• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Dan Hambatan Dalam Melakukan Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau Dari Segi Aspek Kriminologi Di Medan Amplas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upaya Dan Hambatan Dalam Melakukan Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau Dari Segi Aspek Kriminologi Di Medan Amplas"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA DAN HAMBATAN DALAM MELAKUKAN PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN

DITINJAU DARI SEGI ASPEK KRIMINOLOGI DI MEDAN AMPLAS

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARI ADE BRAM MANALU 090200241

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

UPAYA DAN HAMBATAN DALAM MELAKUKAN PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN

DITINJAU DARI SEGI ASPEK KRIMINOLOGI DI MEDAN AMPLAS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

ARI ADE BRAM MANALU 090200241

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. H.M. Hamdan, SH., MH

NIP. 195703261986011001

Pembimbing I Pembimbing II

Nurmalawaty, SH., M.Hum Dr. Marlina, SH., M.Hum

NIP. 196209071988112001 NIP. 197503072002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

UPAYA DAN HAMBATAN DALAM MELAKUKAN PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN

DITINJAU DARI SEGI ASPEK KRIMINOLOGI DI MEDAN AMPLAS

Kenakalan anak dewasa ini tetap merupakan persoalan yang aktual hampir di semua negara-negara di dunia, termasuk juga Indonesia. Kenakalan anak bukan hanya merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat semata-mata, akan tetapi juga merupakan bahaya yang dapat mengancam masa depan masyarakat suatu bangsa

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan? Bagaimana upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan? Bagaimana hambatan dalam melaksanakan penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif disebut juga dengan penelitan hukum doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturan-peraturan yang tertulis dan bahan hukum yang lain.

Faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan. Para anak jalanan tidak dapat mengikuti alur perkembangan zaman dengan baik Penyebab menjadi anak jalanan antara lain: Adanya tekanan yang berlebihan dari orang tua yang menuntut anak untuk berbuat sesuatu tanpa di beri dukungan, Rasa frustasi karena dibandingkan dengan anak lain, Kurangnya perhatian dari keluarga, Ingin mencoba kehidupan baru. Upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan yaitu Upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak pernah dilakukan. Sejak tahun 1998 telah mencanangkan program rumah singgah. Dimana bagi mereka disediakan rumah penampungan dan pendidikan (Draft Pembinaan Anak Jalanan). Akan tetapi, pendekatan yang cenderung represif dan tidak integrative, ditunjang dengan watak dasar anak jalanan yang tidak efektif. Sehingga mendorong anak jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Selain pemerintah, beberapa LSM juga concern pada masalah ini. Kebanyakan bergerak di bidang pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Kendati demikian, dibanding jumlah anak jalanan yang terus meningkat, daya serap LSM yang sangat terbatas sungguh tidak memadai dan Hambatan yang ditemukan ketika melakukan penanggulangan anak jalanan tersebut, Kejar-kejaran dengan anak jalanan tersebut, ketika ditangkap dan diberi pelatihan sesudah selesai menjalani hukuman anak jalanan tersebut kembali kejalan untuk meminta-minta dan mengemis kembali dan mengelabuhi petugas dilapangan dengan cara bersembunyi dikolong-kolong jembatan serta tidak adanya rumah panti khusus dinas sosial kota medan, melainkan hanya punya Dinas Sosial Provinsi yaitu Kesejahteraan Sosial.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini

berjudul Upaya Dan Hambatan Dalam Melakukan Penanggulangan Kenakalan

Anak Jalanan Ditinjau Dari Segi Aspek Kriminologi Di Medan Amplas

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. DR. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak M. Husni, SH, MH selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. M. Hamdan SH, M.H selaku Ketua Departemen Hukum Pidana.

6. Bapak Dr. Madiasa Ablisar, SH.H., MS, selaku Dosen Pembimbing I

Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan

(5)

7. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II

Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan

skripsi ini.

8. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.

9. Kedua orang tua penulis Ayahanda Drs. Tohap Manalu, dan Ibunda

Dra.Farida A Silva yang selalu memberikan dukungan baik secara moril

maupun material sehingga terselesaikanya skripsi ini.

10.Teman-Teman stambuk 2009 yang telah mendukung dan memberikan

motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai selesainya

penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan.

Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena

keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada

kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Tuhan

dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan hukum

di negara Republik Indonesia.

Medan, Oktober 2013 Hormat Saya

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian ... 16

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA KENAKALAN ANAK JALANAN ... 21

A. Faktor Internal ... 26

B. Faktor Eksternal ... 30

BAB III UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP KENAKALAN ANAK JALANAN ... 37

A. Tindakan dalam Melakukan Upaya Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan ... 37

(7)

BAB IV HAMBATAN DALAM MELAKSANAKAN

PENANGGULANGAN TERHADAP KENAKALAN

ANAK JALANAN ... 62

A. Jenis Hambatan dalam Melaksanakan Penanggulangan Terhadap Kenakalan Anak Jalanan ... 62

B. Penyebab Terjadinya Hambatan dalam Melaksanakan Penanggulangan Terhadap Kenakalan Anak Jalanan. ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

(8)

ABSTRAK

UPAYA DAN HAMBATAN DALAM MELAKUKAN PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN

DITINJAU DARI SEGI ASPEK KRIMINOLOGI DI MEDAN AMPLAS

Kenakalan anak dewasa ini tetap merupakan persoalan yang aktual hampir di semua negara-negara di dunia, termasuk juga Indonesia. Kenakalan anak bukan hanya merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat semata-mata, akan tetapi juga merupakan bahaya yang dapat mengancam masa depan masyarakat suatu bangsa

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan? Bagaimana upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan? Bagaimana hambatan dalam melaksanakan penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif disebut juga dengan penelitan hukum doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturan-peraturan yang tertulis dan bahan hukum yang lain.

Faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan. Para anak jalanan tidak dapat mengikuti alur perkembangan zaman dengan baik Penyebab menjadi anak jalanan antara lain: Adanya tekanan yang berlebihan dari orang tua yang menuntut anak untuk berbuat sesuatu tanpa di beri dukungan, Rasa frustasi karena dibandingkan dengan anak lain, Kurangnya perhatian dari keluarga, Ingin mencoba kehidupan baru. Upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan yaitu Upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak pernah dilakukan. Sejak tahun 1998 telah mencanangkan program rumah singgah. Dimana bagi mereka disediakan rumah penampungan dan pendidikan (Draft Pembinaan Anak Jalanan). Akan tetapi, pendekatan yang cenderung represif dan tidak integrative, ditunjang dengan watak dasar anak jalanan yang tidak efektif. Sehingga mendorong anak jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Selain pemerintah, beberapa LSM juga concern pada masalah ini. Kebanyakan bergerak di bidang pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Kendati demikian, dibanding jumlah anak jalanan yang terus meningkat, daya serap LSM yang sangat terbatas sungguh tidak memadai dan Hambatan yang ditemukan ketika melakukan penanggulangan anak jalanan tersebut, Kejar-kejaran dengan anak jalanan tersebut, ketika ditangkap dan diberi pelatihan sesudah selesai menjalani hukuman anak jalanan tersebut kembali kejalan untuk meminta-minta dan mengemis kembali dan mengelabuhi petugas dilapangan dengan cara bersembunyi dikolong-kolong jembatan serta tidak adanya rumah panti khusus dinas sosial kota medan, melainkan hanya punya Dinas Sosial Provinsi yaitu Kesejahteraan Sosial.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah generasi penerus bangsa yang memiliki keterbatasan dalam

memahami dan melindungi diri dari berbagai pengaruh sistem yang ada dan

merupakan ujung tombak perubahan dari setiap zaman. Anak nakal adalah anak

yang melakukan tindak pidana, penganiyaan, pemerkosaan, pelecehan seksual dan

lain sebagainya.1

Soedjono Dirdjosisworo mengatakan bahwa kenakalan anak mencakup

tiga pengertian yaitu:2

a. Perbuatan yang dilakukan orang dewasa merupakan tindak pidana (kejahatan), akan tetapi bila dilakukan oleh anak-anak belum dewasa dinamakan delinquency seperti pencurian, perampokan dan pembunuhan. b. Perbuatan anak yang menyeleweng dari norma kelompok yang

menimbulkan keonaran seperti kebut-kebutan, perkelahian kelompok dan sebagainya.

c. Anak-anak yang hidupnya membutuhkan bantuan dan perlindungan, seperti anak-anak terlantar, yatim piatu dan sebagainya yang jika dibiarkan berkeliaran dapat berkembang menjadi orang-orang jahat.

