• Tidak ada hasil yang ditemukan

Excellent Commodity Based Development of Capture Fishery in North Halmahera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Excellent Commodity Based Development of Capture Fishery in North Halmahera"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

KOMODITAS UNGGULAN

DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA

D A U D

TESIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Halmahera Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Nopember 2010

(3)

ABSTRACT

DAUD. Excellent Commodity-Based Development of Capture Fishery in North Halmahera. Supervised by BUDHI H. ISKANDAR and MULYONO S BASKORO.

North Halmahera Regency with its sea area of 19536.02 km2 (78%) has the potential of fish resources (standing stock) accounting for 664,382.48 tons with sustainable potential fish production (the Maximum Sustainable Yield / MSY) of 347,191 tons per year, i.e., 211,590 tons of pelagic fish and 135,005 tons of demersal per year.

The problem in the development of capture fish in North Halmahera is that its excellent commodities are as yet unknown and the policies in the fishery production are not based on excellent commodities. This research is to examine the superior commodities of fishery production, and the policies in capture fishing production in order to increase the income of fishermen.

To determine the excellent commodities, the following analyses were made: (1) production continuity, average production, prices, processing and marketing, (2) Method of Location Quotient (LQ) and (3) SWOT Analysis. The results showed that of 38 species of fish that were analyzed, 31 species were of a continuous type and 7 species of non-continuous type. The average fish production is below the average production of all types of fish except for cakalang fish of 11,131.472 tons and flying fish of 4405.296 tons per year.

The fish price is generally below average price of all types, except for the following types of fish: beronang, kerapu, lencam, kakap, and kurisi, the prices of which are higher than the average price. The fish products marketed in the local market / overseas are for example kerapu, cakalang and tuna. Fish products are always marketed in fresh form. Only julung-julung fish is marketed after it is processed by fumigation. Three kinds of fish are also exported they are kerapu, cakalang and tuna.

The results of LQ calculation show that there are 12 species of fish with a value of LQ>1, namely: kuweh fish, kerapu, kerong-kerong, teri, tembang, julung-julung, tongkol, lemadang, cakalang, mackerel tuna and cucut. Based on the scoring analysis of commodities in terms of production continuity, production, pricing, processing, and marketing associated with the value of LQ, six kinds of fish as excellent commodities in North Halmahera Regency are cakalang, kerapu, anchovies, julung-julung, tuna, and tongkol.

Flying fish, although its production is quite high and can be improved, has the value of LQ <1, so it can not be recommended as a superior fish species. Based on the results of the SWOT analysis, there are six government policies of North Halmahera regency related to the development of capture fisheries, increasing fishing fleet is a top priority followed by the development in the processing of captured fish.

Both policies are closely related to labor absorption and economic improvement.

(4)

RINGKASAN

DAUD. Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Halmahera Utara. Dibimbing oleh BUDHI H. ISKANDAR dan MULYONO S BASKORO.

Kabupaten Hamahera Utara dengan luas wilayah laut 19.536,02 km2 (78%) mempunyai potensi sumberdaya ikan (standing stock) yang mencapai 664.382,48 ton dengan jumlah potensi lestari yang dapat dimanfaatkan (Maximum Sustainable Yield/ MSY) sebesar 347.191 ton per tahun yaitu ikan pelagis 211.590 ton dan demersal 135.005 ton per tahun.

Permasalahan pengembangan perikanan tangkap di kabupaten Halmahera Utara belum diketahui komoditas unggulannya, kebijakan produksi perikanan belum berbasis komoditas unggulan. Penelitian ini untuk mengkaji komoditas unggulan produksi perikanan, dan kebijakan produksi perikanan tangkap guna investasi dan peningkatan pendapatan nelayan.

Untuk menetapkan komoditas unggulan tersebut menggunakan analisis (1). kontinyutas produksi, produksi rata-rata, harga, pengolahan dan pemasaran, (2). Metode Location Quotient (LQ) dan (3). Analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan 38 jenis ikan yang dianalisa 31 jenis kontinyu dan 7 jenis tidak kontinyu. Produksi ikan rata-rata di bawah produksi rata-rata semua jenis ikan kecuali ikan cakalang 11.131,472 ton dan ikan layang 4.405,296 ton per tahun.

Harga ikan umumnya di bawah harga rata-rata semua jenis, kecuali untuk jenis-jenis ikan beronang, kerapu, lencam, kakap, dan kurisi, yang harganya lebih tinggi dibanding dengan harga rata-rata. Ikan yang dihasilkan dipasarkan dalam pasar lokal/luar negeri seprti kerapu, cakalang dan tuna. Produksi ikan yang dihasilkan selalu dipasarkan dalam bentuk segar. Hanya ikan julung-julung yang dipasarkan setelah diolah dengan cara pengasapan. Terdapat 3 jenis ikan yang juga diekspor yaitu kerapu, cakalang dan tuna.

Hasil perhitungan LQ ternyata bahwa terdapat 12 jenis ikan yang memiliki nilai LQ > 1, yaitu ikan kuweh, kerapu, kerong-kerong, teri, tembang, julung-julung, tongkol, lemadang, cakalang, tenggiri tuna dan cucut. Berdasarkan analisa scoring penetapan komoditas unggulan ditinjau dari segi kontinuitas produksi, produksi, harga, pengolahan, dan pemasaran yang dikaitkan dengan nilai LQ maka ditetapkan 6 jenis ikan unggulan Kabupaten Halmahera Utara yaitu cakalang, kerapu, teri, julung-julung, tuna, dan tongkol.

Ikan layang, sekalipun produksinya cukup tinggi namun nilai LQ < 1, sehingga tidak dapat direkomendasikan sebagai jenis ikan unggulan sekalipun upaya pemanfaatannya dapat terus ditingkatkan. Kebijakan pemerintah Kabupaten Halmahera Utara yang berkaitan dengan pengembangan perikanan tangkap, berdasarkan hasil analisis SWOT, penambahan armada tangkap menjadi prioritas utama yang diikuti pengembangan pengolahan hasil tangkapan.

Kedua kebijakan ini akan sangat berhubungan erat dengan penyerapan tenaga kerja dan peningkatan ekonomi.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS

KOMODITAS UNGGULAN

DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA

D A U D

C 452070264

Tesis

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Sistem dan Permodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Halmahera Utara

Nama : D a u d NRP : C 452070264

Program Studi : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Budhi H. Iskandar, M.Si Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sistem dan Permodelan Perikanan Tangkap

Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.Sc

(9)

PRAKATA

Puji dan Syukur dipanjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Baik atas perlidungan dan kasih sayang-Nya, sehingga penyusunan Tesis dengan judul “Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Komoditas Unggulan Di Kabupaten Halmahera Utara” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, MSi dan Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc atas kesediaannya untuk membimbing dan mengarahkan selama proses penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, diharapkan dari setiap pembaca kiranya dapat memberikan kritik dan masukkan yang bersifat konstruktif guna perbaikan penulisan tesis ini.

Demikian tesis ini dibuat dan atas saran dan masukkannya, diucapkan terima kasih.

Bogor, November 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Tana Toraja pada tanggal 09 Pebruari 1964 anak dari Yohanis Kalude dan Damaris Tallo (almarhumah). Penulis merupakan anak pertama dari 7 bersaudara dan 5 orang telah meninggal dunia. Pendidikan formal penulis adalah Program D-III Jurusan Penyuluhan Pertanian, selesai tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan strata satu Jurusan Agronomi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Khairun (UNKHAIR) Ternate, selesai tahun 2001.

Pada tahun 2008 penulis diberikan kesempatan oleh pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Utara untuk melanjutkan pendidikan program magister di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap.

Pengalaman bekerja yaitu :

1. Penyuluh Pertanian Lapangan ( PPL) tahun 1984 s/d 1994 di Kecamatan Jailolo.

2. Koordinator PPL tahun 1995 s/d 1999 di BPP Kecamayan Jailolo.

3. Kelompok Penyuluh pada BIPP Kabupaten Maluku Utara tahun 1999 s/d 2003.

4. Kelompok Penyuluh pada Dinas Pertanian Kabupaten Halmahera Utara tahun 2003. s/d 2006.

5. Kepala Bidang Pertanian pada Dinas Pertanian Kabupaten Halmahera Utara tahun 2006 s/d Januari 2009.

6. Sekretaris pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Ha;mahera Utara Januari 2009 sampai sekarang.

Penulis menikah pada tahun 1988 dengan Yohana Pengo dan dikaruniai seorang putri dan dua putra. Anak pertama Desty Rara Retna Kalude (21 tahun mahasiswa Unsrat-Manado) dan dua orang Putra yaitu Arjad Wiratno Kalude (20 tahun mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta) dan Uzal Fernando Kalude ( 9 tahun SD).

