada metode ZFET embrio ikan zebra baru dapat dinyatakan mati apabila memenuhi salah satu atau lebih dari 4 kriteria yang ada, yakni koagulasi, tidak terbentuknya somit, terjadi perlekatanpada ekor, dan tidak ada denyut jantung (OECD 2013).

Ekstrak kasar etanol rimpang temu putih teramati memiliki efek khusus terhadap hewan uji. Pemaparan selama 24 jam pada konsentrasi rendah (100 dan 200 ppm) mempercepat proses penetasan embrio dibandingkan dengan kontrol negatif (Tabel 1). Pada konsentrasi 100 ppm jumlah embrio meningkat tajam dari 10% pada 24 jpf hingga mencapai 85% pada 48 jpf. Hal yang sama teramati pada konsentrasi 200 ppm, peningkatan terjadi dari 45% pada 24 jpf menjadi 90% pada 48 jpf. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi rendah temu putih memiliki efek stimulan yang dapat mempercepat proses pertumbuhan. Meskipun demikian, efek stimulan ini perlu diteliti lebih jauh apakah menghasilkan perkembangan yang normal atau justru sebaliknya, menyebabkan abnormalitas.

Tabel 1 Persentase jumlah embrio ikan zebra yang hidup, mati, dan menetas pada pemberian ekstrak kasar etanol rimpang temu putih

Parameter Pascafertilisasi

K = kontrol negatif, KP = kontrol pelarut, Perlakuan ekstrak etanol temuputih Z1 = 100 ppm, Z2 = 200 ppm, Z3 = 400 ppm, Z4 = 600 ppm, Z5 = 800 ppm.

(21)

7 rendah (100 200 ppm), efek stimulan pertumbuhan dalam temu putih masih lebih dominan dibandingkan dengan efek toksiknya.

Gambar 1 Uji toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih pada embrio ikan zebra pada 24 jpf. Kontrol (A), perlakuan 100 ppm (B), 200 ppm (C), 400 ppm (D), 600 ppm (E), 800 ppm (F). j = kelainan pada jantung, r = kelainan pada rahang, k = kelainan pada daerah kepala, bar = 300 µm.

(22)

8

Pemberian ekstrak kasar etanol rimpang temu putih menimbulkan efek teratogenik pada organ embrio ikan zebra. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya malformasi pada embrio. Malformasi adalah perkembangan abnormal suatu organ atau jaringan. Abnormalitas teramati pada perkembangan daerah kepala (Gambar 1D F) eng n m lform i m yor (≥5 %) pada organ otak dan mata (Tabel 2). Malformasi minor (<50%) teridentifikasi pada sumbu tubuh, ekor, sirkulasi darah, jantung, rahang, gelembung pendengaran, dan kantung kuning telur. Malformasi mayor mulai terlihat pada konsentrasi 400 hingga 800 ppm sejak 24 jpf. Sifat toksik dari ekstrak mulai menambah abnormalitas pada bagian gelembung pendengaran sebesar 4.69% pada konsentrasi 800 ppm.

Tabel 2 Efek teratogenik setelah pemberian ekstrak kasar etanol rimpang temu

Gelembung pendengaran 3 4.69

Pigmentasi 0 0.00

Somit 0 0.00

Kantung kuning telur 4 6.25 Total abnormalitas 64 100

a

Jumlah embrio yang terkena efek teratogenik pada semua konsentrasi dan waktu perlakuan. b

Persentase malformasi yang diperoleh dari jumlah embrio yang terkena efek teratogenik per jumlah embrio abnormal pada semua konsentrasi dan waktu perlakuan.

*M lform i m yor (≥ 5 %).

Satu embrio dapat memiliki lebih dari satu malformasi.

Hasil Analisis KCKT Ekstrak Kasar Etanol Rimpang Temu Putih

(23)

9

Gambar 2 Kromatogram KCKT standar kurkuminoid: B = bisdemetoksikurkumin D = demetoksikurkumin, K = kurkumin.