Kenakalan anak dewasa ini tetap merupakan persoalan yang aktual hampir

di semua negara-negara di dunia, termasuk juga Indonesia. Kenakalan anak bukan

hanya merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat

semata-mata, akan tetapi juga merupakan bahaya yang dapat mengancam masa

depan masyarakat suatu bangsa.3

1

Aminah Azis, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Universitas Sumatera Utara Press (Usu Press), Medan, 1998, hal. 11

2

Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung, 1983, hal. 150

3

(10)

Walter Luden, faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya kenakalan

anak adalah:4

a. Gelombang urbanisasi remaja dari desa ke kota-kota jumlahnya cukup besar dan sukar dicegah.

b. Terjadinya konflik antar norma adat pedesaan tradisional dengan norma-norma baru yang tumbuh dalam proses dan pergeseran sosial yang cepat, terutama di kota-kota besar.

c. Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada pola kontrol sosial tradisional, sehingga anggota masyarakat terutama remajanya menghadapi “samarpola” untuk melakukan perilakunya.

Gangguan masa remaja dan anak jalanan yang disebut sebagai childhood

disorders dan menimbulkan penderitaan emosional minor serta gangguan

kejiwaan lain pada pelakunya, yang kemudian berkembang menjadi kenakalan

remaja. Kenakalan yang dilakukan anak jalanan pada intinya merupakan produk

dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di

dalamnya. Kenakalan ini disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau

penyakit sosial.

Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena anak jalanan khususnya di daerah

perkotaan merupakan suatu masalah klasik yang harus dihadapi oleh pemerintah

kota dalam menata jalannya roda pemerintahan. Anak jalanan sebagai suatu

permasalahan sosial kemasyarakatan khususnya masyarakat perkotaan, dalam

pandangan para pakar maupun organisasi dan departemen terkait belum memiliki

suatu kesamaan pendapat maupun definisi yang seragam bagi hal tersebut.

Di Indonesia, kenakalan anak telah menjadi perhatian dan pembahasan

yang sangat serius. Pada hakikatnya terjadinya kenakalan anak jalanan ini

4

(11)

merupakan pencerminan, pantulan dari keadaan masyarakat secara keseluruhan.

Baik buruknya masyarakat suatu bangsa di kemudian hari sepenuhnya tergantung

dari baik buruknya generasi muda di masa kini.5

Konsep anak jalanan dapat diidentifikasi berdasarkan ciri dari anak jalanan

itu. Menurut Mulandar, empat ciri yang melekat ketika seorang anak digolongkan

sebagai anak jalanan yaitu:

6

a. Berada ditempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 3-24 jam sehari.

b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, sedikit sekali yang tamat SD).

c. Berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban, beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya).

d. Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal).

Selain ciri khas yang melekat akan keberadaanya, anak jalanan juga dapat

dibedakan dalam tiga kelompok. Menurut Surbakti, pengelompokan anak jalanan

tersebut sebagai berikut:7

a. Children On The Street; yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan

ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan, namun mempunyai hubungan

yang kuat dengan orang tua mereka. Fungsi anak jalanan dalam kategori

ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya

karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung dan tidak

dapat diselesaikan sendiri oleh orang tuanya.

b. Children Of The Street; yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di

jalanan, baik secara sosial dan ekonomi, beberapa diantara mereka masih

5

Romli Atmasasmita, Op.Cit., hal. 14

6

Surya Mulandar, Dehumanisasi Anak Marjinal; Berbagai Pengalaman Pemberdayaan, Akatiga, Bandung, 1996, hal. 10

7

(12)

mempunyai hubungan dengan orang tua mereka tetapi frekuensinya tidak

menentu. Banyak di antara mereka adalah anak-anak yang karena suatu

sebab, biasanya kekerasan, lari, atau pergi dari rumah.

c. Children From Families Of The Street; yakni anak-anak yang berasal dari

keluarga yang hidup di jalanan, walaupun anak-anak ini mempunyai

hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka

terombang-ambing dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan segala resikonya.

Kebijakan pemerintah kota dalam menangani keberadaan anak jalanan

akan menjadi kunci dalam upaya membatasi atau bahkan menghapuskan

anak jalanan itu sendiri demi masa depan bangsa.

Kenakalan anak jalanan bukan hanya merupakan gangguan terhadap

keamanan dan ketertiban masyarakat semata-mata, akan tetapi juga merupakan

bahaya yang dapat mengancam masa depan masyarakat suatu bangsa.

Langkah-langkah positif tersebut memerlukan partisipasi banyak pihak agar manfaat

maksimal dapat dicapai. Upaya preventif dan upaya-upaya lain yang relevan perlu

keikutsertaan masyarakat agar penyebarluasan tersebut dapat mencapai sebagian

terbesar anggota masyarakat, khususnya anak. Tugas pembinaan dan

pembentukan kondisi dalam lingkungan keluarga yang berdampak positif bagi

perkembangan mental anak sebagian besar menjadi tanggung jawab kedua orang

tua. Kondisi intern keluarga yang negatif atau tidak harmonis akan merusak

perkembangan mental anak, terutama broken home dan quasi broken home dalam

segala bentuk dan jenisnya menghambat pertumbuhan mental anak. Keadaan ini

(13)

mental anak. Pembentukan kondisi yang baik dalam kehidupan intern keluarga

perlu diwujudkan sedini mungkin.8

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk menuangkan

tulisan ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Upaya dan Hambatan Dalam Melakukan Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau Dari Segi Aspek Kriminologi di Medan Amplas”.

B. Perumusan Masalah

Setelah mengetahui latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan?

2. Bagaimana upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan?

3. Bagaimana hambatan dalam melaksanakan penanggulangan terhadap

kenakalan anak jalanan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara dan merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan

hukum di Indonesia khususnya tentang hukum yang mengatur kenakalan anak

jalanan. Sesuai permasalahan di atas, adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:

8

(14)

a. Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab terbentuknya kenakalan

anak jalanan.

b. Untuk mengetahui upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan.

c. Untuk mengetahui hambatan dalam melaksanakan penanggulangan terhadap

kenakalan anak jalanan.

2. Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan

dari tujuan penulisan yang telah diuraikan di atas, yaitu:

a. Secara Teoritis

Penulis berharap penulisan skripsi ini akan menjadi bahan untuk penelitian

lebih lanjut dalam bidang hukum pidana pada umumnya dan tentang kenakalan

anak jalanan pada khususnya, sehingga penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan

masukan bagi mahasiswa serta dapat memperluas dan menambah pengetahuan

mengenai hukum pidana pada umumnya dan mengenai segala sesuatu yang

berhubungan kenakalan anak jalanan pada khususnya.

b. Secara Praktis

Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat menambah wawasan bagi

pihak-pihak yang terkait dan sebagai masukan bagi masyarakat serta aparat

penegak hukum khususnya kepolisian, dinas sosial dan lembaga swadaya

(15)

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini dengan judul “Upaya dan Hambatan Dalam Penanggulangan

Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau Dari Segi Aspek Kriminologi Di Medan

Amplas” belum pernah ditulis oleh siapapun sebelumnya di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara maupun dari Fakultas Hukum di universitas lain.

