PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON
17αα-METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN
IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.)
Oleh :
M. Fauzan Adam
C01400049
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON 17αα METILTESTOSTERON
PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN
IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.)
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
Skripsi ini.
Bogor, Desember 2005
PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON
17αα-METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN
IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
M. Fauzan Adam
C01400049
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
SKRIPSI
Judul : PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON 17α-
METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN
IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.)
Nama Mahasiswa : M. Fauzan Adam
Nomor Pokok : C01400049
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Akuakultur
Disetujui,
Pembimbing I
Dr. Odang Carman NIP. 131 578 847
Pembimbing II
Harton Arfah, M.Si NIP. 131 953 484
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Kadarwan Soewandi NIP. 130 805 0
6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 10 April 1982 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan M. Taufiq Aziz dan Merry Meilani.
Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di TK Mekarsari pada tahun 1986,
dan kemudian dilanjutkan di SD Islam Panglima Besar Jendral Soedirman
(1988-1994). Pada tahun 1994-1997 penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di
SLTP Negeri 103, Jakarta Timur, dan pada tahun 1997-2000 melanjutkan
pendidikan di SMU Negeri 99, Jakarta Timur.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian
Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun 2000 dan memilih program studi
Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Penulis pernah melakukan magang kerja di Instalasi Perikanan Air Tawar,
Depok (2002) serta melaksanakan Prakte k Kerja Lapangan di Taman Akuarium
Air Tawar-Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta pada tahun 2003. Penulis juga
menjadi Asisten Luar Biasa pada Mata Kuliah Avertebrata Air (2002/2004) serta
Dasar-dasar Genetika Ikan (2003/2004).
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Pakan
Berhormon 17αα- Metiltestosteron Pada Dosis 30, 40, dan 50 mg/kg Pakan
7 KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya pantas penulis tujukan pada Allah SWT
atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sangat
tulus kepada:
1. Bapak Dr. Odang Carman dan Bapak Harton Arfah M.Si., selaku dosen
pembimbing yang dengan kesabarannya telah memberikan bimbingan,
petunjuk serta masukan dalam melaksanakan penelitian dan proses
penulisan skripsi ini.
2. Ibu Mia Setiawati, M.Si. yang telah berkenan menjadi dosen penguji tamu
dan masukan yang bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Kukuh Nirma la selaku pembimbing akademik penulis yang
selama masa perkuliahan telah memberikan bimbingan, masukan serta
saran dalam, menjalani proses perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.
4. Kedua orang tuaku tercinta (Papah dan Mamah), serta kedua adik-adikku
tersayang (Faridz dan Lila) yang senantiasa memberikan dorongan serta
dukungan yang tak henti-hentinya, baik melalui doa, tenaga, dan hati.
5. Keluarga besar (alm.) H. Ibrahim Aziz atas dorongan serta doa selama
proses penelitian serta penyelesaian skripsi ini.
6. Teman-teman seperjuangan di Gerbong Terakhir BDP 37’ (Danny, Kadir,
Jafar, Endri, Corro), Adith, Ekky, Ridu, Felix, Eko, Callie, Iwa, Jartik, Zae,
Hadi, Rio, Gunawan serta seluruh rekan-rekan yang telah memberikan
dukungan, bantuan, masukan dan sebuah pertan yaan yang selalu
membuat saya sadar untuk menyelesaikan Skripsi ini. Serta untuk semua
teman-teman 37’ yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu.
7. Mbak Lina di Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Pak
Wasjan di Laboratorium Nutrisi Ikan, serta Pak Ranta di Laboratorium
Kesehatan Ikan FPIK-IPB atas segala bantuannya selama penulis
8 8. Teman-teman di keluarga besar milis Putuss_Jia_You-Prambors (thanks
for the madness we’ve made… you guys totally ROCKSS!!) dan, Bloggers
Family atas dorongan, bantuan, inspirasi serta usaha mengingatkan
penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini pada setiap kesempatan.
9. Semua pihak yang telah turut membantu sampai penulisan skripsi ini
selesai.
Akhir kata, penulis berharap penelitian ini dapat memberi informasi serta
manfaat bagi penulis serta bagi yang membutuhkan.
Bogor, Desember
2005
9 M. Fauzan Adam. C01400049. Pengaruh Pemberian Pakan Berhormon 17αα- Metiltestosteron Pada Dosis 30, 40, dan 50 mg/kg Pakan Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Luo Han (Cichlasoma spp.). Dibawah bimbingan Odang Carman, dan Harton Arfah
RINGKASAN
Ikan luo han (Cichlasoma spp.) yang merupakan salah satu jenis ikan hias yang bernilai ekonomis cukup tinggi, ikan jantannya jika dilihat secara
morfologis memiliki kelebihan dalam hal warna serta bentuk tubuh dibandingkan
ikan betinanya. Hal ini menyebabkan kebanyakan konsumen lebih tertarik untuk
memiliki ikan jantan dibandingkan ikan betina. Oleh karena itu, dalam proses
pembudidayaannya, kelamin yang ingin diproduksi oleh petani ikan hias dalam
jumlah besar adalah ikan jantan.
Salah satu cara untuk menunjang terwujudnya hal tersebut adalah
dengan membudidayakan ikan secara monoseks. Ada dua macam metode yang
sering dilakukan dalam aplikasi penyediaan populasi monoseks jantan namun
dalam penelitian ini hanya satu jenis metode saja yang akan digunakan yaitu,
proses pembalikan kelamin dengan menggunakan hormon steroid androgen
tertentu untuk merangsang terjadinya perubahan secara fenotip dari betina
menjadi jantan.
Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh
pemberian pakan yang mengandung hormon 17α-metiltestosteron (MT) pada
dosis 30, 40 dan 50 mg /kg pakan selama 4 minggu terhadap nisbah kelamin ikan
luo han (Cichlasoma spp.).
Percobaan ini dilakukan di Perum. Buana Asri, Kav. 26, Cimanggis-Depok
dan Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dari
bulan Februari hingga Juli 2005.
Percobaan ini dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) dan
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok perlakuan yang berbeda dengan 1 kontrol
yang didasarkan pada dosis pemberian hormon yaitu A (30 mg/kg pakan), B (40
mg/kg pakan), C (50 mg/kg pakan) serta D (kontrol) dan masing-masing di ulang
sebanyak 3 kali. Ikan uji yang digunakan untuk percobaan ini adalah larva ikan
10 dan Depok. Untuk 3 perlakuan dan 1 kontrol dengan 3 ulangan, total larva yang
digunakan sebanyak 1200 larva. Larva yang digunakan memiliki panjang total
rata-rata sebesar 10,23 mm. Ikan diberi pakan yang sudah ditambahkan hormon
sedangkan untuk ikan kontrol diberikan pakan tanpa hormon (dosis 0 mg/kg
pakan) selama 4 minggu dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari (pada pukul
07.00, 10.00, 13.00, dan 16.00) secara ad libitum.
Pengamatan jenis kelamin dilakukan setelah ikan berumur 4 bulan
dengan cara pengambilan gonad sebanyak 30 ekor per kelompok ulangan,
diwarnai dengan larutan asetokarmin dan diamati di bawah mikroskop.
Parameter yang diamati terdiri atas nisbah kelamin yang dihasilkan,
kelangsungan hidup, serta kualitas air. Data yang didapatkan kemudian dianalisa
secara statistik.
Persentase rata-rata jenis kelamin jantan tertinggi didapat pada sampel
ikan dalam perlakuan B (dosis hormon 40 mg/kg pakan) yaitu sebesar 66,67 %.
Jumlah persentase rata-rata ikan jantan pada kelompok perlakuan A, C, dan
kontrol D adalah 57,77 %, 56,67 %, dan 37,78 %. Ikan yang memiliki kelamin
hermaprodit ditemukan pada 3 perlakuan yaitu perlakuan A, B, dan C.
Sedangkan untuk kontrol (D), tidak ditemukan individu dengan kelamin
hermaprodit. Persentase hermaprodit tertinggi didapatkan pada perlakuan C
(dosis hormon 50 mg/kg pakan) sebesar 11,11 %.
Tingginya persentase jantan pada perlakuan B (dosis hormon 40 mg/kg
pakan) dibandingkan dengan perlakuan yang lain menunjukkan bahwa perlakuan
B merupakan perlakuan yang terbaik dalam meningkatkan nisbah kelamin ikan
jantan.
Persentase tingkat kelangsungan hidup ikan luo han selama perlakuan
pada dosis 0 (kontrol), 30, 40, serta 50 mg/kg pakan berturut-turut sebesar 77,7
%, 82,3 %, 68,0 %, dan 76,3 %. Pemberian hormon 17α-metiltestosteron selama
4 minggu hingga dosis 50 mg/kg pakan tidak mempengaruhi kelangsungan hidup
ikan.
PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON
17αα-METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN
IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.)
Oleh :
M. Fauzan Adam
C01400049
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON 17αα METILTESTOSTERON
PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN
IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.)
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
Skripsi ini.
Bogor, Desember 2005
PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON
17αα-METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN
IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
M. Fauzan Adam
C01400049
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
SKRIPSI
Judul : PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON 17α-
METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN
IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.)
Nama Mahasiswa : M. Fauzan Adam
Nomor Pokok : C01400049
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Akuakultur
Disetujui,
Pembimbing I
Dr. Odang Carman NIP. 131 578 847
Pembimbing II
Harton Arfah, M.Si NIP. 131 953 484
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Kadarwan Soewandi NIP. 130 805 0
6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 10 April 1982 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan M. Taufiq Aziz dan Merry Meilani.
Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di TK Mekarsari pada tahun 1986,
dan kemudian dilanjutkan di SD Islam Panglima Besar Jendral Soedirman
(1988-1994). Pada tahun 1994-1997 penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di
SLTP Negeri 103, Jakarta Timur, dan pada tahun 1997-2000 melanjutkan
pendidikan di SMU Negeri 99, Jakarta Timur.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian
Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun 2000 dan memilih program studi
Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Penulis pernah melakukan magang kerja di Instalasi Perikanan Air Tawar,
Depok (2002) serta melaksanakan Prakte k Kerja Lapangan di Taman Akuarium
Air Tawar-Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta pada tahun 2003. Penulis juga
menjadi Asisten Luar Biasa pada Mata Kuliah Avertebrata Air (2002/2004) serta
Dasar-dasar Genetika Ikan (2003/2004).
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Pakan
Berhormon 17αα- Metiltestosteron Pada Dosis 30, 40, dan 50 mg/kg Pakan
7 KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya pantas penulis tujukan pada Allah SWT
atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sangat
tulus kepada:
1. Bapak Dr. Odang Carman dan Bapak Harton Arfah M.Si., selaku dosen
pembimbing yang dengan kesabarannya telah memberikan bimbingan,
petunjuk serta masukan dalam melaksanakan penelitian dan proses
penulisan skripsi ini.
2. Ibu Mia Setiawati, M.Si. yang telah berkenan menjadi dosen penguji tamu
dan masukan yang bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Kukuh Nirma la selaku pembimbing akademik penulis yang
selama masa perkuliahan telah memberikan bimbingan, masukan serta
saran dalam, menjalani proses perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.
4. Kedua orang tuaku tercinta (Papah dan Mamah), serta kedua adik-adikku
tersayang (Faridz dan Lila) yang senantiasa memberikan dorongan serta
dukungan yang tak henti-hentinya, baik melalui doa, tenaga, dan hati.
5. Keluarga besar (alm.) H. Ibrahim Aziz atas dorongan serta doa selama
proses penelitian serta penyelesaian skripsi ini.
6. Teman-teman seperjuangan di Gerbong Terakhir BDP 37’ (Danny, Kadir,
Jafar, Endri, Corro), Adith, Ekky, Ridu, Felix, Eko, Callie, Iwa, Jartik, Zae,
Hadi, Rio, Gunawan serta seluruh rekan-rekan yang telah memberikan
dukungan, bantuan, masukan dan sebuah pertan yaan yang selalu
membuat saya sadar untuk menyelesaikan Skripsi ini. Serta untuk semua
teman-teman 37’ yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu.
7. Mbak Lina di Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Pak
Wasjan di Laboratorium Nutrisi Ikan, serta Pak Ranta di Laboratorium
Kesehatan Ikan FPIK-IPB atas segala bantuannya selama penulis
8 8. Teman-teman di keluarga besar milis Putuss_Jia_You-Prambors (thanks
for the madness we’ve made… you guys totally ROCKSS!!) dan, Bloggers
Family atas dorongan, bantuan, inspirasi serta usaha mengingatkan
penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini pada setiap kesempatan.
9. Semua pihak yang telah turut membantu sampai penulisan skripsi ini
selesai.
Akhir kata, penulis berharap penelitian ini dapat memberi informasi serta
manfaat bagi penulis serta bagi yang membutuhkan.
Bogor, Desember
2005
9 M. Fauzan Adam. C01400049. Pengaruh Pemberian Pakan Berhormon 17αα- Metiltestosteron Pada Dosis 30, 40, dan 50 mg/kg Pakan Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Luo Han (Cichlasoma spp.). Dibawah bimbingan Odang Carman, dan Harton Arfah
RINGKASAN
Ikan luo han (Cichlasoma spp.) yang merupakan salah satu jenis ikan hias yang bernilai ekonomis cukup tinggi, ikan jantannya jika dilihat secara
morfologis memiliki kelebihan dalam hal warna serta bentuk tubuh dibandingkan
ikan betinanya. Hal ini menyebabkan kebanyakan konsumen lebih tertarik untuk
memiliki ikan jantan dibandingkan ikan betina. Oleh karena itu, dalam proses
pembudidayaannya, kelamin yang ingin diproduksi oleh petani ikan hias dalam
jumlah besar adalah ikan jantan.
Salah satu cara untuk menunjang terwujudnya hal tersebut adalah
dengan membudidayakan ikan secara monoseks. Ada dua macam metode yang
sering dilakukan dalam aplikasi penyediaan populasi monoseks jantan namun
dalam penelitian ini hanya satu jenis metode saja yang akan digunakan yaitu,
proses pembalikan kelamin dengan menggunakan hormon steroid androgen
tertentu untuk merangsang terjadinya perubahan secara fenotip dari betina
menjadi jantan.
Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh
pemberian pakan yang mengandung hormon 17α-metiltestosteron (MT) pada
dosis 30, 40 dan 50 mg /kg pakan selama 4 minggu terhadap nisbah kelamin ikan
luo han (Cichlasoma spp.).
Percobaan ini dilakukan di Perum. Buana Asri, Kav. 26, Cimanggis-Depok
dan Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dari
bulan Februari hingga Juli 2005.
Percobaan ini dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) dan
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok perlakuan yang berbeda dengan 1 kontrol
yang didasarkan pada dosis pemberian hormon yaitu A (30 mg/kg pakan), B (40
mg/kg pakan), C (50 mg/kg pakan) serta D (kontrol) dan masing-masing di ulang
sebanyak 3 kali. Ikan uji yang digunakan untuk percobaan ini adalah larva ikan
10 dan Depok. Untuk 3 perlakuan dan 1 kontrol dengan 3 ulangan, total larva yang
digunakan sebanyak 1200 larva. Larva yang digunakan memiliki panjang total
rata-rata sebesar 10,23 mm. Ikan diberi pakan yang sudah ditambahkan hormon
sedangkan untuk ikan kontrol diberikan pakan tanpa hormon (dosis 0 mg/kg
pakan) selama 4 minggu dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari (pada pukul
07.00, 10.00, 13.00, dan 16.00) secara ad libitum.
Pengamatan jenis kelamin dilakukan setelah ikan berumur 4 bulan
dengan cara pengambilan gonad sebanyak 30 ekor per kelompok ulangan,
diwarnai dengan larutan asetokarmin dan diamati di bawah mikroskop.
Parameter yang diamati terdiri atas nisbah kelamin yang dihasilkan,
kelangsungan hidup, serta kualitas air. Data yang didapatkan kemudian dianalisa
secara statistik.
Persentase rata-rata jenis kelamin jantan tertinggi didapat pada sampel
ikan dalam perlakuan B (dosis hormon 40 mg/kg pakan) yaitu sebesar 66,67 %.
Jumlah persentase rata-rata ikan jantan pada kelompok perlakuan A, C, dan
kontrol D adalah 57,77 %, 56,67 %, dan 37,78 %. Ikan yang memiliki kelamin
hermaprodit ditemukan pada 3 perlakuan yaitu perlakuan A, B, dan C.
Sedangkan untuk kontrol (D), tidak ditemukan individu dengan kelamin
hermaprodit. Persentase hermaprodit tertinggi didapatkan pada perlakuan C
(dosis hormon 50 mg/kg pakan) sebesar 11,11 %.
Tingginya persentase jantan pada perlakuan B (dosis hormon 40 mg/kg
pakan) dibandingkan dengan perlakuan yang lain menunjukkan bahwa perlakuan
B merupakan perlakuan yang terbaik dalam meningkatkan nisbah kelamin ikan
jantan.
