• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek sedimentasi terhadap terumbu karang di Pantai Timur Kabupaten Bintan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek sedimentasi terhadap terumbu karang di Pantai Timur Kabupaten Bintan"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK SEDIMENTASI TERHADAP TERUMBU KARANG

DI PANTAI TIMUR KABUPATEN BINTAN

P A R T I N I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Efek Sedimentasi Terhadap Terumbu Karang di Pantai Timur Kabupaten Bintan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Nopember 2009

(3)

PARTINI. The Effect of Sedimentation on Coral Reefs in Easten Coast of Bintan District. Under direction of YUSLI WARDIATNO and I WAYAN NURJAYA.

Sedimentation is one of some limiting factors for coral distribution. Suspended and deposited sediment was generally known as a negative effect on coral communities The rate of sedimentation can lead to low species richness, low coral cover, reduce the rate of growth and low recruitment rates. Sedimentation in the Eastern waters from Bintan regency came from Kawal and Galang Batang River. The purposes of this study are: 1) Assessing coral reef communities; 2) Calculating the rate of sedimentation in coral reef ecosystems, and 3) Analyze the relationship and influence the rate of sedimentation on coral reef communities.

The observation of coral reefs using quadratic transect method. Percentage coral cover was analyzed using Image-J software. Sedimentation rate measurements using sediment traps placed for 20 days. Sediment captured was taken to the laboratory for analyzing. The results of the study are described as follow percentage of coral was closing the station 1 (34.69%), station 2 (59.36%), station 3 (61.55%), station 4 (62.89%) and station 5 (44.33%). The percentage of station 1 and station 5 is included in the category of moderate, while the station 2, station 3 and station 4 in good categories. Sedimentation rates at station 1 (32.34 mg/cm2/day), station 2 (9.26 mg/cm2/day), station 3 (7.62 mg/cm2/day), station 4 (4.00 mg/cm2/day) and Station 5 (78.24 mg/cm2/day). The rate of sedimentation showed that at station 2, station 3 and station 4 in the category of mild - moderate, 1 station in a medium-weight category, and 5 stations in a very tough category to catastrophic. The conclusion from the regression results is the sedimentation rate contributed a negative effect on the percentage of coral reefs cover.

(4)

PARTINI. Efek Sedimentasi Terhadap Terumbu Karang di Pantai Timur Kabupaten Bintan. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO and I WAYAN NURJAYA.

Keberadaan sedimen di area terumbu karang mempunyai pengaruh negatif. Walaupun pengaruh tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan terumbu karang. Tingkat sedimentasi yang tinggi berkorelasi positif dengan kekeruhan tinggi sehingga menyebabkan berkurangnya kecerahan yang berakibat pula terhadap penetrasi cahaya dalam suatu perairan. Cahaya adalah salah satu faktor yang paling penting yang membatasi pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang. Cahaya dibutuhkan Zooxanthellae dalam proses fotosintesis. Sementara hampir 30-90% energi terumbu karang berasal dari Zooxanthellae.

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengkaji komunitas terumbu karang; 2) Menghitung laju sedimentasi di ekosistem terumbu karang; dan 3) Menganalisis hubungan dan pengaruh laju sedimentasi terhadap komunitas terumbu karang.

Pengamatan terumbu karang dengan menggunakan metode transek kuadarat. Metode ini menggunakan transek kuadrat berukuran (1 x 1) m2 yang dibagi lagi menjadi 100 bagian yang lebih kecil. Selanjutnya pengambilan foto transek dilakukan dengan menggunakan kamera bawah air. Hasil foto kemudian dianalisis dengan menggunakan software Image-J. Laju sedimentasi diukur dengan alat sediment trap. Tabung sedimen trap yang digunakan adalah pipa PVC dengan ukuran diameter 5 cm dan tinggi 11.5 cm. Tiap stasiun di pasang 3 buah sediment trap yang di pasang selama 20 hari. Sedimen yang terkumpul kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 24 jam.

Persentase tutupan karang pada stasiun 1 (34.69%), stasiun 2 (59.36%), stasiun 3 (61.55%), stasiun 4 (62.89%) dan stasiun 5 (44.33%). Berdasarkan Gomez dan Yap (1988) persentase Stasiun 1 dan Stasiun 5 tersebut termasuk dalam kategori sedang, sedangkan Stasiun 2, Stasiun 3 dan Stasiun 4 dalam kategori baik. Laju sedimentasi di lokasi penelitian berkisar antara 4.00 – 78.24 mg/cm2/hari. Laju sedimentasi yang paling tinggi terjadi pada Stasiun 5, yaitu sebesar 78.24 mg/cm2/hari, diikuti oleh Stasiun 1 (32,34 mg/cm2/hari), Stasiun 2 (9,26 mg/cm2/hari), Stasiun 3 (7,62 mg/cm2/hari) dan Stasiun 4 (4,00 mg/cm2/hari). Tingkat dampak yang ditimbulkan pada Stasiun 5 adalah sangat berat hingga catastropic, Stasiun 1 adalah sedang hingga berat, Stasiun 2, 3, dan 4 adalah ringan hingga sedang. Kondisi terumbu karang dalam kategori sedang pada stasiun dekat muara sungai di dominasi bentuk pertumbuhan massive dan pada kondisi baik pada stasiun yang jauh dari muara sungai didominasi karang Acropora dengan bentuk pertumbuhan tabulate.

Laju sedimentasi berada pada tingkat ringan sampai sangat berat dengan jenis tekstur pasir dan pasir lumpuran. Laju sedimentasi berkorelasi negatif terhadap tutupan karang dan berkorelasi positif terhadap indeks mortalitas.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

DI PANTAI TIMUR KABUPATEN BINTAN

P A R T I N I

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Nama : Partini

NIM : C 252070364

Disetujui

Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian : 6 Nopember 2009 Tanggal Lulus : 14 Desember 2009 Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc

Ketua

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya

Pesisir dan Lautan

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

(9)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun tesis dengan judul Efek Sedimentasi Terhadap Terumbu Karang di Pantai Timur Kabupaten Bintan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dan proses penyusunan tesis ini dapat berlangsung dengan baik atas kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan saran selama penyusunan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pembimbing pada saat ujian tesis.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan berserta staf yang telah memberikan pelayanan yang maksimal selama ini.

4. Coral Reef Rehabilitation And Management Program (COREMAP) Phase II, yang telah membiayai dari awal hingga selesai pendidikan.

5. Direktur Tata Ruang Laut dan Pulau-pulau Kecil, yang telah memberikan kesempatan untuk belajar lagi.

6. Keluarga tercinta (Bapak, Ibu, Mbak Windri, Mas Edy, Mas Yatno, Mbak Weni, Mbak Sam, Mas Zen, Adik Wati) yang senantiasa memberikan do’a selama penulis menempuh pendidikan.

7. Syarviddint Alustco, Febrizal, dan Tenny Aprilinani teman seperjuangan selama penelitian. Dede Suhendra, yang telah membantu dalam penyelaman dan pengambilan data lainnya di lapangan.

8. Teman- teman Sandwich ADB, yang telah menjadi teman diskusi dan memberikan masukan serta saran dalam penyusunan tesis ini.

9. Mas Adi yang telah membantu dengan sukarela dalam pembuatan peta. Mas Heru yang selalu memberikan support dan motivasi dalam penyelesaian tesis. 10.Serta personal dan lembaga yang telah memberikan kontribusi dalam

pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tesis ini. Semoga hasil dari penelitian dan tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Nopember 2009

(10)

Penulis dilahirkan di Bojonegoro, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 4 Pebruari 1974 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Tarmo dan Ibu Parni. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN Krebet 01, tamat tahun 1988. SMPN 02 Pilangkenceng, tamat tahun 1991. SMAN 02 Mejayan, tamat tahun 1994. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro tamat pada tahun 1999.