Penulis memperoleh karya ilmiah ini berdasarkan literatur yang ada, baik dari

perpustakaan, media massa cetak maupun elektronik, wawancara langsung dan

ditambahkan pemikiran penulis. Skripsi ini adalah asli dan merupakan karya

ilmiah milik penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun

akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Anak dan Anak Jalanan

Anak dalam masyarakat merupakan pembawa kebahagiaan. Anak yang

lahir, diharapkan bukan menjadi preman, pencuri, pencopet ataupun gepeng

(gelandangan dan pengemis), tetapi diharapkan menjadi anak yang berguna bagi

keluarga di masa datang, yaitu menjadi tulang punggung keluarga, pembawa

nama baik keluarga, bahkan juga harapan nusa dan bangsa. Anak merupakan

harapan bangsa dan apabila sudah sampai saatnya akan menggantikan generasi tua

dalam melanjutkan roda kehidupan negara, dengan demikian, anak perlu dibina

dengan baik agar menjadi tidak salah dalam hidupnya kelak. Setiap komponen

bangsa, baik pemerintah maupun nonpemerintah memiliki kewajiban untuk secara

(16)

Komponen-komponen yang harus melakukan pembinaan terhadap anak adalah

orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa

saja (individu atau kelompok, organisasi swasta ataupun pemerintah) baik secara

langsung maupun secara tidak langsung. Korban adalah mereka yang menderita

kerugian (mental, fisik dan sosial), karena tindakan yang pasif, atau aktif orang

lain atau kelompok (swasta atau pemerintah), baik langsung maupun tidak

langsung. Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai

macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai

bidang kehidupan dan penghidupan sehingga harus dibantu oleh orang lain.9

Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk

dapat disebut sebagai seorang anak, maka harus berada pada batas usia bawah

atau usia minimum 0 (nol) tahun terhitung dalam kandungan sampai dengan batas

usia maksimum 18 (delapan belas) tahun sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku, yaitu ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No.3 Tahun 1997 tentang pengadilan

anak sebagai berikut: Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah

mencapai 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun

dan belum pernah kawin. Berdasarkan hukum positif batas usia seseorang anak

dapat dilihat berbagai ketentuan yaitu:10

9

Maidin G, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, Refika Aditama, Bandung, 2012, hal. 68

10

(17)

a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak;

Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu)

tahun dan berhak untuk memperoleh perlindungan baik secara mental dan

fisik.

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun

termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 ayat 1).

c. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

Anak adalah setiap orang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan

belum menikah termasuk anak yang masih berada dalam kandungan,

apabila hal tersebut adalah de mi kepentingannya.

d. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Konvensi Hak Anak;

Anak adalah setiap orang yang berusia 18 (delapan belas) tahun, kecuali

berdasarkan UU yang berlaku bagi anak-anak ditentukan bahwa usia

dewasa dicapai lebih awal.

Pengertian anak jalanan adalah anak yang hidup dan tinggal di jalan dan

menggantungkan hidupnya di jalanan. Anak jalanan, umumnya berasal dari

keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh

dan berkembang dengan latar belakang kehidupan jalanan dan akrab dengan

kemiskinan, penganiayaan, kurangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa

dan membuatnya berperilaku negatif.11

11

Sulitnya lapangan pekerjaan dan

kesempatan mencari nafkah bagi para orang tua dari lingkungan masyarakat kecil,

(18)

menimbulkan dampak negatif. Secara terpaksa anak-anak dari keluarga tidak

mampu, dilibatkan untuk mencari nafkah bagi keluarganya yang seharusnya

anak-anak tersebut berada di lingkungan sekolah dan mendapat perlindungan serta

kasih sayang dari orang tuanya.

Akibat kerasnya kehidupan di kota-kota besar telah mempengaruhi tata

kehidupan anak-anak jalanan terhadap hal-hal negatif sehingga berdampak

menurunnya nilai-nilai agama dan mental psikis setiap anak jalanan. Anak-anak

yang turun ke jalanan secara dini akan mempengaruhi mental psikis baik moral

dan rohaninya. Beberapa jenis pekerjaan anak jalanan adalah:12

a. Pedagang Asongan

Pedagang asongan adalah pedagang yang melayani pembeli dengan cara

mendatangi calon pembeli dan menyerahkan barang yang dibeli.

Pedangang asong biasanya bekerja di stasiun, terminal, pasar dan

persimpangan jalan. Sebagian waktu mereka habis di jalan dan setiap hari

bergelut dengan debu serta asap kendaraan bermotor tanpa memperdulikan

bahaya kecelakaan dan kesehatan.

b. Kernet Angkot

Anak yang bekerja sebagai kernet angkot juga dapat dikatakan sebagai

pembantu supir karena tugas mereka adalah mencari penumpang di jalan

dan mengatur cara duduk penumpang. Kernet angkot tidak mendapatkan

jaminan kecelakaan dan kesehatan secara khusus sehingga mereka harus

bekerja hati-hati.

12

(19)

c. Penyemir Sepatu

Anak yang bekerja sebagai penyemir sepatu termasuk anak yang bekerja

sebagai penjual jasa, beroperasi di tempat yang tingkat kesibukan

orangnya kurang seperti di stasiun, terminal dan restoran.

d. Kuli Angkut

Anak yang bekerja sebagai kuli angkut, lebih banyak ditemukan di stasiun,

terminal dan pasar terutama pasar induk.

e. Ojek Payung dan Lap Kaca Mobil

Bagi anak-anak pekerjaan menyewakan payung dan mengelap kaca mobil

merupakan pekerjaan sampingan, sebab sifatnya sementara karena dapat

dilakukan jika turun hujan dan mereka lebih banyak beroperasi di terminal,

stasiun, pasar dan pertokoan.

f. Pengamen dan Pengemis

Anak yang bekerja sebagai pengamen dan pengemis sering dijumpai di

persimpangan jalan.

Anak-anak jalanan tersebut akan lebih cenderung melakukan kenakalan

karena merasa nasib mereka yang tidak sama dengan anak-anak lain pada

umumnya yang mendapat kasih sayang dari orang tuanya, mempunyai harta yang

serba berkecukupan, fasilitas yang lengkap dan juga sekolah yang mereka

(20)

kurang mampu dan anak yang berkecukupan. Kadang anak-anak jalanan hanya

dianggap sebagai sampah masyarakat dan tidak berguna.13

2. Pengertian Kenakalan Anak dan Kenakalan Anak Jalanan

Kenakalan sebagai salah satu bentuk problema sosial merupakan sebuah

kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap lapisan masyarakat. Analisa atau

mengadakan diagnosa terhadap kenakalan-kenakalan yang meningkat saat ini,

belum dapat dilakukan, karena keadaan pengetahuan kriminologi dewasa ini

belum memungkinkan untuk tegas menentukan sebab, mengapa orang melakukan

kenakalan, sehingga hanya baru dapat dicari faktor-faktor yang berkaitan dengan

kondisi masyarakat tertentu pada masa tertentu pula, yang berhubungan erat

dengan timbulnya kenakalan.

Pengertian kenakalan anak atau juvenile delinquency sebagai kejahatan

anak dapat diinterpretasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap anak

yang menjadi pelakunya, apalagi jika sebutan tersebut secara langsung menjadi

semacam trade-mark. Pengertian secara etimologis telah mengalami pergeseran,

akan tetapi hanya menyangkut aktivitasnnya, yakni istilah kejahatan (delinquency)

menjadi kenakalan. Dalam pengertian yang lebih luas tentang kenakalan anak

adalah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak yang bersifat

melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.14

Terdapat pengertian di kalangan para sarjana ternyata tidak terdapat

pendapat yang seragam, hal ini disebabkan karena perbuatan jahat bersumber dari

14

(21)

alam nilai, tentu penafsiran yang diberikan kepada perbuatan atau tingkah laku

tersebut sangat relatif sekali. Kerelatifannya terletak pada penilaian yang

diberikan oleh masyarakat dimana perbuatan tersebut terwujud.15

3. Pengertian Kriminologi

Sangat

memprihatinkan karena anak jalanan sering muncul dalam berbagai kasus-kasus

yang tergolong ke dalam kenakalan, seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan,

minum-minuman keras, sodomi, hingga pembunuhan. Kondisi tersebut sangat

memprihatinkan mengingat anak jalanan juga merupakan generasi penerus bangsa

yang hendaknya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, agar dapat

terlepas dari penderitaan, bukannnya cenderung menunjukkan perilaku nakal.

