• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis daya saing, strategi dan prospek industri jamu di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis daya saing, strategi dan prospek industri jamu di Indonesia"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK

INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

Oleh:

ERNI DWI LESTARI

H14103056

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 7

2.1 Tinjauan Teori-teori... 7

2.1.1 Pengertian Industri ... 7

2.1.2 Daya Saing ... 7

2.1.3 Strategi ... 15

2.1.4 Prospek Industri Jamu ... 17

2.2 Penelitian Terdahulu... 18

2.3 Kerangka Pemikiran ... 20

2.4 Hipotesis ... 22

III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Jenis Data Dan Sumber Data ... 23

3.2 Analisis Data... 23

3.2.1 Analisis Daya Saing ... 23

3.2.2 Analisis Strategi ... 25

3.2.3 Analisis Prospek Industri Jamu... 26

IV GAMBARAN UMUM ... 28

4.1 Pengertian Jamu... 28

(3)

4.3 Industri Jamu Nasional ... 36

4.4 Industri Jamu Internasional ... 38

V PEMBAHASAN... 41

5.1 Analisis Daya Saing Dengan Pendekatan The National Diamond System ... 41

5.1.1 Analisis Komponen Daya Saing ... 41

5.1.2 Analisis Keunggulan dan Kelemahan Komponen Daya Saing 57

5.1.3 Analisis Keterkaitan Antar Komponen Daya Saing ... 58

5.2 Analisis Strategi... 61

5.2.1 Analisis Komponen SWOT ... 61

5.2.2 Matrik SWOT ... 67

5.3 Analisis Prospek Industri Jamu ... 74

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

6.1 Kesimpulan ... 79

6.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Perbedaan Obat Tradisional, Fitofarmaka, dan Obat Farmasi... 2

1.2 Jumlah Perusahaan IOT dan IKOT... 4

4.1 Cara Pengolahan Simplisia Yang Baik... 34

5.1 Perbandingan Permintaan Antara Obat Modern dan Obat Alami ... 45

5.2 Persentase Nilai Ekspor terhadap Nilai Produksi ... 47

5.3 Jenis Bahan Baku Yang Digunakan Oleh Industri Jamu... 49

5.4 Nilai CR4 Industri Jamu ... 53

(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.3 Alur Rancangan Penelitian ... 21

3.1 Porter,s Diamond ... 24

3.2 Matrik SWOT ... 26

5.1 Jalur Pemasaran Produk Jamu ... 50

5.2 Matrik SWOT ... 68

5.3 Plot Time Series Nilai Output Dan LOGE Nilai Output ... 74

5.4 Plot Autokorelasi Dan Partial Autokorelasi Sebelum Differencing ... 75

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil Pengolahan Data ... 83

2 Tabel Hasil Estimasi ... 84

(7)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO, industri obat-obatan merupakan industri yang berbasis riset, secara berkesinambungan memerlukan inovasi, memerlukan promosi yang membutuhkan biaya mahal, organisasi dan sistem pemasaran yang baik, serta produknya diatur secara ketat, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Industri obat tradisional merupakan salah satu usaha yang mempunyai peranan penting dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menyediakan dan memproduksi obat-obatan tradisional yang berkualitas.

Beberapa produk obat-obatan yang beredar di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu obat tradisional, obat fitofarmaka dan obat farmasi atau yang disebut dengan obat sintetis. Obat fitofarmaka merupakan jenis peralihan antara obat tradisional dan obat farmasi (sintetis), sehingga dapat disimpulkan bahwa obat fitofarmaka adalah obat tradisional yang diproses secara modern, dengan menggunakan standar dan melalui uji klinis tertentu. Obat fitofarmaka sering disebut sebagai obat tradisional atau orang sering menyebutnya dengan jamu kemasan karena menggunakan bahan-bahan alami dari alam namun melalui sebuah produksi yang modern dan higienis dan melalui sejumlah uji klinis tertentu, sehingga tidak berbeda kualitasnya dengan obat modern atau obat farmasi. Pada tabel 1.1 akan di jelaskan perbedaan antara obat tradisional, obat fitofarmaka, dan obat farmasi (sintetis).

Tabel 1.1 Perbedaan Obat Tradisional, Fitofarmaka, Dan Obat Farmasi Obat Tradisional Fitofarmaka Obat farmasi

1. Individual

Sejak dahulu masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan, sebelum pelayanan kesehatan formal dengan pengobatan modern dikenal masyarakat. Pengetahuan tentang tanaman obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan keterampilan secara turun temurun yang diwariskan kepada generasi penerus bangsa. Pengobatan dan pendayagunaan obat termasuk obat tradisional merupakan salah satu komponen alternatif pelayanan kesehatan dasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan beberapa contoh kasus yang terjadi di masyarakat, obat-obatan sintetis modern atau yang disebut dengan obat farmasi yang dibuat secara kimiawi ternyata sering menimbulkan efek samping yang merugikan dan banyak meninggalkan residu pada tubuh manusia, tingkat keamanan dan keberhasilannya masih diragukan walaupun sudah melalui pengujian terhadap efektifitas dan stabilitas produknya.

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia berdampak langsung pada kenaikan harga-harga produk dan biaya hidup semakin meningkat, sehingga masyarakat mulai harus berpikir untuk dapat lebih menghemat dalam pengeluaran uang tiap bulannya. Hampir semua barang mengalami kenaikkan harga, tidak terkecuali harga obat farmasi. Padahal masyarakat sangat membutuhkan obat untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya atau hanya menjaga kesehatan dari perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu. Tingkat kesehatan masyarakat cenderung menurun sebagai akibat daya beli masyarakat yang rendah khususnya terhadap obat-obatan.

Oleh karena itu banyak masyarakat yang beralih pada pengobatan tradisional karena pengobatan tradisional lebih murah dan dapat menekan harga, masyarakat lebih percaya karena faktor pengalaman dan alasan hasil warisan turun-temurun. Pengunaan bahan alam dalam rangka pemeliharaan kesehatan lebih dekat pada proses biologis pada tubuh manusia, aman bagi kesehatan, bebas dari bahan kimia, bebas efek samping walaupun keberhasilan penyembuhannya tidak secepat obat farmasi.

(8)

2 Selain itu, juga terjadi peningkatan unit kerja dan pabrik disejumlah perusahaan jamu terbesar. Oleh karena itu industri jamu mempunyai kesempatan bisa sejajar dengan industri farmasi.

Jumlah industri jamu semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebiasaan mengkonsumsi obat tradisional. Sesuai data dari Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) jumlah IOT (Industri Obat Tradisional) dan IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.2 Perkembangan Industri Obat Tradisional (IOT) Dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Indonesia

Perkembangan jumlah perusahaan obat tradisional mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan perkembangan dalam industri jamu nasional. Menurut gabungan perusahaan jamu (2004), industri jamu akan terus berkembang dan persaingan dengan perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan sintetis akan semakin tinggi. Pangsa pasar produk obat-obatan sampai saat ini masih dikuasai oleh industri farmasi tetapi dari tahun ke tahun pangsa pasar industri obat tradisional atau jamu terus meningkat.

