• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA KENAKALAN ANAK JALANAN - Upaya Dan Hambatan Dalam Melakukan Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau Dari Segi Aspek Kriminologi Di Medan Amplas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA KENAKALAN ANAK JALANAN - Upaya Dan Hambatan Dalam Melakukan Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau Dari Segi Aspek Kriminologi Di Medan Amplas"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA KENAKALAN ANAK JALANAN

Kenakalan dalam diri seorang anak merupakan perkara yang lazim terjadi.

Tidak seorangpun yang tidak melewati tahap/fase negrif ini atau sama sekali tidak

melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa

golongan anak jalanan di suatu daerah tertentu saja. Keadaan ini terjadi di setiap

tempat, lapisan dan kawasan masyarakat. Bentuk kenakalan anak jalanan terbagi

mengikuti 3 kriteria, yaitu : 23

“Kebetulan, kadang-kadang, dan sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan tingkat titik patahan yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan Tripartite, yaitu : historis,instinktual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan demgan sebab-musabab terjadinya kenakalan insktiktual bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali anomali dalam dorongan berkelompok”.

Kenakalan terjadi akibat adanya dua unsur yang bertemu, diantaranya

yaitu niat untuk melakukan suatu pelanggaran dan kesempatan untuk

melaksanakan niat tersebut sehingga jika ada salah satu dari kedua unsur tersebut

yang tidak lengkap maka tidak akan terjadi apa-apa. Bila seseorang memiliki niat

untuk melakukan suatu pelanggaran, tetapi dikarenakan tidak adanya kesempatan

untuk melaksanakan niat tersebut maka tidak akan terjadi suatu pelanggaran.

Sebaliknya walaupun ada kesempatan untuk melakukan suatu pelanggaran tetapi

23

(2)

niat untuk melakukan suatu pelanggaran tidak ada maka juga tidak akan terjadi

pelanggaran tersebut. Kedua unsur niat dan kesempatan adalah hal yang sangat

penting dalam hal terjadinya kenakalan anak jalanan.24

1. Teori Biologis

Adapun teori perilaku

kenakalan anak jalanan yang dapat ditinjau dari aspek kriminologi adalah sebagai

berikut:

Tingkah laku kenakalan pada anak dan dapat muncul karena faktor-faktor

fisiologi atau struktur jasmaniah seseorang, juga dapat oleh cacat jasmaniah yang

dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung:

a. Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, dapat juga

disebabkan oleh tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bisa memunculkan

penyimpangan tingkah-laku, dan anak menjadi nakal secara potensial.

b. Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal),

sehingga membuahkan tingkah laku yang nakal.

c. Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang

menimbulkan tingkah laku yang nakal.

2. Teori Psikologis

Teori ini menekankan sebab tingkah laku anak yang nakal dari aspek

psikologis antara lain ciri kepribadian, motivasi, fantasi, rasionalisasi dan

lain-lain. Anak nakal biasa berasal dari kondisi keluarga yang tidak bahagia dan tidak

beruntung sehingga dapat membuahkan masalah psikologis personal dan

penyesuaian diri yang terganggu pada diri anak. Anak akan mencari kompensasi

24

(3)

di luar lingkungan keluarga untuk memecahkan kesulitan batinnya dalam bentuk

perilaku kenakalan. Kenakalan anak merupakan reaksi terhadap masalah psikis

anak itu sendiri.

Anak nakal ini melakukan banyak kejahatan didorong oleh konflik batin

sendiri. Jadi mereka mempraktekkan konflik batinnya untuk mengurangi beban

tekanan jiwa sendiri lewat tingkah laku agresif, impulsif dan primitif. Tingkah

laku yang dilakukan anak biasanya tidak memperdulikan hasil dari kejahatan

tersebut dan tidak menghindarkan diri untuk dikenali oleh orang luar. Jadi mereka

secara kasar dan terang-terangan melakukan tindak kriminal di luar seperti di

jalanan.