(11)

DAFTAR ISI

2.4.1 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) ...…………... 9

2.4.2 Ikan tuna (Thunnus sp) ………... 11

2.5 Sumberdaya ikan demersal... 16

2.5.1 Ikan kerapu... 16

3.4.1 Analisis penetapan komoditas unggulan ... ………... 18

3.4.2Analisis location quotient (LQ) ..………... 21

(12)

4.4.1 Perkembangan alat tangkap ...………. 33

4.4.2 Perkembangan armada perikanan ...………. 35

4.4.3 Perkembangan nelayan ...………. ... 36

4.4.4 Perkembangan produksi ...……… 38

4.4.5 Perkembangan pemasaran ...……… 39

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 41

5.1 Hasil ...……… 41

5.1.1 Penetapan komoditas unggulan ... ……….. 41

5.1.2. Analisis Location Quotient ………... 52

5.1.3 Analisis strtegi pengembangan perikanan tangkap... 54

5.2 Pembahasan ...………. 60

5.2.1 Penetapan komoditas unggulan ………...………... 60

5.2.2 Analisis Location Quotient ………...……... 67

5.2.3 Penentuan komoditas unggulan ... 67

5.2.4 Analisis strtegi pengembangan perikanan tangkap... 69

5.2.5 Pengembangan alat tangkap ikan unggulan... 72

6 SIMPULAN DAN SARAN 73 6.1 Kesimpulan... 73

6.2 Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA ……… 74

(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

1. Kriteria penilaian kontinuitas produksi ………... .19

2. Nilai yang diberikan terhadap rata-rata produksi ………... 20

3. Nilai yang diberikan terhadap harga komoditas …………... 20

4. Kriteria dan nilai terhadap perlakuan produksi …………... 21

5. Kriteria dan nilai terhadap perlakuan pemasaran …………... 21

6. Matriks SWOT untuk analisa ………... 24

7. Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Halmahera Utara menurut kecamatan tahun 2008 ………... 30

8. Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara dan sex ratio menurut kecamatan tahun 2008 ………... 31

9. Jumlah unit penangkapan menurut jenis alat... 33

10. Jumlah trip penangkapan menurut jenis alat... 34

11. Jumlah nelayan menurut jenis dan ukuran kapal... 36

12. Jumlah nelayan menurut jenis alat... 37

13. Produksi ikan total menurut jenis alat... 39

14. Kriteria penilaian kontinuitas produksi ………... 41

15. Nilai terhadap rata-rata produksi... 42

16. Nilai skoring rata-rata produksi perikanan ... 43

17. Nilai terhadap harga komoditas... 44

18. Nilai skoring terhadap harga ikan... 45

(14)

20. Nilai skoring terhadap pengolahan ikan... 47

21 Kriteria dan nilai terhadap pemasaran... 48

22 Nilai skoring terhadap pemasaran jenis ikan... 49

23 Hasil skoring penentuan komoditas unggulaan... 51

24. Matriks faktor internal strategi pengembangan perikanan tangkap.. 58

25. Matriks faktor eksternal strategi pengembangan perikanan tangkap 58 26. Model Matriks Analisis SWOT... 59

27. Penentuan prioritas kebijakan pengembangan perikanan tangkap yang bertanggung jawab... 60

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman

1 Kerangka Pemikiran ... ………..………... 6

2 Analisa SWOT... 24

3 Peta lokasi penelitian...………... 27

4 Gambar nilai LQ per jenis ikan ... 53

5 Gambar nilai LQ ˃1 per jenis ikan ... 53

6 Gambar nilai LQ˂1 per jenis ikan ... 54

7 Gambar nilai skoring kontinuitas produksi ikan... 61

8 Gambar jumlah produksi rata-rata per jenis ikan... 62

9 Gambar harga rata-rata tiap jenis ikan...……... 63

10 Gambar pengolahan dan pemasaran tiap jenis ikan …... 64

11 Gambar nilai total skoring penilaian komoditas unggulan... 65 12 Gambar jenis ikan unggulan berdasarkan skoring penetaapaan

komoditas unggulaan...………....

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Data volume produksi per jenis ikan di Kabupaten

Halmahera Utara ……… Harga ikan per kilogram menurut jenis di Kabupaten

Halmahera Utara ……… Pengolahan ikan menurut jenis di Kabupaten Halmahera Utara... Pemasaran ikan menurut jenis di Kabupaten Halmahera Utara... Data volume produksi Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara dan Hasil analisa LQ...………... Dokumentasi foto ikan yang ditangkap...

77

78 79 80

(17)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas wilayahnya mencapai 7,7 juta km2 (UU Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia). Di dalamnya terdapat lebih dari 13.000 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km. Sekitar 70% wilayah Indonesia adalah laut memiliki potensi sumberdaya hayati yang cukup besar baik jumlah maupun keragamannya.

Murdyanto (2003), menyatakan bahwa dalam upaya pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan dan kelautan ini pemerintah Indonesia melalui Departemen Kelautan dan Perikanan memprioritaskan 4 (empat) program kerja yaitu (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan sesuai dengan kemampuan dan potensi lestari sumberdaya ikan dan daya dukung lingkungan; (2) peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, kelautan dan perikanan, khususnya nelayan dan pembudidaya ikan kecil; (3) pengelolaan lingkungan ikan air tawar, pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan; (4) peningkatan peran sebagai pemersatu bangsa (perekat antar nusa) dan budaya bahari.

Salah satu upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan adalah meningkatkan kegiatan pemanfaatan sumberdaya dengan memproduksi komoditas ikan laut melalui kegiatan penangkapan ikan.

Peningkatan kesejahteraan nelayan skala kecil dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kebijakan khusus pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat guna menanggulangi kemiskinan merupakan bagian integral pembangunan nasional yang harus mempunyai arah pembangunan yang jelas Gunawan (2007) dalam R.Luki Karunia et all, 2008.

Kabupaten Hamahera Utara dengan luas wilayah 24.983,32 km2 yang terdiri dari 19.536,02 km2 wilayah laut (78%) dan 5.447,30 km2 wilayah daratan (22%) dan terdiri dari 115 pulau kecil dan besar baik yang berpenghuni maupun tidak berpenghuni.

(18)

per tahun. Ikan pelagis sebesar 211.590 ton per tahun dan ikan demersal sebesar 135.005 ton per tahun. Data total produksi Kabupaten Halmahera Utara tahun 2004 (18.119,540 ton), tahun 2005 (44.857,458 ton), tahun 2006 (23.582,725 ton), tahun 2007 (25.124,770 ton), dan tahun 2008 (28.632,371 ton).

Berdasarkan data produksi tersebut diatas misalnya tahun 2008 (28.632.371 ton) hanya 7,92% dari potensi lestari. Hal ini tentu saja menjadi petunjuk bahwa sektor perikanan dan kelautan masih merupakan sektor yang memiliki keunggulan ke depan bila dapat dikelola secara optimal.

Pengelolaan dan pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan terutama ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Untuk itu pengembangan agribisnis perikanan merupakan salah satu alternatif yang perlu diperhatikan. Dalam pengembangan agribisnis perikanan perlu adanya pemilihan produk perikanan yang menjadi komoditas unggulan atau komoditas strategis dari sekian banyak jenis ikan nilai ekonomis penting.

Komoditas perikanan yang tergolong unggul adalah jika produk yang dihasilkan tersebut memenuhi beberapa kriteria penting yaitu: banyak diminati konsumen, rata-rata harga, rata-rata produksi tiap tahunnya, kekontinyuan produksinya dan nilai produksi dari komoditas tersebut lebih tinggi dari keseluruhan komoditas perikanan ikan ekonomis penting yang didaratkan di suatu wilayah pelabuhan perikanan.