Persentase tingkat kelangsungan hidup ikan luo han selama perlakuan
pada dosis 0 (kontrol), 30, 40, serta 50 mg/kg pakan berturut-turut sebesar 77,7
%, 82,3 %, 68,0 %, dan 76,3 %. Pemberian hormon 17α-metiltestosteron selama
4 minggu hingga dosis 50 mg/kg pakan tidak mempengaruhi kelangsungan hidup
ikan.
11 DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR GAMBAR ……….……… v
DAFTAR LAMPIRAN ………..… vi
I. PENDAHULUAN ………..………. 1
1.1 Latar belakang ………..………...……… 1
1.2 Tujuan ……….……….. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ………...…...…… 3
III. METODOLOGI ………...……… 10
3.1 Waktu dan tempat ……… 10
3.2 Alat dan bahan ……….……….…… 10
3.2.1 Wadah dan alat ……….………. 10
3.2.2 Ikan uji ……….….… 10
3.2.3 Hormon ………..…….. 10
3.2.4 Makanan ikan ……….……….…… 10
3.2.5 Larutan asetokarmin ………..……… 11
3.3 Rancangan percobaan ……….….. 11
3.4 Prosedur percobaan ……….….. 12
3.5 Pengamatan ………..………… 13
3.6 Analisis data ……….………….………… 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………..……….. 15
4.1 Hasil percobaan ………..……. 15
4.1.1 Identifikasi kelamin ………..……… 15
4.1.2 Nisbah kelamin ………...……….……... 17
4.1.3 Kelangsungan hidup ………...…. 18
4.2 Pembahasan ………..………… 19
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………..….. 22
5.1 Kesimpulan ……….... 22
5.2 Saran ………...… 22
DAFTAR PUSTAKA ……….. 23
12 DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1. Ikan luo han jantan ……….……….. 3
2. Rumus bangun kimia hormon 17á-metiltestosteron ……….….. 6
3. Proses pengambilan gonad pada ikan luo han ………... 15
4. Jaringan gonad pada individu betina ………..…….….. 16
5. Jaringan gonad pada individu jantan ………..………... 16
6. Jaringan gonad pada individu hermaprodit ……….……..…..……. 17
7. Rata-rata nisbah kelamin jantan ikan luo han ………. 17
8. Rata-rata nisbah kelamin ikan luo han ………. 18
13 DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
1. Hasil pemeriksaan gonad ikan luo han ………... 25
2. Tabel sidik ragam jenis kelamin jantan ikan luo han ……….…. 25
3. Tingkat kelangsungan hidup ikan luo han ……….….. 26
4. Tabel sidik ragam tingkat kelangsungan hidup ikan luo han ……….... 26
5. Suhu selama berlangsungnya penelitian ……….….... 27
14 I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Salah satu tujuan usaha budidaya ikan (akuakultur) baik itu usaha ikan
hias maupun ikan konsumsi adalah untuk menghasilkan produksi benih yang
memiliki kualitas yang baik serta kuantitas yang cukup besar. Dalam usaha
pembenihan ikan, jenis kelamin ikan merupakan hal yang sangat penting untuk
diketahui. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan pada kelamin jantan dan
betina dalam hal kecepatan pertumbuhan, tingkah laku, waktu pencapaian
kedewasaan, warna, bentuk serta ukuran individu maksimum yang dapat dicapai
(Sumantadinata, 1988).
Pada 3 tahun terakhir ini, usaha budidaya ikan luo han (Cichlasoma spp.) mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dikarenakan permintaan
ikan luo han terus meningkat secara stabil diikuti dengan berkembangnya
pandangan estetis masyarakat pada ikan hias serta meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan objek rekreasi.
Ikan luo han (Cichlasoma spp.) yang merupakan salah satu jenis ikan hias yang bernilai cukup tinggi, ikan jantannya jika dilihat secara morfologis
memiliki kelebihan dalam hal warna serta bentuk tubuh dibandingkan ikan
betinanya. Hal ini menyebabkan kebanyakan konsumen lebih tertarik untuk
memiliki ikan jantan dibandingkan ikan betina. Oleh karena itu, dalam proses
pembudidayaannya, kelamin yang ingin diproduksi oleh petani ikan hias dalam
jumlah besar adalah ikan jantan.
Sehubungan dengan hal tersebut berbagai upaya telah dicoba untuk
memperoleh populasi kelamin tunggal atau (monosex population). Usaha tersebut telah dilakukan pada beberapa jenis ikan tertentu. Salah satunya adalah
kerabat dekat ikan luo han yang masih berada dalam famili yang sama Cichlidae
yaitu ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dikenal cepat dan mudah berkembang biak. Dewasa ini produksi ikan nila merah (Oreochromis sp.) diarahkan untuk menghasilkan jenis kelamin jantan, dikarenakan memiliki
pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan betinanya dan dapat mencapai
ukuran yang lebih besar dibandingkan betinanya (Chapman, 2000).
Salah satu cara pemecahan masalah tersebut yaitu dengan melakukan
15 biasa dilakukan dengan memberikan hormon 17α-metiltestosteron (MT),
metilandosteron atau 19-noretiniltestosteron, 11-ketotestosteron atau
androsteron (Yamazaki, 1983).
Pemberian hormon ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
secara oral melalui pakan buatan ataupun pakan alami atau cara perendaman
embrio pada media budidaya dengan hormon yang telah dilarutkan (Hunter dan
Donaldson, 1983). Pemberian hormon ini dilakukan sebelum diferensiasi kelamin
terjadi. Proses ini biasanya mulai terjadi pada saat telur akan segera menetas
(Baker et. al.,1988; Shepherd dan Bromage, 1988), setelah telur menetas juga sebelum atau sesudah ikan mulai makan (Yamazaki, 1983).
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh
pemberian pakan yang mengandung hormon 17α-metiltestosteron (MT) pada
dosis 30, 40 dan 50 mg/kg pakan terhadap nisbah kelamin ikan luo han
16 II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan luo han atau yang dikenal luas sebagai flower horn fish yang berada dalam famili ikan-ikan siklid diklasifikasikan dengan genus Cichlasoma spp. Ikan hybrid ini diperkirakan merupakan hasil kawin silang antara beberapa spesies
ikan siklid yang di antaranya Cichlasoma trimaculatum, Cichlasoma festae,
Cichlasoma bifasciatum, Cichlasoma cintrinellum dan lain-lain (Badman’s Tropical Fish, 2002).
Gambar 1. Ikan luo han jantan
Ikan luo han telah melewati beberapa penyilangan secara selektif dengan
tujuan mendapatkan karakteristik strain yang diharapkan dari ikan yang berasal
dari famili siklid ini. Misalnya banyak petani ikan hias yang berusaha
menyilangkan ikan-ikan ini untuk mendapatkan ukuran dahi yang besar pada
ikan jantan, warna yang lebih bagus dan kontras, bintik hitam (marking) yang lebih tebal dan hitam pada permukaan tubuh, sirip-sirip yang lebih elegan serta
tubuh yang lebih lebar (Badman’s Tropical Fish, 2002).
Ciri-ciri kelamin ikan ini dapat dilihat pada lubang genitalnya yaitu pada
ikan jantan memiliki lubang anal berbentuk huruf V sedangkan ikan betina
memiliki lubang anal berbentuk huruf U (Badman’s Tropical Fish, 2002). Menurut
Popma dan Green (1990), ikan-ikan dari famili siklid secara umum memiliki
persamaan dalam ciri-ciri kelamin primernya, ikan betina terdapat saluran
pengeluaran urine dan oviduk yang terpisah, sedangkan pada ikan jantan
terdapat salura n yang menyatu, yaitu saluran sperma serta urine yang keluarnya
17 Jumlah telur yang dihasilkan biasanya kurang lebih 1000 butir dan
kemudian dalam tahapan reproduksi, telur-telur tersebut ditempelkan oleh induk
betina di atas substrat berpermukaan rata seperti batu, keramik dan bahkan
pada alas akuarium. Telur yang telah dibuahi kemudian akan dijaga oleh induk
betina serta induk jantan. Telur yang telah dibuahi akan segera menetas dalam
tempo 48 jam. Setelah mencapai 120 jam semenjak masa pembuahan, larva
yang telah menetas akan segera berenang bebas dan memulai exogenous feeding ( A-Class Aquarium & Pets Centre, 2003).
Seksualitas pada ikan sangat penting artinya dalam usaha pebudidayaan
karena adanya perbedaan antara ikan jantan dan ikan betina dalam tingkat
pertumbuhan, pola tingkah laku, warna tubuh, bentuk atau ukuran ikan pada
umur yang sama (Yamazaki, 1983).