1.2 Permasalahan

Peningkatan jumlah penduduk dan harga obat sintetis yang jauh diatas harga obat tradisional pada saat ini, mengakibatkan masyarakat berpikir untuk kembali ke alam atau back to nature. Obat sintetis mulai ditinggalkan karena dirasa terlalu mahal dengan efek samping yang cukup membahayakan. Masyarakat berpikir bahwa dengan obat tradisional akan lebih murah dan tidak membahayakan kesehatan karena bahannya yang berasal dari alam. Selain itu juga faktor pengalaman dan alasan hasil warisan turun-temurun yang dipercaya kemanjurannya telah menjadi salah satu motivasi bagi mereka untuk mengembangkan industri jamu di Indonesia.

Adanya pasar AFTA yang akan dibuka tahun 2010, menyebabkan pangsa pasar akan bertambah besar sehingga jika dapat dikuasai akan menciptakan keuntungan yang sangat besar. Selain memperbesar pangsa pasar, dibukanya pasar AFTA akan menyebabkan semakin tingginya persaingan. Industri jamu tidak hanya bersaing dengan industri farmasi nasional saja, tetapi juga dengan perusahaan asing.

Oleh karena itu peningkatan daya saing industri jamu harus ditingkatkan, berbagai strategi harus dirancang setiap perusahaan-perusahaan jamu nasional sehingga prospek industri jamu di masa depan akan semakin baik, tetapi jika tidak, industri jamu nasional akan semakin terancam atau jika tidak industri jamu tidak bisa bertahan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana daya saing industri jamu di Indonesia?

2. Strategi apakah yang dapat mendukung peningkatan daya saing industri jamu di Indonesia? 3. Bagaimana prospek industri jamu di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian terhadap permasalahan yang telah dikemukakan diatas adalah untuk:

1. Menganalisis daya saing industri jamu dengan menggunakan porter’s diamond.

2. Merumuskan strategi yang digunakan untuk meningkatkan daya saing jamu nasional dengan matrik SWOT

3. Melihat prospek industri jamu nasional melalui peramalan (forecasting). 1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan studi komparatif bagi penelitian lain yang berkaitan dengan masalah ini.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kinerja perusahaan jamu nasional di Indonesia.

3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia akademis dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(9)

3 secara keseluruhan dari industri besar dan sedang yang telah diolah oleh Badan Pusat Statistik, tidak dibedakan menurut jenis atau bentuk jamu maupun kegunaan jamu.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Teori-Teori 2.1.1 Pengertian Industri

Industri diartikan sebagai sekumpulan perusahaan yang serupa atau sekelompok produk yang berkaitan erat (Lipsey, et al., 1996). Dumairy (1995) menjelaskan bahwa industri memiliki dua arti. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan sejenis. Dalam konteks ini, industri jamu sama artinya dengan himpunan atau kelompok perusahaan penghasil obat-obatan tradisional. Kedua, industri dapat juga diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.

2.1.2 Daya Saing

Daya saing sering diidentikkan dengan produktifitas (tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan). Peningkatan produktifitas meliputi, peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (total faktor produktifitas).

Menurut Michael E. Porter ada empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu industri yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, kondisi industri pendukung dan terkait serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri. Dan ada dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan dan faktor pemerintah.

1. Kondisi Faktor Sumberdaya

Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki yang merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu:

a. Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang mempengaruhi daya saing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), etika kerja (termasuk moral).

b. Sumberdaya Fisik atau Alam

Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi daya saing industri nasional mencakup biaya, aksebilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainnya), dan sumberdaya peternakan, serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain.

c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

d. Sumberdaya Infrastruktur

Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi daya saing nasional terdiri dari ketersediaan jenis, mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan, termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain.

2. Kondisi Permintaan

(10)

4 (a) Komposisi Permintaan Domestik

Karateristik permintaan domestik sangat mempengaruhi daya saing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi:

♦ Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing industri nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh daya saing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibanding dengan struktur segmen yang sempit

♦ Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan.

♦ Antipasi kebutuhan pembeli dari perusahaan dalam negeri merupakan pembelajaran untuk memperoleh keunggulan daya saing global.

(b) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan

Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik melakukan penetrasi pasar lebih awal.

(c) Internasionalisasi Permintaan Domestik

Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong daya saing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya daya saing produk negeri yang dikunjungi tersebut.

3. Industri Pendukung dan Industri Terkait

Keberadaan industri pendukung dan industri terkait yang memiliki daya saing global juga akan mempengaruhi daya saing industri utamanya. Industri terkait dan pendukung jumu nasional memberikan konstribusi yang sangat penting dalam upaya meningkatkan daya saing global. Industri terkait adalah industri yang berada dalam sistem komoditas secara vertikal, mulai dari pengadaan bahan baku, bahan tambahan, bahan kemasan sampai pemasaran. Di lain pihak industri pendukung adalah industri yang memiliki konstribusi tidak langsung pada sistem komoditas secara vertikal.

Industri hulu yang memiliki daya saing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama sehingga industri tersebut juga akan memiliki daya saing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki daya saing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh daya saing global.

4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan

Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain meningkatkan daya saingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki daya saing yang tingkat persaingannya rendah.

Struktur industri dan struktur perusahaan juga menentukan daya saing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Dilain pihak, struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Di samping itu, juga berpengaruh pada strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan domestik dan internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan daya saing global industri yang bersangkutan.

Struktur Pasar ( Market structure)

(11)

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK

INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

Oleh:

ERNI DWI LESTARI

H14103056

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 7

2.1 Tinjauan Teori-teori... 7

2.1.1 Pengertian Industri ... 7

2.1.2 Daya Saing ... 7

2.1.3 Strategi ... 15

2.1.4 Prospek Industri Jamu ... 17

2.2 Penelitian Terdahulu... 18

2.3 Kerangka Pemikiran ... 20

2.4 Hipotesis ... 22

III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Jenis Data Dan Sumber Data ... 23

3.2 Analisis Data... 23

3.2.1 Analisis Daya Saing ... 23

3.2.2 Analisis Strategi ... 25

3.2.3 Analisis Prospek Industri Jamu... 26

IV GAMBARAN UMUM ... 28

4.1 Pengertian Jamu... 28

(13)

4.3 Industri Jamu Nasional ... 36

4.4 Industri Jamu Internasional ... 38

V PEMBAHASAN... 41

5.1 Analisis Daya Saing Dengan Pendekatan The National Diamond System ... 41

5.1.1 Analisis Komponen Daya Saing ... 41

5.1.2 Analisis Keunggulan dan Kelemahan Komponen Daya Saing 57

5.1.3 Analisis Keterkaitan Antar Komponen Daya Saing ... 58

5.2 Analisis Strategi... 61

5.2.1 Analisis Komponen SWOT ... 61

5.2.2 Matrik SWOT ... 67

5.3 Analisis Prospek Industri Jamu ... 74

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

6.1 Kesimpulan ... 79

6.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Perbedaan Obat Tradisional, Fitofarmaka, dan Obat Farmasi... 2

1.2 Jumlah Perusahaan IOT dan IKOT... 4

4.1 Cara Pengolahan Simplisia Yang Baik... 34

5.1 Perbandingan Permintaan Antara Obat Modern dan Obat Alami ... 45

5.2 Persentase Nilai Ekspor terhadap Nilai Produksi ... 47

5.3 Jenis Bahan Baku Yang Digunakan Oleh Industri Jamu... 49

5.4 Nilai CR4 Industri Jamu ... 53

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.3 Alur Rancangan Penelitian ... 21

3.1 Porter,s Diamond ... 24

3.2 Matrik SWOT ... 26

5.1 Jalur Pemasaran Produk Jamu ... 50

5.2 Matrik SWOT ... 68

5.3 Plot Time Series Nilai Output Dan LOGE Nilai Output ... 74

5.4 Plot Autokorelasi Dan Partial Autokorelasi Sebelum Differencing ... 75

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil Pengolahan Data ... 83

2 Tabel Hasil Estimasi ... 84

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO, industri obat-obatan merupakan industri yang berbasis riset, secara berkesinambungan memerlukan inovasi, memerlukan promosi yang membutuhkan biaya mahal, organisasi dan sistem pemasaran yang baik, serta produknya diatur secara ketat, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Industri obat tradisional merupakan salah satu usaha yang mempunyai peranan penting dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menyediakan dan memproduksi obat-obatan tradisional yang berkualitas.