3. Teori Sosiogenis

Penyebab tingkah laku yang nakal pada anak adalah murni sosiologis yang

disebabkan oleh pengaruh peranan sosial dan internalisasi yang keliru. Maka

faktor sosial itu sangat mempengaruhi bahkan mendominasi peranan sosial setiap

individu di tengah masyarakat, status individu di tengah kelompoknya partisipasi

sosial dan pendefinisian diri.

Ketidakharmonisan sosial di kota-kota yang berkembang pesat dan

membuahkan banyak tingkah laku yang nakal dan pola kriminal pada anak. Jadi

sebab kejahatan pada anak tidak hanya terletak pada lingkungan keluarga saja

tetapi terutama sekali pada konteks sosialnya. Maka kenakalan anak yang dipupuk

oleh lingkungan sekitar yang buruk dan jahat ditambah dengan kondisi sekolah

yang kurang menarik bagi anak bahkan merugikan perkembangan pribadi anak

(4)

Teori Sutherland menyatakan bahwa anak menjadi nakal disebabkan oleh

partisipasinya di tengah-tengah suatu lingkungan sosial, yang ide dan teknik nakal

tertentu dijadikan sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Karena

itu, semakin lama anak bergaul dan semakin intensif relasinya dengan anak nakal

di jalanan, akan menjadi semakin lama pula proses berlangsungnya proses

identifikasi diri yang negatif. Jadi teori Sutherland menekankan hal-hal yang

dipelajari atau proses pengkondisian terhadap individu anak, serta tipe

kepribadian anak (biasanya dengan mental yang lemah dan tidak terdidik dengan

baik) yang menjalani proses pengkondisian tadi. Khususnya proses pengkondisian

tersebut sangat mudah berlangsung pada anak yang memiliki struktur kejiwaan

yang sangat labil pada periode perkembangan sifatnya.

4. Teori Sub-Kultur Delikuen

Tiga teori yang terdahulu (biologis, psikogenis dan sosiogenis) sangat

populer sampai tahun 50-an. Sejak 1950 ke atas banyak terdapat perhatian pada

aktivitas-aktivitas kelompok yang teroganisir dengan sub-kultur yang disebabkan

oleh:

a. Bertambahnya dengan cepat jumlah kenakalan, dan meningkatnya kualitas

kekerasan serta kekejaman yang dilakukan oleh anak yang memiliki subkultur

yang menyimpang.

b. Meningkatnya jumlah kriminalitas mengakibatnya sangat besarnya kerugian

dan kerusakan secara universal, terutama terdapat di negara-negara industri

(5)

Kultur atau kebudayaan dalam hal ini menyangkut satu kumpulan nilai dan

norma yang menuntut bentuk tingkah laku responsif sendiri yang khas pada

anggota kelompok tadi. Istilah sub mengidentifikasikan bahwa bentuk budaya tadi

bisa muncul di tengah suatu sistem yang lebih inklusif sifatnya.

Menurut teori sub-kultur ini, sumber kenakalan adalah sifat-sifat suatu

struktur sosial dengan pola budaya (sub-kultur) yang khas dari lingkungan

keluarga, tetangga dan masyarakat yang dialami oleh para anak yang nakal

tersebut. Sifat-sifat masyarakat tersebut antara lain adalah:

a) Punya populasi yang padat,

b) Status sosial-ekonomis penghuninya rendah,

c) Kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk,

d) Banyak disorganisasi keluarga dan sosial bertingkat tinggi.

Sumber utama kemunculan kenakalan anak adalah subkultur-subkultur

yang menyimpang dalam konteks yang lebih luas dari kehidupan masyarakat.25

Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga puluh anak jalanan di Medan Amplas

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:26

1. Mengempeskan ban angkutan kota (angkot) apabila tidak diberikan imbalan

setelah membersihkan angkot. Berdasarkan hasil wawancara dengan tujuh

anak jalanan yang bekerja sebagai penyapu angkot.

25

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Anak Jalanan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 25

26

(6)

2. Ngelem ketika tidak sedang bekerja dan berkumpul bersama teman-teman

yang juga ngelem. Berdasarkan hasil wawancara dengan lima anak jalanan

yang bekerja sebagai pemulung.