Determinasi seksual pada ikan merupakan proses yang sangat fleksibel
dengan mengikuti pola-pola evolusi yang terobservasi antara genus-genus,
famili-famili, serta masing-masing individu yang merupakan subjek utama dari
modifikasi oleh faktor-faktor eksternal. Proses ini dapat mempengaruhi sel
somatik maupun sel germinal yang berada di dalam bakal gonad, dan termasuk
aksi pengaruh dari beberapa faktor yang di antaranya faktor genetis, lingkungan
(suhu dan lain-lain), perilaku, serta faktor fisiologis (Devlin dan Nagahama,
2002).
Pada hewan vertebrata terutama ikan, dimorfisme seksual ditunjukkan
oleh gonad, bentuk tubuh, serta perilaku seksual. Proses evolusi dari aktivitas
seksual yang cukup kompleks pada ikan merupakan hasil dari seleksi alam, dan
munculnya sifat-sifat seksual tertentu terkadang disebabkan oleh faktor-faktor
lingkungan dan menyebabkan meningkatnya tingkat reproduksi pada beberapa
spesies (Chan dan Yeung, 1983). Disamping itu, di alam sifat genetis lebih
berperan dalam penentuan kelamin dan ekspresi gen-gen seksual pertama kali
menaruh posisinya pada organ seksual primer yaitu testes atau ovari (Jost dalam
Chan dan Yeung, 1983).
Proses perubahan kelamin pada ikan dapat terjadi melalui dua proses
yaitu secara alami dan secara buatan. Menurut Yatim (1986), proses perubahan
kelamin secara alamiah adalah proses perubahan yang disebabkan oleh
beberapa faktor, di antaranya faktor lingkungan dan susunan genetisnya tidak
berubah. Diferensiasi seksual pada ikan teleostei dapat terjadi dalam bebagai
18 sampai pada akhirnya terbentuk testes ataupun ovari pada saat pematangan
gonad, hingga spesies hermaprodit yang memiliki jaringan gonad jantan serta
betina yang fungsional secara bersamaan (Devlin dan Nagahama, 2002).
Yamazaki (1983) menyatakan bahwa diferensiasi seksual tersebut dapat terjadi
pada saat tertentu di antaranya pada saat telur menetas, dan atau sebelum atau
sesudah ikan mulai makan.
Hormon seksual eksogenous yang diberikan sebelum proses determinasi
seksual terjadi dapat secara kuat mempengaruhi proses diferensiasi kelamin
pada ikan hingga didapat kelamin tertentu (Hunter dan Donaldson, 1983; Devlin
dan Nagahama, 2002). Proses pemberian hormon steroid merupakan salah satu
proses perubahan kelamin secara buatan. Sedangkan menurut Sumantadinata
(1988), bahwa keturunan monoseks dapat diperoleh melalui proses hibridisasi,
ginogenesis, androgenesis, serta dengan pemberian hormon steroid tertentu.
Sex reversal yang merupakan proses transformasi suatu individu dari satu kelamin ke kelamin lainnya, didefinisikan oleh Atz (1964) sebagai
perubahan kepemilikan jaringan ovari yang definitif menjadi jaringan testes atau
sebaliknya. Pembalikan sel pertumbuhan kelamin telah berhasil dilakukan pada
embrio ikan hasil budidaya yaitu bagian kiri kelaminnya berubah menjadi testes
melalui pemberian hormo n androgen ataupun estrogen eksogenous (Carlon dan
Erickson dalam Hunter dan Donaldson, 1983). Carlon dan Erickson dalam
Hunter dan Donaldson (1983) menyarankan pemberian hormon steroid sintetis
sangat memungkinkan pada tahap perkembangan dikarenakan belum terjadinya
diferensiasi kelamin dan belum berkembangnya proses pembentukan steroid
dalam tubuh, sehingga pemberian hormon steroid sintetis sangat membantu
dalam mengarahkan pembentukan gonad pada ikan yang berada pada tahap
perkembangan. Sedangkan menurut Yamamoto dalam Hunter dan Donaldson (1983) sex reversal melalui pemberian steroid sebaiknya diberikan sebelum proses diferensiasi seksual secara normal mulai serta berlanjut hingga
diferensiasi seks terjadi. Lain halnya dengan Hunter dan Donaldson (1983) yang
menyatakan bahwa pada saat gonad dalam keadaan labil untuk dipengaruhi oleh
hormon, merupakan interval waktu yang tepat untuk pemberian hormon.
Hormon memiliki definisi klasik sebagai suatu substansi kimia yang
diproduksi oleh jaringan khusus yang ke mudian diseksresikan kedalam darah,
untuk kemudian dibawa ke organ target (Bolander, 1994). Menurut Hunter serta
19 pengubahan kelamin antara lain androgen yang terdiri atas testosteron dan
metiltestosteron yang memiliki pengaruh maskulinitas, dan estrogen seperti
estron serta estradiol yang berpengaruh terhadap feminitas. Hormon steroid
merupakan hormon yang dapat mempengaruhi reproduksi hewan, merangsang
proses pertumbuhan, diferensiasi kelamin, dan juga mempengaruhi tingkah laku
ikan (Donaldson et al., 1978). Hunter dan Donaldson (1983) juga menjelaskan bahwa pemberian beberapa jenis hormon androgen dapat menyebabkan
timbulnya efek maskulinisasi atau juga efek dari sifat antara maskulin dan
feminin. Testosteron dan esternya merupakan hormon alami yang dihasilkan
oleh gonad jantan. Pada fase embrionik, hormon ini dapat menyebabkan
timbulnya sifat jantan pada saluran genital, tetapi tidak mempengaruhi gonad
secara keseluruhan.
Androgen yang paling umum digunakan dalam aplikasi sex reversal untuk maskulinisasi adalah 17á -metiltestosteron (MT) yang diperkirakan efektif
digunakan pada lebih dari 25 spesies yang telah diuji. Sedangkan untuk estrogen
(seperti 17â -estradiol, etinilestradiol, dan dietilstilbestrol) dalam beberapa
penelitian digunakan untuk feminisasi untuk jantan secara genetis (Devlin dan
Nagahama, 2002). Metiltestosteron merupakan androgen yang paling sering
dipakai untuk merubah jenis kelamin dan penggunaan metiltestosteron pada
dosis yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula (Nagy et al., 1981). 17á -metiltestosteron merupakan hormon sintetik yang molekulnya sudah
dimodifikasi agar tahan lama di dalam tubuh.Hal ini dikarenakan pada karbon
ke-17 telah ditempeli gugus metil agar tahan lebih lama (Zairin, 2002).
Metiltestosteron dibuat dengan cara menambahkan satu kelompok á-metil pada
atom karbon ke-17 di dalam gugus testosteron dengan rumus bangun kimia
sebagai berikut :
20 Dalam proses perlakuan, hormon yang sesuai serta metode aplikasi yang
tepat harus dipikirkan dengan tepat. Tujuannya untuk memastikan bahwa gonad
yang belum terdiferensiasi mendapatkan pengaruh dari pemberian hormon
dengan dosis dan lama perlakuan yang tepat untuk mengarahkan ke kelamin
tertentu. Selain jenis hormon steroid yang akan digunakan, hal lain yang harus
dipertimbangkan antara lain metode atau cara pemberian, dosis hormon steroid
yang akan digunakan, waktu mulainya perlakuan serta lama pemberian hormon
steroid. Faktor-faktor tersebut akan berinteraksi secara aktif dengan proses
perkembangan gonad serta somatik spesies ikan yang akan kita teliti, dengan
dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, dan lain-lain
(Hunter dan Donaldson, 1983). Sedangkan menurut Yamazaki (1983),
keberhasilan penggunaan hormon steroid untuk mengubah jenis kelamin tertentu
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis serta umur ikan, dosis hormon, lama
pemberian hormon, waktu dan cara pemberian hormon.
Lama waktu perlakuan hormon merupakan salah satu faktor yang paling
kritis serta penting untuk mengalihkan ke kelamin tertentu (Piferrer, 2001).
Steroid sebagai pemrakarsa proses diferensiasi seksual harus diberikan dengan
waktu yang sesuai dengan diferensiasi seksual yang terjadi secara alami.