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………. xii

DAFTAR GAMBAR ………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiv

1. PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 2

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ………. 5

2.1. Terumbu Karang ……… 5

2.1.1. Karang pembentuk terumbu karang ……… 5

2.1.2. Tipe-tipe terumbu karang ……… 7

2.1.3. Faktor pembatas pertumbuhan karang ……… 8

2.1.4. Distribusi terumbu karang ……… 10

.5. Sebaran dan faktor lingkungan ……… 11

2.1.6. Bentuk pertumbuhan ……… 12

2.1.7. Faktor yang mengontrol struktur komunitas ……… 16

2.2. Sedimen ……… 17

2.2.1. Karakteristik alami ……… 17

2.2.2. Pengaruh sedimen terhadap terumbu karang……… 20

2.2.3. Adaptasi karang terhadap sedimen... 26

3. BAHAN DAN METODE ……… 28

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ……….. 28

3.2. Peralatan yang Digunakan ……….. 28

3.3. Tahapan Penelitian ……… 30

3.4. Metode Pengambilan Data ……… 30

3.4.1. Penentuan stasiun ……….. 30

3.4.2. Pengukuran parameter fisik-kimia perairan ……… 31

3.4.3. Pengukuran laju sedimentasi………. 31

3.4.4. Pengamatan terumbu karang ……… 32

3.5. Analisis Data ………..……… 33

3.5.1. Laju sedimentasi ………. 33

3.5.2. Tekstur sedimen ………. 34 3.5.3. Persentase tutupan dan mortalitas terumbu karang ………. 34

3.5.4.Indeks mortalitas ………. 34

3.5.5. Analisis komponen utama ……… 35

(12)

xi

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ……….. 38

4.1. Letak Geografis ……… 38

4.2. Klimatologi ……… 38

4.3. Hidrologi ……… 39

4.4. Pasir Laut dan Sebaran Sedimen Permukaan Air Laut ……… 39

4.5. Gelombang ……… 39

5.1. Karakteristik Fisik dan Kimia Oseanografi ……… 44

5.1.1. Salinitas ……… 45

5.1.2. Suhu ……… 46

5.1.3. Kecerahan ……… 47

5.1.4. Kekeruhan ……… 48

5.1.5 Total Padatan Tersuspensi ……… 49

5.1.6. Nitrat ……… 50

5.1.7. Ortofosfat ……… 52

5.1.8. Arus Permukaan ……… 52

5.2. Sedimentasi ……… 54

5.2.1. Analisis ukuran butir sedimen ……… 54

5.2.2. Laju sedimentasi ……… 56

5.3. Terumbu Karang ……… 57

5.3.1. Tutupan terumbu karang ……… 57

5.3.2. Analisis bentuk bertumbuhan karang ……… 59

5.3.3. Indeks mortalitas ……… 62

5.4. Analisis Komponen Utama ……… 63

5.5. Hubungan Antara Laju Sedimentasi dengan Terumbu Karang ……… 65

5.5.1. Regresi laju sedimentasi dengan tutupan karang ………... 65

5.5.2. Regresi laju sedimentadi dengan indeks mortalitas ……… 66

5.6. Analisis pengelolaan terumbu karang ……… 67

6. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 69

DAFTAR PUSTAKA ……… 70

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kategori bentuk pertumbuhan karang (English et al. 1997) ... 15

2. Klasifikasi ukuran butiran sedimen berdasarkan skala Wentworth (Wibisono 2005) ………... 18 3. Variasi tingkat dampak sedimentasi terhadap komunitas karang ……. 26

4. Posisi geografis stasiun penelitian ……….. 28

5. Peralatan untuk mengukur parameter sedimen dan oseanografi fisik kimia……….. 30 6. Parameter fisik dan kimia perairan pada setiap stasiun pengamatan…… 44

7. Arah dan kecepatan arus pada setiap stasiun pengamatan... 53

8. Sebaran persentase fraksi sedimen pada setiap stasiun pengamatan... 55

9. Laju sedimentasi pada setiap stasiun pengamatan... 56

10. Persentase tutupan karang berdasarkan genus ... 58

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram kerangka perumusan masalah ... 3

2. Tipe-tipe terumbu karang: 1. fringing reef; 2. barrier reef; 3. atoll (Sumber: Microsoft Encarta, 2006) ... 8

3. Variasi bentuk pertumbuhan Pocillopora damicornis di Great Barrier Reef dalam kaitannya dengan lingkungan (Veron, 1995) ... 14 4. Mekanisme penolakan sedimen : (a). pergeseran dari bagian atas corallum, (b) pergerakan oleh cillia dan produksi mucus (c) polip yang mengembang (Schuhmacher 1977) ... 22

5. Model pemindahan sedimen pada karang yang berbentuk corong (Reigl et al. 1996) ... 23

6. Pengaruh sedimen terhadap terumbu karang (Birkeland 1997)…… 24

7. Diagram pengaruh energi gelombang dan kejernihan perairan pada zonasi terumbu Karibia (Adey & Burke 1977 dan Grauss et al 1984 dalam Birkeland 1997) ... 25

8. Peta lokasi penelitian ... 29

9. Pengukuran kualitas air di lapangan ... 31

10. Penempatan sediment trap pada stasiun pengamatan ... 32

11. Ilustrasi di lapangan penempatan transek kuadrat ... 33

12. Peta pemanfaatan lahan DAS Sungai Kawal ... 42

13. Peta pemanfaatan lahan DAS Sungai Galang Batang ... 43

14. Grafik parameter lingkungan di setiap stasiun... 45

15. Nilai hasil pengamatan salinitas pada setiap stasiun pengamatan .... 46

16. Nilai hasil pengamatan suhu pada setiap stasiun pengamatan ... 46

17. Nilai hasil pengamatan kecerahan pada setiap stasiun pengamatan... 47

18. Nilai hasil pengamatan kekeruhan pada setiap stasiun pengamatan... 48

19. Nilai hasil pengamatan TSS pada setiap stasiun pengamatan ... 50

20. Nilai hasil pengamatan nitrat pada setiap stasiun pengamatan ... 51

21. Indeks mortalitas pada setiap stasiun pengamatan ……….. 62

22. Grafik hubungan parameter lingkungan, laju sedimentasi dan terumbu karang ... 64

23. PCA-biplot parameter lingkungan, laju sedimentasi dan terumbu karang... 64

24. Grafik hubungan laju sedimentasi dengan tutupan terumbu karang 65 25. Grafik hubungan laju sediemnatasi dengan indeks mortalitas…… 66

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Bentuk pertumbuhan karang batu (English et al. 1997)……… 75

2. Hasil Analisis Gradistat Version 6.0………... 78

3. Hasil Analisis Komponen Utama : salinitas, kecerahan, kecepatan arus, kekeruhan, TSS, laju sedimentasi, tutupan karang, indeks mortalitas………... 80

(16)

1.1. Latar Belakang

Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium

karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa,

ordo Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan

organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat(Nybakken 1993). Meskipun

karang ditemukan di seluruh dunia, namun hanya di daerah tropis terumbu dapat

berkembang.

Terumbu karang dimanfaatkan sebagai biodiversity, ekologi (habitat,

spawning ground, feeding ground, nursery ground), perikanan, wisata bahari, dan

pelindung pantai dari gempuran gelombang dan badai.

Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat rentan terhadap

gangguan baik dari akibat kegiatan manusia maupun faktor alam. Dalam

pemulihannya terumbu karang memerlukan faktor-faktor lingkungan yang

mendukung pertumbuhannya seperti kecerahan, temperatur, salinitas, sirkulasi

massa air atau arus.

Ekosistem terumbu karang di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati

yang tinggi. Lebih dari 480 jenis karang batu telah teridentifikasi di bagian timur

Indonesia dan merupakan 60% dari jenis karang batu di dunia yang sudah

dideskripsikan (Burke et al. 2002). Namun demikian kondisi terumbu karang saat

ini telah banyak mengalami berbagai ancaman baik dari faktor alam maupun

manusia semakin meningkat. Sedimentasi merupakan salah satu bentuk ancaman

yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mengakibatkan degradasi

terumbu karang.

Keberadaan sedimen di area terumbu karang mempunyai pengaruh

negatif. Melalui mekanisme shading dan smothering sedimen dapat menyebabkan

pertumbuhan karang terhambat atau bahkan mematikannya (Hubbard 1997). Efek

dari sedimentasi dapat menyebabkan bioerosi pada karang oleh berbagai

organisme macroboring seperti spons, cacing, bivalva (Macdonald dan Perry

2003). Sedimentasi juga merupakan faktor utama yang mengakibatkan kematian

(17)

et al. 2003). Pada tingkat jaringan, sedimentasi mempengaruhi ketebalan jaringan

polip karang (Barnes dan Lough 1999). Kondisi stress pada karang yang

diakibatkan oleh sedimentasi juga dapat terlihat dari menurunnya densitas

zooxanthellae dan konsentrasi klorofil pada jaringan polip karang (Philipp dan

Febricius 2003).

Sedimentasi di perairan timur Kabupaten Bintan berasal dari Sungai

Kawal dan Sungai Galang Batang. Terjadinya penambangan pasir, bauksit, granit

serta pembakaran dan penggundulan hutan diduga menyumbangkan kontribusi

yang signifikan terhadap sedimentasi di perairan timur Bintan. Hingga saat ini

belum dilakukan penelitian yang secara khusus mengkaji mengenai pengaruh

sedimentasi terhadap terumbu karang di Kabupaten Bintan. Di sisi lain informasi

ini sangat diperlukan sebagai dasar evaluasi terhadap pengelolaan terumbu karang

di Kabupaten Bintan.

1.2. Perumusan Masalah

Di perairan timur Kabupaten Bintan mengalir dua sungai, yaitu Sungai

Kawal dan Sungai Galang Batang. Berbagai aktifitas terjadi di sepanjang aliran

sungai tersebut antara lain pertanian lahan kering campur semak, permukiman,

hutan mangrove, semak belukar, pertambangan dan perkebunan.