Komoditas unggulan adalah produk perikanan baik dalam keadaan segar maupun hasil olahan yang paling diminati dan memiliki nilai jual yang tinggi. Dari produk unggulan diharapkan dapat memberikan penghasilan atau pemasukan yang besar bagi kesejahteraan nelayan serta peningkatan pendapatan negara. Dilihat dari segi pemasarannya, komoditas unggulan dapat dibagi menjadi komoditas unggulan lokal dan ekspor. Adanya komoditas unggulan sangat

tergantung dari unit penangkapan ikan yang digunakan (Raharjo et al, diacu dalamRoslianti, 2003).

(19)

baik dengan nilai harga yang baik pula, namun juga jenis-jenis ikan kualitas rendah dengan harga yang murah namun secara makro daya produksinya tinggi.

Penentuan komoditas unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan.

Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan dan kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan, dan dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional.

Perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara belum menetapkan komoditas unggulan dan kebijakan pembangunan perikanan tangkap berdasarkan pengkajian secara komprehensip dalam rangka investasi perikanan tangkap, pengolahan ikan, dan kebijakan pengembangannya. Pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara diperhadapkan dengan belum diketahuinya komoditas unggulan, kurangnya kebijakan pemerintah (daerah dan pusat) dalam pengembangan perikanan tangkap yang berbasis komoditas unggulan.

Untuk menjawab permasalahan perikanan yang dihadapi di Kabupaten Halmahera Utara, terutama untuk mengetahui jenis ikan unggulan, maka diperlukan penelitian.

1.2 Perumusan Masalah

Pengembangan perikanan tangkap berbasis komoditas unggulan dihadapkan dengan beberapa permasalahan terkait dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari, antara lain:

(20)

2) Kebijakan Pengembangan produksi perikanan tangkap belum berbasis komoditas unggulan untuk pembukaan lapangan kerja, sumber PAD dan peningkatan pendapatan nelayan.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian pengembangan perikanan tangkap berbasis komoditas unggulan ini adalah :

1. Mengkaji komoditas unggulan perikanan tangkap untuk pengembangan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara.

2. Mengkaji strategi kebijakan produksi perikanan berbasis komoditas unggulan perikanan tangkap.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Diketahuinya komoditas unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara.

2. Adanya kebijakan pemerintah daerah dan pusat untuk pengembangan perikanan tangkap berbasis komoditas unggulan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pengembangan merupakan suatu perubahan dari suatu kondisi yang kurang kepada suatu yang dinilai lebih baik. Manurung et al. (1998) memberikan pengertian tentang pengembangan sebagai suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk dalam mengelola lingkungan sosial yang disertai dengan meningkatkan taraf hidup mereka.

Usaha perikanan tangkap merupakan bentuk kegiatan ekonomi, yang berorientasi pada profit yang sebesar-besarnya, dan cost produksi yang sekecil-kecilnya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan atau perusahaan adalah melalui peningkatan produksi dan produktivitas serta melaksanakan efisiensi.

(21)

kebijakan pemerintah daerah dan pusat dalam pengembangan perikanan tangkap yang berbasis komoditas unggulan.

Untuk menjawab permasalahan perikanan yang dihadapi di Kabupaten Halmahera Utara, terutama untuk mengetahui jenis ikan unggulan, maka diperlukan data yang valid. Data yang diperlukan adalah data statistik perikanan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Utara dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, serta data lapangan.

Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk dapat menentukan komoditas unggulan dengan tiga jenis analisa dikembangkan untuk menjawab permasalahan yang ada yaitu analisa scoring penentuan komoditas unggulan, analisis location quotient (LQ) dan analisis SWOT.

(22)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran 1.6 Hipotesis

Perairan Kabupaten Halmahera Utara memiliki beberapa jenis ikan yang merupakan komoditas unggulan perikanan tangkap untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Utara Tahun

2004 – 2008

Standarisasi (Skoring) Data Produksi Perikanan (tahunan)

Analisis SWOT

Analsis Location Quotient (LQ)

Strategi pengembangan perikanan tangkap berbasis komoditas unggulan

Permasalahan:

Komoditas unggulan perikanan tangkap belum diketahui

Kebijakan Pengembangan produksi perikanan tangkap belum berbasis komoditas unggulan.

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara Tahun

(23)

2.1 Komoditas Unggulan Perikanan

Komoditas dapat diartikan sebagai benda ekonomi yang telah siap untuk diperdagangkan atau dapat ditukarkan, yang dengan kata lain diartikan sebagai peningkatan status dari sekedar benda menjadi benda ekonomi dan kemudian menjadi komoditas. Komoditas itu pula dapat diartikan berupa produk yang dipasarkan langsung ke konsumen, pedagang/pengolah dalam keadaan mentah atau bentuk produk olahan (processed product) untuk dapat dimanfaatkan. Sehingga dengan demikian komoditas perikanan dapat diartikan sebagai produk hasil perikanan yang dijual dalam bentuk segar atau olahan (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1999).

Komoditas perikanan yang tergolong unggul adalah jika produk yang dihasilkan tersebut memenuhi beberapa kriteria penting yaitu banyak diminati konsumen, mempunyai nilai jual yang tinggi, rata-rata produksi tiap tahunnya tinggi dan dapat memberikan keuntungan yang tinggi, dari segi nilai produksi yang dihasilkan. Komoditas unggulan dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu unggulan lokal dan unggulan ekspor.

(24)

penjualan perusahaan yang dinyatakan sebagai persentase penjualan terhadap major competitors (Kotler, 1997)

2.2 Komoditas Unggulan Lokal

Komoditas unggulan lokal dapat diartikan sebagai komoditas yang memenuhi kriteria yaitu memiliki harga yang bersaing, banyak diminati konsumen, keberadaan ikan yang selalu terpenuhi setiap tahunnya dan rata-rata produksi serta nilai produksi yang dihasilkan lebih unggul dari keseluruhan komoditas ikan yang ada.

Dikategorikan sebagai unggulan lokal adalah jika komoditas tersebut lebih unggul dengan memenuhi kriteria yang ada namun masih dipasarkan secara lokal (dalam negeri) baik dalam bentuk segar ataupun dalam bentuk olahan artinya komoditas unggulan tersebut tidak dapat memberikan tambahan devisa bagi negara dari segi non migas. Kondisi ini dapat disebabkan jika komoditas unggulan yang ada belum memenuhi standar mutu internasional untuk dapat dipasarkan secara ekspor. Komoditas unggulan lokal terdiri dari unggulan utama lokal dan unggulan utama sekunder.

Dari perspektif geoekonomi, pembangunan ekonomi kelautan di sektor perikanan, perhubungan laut, pariwisata bahari, pertambangan, dan industri maritim pun terus mengalami perbaikan. Namun, perbaikan pembangunan ekonomi di berbagai sektor kelautan tersebut masih jauh lebih kecil daripada potensinya. Oleh sebab itu, perlu dicari berbagai terobosan untuk mendayagunakan sumber daya kelautan secara optimal dan lestari sebagai keunggulan kompetitif bangsa. Keunggulan kompetitif suatu bangsa yang sejati adalah keunggulan kompetitif yang dibangun atas dasar keunggulan komparatif yang dimiliki bangsa tersebut melalui penerapan iptek dan manajemen profesional (Porter, 1998 dalam Mulyadi, 2007).

2.3 Komoditas Unggulan Ekspor

(25)

keunggulan kompetitif Indonesia, yang dapat mengantar menjadi bangsa yang maju, makmur, dan mandiri (Mulyadi, 2007).

Kategori komoditas unggulan ekspor diberikan terhadap komoditas unggulan perikanan yang dapat dipasarkan ke luar negeri (ekspor) sehingga dapat memberikan perolehan devisa bagi negara dalam bentuk segar atau produk olahan. Produk perikanan pada saat ini semakin banyak diminati, sehingga usaha perikanan berjuang untuk melakukan berbagai usaha untuk menentukan kualitas yang baik dari produk yang dihasilkan sehingga dapat dipasarkan secara ekspor. Mutu merupakan masalah yang sangat penting pada komoditas ekspor. Kita memproduksi jenis barang yang diperlukan oleh negara-negara lain yang kurang atu tidak memproduksinya. Pada umumnya negara pengimpor hanya menerima produk bermutu tinggi. Ini berarti negara pengekspor dituntut menghasilkan produk dengan mutu tinggi dalam jumlah yang cukup. Dalam hubungan ini dikenal sistem Quota yaitu jumlah komoditas yang disepakati untuk dapat ditransaksikan dalam jangka waktu tertentu. Dalam masalah perdagangan luar negeri kadang-kadang terjadi barang bermutu tinggi tidak dapat diekspor karena berbagai masalah, di antaranya yang berkaitan dengan volume produksi atau kesinambungan penyediaan. Jika tidak bisa mendapatkan kepercayaan mutu dan jumlah yag diinginkan negara pengimpor maka perolehan devisa tidak dapat dilakukan (Departemen Pertanian, 1999).