Beberapa produk obat-obatan yang beredar di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu obat tradisional, obat fitofarmaka dan obat farmasi atau yang disebut dengan obat sintetis. Obat fitofarmaka merupakan jenis peralihan antara obat tradisional dan obat farmasi (sintetis), sehingga dapat disimpulkan bahwa obat fitofarmaka adalah obat tradisional yang diproses secara modern, dengan menggunakan standar dan melalui uji klinis tertentu. Obat fitofarmaka sering disebut sebagai obat tradisional atau orang sering menyebutnya dengan jamu kemasan karena menggunakan bahan-bahan alami dari alam namun melalui sebuah produksi yang modern dan higienis dan melalui sejumlah uji klinis tertentu, sehingga tidak berbeda kualitasnya dengan obat modern atau obat farmasi. Pada tabel 1.1 akan di jelaskan perbedaan antara obat tradisional, obat fitofarmaka, dan obat farmasi (sintetis).

Tabel 1.1 Perbedaan Obat Tradisional, Fitofarmaka, Dan Obat Farmasi Obat Tradisional Fitofarmaka Obat farmasi

1. Individual

Sejak dahulu masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan, sebelum pelayanan kesehatan formal dengan pengobatan modern dikenal masyarakat. Pengetahuan tentang tanaman obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan keterampilan secara turun temurun yang diwariskan kepada generasi penerus bangsa. Pengobatan dan pendayagunaan obat termasuk obat tradisional merupakan salah satu komponen alternatif pelayanan kesehatan dasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan beberapa contoh kasus yang terjadi di masyarakat, obat-obatan sintetis modern atau yang disebut dengan obat farmasi yang dibuat secara kimiawi ternyata sering menimbulkan efek samping yang merugikan dan banyak meninggalkan residu pada tubuh manusia, tingkat keamanan dan keberhasilannya masih diragukan walaupun sudah melalui pengujian terhadap efektifitas dan stabilitas produknya.

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia berdampak langsung pada kenaikan harga-harga produk dan biaya hidup semakin meningkat, sehingga masyarakat mulai harus berpikir untuk dapat lebih menghemat dalam pengeluaran uang tiap bulannya. Hampir semua barang mengalami kenaikkan harga, tidak terkecuali harga obat farmasi. Padahal masyarakat sangat membutuhkan obat untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya atau hanya menjaga kesehatan dari perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu. Tingkat kesehatan masyarakat cenderung menurun sebagai akibat daya beli masyarakat yang rendah khususnya terhadap obat-obatan.

Oleh karena itu banyak masyarakat yang beralih pada pengobatan tradisional karena pengobatan tradisional lebih murah dan dapat menekan harga, masyarakat lebih percaya karena faktor pengalaman dan alasan hasil warisan turun-temurun. Pengunaan bahan alam dalam rangka pemeliharaan kesehatan lebih dekat pada proses biologis pada tubuh manusia, aman bagi kesehatan, bebas dari bahan kimia, bebas efek samping walaupun keberhasilan penyembuhannya tidak secepat obat farmasi.

(18)

2 Selain itu, juga terjadi peningkatan unit kerja dan pabrik disejumlah perusahaan jamu terbesar. Oleh karena itu industri jamu mempunyai kesempatan bisa sejajar dengan industri farmasi.

Jumlah industri jamu semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebiasaan mengkonsumsi obat tradisional. Sesuai data dari Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) jumlah IOT (Industri Obat Tradisional) dan IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.2 Perkembangan Industri Obat Tradisional (IOT) Dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Indonesia

Perkembangan jumlah perusahaan obat tradisional mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan perkembangan dalam industri jamu nasional. Menurut gabungan perusahaan jamu (2004), industri jamu akan terus berkembang dan persaingan dengan perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan sintetis akan semakin tinggi. Pangsa pasar produk obat-obatan sampai saat ini masih dikuasai oleh industri farmasi tetapi dari tahun ke tahun pangsa pasar industri obat tradisional atau jamu terus meningkat.

1.2 Permasalahan

Peningkatan jumlah penduduk dan harga obat sintetis yang jauh diatas harga obat tradisional pada saat ini, mengakibatkan masyarakat berpikir untuk kembali ke alam atau back to nature. Obat sintetis mulai ditinggalkan karena dirasa terlalu mahal dengan efek samping yang cukup membahayakan. Masyarakat berpikir bahwa dengan obat tradisional akan lebih murah dan tidak membahayakan kesehatan karena bahannya yang berasal dari alam. Selain itu juga faktor pengalaman dan alasan hasil warisan turun-temurun yang dipercaya kemanjurannya telah menjadi salah satu motivasi bagi mereka untuk mengembangkan industri jamu di Indonesia.

Adanya pasar AFTA yang akan dibuka tahun 2010, menyebabkan pangsa pasar akan bertambah besar sehingga jika dapat dikuasai akan menciptakan keuntungan yang sangat besar. Selain memperbesar pangsa pasar, dibukanya pasar AFTA akan menyebabkan semakin tingginya persaingan. Industri jamu tidak hanya bersaing dengan industri farmasi nasional saja, tetapi juga dengan perusahaan asing.

Oleh karena itu peningkatan daya saing industri jamu harus ditingkatkan, berbagai strategi harus dirancang setiap perusahaan-perusahaan jamu nasional sehingga prospek industri jamu di masa depan akan semakin baik, tetapi jika tidak, industri jamu nasional akan semakin terancam atau jika tidak industri jamu tidak bisa bertahan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana daya saing industri jamu di Indonesia?

2. Strategi apakah yang dapat mendukung peningkatan daya saing industri jamu di Indonesia? 3. Bagaimana prospek industri jamu di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian terhadap permasalahan yang telah dikemukakan diatas adalah untuk:

1. Menganalisis daya saing industri jamu dengan menggunakan porter’s diamond.

2. Merumuskan strategi yang digunakan untuk meningkatkan daya saing jamu nasional dengan matrik SWOT

3. Melihat prospek industri jamu nasional melalui peramalan (forecasting). 1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan studi komparatif bagi penelitian lain yang berkaitan dengan masalah ini.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kinerja perusahaan jamu nasional di Indonesia.