Sedangkan dosis yang tepat untuk mengaplikasikan sex reversal, dipengaruhi oleh aktivitas biologi hormon itu sendiri. Dosis yang terlalu tinggi dan waktu
perlakuan yang cukup lama dapat menyebabkan terhambatnya masa
pembentukan gonad (Shreek dalam Hunter dan Donaldson, 1983), selain itu juga menyebabkan fenomena paradoksial, meningkatnya mortalitas, dan menurunnya
tingkat pertumbuhan khususnya perlakuan yang menggunakan estrogen (Hunter
dan Donaldson,1983). Katz et al. (1976) dalam Hunter dan Donaldson (1983) menyatakan bahwa pemberian hormon yang berlebihan dapat menyebabkan
kematian yang tinggi dan dapat menyebabkan ikan menjadi steril. Perlakuan
yang singkat dengan hormon selama stadia awal dari proses determinasi seksual
dapat menyebabkan perubahan secara permanen pada sifat fenotip seksual
sedangkan perlakuan yang berlebihan baik dari segi dosis maupun lama
perlakuan dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada perkembangan gonad
atau terjadinya sterilisasi pada ikan. Hal ini dapat menyebabkan
ketidakmampuan fungsional dari steroid eksogenous yang dihasilkan oleh
jaringan-jaringan dalam tubuh serta sifat genetis internal serta aktivitas-aktivitas
21 yang bersifat patologis pada perkembangan gonad (Devlin dan Nagahama,
2002).
Walaupun pemeriksaan secara histologis telah sering dipakai untuk
menentukan awal dan akhir dari proses diferensiasi kelamin, gambaran yang
tepat mengenai periode labil dari gonad masih membutuhkan metode yang tepat
dalam pemberian hormon (Hunter dan Donaldson, 1983; Baker et. al., 1988). Karena perbedaan yang cukup lebar dalam kecepatan pertumbuhan pada
masing-masing ikan, maka stadia labil muncul pada waktu-waktu kronologis yang
berbeda pada masing-masing spesies ikan (Devlin dan Nagahama, 2002).
Dua metode penambahan hormon yang paling sering dilakukan untuk
tujuan sex reversal antara lain, malalui pencampuran hormon ke dalam pakan buatan atau pakan alami dan juga melalui penambahan hormon ke dalam media
pemeliharaan yaitu air. Metode lain yang aplikasinya jarang dilakukan antara lain
melalui implantasi pada jaringan subcutaneous, injeksi intraperitoneal, injeksi ke dalam telur, dan implantasi hormon di dalam kapsul silastik (Hunter dan
Donaldson, 1983; Pandian dan Sheela dalam Devlin dan Nagahama, 2002). Makanan yang mengandung androgen sintetik 17á -metiltestosteron yang
diberikan selama berlangsungnya diferensiasi gonad menghasilkan total (atau
mendekati) 100% populasi jantan pada beberapa spesies tilapia (Hines and
Watts, 1995). Demikian pula miboleron (17á, 17á -dimethyl-19-nortestosteron)
jenis androgen sintetis lainnya, 100 kali lebih kuat dibanding etinil testosteron
dalam meningkatkan proporsi jantan pada ikan Oreochromis aureus (Torrans et al, 1988).
Masa diferensiasi kelamin ikan sangat beragam tergantung pada spesies
ikan. Pada beberapa ikan dari famili siklid, aktivitas mitotik pada gonad muncul
secara simultan dengan mulainya pertumbuhan somatik yang menuju ke
pembentukan rongga ovari (Hunter dan Donaldson, 1983). Pada ikan
22 Pemakaian hormon steroid pada ikan melalui proses oral untuk
memperoleh populasi kelamin tunggal (monosex population) telah banyak dilakukan baik hormon androgen maupun hormon estrogen. Komen et. al.,
(1989) melakukan percobaan penjantanan ikan mas semenjak ukuran larva
dengan memberikan hormon 17α-metiltestosteron kedalam pakan dengan dosis
hormon masing-masing sebesar 0 mg/kg, 50 mg/kg, 100 mg/kg dan 150 mg/kg
pakan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa persentase kelamin ikan jantan
akan semakin meningkat dengan meningkatnya dosis hormon dalam pakan. Dari
hasil yg didapatkan, dosis teroptimal didapatkan pada dosis 100 mg/l.
Percobaan yang sama juga dilakukan oleh Nakamura dan Iwahashi (1982)
terhadap ikan Orechromis niloticus dengan dosis 50-100 mg/kg pakan selama 30 hari. Hasil percobaan menghasilkan persentase ikan jantan sebesar 100 %.
Sedangkan Hines dan Watts (1995) dengan dosis yang hampir sama (15 dan 50
mg/kg pakan) menghasilkan persentase jantan sebesar 91 dan 100%.
Nurlestiyoningrum (2004) mencoba membandingkan hasil pemberian akriflavin
secara oral kepada ikan nila merah dengan dosis yang berbeda-beda terhadap
nisbah kelamin ikan jantan dengan kontrol positif hormon 17α-metiltestosteron
sebesar 50 mg/kg pakan. Dari hasil yang didapat, terlihat bahwa 17α
-metiltestosteron lebih memberikan hasil yang signifikan terhadap persentase ikan
jantan yang dihasilkan dibandingkan dengan akriflavin.
23 III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Juli 2005, bertempat di
Perumahan Buana Asri, Kav. 26, Mekarsari, Cimanggis-Depok serta di
Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan bahan
3.2.1 Wadah dan alat
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini berupa akuarium berukuran
100x50x40 cm3 sebanyak 12 buah yang digunakan sebagai wadah pembesaran
ikan hingga mencapai umur empat bulan.
Sedangkan peralatan-peralatan yang digunakan dalam percobaan ini
antara lain instalasi aerasi, alat penyifonan, mangkuk, baskom, botol hormon,
termometer, botol spray, pipet, gelas objek, cover glass, satu set alat bedah, timbangan elektrik, blower, selang, serokan ikan, penggaris, pH meter, DO
meter, kamera digital, dan mikroskop binokuler.
3.2.2 Ikan uji
Ikan yang digunakan untuk percobaan ini adalah larva ikan luo han
berumur 10 hari yang didapat dari petani hias disekitar Cibinong dan Depok.
Total larva yang digunakan sebanyak 1200 larva untuk 3 perlakuan, 1 kontrol
dengan 3 ulangan. Larva yang digunakan memiliki panjang total rata-rata
sebesar 10,23 mm.
3.2.3 Hormon
Hormon yang digunakan dalam percobaan ini adalah hormon 17α
-metiltestosteron (17α-methyl4-androsteron-17β-01-3 one, C20H30O2, Sigma
Chemical Co., USA). Hormon ini berwarna putih serta berbentuk serbuk
(powder).
3.2.4 Makanan ikan
Makanan yang diberikan adalah makanan buatan berupa pelet udang
24 sebagai pakan untuk ikan-ikan kontrol dan juga pakan seluruh ikan setelah
proses perlakuan selama 30 hari. Pembuatan makanan berhormon yaitu dengan
cara melarutkan hormon 17α-metiltestosteron kedalam 100 ml alkohol 95% dan
kemudian dicampur secara merata pada pakan dengan menggunak an botol
spray. Setelah tercampur secara merata, dilanjutkan dengan proses pengeringan dengan suhu kamar hingga pelet benar-benar kering dan sudah
tidak memiliki aroma alkohol.
3.2.5 Larutan Asetokarmin
Larutan ini digunakan untuk proses pewarnaan jaringan gonad pada saat
memeriksa keberadaan testes ataupun ovarium pada gonad ikan. Larutan
asetokarmin dibuat dengan cara melarutkan 0,6 gram bubuk karmin di dalam 100
ml asam asetat 45%. Larutan ini kemudian dipanaskan selama 2-4 menit.
Selanjutnya didinginkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring untuk
memisahkan partikel-partikel kasar yang tersisa (Guerrero dan Shelton, 1974).
3.3 Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3
perlakuan hormon dan 1 kontrol . Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan.
Perlakuan tersebut adalah:
1. Perlakuan A : Pakan dengan dosis hormon 30 mg/kg pakan,
2. Perlakuan B : Pakan dengan dosis hormon 40 mg/kg pakan,
3. Perlakuan C : Pakan dengan dosis hormon 50 mg/kg pakan,
4. Kontrol (D) : Pakan dengan dosis hormon 0 mg/pakan.
Pemberian hormon dengan dosis yang berbeda-beda dilakukan pada
saat larva masih berumur di bawah 3 minggu. Pada umur 3 minggu ini, proses
diferensiasi seksual pada ikan luo han belum terjadi. Lama perlakuan selama 1
bulan dan larva yang digunakan pada setiap akuarium perlakuan serta kontrol
sebesar 100 ekor larva untuk kemudian diamati keberhasilannya.
Model umum RAL yang digunakan seperti tercantum di bawah ini (Steel
dan Torrie, 1993) :
25 Yij : Nilai pengamatan satuan percobaan dari individu ke-j yang mendapat
perlakuan ke-i.
µ : Pengaruh x rata-rata umum.
τij : Pengaruh perlakuan ke-i.