2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis

Sumberdaya ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang potensial karena jumlahnya yang cukup berlimpah dan mempunyai nilai ekonomis penting, oleh karena paling banyak ditangkap baik untuk konsumsi masyarakat, kebutuhan pasar regional bahkan ekspor.

2.4.1 Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

(26)

Klasifikasi cakalang menurut FAO (1991) adalah sebagai berikut :

Badan memanjang, gelendong dengan penampang melintang bundar. Kepala bagian atas sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek, badan kurang bersisik. Pangkal ekor ramping dengan pelat tulang yang kuat. Kepala dan badan bagian atas biru kehitaman, bagian bawah abu-abu keperakan dan siri-sirip kehitaman. Hidup di perairan pantai dan oseanis, ukurannya dapat mencapai 100 cm, tersebar luas di perairan tropis dan subtropis (Peristiwady, 2006).

Khusunya di Kawasan Timur Indonesia ikan cakalang tersebar di wilayah perairan terutama Laut Maluku, Laut Banda, Laut Seram dan Laut Sulawesi. Perairan tersebut termasuk daerah migrasi kelompok ikan di Samudera Pasifik bagian Selatan, khususnya jenis ikan cakalang.

Populasi cakalang yang dijumpai memasuki perairan timur Indonesia terutama mengikuti arus. Fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap periode migrasi musiman serta terdapatnya ikan di suatu perairan (Uktolseija et al, 1991). Selanjutnya Nontji (2002), menyatakan bahwa faktor pembatas yang penting bagi keberadaan ikan cakalang di suatu perairan adalah suhu dan salinitas. Telah diketahui bahwa cakalang hidup di perairan lapisan permukaan dengan suhu 16-320 C dan salinitas 32-36 ‰.

(27)

dalam Gafa, B & W.Subani,1993 daerah penangkapan untuk usaha penangkapan huhate lebih efektif dilakukan disekitar rumpon, yang berfungsi sebagai penghambat mikrasi ikan-ikan tuna dan cakalang sehingga dapat menaikkan jumlah hasil tangkapan, jumlah operasi dan biaya operasi menjadi berimbang.

Usaha penangkapan tuna dan cakalang dilakukan dengan alat tangkap huhate (pole and line) dan pukat cincin (purse seine) yang dikelola oleh perusahaan swasta, sedangkan perikanan rakyat menggunakan alat tangkap funae, tonda, pajeko, dan pancing lainnya (Enjah Rahmat, 2006).

Menangkap ikan cakalang dan tuna dengan huhate sangat tergantung pada suplay ikan umpan ikan hidup. Umpan harus tetap hidup dan tahan sampai diperlukan pada waktu operasi penangkapan. Pengoperasian huhate pada prinsipnya adalah mengumpulkan ikan, yang kemudian dirangsang dengan lemparan umpan dan disemprotkan air hingga akhirnya menangkap ikan-ikan dengan menggunakan joran, tali pancing, dan mata pancing.

Dalam rangka meningkatkan produksi cakalang dan tun, para nelayan menggunaakan rumpon laut dalam sebagai alat bantu penangkapan (Diniah et all, 2006).

2.4.2 Ikan Tuna (Thunnus sp)

Uktolseija et al (1997) menyatakan bahwa tuna besar terdiri atas 7 spesies, sedangkan yang tertangkap di perairan Indonesia ada 5 jenis yaitu: madidihang (Thunnus albacares), mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga), tuna abu-abu (Thunnus tongkol), dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii).

Penyebaran tuna terbanyak di Samudera Pasifik, dan terutama tertangkap di perairan dalam. Daerah penangkapan yang baik sering ditemukan di wilayah batas alih dua perairan yang berbeda, daerah pertemuan arus, daerah upwelling dan daerah penyebaran arus. Beberapa petunjuk untuk menentukan daerah penyebaran jenis tuna menurut Sumadhiharga (1971) antara lain:

(28)

2) Tempat-tempat yang terdapat arus yang mengalir dengan cepat atau di tempat yang terdapat rintangan (karang, tebing, dan pulau).

3) Tempat terjadinya konvergensi dan divergensi antara arus yang ber-dekatan. 4) Daerah arus eddy dari arus balik equator (equatorial counter current).

Menurut Gunarso (1988) beberapa daerah penangkapan ikan tuna di Kawasan Timur Indonesia antara lain adalah: Laut Banda dan Laut Maluku. Daerah ini juga relatif subur seperti dilaporkan oleh Arifin (2006) bahwa upwelling front dan sebaran klorofil-a terjadi di perairan Maluku pada bulan Juli dan Agustus. Tuna merupakan jenis ikan yang dalam kelompok ruaya akan muncul sedikit di atas lapisan termoklin pada siang hari dan akan beruaya ke lapisan permukaan pada sore hari. Sedangkan pada malam hari akan menyebar di antara lapisan permukaan dan termoklin.

2.4.3 Ikan Tongkol (Euthynnus sp)

Secara umum tongkol terdiri dari 2 genus dan 5 spesies dan diklasifikasikan sebagai berikut (Collete dan Nauen, 1983):

Filum : Cordata lineatus; Auxis thazard dan A. rochei. Ciri morfologi tongkol (Euthynnus affinis) adalah badan memanjang dan penampang melintang agak bundar. Bentuk kepala bagian atas sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek, ujung sirip tidak melewati bagian depan area yang kurang bersisik.

(29)

2006). Sedangkan ciri morfologi tongkol (Auxis thazard) adalah badan memanjang dengan penampang melintang bundar. Bentuk kepala bagian atas sampai setelah mata hampir lurus, sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek, ujung sirip melewati bagian depan area yang kurang bersisik. penyebaran tongkol terutama di perairan Indonesia Timur dan perairan yang berhadapan dengan Samudera Indonesia.

2.4.4 Ikan Layang (Decapterus sp)

Lima jenis layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia yakni Decapterus russelii, Decapterus kuroides, Decapterus lajang, Decapterus macrosoma dan Decapterus maruadsi. Namun dari kelima spesies ikan layang hanya Decapterus russelii yang mempunyai daerah penyebaran yang luas di Indonesia mulai dari Kepulauan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo.

Decapterus lajang hidup di perairan yang dangkal seperti di Laut Jawa (termasuk Selat Sunda, Selat Madura dan Selat Bali) Selat Makassar, Ambon dan Ternate. Decapterus macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali dan Pelabuhan ratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar, hidup di laut dalam dan tertangkap pada kedalaman 1000 m atau lebih (Nontji, 2002).

Ikan layang tergolong ikan stenohaline (di atas 30‰) yang suka pada perairan dengan salinitas 32‰ - 34‰. Sebagai ikan pelagis yang suka berkumpul dan bergerombol, pemakan zooplankton serta senang pada perairan yang jernih, yak tertangkap pada perairan sejauh 20-30 mil dari pantai (Hardenberg, 1937 diacu dalam Gunarso dan Wiyono, 1994).

(30)

dari pada garis tanda mata, maxilla bagian belakang tidak mencapai bagian depan mata, garis rusuk yang lurus dengan 30-31 sisik tebal.

Kepala dan badan bagian atas biru tua, bagian bawah putih keperakan, sirip punggung dan sirip dubur sedikit kekuningan, sirip perut keputihan. Hidup di perairan pantai dengan ukuran dapat mencapai 27 cm (Peristiwady, 2006).

Ciri morfologi layang (Decapterus macrosoma) adalah badan memanjang seperti cerutu. Bagian atas berwarna biru kehijauan, bagian bawah berwarna putih perak, sirip-siripnya kuning pucat, satu totol hitam pada bagian atas penutup insang dan pangkal sirip dada. Ukuran panjangnya dapat mencapai 40 cm (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979).

2.4.5 Ikan Kembung (Rastrelliger sp)

Ikan kembung dibagi atas dua jenis yakni kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma). Kembung lelaki mempunyai tubuh yang lebih langsing, dan biasanya terdapat di perairan yang agak jauh dari pantai. Kembung perempuan sebaliknya mempunyai tubuh yang lebih lebar dan lebih pendek, dijumpai di perairan dekat pantai.