3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia akademis dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(19)

3 secara keseluruhan dari industri besar dan sedang yang telah diolah oleh Badan Pusat Statistik, tidak dibedakan menurut jenis atau bentuk jamu maupun kegunaan jamu.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Teori-Teori 2.1.1 Pengertian Industri

Industri diartikan sebagai sekumpulan perusahaan yang serupa atau sekelompok produk yang berkaitan erat (Lipsey, et al., 1996). Dumairy (1995) menjelaskan bahwa industri memiliki dua arti. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan sejenis. Dalam konteks ini, industri jamu sama artinya dengan himpunan atau kelompok perusahaan penghasil obat-obatan tradisional. Kedua, industri dapat juga diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.

2.1.2 Daya Saing

Daya saing sering diidentikkan dengan produktifitas (tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan). Peningkatan produktifitas meliputi, peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (total faktor produktifitas).

Menurut Michael E. Porter ada empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu industri yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, kondisi industri pendukung dan terkait serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri. Dan ada dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan dan faktor pemerintah.

1. Kondisi Faktor Sumberdaya

Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki yang merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu:

a. Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang mempengaruhi daya saing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), etika kerja (termasuk moral).

b. Sumberdaya Fisik atau Alam

Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi daya saing industri nasional mencakup biaya, aksebilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainnya), dan sumberdaya peternakan, serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain.

c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

d. Sumberdaya Infrastruktur

Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi daya saing nasional terdiri dari ketersediaan jenis, mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan, termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain.

2. Kondisi Permintaan

(20)

4 (a) Komposisi Permintaan Domestik

Karateristik permintaan domestik sangat mempengaruhi daya saing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi:

♦ Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing industri nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh daya saing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibanding dengan struktur segmen yang sempit

♦ Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan.

♦ Antipasi kebutuhan pembeli dari perusahaan dalam negeri merupakan pembelajaran untuk memperoleh keunggulan daya saing global.

(b) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan

Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik melakukan penetrasi pasar lebih awal.

(c) Internasionalisasi Permintaan Domestik

Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong daya saing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya daya saing produk negeri yang dikunjungi tersebut.

3. Industri Pendukung dan Industri Terkait

Keberadaan industri pendukung dan industri terkait yang memiliki daya saing global juga akan mempengaruhi daya saing industri utamanya. Industri terkait dan pendukung jumu nasional memberikan konstribusi yang sangat penting dalam upaya meningkatkan daya saing global. Industri terkait adalah industri yang berada dalam sistem komoditas secara vertikal, mulai dari pengadaan bahan baku, bahan tambahan, bahan kemasan sampai pemasaran. Di lain pihak industri pendukung adalah industri yang memiliki konstribusi tidak langsung pada sistem komoditas secara vertikal.

Industri hulu yang memiliki daya saing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama sehingga industri tersebut juga akan memiliki daya saing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki daya saing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh daya saing global.

4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan

Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain meningkatkan daya saingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki daya saing yang tingkat persaingannya rendah.

Struktur industri dan struktur perusahaan juga menentukan daya saing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Dilain pihak, struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Di samping itu, juga berpengaruh pada strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan domestik dan internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan daya saing global industri yang bersangkutan.

Struktur Pasar ( Market structure)

(21)

5 Struktur pasar didefinisikan sebagai sifat-sifat (characteristics) organisasi pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan perusahaan. Jumlah penjual dan keadaan produk (nature of the product) adalan dimensi-dimensi yang penting dari struktur pasar. Adapula dimensi lainnya, seperti mudah-sulitnya memasuki industri (hambatan masuk pasar), kemampuan perusahaan mempengaruhi permintaan melalui iklan, dan lain-lain. Beberapa struktur pasar yang ada antara lain pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, pasar monopsoni, dan pasar oligopsoni. Biasanya struktur pasar yang dihadapi suatu industri seperti monopoli dan oligopoli lebih ditentukan oleh kekuatan perusahaan dalam menguasai pangsa pasar yang ada, relatif dibandingkan jumlah perusahaan yang bergerak dalam suatu industri.

Strategi

Di dalam menjalankan suatu usaha baik perusahaan besar maupun skala kecil, dengan berjalannya waktu, pemilik atau manajer dipastikan mempunyai keinginan untuk mengembangkan usahanya ke dalam lingkup yang lebih besar atau lebih luas. Dalam mengembangkan usaha memerlukan suatu strategi khusus yang terangkum dalam suatu strategi pengembangan usaha. Untuk menyusun suatu strategi diperlukan suatu perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan semua faktor yang berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan tersebut.

5. Peran Pemerintah

Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan daya saing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu daya saing global. Hanya perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri yang mampu menciptakan daya saing global secara langsung. Peran pemerintah merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan dalam industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi aksebilitas pelaku-pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya teknologi dan ilmu pengetahuan serta sumberdaya informasi.

Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan daya saing melalui penetapan standar produk nasional, standar upah tenaga kerja minimum, dan berbagai kebijakan terkait lainnya. Pemerintah dapat mempengaruhi kondisi permintaan domestik, baik secara tidak langsung melalui kebijakan moneter dan atau fiskal yang dikeluarkannya maupun secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa. Kebijakan penerapan bea keluar dan bea masuk, tarif, pajak dan lain-lainnya juga menunjukkan terdapat peran tidak langsung dari pemerintah dalam meningkatkan daya saing global.

Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat daya saing global melalui kebijakan yang memperlemah faktor penentu daya saing industri, tetapi pemerintah tidak dapat secara langsung menciptakan keunggulan bersaing. Peran pemerintah dalam upaya meningkatkan daya saing global adalah memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu daya saing, Sehingga perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan faktor-faktor penentu tersebut secara aktif dan efisien. 6. Peran Kesempatan

Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali perusahaan dan atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan daya saing global industri nasional. Beberapa kesempatan yang dapat mempengaruhi naiknya daya saing global industri nasional adalah adanya penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadi perubahan harga minyak atau depresi mata uang), meningkatkan permintaan produk industri yang bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh negara lain serta berbagai faktor kesempatan lainnya.

2.1.3 Strategi

Menurut Porter (1985) strategi adalah alat yang paling penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Menurut Rangkuti (1999), proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi disebut sebagai perencanaan strategis. Tujuan perencanaan strategi adalah agar organisasi atau perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi internal dan eksternal, sehingga organisasi atau perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal.

(22)

6 melakukan analisa SWOT.

Analisis SWOT yaitu analisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Analisa SWOT merupakan identifikasi yang bersifat sistematis dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi serta peluang dan ancaman lingkungan luar dan strategi yang menyajikan kombinasi terbaik diantara keempatnya. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, barulah perusahaan dapat menentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada, sekaligus untuk memperkecil atau bahkan mengatasi kelemahan yang dimilikinya untuk menghindari ancaman yang ada.

Analisis kekuatan

Kekuatan merupakan suatu kelebihan khusus yang memberikan keunggulan kompetitif di dalam suatu industri yang berasal dari perusahaan. Kekuatan perusahaan akan mendukung perkembangan usaha dengan cara memperlihatkan sumber dana, citra, kepemimpinan pasar, hubungan dengan konsumen ataupun pemasok, serta faktor-faktor lainnya.