Sedimentasi yang terjadi di sekitar perairan timur Kabupaten Bintan

diduga berasal dari sungai yang menerima run-off dari aktivitas yang disebabkan

penebangan hutan, pembukaan lahan perkebunan, dan penambangan (pasir,

bauksit, granit). Pengaruh sedimen terhadap terumbu karang terjadi secara

langsung maupun tidak langsung. Secara langsung sedimen yang terdeposit akan

menutupi permukaan polip karang sehingga akan meningkatkan kebutuhan energi

metabolik untuk menghilangkannya kembali. Secara tidak langsung sedimen yang

tersuspensi dapat menghalangi masuknya penetrasi sinar matahari yang

dibutuhkan untuk fotosintesis alga simbion karang zooxanthellae. Apabila jumlah

sedimen cukup tinggi dan melebihi batas kemampuan polip karang untuk

beradaptasi, maka akan terjadi kematian dan penurunan penutupan terumbu

karang pada daerah tersebut. Di sisi lain apabila sedimen mengandung sejumlah

(18)

Jenis-jenis karang tertentu dapat beradaptasi terhadap kondisi sedimen di

sekitarnya sampai pada kisaran tertentu. Karang yang memiliki ukuran polip yang

lebih besar akan lebih bertahan pada kondisi yang keruh daripada karang dengan

ukuran polip yang kecil. Bentuk adaptasi lain dari terumbu karang terhadap

sedimentasi adalah melalui adaptasi morfologi, yaitu dengan memiliki bentuk

pertumbuhan tertentu. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa sedimentasi baik

yang terdeposit maupun yang tersuspensi akan berpengaruh terhadap struktur

komunitas terumbu karang.

Mengacu pada praduga interaksi di atas, secara lebih lanjut akan dilakukan

kajian sedimentasi terhadap struktur komunitas karang perairan timur di

Kabupaten Bintan. Selanjutnya rumusan masalah dalam mengkaji hal ini dapat

dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram kerangka perumusan masalah. Terdeposit Transport dan Distribusi Partikel

Penetrasi Cahaya dan Penutupan Polip

Faktor oseanografi : Arus, Gelombang, Angin, Pasang Surut

Tersuspensi

Mortalitas dan Adaptasi Terumbu Karang Sungai

(19)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Mengkaji komunitas terumbu karang

2. Menghitung laju sedimentasi di ekosistem terumbu karang

3. Menganalisis hubungan dan pengaruh laju sedimentasi terhadap komunitas

terumbu karang

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai pengaruh masukan sedimen terhadap komunitas terumbu karang.

Selanjutnya seluruh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai bahan masukan

untuk mengkaji dan mengevaluasi pengelolaan ekosistem terumbu karang secara

(20)

2.1. Terumbu Karang

2.1.1. Karang pembentuk terumbu karang

Sebagian besar karang keras merupakan anggota dari kelas Anthozoa dari

Filum Cnidaria. Hanya dua famili yang berasal dari kelas lain yakni Milleporidae

dan Stylasteridae dari kelas Hydrozoa. Kelas Anthozoa terdiri dari dua subkelas

yakni Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang dibedakan dari

morfologi dan fisiologi. Fungsi pembentukan terumbu kebanyakan oleh karang

pembentuk terumbu (atau karang hermatipik). Karang-karang tersebut membentuk

kerangka dari bahan kapur padat atau aragonit. Kelompok karang hermatipik

diwakili umumnya oleh ordo Scleractinia (subkelas Hexacorallia). Dua spesies

kelompok hermatipik yang berasal dari ordo Octocorallia yakni Tubipora musica

dan Heliopora coerulea, sedangkan dari kelas Hydrozoa yang masuk kelompok

hermatipik yakni Millepora sp dan Stylaster roseus (Sorokin 1993).

Selanjutnya Schuhmacher dan Zibrowius (1985) in Sorokin (1993)

menerangkan karang berdasarkan fungsi pembentukan terumbu (hermatipik dan

ahermatipik) dan hubungannya dengan alga simbion maka dikelompokan kedalam

4 kelompok yakni :

a. Hermatipik-simbion, kebanyakan karang Scleractinia pembentuk terumbu,

Octocoral dan Hydrocoral.

b. Hermatipik-asimbion, merupakan karang-karang yang pertumbuhannya

lambat dan dapat membangun kerangka kapur massive tanpa mengandung

zooxanthellae, sehingga mereka bisa hidup pada lingkungan yang gelap

misalnya dalam gua, terowongan, daerah terdalam paparan kontinen.

Beberapa diantaranya Scleractinia tanpa simbion seperti Tubastrea,

Dendrophyllia dan Hydrocoral yakni Stylaster rosacea.

c. Ahermatipik-simbion, Scleractinia yang termasuk dalam kelompok ini adalah

kelompok Fungi kecil seperti Heteropsammmia dan Diaseris serta karang

Leptoseris (famili Agaricidae) yang berpolip tunggal atau koloninya kecil

sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok pembangun terumbu.

(21)

Gorgonacea yang mengandung algae simbion tetapi tidak menghasilkan

kerangka kapur massive.

d. Ahermatipik–asimbion, termasuk Scleractinia dari genera Dendrophyllia dan

Tubastrea yang memiliki polip berukuran kecil kecil. Termasuk pula

Hexacorallia dari ordo Antipatharia dan Corallimorpharia serta Octocoral

yang asimbiotik.

Komunitas karang Scleractinia yang hidup dan menempati terumbu karang

di lautan pada berbagai kondisi lingkungan. Kondisi yang berbeda antar regional

dan area terumbu menyebabkan tingkat keragaman karang juga bervariasi.

Menurut Sorokin (1993), menjelaskan karang hermatipik modern sangat

bervariasi dapat di kelompokan menjadi 3 kelompok yakni, sebagai berikut :

a. Kelompok karang Oportunis (r-strategist)

Karang ini memiliki ukuran koloni dari kecil hingga sedang, yang ditentukan

oleh pertumbuhannya, kematangan seksual pada usia muda dan sebagaian

besar energinya untuk pemeliharaan keturunannya. Kebanyakan dari

karang-karang tersebut matang secara seksual setiap bulan, memiliki kecepatan

tumbuh dan berumur pendek. Kelangsungan hidupnya ditingkatkan melalui

pemijahan yang intensif sehingga meningkatkan kesempatan rekrutmen dalam

kompetisi terhadap substrat dan dapat menggandakan secara vegetatif melalui

kepingan percabangannya. Karang-karang oportunis ini dapat bertahan pada

berbagai kondisi tekanan fisik seperti ter-expose, salinitas yang rendah akibat

pemanasan, polusi, pemananasan dan kekeruhan pada perairan yang dangkal.

Beberapa diantaranya merupakan karang Indo-Pasifik seperti Stylopora

pistillata, Psmmacora contigua, Pocilopora damircornis, Seriotopora histrix

dan beberapa spesies dari Montipora, Acropora dan Pavona.

b. Kelompok karang Konservativ (k-strategist)

Sebagian besar energi dari karang ini digunakan untuk metabolisme dan

pertumbuhannya. Koloni-koloni berumur tua dengan diameter 1 – 3 m.

Karang ini menggunakan sedikit energi untuk perambatan, menanggulangi

ketersedian susbtrat dengan membentuk koloni besar dan berumur panjang,

dapat hidup puluhan hingga ratusan tahun. Siklus pemijahannya secara

(22)

c. Kelompok karang Intermediate

Umumnya merupakan karang peralihan antara dua tipe yang berlawanan

tersebut diatas. Kelompok karang ini dapat hidup pada berbagai lingkungan

dengan tipe substrat yang bervariasi. Karang-karang tersebut dengan sedikit

spesialisasi dan polipnya aktif sepanjang hari. Secara phenotif mereka

termasuk labil, terbentuk pada lingkungan terumbu yang bervariasi dengan

banyak adaptasi ecomorph. Kebanyakan spesies itu merupakan genera

Acropora, umumnya kelompok Faviid, genera Hydronopora, Galaxea dan

Goniopora. Komunitas biotop ini dari terumbu dalam yang kondisi

lingkungannya stabil dimana karang yang hidup secara khusus seperti

kelompok Agaricid beberapa genera dari Turbinaria, Echinophyllia,

Leptoseris dan Diaseris.

2.1.2. Tipe-tipe terumbu karang

Sumich (1992) menyebutkan pengelompokkan tipe-tipe terumbu karang

berdasarkan tahap pembentukan formasi dari yang termuda, fringing reef,

kemudian barrier reef, hingga yang terakhir atoll.

1. Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat di

sepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini

tumbuh ke permukaan dan ke arah laut terbuka.

2. Terumbu karang penghalang (Barrier Reef), berada jauh dari pantai yang

dipisahkan oleh gobah (lagoon) dengan kedalaman 40 – 70 meter.

Umumnya terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai.

3. Atoll, merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul

dari perairan dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki

(23)

Gambar 2 Tipe-tipe terumbu karang: 1. fringing reef; 2. barrier reef; 3. atoll (Sumber: Microsoft Encarta 2006).

2.1.3. Faktor pembatas pertumbuhan karang

Pertumbuhan, penyebaran dan keanekaragaman karang tergantung kondisi

lingkungannya. Namun kondisi pada kenyataannya tidak selalu tetap, tetapi

seringkali berubah karena adanya gangguan baik berasal dari alam atau aktivitas

manusia. Gangguan biologis di ekosistem terumbu karang biasanya berupa

pemangsaan. Sedangkan faktor lainya dapat berupa faktor fisik-kimia yang

diketahui dapat mempengaruhi karang antara lain, cahaya matahari, suhu,

salinitas dan sedimen.