Secara umum ikan kembung (Rastrelliger spp) berbentuk cerutu, badan tinggi dan agak pipih, kepala bagian atas hingga mata hampir lurus sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Panjang kepala sama atau lebih kecil dari pada tinggi badan. Sirip dada pendek, kepala dan badan bagian atas kehijauan, bagian bawah putih keperakan. Pada kembung perempuan terdapat bercak-bercak di badan yang membentuk garis kehitaman memanjang. Sedangkan kembung lelaki di bagian atas terdapat strip kehitaman memanjang (Peristiwady, 2006). Klasifikasi ikan kembung menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1979) adalah sebagai berikut:

(31)

Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) biasanya ditemukan di perairan yang jernih dan agak jauh dari pantai dengan kadar garam lebih dari 32‰, sedangkan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dijumpai di perairan dekat pantai dengan kadar garam lebih rendah (Nontji, 2002).

Penyebaran utama ikan kembung (Rastrelliger spp) adalah Kalimantan di perairan Barat, Timur dan Selatan serta Malaka, sedangkan daerah penyebarannnya mulai dari Pulau Sumatera bagian barat dan timur, Pulau Jawa bagian utara dan selatan, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian utara dan selatan, Maluku dan Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979).

2.4.6 Ikan Julung-julung (Hemirhamphus sp)

Bentuk badan memanjang dengan rahang atas pendek membentuk paruh sedangkan rahang bawah panjang dan membentuk segitiga. Sirip-sirip tidak mempunyai jari-jari keras. Sirip punggung dan sirip dubur terletak jauh di belakang, sirip dada pendek. Garis rusuk terletak di badan bagian bawah (Peristiwady, 2006).

Daerah penyebaran terdapat di perairan pantai, lepas pantai, terutama Indonesia Timur (Laut Flores, Selat Makassar, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Banda) dan perairan yang berbatasan dengan Samudera Indonesia. Tergolong ikan pelagis lapisan atas. Penangkapan dengan soma antoni, jala oras, jala buang, soma giob (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979).

2.4.7 Ikan teri (Stolephorus sp)

Ikan teri (Stolephorus sp) merupakan jenis ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting. Pada umumnya teri berukuran antara 6 – 9 cm, tetapi ada pula yang berukuran relatif besar sekitar 17,5 cm, misalnya stolephorus commersonii dan s.indicus (Balitkanlut,1986 diacu Diniah at al, 1997).

(32)

hidup diperairan dengan tingkat salinitas 10-15 ppt. Umumnya teri hidup bergerombol, terutama jenis-jenis yang berukuran kecil. Ikan teri umumnya berkelompok (schooling) memiliki respon yang positif terhadap cahaya, namun ikan teri juga memiliki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi berupa gerakan dari luar (Hutomo et al, 1987. diacu dalam Moch.Prihatna Sobari at al, 2006).

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap teri bermacam-macam, yaitu bagan, payang teri, pukat tepi dan lain-lain (Diniah et al, 1997). Walaupun bagan dan payang mempunyai target spesies tertentu, tidak tertutup kemungkinan tertangkap jenis lainnya, karena kedua alat tersebut menggunakan cahaya sebagai alat bantu pemgumpul ikan. Hal ini dijelaskan oleh Ayodhyoa (1981) bahwa peristiwa berkumpulnya ikan dibawah cahaya disebabkan oleh sifat fototaksis ikan itu sendiri dan adanya rantai makanan dicatchable area tersebut.

2.5 Sumberdaya ikan demersal

Jenis-jenis demersal diartikan sebagai jenis-jenis ikan dimana habitat utamanya berada di lapisan dekat dasar laut (Aoyama, 1973). Mereka mempunyai sifat-sifat ekologi sebagai berikut :

1) Kemampuan beradaptasi terhadap faktor-faktor kedalaman perairan pada umumnya tinggi. Hal ini terlihat dari penyebaran berbagai jenis ikan demersal tertentu mulai dari kedalaman beberapa meter sampai perairan yang dalam. 2) Aktivitas rendah dan daerah ruayanya sempit.

3) Kawanan relatif kecil dibandingkan dengan jenis-jenis ikan pelagis.

4) Habitat utamanya dilapisan dasar laut, meskipun beberapa jenis diantaranya berada dilapisan yang lebih atas.

5) Kecepatan pertumbuhan rendah, dan umur sampai mencapai tingkat dewasa lambat.

6) Komunitas sangat baanyak seluk beluknya (complex). 2.5.1 Ikan kerapu

(33)

Nama kerapu biasanya digunakan untuk empat marga ikan yakni Epinephelus, veriola, Plectropoma dan Cromileptes ( Fis Purwangka, 2002). Ikan kerapu didunia internasional dikenal sebagai groupers, rockcod, hinds dan sea basses yang dimasukkan ke dalam famili serranedae, sub famili Epinephelinae yang terdiri atas 15 genus dan mencakup 159 spesies (Heemstra dan Randall, 1993 diacu Fis Purwangka, 2002).

2.5.2 Ikan kakap merah (Lutjamus spp)

Ikan kakap merah termasuk famili Lutjanidae, Ordo Perciformes, Kelas Actinopterygii. Panjang maksimum yang pernah tercatat adalah sekitar 30 cm (panjang total). Kakap meraah hidup dilaut dan lingkungan yang berasosiasi dengan terumbu karang, dengan panjang kisaran kedalaman 40-80 meter.

Ciri-ciri fisik kakap merah antara lain duri sirip punggung berjumlah 10 buah, duri lunak sirip punggung berjumlah 13-14 buah, duri sirip dubur berjumlah 3 buah, duri lunak sirip dubur berjumlah 8-9 buah, hidung agak meruncing, profil bagian punggung dari kepala menurun tajam. Tulang preorbitalnya cenderung sempit, lebarnya biasanya kurang dari diameter mata.

Garis preopercular dan pegangannya kurang berkembang. Barisan sisik dipunggung semakin bertambah diatas gurat sisi. Pada umumnya kakap merah berwarna merah atau merah muda pada waktu segar, sirip merah atau orange. Juvenil dibawah 10 cm memiliki ujung sirip caudal yang kehitaman, seringkali juga sebuah tanda kehitaman agak melengkung ditengah sirip caudal, kadangkala juga dengan garis lateral ditengah yang berwarna kekuningan mulai dari sisi operculum hingga bagian tengah sirip caudal.

(34)

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu tahap penyusunan proposal dan tahap penelitian di lapangan. Penyusunan proposal dilaksanakan pada bulan April 2009 dan penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Nopember 2009 di Kabupaten Halmahera Utara.

3.2 Metode pengumpulan data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui diskusi dan wawancara dengan menggunakan lembar data. Data sekunder melalui penulusuran berbagai pustaka. Sumber data pokok (primer dan sekunder) dihimpun melalui teknik survey dan pengamatan (observasi).

3.3 Jenis dan sumber data

Jenis data dan sumber data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui diskusi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan lembar data, sedangkan data sekunder digunakan data pustaka dan data time series produksi ikan hasil tangkapan di Kabupaten Halmahera Utara dan Provinsi Maluku Utara tahun 2004-2008.

3.4 Metode analisis data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Analisis

penetapan komoditas unggulan; (2) Analisis location quotient (LQ) dan (3) Analisis SWOT.

3.4.1 Analisis penetapan komoditas unggulan

(35)

Penetapan komoditas unggulan juga akan melihat perlakuan produksi dan perolehan devisa dari komoditas tersebut (Raharjo et al, 1999).

1) Kontinuitas produksi

Kontinuitas produksi didasarkan pada keberadaan produksi ikan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Kontinutas produksi merupakan kriteria penting dalam pengembangan usaha perikanan tangkap, sehingga dalam penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Halmahera Utara digunakan sebagai parameter utama.

Kontinuitas produksi didasarkan pada keberadaan produksi ikan setiap tahun dari data 5 tahun terakhir (2004-2008). Nilai skor yang diberikan terhadap kekontinuitas produksi lihat Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria penilaian kontinuitas produksi

No Selang waktu Kategori Nilai skor

1. 1 – 2 tahun Tidak kontinyu 1

2. 3 – 4 tahun Cukup kontinyu 2

3. 5 tahun Kontinyu 3

2) Produksi rata-rata

Produksi rata-rata yaitu total produksi ikan dibagi jumlah tahun produksi (5 tahun) tahun 2004-2008. Nilai rata-rata yang diberikan lihat Tabel 2.