3. Mengejek dan menyoraki penumpang yang berada di dalam angkutan kota

(angkot) jika tidak diberi uang dari hasil mengamen. Berdasarkan hasil

wawancara dengan delapan anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen.

4. Berjudi di Terminal Amplas ketika sedang mengisi waktu luang istirahat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan enam anak jalanan yang bekerja sebagai

pedagang asongan.

5. Merusak atau menggores cat mobil ketika tidak diberi uang saat meminta di

jalanan. Berdasarkan hasil wawancara dengan empat anak jalanan yang

bekerja sebagai pengemis.

Adapun hal yang melatarbelakangi anak turun ke jalanan adalah sebagai

berikut:

C. Faktor Internal

Faktor penyebab kenakalan anak jalanan yaitu karena kehidupannya di

jalanan yang membuat hidupnya seperti tidak layak, dan merasa terasing apabila

dibandingkan dengan kehidupan anak-anak lainnya. Faktor internal atau faktor

endogen berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak

sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Tingkah laku mereka itu merupakan

reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar, dalam bentuk

ketidakmampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.

(7)

pembelaan diri yang salah atau tidak rasional dalam wujud kebiasaan mal-adaptif,

agresi dan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan hukum formal,

diwujudkan dalam bentuk kejahatan, kekerasan, kebiasaan berkelahi massal dan

sebagainya.27

Faktor-faktor internal penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan

adalah sebagai berikut:

1. Usia

Faktor usia menjadi faktor internal karena usia memiliki hubungan atau

keterkaitan antara kemampuan berpikir dan bertindak bahkan sering pula

menghendaki adanya suatu perlakuan yang berlainan. Sehubungan dengan itu

ada pendapat yang mengatakan bahwa, usia seseorang adalah faktor yang

penting dalam penyebab timbulnya kenakalan: “age is an importance factor in

the causation of crime”. Usia seseorang anak di dalam suatu kehidupan

tertentu, membawa gejala-gejala perbuatan tertentu pula.

2. Jenis Kelamin

Kenakalan anak jalanan dapat dilakukan baik oleh anak laki-laki maupun oleh

anak perempuan, sekalipun dalam prakteknya jumlah anak laki-laki yang

melakukan kenakalan jauh lebih banyak daripada anak perempuan pada batas

usia tertentu. Adanya perbedaan jenis kelamin, seperti juga halnya dengan

perbedaan usia menimbulkan perbedaan sifat dan perbedaan tersebut

27

(8)

mengakibatkan pula perbedaan, tidak hanya dalam jumlah kenakalan

semata-mata akan tetapi juga dalam jenis kenalakannya.28

3. Konflik Batiniah

Konflik batiniah adalah pertentangan antara dorongan infantil

kekanak-kanakan melawan pertimbangan yang lebih rasional. Kemudian terjadilah

banyak ketegangan jiwa dan kecemasan, sehingga menghambat atau

membelokkan adaptasi anak terhadap tuntutan lingkungan sehingga membuat

anak-anak lebih sering di jalanan.

4. Pemasukan Intrapsikis yang Keliru

Pemasukan intrapsikis yang keliru terhadap segala pengalaman, sehingga

terjadi harapan palsu, fantasi, ilusi, kecemasan (sifatnya semu, tetapi dihayati

oleh anak sebagai kenyataan). Sebagai akibatnya, anak mereaksi dengan pola

tingkah laku yang salah seperti apatisme, putus asa dan pelarian diri keluar

dari rumah di jalanan.

5. Reaksi Frustasi Negatif

Menggunakan reaksi frustasi negatif yaitu dengan menggunakan mekanisme

pelarian dan pembelaan diri yang salah, lewat cara-cara penyelesaian yang

tidak rasional. Anak mencoba membela diri dan kelemahan sendiri dengan

menggunakan bermacam-macam reaksi dan perilaku tidak wajar.

6. Gangguan Berpikir

Berpikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi

(9)

memecahkan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Anak yang sehat

dalam berpikir pasti mampu memperbaiki kekeliruan sendiri dengan jalan

berpikir logis dan mampu membedakan fantasi dari kenyataan sehingga tidak

menimbulkan reaksi dan tingkah laku yang bisa menjadi liar tidak terkendali

dimana saja begitu juga di jalanan.