Kriminologi sebagai bidang pengetahuan ilmiah telah mencapai usia lebih

dari satu abad terhitung sejak P. Topinard seorang ahli Antropolog Perancis

(1830-1911) memberikan nama bagi ilmu pengetahuan tentang kejahatan ini

sebagai ilmu kriminologi. Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi

di tengah kehidupan masyarakat. Istilah ini begitu akrab, karena setiap saat kita

dihadapkan pada persoalan kejahatan. Oleh karena itu, kejahatan menjadi kajian

yang tidak pernah selesai dari dulu. Sehingga ada yang menyebutkan bahwa

kriminologi ilmu yang mempelajari kejahatan seluas-luasnya.16

Belum ada terdapat definisi kriminologi yang sama antara pendapat yang

satu dengan pendapat yang lainnya. Munculnya perbedaan dalam mengartikan

kejahatan dikarenakan perspektif orang dalam memandang kejahatan sangat

15

H.M Ridwan & Ediwarman, Azas-Azas Kriminologi, Universitas Sumatera Utara Press (USU PRESS), Medan, 1994, hal. 45

16

(22)

beragam, di samping tentunya perumusan kejahatan akan sangat mempengaruhi

oleh jenis kejahatan yang akan dirumuskan, namun demikian pengertian

kriminologi dapat dilihat dari dua segi antara lain:17

a. Segi Etimologi

Bila diartikan dari segi etimologi, kriminologi berasal dari kata yakni

Crime adalah kejahatan dan Logos adalah ilmu pengetahan, jadi kalau diartikan

secara lengkap kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang

seluk beluk kejahatan.

1)Menurut Pendapat Sarjana

1. W. A. Bonger

Menyatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan

menyelidiki gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya.

2. Paul Moedikdo Moeliono

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas

kejahatan sebagai masalah manusia.

3. Edwin H. Sutherland

Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan mengenai kejahatan

sebagai gejala sosial. Jadi kalau kita perhatikan definisi tersebut di atas

meyakinkan kita bahwa kejahatan hanya terdapat dalam masyarakat.

17

(23)

4. Michael dan Adler

Kriminologi adalah keseluruhan keterangan tentang perbuatan lingkungan

mereka dan bagaimana mereka diperlakukan oleh godaan-godaan masyarakat dan

oleh anggota masyarakat.

5. Wood

Kriminologi mengikuti keseluruhan pengetahuan yang didasarkan pada

teori pengalaman yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat, termasuk

reaksi-reaksi masyarakat atas kejahatan dan penjahat.

Di Indonesia sendiri, kriminologi sudah dikenal sejak sekitar setengah

abad yang lalu dan kini diajarkan hampir di setiap fakultas hukum negeri maupun

swast serta fakultas ilmu sosial dan politik. Pemahaman mengenai ruang lingkup,

khususnya tentang luas masalah yang menjadi sasaran perhatian kriminologi dapat

bertolak dari beberapa definisi serta perumusan mengenai bidang cakup

kriminologi yang diketengahkan oleh sejumlah ahli kriminologi yang diakui

mempunyai pengaruh besar terhadap bidang pengetahuan ilmiah ini.18

Kriminologi untuk Indonesia hendaknya disesuaikan dengan filsafat

Pancasila. Teori-teori kriminologi harus diadaptasikan dengan pandangan hidup

bangsa Indonesia agar kriminologi benar-benar dapat dirasakan bermanfaat untuk

kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu kriminologi yang kita bina hendaknya

bersifat:

18

(24)

a. Rasionil yang berarti bahwa dalam merangkaikan konsep dan pengertian

tersebut menjadi suatu gagasan untuk mengungkapkan kebenaran perbuatan,

peristiwa di dalam masyarakat.

b. Bertanggungjawab dalam hal sikap ilmiah yang dimiliki yang harus dimiliki

oleh para scientist yang selalu bertolak pada kebenaran.

c. Bermanfaat agar dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.

F. Metode Penelitian

Penulisan skripsi selalu diperlukan data untuk mendukung penulisan yang

tengah dilakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Pengumpulan data tersebut

diperoleh dengan melakukan sebuah penelitian. Penulis berusaha menemukan

data-data dengan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Bambang Sunggono menyatakan bahwa dalam penulisan karya ilmiah ada

2 (dua) jenis metode penelitian, yaitu:19

a. Penelitian Yuridis Normatif

Penelitian yuridis normatif disebut juga dengan penelitan hukum doktrinal

karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturan-peraturan

yang tertulis dan bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini juga disebut

sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih

banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.

19

(25)

Penelitian kepustakaan demikian dapat pula dikatakan sebagai lawan dari

penelitian empiris (penelitian lapangan).

b. Penelitian Yuridis Empiris

Penelitian yuridis empiris disebut juga dengan penelitan hukum non

doktrinal karena penelitian ini berupa studi-studi empiris untuk menemukan

teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam

masyarakat. Atau disebut juga sebagai Socio Legal Research.20

Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini

metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris yaitu dengan

pengumpulan data secara studi pustaka (library research) dan penelitian lapangan.

2. Sumber Data

Data dalam penelitian dapat diperoleh dari:

a. Data primer atau data dasar (primary data atau basic data)

Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni perilaku

warga masyarakat, melalui penelitian.

b. Data sekunder (secondary data)

Data sekunder, antara lain, mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan seterusnya. Ciri-ciri

umum dari data sekunder adalah:21

1) Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat

dipergunakan dengan segera

20

Ibid., hal.43

21

(26)

2) Baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh

peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian, tidak mempunyai

pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa maupun

konstruksi data

3) Tidak terbatas oleh waktu maupun tempat

Dari sudut tipe-tipenya, maka data sekunder dapat dibedakan antara:

1) Data sekunder yang bersifat pribadi, yang antara lain mencakup:

a) Dokumen pribadi, seperti surat-surat, buku harian, dan seterusnya

b) Data pribadi yang tersimpan di lembaga dimana yang bersangkutan

pernah bekerja atau sedang bekerja

2) Data sekunder yang bersifat publik:

a) Data arsip, yaitu data yang dapat dipergunakan untuk kepentingan

ilmiah, oleh para ilmuwan

b) Data resmi pada instansi-instansi pemerintah, yang kadang-kadang

tidak mudah untuk diperoleh oleh karena mungkin bersifat rahasia

c) Data lain yang dipublikasikan, misalnya yurisprudensi Mahkamah

Agung22

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penulisan skripsi ini

dengan cara melakukan wawancara (Interview) yang diperoleh langsung dari

objek penelitian. Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh

keterangan secara lisan guna mencapai tujuan. Wawancara dilakukan langsung

22

(27)

dengan para responden, yaitu anak-anak/remaja anak jalanan, masyarakat sekitar

area anak-anak tersebut sering melakukan aktivitas keseharian mereka, dinas

sosial dan lembaga swadaya masyarakat.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan pada penulisan skripsi ini adalah di

daerah Medan Amplas

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab, yang tiap bab dibagi pula beberapa sub

bab yang disesuaikan dengan isi dan maksud dari penulisan skripsi ini. Hal ini

dimaksud untuk menjalin hubungan yang serasi antar bab, sehingga dapat

menjawab permasalahan secara benar, terarah, terperinci dan sistematis kemudian

dapat dipertanggungjawabkan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini secara

singkat adalah sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Adalah sebagai bab pengantar dari permasalahan, terdiri dari 7

(tujuh) sub bab yaitu : Latar Belakang, Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan

Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II: FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA KENAKALAN

ANAK JALANAN

Terdiri dari 3 (tiga) sub bab yaitu : Faktor Internal, Faktor

Eksternal dan Teori Perilaku Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau dari

(28)

BAB III: UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP KENAKALAN ANAK JALANAN

Terdiri dari 2 (dua) sub bab yaitu : Tindakan dalam Melakukan

Upaya Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan dan Kebijakan

Pemerintah dalam Melaksanakan Upaya Penanggulangan

Kenakalan Anak Jalanan.