Banyaknya data (N) = x Jumlah kelas = 1+3,32 log N

(36)

Tabel 2 Nilai yang diberikan terhadap rata-rata produksi

No Selang produksi rata-rata

(ton/tahun) Nilai skoring

1. ≤ nilai rata-rata 1

2. > 1 x nilai rata-rata 2

3. > 2 x nilai rata-rata 3

4. > 3 x nilai rata-rata 4

5. > 4 x nilai rata-rata 5

6. > 5 x nilai rata-rata 6

3) Harga komoditas

Harga komoditas adalah harga jual per jenis ikan. Harga rata-rata yaitu harga produksi per jenis ikan dibagi jumlah tahun produksi (5 tahun) tahun 2004-2008.

Banyaknya data (N) = x Jumlah kelas = 1+3,32 log N

= 1+3,32 log N

Lebar kelas =

Tabel 3. Nilai yang diberikan terhadap harga komoditas

No Selang harga ikan (Rp/kg) Nilai

1. ≤ nilai rata-rata 1

2. > 1 x nilai rata-rata 2 3. > 2 x nilai rata-rata 3 4. > 3 x nilai rata-rata 4 5. > 4 x nilai rata-rata 5

(37)

4) Nilai produksi

Nilai produksi diamati terhadap produk dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan, demikian pula pemasarannya secara lokal ataupun ekspor.

(1) Perlakuan hasil produksi

Perlakuan hasil produksi dianalisis berdasarkan besarnya jumlah produksi yang dimanfaatkan dalam bentuk olahan atau non olahan. Bentuk perlakuan yang diberikan dalam bentuk olah berupa pengasinan, pengasapan, pindang, pengalengan dan non olahan adalah pemasaran secara segar atau beku. Nilai yang diberikan terhadap kriteria tersebut lihat Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria dan nilai terhadap perlakuan produksi

No Kriteria Nilai skoring

1. Bentuk olahan ≥ 50% 1

2. Bentuk non olahan < 50% 0

(2) Pemasaran

Pemasaran dinilai untuk pemasaran lokal maupun ekspor. Pemasaran ekspor dinilai dari besarnya devisa yang dihasilkan bagi Negara. Analisis perolehan devisa merupakan tambahan untuk menentukan komoditas unggulan ekpor. Nilai skoring yang diberikan pada produksi ekspor dan non ekspor di Kabupaten Halmahera Utara lihat Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria dan nilai terhadap perlakuan pemasaran

No Kriteria Nilai skoring

1. Diekspor 1

2. Tidak diekspor 0

3.4.2 Analisis location quotient (LQ) 1. Nilai LQ.

Untuk mengimplementasikan metode analisis location quotient (LQ) dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

(38)

(Kabupaten Halmahera Utara dan Provinsi Maluku Utara) dan tahun sedangkan baris diisi nama jenis ikan.

2) Menghitung jumlah produksi ikan jenis ke-j dan total produksi ikan hasil tangkapan di Kabupaten Halmahera Utara. Setelah data dimasukkan dalam spreadsheet kemudian data dihitung jumlah produksi ikan jenis ke-j dan total produksi ikan hasil tangkapan di Kabupaten Halmahera Utara yang masing-masing diberi notasi Xy dan Xx.

3) Menghitung jumlah produksi ikan jenis ke-j dan total produksi ikan hasil tangkapan di Provinsi Maluku Utara. Data yang digunakan untuk menghitung jumlah produksi ikan jenis ke-j dan total produksi ikan hasil tangkapan di Provinsi Maluku Utara yang masing-masing diberi notasi Xy dan Xx.

4) Menghitung nilai LQ. location quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa ikan di Kabupaten Halmahera Utara dalam aktivitas perikanan tangkap dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas Maluku Utara. Secara lebih operasional, LQ didefenisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas perikanan tangkap pada subwilayah ke-j terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Adapun formula dari LQ menurut Budiharsono (2000); Hendayana, (2003), adalah:

Keterangan:

xij = produksi ikan jenis ke-j di Kabupaten Halmahera Utara xi = produksi total perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara Xij = produksi total jenis ikan ke-j di Maluku Utara

Xi = produksi total perikanan tangkap Maluku Utara.

(39)

Jika nilai LQ < 1 maka Kabupaten Halmahera Utara mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Maluku Utara atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Halmahera Utara.

1 Penentuan sektor unggulan dan prioritas.

Untuk dapat menentukan jenis ikan unggulan yang dijadikan prioritas pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara dibuat matriks dengan pendekatan location quotient (LQ). Menurut M.Fedi A.Sondita et al pendekatan adanya pemusatan produksi perikanan tangkap dengan LQ dibedakan dalam 2 kelompok, masing-masing terdiri dari 3 kriteria dan 2 kriteria.

1. Kelompok pertama dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri yaitu terpusat (LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1). Masing-masing kelompok secara berurutan dibobot dengan nilai 2, 1

Dari kedua hasil pembobotan LQ tersebut, nilai penjumlahan tertinggi merupakan komoditas ikan unggulan dan dijadikan prioritas untuk pengembangan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara.

3.4.3 Analisis strategi pengembangan perikanan tangkap (Analisis SWOT). Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui atau mempelajari kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness) dan peluang (Opportunity) serta ancaman (Threat) bagi pengembangan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara. Analisis SWOT juga digunakan untuk merumuskan atau mengambil alternatif strategi bagi pengembangan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara.

(40)

Peluang

Menurut Rangkuti (2002), matriks ini dapat menjelaskan bagaimana peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat) yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan (Strength) dan (Weakness) yang dimiliki lihat Gambar 2.

(41)

Perumusan strategi yang tepat dalam berbagai kondisi adalah sebagai berikut: 1) Kuadran 1, merupakan kondisi yang sangat menguntungkan, yaitu sistem

memiliki kekuatan dan peluang yanga baik.

2) Kuadran 2, sistem memiliki kekuatan namun menghadapi berbagai ancaman. Startegi yang tepat adalah strategi diversifikasi, yaitu menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.

3) Kuadran 3, sistem memiliki peluang yang baik, namun terkendala kelemahan internal. Strategi yang tepat adalah meminimalkan masalah-masalah internal, sehingga dapat merebut peluang eksternal dengan lebih baik.

4) Kuadran 4, kondisi yang sangat tidak menguntungkan. Strategi yang tepat adalah strategi defensif, yaitu dengan meminimalkan kerugian-kerugian yang akan timbul.

Pemberian bobot matriks faktor eksternal dan internal adalah sebagi berikut : 1) Beri bobot, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). 2) Rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang besar diberi rating 4 tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating 1).

(42)

4.1 Luas dan Letak Geografis

Wilayah Halmahera Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2003 dan secara administratif kenegaraan resmi menjadi wilayah kabupaten baru pada tanggal 31 Mei 2003. Kabupaten Halmahera Utara memiliki luas wilayah sebesar 24.983,32 km2, dan luas daratan sebesar 5.447,3 km2 atau sebesar 22% dari luas wilayah kabupaten. Luas perairannya sebesar 19.536,02 km2 atau sebesar 78% dari luas wilayah kabupaten.

Kabupaten Halmahera Utara secara administratif terdiri dari 22 kecamatan yang terdiri dari 260 desa. Sebagian besar wilayah kecamatannya yakni 18 kecamatan merupakan kecamatan pesisir dan 4 kecamatan lainnya merupakan kecamatan pedalaman. Kabupaten Halmahera Utara memiliki 94 buah pulau sedang maupun kecil, berpenghuni maupun tidak berpenghuni.

(43)

Sumber : Bappeda Kabupaten Haalmahera Utara, 2009. Gambar 3. Peta lokasi penelitian

U

Lokasi Penelitian (Kab.Halut)

Lokasi Penelitian (Prov.Malut)

(44)

Secara geografis dan administratif, Kabupaten Halmahera Utara memiliki batas-batas wilayah yang berbatasan dengan wilayah daerah lain, sebagai berikut : 1) Sebelah utara berbatasan dengan samudera pasifik.

2) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wasilei, Kabupaten Halmahera Timur.

3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat.

4) Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Loloda Selatan, Kabupaten Halmahera Barat dan laut Sulawesi.