7. Gangguan Perasaan/Emosional

Perasaan/emosional memberikan nilai pada situasi kehidupan, dan

menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan. Perasaan

bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan

manusia. Jika semua keinginan terpuaskan, anak merasakan senang dan

bahagian dan sebaliknya jika keinginan tidak terpenuhi maka anak akan

mengalami kekecewaan sehingga dapat melakukan tindak kenakalan.29

8. Impian Kebebasan

Berbagai masalah yang dihadapi anak di dalam keluarga dapat menimbulkan

pemberontakan di dalam dirinya dan berusaha mencari jalan keluar. Dunia

jalanan dianggap anak dapat menjadi alternatif termudah untuk mendapatkan

kebebasan. Ketika akhirnya mereka tiba di jalanan, bukan berarti mereka bisa

lepas dari masalahnya, justru berbagai masalah yang lebih berat harus mereka

hadapi.

9. Ingin memiliki Uang Sendiri

Alasan anak pergi ke jalanan juga karena ingin memiliki uang sendiri.

Berbeda dengan faktor dorongan dari orang tua, uang yang didapatkan oleh

29

(10)

anak biasanya digunakan untuk keperluan anak sendiri. Meskipun anak

memberikan sebagian uangnya kepada orangtua mereka, hal ini lebih bersifat

sukarela dan tidak memiliki dampak buruk terhadap anak apabila tidak

memberi sebagian uangnya kepada orangtua atau keluarga mereka.

D. Faktor Eksternal

Kenakalan anak jalanan yang sering terjadi di dalam masyarakat bukanlah

suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan anak jalanan tersebut timbul karena

adanya beberapa sebab. Perbuatan tersebut menimbulkan keresahan sosial

sehingga mengganggu stabilitas lingkungan sekitarnya. Faktor eksternal atau

faktor eksogen adalah semua pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku

tertentu pada anak. Kelakuan anak jalanan yang melawan norma sosial dan

bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku dapat disebabkan beberapa

faktor dari luar diri anak tersebut yaitu:

1. Faktor Keluarga

Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses

sosialisasi pribadi anak. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak

baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak. Keluarga juga menjadi

tolak ukur menilai kepribadian dan keberadaan anak di luar lingkungan keluarga.

Di dalam keluarga, seorang anak belajar memegang peranan sebagai seorang

makhluk sosial yang memiliki norma-norma dan kecakapan tertentu di dalam

pergaulannya dengan masyarakat lingkungannya. Keluarga yang baik adalah

(11)

seseorang anak erat hubungannya dengan pengertian yang dimiliki oleh kedua

orang tuanya tentang makna hidup berkeluarga, terutama dalam hal pendidikan

bagi anak. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku anak oleh

keluarga:

a. Rumah tangga yang berantakan dan dipenuhi konflik yang serius membuat

keharmonisan menjadi pecah. Anak menjadi sangat bingung dan merasakan

ketidakpuasan emosional serta batin anak menjadi sangat tertekan, sangat

menderita, merasa malu akibat ulah orang tua mereka. Kemudian banyak

konflik yang dilakukan anak karena ingin melampiaskan kemarahan dan

agresifitasnya keluar. Mereka menjadi nakal, urakan, berandalan dan tidak

mau mengenal lagi aturan dan norma sosial, bertingkah laku semau sendiri,

membuat onar di jalanan dan suka berkelahi.

b. Perlindungan yang berlebihan dari orang tua membuat anak selalu bergantung

pada bantuan orang tua, merasa cemas dan bimbang ragu dan kepercayaan

dirinya tidak berkembang karena terlalu dimanjakan. Anak akan merasa

lemah, patah semangat, takut secara berlebihan dan tidak berani berbuat

sesuatu jika tanpa bantuan orang tuanya. Sebagai akibatnya, ada kalanya anak

melakukan identifikasi total terhadap kelompoknya dan secara tidak sadar

melakukan tindakan ‘ugal-ugalan’ serta suka berkelahi untuk

menyembunyikan kekerdilan hati dalam kondisi batin putus-asa.

c. Penolakan dari orang tua membuat timbulnya kekalutan jiwa pada diri anak.