Analisis kelemahan

Kelemahan adalah keterbatasan dan kekurangan dalam hal sumberdaya, keahlian, dan kemampuan yang secara nyata menghambat aktiifitas keragaan perusahaan. Fasilitas, sumberdaya keuangan, kemampuan manajerial. Keahlian pemasaran dan pandangan orang terhadap merek dapat menjadi sumber kelemahan.

Analisis peluang

Peluang adalah situasi yang diinginkan atau disukai dalam perusahaan yang diidentifikasi. Segmen pasar, perubahan dalam persaingan atau lingkungan, perubahan teknologi, peraturan baru atau yang ditinjau kembali menjadi sumber peluang bagi perusahaan.

Analisis ancaman

Ancaman adalah situasi yang paling tidak disukai dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan penghalang bagi posisi yang diharapkan oleh perusahaan. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, meningkatnya posisi penawaran pembeli dan pemasok, perubahan teknologi, peraturan baru yang ditinjau kembali dapat menjadi sumber ancaman bagi perusahaan. 2.1.4 Prospek (Peramalan)

Prospek industri jamu akan dibahas melalui metode peramalan. Peramalan (forecasting) didefinisikan sebagai alat atau teknik untuk memprediksi atau memperkirakan suatu nilai pada masa yang akan datang dengan memperhatikan data atau informasi yang relevan, baik data atau informasi masa lalu maupun data atau informasi saat ini. Adapun secara rinci teknik peramalan yang dapat digunakan untuk data rentet waktu antara lain: Model Naive, Model Rata-rata, Model Pemulusan, Dekomposisi, Regresi, dan Metodologi Box-Jenkins (ARIMA).

ARIMA merupakan singkatan dari Autoregresive Integrated Moving Average. Dari nama model ini, dapat diduga bahwa model terdiri atas dua aspek yaitu aspek autoregresi dan moving average. Gabungan kedua model ini yang sangat berguna dalam menganalisis data Time Series, yang diperkenalkan oleh Box-Jenkins (1975). Secara umum model ARIMA dituliskan dengan notasi ARIMA (p,d,q). p adalah derajat proses autoregresi (AR), d adalah pembeda dan q adalah derajad moving average.

Model ARIMA adalah model yang dapat menghasilkan ramalan akurat berdasarkan uraian pola data historis yang merupakan jenis model linier yang mampu mewakili deret yang stasioner maupun non stasioner. Model ini juga tidak mengikutkan variabel bebas dalam pembentukannya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang membahas mengenai analisis dan prospek industri jamu di Indonesia belum pernah dilakukan sebelumnya sebagai topik penelitian di IPB. Namun sebenarnya terdapat beberapa orang yang telah melakukan penelitian mengenai komoditi jamu diantaranya penelitian tentang analisis strategi perusahaan jamu, analisis perbandingan elemen-elemen ekuitas merek pada produk jamu dan masih banyak lagi.

(23)

7 1. Mempertahankan iklim kerja yang kondusif

2. Melakukan promosi secara aktif

3. Mempertahankan harga jual yang kompetitif. 4. Pengembangan produk

Sedangkan penelitian yang akan dibahas dalam skripsi ini mengkaji secara lebih umum, yaitu strategi dan kebijakan yang akan dilakukan oleh industri jamu dengan pesaingnya yaitu perusahaan farmasi nasional dan perusahaan jamu asing.

Penelitian mengenai jamu yang lain dilakukan oleh Kristanto (2003) yang secara umum membahas tentang pengaruh merek terhadap hasil pemasaran produk jamu. Dari hasil pembahasan, merek suatu produk jamu sangan berpengaruh terhadap jumlah penjualan produk jamu tersebut, apalagi penjualan produk dari perusahaan besar seperti Nyonya Meneer. Sedangkan penelitian ini untuk pembahasan mengenai pengaruh merek suatu produk industri jamu tidak akan dibahas.

Sedangkan penelitian dengan mempergunakan analisis daya saing pernah dilakukan oleh Yullianti (2003), tetapi produk yang di bahas adalah mengenai produk kopi di Indonesia. Penelitian tentang peningkatan daya saing lebih kearah peningkatan jumlah perkebunan kopi atau ke perbaikan sistem perkebunan kopi.

Penelitian yang menggunakan alat analisis peramalan menggunakan metode ARIMA pernah dilakukan oleh Aldillah (2006), Dia menganalisis penawaran dan permintaan jagung sampai tahun 2015. Data yang dibutuhkan untuk meramal adalah data penawaran dan permintaan jagung mulai tahun 1965-2005. Hasil peramalan menunjukkan bahwa permintaan dan penawaran jagung ke depannya mengalami peningkatan, tetapi peningkatan penawaran jangung lebih besar daripada permintaan. Penelitian kali ini juga menggunakan metode ARIMA untuk megetahui prospek industri jamu, yaitu dengan meramalkan nilai output industri jamu sampai tahun 2015 dengan menggunakan data historis mulai tahun 1975-2004.

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini didasari oleh pemikiran kondisi industri jamu nasional yang dalam perkembangan selama ini mengalami peningkatan dalam hal produksi, ekspor dan konsumsi di dalam negeri maupun di luar negeri. Perkembangan tersebut juga dipengaruhi oleh keadaaan krisis yang terjadi di Indonesia, penelitian-penelitian oleh para ahli yang menyebutkan bahwa obat farmasi dapat menimbulkan residu dalam tubuh manusia, serta kekayaan flora dan fauna Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri jamu.

Perkembangan industri jamu yang dapat dilihat dari banyaknya jumlah perusahaan dalam industri jamu, banyaknya ekspor industri jamu ke luar negeri dan peningkatan jumlah output dan permintaan pasar, akan membawa dampak terjadinya persaingan yang ketat dengan industri farmasi, sehingga industri jamu nasional terus melakukan peningkatan kinerja dan performanya dengan berbagai strategi seperti strategi perbaikan kualitas jamu yang telah teruji secara klinis dan strategi peningkatan penjualan dengan melalui iklan dan strategi lain yang didapat melalui analisis SWOT yaitu analisis kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman dari industri jamu tersebut yang dapat meningkatkan daya saing industri jamu.

Dengan perbaikan daya saing, kinerja dan performa industri jamu saat ini diharapkan prospek industri jamu dimasa depan akan lebih baik. Untuk saat ini pangsa pasar industri jamu di pasar obat-obatan di Indonesia masih kecil dibandingkan pangsa pasar industri farmasi dengan obat sintetisnya tersebut. Prospek industri jamu juga dapat dilihat dari proses forecasting (peramalan) data jumlah perusahaan, data ekspor dan data nilai output industri jamu. Dalam penelitian ini prospek industri jamu hanya dilihat dari peramalan nilai output saja dengan mempergunakan data time series nilai output industri jamu di Indonesia dari data tahun 1975 sampai tahun 2004 untuk mengetahui peramalan nilai output industri jamu sampai tahun 2015 melalui peramalan dengan menggunakan metode ARIMA.