BAB IV: HAMBATAN DALAM MELAKSANAKAN

PENANGGULANGAN TERHADAP KENAKALAN ANAK JALANAN

Terdiri dari 2 (dua) sub bab yaitu : Jenis Hambatan dalam

Melaksanakan Penanggulangan Terhadap Kenakalan Anak Jalanan

dan Penyebab Terjadinya Hambatan dalam Melaksanakan

Penanggulangan Terhadap Kenakalan Anak Jalanan.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup dari keseluruhan materi skripsi yang terdiri

(29)

BAB II

FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA KENAKALAN ANAK JALANAN

Kenakalan dalam diri seorang anak merupakan perkara yang lazim terjadi.

Tidak seorangpun yang tidak melewati tahap/fase negrif ini atau sama sekali tidak

melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa

golongan anak jalanan di suatu daerah tertentu saja. Keadaan ini terjadi di setiap

tempat, lapisan dan kawasan masyarakat. Bentuk kenakalan anak jalanan terbagi

mengikuti 3 kriteria, yaitu : 23

“Kebetulan, kadang-kadang, dan sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan tingkat titik patahan yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan Tripartite, yaitu : historis,instinktual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan demgan sebab-musabab terjadinya kenakalan insktiktual bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali anomali dalam dorongan berkelompok”.

Kenakalan terjadi akibat adanya dua unsur yang bertemu, diantaranya

yaitu niat untuk melakukan suatu pelanggaran dan kesempatan untuk

melaksanakan niat tersebut sehingga jika ada salah satu dari kedua unsur tersebut

yang tidak lengkap maka tidak akan terjadi apa-apa. Bila seseorang memiliki niat

untuk melakukan suatu pelanggaran, tetapi dikarenakan tidak adanya kesempatan

untuk melaksanakan niat tersebut maka tidak akan terjadi suatu pelanggaran.

Sebaliknya walaupun ada kesempatan untuk melakukan suatu pelanggaran tetapi

23

(30)

niat untuk melakukan suatu pelanggaran tidak ada maka juga tidak akan terjadi

pelanggaran tersebut. Kedua unsur niat dan kesempatan adalah hal yang sangat

penting dalam hal terjadinya kenakalan anak jalanan.24

1. Teori Biologis

Adapun teori perilaku

kenakalan anak jalanan yang dapat ditinjau dari aspek kriminologi adalah sebagai

berikut:

Tingkah laku kenakalan pada anak dan dapat muncul karena faktor-faktor

fisiologi atau struktur jasmaniah seseorang, juga dapat oleh cacat jasmaniah yang

dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung:

a. Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, dapat juga

disebabkan oleh tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bisa memunculkan

penyimpangan tingkah-laku, dan anak menjadi nakal secara potensial.

b. Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal),

sehingga membuahkan tingkah laku yang nakal.

c. Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang

menimbulkan tingkah laku yang nakal.

2. Teori Psikologis

Teori ini menekankan sebab tingkah laku anak yang nakal dari aspek

psikologis antara lain ciri kepribadian, motivasi, fantasi, rasionalisasi dan

lain-lain. Anak nakal biasa berasal dari kondisi keluarga yang tidak bahagia dan tidak

beruntung sehingga dapat membuahkan masalah psikologis personal dan

penyesuaian diri yang terganggu pada diri anak. Anak akan mencari kompensasi

24

(31)

di luar lingkungan keluarga untuk memecahkan kesulitan batinnya dalam bentuk

perilaku kenakalan. Kenakalan anak merupakan reaksi terhadap masalah psikis

anak itu sendiri.

Anak nakal ini melakukan banyak kejahatan didorong oleh konflik batin

sendiri. Jadi mereka mempraktekkan konflik batinnya untuk mengurangi beban

tekanan jiwa sendiri lewat tingkah laku agresif, impulsif dan primitif. Tingkah

laku yang dilakukan anak biasanya tidak memperdulikan hasil dari kejahatan

tersebut dan tidak menghindarkan diri untuk dikenali oleh orang luar. Jadi mereka

secara kasar dan terang-terangan melakukan tindak kriminal di luar seperti di

jalanan.

3. Teori Sosiogenis

Penyebab tingkah laku yang nakal pada anak adalah murni sosiologis yang

disebabkan oleh pengaruh peranan sosial dan internalisasi yang keliru. Maka

faktor sosial itu sangat mempengaruhi bahkan mendominasi peranan sosial setiap

individu di tengah masyarakat, status individu di tengah kelompoknya partisipasi

sosial dan pendefinisian diri.

Ketidakharmonisan sosial di kota-kota yang berkembang pesat dan

membuahkan banyak tingkah laku yang nakal dan pola kriminal pada anak. Jadi

sebab kejahatan pada anak tidak hanya terletak pada lingkungan keluarga saja

tetapi terutama sekali pada konteks sosialnya. Maka kenakalan anak yang dipupuk

oleh lingkungan sekitar yang buruk dan jahat ditambah dengan kondisi sekolah

yang kurang menarik bagi anak bahkan merugikan perkembangan pribadi anak

(32)

Teori Sutherland menyatakan bahwa anak menjadi nakal disebabkan oleh

partisipasinya di tengah-tengah suatu lingkungan sosial, yang ide dan teknik nakal

tertentu dijadikan sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Karena

itu, semakin lama anak bergaul dan semakin intensif relasinya dengan anak nakal

di jalanan, akan menjadi semakin lama pula proses berlangsungnya proses

identifikasi diri yang negatif. Jadi teori Sutherland menekankan hal-hal yang

dipelajari atau proses pengkondisian terhadap individu anak, serta tipe

kepribadian anak (biasanya dengan mental yang lemah dan tidak terdidik dengan

baik) yang menjalani proses pengkondisian tadi. Khususnya proses pengkondisian

tersebut sangat mudah berlangsung pada anak yang memiliki struktur kejiwaan

yang sangat labil pada periode perkembangan sifatnya.

4. Teori Sub-Kultur Delikuen

Tiga teori yang terdahulu (biologis, psikogenis dan sosiogenis) sangat

populer sampai tahun 50-an. Sejak 1950 ke atas banyak terdapat perhatian pada

aktivitas-aktivitas kelompok yang teroganisir dengan sub-kultur yang disebabkan

oleh:

a. Bertambahnya dengan cepat jumlah kenakalan, dan meningkatnya kualitas

kekerasan serta kekejaman yang dilakukan oleh anak yang memiliki subkultur

yang menyimpang.

b. Meningkatnya jumlah kriminalitas mengakibatnya sangat besarnya kerugian

dan kerusakan secara universal, terutama terdapat di negara-negara industri

(33)

Kultur atau kebudayaan dalam hal ini menyangkut satu kumpulan nilai dan

norma yang menuntut bentuk tingkah laku responsif sendiri yang khas pada

anggota kelompok tadi. Istilah sub mengidentifikasikan bahwa bentuk budaya tadi

bisa muncul di tengah suatu sistem yang lebih inklusif sifatnya.

Menurut teori sub-kultur ini, sumber kenakalan adalah sifat-sifat suatu

struktur sosial dengan pola budaya (sub-kultur) yang khas dari lingkungan

keluarga, tetangga dan masyarakat yang dialami oleh para anak yang nakal

tersebut. Sifat-sifat masyarakat tersebut antara lain adalah:

a) Punya populasi yang padat,

b) Status sosial-ekonomis penghuninya rendah,

c) Kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk,

d) Banyak disorganisasi keluarga dan sosial bertingkat tinggi.

Sumber utama kemunculan kenakalan anak adalah subkultur-subkultur

yang menyimpang dalam konteks yang lebih luas dari kehidupan masyarakat.25

Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga puluh anak jalanan di Medan Amplas

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:26

1. Mengempeskan ban angkutan kota (angkot) apabila tidak diberikan imbalan

setelah membersihkan angkot. Berdasarkan hasil wawancara dengan tujuh

anak jalanan yang bekerja sebagai penyapu angkot.