Berdasarkan pembandingan dengan kromatogram standar, ekstrak kasar etanol rimpang temu putih mengandung ketiga jenis kurkuminoid. Bisdemetokikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin terdeteksi pada waktu retensi berturut-turut 7.853, 8.477, dan 9.093 menit (Gambar 3). Selain kurkuminoid, terdapat puncak-puncak lain dengan intensitas yang lebih tinggi pada waktu retensi 1.377, 1.950, 3.847, dan 13.013 menit (Gambar 3), tetapi, belum dapat ditentukan senyawanya.

(24)

10

Tabel 3 Kadar kurkuminoid dengan instrumen KCKT

Ekstrak Kurkuminoid Luas

puncak

Bisdemetoksikurkumin 93746 345871 2.6783 Demetoksikurkumin 219256 305170 7.0995

Kurkumin 315534 336042 9,2784

Total 0.0191

Perbedaan kandungan kurkuminoid dalam rimpang temu putih sering kali dipengaruhi oleh perbedaan varietas, lokasi, dan kondisi penanaman (Li et al. 2011). Selain itu, waktu panen juga turut memengaruhi kandungan senyawa aktif. Usia panen rimpang temu putih yang digunakan pada penelitian ini adalah 9 bulan pascatanam, sedangkan Paramapojn dan Gritsanapan (2009) menggunakan rimpang yang berumur 10 12 bulan pascatanam. Hal ini diduga yang menyebabkan rendahnya kadar kurkuminoid.

Ketoksikan ekstrak, berdasarkan uji BSLT dan ZFET disebabkan oleh keberadaan senyawa aktif di dalamnya. Kadar kurkuminoid yang sangat kecil dalam sampel maka peran kurkuminoid dalam ketoksikan ekstrak perlu diteliti kembali. Hal ini didukung dengan jenis kelainan yang ditimbulkan akibat pemaparan ekstrak. Pada penelitian ini, kelainan khas yang ditimbulkan adalah pada daerah kepala, yang meliputi organ otak, mata, gelembung pendengaran, dan rahang. Sementara Wu et al. (2007) melaporkan bahwa kelainan khas yang teramati akibat pemaparan senyawa kurkumin murni pada ikan zebra ialah pada ekor (sirip ekor), dan tubuh yang memendek. Sementara itu, kelainan pada jantung dan kantung kuning telur merupakan kelainan yang umum terjadi pada berbagai uji toksisitas, seperti pada penelitian Ahaddin (2014) dan Heriyanto (2014). Dengan demikian, diduga ada senyawa lain yang berperan dalam ketoksikan ekstrak kasar etanol rimpang temu putih selain kurkuminoid.

Hasil Analisis GC-MS Ekstrak Kasar Etanol Rimpang Temu Putih

Rendahnya kadar kurkuminoid dalam ekstrak kasar etanol rimpang temu putih hasil analisis KCKT mengindikasikan dugaan adanya senyawa lain yang berperan dalam ketoksikannya. Untuk mengidentifikasi senyawa tersebut dilakukan analisis lanjutan menggunakan instrumen GC-MS. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 4.

(25)

11

Gambar 4 Kromatogram GC-MS ekstrak kasar etanol rimpang temu putih Berdasarkan hasil analisis GC-MS terdapat 4 senyawa dengan % kemiripan lebih dari 90% (Tabel 4). Selain itu, terdapat 3 senyawa yang memiliki % kemiripan kurang dari 90% tetapi memiliki % area yang tinggi (Tabel 5).