2.4 Hipotesis

1. Industri jamu nasional memiliki daya saing yang rendah

2. Strategi peningkatan mutu produk, pengembangan produk dan pemasaran yang baik adalah strategi yang dapat dilakukan oleh industri jamu nasional untuk meningkatkan daya saing

(24)

8

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu (time series). Jenis data tersebut meliputi data jumlah dan nama perusahaan dalam industri jamu nasional, data nilai output, nilai tambah, nilai input, dan nilai produksi industri jamu di Indonesia, data ekspor-impor dan data lain yang mengenai tentang industri jamu misalnya data tentang jumlah tenaga kerja, bahan baku. Data tersebut diperoleh dari Gabungan Pengusahan Jamu, Badan Pusat Statistik, Departemen Perindustrian, studi literatur dan sumber-sumber lainnya.

3.2 Metode Analisis

3.2.1 Analisis Daya Saing Industri Jamu

Analisis daya saing akan dibahas dengan metode kualitatif yaitu dengan menganalisis tiap komponen dalam teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor condition (FC), yaitu keadaan faktor-faktor produksi dalam suatu industri seperti tenaga kerja dan infrastruktur

b. Demand Condition (DC), yaitu keadaan permintaan atas barang dan jasa dalam negara.

c. Related and supporting industries (RSI), yaitu keadaan para penyalur dan industri lainnya yang saling mendukung dan berhubungan

d. Firm strategy, structure, and rivalry (FSSR), yaitu strategi yang dianut perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan kompetisi dalam suatu industri domestik.

Selain itu ada komponen lain yang terkait dengan keempat komponen utama tersebut yaitu faktor pemerintah dan kesempatan. Keempat faktor utama dan dua faktor pendukung tersebut saling berinteraksi dan hasil interaksi sangat menentukan perkembangan dari industri yang dapat menjadi competitif adventage dari suatu industri.

3.2.2 Analisis strategi

Untuk menganalisis strategi untuk peningkatan daya saing industri jamu akan dianalisis dengan metode kualitatif yaitu dengan menggunakan matrik SWOT.

Matriks SWOT digunakan untuk menyusun strategi organisasi atau perusahaan. Matrik ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi atau perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan organisasi atau perusahaan. Matriks ini menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yaitu strategi S-O, Strategi W-O, Strategi S-T dan Strategi W-T. Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu:

1. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal industri jamu. 2. Tentukan faktor-faktor ancaman industri jamu.

3. Tentukan faktor-faktor kekuatan industri jamu. 4. Tentukan kelemahan industri jamu.

5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S-O. 6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W-O. 7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S-T. 8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W-T.

3.2.3 Analisis Prospek Industri Jamu

Analisis Prospek industri jamu di masa mendatang dapat dilihat dari analisis peramalan. Proses peramalan dilakukan dengan menggunakan metode ARIMA dengan menggunakan software Minitab 13. Ada empat langkah yang harus dilakukan jika menggunakan metode ARIMA yaitu:

1. Identifikasi Model

(25)

9 respon pada masing-masing selang waktu t-1, t-2, …, t-p

p

φ φ

φ0, 1,... = koefisien yang diestimasikan

εt = bentuk galat yang mewakili efek variabel tak terjelaskan oleh model ϖ1, ϖ2, …, ϖt = koefisien yang diestimasikan

ε t -1, ε t -2, …, εt – q = galat pada periode waktu sebelumnya yang pada saat t, nilainya menyatu

dengan nilai respon Yt.

2. Estimasi Model

Setelah model tentatif ditentukan, parameter model tersebut harus diestimasikan. Selain itu, residual mean kuadrat galat yang merupakan estimasi varian galat t juga dihitung. Residual mean kuadrat galat didefinisikan sebagai berikut:

Pemeriksaan model dilakukan dengan sistem trial and error, Dimana nilai MSE yang dihasilkan dari berbagai macam kombinasi model ARIMA dapat diperoleh, kemudian model ARIMA yang menghasilkan nilai MSE terkecil dipilih, yang kemudian model ARIMA tersebut dapat digunakan hasil peramalan untuk memprediksi niai output industri jamu nasional hingga tahun 2015.

4. Peramalan Melalui Model

a. Begitu didapat model yang memadai, ramalan satu atau beberapa periode kedepan dapat dikerjakan. b. Semakin banyak atau tersedianya data, maka model ARIMA yang sama dapat digunakan untuk

menghasilkan ramalan dari titik awal yang lain.

c. Jika karakter deret berubah sejalan dengan waktu, data baru dapat digunakan untuk mengestimasi ulang parameter model atau jika perlu sama sekali mengembangkan model baru.

IV GAMBARAN UMUM

4.1 Pengertian Jamu

Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal dari alam (tumbuhan dan hewan). Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu (Empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja. Obat herbal terstandar (Scientific based herbal medicine) yaitu obat bahan alam yang disajikan dari ekstrak atau penyaringan bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan mahal, serta ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra klinik. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine) merupakan bentuk obat bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya telah terstandar serta ditunjang oleh bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Namun ketiga jenis obat bahan alam tersebut sering disebut juga sebagai jamu.Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonasia.

(26)

10 Berdasarkan keputusan Menkes RI No.661/MenKes/SK/V11/1994 tentang persyaratan dan bentuk obat tradisional, bentuk obat tradisioanal yang diizinkan untuk diproduksi meliputi:

a. Rajangan

Adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia atau campuran simplisia dengan sediaan galenik yang penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas. Kandungan kadar air tidak lebih dari 10 persen.

b. Serbuk

Adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok, bahan bakunya simplisia, sediaan galenik atau campurannya. Kandungan kadar air tidak lebih dari 10 persen.

c. Pil

Adalah sediaan obat tradisional berupa masa bulat, bahan bakunya serbuk simplisia, sedian galenik atau campurannya. Kandungan kadar air tidak lebih dari 10 persen.

d. Kapsul

Adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang kerasan lunak, bahan bakunya terbuat dari sediaan galenik atau tanpa bahan tambahan. Kandungan air isi kapsul tidak lebih dari 10 persen dan kapsul memiliki waktu hancur tidak lebih dari 15 menit

e. Tablet

Adalah sediaan obat tradisional padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih, silindris atau bentuk lain. Kedua permukaannya cembung atau rata, terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan. Kandungan air tidak lebih dari 10 persen dan memiliki waktu hancur tidak lebih dari 20 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut.

f. Cairan obat luar

Adalah sediaan obat tradisional berupa larutan suspensi atau emulsi, bahan bakunya dari simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai obat luar.

g. Parem, Pilis, Fapel

Adalah sediaan obat tradisional atau bentuk pasta, bahan bakunya serupa serbuk simplisia, sediaan galenik atau campurannya dan digunakan sebagai obat luar. Kandungan air tidak lebih dari 10 persen.

h. Salep atau krim

Adalah sediaan obat tradisional setengah padat yang mudah dioleskan, bahan bakunya berupa sediaan galenik yang larut atau terdispensi homogen dalam dasar salep atau krim yang cocok digunakan sebagai obat luar.