Karang memerlukan perairan yang jernih untuk menjamin ketersediaan

cahaya yang diperlukan untuk fotosintesis zooxanthellae karang. Setiap jenis

karang yang berbeda mempunyai toleransi yang berbeda pula terhadap tingkat

ketersediaan cahaya maksimum dan minimum. Hal ini merupakan penyebab

utama variasi struktrur komunitas karang pada berbagai kedalaman. Terumbu

karang terdapat di perairan dangkal antara 0 - 50 meter dengan dasar yang keras

dan perairan yang jernih (Veron 1986). Bahkan karang pembentuk terumbu dapat

tumbuh pada kedalaman 80 m pada pulau-pulau oceanic dengan perairan jernih,

sebaliknya pada perairan yang keruh habitat karang ditemukan pada kedalaman 2

meter (Ditlev 1980).

Suhu optimum untuk pertumbuhan karang antara 23 – 29 oC, tetapi

beberapa karang dapat mentolerir suhu tinggi mencapai 40 oC dengan periode

waktu yang terbatas (Lalli & Parsons 1995). Di perairan Indonesia, khususnya

(24)

tahun 1998 – 1999 memiliki kisaran suhu rata-rata harian 29,6 - 30,4 °C dan

kisaran bulanan 28, 9 – 30,8 °C (BBIS 2001).

Suhu yang ekstrim akan mempengaruhi karang batu dalam proses

reproduksi, metabolisme dan pembentukan kerangka kapur (Sukarno 1995).

Dengan kenaikan suhu sebesar 10 °C kegiatan metabolisme organisme yang

diukur dengan konsumsi oksigen menjadi dua kali lipat. Beberapa spesies karang

dapat bertahan terhadap suhu 14 °C tetapi laju kalsifikasinya menjadi sangat

menurun. Demikian pula dengan meningkatnya suhu akan menyebabkan

metabolisme meningkat sampai mencapai laju kalsifikasi pada titik tertentu dan

kemudian menurun sehingga pertumbuhan kerangka juga menurun (Tomascik

1991). Suhu diatas 33 °C biasanya mendatangkan suatu gejala yang disebut

pemutihan karang (bleaching), yaitu keluarnya zooxanthellae dari jaringan karang

secara paksa oleh hewan karang sehingga warna karang menjadi putih yang bila

berlanjut dapat menyebabkan karang mati (Randal & Myers 1983).

Salinitas merupakan faktor lain yang membatasi perkembangan terumbu

karang. Kisaran salinitas pertumbuhan karang di Indonesia antara 29 – 33 ‰

(Coles & Jokiel 1992). Terumbu karang tidak terdapat pada perairan dekat muara

sungai besar yang menerima masukan air tawar (Sumich 1996).

Pergerakan air juga sangat penting untuk transportasi unsur hara, larva dan

bahan sedimen. Arus penting untuk penggelontoran dan pencucian limbah dan

untuk mempertahankan pola penggerusan dan penimbunan (Tomascik 1991).

Pergerakan air dapat memberikan oksigen yang cukup, oleh sebab itu

pertumbuhan karang lebih baik pada daerah yang mengalami gelombang yang

besar daripada daerah yang tenang dan terlindung (Sukarno et al. 1983).

Dari sekian banyak komponen limbah antara lain surfaktan, logam berat,

bahan organik beracun dan bahan kimia, unsur hara nitrogen dan fosfor

merupakan faktor yang paling menentukan kerusakan terumbu karang (Tomascik

1991). Peningkatan konsentrasi unsur hara akan memacu produktivitas

fitoplankton dan alga bentik. Hal ini yang diindikasikan dengan peningkatan

chlorophyll-a dan kekeruhan, pada akhirnya memacu populasi hewan filter dan

(25)

kompetisi alga bentik serta toksitas fosfat secara bersamaan dapat menurunkan

jumlah karang (Connell & Hawker 1992).

2.1.4. Distribusi terumbu karang

Distribusi karang secara vertikal dibatasi oleh kedalaman, dimana

pertumbuhan, penutupan dan kecepatan tumbuh karang berkurang secara

eksponensial dengan bertambahnya kedalaman. Faktor utama yang mempengaruhi

sebaran vertikal adalah intensitas cahaya, oksigen, suhu dan kecerahan air

(Suharsono 1996). Sedangkan distribusi horizontal karang di dunia dibatasi oleh

lintang, yakni antara 35 °LU – 32 °LS yang tersebar di laut dangkal di daerah

tropis hingga subtropis (Suharsono 1996).

Distribusi horizontal terumbu karang memiliki korelasi dengan suhu Wells

(1954) dalam Veron (1995) mencatat keberadaan genus karang di daerah

Indo-Pasifik sebagai berikut :

a. Kebanyakan genus karang Indo-Pasifik terdistribusi dengan luas dan

seragam, tetapi beberapa hanya ada dalam wilayah tertentu, dan genera yang

lain terdistribusi luas tapi jarang ditemukan.

b. Beberapa genus karang terdistribusi luas tetapi bukan pada habitat terumbu

karang yang sebenarnya.

c. Terdapat daerah-daerah Indo-Pasifik, dimana terbagi ke dalam komposisi

genus karang tertentu.

d. Terdapat hubungan yang jelas antara keanekaragaman kontur genus karang

dan temperatur permukaan air.

e. Keanekaragaman genus karang di luar dari daerah Indo-Pasifik diindikasikan

rendah.

Veron (1995) menjelaskan lebih jauh mengenai distribusi spesies karang

Indo-Pasifik dan membangun hipotesis, diantaranya adalah terdapat sentral

keanekaragaman spesies di Indo-Pasifik yang telah dibatasi oleh kondisi marginal

di daerah terluarnya. Hipotesis lain dikemukakan Rosen (1984) in Veron

(1995), bahwa batas utama dari distribusi karang adalah lintang dan sebagai

kontrol utamanya adalah suhu dan iklim; dan secara regional adalah bujur yang

(26)

(1995) berpendapat bahwa karang memiliki penyebaran yang kosmopolitan di

daerah Indo-Pasifik terutama ditandai adanya pembatasan secara fisiologi.

Tiga daerah besar penyebaran terumbu karang di dunia yaitu Laut Karibia,

Laut Hindia dan Indo-Pasifik (Veron 1995; Suharsono 1996). Di Asia Tenggara

terdapat 30% dari seluruh terumbu karang di dunia, pada umumnya berbentuk

terumbu karang tepi. Selanjutnya Burke et al. (2002) memperkirakan Indonesia

memiliki luas terumbu karang kira-kira 5.100 km2 atau 51% dari luas terumbu karang yang ada di Asia Tenggara atau setara dengan 18% dari luas terumbu

karang dunia.

Distribusi karang di Indonesia lebih banyak terdapat di sekitar Pulau

Sulawesi, Laut Flores dan Banda. Distribusi karang di sepanjang pantai timur

Sumatera dan Kalimantan Barat dan Selatan dibatasi adanya sedimentasi yang

tinggi dibawa oleh aliran sungai. Demikian juga distribusi karang sepanjang

pantai utara Pulau Jawa dipengaruhi adanya sedimentasi yang tinggi. Selanjutnya

dikatakan bahwa karang tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah Sulawesi

pada umumnya dan Sulawesi Utara pada khususnya karena adanya arus lintas

Indonesia yang mengalir sepanjang tahun dari lautan Pasifik (Suharsono 1996).

2.1.5. Sebaran dan faktor lingkungan

Terumbu karang tersebar di laut dangkal baik daerah tropis maupun

subtropis, yaitu antara 35 oLU dan 32 oLS mengelilingi bumi. Garis lintang

tersebut merupakan batas maksimum dimana karang masih dapat tumbuh. Dari

berbagai belahan dunia, terdapat tiga daerah besar terumbu karang yaitu: Laut

Karibia, Laut Hindia, dan Indo-pasifik. Di laut Karibia terumbu karang tumbuh di

tenggara pantai Amerika sampai sebelah barat laut pantai Amerika Selatan. Di

laut Hindia sebaran karang meliputi pantai timur Afrika, Laut Merah, Teluk Aden,

Teluk Persia, Teluk Oman. Sebaran karang di laut Pasifik meliputi Laut Cina

Selatan sampai pantai timur Australia, Pantai Panama sampai pantai selatan Teluk

(27)

2.1.6. Bentuk pertumbuhan

Menurut UNEP (1984) karang mempunyai beberapa bentuk-bentuk

pertumbuhan karang yaitu :

1. Bentuk bercabang (branching)

Memiliki cabang dengan ukuran lebih panjang dibandingkan ketebalannya,

percabangan kecil, pendek atau lebar.

2. Bentuk tanduk (staghorn)

Karang bercabang dengan cabang yang tebal dan berbentuk jari. Ujung dari

cabangnya meruncing, biasanya putih atau pucat dibandingkan cabang yang

lain, memiliki lubang yang besar untuk polipnya.

3. Bentuk padat (massive)

Berbentuk bongkahan seperti bola dari ukuran telur hingga seukuran rumah.