Tabel 4 Senyawa dalam ekstrak kasar etanol rimpang temu putih dengan kemiripan 90%

No Senyawa Waktu retensi Area (%) Kemiripan

1 Kurzerena 17.96 0.70 95

2 β-Eudesmol 21.69 1.11 99

3 Kalamena 26.58 2.24 93

4 Linderazulena 29.43 1.00 90

Tabel 5 Senyawa dalam ekstrak kasar etanol rimpang temuputih dengan kemirip n ˂ 90%

No Senyawa Waktu retensi Area (%) Kemiripan

1 Epikurzerenon 20.48 4.01 86

2 Kurzerenon 20.48 4.01 72

3 2,4,6-trimetilasetofenon 24.76 14.89 38

(26)

12

A B C

Gambar 5 Struktur senyawa kurzerena (A), kurzerenon (B), dan epikurzerenon (C)

Selain epikurzerenon dan kurzerenon, terdapat senyawa lain yang paling dominan dalam ekstrak dengan persentase area sebesar 14.89%. Senyawa tersebut diduga 2,4,6-trimetilasetofenon (Gambar 6). Spektrum senyawa ini beserta analisis pola fragmentasinya terdapat pada Lampiran 8. Pola fragmentasi tersebut telah dikonfirmasi dengan Spectral Database for Organic Compounds SDBS.

Gambar 6 Struktur senyawa 2,4,6-trimetilasetofenon

Akan tetapi, dugaan ini masih terlalu dini untuk disimpulkan karena senyawa ini memiliki persentase kemiripan yang sangat rendah, yakni hanya 38%. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keberadaan senyawa ini berikut ketoksikannya terhadap hewan uji. Pengujian pada konsentrasi rendah perlu dilanjutkan untuk mengetahui dampak kelainan spesifik terhadap organ embrio ikan zebra dari ekstrak maupun senyawa aktif tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(27)

13 bedasarkan analisis GC-MS terdeteksi epikurzerenon, kurzerenon, kurzerena, dan 2,4,6-trimetilasetofenon, dengan senyawa dominan berupa 2,4,6-trimetilasetofenon.

Saran

Perlu dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa/komponen yang terdapat dalam rimpang temu putih. Selanjutnya dianalisis kinerja spesifik dari ekstrak maupun senyawa aktifnya terhadap perkembangan organ embrio ikan zebra.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington (US): AOAC Int.

Ahaddin AY. 2014. Isolasi dan sitotoksisitas ekstrak flavonoid daun tin (Ficus carica Linn.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Akter R, Satter MA, Khan MS, Rahman MS, Ahmed NU. 2012. Cytotoxic effect of five medicinal plants extracts using brine shrimp (Artemia salina) test. Bangladesh J Sci Ind Res. 47(1): 133-136.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2010. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas Kadaluwarsa pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Pangan. Jakarta (ID): BPOM.

Berghmans S, Jette C, Langenau D, Hsu K, Stewart R, Look T, Kanki JP. 2005. Making waves in cancer research: new model in the zebrafish. Biotechniques. 39(2):227-237.

Cristiane S, Mesquita S, Bertoni TA, Guilhermetti E, Svidzinski TIE. 2011. Antifungal activity of the extract of Curcuma zedoaria against yeasts of the genus Candida isolated from the oral cavity of patients infected with the human immunodeficiency virus. Rev Bras Farmacogn Braz J Pharmacogn. 21(1):128-132.

Fragmentasi senyawa 2,4,6-trimetilasetofenon telah didepositkan pada Spectral Database for Organic Compound dengan nomor akses 364.

Heriyanto AG. 2014. Toksisitas akut buah sirih hutan (Piper aduncum) terhadap larva udang (Artemia salina) dan embrio ikan zebra (Danio rerio) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(28)

14

Hsu CH, Wen ZH, Lin CS, Chakraborty C. 2007. The zebrafish model: use in studying cellular mechanism for a spectrum of clinical disease entities. Curr Neurovascular Res. 4:111-120.

Jang MK, Sohn DH, Ryu JH. 2001. A curcuminoid and sesquiterpenes as inhibitors of macrophage TNF-release from Curcuma zedoaria. Planta Med. 67: 550-552.

Jayaprakasha GK, Rao LJM, Sakariah KK. 2002. Improved HPLC method for the determination of curcumin, demethoxycurcumin, and bisdemethoxycurcumin. J Agric Food Chem. 50(13):3668-3672.

Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas (brine shrimp lethality test) dan antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) dari ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.). Makara Sains. 13(1):50-54. Kari G, Rodeck U, Dicker AP. 2007. Zebrafish: An emerging model system for

human disease and drug discovery. Discovery. 82(1):70-80. doi:10.1038/sj.clpt.6100223.

Kaushik ML, Jalalpure SS. 2011. Evaluation of anti-inflammatory effect of ethanolic and aqueous extracts of Curcuma zedoaria Rosc root. Int J Drug Dev Res. 3(1):360-365.

Kim DI, Lee TK, Jang TH, Kim CH. 2005. The inhibitory effect of a Korean herbal medicine, Zedoariae rhizome, on growth of cultured human hepatic myofibroblast cells. Life Sci. 77(2005):890-906. doi:10.1016/j.lfs.2005.01.016.

Krishnaraju AV, Rao TVN, Sundararaju D, Vanisree M. 2005. Assessment of bioactivity of Indian medicinal plants using brine shrimp (Artemia salina) lethality assay. Int J Appl Sci Eng. 3(2): 125-134.

Li S, Yuan W, Deng G, Wang P, Yang P, Aggarwal BB. 2011. Chemical composition and product quality control of turmeric (Curcuma longa L.). Pharmaceut Crops. 2:28-54.

Ma C, Pang C, Seng WL, Zhang C, Willet C, Mc Grath P. 2007. Zebrafish, an in vivo model for drug screening. Drug Discovery. 6:38-45.

Mau JL, Lai EYC, Wang NP, Chen CC, Chang CH, Chyau CC. 2003. Composition and antioxidant activity of the essential oil from Curcuma zedoaria. Food Chem. 82: 583-591.doi:10.1016/S0308-8146(03)00014-1. Meyer BN, Ferrigni NR, Putman JE, Jacobson LB, Nichol DE, McLaughlin JL.

1982. Brine shrimps: a convenient general bioassay for active plant constituent. Planta Med. 45:31-34.

Moore JL, Rush LM, Breneman C, Mohideen MAPK, Cheng KCL. 2006. Zebrafish genomic instability mutants and cancer susceptibility. Genetics. 10:1-33.

Nambisan B, Vimala B, Angel GR. 2012. Antioxidant and antimicrobial activity of essential oils from nine starchy Curcuma species. Int J Curr Pharm Res. 4(2):45-47.

Nicoli S, Presta M. 2007. The zebrafish/tumor xenografit angiogenesis assay. Nature Protocols. 2:2918-2923.

(29)

15 [OECD] Organization for Economic Co-operation and Development. 2013. OECD Guidelines for The Testing of Chemicals No. 236. Fish Embryo Acute Toxicity (FET) Test. Paris (FR): OECD.

Paramapojn S, Gritsanapan W. 2009. Free radical scavenging activity determination and quantitative analysis of curcuminoids in Curcuma zedoaria rhizome extracts by HPLC method. Curr Sci. 97(7):1069-1073. Radji M, Aldrat H, Harahap Y, Irawan C. 2010. Uji sitotoksisitas buah merah,

mahkota dewa dan temuputih terhadap sel kanker serviks. J Farm Indones. 5(1):41-47.

Rahman SNSA, Wahab NA, Malek SNA. 2013. In vitro morphological assessment of apoptosis induced by antiproliferative constituents from rhizome of Curcuma zedoaria. Evidence-Based Complement Alternat Med. 2013. doi: 10.1115/2013/257108.

Singh P, Singh P, Kapoor IPS, Singh G, Isidorov V, Szczepaniak L. 2013. Chemical composition and antioxidant activities of essential oil and oleoresins from Curcuma zedoaria rhizomes, part-74. Food Biosci. 3:42-48. Sirirugsa P. 1998. Thai Zingiberaceae: Species diversity and their uses. Pure Appl

Chem. 70(11):1-8.

Sumathi S, Iswariya GT, Sivaprabha B, Dharani B, Radha P, Padma PR. 2013. Comparative study of radical scavenging activity and phytochemical analysis of fresh and dry rhizomes of Curcuma zedoaria. IJPSR. 4(3):1069-1073.