Anak mengalami ketegangan batin, konflik yang terbuka maupun tertutup dan

(12)

jiwa-raga anak. Anak tidak pernah merasakan kasih sayang, perhatian dan

perlindungan orang tua. Akibatnya, anak akan melakukan semuanya sesuai

keinginannya sendiri sebagai bentuk kekesalan hati mereka bahkan ada di

antara mereka yang melakukan usaha bunuh diri.

d. Pengaruh buruk dari orang tua bisa memberikan pengaruh menular kepada

anak. Orang tua yang melakukan tindak kriminal (senang berjudi, sering

mabuk-mabukan, korupsi, bertingkah sewenang-wenang dan sebagainya) akan

membuat anak menjadi ikut-ikutan perilaku orang tuanya. Anak secara

otomatis dan tidak sadar akan menerima dan menyalurkan kebiasan dan

tingkah laku buruk orang tua kepada orang yang ada di dekatnya. Sehingga

anak menjadi sewenang-wenang, agresif, suka menggunakan kekerasan dan

perkelahian sebagai senjata penyelesaian.30

2. Faktor Sekolah

Sekolah adalah tempat anak mendapatkan pendidikan nasional secara

formal dengan kesungguhannya melaksanakan tugas untuk mewujudkan tujuan

pendidikan. Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia

Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha

Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bertanggung jawab dan

sehat secara jasmani serta rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu

menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada tanah air, mempertebal

(13)

dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya

diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif.

Dalam konteks ini sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua

setelah lingkungan keluarga bagi anak. Dalam masa di sekolah pada umumnya

anak akan berinteraksi dengan sesamanya. Interaksi yang dilakukan di sekolah

sering menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental

sehingga anak melakukan kenakalan. Anak-anak yang memasuki sekolah tidak

semua berwatak baik dan ada yang berasal dari keluarga yang kurang

memperhatikan kepentingan anak dalam belajar yang kerap kali berpengaruh pada

teman yang lain. Sesuai dengan keadaan seperti ini sekolah sebagai tempat

pendidikan anak-anak dapat menjadi sumber konflik-konflik psikologis yang pada

prinsipnya memudahkan anak menjadi nakal.

Dewasa ini sering terjadi perlakuan guru yang tidak adil, hukuman/sanksi

yang kurang menunjang tercapainya tujuan pendidikan, ancaman yang tiada

putus-putusnya disertai disiplin yang terlalu ketat membuat ketidakharmonisan

antara guru dan anak didik. Proses pendidikan yang kurang menguntungkan bagi

perkembangan jiwa anak kerap kali memberi pengaruh langsung atau tidak

langsung terhadap anak di sekolah sehingga dapat menimbulkan kenakalan

anak.31

3. Faktor Masyarakat

Masyarakat adalah keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas

sifatnya tersusun dari berbagai sistem dan sub sistem salah satunya adalah

31

(14)

keluarga. Lingkungan masyarakat tidak selalu baik dan menguntungkan bagi

pendidikan dan perkembangan anak. Anak sebagai anggota masyarakat selalu

mendapat pengaruh dari keadaan lingkungan masyarakat baik secara langsung dan

tidak langsung. Lingkungan masyarakat adakalanya dihuni oleh orang dewasa

serta anak muda kriminal dan anti-sosial, yang bisa merangsang timbulnya reaksi

emosional buruk pada anak puber yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak

akan mudah terpengaruh oleh pola kriminal, asusila dan anti-sosial yang

dilakukan oleh lingkungan sekitarnya. Pola hidup dan kebiasaan oleh kelompok

orang dewasa kriminal banyak ditirukan oleh anak muda berandalan, baik yang

masih bersekolah maupun yang putus sekolah.32

Pada dasarnya kondisi ekonomi global memiliki hubungan yang erat

dengan timbulnya kenakalan anak. Di dalam kehidupan sosial adanya kekayaan

dan kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa anak sebab akan

mempengaruhi keadaan jiwa anak. Dalam kenyataannya ada sebagian anak miskin

yang memiliki perasaan rendah diri dalam masyarakat sehingga anak tersebut

melakukan perbuatan melawan hukum terhadap hak milik orang lain dan biasanya

hasil perbuatan tersebut mereka gunakan untuk bersenang-senang.