Jika pada bagian tertentu mati maka mereka akan membentuk tonjolan yang

tidak beraturan. Pada perairan yang dangkal jika bagian atas yang mati akan

membentuk cincin. Permukaan karang halus atau terdapat tonjolan kecil atau

besar seperti tombol.

4. Bentuk kerak (encrusting)

Karang yang tumbuh seperti lapisan tipis yang melekat atau mengerak pada

permukaan terumbu, memiliki permukaan yang kasar dan keras seperti karang

lain, dengan lubang-lubang kecil atau rongga untuk binatang karang.

5. Bentuk meja (tabulate/flat)

Karang yang permukaannya lebar dan rata seperti meja, biasanya dengan

sedikit percabangan kecil yang menonjol, ditopang oleh sebuah batang yang

tegak di tengahnya atau berhimpitan seperti rak susun atau menempel pada

dinding membentuk siku.

6. Bentuk daun yang tegak (erect foliose)

Karang tumbuh seperti lembaran yang datar atau berbentuk

lempengan-lempengan yang berdiri tegak pada terumbu. Lembaran-lembaran tersebut

(28)

7. Bentuk mangkok (cup-shape)

Karang yang tumbuh pada terumbu berbentuk mangkok atau pot-pot. Karang

tersebut tidak sama persis seperti bentuk mangkok yang sempurna sehingga

dapat digolongkan sebagai bentuk daun yang menegak (erect foliose).

8. Bentuk jamur (mushroom)

Karang yang tumbuh melingkar atau berbentuk oval atau seperti lempengan

yang lepas di dasar dan nampak seperti jamur, memiliki tonjolan di

punggungnya dari tepi hingga ke bagian tengah mulutnya.

Menurut Veron (1986) setiap jenis karang mempunyai respon yang

spesifik terhadap karakteristik lingkungannya. Faktor lingkungan seperti

kedalaman (ketersedian cahaya), kuat arus dan gelombang dapat mempengaruhi

bentuk pertumbuhan karang. Morfologi kerangka karang merupakan hasil jadi

dari bentuk-bentuk pertumbuhan koloni karang. Beberapa istilah yang digunakan

untuk menggambarkan bentuk pertumbuhan karang yaitu massive (sama dalam

semua dimensi), columnar (berbentuk tonggak), encrusting (melekat pada substat

atau mengerak), branching (seperti pohon bercabang atau seperti jari-jari),

foliaceous (seperti daun), laminar (seperti lempengan), dan free-living (hidup

lepas dari substrat).

Sementara itu, English et al. (1997) dan GCRMN in C-Nav (2000),

menggolongkan karakteristik morfologi karang keras ke dalam kategori penentuan

lifeform yaitu bentuk digitate (jari), branching (bercabang), tabulate (meja),

encrusting (mengerak), massive (bongkahan padat), submassive, foliose (daun)

dan mushrom (jamur). Bentuk pertumbuhan karang batu umumnya merupakan

refleksi dari kondisi lingkungan di sekitarnya, morfological plasticity memberikan

kesempatan bagi terumbu karang untuk beradaptasi secara lokal. Contohnya

spesies karang dengan bentuk percabangan yang ramping umumnya terdapat pada

area dengan energi gelombang yang rendah, koloni karang di daerah dengan

konsentrasi cahaya rendah umumnya sprawl atau berbentuk seperti tabung, dan

banyak terumbu karang pada daerah keruh memiliki bentuk pertumbuhan yang

lebih vertikal (ke atas) dibanding bentuk pertumbuhan yang datar atau flat (Riegl

(29)

Variasi bentuk koloni dari spesies karang yang sama sangat tergantung

dari kondisi lingkungan perairannya. Veron (1995) memperlihatkan keragaman

bentuk dan morfologi jenis karang Pocillopora damicornis. Di Great Barier Reef,

karang jenis Pocillopora damicornis memiliki morfologi dan bentuk pertumbuhan

yang berbeda antara daerah karang depan mangrove, laguna, reef flat hingga

karang bagian dalam (Gambar 3). Karang di daerah yang keruh seperti laguna

dan mangrove bentuk percabangan lebih ramping sebagai adaptasi terhadap

sedimen. Di daerah reef flat dengan adanya energi gelombang, bentuk koloni

lebih padat dan kokoh. Dan di daerah slope bagian dalam percabangan kembali

ramping, tetapi tidak seramping daerah yang keruh di bagian darat.

Gambar 3 Variasi bentuk pertumbuhan Pocillopora damicornis di Great Barrier Reef dalam kaitannya dengan lingkungan (Veron 1995).

English et al. (1997) menggolongkan bentuk pertumbuhan karang menjadi

dua kelompok besar, yaitu Acropora dan Non-acropora. Secara lengkap bentuk

pertumbuhan dari masing-masing kelompok tersebut dapat dilihat pada Tabel 1

berikut.

Reef flat Reef back Mangrove

Upper reef slope

Lower reef slope

(30)

Tabel 1. Kategori bentuk pertumbuhan karang (English et al. 1997)

Kategori Kode Keterangan

Dead Coral DC Karang yang baru mati, Berwarna

Acropora Branching ACB Bercabang seperti ranting. contoh:

A. formosa, A. palmata

Encrusting ACE Bentuk merayap, seperti Acropora yang belum sempurna. Contoh : A. cuneata

Submassive ACS Bercabang lempeng dan kokoh. Contoh : A.palifera

Digitate ACD Percabangan rapat seperti jari tangan. Contoh : A. digitifera, A. humilis

Tabular ACT Percabangan arah mendatar. Contoh : A. hyacinthus

NonAcropora Branching CB Bercabang seperti ranting pohon.

Contoh : Seriatopora hystrix Encrusting CE Bentuk merayap, menempel pada

substrat. Contoh : Montipora undata

Foliose CF Bentuk menyerupai lembaran. Contoh : Merulina ampliata

Massive CM Bentuk seperti batu besar. Contoh : Platygyra daedalea

Submassive CS Bentuk kokoh dengan tonjolan. Contoh : Porites lichen

Mushroom CMR Bentuk seperti jamur, soliter. Contoh : Fungia repanda

Millepora CME Semua jenis karang api, warna kuning diujung koloni.

AA Terdiri lebih dari satu jenis alaga

Coralline Algae

CA Alga yang mempunyai struktur kapur

(31)

Kategori Kode Keterangan Turf Agae TA Menyerupai rumput-rumput halus

Abiotik Sand S Pasir

Rubble R Pecahan karang yang berserakan

Silt SI Lumpur

Water WA Kolom air /celah dengan ketdalaman lebih dari 50 cm

Rock RCK

Other DDD Data tidak tercatat atau hilang

2.1.7. Faktor yang mengontrol struktur komunitas

Menurut Sorokin (1993) distribusi taksa karang pada biotop dasar terumbu

merupakan refleksi statik dari struktur komunitas, karena hal ini dianggap sebagai

hasil dari proses-proses stochastic dari rekruitmen, pertumbuhan, kemampuan

bertahan hidup dari individu, dan keseimbangan hubungan sosio-ekologi antara

populasi spesifik karang serta antara karang dengan lingkungannya. Faktor-faktor

yang mengontrol distribusi karang menurut ruang adalah :

1. Vektor gradien tekanan parameter fisik seperti ombak, arus, tinggi pasang,

konsentrasi nutrien, cahaya dan kekeruhan air.

2. Faktor-faktor sosial seperti formasi monospesifik, interspesifik karang atau

kelompok-kelompok yang bereproduksi secara biseksual.

3. Hubungan-hubungan interorganismik seperti komensalime, simbiosis,

antagonisme, pemangsaaan predator.

4. Beberapa kejadian stochastic yang ekstrim seperti badai topan, banjir,

serangan Acanthaster.

5. Pengaruh kerusakan anthropogenic.

Lingkungan fisik berperan dalam menentukan komposisi komunitas

karang, sedangkan lingkungan biologi berperan dalam membentuk kekayaan

jenis. Keanekaragaman ini bisa terjadi hanya setelah tercapainya keseimbangan

suatu seri ekologis; tidak hanya keseimbangan antar organisme karang, tetapi juga

antara karang dengan organisme lainnya, termasuk predator dan parasit, dan juga

antara organisme lainnya yang mempunyai hubungan langsung dengan karang,

(32)

2.2. Sedimen

2.2.1. Karakteristik alami

Secara umum terdapat dua macam sedimen di laut. Pertama adalah

terrigenous sediment, terbentuk dari hasil pelapukan; erosi dari daratan yang

kemudian ditransfer ke laut melalui sungai; gletser dan angin. Umumnya sedimen

jenis ini tersusun dari gravel, pasir, lumpur dan tanah liat (clay). Kedua adalah

biogenous sediment, terbentuk dari hasil proses-proses biologis organisme

planktonik (dominan) yang mensekresikan skeleton dari kalsium karbonat atau

silica (Bearman, 1999). Selanjutnya Tomascik et al. (1997) mengemukakan

bahwa terrigenous sediment lebih dominan terdapat di daerah yang memiliki

curah hujan yang tinggi. Pada daerah ini (misalnya: pantai utara Jawa dan selatan

Kalimantan), masukan lumpur dan pasir (yang kaya akan clay mineral) banyak

dijumpai sebagai penyusun habitat dasar. Untuk daerah yang lebih kering serta

kawasan non-vulkanik, sedimen pada perairan dangkalnya lebih didominasi oleh

biogeous sediment.