εij : Pengaruh acak dari sisaan satuan percobaan individu ke-j yang menda- pat perlakuan ke-i.
3.4 Prosedur percobaan
Larva yang akan digunakan pada percobaan ini, sebelum diberikan pakan
berhormon pada saat proses penelitian akan dimulai, masih mengkonsumsi
cacing sutera sebagai pakan utamanya. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses
adaptasi terlebih dahulu, baik adaptasi terhadap pakan pelet yang akan
digunakan sebagai media pemindahan hormon, maupun kondisi lingkungan pada
wadah penelitian. Pada saat larva baru tiba, proses adaptasi dilakukan dengan
cara memberikan kombinasi pakan cacing sutera serta pelet udang secara
bergantian sehingga nantinya, pada proses penelitian, akan lebih mudah untuk
mensubstitusi dari pakan alami ke pelet berhormon. Proses ini dilakukan selama
5 hari hingga larva benar-benar mengkonsumsi pelet sebagai pakan utamanya.
Untuk proses adaptasi terhadap lingkungan, larva yang baru tiba di lokasi
penelitian, tidak langsung ditempatkan pada wadah yang baru. Air dari plastik
secara perlahan dicampur dengan air pada akuarium hingga nantinya larva akan
beadaptasi terhadap perubahan kondisi fisika serta kimia air pada wadah
penelitian.
Dalam percobaan ini, ikan uji diberikan makanan berupa pelet yang telah
diberi hormon 17α-metiltestosteron dengan dosis yang berbeda-beda. Perlakuan
berlangsung selama 30 hari, dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari
(pada pukul 07.00, 10.00, 13.00, dan 16.00) secara ad libitum selama 30 hari. Wadah pembesaran berupa akuarium berukuran 100x50x40 cm3. Pengamatan
untuk melihat kelamin ikan dilakukan setelah ikan mencapai umur ± 4 bulan
sambil dihitung derajat kelangsungan hidupnya.
Dalam mempertahankan kualitas air, penyiphonan dilakukan setiap hari
dengan volume sekitar 50% dari total volume per akuarium. Pemberian pakan
setelah perlakuan berupa pakan udang (PS1 serta PS2) dilakukan selama 3
26
% 100
× =
o t N N SR
3.5 Pengamatan
Parameter utama yang diuji dalam percobaan ini adalah persentase ikan
berkelamin jantan dan betina yang dilakukan setelah ikan berumur empat bulan.
Selain itu dihitung pula persentase kelangsungan hidup selama pemeliharaan.
Penentuan jenis kelamin hasil percobaan dilakukan dengan metode
pemeriksaan jaringan gonad secara histologis. Gonad diambil lalu dihancurkan di
atas gelas objek hingga halus lalu ditambahkan 2-3 tetes larutan asetokarmin.
Lalu didiamkan beberapa menit untuk kemudian diamati dengan menggunakan
mikroskop.
Dalam proses penentuan jenis kelamin meliputi; jantan jika pada jaringan
gonad terdapat bakal sel sperma (testis), betina jika jaringan gonad mengandung
bakal sel telur (ovari), hermaprodit (intersex), jika pada jaringan terdapat bakal
sperma dan bakal sel telur, dan jaringan bersifat steril jika terdapat lembaran
jaringan penghubung yang di dalamnya terdapat oosit maupun spermatogonia
dalam fase perkembangan yang terhambat (Komen et. al., 1989).
3.6 Analisa data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan disajikan dalam bentuk grafik
dan dijelaskan secra deskriptif. Data diuji homogenitas dan keaditivitasannya,
serta dianalisa dengan analisa sidik ragam. Uj i lanjutan secara statistik juga
dilakukan dalam proses analisa data. Beberapa rumus yang digunakan dalam
analisa data antara lain:
a. Nilai persentase derajat kelangsungan hidup larva (%SR)
Keterangan :
Nt : jumlah larva akhir perlakuan (ekor)
27 b. Nilai persentase jenis kelamin jantan (%J)
% 100 × =
T j J
Keterangan :
j : jumlah ikan berkelamin jantan (ekor)
T : jumlah ikan yang diperiksa (ekor)
c. Nilai persentase jenis kelamin betina (%B)
100% T
b
B= ×
Keterangan :
b : jumlah ikan berkelamin betina (ekor)
T : jumlah ikan yang diperiksa (ekor)
d. Nilai persentase ikan hermaprodit (%H)
100% T
h
H= ×
Keterangan :
h : jumlah ikan hermaprodit (ekor)
28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
4.1.1 Identifikasi Kelamin
Pengamatan jenis kelamin pada ikan luo han dilakukan dengan
melakukan analisa jaringan gonad secara histologis dengan pewarnaan
asetokarmin. Pengamatan ini dilakukan pada saat ikan memiliki ukuran sekitar
8,00 cm. Biasanya bentuk gonad hanya menyerupai sebuah benang tipis dan
memanjang yang letaknya berada tepat di bawah gelembung renang. Gonad
yang sudah siap diamati kemudian diletakkan di bawah mikroskop untuk
ditentukan kelaminnya. Dalam proses pengamatan, gonad akan terlihat berwarna
kemerah-merahan dan tampak jelas perbedaan yang nyata antara sel sperma
ikan jantan dengan sel telur ikan betina.
Berdasarkan pengamatan di bawah mikroskop, pada gonad ikan betina
tampak adanya sel telur yang berbentuk bulat dengan intinya terletak di tengah
sel dan dikelilingi sitoplasma (Gambar 4).
Sedangkan pada pemeriksaan ikan jantan, dapat ditemukan adanya sel
spermatozoa dengan bentuk yang tidak beraturan. Ukuran sel spermatozoa
tersebut jauh lebih kecil dibandingkan sel telur dan berjumlah sangat banyak,
dan bila dilihat secara sepintas dengan perbesaran tertentu, hanya akan tampak
[image:38.612.210.428.469.635.2]seperti titik-titik kecil yang berwarna merah (Gambar 5).
Gambar 3. Proses pengambilan gonad pada ikan luo han
Pada pemeriksaan beberapa sampel ikan, dapat ditemukan pula adanya
29 digolongkan sebagai ikan hermaprodit atau individu interseks. Umumnya sel telur
dan sperma tersebut terletak dalam suatu kelompok yang terpisah seperti terlihat
[image:39.612.194.445.148.336.2]pada gambar (Gambar 6).
Gambar 4. Jaringan gonad pada individu betina
[image:39.612.196.445.377.563.2]30 Gambar 6. Jaringan gonad pada individu hermaprodit
4.1.2 Nisbah Kelamin
Persentase rata-rata jenis kelamin jantan tertinggi didapat pada sampel
ikan dalam perlakuan B (dosis hormon 40 mg/kg pakan) yaitu sebesar 66,67 %.
Jumlah persentase rata-rata ikan jantan pada kelompok perlakuan A, C, dan D
(kontrol) adalah 57,77 %, 56,67 %, dan 37,78 % (Gambar 7). Sedangkan
persentase ikan betina pada kelompok A, B, C, dan D berturut-turut adalah 37,78
%, 27,78 %, 32,22 % dan 62,22 %.
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00
Jantan (%)
30 40 50 0
Dosis (mg/kg pakan)
Gambar 7. Rata-rata nisbah kelamin jantan ikan luo han
Ikan yang memiliki kelamin hermaprodit ditemukan pada 3 perlakuan
yaitu perlakuan A, B, dan C. Sedangkan pada kontrol (D), tidak ditemukan
[image:40.612.222.423.455.602.2]31 0.00
10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00
Frekuensi (%)
30 40 50 0
Dosis (mg/kg pakan)
[image:41.612.210.413.104.295.2]Betina Jantan Hermaprodit
Gambar 8. Rata-rata nisbah kelamin ikan luo han
Perlakuan pemberian hormon 17á-metiltestosteron dengan pemberian
pakan dengan dosis 30 mg/kg pakan, 40 mg/kg pakan, serta 50 mg/kg pakan
berpengaruh nyata terhadap perubahan ke kelamin jantan dalam taraf
kepercayaan 95%. Ini menunjukkan bahwa pengaplikasian ketiga dosis tersebut
berhasil dalam proses pengarahan kelamin ke jantan. Ketiga dosis itu secara
berurutan menghasilkan persentase ikan berkelamin jantan sebesar 57,78%,
66,67% dan 56,67%. Dari data ini, menunjukkan sebuah indikasi bahwa dengan
pemberian 40 mg/kg pakan bisa meningkatkan nisbah ikan berkelamin jantan
sebesar 66,67% apabila dibandingkan dengan kontrol yang menghasilkan jantan
sebesar 37,78%.