25

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Anak Jalanan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 25

26

(34)

2. Ngelem ketika tidak sedang bekerja dan berkumpul bersama teman-teman

yang juga ngelem. Berdasarkan hasil wawancara dengan lima anak jalanan

yang bekerja sebagai pemulung.

3. Mengejek dan menyoraki penumpang yang berada di dalam angkutan kota

(angkot) jika tidak diberi uang dari hasil mengamen. Berdasarkan hasil

wawancara dengan delapan anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen.

4. Berjudi di Terminal Amplas ketika sedang mengisi waktu luang istirahat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan enam anak jalanan yang bekerja sebagai

pedagang asongan.

5. Merusak atau menggores cat mobil ketika tidak diberi uang saat meminta di

jalanan. Berdasarkan hasil wawancara dengan empat anak jalanan yang

bekerja sebagai pengemis.

Adapun hal yang melatarbelakangi anak turun ke jalanan adalah sebagai

berikut:

C. Faktor Internal

Faktor penyebab kenakalan anak jalanan yaitu karena kehidupannya di

jalanan yang membuat hidupnya seperti tidak layak, dan merasa terasing apabila

dibandingkan dengan kehidupan anak-anak lainnya. Faktor internal atau faktor

endogen berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak

sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Tingkah laku mereka itu merupakan

reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar, dalam bentuk

ketidakmampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.

(35)

pembelaan diri yang salah atau tidak rasional dalam wujud kebiasaan mal-adaptif,

agresi dan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan hukum formal,

diwujudkan dalam bentuk kejahatan, kekerasan, kebiasaan berkelahi massal dan

sebagainya.27

Faktor-faktor internal penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan

adalah sebagai berikut:

1. Usia

Faktor usia menjadi faktor internal karena usia memiliki hubungan atau

keterkaitan antara kemampuan berpikir dan bertindak bahkan sering pula

menghendaki adanya suatu perlakuan yang berlainan. Sehubungan dengan itu

ada pendapat yang mengatakan bahwa, usia seseorang adalah faktor yang

penting dalam penyebab timbulnya kenakalan: “age is an importance factor in

the causation of crime”. Usia seseorang anak di dalam suatu kehidupan

tertentu, membawa gejala-gejala perbuatan tertentu pula.

2. Jenis Kelamin

Kenakalan anak jalanan dapat dilakukan baik oleh anak laki-laki maupun oleh

anak perempuan, sekalipun dalam prakteknya jumlah anak laki-laki yang

melakukan kenakalan jauh lebih banyak daripada anak perempuan pada batas

usia tertentu. Adanya perbedaan jenis kelamin, seperti juga halnya dengan

perbedaan usia menimbulkan perbedaan sifat dan perbedaan tersebut

27

(36)

mengakibatkan pula perbedaan, tidak hanya dalam jumlah kenakalan

semata-mata akan tetapi juga dalam jenis kenalakannya.28

3. Konflik Batiniah

Konflik batiniah adalah pertentangan antara dorongan infantil

kekanak-kanakan melawan pertimbangan yang lebih rasional. Kemudian terjadilah

banyak ketegangan jiwa dan kecemasan, sehingga menghambat atau

membelokkan adaptasi anak terhadap tuntutan lingkungan sehingga membuat

anak-anak lebih sering di jalanan.

4. Pemasukan Intrapsikis yang Keliru

Pemasukan intrapsikis yang keliru terhadap segala pengalaman, sehingga

terjadi harapan palsu, fantasi, ilusi, kecemasan (sifatnya semu, tetapi dihayati

oleh anak sebagai kenyataan). Sebagai akibatnya, anak mereaksi dengan pola

tingkah laku yang salah seperti apatisme, putus asa dan pelarian diri keluar

dari rumah di jalanan.

5. Reaksi Frustasi Negatif

Menggunakan reaksi frustasi negatif yaitu dengan menggunakan mekanisme

pelarian dan pembelaan diri yang salah, lewat cara-cara penyelesaian yang

tidak rasional. Anak mencoba membela diri dan kelemahan sendiri dengan

menggunakan bermacam-macam reaksi dan perilaku tidak wajar.

6. Gangguan Berpikir

Berpikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi

wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya

28

(37)

memecahkan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Anak yang sehat

dalam berpikir pasti mampu memperbaiki kekeliruan sendiri dengan jalan

berpikir logis dan mampu membedakan fantasi dari kenyataan sehingga tidak

menimbulkan reaksi dan tingkah laku yang bisa menjadi liar tidak terkendali

dimana saja begitu juga di jalanan.

7. Gangguan Perasaan/Emosional

Perasaan/emosional memberikan nilai pada situasi kehidupan, dan

menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan. Perasaan

bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan

manusia. Jika semua keinginan terpuaskan, anak merasakan senang dan

bahagian dan sebaliknya jika keinginan tidak terpenuhi maka anak akan

mengalami kekecewaan sehingga dapat melakukan tindak kenakalan.29

8. Impian Kebebasan

Berbagai masalah yang dihadapi anak di dalam keluarga dapat menimbulkan

pemberontakan di dalam dirinya dan berusaha mencari jalan keluar. Dunia

jalanan dianggap anak dapat menjadi alternatif termudah untuk mendapatkan

kebebasan. Ketika akhirnya mereka tiba di jalanan, bukan berarti mereka bisa

lepas dari masalahnya, justru berbagai masalah yang lebih berat harus mereka

hadapi.

9. Ingin memiliki Uang Sendiri

Alasan anak pergi ke jalanan juga karena ingin memiliki uang sendiri.

Berbeda dengan faktor dorongan dari orang tua, uang yang didapatkan oleh

29

(38)

anak biasanya digunakan untuk keperluan anak sendiri. Meskipun anak

memberikan sebagian uangnya kepada orangtua mereka, hal ini lebih bersifat

sukarela dan tidak memiliki dampak buruk terhadap anak apabila tidak

memberi sebagian uangnya kepada orangtua atau keluarga mereka.

D. Faktor Eksternal

Kenakalan anak jalanan yang sering terjadi di dalam masyarakat bukanlah

suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan anak jalanan tersebut timbul karena

adanya beberapa sebab. Perbuatan tersebut menimbulkan keresahan sosial

sehingga mengganggu stabilitas lingkungan sekitarnya. Faktor eksternal atau

faktor eksogen adalah semua pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku

tertentu pada anak. Kelakuan anak jalanan yang melawan norma sosial dan

bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku dapat disebabkan beberapa

faktor dari luar diri anak tersebut yaitu:

1. Faktor Keluarga

Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses

sosialisasi pribadi anak. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak

baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak. Keluarga juga menjadi

tolak ukur menilai kepribadian dan keberadaan anak di luar lingkungan keluarga.

Di dalam keluarga, seorang anak belajar memegang peranan sebagai seorang

makhluk sosial yang memiliki norma-norma dan kecakapan tertentu di dalam

pergaulannya dengan masyarakat lingkungannya. Keluarga yang baik adalah

(39)

seseorang anak erat hubungannya dengan pengertian yang dimiliki oleh kedua

orang tuanya tentang makna hidup berkeluarga, terutama dalam hal pendidikan

bagi anak. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku anak oleh

keluarga:

a. Rumah tangga yang berantakan dan dipenuhi konflik yang serius membuat

keharmonisan menjadi pecah. Anak menjadi sangat bingung dan merasakan

ketidakpuasan emosional serta batin anak menjadi sangat tertekan, sangat

menderita, merasa malu akibat ulah orang tua mereka. Kemudian banyak

konflik yang dilakukan anak karena ingin melampiaskan kemarahan dan

agresifitasnya keluar. Mereka menjadi nakal, urakan, berandalan dan tidak

mau mengenal lagi aturan dan norma sosial, bertingkah laku semau sendiri,

membuat onar di jalanan dan suka berkelahi.

b. Perlindungan yang berlebihan dari orang tua membuat anak selalu bergantung

pada bantuan orang tua, merasa cemas dan bimbang ragu dan kepercayaan

dirinya tidak berkembang karena terlalu dimanjakan. Anak akan merasa

lemah, patah semangat, takut secara berlebihan dan tidak berani berbuat

sesuatu jika tanpa bantuan orang tuanya. Sebagai akibatnya, ada kalanya anak

melakukan identifikasi total terhadap kelompoknya dan secara tidak sadar

melakukan tindakan ‘ugal-ugalan’ serta suka berkelahi untuk

menyembunyikan kekerdilan hati dalam kondisi batin putus-asa.

c. Penolakan dari orang tua membuat timbulnya kekalutan jiwa pada diri anak.