Era globalisasi membawa nilai baru ke dalam kehidupan masyarakat kita

berupa kebebasan, pergeseran nilai-nilai moral dan semakin kompleksnya

tantangan kehidupan. Adanya perubahan nilai-nilai global yang negatif akan

mempengaruhi tingkah laku anak sehingga dapat menyebabkan anak melakukan

(15)

Persoalan anak jalanan memang sangat serius mengingat bahwa masalah

anak jalanan merupakan masalah kota yang harus ditangani bersamaan dengan

masalah sosial lainnya.33

Apa yang menyebabkan anak turun ke jalanan? Kepingin bebas, bosan di

rumah, nambah-nambah pergaulan, nambah uang jajan34

33

Sudarsono, Op.Cit., hal. 134

Kapan pertama kali anak

turun ke jalanan? Sewaktu SD umur 8 tahun sesudah putus sekolah. Siapa yang

mengajak anak turun ke jalanan? Yang mengajak adalah mama dengan alasan cari

uang biar ada untuk dimakan, dan lama-kelaman menjadi nyaman menjadi anak

jalanan, dan ikut-ikutan teman. Sudah berapa lama anak hidup di jalanan? Jawab :

Dari mulai kecil, 9 tahun sudah hidup dijalan dan di terminal Apakah anak jalanan

tersebut masih menjalani pendidikan formal? Tidak sekolah lagi, kelas 2 SD

sudah putus sekolah. Karena faktor tidak ada uang keluarga. Dan apabila

disekolahkan saya tidak mau lagi, karena sudah lebih enak hidup dijalan.

Bagaimana respon orang tua terhadap kelakuan anak yang turun ke jalanan?

Tidak marah dan biasa saja. Selama di jalanan, apa saja yang dilakukan anak

tersebut? Nyapu angkot, cuci angkot, dan saya tidak mengelem, saya orang

baik-baik bang, hanya nasib kehidupan saya aja yang tidak baik-baik. Apakah ada hasil yang

didapatkan dari kegiatan di jalanan dan jika ada diberikan kepada siapa? Hasil

yang didapat uang. Pendapatan tergantung (tidak menentu) Rp

2000-3000/Angkot. Kalau ditotal Rp 40.000/hari kadang-kadang lebih. Uang yang

didapat dari hasil nyapu diangkot sebagian diberikan kepada mama dan sisanya

saya habiskan diluar.

34

(16)

Bagaimana pandangan masyarakat sekitar tentang kehidupan anak

jalanan? Tidak marah tidur didepan rumahnya, asal tidak membuat onar. Dan

merasa aman-aman saja karena rumahnya dijaga. Apabila sudah bekerja menyapu

angkot tidak dikasi uang oleh supir angkot apa tindakan kalian lakukan ?

Memandanginya berharap dikasi uang, apabila sudah beberapa kali dibersihkan

angkotnya dan tidak diberi uang maka saya memakinya dan terkadang

Referensi

Dokumen terkait

Apabila yang diukur adalah self-control skripsi dan prokrastinasi skripsi, korelasi yang dihasilkan bisa jadi bukan disebabkan adanya korelasi antara variabel

07 Ngegong, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar Program Studi/Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam. NIM

Berdasarkan hasil pengukuran Etat luas diperoleh hasil Etat luas pada lokasi praktikum manajemen dan perencanaan sumber daya hutan ini sebesar

Data used in this study have been obtained from Economic Survey of Pakistan (various issues), Economic Survey of India (various issues), World Investment Report

Rata-rata lama menginap tamu (RLMT) Asing dan Indonesia pada hotel berbintang di Sumatera Barat bulan Juli 2014 selama 1,62 hari, naik 0,03 hari bila dibandingkan

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014.. PARTAI

Advá Mendes Silva –

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014.. PARTAI