Sumber daya alam pantai yang banyak terdapat di Kabupaten Halmahera Utara yaitu : ketam kenari (Birgus latro), penyu, burung laut, dan hutan mangrove. Di samping itu, juga terdapat jenis udang (Penaied sp), kepiting (Brachyura sp), cumi-cumi (Chaphalopoda sp), kerang mutiara (Pinctada maxima), tapis-tapis (Pinctada margarititera), lola (Thodws nilotice), teripang (Holothuridae sp), dan rumput Laut (sea weeds).

Perairan laut Kabupaten Halmahera Utara diperkirakan memiliki potensi sumber daya perikanan tangkap (standing stock) sebesar 89.865,69 ton/tahun, dengan potensi lestari (MSY) atau potensi ikan yang boleh dimanfaatkan sebesar 44.932,85 ton/tahun, yang terdiri dari perikanan pelagis sebesar 26.946,41 ton/tahun dan perikanan demersal sebesar 17.986,44 ton/tahun. Potensi hutan mangrove terdiri dari mangrove primer 3.720,612 Ha dan mangrove sekunder 1.456,880 Ha (Data Tata Ruang 2007), serta Potensi terumbu karang seluas 539,6 Ha dan padang lamun seluas 6.126,14 Ha.

4.2 Iklim

Wilayah Kabupaten Hamahera Utara dipengaruhi oleh iklim laut tropis yang terdiri atas dua musim yaitu (a) musim hujan pada bulan November sampai Februari, dan (b) musim kemarau pada bulan April sampai dengan Oktober, yang diselingi musim pancaroba pada bulan Maret dan Oktober.

(45)

(1951), daerah Halmahera Utara umumnya bertipe iklim B, dengan rata-rata curah hujan per tahun 1.869 mm.

Bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih tinggi atau sama dengan 60 mm. Bulan November dan bulan Agustus adalah bulan dengan curah hujan yang tinggi, selain itu bulan April juga dengan curah hujan yang tertinggi yaitu 293 mm. Periode curah hujan rendah berlangsung pada bulan September dan Oktober dengan curah hujan terendah 50,8 mm pada bulan September.

4.3 Penduduk

(46)

Tabel 7. Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk menurut kecamatan tahun 2008

Sumber : Dinas Catatan Sipil Kabupaten Halmahera Utara, 2009. .

Tabel 7 tersebut mnenunjukkan bahwa penyebaran penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Tobelo 746 jiwa/km2, sedangkan konsentrasi yang relatif rendah terdapat di Kecamatan Morotai Timur, Kao Barat dan Tobelo Barat. Adapun faktor yang mempengaruhi tidak meratanya persebaran penduduk adalah

(47)

faktor topografi wilayah dan kurangnya aksebilitas jalan yang berakibat rendahnya kegiatan perekonomian di daerah-daerah tersebut.

Keseluruhan wilayah Kabupaten Halmahera Utara didominasi oleh penduduk laki-laki. Sex ratio total jumlah penduduk antara laki-laki terhadap perempuan di kabupaten ini adalah 102,2 yang berarti bahwa pada setiap 100 orang penduduk perempuan terapat 102 penduduk laki-laki lihat Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah penduduk dan sex ratio menurut kecamatan tahun 2008

No Kecamatan Jenis kelamin Total jiwa Sex ratio Laki-laki Perempuan

Sumber : Dinas Catatan Sipil Kabupaten Halmahera Utara, 2009.

(48)

dari 100%, dengan demikian secara umum Kabupaten Halmahera Utara didominasi oleh penduduk laki-laki.

Sebaran utama penduduk terdapat di Kecamatan Tobelo yaitu 24.604 jiwa (11,2%), Kecamatan Morotai Selatan dengan 16.112 jiwa (7,4%) dan Kecamatan Tobelo Selatan dengan 13.411 jiwa (6,1%) sementara, Kecamatan Tobelo Barat dengan pusat pertumbuhan di Kusuri memiliki sebaran penduduk yang rendah yaitu hanya 2,1% dari total jumlah penduduk di Kabupaten Halmahera Utara.

Secara umum, sebaran penduduk di Kabupaten Halmahera Utara masih belum merata antar kecamatan. Kondisi ini menjadi indikasi pentingnya pemerataan distribusi kependudukan untuk kemudian diselaraskan dengan potensi pertumbuhan ekonomi di wilayah ini. Pemerataan distribusi kependudukan ini dapat dilakukan dengan mekanisme migrasi lokal maupun eksternal atau dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah yang kurang penduduk. 4.4 Perkembangan Perikanan

Dalam rangka mendayagunakan potensi perikanan secara optimal sebagai ujung tombak perekonomian daerah, maka kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara diarahkan untuk :

1) Memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan.

2) Meningkatkan penerimaan devisa negara dari ekspor hasil perikanan. 3) Meningkatkan kesejahteraan nelayan.

4) Meningkatkan kecukupan gizi dari hasil perikanan.

5) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja di bidang kelautan dan perikanan.

(49)

4.4.1 Perkembangan Alat Tangkap

Perkembangan alat penangkap ikan di Kabupaten Halmahera Utara sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 menurut jenis alat tangkap, disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah unit penangkapan menurut jenis alat.

No Alat tangkap

Sumber : DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2009

Data Tabel 9 tersebut menunjukkan bahwa alat tangkap pukat pantai mempunyai jumlah yang tetap selama selang waktu 2004-2008. Beberapa jenis alat tangkap yang mengalami kenaikkan jumlah yang relatif kecil adalah: alat tangkap pukat cincin, jaring lingkar, trammel net, bagan tancap, rawai tetap, rawai tuna, pancing tonda dan sero.

(50)

tersebut melaksanakan operasi penangkapan sebanyak jumlah tripnya sebagaimana disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah trip penangkapan menurut jenis alat.

No Alat tangkap

Sumber : DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2009

Tabel 10 tersebut menunjukkan bahwa fluktuasi jumlah trip setiap tahun selang periode 2004-2008 tidak sama dengan fluktuasi jumlah alat tangkap, kecuali pada alat tangkap pancing ulur, terlihat jelas terjadi kenaikkan jumlah trip setiap tahun secara signifikan. Jumlah trip penangkapan menunjukkan besarnya aktivitas penangkapan dari setiap alat penangkapan dalam beroperasi.

(51)

4.4.2 Perkembangan armada perikanan

Armada perikanan terdiri dari beberapa unit penangkapan ikan yang mencakup kapal, alat tangkap dan nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu daerah penangkapan. Dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, kapal perikanan didefinisikan sebagai perahu, kapal, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, mendukung operasi pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan.

Nomura dan Yamazaki (1977) mengelompokkan jenis kapal ikan ke dalam empat kelompok yakni:

(1) Kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan, termasuk kelompok kapal yang khusus digunakan untuk mengumpul sumber daya hayati perairan, seperti kapal pukat udang, perahu pukat cincin, perahu jaring insang, kapal rawai, kapal pole and line, sampan yang digunakan untuk memancing ikan, dan lain sebagainya.

(2) Kapal yang digunakan sebagai tempat mengumpulkan hasil tangkapan dan mengolahnya.

(3) Kapal pengangkut ikan yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari kapal pengumpul ataupun kapal penangkap dari daerah penangkapan ke pelabuhan.

(4) Kapal penelitian, pendidikan dan latihan merupakan kapal ikan yang dipakai dalam penelitian, pendidikan dan latihan.

Kategori berdasarkan ukuran kapal atau perahu di Indonesia menurut Statistik Kelautan dan Perikanan terdiri atas tiga kategori yaitu:

(1) Perahu Tanpa Motor (2) Motor Tempel, dan

(52)

Perkembangan jumlah kapal perikanan di Kabupaten Halmahera Utara disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah nelayan menurut jenis ukuran kapal.

No Tahun 2004 2005 2006 2007 2008

Sumber : DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2009

Dari tabel di atas terlihat dengan jelas bahwa kapal penangkap didominasi oleh Kapal motor berukuran 0 – 5 GT. Kapal motor jenis ini di Kabupaten Halmahera Utara didominasi oleh perahu jenis pamboat dengan mesin jenis katinting. Perahu jenis ini banyak digunakan karena memiliki daya jelajah yang cukup jauh, serta mampu bergerak dalam keadaan laut yang bergelombang karena bahan perahunya yang ringan.