Komposisi dan jumlah sedimen yang masuk ke daerah pantai (termasuk

kawasan terumbu karang) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama adalah

kondisi geologis yang meliputi lithologi dan fisiografi, dimana dengan kondisi

geologis yang berbeda akan menghasilkan sedimen yang berbeda dalam hal

jumlah dan kualitas (ukuran partikel, minerologi). Faktor kedua yang tidak kalah

pentingnya adalah iklim yang dapat mempengaruhi laju pelapukan serta erosi

tanah, intensitas dan durasi curah hujan. Faktor lainnya yang mempengaruhi

masukan sedimen adalah angin yang membawa debu dan pasir, kapasitas infiltrasi

dari tanah dan batuan, serta adanya penutupan oleh tanaman vegetasi di sekitarnya

(Meijerink 1977 in Tomascik et al. 1997).

Selanjutnya berdasarkan ukuran butirnya, sedimen dikelompokkan menjadi

beberapa jenis, yakni batu (stone), pasir (sand), lumpur (silt), dan lempung (clay).

Klasifikasi ini didasarkan pada Skala Wentworth seperti yang disajikan pada

Tabel 2. Skala tersebut menunjukkan ukuran standar kelas sedimen dari fraksi

berukuran mikron sampai beberapa mm dengan spektrum yang bersifat kontinyu

(33)

Tabel 2. Klasifikasi ukuran butir sedimen berdasarkan Skala Wentworth

Keterangan: v = very; istilah lumpur umumnya disebut lanau

Ukuran-ukuran partikel tersebut diatas sangat mungkin untuk menutupi

polip karang yang memiliki variasi ukuran dari beberapa milimeter sampai

beberapa sentimeter. Penutupan oleh sedimen seperti ini secara langsung

berpengaruh terhadap kehidupan polip karang.

Sirkulasi sedimen di daerah pantai serta transport dari dan ke arah laut lepas

lebih dipengaruhi oleh angin, arus, gelombang dan pasang surut. Hasil dari

pelapukan dan erosi terbawa oleh aliran sungai dalam bentuk padatan tersuspensi,

kemudian melalui proses mekanik sebagian didepositkan dan terakumulasi pada

lapisan dasar, peristiwa ini disebut sedimentasi (Bates and Jackson 1980 in

Tomascik 1997). Selanjutnya Tomasik (1997) menyebutkan bahwa laju

sedimentasi dari padatan tersuspensi ini dipengaruhi oleh struktur fisik dari

partikel itu sendiri (contoh: volume, luas permukaan, densitas, dan porositas),

sifat fisik dari air (contoh: densitas), serta kondisi hidrologis di sekitar lokasi

(contoh: velositas arus, shear stress, pengadukan).

Sedimen dihasikan oleh proses iklim melalui proses hancuran mekanik

dan kimia dari batuan seperti granit atau dari dasar laut dalam bentuk partikel

yang dipindahkan oleh udara, air atau es. Partikel-partikel tersebut berasal dari

(34)

memiliki berbagai variasi dalam bentuk partikel komposisi ukuran, sumber atau

asal sedimen. Material yang lebih besar dan lebih berat akan diendapkan lebih

cepat pada daerah yang relatif dekat dengan pantai dibandingkan material halus

yang terbawa oleh arus dan gelombang ke laut lepas (Davis 1991).

Menurut Neumann dan Pierson (1966), sedimen yang menutupi dasar laut

dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok utama yaitu sedimen litoral dan

sedimen pelajik. Sedimen litoral merupakan endapan dekat pantai yang berasal

dari daratan seperti fragmen-fragmen batuan, pasir kasar dan halus, lumpur dan

liat. Sedimen pelajik menutupi hampir dua pertiga kulit bumi terdiri dari sisa-sisa

bahan organik maupun debu yang tertiup angin. Sedimen ini terbentuk di laut dan

terendapkan di lepas pantai.

Klasifikasi sedimen berdasarkan cara pembentukannya atau asal sumber

endapan dapat digolongkan ke dalam 5 kategori yaitu sedimen terrigenous,

biogenic, authigenic, volcanogenic dan cosmogenous (Pinet 2000).

1. Sedimen terrigenous

Jenis pasir dan lumpur berupa butiran kasar hingga halus yang dihasilkan dari

proses iklim, erosi daratan dan batuan.

2. Sedimen biogenic

Tipe kapur dengan komposisi kalsium karbonat dan lumpur silika dari butiran

halus hingga kasar yang berasal dari potongan organisme seperti moluska dan

hancuran kerangka.

3. Sedimen authigenic

Partikel dari pengendapan kimia atau reaksi biokimia di dasar laut seperti

mangan dan fosfat.

4. Sedimen volcanogenic

Partikel yang dikeluarkan dari gunung berapi seperti abu.

5. Sedimen cosmogenous

Partikel sangat halus berasal dari angkasa dan cenderung bercampur dengan

sedimen terrigenous dan biogenic.

Proses sedimentasi di perairan meliputi rangkaian pelepasan (detachment),

penghanyutan (transportation) dan pengendapan (deposition) dari

(35)

dalam bentuk tersuspensi (suspension), melompat (saltation), berputar (rolling)

dan menggelinding (sliding). Selanjutnya butiran-butiran tersebut mengendap

akibat aliran air yang tidak dapat mempertahankan geraknya (Friedman & Sanders

1978). Selanjutnya Dyer (1986), menjelaskan bahwa proses sedimentasi di

perairan dipengaruhi oleh dinamika perairan seperti pasang surut, gelombang,

arus menyusur pantai, percampuran massa air akibat perbedaan densitas air tawar

dan air laut, proses biologi dan kimia perairan. Selain itu proses sedimentasi juga

dipengaruhi oleh sifat-sifat sedimen seperti ukuran, bentuk dan densitas dari

butiran sedimen.

Faktor penting yang menentukan suatu endapan sedimen alami adalah

distribusi ukuran partikel dan kondisi-kondisi energi pada beberapa lokasi

pengendapan. Interaksi kedua faktor menghasilkan sifat endapan sedimen. Pada

garis pantai dipengaruhi oleh gelombang dan tingginya energi suspensi,

memindahkan semua sedimen halus dan diikuti oleh sebagian besar pasir kasar

dan sedang serta gravel yang diendapkan pada pantai dan dekat zona pantai. Pada

bagian luar pantai dari zona pantai, penurunan energi gelombang yang

disebabkan oleh bertambahnya kedalaman. Penurunan energi di dasar perairan

seiring dengan bertambahnya kedalaman dan secara sistematik penurunan ukuran

butiran menjauhi pantai (Pinet 2000).

2.2.2. Pengaruh sedimen terhadap terumbu karang

Komunitas terumbu karang identik dengan kondisi lingkungan dengan

perairan yang jernih, oligotropik, dan substrat dasar yang keras. Sedimen yang

tersuspensi maupun yang terdeposit umumnya diketahui memberikan efek yang

negatif terhadap komunitas karang (McLaughin et al. 2003). Rogers (1990) in

Tomascik et al. (1997) menyebutkan bahwa laju sedimentasi dapat menyebabkan

kekayaan spesies yang rendah, tutupan karang rendah, mereduksi laju

pertumbuhan dan laju recruitment yang rendah, serta tingginya pertumbuhan

karang bercabang.

Pengaruh sedimen terhadap komunitas karang secara garis besar terjadi

melalui beberapa mekanisme. Pertama, partikel sedimen menutupi permukaan

koloni/individu karang sehingga polip karang memerlukan energi yang lebih

(36)

peningkatan kekeruhan dan dapat menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke

dasar perairan sehingga dapat mengganggu kehidupan spesies-spesies karang

yang kehidupannya sangat bergantung terhadap penetrasi cahaya (Salvat 1987).

Ketiga, selain mampu mengikat unsur hara, sedimen juga dapat mengadsorpsi

bahan toksik dan penyakit yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan

karang. Selanjutnya Hubbard (1997) menyebutkan bahwa sedimentasi juga dapat

menghalang-halangi penempelan larva karang pada substrat dasar. Sebagaimana

diketahui bahwa larva karang membutuhkan substrat yang keras untuk menempel,

dengan adanya penutupan substrat oleh sedimen, larva tersebut tidak mendapatkan

kestabilan dalam penempelan sehingga tahap perkembangan selanjutnya tidak

dapat tercapai.

Dalam banyak kasus, adanya sedimentasi di daerah terumbu karang

menyebabkan kematian dan degradasi bagi beberapa spesies karang. Hubbard

(1997) mengemukakan bahwa pertumbuhan karang (dan mungkin penutupan) di

sepanjang terumbu karang Costa Rica mengalami penurunan secara gradual

dengan meningkatnya tekanan lingkungan, terutama sedimentasi sebagai

pengaruh dari lahan pertanian sejak 1950. Selanjutnya aktivitas pengerukan yang

terjadi di pelabuhan Castle, Bermuda sekitar 30 tahun yang lalu, telah

menyebabkan kematian karang di beberapa area karang sekitarnya yang

dipengaruhi sistem sirkulasi perairan dari daerah pengerukan tersebut (Dodge dan

Vaisnys 1977 in Hubbard 1997). Di Ko Phuket, Thailand pengerukan pada

daerah dalam selama 8 bulan secara signifikan telah menyebabkan reduksi

penutupan karang pada area terumbu karang intertidal yang berdekatan dengan

aktifitas tersebut (Brown et al. 1990 in Hubbard 1997).