4.1.3 Kelangsungan Hidup
Pada percobaan ini, pada kepadatan awal, larva yang ditebar sebanyak
100 ekor per akuarium (Lampiran 3). Kelangsungan hidup tertinggi didapat pada
perlakuan B (dosis 40 mg/kg pakan) yaitu sebesar 55,3 %. Sedangkan
kelangsungan hidup terendah didapatkan pada perlakuan D (dosis 0 mg/kg
pakan) sebesar 46,0 % (Gambar 9). Tingkat kelangsungan hidup ikan perlakuan
maupun kontrol memberikan hasil yang kurang baik yaitu rata-rata berada pada
kisaran angka 50 %. Persentase ikan luo han disetiap perlakuan dapat dilihat
32 sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata dalam
tingkat kelangsungan hidup di antara semua kelompok perlakuan (dengan taraf
kepercayaan 95 %).
0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0
Kelangsungan Hidup (%)
30 40 50 0
Dosis (mg/kg pakan)
[image:42.612.219.429.149.357.2]Selama Perlakuan Setelah Perlakuan
Gambar 9. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup ikan luo han
4.2 Pembahasan
Keberhasilan penggunaan hormon steroid untuk mengubah jenis kelamin
tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis serta umur ikan, dosis
hormon, lama pemberian hormon, waktu dan cara pemberian hormon. Selain itu,
umur ikan uji yang digunakan juga harus tepat yaitu pada saat ikan akan
mengalami proses diferensiasi kelamin (Yamazaki, 1983). Periode yang paling
tepat untuk mengaplikasikan percobaan sex reversal ini ialah pada saat ikan dalam status labil, menjelang terjadinya proses diferensiasi seksual.
Masa proses terjadinya diferensiasi kelamin pada ikan sangat beragam
tergantung pada spesies ikan. Pada ikan Oreochromis mossambicus aktivitas ini terjadi pada 10-16 hari setelah penetasan (Nakamura dan Takahashi dalam
33 (Popma dan Green, 1990). Atas dasar inilah, larva ikan uji yang digunakan dalam
penelitian ini adalah larva ikan yang berumur 10 hari semenjak proses
penetasan, dengan panjang total rata-rata dari ikan uji berada pada kisaran
10,23 mm.
Nagy et al. (1981) menyatakan bahwa metiltestosteron merupakan androgen yang paling sering dipakai untuk mengubah jenis kelamin dan
penggunaan metiltestosteron pada dosis yang berbeda akan memberikan
pengaruh yang berbeda pula. Metitestosteron diperkirakan telah efektif untuk
digunakan pada lebih dari 25 spesies yang telah diuji (Devlin dan Nagahama,
2002).
Dari hasil percobaan, pemberian pakan yang mengandung hormon
metiltestosteron dengan dosis yang berbeda-beda terhadap larva ikan luo han
berumur 10 hari, tidak berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup larva
selama masa perlakuan dan pada akhir percobaan. Analisis sidik ragam
terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan luo han menunjukkan tidak ada
perbedaan yang nyata (P>0,05) antara masing-masing perlakuan maupun
kontrol. Perbedaan ini terjadi baik pada saat akhir perlakuan maupun pada saat
akhir pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Ali dan Rao
(1989) yang menunjukkan bahwa tidak adanya korelasi secara langsung antara
mortalitas dengan perlakuan metiltestosteron.
Pada saat akhir perlakuan, persentase tingkat kelangsungan hidup
rata-rata yang dicapai berada pada kisaran di atas 65%. Namun pada saat diakhir
proses pemeliharaan, tingkat kelangsungan hidup yang dicapai mengalami
penurunan dengan rata-rata 50%. Penurunan yang terjadi pada semua
perlakuan serta kontrol ini diperkirakan terjadi karena terjadinya proses
penurunan kualitas air serta fluktuasi suhu air pada saat masa percobaan yang
berpengaruh terhadap proses fisiologis ikan.
Dari hasil data yang didapat, tampak bahwa ketiga perlakuan dengan
menggunakan dosis metiltestosteron yang berbeda terhadap ikan uji,
memberikan hasil yang cukup baik terhadap perubahan jenis kelamin ikan luo
han. Nisbah jenis kelamin jantan tertinggi didapatkan pada ikan yang diberikan
pakan dengan dosis hormon 40 mg/kg pakan yaitu sebesar 66,67% sedangkan
hasil terendah didapatkan pada dosis 0 mg/kg pakan (kontrol) yaitu dengan
nisbah ikan jantan sebesar 37,78% sehingga bisa dilihat bahwa pemberian
34 kelamin ikan luo han jantan yang dihasilkan yaitu terjadi kenaikan dalam jumlah
ikan yang berkelamin jantan. Kenaikan pada dosis 40 mg/kg pakan ini sebesar
28,89% apabila dibandingkan dengan kondisi alami dialam (kontrol). Tingginya
persentase kelamin jantan yang dihasilkan pada perlakuan pemberian
metiltestosteron dengan dosis 40 mg/kg pakan dibandingkan dengan perlakuan
yang lainnya serta kontrol, menunjukkan bahwa dosis tersebut merupakan dosis
yang cukup baik dalam proses penjantanan ikan luo han.
Dari hasil yang didapatkan, terlihat bahwa terjadi suatu titik balik setelah
perlakuan 40 mg/kg pakan dinaikkan. Ini dapat dilihat pada dosis 50 mg/kg
pakan, telah terjadi penurunan secara drastis dalam persentase rata-rata jenis
kelamin jantan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hines dan
Watts (1999) bahwa pemberian hormon dengan dosis yang berlebih akan
mengakibatkan pengaruh yang berbalik. Melalui percobaan yang dilakukan oleh
Hines dan Watt pula, terlihat bahwa pemberian 17á-metiltestosteron yang
berlebih, akan memberikan hasil yang justru berlawanan, bahkan mungkin
tingkat abnormalitas serta jumlah individu hermaprodit akan meningkat secara
jumlah. Dosis yang terlalu tinggi dan waktu perlakuan yang cukup lama dapat
menyebabkan terhambatnya masa pembentukan gonad (Shreek dalam Hunter dan Donaldson,1983), selain itu juga menyebabkan fenomena paradoksial,
meningkatnya mortalitas serta jumlah individu hermaprodit, dan menurunnya
35 V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa pemberian
pakan yang mengandung hromon 17α-metiltestosteron berpengaruh nyata
terhadap nisbah kelamin pada ikan luo han
Dosis homon 40 mg/kg pakan memberikan hasil terbaik dalam proses
pengalihan jenis kelamin ikan luo han dari betina ke jantan dengan selisih
sebesar 28,89% apabila dibandingkan dengan kontrol. Persentase ikan
berkelamin jantan yang dihasilkan oleh perlakuan 40 mg/kg pakan yaitu sebesar
66,67 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian hormon 17α
-metiltestosteron berpengaruh terhadap nisbah kelamin yang dihasilkan pada ikan
luo han (Cichlasoma spp.).
Selain itu pemberian hormon secara oral selama 4 minggu pada level
dosis kurang atau sama dengan 50 mg/kg pakan tidak berpengaruh nyata
terhadap kelangsungan hidup ikan.
5.2 Saran
Persentase kelamin jantan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan
belum menunjukkan hasil yang maksimal (100% jantan). Oleh karena itu, perlu
adanya penelitian lanjutan agar dapat memungkinkan dihasilkannya 100 % ikan
jantan. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan memodifikasi metodologi
perlakuan dengan metode sex reversal lainnya yaitu dengan metode perendaman embrio pada fase bintik mata, dalam larutan hormon 17α
-metiltestosteron dengan dosis yang berbeda dan modifikasi lama waktu
36 DAFTAR PUSTAKA
A-Class Aquarium and Pets Centre. 2003. History of Flower Horn. 16 Mei 2004.
http://www.aclassflowerhorn.com/history.html.
Ali, P.K.M.M., and Rao, G.P.S., 1989. Growth improvement in carp, Cyprinus carpio (Linnaeus), sterilized with 17á-methyltestosterone. Aquaculture 76: 157-167.
Atz, J.W., 1964. Intersexuality in fishes. In C.N. Armstromg, and A.J. Marshall. (Eds.), Intersexuality in Vertebrates Including Man. Academic Press. London, pp. 145-232.
Badman's Tropical Fish. 2002. Flower Horn Fish in General. 6 Mei 2004..
http://badmanstropicalfish.com/articles/article18.html.
Badman's Tropical Fish. 2002. Flower Horn Fish or Hua Luo han Profile. 4 Mei 2004. http://badmanstropicalfish.com/profiles/profile69.html.