4.4.3 Perkembangan nelayan

(53)

(1) Nelayan yang seluruh waktunya dialokasikan untuk melakukan penangkapan ikan, disebutkan sebagai nelayan penuh.

(2) Nelayan yang sebagian besar waktunya dialokasikan untuk melakukan penangkapan ikan, disebutkan sebagai nelayan sambilan utama. Dalam kategori ini, nelayan dapat pula mempunyai pekerjaan lain.

(3) Nelayan yang sebagian kecil waktunya dialokasikan untuk melakukan penangkapan ikan, disebutkan sebagai nelayan sambilan tambahan. Dalam kategori ini, nelayan mempunyai pekerjaan pokok yang lain.

Sebagian besar nelayan di Kabupaten Halmahera Utara merupakan nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan, karena mereka mempunyai kebun, sehingga pada saat panen tanaman pertanian, mereka istirahat melaut. Jumlah nelayan menurut jenis alat periode tahun 2004–2008 lihat Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah nelayan menurut jenis alat. No Jumlah nelayan

(54)

huhate. Alat tangkap pancing dan jaring insang merupakan alat tangkap yang sederhana dengan mayoritas kepemilikan tunggal dengan tingkat penyerapan tenaga kerja per unit penangkapan sangat rendah. Pada kelompok alat ini, setiap unit penangkapan ikan menyerap 1 – 3 tenaga kerja saja. Alat tangkap pukat cincin, jaring lingkar dan huhate merupakan alat tangkap dengan daya penyerapan tenaga kerja yang tinggi per unit penangkapan. Setiap unit penangkapan dari ketiga jenis alat ini mampu menyerap tenaga kerja antara 12 – 20 orang bahkan terkadang ada yang lebih dari 20 orang.

4.4.4 Perkembangan Produksi

(55)

Tabel 13 Produksi ikan total menurut jenis alat. 4 Jaring insang hanyut 224,924 226,026 272,039 226,147 181,431 5 Jaring insang tetap 231,884 264,67 285,237 267,427 245,757

Sumber : DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2009

Tabel 13 tersebut menunjukkan bahwa sumbangan hasil tangkapan terbesar diperoleh dari perikanan pukat cincin dan huhate, dilihat dari rata-rata hasil tangkapan per tahun, maka alat tangkap huhate memberikan sumbangan terbesar, berikut alat tangkap pukat cincin. Pada tahun 2008, pukat cincin merupakan penyumbang produksi terbesar berikutnya huhate. Alat tangkap yang memberikan sumbangan hasil tangkapan paling rendah yaitu jaring klitik.

Jenis ikan yang disajikan adalah jenis ikan yang secara relatif tertangkap dalam jumlah yang cukup banyak dengan frekuensi tertangkap juga cukup tinggi, sedangkan jenis ikan yang tertangkap dalam jumlah yang sangat kecil atau sangat jarang ditemukan diabaikan dalam penelitian ini.

4.4.5 Perkembangan Pemasaran

(56)

keadaan segar. Untuk ikan segar yang berukuran besar, biasanya sebelum dijual dipotong-potong terlebih dahulu menjadi beberapa potong.

Ikan hasil tangkapan sebagian besar tanpa pengawet es. Ikan didaratkan dan diletakkan begitu saja di dalam keranjang plastik tanpa adanya upaya penanganan,lalu ikan diangkut atau menunggu untuk diangkut ke pasar tanpa adanya pemberian es untuk mencegah proses kemunduran mutu. Pemberian es baru dilakukan setelah ikan tiba di pasar dan akan disimpan dalam kotak pendingin untuk dijual pada hari berikutnya. Salah satu kendala tidak diterapkannya rantai dingin tersebut adalah karena harga es balok untuk penanganan ikan masih cukup mahal dan terbatas jumlahnya, sementara permintaan untuk kepentingan lain juga cukup besar.

Akibat penanganan yang kurang baik ini, maka mutu ikan segar cepat menurun, sehingga nelayan dan pedagang menerima harga yang rerlatif rendah, sementara konsumen juga memakan ikan yang rendah kualitasnya. Sekalipun demikian, mutu ikan yang rendah ini hanya diperoleh pada daerah-daerah yang jauh dari lokasi pasar. Secara umum daerah penangkapan terletak tidak terlalu jauh dari lokasi pasar sehingga dugaan turunnya mutu ikan tangkapan masih terlalu jauh. Sebagian besar ikan dikonsumsi dalam keadaan segar, bahkan ikan yang belum kena bahan pengawet es.

(57)

5.1 Hasil

5.1.1 Penetapan komoditas unggulan 1) Kontinuitas Produksi

Kontinuitas produksi didasarkan pada keberadaan produksi ikan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Kontinuitas produksi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara berdasarkan data 5 tahun terakhir (2004-2008) lihat Tabel 14. Data produksi yang digunakan untuk kriteria penilaian ini dikemukakan pada Lampiran 1.

Tabel 14. Kriteria penilaian kontinuitas produksi

No Jenis ikan Kontinuitas produksi Keterangan

1. Manyung 3 Kontinyu

16. Kerong-kerong 2 Cukup kontinyu

(58)

2) Produksi Rata-Rata

Produksi rata-rata yaitu total produksi dibagi jumlah tahun produksi. Nilai rata-rata produksi lihat Tabel 15 dan 16. Data produksi dan rata-rata produksi untuk kriteria penilaian ini dikemukakan pada Lampiran 1.

Banyaknya data (N) =38 Jumlah kelas = 1+3,32 log N = 1+3,32 log 38

= 6 Lebar kelas =

=

= 1.855

Tabel 15. Nilai terhadap rata-rata produksi

No Selang produksi rata-rata

(ton/tahun) Nilai skoring

1. 1.855 ton/tahun 1

2. 1.856 – 3.711 ton/tahun 2 3. 3.712 – 5.567 ton/tahun 3 4. 5.568 – 7.423 ton/tahun 4

5. 7.424 – 9.279 ton/tahun 5

(59)
(60)

3) Harga Komoditas

Harga komoditas adalah harga jual per jenis ikan. Harga rata-rata yaitu harga produksi per jenis ikan dibagi jumlah tahun produksi. Nilai rata-rata yang diberikan lihat Tabel 17 dan 18. Data harga dan rata-rata harga per jenis ikan untuk kriteria penilaian ini dikemukakan pada Lampiran 2.

Banyaknya data (N) =38 Jumlah kelas = 1+3,32 log N

= 1+3,32 log 38

= 6

Lebar kelas =

=

= 6.145

Tabel 17. Nilai terhadap harga komoditas

No Selang harga ikan (Rp/kg) Nilai skoring

1. ≤ 6.145 1

2. 6.146 – 12.291 2

3. 12.292 – 18.437 3

4. 18.438 – 24,583 4

5. 24.584 – 30.729 5

(61)

Gambar

Gambar nilai LQ per jenis ikan ..................................................
Gambar 1  Kerangka Pemikiran
Tabel 6.  Matriks SWOT
Gambar 3. Peta lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga murid kurang dapat memahai konsep yang disampaikan dalam kegiatan pembelajaran tersebut, hal ini terlihat dari aktivitas fisik, mental, dan emosional murid di kelas

Putra Intisultra Perkasa menjelaskan bahwa sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2010, responden tenaga kerja lokal bekerja sebagai buruh atau pekerja tambang berjumlah

Dari kegiatan ini yang menjadi indikator dari peneliti adalah siswa mampu melakukan kerjasama kelompok untuk memecahkan suatu masalah yang mereka hadapi dan

Bab IV merupakan laporan hasil penelitian yang berisi tentang pemaparan mengenai gambaran umum tentang perumahan PT.Cakra Buana Abadi dan pembahasan pada

(9) Calon peserta didik baru yang dinyatakan lulus seleksi di SMK diharuskan mendaftar ulang pada tanggal 7 sampai 11 Juli 2009 di sekolah tempat calon... b

Respon peserta didik terhadap pelaksanaan model pembelajaran Project Based Learning untuk meningkatkan nilai-nilai karakter pada perkuliahan Pembelajaran

Adapun sistem penyimpanan di RSU Sinar Husni tidak menggunakan tracer dan masih manual pada saat pengambilan rekam medis, masih ada berkas rekam medis yang

Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Palu juga belum maksimal (Rendy, 2015), hal ini ini disebabkan kurangnya kontrol dari pihak yang bersangkutan dan kesadaran