4.2 Proses Pembuatan Jamu

Proses produksi yang dilakukan pada industri kecil obat tradisional yang masih menggunakan teknologi yang relatif sederhana atau tradisional karena produk jamu yang dihasilkan adalah berupa serbuk jamu. Obat bahan alam termasuk jamu yang diproduksi oleh industri obat bahan alam (IOT) maupun industri kecil obat bahan alam (IKOT) mempunyai persyaratan yang sama yaitu aman untuk digunakan, berkhasiat atau bermanfaat dan bermutu baik. Oleh karena itu semua usaha dibidang industri obat bahan alam harus dapat menerapkan Cara Pembuatan Obat bahan alam yang Baik (CPOTB) agar dapat menghasilkan obat bahan alam yang memenuhi syarat. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam menerapkan CPOTB adalah : Personalia, Bangunan, Peralatan, Sanitasi dan higiene, Penyiapan bahan baku, Pengolahan dan pengemasan, Pengawasan mutu, Inspeksi diri, Dokumentasi, Penanganan terhadap hasil pemantauan produk di peredaran. Secara umum proses produksi yang dilakukan menurut BPOM, meliputi tahapan sebagai berikut:

1). Bahan baku datang dari pemasok dalam bentuk kering

2). Pengambilan sample bahan baku, jika kualitasnya cocok maka dibeli 3). Sortasi bahan baku

Sortasi bahan baku dilakukan untuk memisahkan bahan baku yang baik dengan yang tidak baik yang terlihat secara fisik, misalnya daun yang sudah layu. Sortasi juga dilakukan untuk memisahkan benda asing yang mungkin terdapat dalam bahan baku tersebut ,misalnya kotoran atau tanah.

(27)

11 Sebaiknya simplisia kering yang akan digunakan untuk pembuatan jamu memiliki kadar air maksimal 11 persen . Jika ternyata kadar air simplisia tersebut di atas 11 persen maka dilakukan proses pengeringan atau penjemuran.

5). Penimbangan bahan baku sesuai kebutuhan menggunakan timbangan duduk 6). Penggilingan simplisia menjadi serbuk

Simplisia yang telah ditimbang digiling dengan menggunakan mesin penggiling yang digerakkan oleh mesin penggerak. Jenis atau ukuran pisau pada mesin penggiling yang digunakan untuk menggiling daun dan rimpang berbeda. Pisau pada mesin penggiling harus selalu diganti setiap 3 bulan untuk menjamin hasil gilingan selalu dalam ukuran yang seharusnya.

7). Penyaringan atau pengayakan dengan saringan 120 mesh.

Proses penyaringan dilakukan untuk menghasilkan serbuk dengan ukuran yang halus dan seragam. Dari proses penyaringan ini, pada umumnya serbuk yang tidak lolos adalah sekitar 15 - 20 persen.

8). Peramuan atau pencampuran sesuai kombinasi yang diinginkan

Serbuk jamu yang telah disaring kemudian diramu dengan jumlah dan komposisi yang disesuaikan dengan jenis jamu yang akan dihasilkan. Proses peramuan atau pencampuran ini dilakukan secara manual.

9). Pengukuran kadar air serbuk jamu

Sebelum dikemas, dilakukan pengukuran kadar air serbuk jamu untuk menjamin tingkat kekeringan serbuk tersebut. Kualitas serbuk yang baik adalah yang memiliki kadar air tidak lebih dari 5 persen.

10). Pengemasan dalam bentuk sachet dan pak

Serbuk jamu dimasukkan dengan ukuran rata-rata 7 - 8 gram ke dalam kemasan sachet kemudian dipres dengan alat pengepres. Setiap 10 sachet dipak dalam kemasan plastik. Beberapa pak jamu dikemas lagi dalam plastik bening dengan ukuran besar. Beberapa jenis serbuk jamu tidak dikemas dalam bentuk sachet, tetapi dikemas secara kiloan dengan kemasan plastik yang lebih besar.

11). Penyimpanan produk jadi sebelum dijual

Jamu yang siap dijual disimpan terlebih dahulu dalam rak-rak besar secara teratur. Gudang penyimpanan jamu harus kering dan tidak lembab sehingga tidak menurunkan kualitas jamu yang telah dihasilkan. Rak-rak penyimpanan tidak boleh menempel pada dinding, tetapi harus ada sedikit jarak sehingga jamu tersebut tidak menjadi lembab.

12). Distribusi produk jadi pada konsumen

Merupakan proses penyampaian jamu dari produsen ke konsumen. Pada tahap ini pun harus diperhatikan aspek higienis dan pengaturan peletakannya, baik pada saat pengangkutan maupun penyimpanan di kios atau toko.

Kualitas bahan baku atau simplisia akan sangat menentukan kualitas jamu yang dihasilkan. Oleh karena itu, pemilihan bahan baku yang berkualitas baik sangat penting untuk diperhatikan, dan tidak hanya semata didasarkan atas harga yang murah. Secara umum, kualitas simplisia yang baik dapat dilihat dari parameter atau kriteria sebagai berikut : tingkat kebersihan, tingkat kekeringan, warna, tingkat ketebalan, dan keseragaman ukurannya.

Proses pengolahan jamu dalam bentuk serbuk menghasilkan limbah berupa limbah padat dan gas. Limbah padat adalah ampas jamu yang dihasilkan dari proses penggilingan simplisia maupun penyaringan serbuk jamu. Sedangkan limbah berupa gas adalah asap yang dikeluarkan dari mesin penggerak pada saat proses penggilingan dilakukan. Dari proses pengolahan jamu ini tidak dihasilkan limbah cair karena bahan baku simplisia sudah diterima dalam bentuk kering sehingga tidak perlu dicuci lagi. Dampak lingkungan lain yang terjadi adalah suara bising (polusi suara) yang diakibatkan oleh mesin penggerak yang sedang dijalankan.

Ampas jamu yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan sekitar karena dimasukkan ke dalam karung. Ampas ini dapat dijual kembali (untuk pakan ternak atau pemanfaatan lain). Limbah asap dan suara bising yang dihasilkan oleh mesin penggerak dapat dikurangi dengan membuat pipa cerobong yang tinggi sekitar 5 meter sehingga tidak mengganggu masyarakat sekitar. Kenyataannya asap yang dihasilkan tidak pekat dan suara yang ditimbulkan pun tidak terlalu bising. Pada lokasi usaha tercium aroma jamu dari proses penggilingan dan ceceran serbuk jamu yang senantiasa dibersihkan secara berkala.

(28)

12 mendapatkan izin HO yang dikeluarkan oleh Pemda setempat yaitu izin gangguan yang mendapatkan persetujuan dari tetangga kanan, kiri, depan dan belakang. Dengan demikian usaha jamu tradisional masih baik untuk dilakukan ditinjau dari aspek lingkungan karena tidak ada dampak lingkungan yang berarti. 4.3 Gambaran Umum Industri Jamu Nasional

Industri jamu merupakan salah satu aset nasional yang penting, selain meraih keuntungan dari sisi ekonomi, jamu juga sudah menjadi ciri dibidang sosial dan budaya Indonesia. Berbagai usaha jamu, baik dalam industri berskala kecil atau rumahan hingga besar dapat menambah penghasilan negara melalui pajak dan devisa ekspornya. Tidak hanya itu, industri jamu juga tidak membebani pemerintah dengan impor bahan baku jamu karena bahan-bahan pembuatan jamu terdapat di dalam negeri. Kekayaan hayati Indonesia yang sangat besar dan beragam menjadi salah satu keuntungan tersendiri untuk industri jamu di nasional. Walaupun keuntungan yang diperoleh industri jamu tidak sebesar industri rokok atau industri farmasi, tetapi industri ini menyumbangkan dana bakti bagi pelayanan kesehatan masyarakat, karena jamu termasuk jenis alat pengobatan.