Di Indonesia, Sungai Solo di Jawa Timur memasok sekitar 1.200 ton/km2 per tahun sedimen (Hoekstra et al. 1989 dalam Tomascik et al. 1997). Selanjutnya

masukan sedimen dari Sungai Solo ini berpengaruh terhadap degradasi dan

penyebaran karang di pantai utara Jawa dan Madura (Tomascik et al. 1997).

Berdasarkan data yang tersedia, terlihat bahwa pengaruh yang paling kuat terjadi

di bagian timur, selama puncak run off yaitu pada muson barat laut, ketika arus

dari Laut Jawa mengalir ke arah timur (Wyrtki 1961; Hoekstra et al. 1989 in

(37)

Keberadaaan sedimen di perairan terumbu karang berasal dari erosi karang

itu sendiri secara fisik maupun biologi (carbonat sediment). Selain itu sedimen

yang berasal dari daratan (terrigeneous sediment) sebagai akibat aktivitas

manusia seperti pembangunan dikawasan pesisir, pertambangan, pembukaan

hutan, pembukaan areal tambak dan pertanian. Kondisi perairan yang mengalami

sedimentasi menuntut beberapa jenis biota karang meningkatkan kemampuan

adaptasi terhadap tekanan lingkungan untuk mempertahankan hidupnya.

Kemampuan karang terhadap pengendapan sedimen pada permukaan

koloninya melalui lima mekanisme; penolakan pasif, polip mengembang oleh

masuknya air, pergerakan tentakel dan cillia serta produksi mucus. Kemampuan

karang untuk menolak sedimen dibatasi oleh ukuran koloni karang dan besarnya

ukuran partikel sedimen. Pada koloni yang kecil proses penolakan sedimen lebih

efisien dibandingkan dengan koloni yang lebih besar. Pasir dan partikel halus (<

62 μm) adalah partikel yang terbesar yang dapat dipindahkan secara efektif oleh

beberapa spesies (Connell & Hawker 1992). Pemindahan tersebut melalui

mekanisme polip yang mengembang atau pergerakan tentakel yang ikuti gerakan

lemah dari silia dapat dilihat pada pada Gambar 4 berikut ini.

(a) (b) (c)

Gambar 4 Mekanisme penolakan sedimen : (a). pergeseran dari bagian atas corallum, (b) pergerakan oleh siliadan produksi mucus (c) polip yang mengembang (Schuhmacher 1977).

Sensitivitas spesies karang terhadap sedimentasi kebanyakan dibatasi oleh

karakteristik perangkap partikel dari koloni terhadap partikel dan kemampuan

polip individu untuk menolak endapan sedimen. Koloni-koloni karang yang

berlapis mendatar dan bentuk pertumbuhan massive mewakili permukaan besar

(38)

koloni berlapis tegak dan bentuk bercabang yang tegak lurus kurang mampu

menahan sedimen. Koloni-koloni yang cembung dan polip-polip yang tinggi

tidak mudah terkena akumulasi sedimen daripada bentuk pertumbuhan lain

(Connell & Hawker 1992).

Karang Acropora dan Turbinaria yang berbentuk corong, pada

pergerakan masa air yang lambat dapat menjadi perangkap yang mengakumulasi

sedimen pada pusatnya sehingga dapat mematikan jaringan di bawahnya. Tetapi

di sisi lain corong semua jaringan karang tetap terpelihara, berfotosintesis dan

masih dapat menangkap makanan. Sedangkan pada pergerakan air yang cepat

bentuk corong menciptakan pusaran air dan pergantian aliran masa air sehingga

dapat melepaskan dan mengosongkan akumulasi sedimen pada karang (Gambar

5). Koloni karang berbentuk corong ini dominan di perairan Afrika Selatan

terutama pada area dengan pergerakan air yang lambat dan cepat (Reigl et al.

1996).

Arah arus

Arah transpor sedimen dari corong

Pusaran air dan daerah akumulasi

arah keluar yang melepaskan dan pemindahan sedimen

sedimen dari pusat corong

Gambar 5 Model pemindahan sedimen pada karang yang berbentuk corong (Reigl et al. 1996).

Sedimentasi mengakibatkan pertumbuhan terganggu karena menurunnya

ketersediaan cahaya, abrasi dan meningkatnya pengeluaran energi selama

penolakan terhadap sedimen. Gangguan penetrasi cahaya akibat kekeruhan yang

tinggi yaitu terbatasnya fotosintesis zooxanthellae dan secara tidak langsung

membatasi pertumbuhan karang. Energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan

(39)

terhadap sedimen sehingga polip karang tidak dapat menangkap plankton secara

efektif (Connell & Hawker 1992). Adanya partikel sedimen tersuspensi pada

karang juga mengakibatkan abrasi pada permukaan karang akibat hilangnya

mukus dan mati lemas (Muskatine 1973 in Yamazato 1986).

Secara umum karang tumbuh di perairan dekat pantai lebih toleran

terhadap konsentrasi tinggi sedimen tersuspensi daripada spesies yang hidup di

perairan lebih dalam pada fringing reef yang menghadap laut (Pastorok dan

Bilyard 1985 in Connell dan Hawker 1992; Robert & Muray 1995 in Rehm

Team 1997). Karang batu dapat mentolerir masukan sedimen dalam jangka waktu

pendek selama beberapa hari, tetapi sedimentasi dan kekeruhan tinggi akan

mengurangi jumlah zooxanthellae, polip yang mengembang, atau sekresi mukus

yang abnormal. Karang lebih toleran terhadap masukan sedimen dalam waktu

pendek daripada pada kondisi kekeruhan tinggi secara terus menerus (Connell &

Hawker 1992). Pada Gambar 6 disajikan bagaimana pengaruh sedimentasi

terhadap zonasi karang. Sedangkan pada Gambar 7 mendeskripsikan diagram

pengaruh energi gelombang, kecepatan arus dan kecerahan perairan terhadap

sebaran vertikal karang dan bentuk pertumbuhannya.

Increasing sedimentation

Keterangan :

Kondisi kesehatan terumbu umumnya memperlihatkan penetapan suatu zonasi karang dimana faktor energi gelombang mengontrol karang yang dominan (A) Suplai aliran sedimen pada permukaan karang dapat mengubur/menutupi terumbu, (B) Pada batas zona forereef, karang dijumpai pada kedalaman yang lebih dangkal sebagai suatu respon terhadap penurunan tingkat pencahayaan. Demikian juga pada zona-zona backreef kehadirannya merupakan respon terhadap peningkatan masukan sedimen, (C) Zonasi karang yang dibatasi oleh sedimentasi

(40)

Gambar 7 Diagram pengaruh energi gelombang dan kejernihan perairan pada zonasi terumbu Karibia (Adey & Burke 1977 dan Grauss et al. 1984 in Birkeland 1997).

Sedimen di perairan terumbu karang dapat mempengaruhi komunitas

ekologi dan komposisi terumbu karang (Stafford-Smith 1993 in Barnes & Lough

1999). Beberapa jenis karang memiliki toleransi dengan adanya kekeruhan dan

sedimentasi. Hasil penelitian di perairan Tanjung Jati Jepara yang mengalami

sedimentasi ditemukan adanya dominasi dari jenis Porites dan Goniopora

(Hutomo & Mudjiono 1990). Karang Porites astreoides dan Siderastrea siderea

di Karibia merupakan jenis yang toleran terhadap masukan sedimen. Masukan

sedimen yang berlangsung selama tiga dekade terakhir yang berasal pemukiman

penduduk dan masukan sungai telah merubah struktur komunitas karang Poerto

Rico dari karang pembentuk utama terumbu menjadi koloni sekunder yang

terpencar dan areanya menjadi tipe hardground. Pada karang Montastrea

annularis terjadi penurunan penutupan secara signifikan pada terumbu dengan

materi sedimen terrigeneous yang tinggi (Torres & Morelock 2002).

Sedimentasi yang terjadi di Thailand pada kawasan Teluk Bang Tao

bagian utara yang bersumber dari penambangan timah dan pengerukan di kawasan

teluk telah menghasilkan sejumlah tailing dan plume sedimen yang terbawa ke

kawasan terumbu karang. Kematian karang umumnya disebabkan oleh lumpur

yang menutupi permukaan karang sehingga mengurangi penutupan karang hidup.

Pada daerah tubir di jumpai penutupan karang berkisar 26 – 34%, rataan tepi

(41)

1981). Pada Tabel 3 dapat dilihat variasi tingkat dampak terhadap komunitas

komunitas karang.