Syabana MA. 2010. Toksisitas akut dan subkronis ekstrak air buah murbei (Morus alba L.) pada tikus Sprague dawley [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Syu WJ, Shen CC, Don MJ, Ou JC, Lee GH, Sun CM. 1998. Cytotoxicity of curcuminoids and some novel compounds from Curcuma zedoaria. J Nat Prod. 61(12): 1531-1534.

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.

(30)

16

(31)

17

(32)

18

(33)

19 Lampiran 4 Kadar air dan rendemen ekstrak kasar etanol rimpang temu putih

Ulangan Bobot cawan kosong (g)

Bobot awal sampel (g)

Bobot cawan+sampel akhir (g)

Kadar air (%)

1 34.7175 3.0143 37.5335 6.58

2 33.9046 3.0542 36.7714 6.14

3 48.1688 3.0924 51.0801 5.86

Rerata 6.19

Contoh perhitungan : Ulangan 1

Bobot total sampel awal = bobot cawan kosong (g) + bobot awal sampel (g) = (34.7175 + 3.0143) g = 37.7318 g

Kadar air (%) = o o l – o o khir mpel

o o l mpel 100%

= 8 5 5) g

g 100%

= 6.58%

er 58 5 8 )% %

Rendemen (%) = o o ek r k (g)

o o on oh l (g) ( ‒k r ir) 100%

=

5 g ( ) 100%

(34)

20

(35)

21 Lampiran 6 Hasil uji toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih terhadap

(36)
(37)

23 Lampiran 7 Hasil analisis kurkuminoid menggunakan KCKT

Contoh perhitungan:

Bobot sampel ekstrak etanol = 0.0506 g

Pada waktu retensi 7.853 (Bisdemetoksikurkumin)

(38)

24

Lampiran 8 Spektrum MS senyawa 2,4,6-trimetilasetofenon

m/z Struktur senyawa Fragmen yang hilang

162 -

147

(39)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Mei 1991 dari pasangan Budi Mulyo dan Tutie Djarwaningsih. Penulis merupakan anak pertama. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Gambar

Tabel 1  Persentase jumlah embrio ikan zebra yang hidup, mati, dan menetas pada
Gambar 1  Uji toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih pada embrio
Tabel 2  Efek teratogenik setelah pemberian ekstrak kasar etanol rimpang temu putih pada embrio ikan zebra
Gambar 3  Kromatogram KCKT ekstrak kasar etanol rimpang temu putih. B =  bisdemetoksikurkumin, D = demetoksikurkumin, K =kurkumin
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kerangka pemikiran penelitian ini adalah untuk mengetahui: Harga Pokok produksi (X) adalah variabel bebas yang merupakan skor yang diperoleh dari pengukuran

In this paper will be intoduced Mixed Integrer Linear Programming (MILP) formulation models of cost for p-hub median problem allocation for uncapacitaced

Kelebihan metode Dempster-Shafer dan Teorema Bayes yang digunakan dalam penelitian ini jika dibandingkan dengan metode lain dalam penentuan pengambilan keputusan untuk

Oleh karena itu, secara tidak langsung, guru harus lebih profesional, inovatif, perspektif, dan proaktif dalam kelas, yang salah satunya dengan cara memberikan suatu

Wasir &gt;&gt; Penyakit ini dapat disebut juga dengan hemoroid atau ambeien, yakni pembesaran pembuluh darah vena yang menjadi rapuh pada daerah rektum (sisi dalam

Kesimpulan dari hasil penelitian “pengaruh merek, negara asal (country of origin) dan kualitas produk terhadap minat beli dalam memilih produk televisi ditinjau menurut

Jika pada barisan geom etri tanda “,” diganti dengan tanda “+” maka didapat deret geometri... Jumlah penduduk suatu kota setiap 3 tahun menjadi dua

Latar belakang penulis memilih judul mengenai kebijakan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri pedesaan adalah bagaimana keadaan yang terjadi dilapangan dengan