Baker, I., I. Solar, and E. Donaldson, 1988. Masculinization of chinook salmon (Oncorhynchus tshawytscha) by immersion treatments using 17á- methyltestosterone around the time of hatching. Aquaculture 72: 359-367.
Bolander, F.F. 1994. Molecular Endocrinology. 2nd ed. Academic Press, inc. SanDiego. California. 318p.
Chan, S.T.H., and W.S.B. Yeung. 1983. Sex Control and Sex Reversal in Fish Under Natural Conditions. pp. 171-222. In Fish Physiology. W.S. Hoar and D.J. Randall (Eds.). Vol. IX. Academic Press. New York.
Chapman, F.A. 2000. Culture of hybrid tilapia: a reference profile. Department of Fisheries and Aquatic Sciences. Florida Cooperative Extension Service. Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida. 4 Mei 2004. http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/FA/FAO1200.pdf.
Devlin, R.H., and Y. Nagahama. 2002. Sex determination and sex differentiation in fish: an overview of genetic, physiological, and environmental influences. Aquaculture 208: 191-364.
Donaldson, E.M., U.H.M. Fagerlund, D.A. Higgs, and J.R. Bride. 1978. Hormonal Enhancement of Growth. pp. 456-597. In Fish Physiology. W.S. Hoar and D.J. Randall (Eds.). Vol. VIII. Academic Press. New York
Guerrero, R.D., and W.L. Shelton. 1974. An acetocarmine squash method for sexing juvenile fishes. Progressive fish culturist 36: 56.
Hins, G.A., and S.A. Watts. 1995. Non-Steroidal Chemical Sex Manipulation of Tilapia. Journal Of The World Aquaculture Society 26:98-101.
37 Komen, J., P.A.J. Lodder, F. Huskens, C.J.J. Richter, and E.A. Huisman. 1989.
Effect of Oral Admi nistration of 17á-methyltestosterone and 17â-estradiol on Gonadal Development in Common Carp, Cyprinus carpio, L. Aquaculture 78: 349-363.
Nagy, A., M. Beresenyi, and V. Csanyi. 1981. Sex reversal in carp (Cyprinus carpio) by oral administration of methyltestosterone. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 38: 725-728.
Nurlestiyoningrum, D. 2004. Pengaruh dosis akriflavin yang diberikan secara oral kepada larva ikan nila merah (Oreochromis sp.) terhadap nisbah kelaminnya. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Piferrer, F., 2001. Endocrine sex control strategies for feminization of teleost fish. Aquaculture 77: 2-3.
Popma, T.J. and Bartholomew W. Green. 1990. Sex Reversal of Tilapia in Earthen Ponds. International Center for Aquaculture Alabama. Research and Development Series. No. 35. Alabama. 3p.
Sheperd, C.J. and N. Bromage. 1988. Intensive fish farming. BSP Profesional Books. Oxfords London. Edinburgh-Boston-Melbourne. 403p.
Steel, R.G.D., and J.H. Torrie. 1993. Principles and Procedures of Statistics, A Biometrical Approach. McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. 633p.
Sumantadinata, K. 1988. Aplikasi bioteknologi dalam pembenihan ikan. Bull. Perikanan. Vol. IV, 1:28-41.
Torrans, L.F., Meriwether and F. Lowell. 1988. Sex Reversal Of Oreochromis aureus by immersion in mibolerone, a synthetic steroid. Journal Of The World Aquaculture Society. 19: 97-102.
Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Aquaculture 33: 329-354.
Yatim, W. 1986. Genetika. Penerbit Tarsito. Bandung.
Zairin, Jr., M. 2002b. Sex Reversal: Memproduksi benih ikan jantan atau betina. Penebar Swadaya. Cimanggis. Depok. 95p.
38 Lampiran 1. Hasil pemeriksaan gonad ikan luo han
Jumlah individu (ekor) Nisbah kelamin (%) Perlakuan Ulangan
H H
1 18 12 0 60.00 40.00 0.00
2 21 9 0 70.00 30.00 0.00
3 17 13 0 56.67 43.33 0.00
Kontrol
rata-rata 18.67 11.33 0.00 62.22 37.78 0.00
1 11 18 1 36.67 60.00 3.33
2 12 15 3 40.00 50.00 10.00
3 11 19 0 36.67 63.33 0.00
30
rata-rata 11.33 17.33 1.33 37.78 57.78 4.44
1 10 18 2 33.33 60.00 6.67
2 8 20 2 26.67 66.67 6.67
3 7 22 1 23.33 73.33 3.33
40
rata-rata 8.33 20.00 1.67 27.78 66.67 5.56
1 7 18 5 23.33 60.00 16.67
2 10 18 2 33.33 60.00 6.67
3 12 15 3 40.00 50.00 10.00
50
rata-rata 9.67 17.00 3.33 32.22 56.67 11.11
H: Hermaprodit
Lampiran 2. Tabel sidik ragam jenis kelamin jantan ikan luo han
ANOVA
Sumber Keragaman DB JK KT F. Hit F. Tab
Perlakuan 3 1328.704 442.9012 10.1773* 4.06618
Galat 8 348.1481 43.51852
Total 11 1676.852
39 Lampiran 3. Tingkat kelangsungan hidup ikan luo han
Jumlah Larva Awal % SR
Perlakuan Ulangan
Perlakuan (Ekor) Akhir Perlakuan Akhir Percobaan
1 100 78.0 56.0
2 100 80.0 35.0
3 100 75.0 47.0
Kontrol
rata-rata 100 77.7 46.0
1 100 69.0 65.0
2 100 88.0 33.0
3 100 90.0 45.0
30 mg/kg pakan
rata-rata 100 82.3 47.7
1 100 77.0 44.0
2 100 56.0 57.0
3 100 71.0 65.0
40 mg/kg pakan
rata-rata 100 68.0 55.3
1 100 86.0 54.0
2 100 78.0 47.0
3 100 65.0 59.0
50mg/kg pakan
rata-rata 100 76.3 53.3
Lampiran 4. Tabel sidik ragam tingkat kelangsungan hidup ikan luo han
ANOVA
Sumber Keragaman DB JK KT F. Hit F. Tab
Perlakuan 3 178.9167 59.63889 0.45788 4.06618
Galat 8 1042 130.25
Total 11 1220.917
40 Lampiran 5. Suhu selama berlangsungnya penelitian
Suhu (oC) Hari ke-
07.00 12.00 16.00
1 24.7 26.3 26.0
2 24.7 26.4 25.9
3 25.4 26.0 25.8
4 24.9 26.1 25.6
5 24.8 26.4 25.6
6 24.9 26.0 25.3
7 25.0 25.8 25.3
8 25.2 26.2 25.4
9 25.0 26.0 25.3
10 24.8 26.4 25.8
11 25.0 27.3 26.5
12 25.1 26.2 25.8
13 25.0 25.6 25.0
14 24.9 25.6 24.6
15 25.3 26.5 26.1
16 25.5 26.6 25.8
17 24.8 26.0 25.5
18 25.2 26.5 25.9
19 25.2 26.6 25.6
20 24.8 25.9 25.4
21 25.0 26.0 25.2
22 25.0 26.4 25.6
23 24.6 25.8 25.3
24 24.7 26.3 25.5
25 25.1 26.3 25.5
26 24.6 25.8 25.0
27 25.3 26.6 25.4
28 25.0 26.3 25.2
29 25.2 26.6 25.8
41 Lampiran 6. Uji Beda Nyata Jujur (Tukey)
(I) Dosis (J) Dosis Nilai Tengah (I-J)
0 mg/kg 30 mg/kg -20.0000(*)
40 mg/kg -28.8900(*)
50 mg/kg -18.8900(*)
30 mg/kg 0 mg/kg 20.0000(*)
40 mg/kg -8.8900
50 mg/kg 1.1100
40 mg/kg 0 mg/kg 28.8900(*)
30 mg/kg 8.8900
50 mg/kg 10.0000
50 mg/kg 0 mg/kg 18.8900(*)
30 mg/kg -1.1100
40 mg/kg -10.0000
(*) Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Lampiran 7. Kualitas air pemeliharaan ikan luo han (Cichlasoma spp.)
Parameter
Perlakuan Ulanga n
DO pH Amonia
1 4,82 7,14 0,38
2 5,78 7,09 0,34
A
3 4,34 6,98 0,45
1 4,09 7,45 0,12
2 4,67 7,34 0,66
B
3 4,41 7,80 0,39
1 4,66 7,23 0,63
2 5,96 7,11 0,26
C
3 4,66 6,78 0,41
1 4,83 6,95 0,22
2 4,56 7,76 0,45
Kontrol