Tabel 3. Variasi tingkat dampak sedimentasi terhadap komunitas karang Laju sedimentasi

(mg/cm2/hari) Tingkat Dampak

Ringan hingga sedang

Kemungkinan penurunan dalam jumlah spesies Sedang hingga berat

Pengurangan kepadatan secara besar-besaran Penurunan sangat hebat laju pertumbuhan Penurunan rekrutmen

Penurunan jumlah spesies 10 – 50

Kemungkinan invasi oleh spesies oportunis Sangat berat hingga catastrophic

Pengurangan kepadatan secara drastis Degradasi hebat dari komunitas Beberapa spesies menghilang Beberapa koloni karang mati Penurunan secara hebat rekrutmen Regenerasi karang menurun atau terhenti > 50

Invasi oleh spesies oportunis

Sumber : Pastorok & Bilyard (1985) in Connell & Hawker (1992)

Hasil penelitian di Guam, suatu komunitas karang yang miskin mendapat

masukan sedimen rata-rata 160 - 200 mg/cm2/hari ditemukan kurang dari 10

spesies dengan penutupan substrat padat kurang dari 2%. Sebaliknya pada

komunitas yang kaya dengan rata-rata laju sedimentasi 5 - 32 mg/cm2/hari

ditemukan lebih dari 100 jenis karang dengan penutupan subtrat padat 12%.

Spesies richness, persentase penutupan dan rata-rata ukuran koloni karang

merupakan kebalikan hubungan dengan laju sedimentasi (Connell & Hawker

1992).

2.2.3. Adaptasi karang terhadap sedimen

Bagaimanapun juga jenis karang tertentu masih memiliki kemampuan

untuk beradaptasi terhadap sedimentasi pada lingkungan perairannya, baik secara

fisiologi maupun morfologi. Adaptasi secara fisiologi merupakan bentuk adaptasi

(42)

sedangkan adaptasi secara morfologi merupakan kemampuan karang secara pasif

dalam menolak sedimen (passive sediment rejection). Kondisi hidrologi lokal dan

bentuk umum corallum karang merupakan dua faktor kunci kemampuan karang

dalam menolak sedimen secara pasif (Tomascik et al. 1997). Kenyataan bahwa

setiap jenis karang memiliki kemampuan yang berbeda untuk beradaptasi

terhadap keberadaan sedimen, akan menyebabkan pola penyebaran dari jenis-jenis

karang serta struktur komunitas benthic lainnya berbeda pula antara daerah

dengan sedimentasi tinggi hingga daerah yang sedikit sekali mengalami

sedimentasi ( Litz et al. 1985; Hallock 1998 in Hallock et al. 2004).

Sebagai contoh karang dari jenis Fungia dapat beradaptasi secara

morfologi dan fisiologi terhadap kondisi perairan dengan turbiditas tinggi.

Turbinari peltata dan Echinopora mammiformis merupakan jenis karang yang

mampu bertahan pada kondisi perairan dengan turbiditas tinggi, yaitu dengan

memiliki morfologi corallum (unifacial lamine) yang memfasilitasi untuk

menolak sedimen secara pasif (Stafford-Smith dan Ormond 1992 in Tomascik et

al. 1997).

Jenis-jenis karang yang memiliki kemampuan secara aktif dalam menolak

sedimen telah banyak diteliti oleh beberapa peneliti (Marshall dan Orr 1931;

Hubbard dan Pacock 1972; Bak dan Elgershuizen 1976; Rogers 1978, 1983;

Logan 1988 in Tomascik et al. 1997). Hasilnya mengindikasikan bahwa terdapat

variasi dalam kemampuan penolakan sedimen diantara masing-masing grup taksa.

Selanjutnya Stafford-Smith dan Ormond (1992) dalam Tomascik et al. (1997)

mengemukakan bahwa terdapat 42 spesies karang yang diteliti di Great Barier

Reef yang memiliki kemampuan aktif dalam menolak sedimen. Sebagai contoh,

Leptoria phyriga, yang umumnya terdapat pada daerah upper reef slope yang

jernih, tapi masih memiliki kemampuan mentolerir sedimentasi hingga 25

mg.cm2/hari tanpa mengalami kerusakan (Stafford-Smith, 1993 in Tomascik et

(43)

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bulan Mei – Juni 2009 yang berlokasi

perairan timur Kabupaten Bintan. Ada dua sungai yang bermuara ke laut di

perairan ini yaitu Sungai Kawal dan Sungai Galang Batang. Secara administratif

termasuk wilayah dalam Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Peta lokasi

penelitian disajikan pada Gambar 8.

Tabel 4. Posisi geografis pada tiap stasiun penelitian

Stasiun Nama Lokasi Jarak Muara Sungai (Km) Posisi Geografis 1 Karang Muara Kawal = 1,77 00°59,175’ N

3.2. Peralatan yang Digunakan

Alat bantu utama yang digunakan dalam pengamatan terumbu karang

adalah peralatan selam SCUBA (Self Contained Underwater Breathing

Apparatus), roll meter, pelampung tanda, jam tangan bawah air, transek kuadrat

dengan ukuran (1 x 1) m2, serta alat tulis bawah air (underwater paper dan pensil). Alat pendukung lainnya yang digunakan untuk mengamati terumbu

karang diantaranya adalah kamera bawah air, serta perahu motor sebagai alat transportasi dalam pengambilan data. GPS digunakan untuk mencatat posisi

geografis lokasi stasiun pengamatan. Alat yang digunakan untuk mengukur

sedimen adalah sediment traps yang terbuat dari pipa PVC dengan diameter dalam

5 cm. Adapun bahan yang digunakan untuk mengidentifikasi karang adalah buku

identifikasi karang, yaitu: Ditlev (1980); Wood (1983); Suharsono (1996);

(44)
(45)

Selanjutnya peralatan serta metode yang digunakan untuk mengukur

parameter perairan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Peralatan untuk mengukur parameter sedimen dan oseanografi fisik kimia.

Parameter Satuan Alat dan Bahan Keterangan Laju sedimentasi mg/cm2/hari Sediment trap In situ & Lab. Tekstur sedimen % Sieve, neraca, pipet Lab.

Kecepatan arus cm/det Floater drauge In situ Arah arus (°) Kompas In situ Posisi stasiun Ltg - Bjr GPS In situ Kekeruhan NTU Turbidimeter Lab. Kedalaman M Tongkat Kedalaman In Situ Kecerahan m Seschi disk In situ

Secara umum penelitian kali ini meliputi tiga tahap, yaitu (1) penentuan

stasiun, kemudian dilanjutkan dengan pengamatan terumbu karang, sedimen dan

parameter oseanografi di lapangan. (2) Analisis laboratorium untuk parameter

tekstur sedimen, laju sedimentasi, dan beberapa kualitas air (3) Analisis dan

interpretasi data.

3.4. Metode Pengambilan Data

Pengambilan data primer dilakukan melalui pengukuran langsung

parameter penelitian baik di lapangan maupun di laboratorium. Untuk menunjang

data primer dilakukan pengumpulan data sekunder diberbagai instansi terkait,

BMG, Bappeda, BPLH dan instansi terkait lainnya.

3.4.1. Penentuan stasiun

Penentuan titik stasiun berdasarkan hasil survei awal dan jarak terhadap

muara sungai. Survei awal dengan metode diving bertujuan untuk memperoleh

gambaran umum tentang sebaran karang yang tumbuh di perairan timur

Gambar

Tabel 1.  Kategori bentuk pertumbuhan karang (English et al. 1997)
Tabel 2. Klasifikasi ukuran butir sedimen berdasarkan Skala Wentworth (Wibisono  2005)
Gambar 7   Diagram pengaruh energi gelombang dan kejernihan perairan pada zonasi terumbu Karibia (Adey & Burke 1977 dan Grauss et al
Tabel 3.  Variasi tingkat dampak sedimentasi terhadap komunitas karang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian dengan judul Sentralisasi Otentikasi Pengguna dan Pengelolaan Sumber Daya Jaringan Komputer Politeknik Negeri Balikpapa Dengan Menggunakan Active

Lebih jelasnya dapat dikatakan bahwa unsur- unsur adat dan upacara daur hidup yang terdiri dari doa/ mantera dan sesaji untuk arwah leluhur, doa/ mantera dan sesaji

( Haliothis squamata ) itu sendiri. Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek adalah para teknisi budidaya perikanan dari CV. Dewata Laut yang ada di Desa Penyabangan,

Pada perancangan antar muka menu customer ini customer akan diberikan link pilihan menu-menu untuk melihat menu makanan, reservasi meja, lokasi dan login. Gambar 3.17

Untuk dapat menjalankan sistem pada alat otomatisasi bel listrik yang perlu diperhatikan bukan hanya perangkat kerasnya saja, tetapi juga perangkat lunaknya ( software ) sebab

Di lapangan, penerapan kurikulum 2013 dinyatakan berhasil dalam pembelajaran, dapat dilihat dari ukuran keberhasilan proses belajar mengajar di kelas yaitu “terciptanya

Pada saat pendampingan juga dilakukan pelatihan pemilahan dan pewadahan untuk meningkatkan kualitas materi tabungan sehingga nasabah mendapat nilai tabungan yang

Hal menarik yang kami lihat saat permainan berlangsung, banyak diantara mereka sebelum melakukan pemindahan batu ke tiap-tiap lubang, terlebih dahulu mereka