Anak mengalami ketegangan batin, konflik yang terbuka maupun tertutup dan

(40)

jiwa-raga anak. Anak tidak pernah merasakan kasih sayang, perhatian dan

perlindungan orang tua. Akibatnya, anak akan melakukan semuanya sesuai

keinginannya sendiri sebagai bentuk kekesalan hati mereka bahkan ada di

antara mereka yang melakukan usaha bunuh diri.

d. Pengaruh buruk dari orang tua bisa memberikan pengaruh menular kepada

anak. Orang tua yang melakukan tindak kriminal (senang berjudi, sering

mabuk-mabukan, korupsi, bertingkah sewenang-wenang dan sebagainya) akan

membuat anak menjadi ikut-ikutan perilaku orang tuanya. Anak secara

otomatis dan tidak sadar akan menerima dan menyalurkan kebiasan dan

tingkah laku buruk orang tua kepada orang yang ada di dekatnya. Sehingga

anak menjadi sewenang-wenang, agresif, suka menggunakan kekerasan dan

perkelahian sebagai senjata penyelesaian.30

2. Faktor Sekolah

Sekolah adalah tempat anak mendapatkan pendidikan nasional secara

formal dengan kesungguhannya melaksanakan tugas untuk mewujudkan tujuan

pendidikan. Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia

Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha

Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bertanggung jawab dan

sehat secara jasmani serta rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu

menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada tanah air, mempertebal

semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu

30

(41)

dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya

diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif.

Dalam konteks ini sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua

setelah lingkungan keluarga bagi anak. Dalam masa di sekolah pada umumnya

anak akan berinteraksi dengan sesamanya. Interaksi yang dilakukan di sekolah

sering menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental

sehingga anak melakukan kenakalan. Anak-anak yang memasuki sekolah tidak

semua berwatak baik dan ada yang berasal dari keluarga yang kurang

memperhatikan kepentingan anak dalam belajar yang kerap kali berpengaruh pada

teman yang lain. Sesuai dengan keadaan seperti ini sekolah sebagai tempat

pendidikan anak-anak dapat menjadi sumber konflik-konflik psikologis yang pada

prinsipnya memudahkan anak menjadi nakal.

Dewasa ini sering terjadi perlakuan guru yang tidak adil, hukuman/sanksi

yang kurang menunjang tercapainya tujuan pendidikan, ancaman yang tiada

putus-putusnya disertai disiplin yang terlalu ketat membuat ketidakharmonisan

antara guru dan anak didik. Proses pendidikan yang kurang menguntungkan bagi

perkembangan jiwa anak kerap kali memberi pengaruh langsung atau tidak

langsung terhadap anak di sekolah sehingga dapat menimbulkan kenakalan

anak.31

3. Faktor Masyarakat

Masyarakat adalah keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas

sifatnya tersusun dari berbagai sistem dan sub sistem salah satunya adalah

31

(42)

keluarga. Lingkungan masyarakat tidak selalu baik dan menguntungkan bagi

pendidikan dan perkembangan anak. Anak sebagai anggota masyarakat selalu

mendapat pengaruh dari keadaan lingkungan masyarakat baik secara langsung dan

tidak langsung. Lingkungan masyarakat adakalanya dihuni oleh orang dewasa

serta anak muda kriminal dan anti-sosial, yang bisa merangsang timbulnya reaksi

emosional buruk pada anak puber yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak

akan mudah terpengaruh oleh pola kriminal, asusila dan anti-sosial yang

dilakukan oleh lingkungan sekitarnya. Pola hidup dan kebiasaan oleh kelompok

orang dewasa kriminal banyak ditirukan oleh anak muda berandalan, baik yang

masih bersekolah maupun yang putus sekolah.32

Pada dasarnya kondisi ekonomi global memiliki hubungan yang erat

dengan timbulnya kenakalan anak. Di dalam kehidupan sosial adanya kekayaan

dan kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa anak sebab akan

mempengaruhi keadaan jiwa anak. Dalam kenyataannya ada sebagian anak miskin

yang memiliki perasaan rendah diri dalam masyarakat sehingga anak tersebut

melakukan perbuatan melawan hukum terhadap hak milik orang lain dan biasanya

hasil perbuatan tersebut mereka gunakan untuk bersenang-senang.

Era globalisasi membawa nilai baru ke dalam kehidupan masyarakat kita

berupa kebebasan, pergeseran nilai-nilai moral dan semakin kompleksnya

tantangan kehidupan. Adanya perubahan nilai-nilai global yang negatif akan

mempengaruhi tingkah laku anak sehingga dapat menyebabkan anak melakukan

kenakalan dan turun ke jalanan.

32

(43)

Persoalan anak jalanan memang sangat serius mengingat bahwa masalah

anak jalanan merupakan masalah kota yang harus ditangani bersamaan dengan

masalah sosial lainnya.33

Apa yang menyebabkan anak turun ke jalanan? Kepingin bebas, bosan di

rumah, nambah-nambah pergaulan, nambah uang jajan34

33

Sudarsono, Op.Cit., hal. 134

Kapan pertama kali anak

turun ke jalanan? Sewaktu SD umur 8 tahun sesudah putus sekolah. Siapa yang

mengajak anak turun ke jalanan? Yang mengajak adalah mama dengan alasan cari

uang biar ada untuk dimakan, dan lama-kelaman menjadi nyaman menjadi anak

jalanan, dan ikut-ikutan teman. Sudah berapa lama anak hidup di jalanan? Jawab :

Dari mulai kecil, 9 tahun sudah hidup dijalan dan di terminal Apakah anak jalanan

tersebut masih menjalani pendidikan formal? Tidak sekolah lagi, kelas 2 SD

sudah putus sekolah. Karena faktor tidak ada uang keluarga. Dan apabila

disekolahkan saya tidak mau lagi, karena sudah lebih enak hidup dijalan.

Bagaimana respon orang tua terhadap kelakuan anak yang turun ke jalanan?

Tidak marah dan biasa saja. Selama di jalanan, apa saja yang dilakukan anak

tersebut? Nyapu angkot, cuci angkot, dan saya tidak mengelem, saya orang

baik-baik bang, hanya nasib kehidupan saya aja yang tidak baik-baik. Apakah ada hasil yang

didapatkan dari kegiatan di jalanan dan jika ada diberikan kepada siapa? Hasil

yang didapat uang. Pendapatan tergantung (tidak menentu) Rp

2000-3000/Angkot. Kalau ditotal Rp 40.000/hari kadang-kadang lebih. Uang yang

didapat dari hasil nyapu diangkot sebagian diberikan kepada mama dan sisanya

saya habiskan diluar.

34

(44)

Bagaimana pandangan masyarakat sekitar tentang kehidupan anak

jalanan? Tidak marah tidur didepan rumahnya, asal tidak membuat onar. Dan

merasa aman-aman saja karena rumahnya dijaga. Apabila sudah bekerja menyapu

angkot tidak dikasi uang oleh supir angkot apa tindakan kalian lakukan ?

Memandanginya berharap dikasi uang, apabila sudah beberapa kali dibersihkan

angkotnya dan tidak diberi uang maka saya memakinya dan terkadang

(45)

BAB III

UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP KENAKALAN ANAK JALANAN

C. Tindakan dalam Melakukan Upaya Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan

Perkara mendasar di Tanah Air tercinta Indonesia tampaknya belum mau

kunjung surut. Masih segar dalam ingatan berbagai kasus terkait anak jalanan

(anjal). Beberapa kasus terbaru yang “tampak” terkait dengan anak jalanan di

antaranya adalah kasus Babeh dengan kelainan jiwa pedofilia yang memakan

korban anak-anak jalanan. Juga kita lihat bagaimana Komisi Perlindungan Anak

Indonesia (KPAI) mengutuki pihak yang bersalah melibatkan anak-anak dan

menganiaya anak-anak sehingga sejumlah anak terluka dalam peristiwa bentrok

makam Mbah Priok di Koja beberapa waktu silam. Kasus seorang perempuan

dewasa dengan kasus gangguan jiwa obsesif kompulsif yang jika dirunut

riwayatnya, dia pernah mengalami pelecehan seksual oleh paman sendiri pada saat

masih berusia 13 tahun. 35

Selain pihak anak banyak yang takut melaporkan peristiwa kekerasan

seksual yang dialaminya karena dirinya diancam dan orang tua beranggapan

bahwa kasus seperti itu aib, sewajarnya juga seorang anak (seseorang dengan usia

di bawah 18 tahun) yang belum berkembang sempurna secara psikoseksual tidak

memahami bahwa dia menjadi korban kekerasan seksual. Akibatnya kekerasan

(46)

seksual terhadap anak merupakan sebuah fenomena gunung es. Berdasarkan

informasi dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial (2008), jumlah anak

jalanan sebesar 232.984 jiwa. Jumlah tersebut cenderung meningkat bila

dibandingkan tahun 2007 sebanyak 104.000 anak dan tahun 2006 sebanyak

144.000 anak.

Dari jumlah tersebut hanya 12% saja yang tertampung dirumah singgah,

sedangkan 50% anak jalanan tinggal bersama orang tuanya. Data dari Yayasan

Cinta Anak Bangsa juga menunjukkan bahwa jumlah anak telantar di Indonesia

ada sekitar 3,3 juta anak dan 160.000 di antaranya adalah anak jalanan.

Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, kasus kekerasan seksual

yang menimpa anak-anak sepanjang 2008 meningkat 30% menjadi 1.555 kasus

atau 4,2 kasus per hari dari 1.194 kasus pada 2007.Menurut catatan Dinas Sosial

Medan, sedikitnya ada 4.023 anak jalanan yang tersebar di 52 wilayah di Medan.

Per definisi, anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada

anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, tetapi masih memiliki

hubungan dengan keluarganya. Sementara Kementerian Sosial RI mendefinisikan

anak jalanan sebagai anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk

mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempattempat umum lain. Ada dua

hipotesis kontradiktif tentang hal ihwal keberadaan anak jalanan di jalanan:

mereka berada di jalan karena memang menikmati berada di jalan atau karena

mereka tidak punya pilihan lain.

Walau pilihan kedua tampaknya menjadi mayoritas, adakalanya kita

(47)

sepenuh hati sehingga bisa dikatakan perasaan semacam itu menyelamatkan

mereka dari “kegilaan” karena getirnya hidup.Sejauh ini anak jalanan tidak bisa

dikatakan berada di jalanan untuk “menikmati” hidup di jalanan yang keji tanpa

fasilitas kecuali kerap mengonsumsi teratur vitamin berupa polusi udara dan suara

karena pada dasarnya mereka selalu menjadi korban. Dengan begitu banyaknya

dasar hukum penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia dan salah satunya

yang utama adalah UU No 23 Tahun 2002 yang juga membahas perlindungan

anak dari kekerasan dan diskriminasi, lantas kenapa jumlah anak jalanan

bertambah?

Kenapa pula pada praktiknya aksi-aksi penanganan anak jalanan masih

dilakukan secara parsial, sektoral, dan terfragmentasi tanpa kesinambungan waktu

yang cukup memadai untuk sebuah program dapat berjalan dan terpantau dengan

evaluasi dari efektivitasnya?

Ilustrasi Kasus Ranah kekerasan terhadap anak dapat terjadi di

jalanan,tetapi juga dapat terjadi di dalam ranah keluarga yang notabene aman dan

nyaman bagi anak. Di jalanan anakanak dipaksa menjadi pengemis, pelacur anak,

pekerja malam,dan lainnya.Untuk ruang keluarga seperti banyak dieksploitasi

oleh sinetron kita adalah contoh bagaimana anak dieksploitasi menjadi pekerja

rumah tangga dan mengalami penganiayaan fisik, juga psikis. Begitu juga

kekerasan seksual terhadap anak yang tidak henti-hentinya terjadi. Babeh alias

Baekuni (48 tahun) mengaku telah membunuh delapan anak jalanan,hampir

(48)

Kasus seperti itu menjadi repetisi dari sebuah kasus klasik yang sempat

menjadi mimpi buruk, yaitu kekejaman Robot Gedek pada pertengahan tahun

sembilan puluhan. Untuk melengkapi ironi dan tragedi dari kebengisan Robot

Gedek, tentu semua korbannya adalah anak jalanan yang sepertinya memang

identik dengan penderitaan. Anak korban pedofilia dapat mengalami gangguan

fisik dan mental. Bila kejadian tersebut disertai paksaan dan kekerasan,tingkat

trauma psikologis yang ditimbulkan lebih berat, bahkan sampai usia dewasa akan

sulit dihilangkan. Gangguan kejiwaan dan berbagai kelainan psikopatologis

lainnya juga tidak terelakkan.

Dikatakan bahwa gangguan pedofilia yang dialami Babe diawali oleh

kejadian dirinya menjadi korban pedofilia di usia remaja. Secara ideal,tentu kita

berharap korban pedofilia dilaporkan. Jika saja korban pedofilia tersebut

terlaporkan atau nyawanya tidak melayang, pendekatan terapi sejak dini harus

segera dilakukan. Masih banyak lagi ragam kondisi kejiwaan yang bisa dialami

oleh anak jalanan yang kadarnya dianggap di atas sekadar juvenile delinquency

(kenakalan remaja) seperti penyalahgunaan zat dengan bahaya mematikan,

gangguan emosi dan perilaku, gangguan afektif seperti depresi, kepribadian

antisosial, perilaku impulsif. Namun cukup dengan menelaah satu kasus Babeh

saja, kita dapat membayangkan betapa berbedanya cara hidup anak pada

umumnya dan anak jalanan.

Anak-anak pada umumnya dapat hidup nyaman dan tenteram dalam

lingkungan keluarga (nature) dengan pola asuh (nurture) yang baik untuk anak,

(49)

utuh.Mereka wajib kebal terhadap risiko atas kekerasan hidup dan pekerjaan fisik

yang tidak terbayangkan dapat diterima oleh anak seusianya. Seolaholah mereka

hidup dengan menggantungkan panjang usia hidupnya pada proses seleksi alam.

Metode Terapeutik Berbagai program telah diciptakan untuk menangani

anak jalanan. Ditjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI

memiliki program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) dengan salah

satu sasaran adalah anak jalanan. Pada April 2012 lalu juga dikatakan bahwa

Kementerian Sosial berencana memberikan bantuan tunai bersyarat yang besarnya

antara Rp900.000 sampai dengan Rp1,8 juta per anak per tahun. Bantuan tunai itu

akan disalurkan melalui lembaga sosial anak yang ditunjuk pemerintah dan harus

digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak jalanan serta meningkatkan

akses mereka ke sarana pelayanan sosial dasar seperti fasilitas pendidikan dan

kesehatan.

Namun, jangan diabaikan bahwa jika jiwanya sudah rapuh, tidak mudah

untuk memenetrasi anak jalanan agar mau belajar dan peduli dengan kesehatan.

Pada shelter ataupun program Kota Layak Anak (KLA) sebagai bagian dari upaya

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,perlu

diselipkan metode terapeutik seperti community intervention strategies yang

ditujukan untuk memperkuat kemampuan dari komunitas untuk meningkatkan

perilaku yang prososial dan mengurangi sikap antisosial dan kenakalan

remaja.Caranya dengan mengombinasikan case management komunitas yang

Referensi

Dokumen terkait