Perusahaan jamu nasional pertama di Indonesia dipelopori oleh Jamu Jago yang didirikan oleh T.K Suprana di desa Wonogiri pada tahun 1918. Sehingga saat ini perusahaan tersebut memposisikan diri sebagai perusahaan jamu pertama di Indonesia. Langkah jamu jago langsung diikuti perusahaan Jamu Jawa Asli Cap Potret Nyonya Meneer yang didirikan sejak 1919 di Semarang, yang sekarang terkenal dengan perusahaan jamu dengan jamu yang bermutu tinggi. Kemudian Jamu Sidomuncul yang didirikan tahun 1935 di Semarang, yang sekarang memposisikan diri sebagai perusahaan jamu dengan penggunaan teknologi yang modern dalam proses produksinya. Sedangkan Jamu Air Mancur berdiri tahun 1963 di Wonogiri. Sekarang sudah banyak sekali perusahaan jamu yang didirikan di Indonesia misalnya Jamu Leo, Jamu Simona, Jamu Borobudur, Jamu Dami, Jamu Pusaka Ambon, Jamu Tenaga Tani Farma yang didirikan di NAD, dan banyak lagi yang lain.

Di Indonesia industri jamu memiliki asosiasi yang diakui pemerintah sebagai asosiasi bagi pengusaha jamu dan obat bahan alam di Indonasia yaitu gabungan pengusaha jamu dan obat alam Indonesia (GP Jamu). Anggota GP jamu terdiri dari produsen, penyalur, dan pengecer. Hingga saat ini GP jmu menghimpun 908 anggota, yang terdiri dari 75 unit industri besar (Industri Obat Tradisional/ IOT) dan 833 indutri kecil (Industri Kecil Obat Tradisional/ IKOT). Pasar Jamu Indonasia dihuni sekitar 650 perusahaan jamu besar, sedang dan maupun kecil dengan pendapatan sekitar Rp. 2,5 trilyun. Hal tersebut sangat berbeda dengan industri farmasi nasional yang hanya dihuni 250 perusahaan dengan pendapatan sebesar 16-18 trilyun (GP Jamu,2004).

Dalam pasar jamu ada beberapa perusahaan besar dan banyak perusahaan sedang dan kecil. Perusahaan besar adalah perusahaan jamu seperti sidomuncul, nyonya meneer, air mancur dan jamu jago. Penguasaan pangsa pasar antara perusahaan jamu yang besar cukup berimbang karena persaingan mereka sangat ketat. Sebagai akibatnya perusahaan kecil sulit untuk menjadi besar dan struktur penguasaan pasar juga cenderung tetap situasinya atau dalam keadaan stabil karena masih dipegang oleh perusahaan-perusahaan besar tersebut. Pertumbuhan industri jamu dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, sedangkan pada masa krisis mengalami kenaikan lebih besar, hal tersebut dikarenakan harga obat farmasi yang melonjak sedangkan pendapatan masyarakat tidak ada peningkatan sehingga masyarakat banyak beralih ke obat tradisioanal atau jamu karena harganya yang terjangkau,. Tapi setelah masa krisis pertumbuhan industri jamu terus mengalami penurunan, bahkan tahun 2004 pertumbuhannya nol persen (GP Jamu,2004).

Saat ini industri jamu di Indonesia mengalami tantangan yang cukup berat. Tidak saja di dalam negeri tapi juga dari luar negeri, terutama memasuki era perdagangan bebas ASEAN (AFTA). Persaingan ini diperkirakan akan sangat ketat, terutama dengan negara kompetitor yang mampu memproduksi dengan harga lebih murah. Sementara dari dalam negeri sendiri merebaknya jamu palsu maupun jamu yang bercampur bahan kimia yang beredar di pasar dalam negeri beberapa waktu ini semakin menambah keraguan masyarakat akan khasiat dan keamanan mengkonsumsi jamu.

4.4 Industri Jamu Internasional

(29)

13 penunjang penyembuhan penyakit dan obat-obatan tradisional tersebut masih sangat relevan dan rasional untuk terapi utama pengobatan.

Dewasa ini dengan kesadaran back to nature atau kembali ke alam menyebabkan penggunaan jamu yang berbahan baku alam dipertimbangkan jika dibandingkan dengan obat farmasi yang berbahan baku kimia. Sehingga akhirnya pasar untuk industri jamu di internasional sangat besar sekali. Pengaruh asumsi back to nature tidak hanya melanda konsumen di negara Indonesia namun juga masyarakat Eropa dan Amerika sejak bebrapa tahun yang lalu. Pada awal abad ke-21 (tahun 2000), pasar obat herbal mengalami peningkatan signifikan di Asia (RRC, Korea, India, Thailand, dan Malaysia) dan Eropa Barat.

Industri jamu China dan India merupakan industri yang sangat potensial hal tersebut dapat dilihat dari penjualan obat alami di internasional yang sangat mendominasi. Di China penggunaan obat tradisional sangat populer dan pemerintahan China menetapkan obat tradisional China sebagai pusaka negara. Oleh karena itu industri jamu di China sangat berkembang pesat. Industri jamu di sana memperoleh perlindungan dari pemerintah dalam hal pemasarannya. Sinse-sinse atau dokter obat tradisional dilatih dan kampanye penggunaan atau pemakaian jamu tradisional sama hebatnya dengan kualitas obat farmasi. Di samping itu penggunaan ramu-ramuan pada pengobatan tradisional China misalnya, memiliki panduan pemanfaatan hingga ribuan resep, bahkan dibukukan. Sebanyak 180 jenis Tradisional Chinese Medicine (TCM) diakui oleh pemerintah dan dimasukkan dalam daftar obat program pemerintah bersama-sama dengan obat modern. Nilai yang besar dapat teramati untuk penjualan TCM ke Hongkong, Benin, Jepang, Arab Saudi, dan Australia. Sementara dari daftar yang lain dapat diketahui bahwa nilai ekspor TCM jauh lebih tinggi dari impornya. Lebih jauh tentang China, berdasarkan data terakhir, tahun 2004 ada 11146 jenis biofarmaka yang telah dimanfaatkan oleh industri TCM dengan memanfaatkan area seluas 760.000 hektar. Hal tersebut juga terjadi di India, industri jamu di sana sangat berkembang karena terkenalnya pengobatan dengan filosofi ayurveda.

(30)

14 V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Daya Saing Industri Jamu Menggunakan Pendekatan The National Diamond System 5.1.1 AnalisisKomponen Porter’s Diamond

1. Kondisi Faktor Sumberdaya

Kondisi faktor sumber daya yang berpengaruh terhadap daya saing industri jamu nasional adalah Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, Ilmu pengetahuan dan Teknologi dan infrastruktur. Keempat kondisi faktor sumberdaya tersebut dijelaskan dibawah ini:

a. Sumber Daya Alam

Negara kita kaya akan potensi keanekaragaman hayati darat dan laut, bahkan Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati tersebut merupakan bahan baku untuk industri jamu. Bagi manusia sumber biofarmaka yang ada di Indonesia, sudah jelas manfaatnya yaitu sebagai obat, kosmetik pengharum, penyegar, pewarna, senyawa model dan sebagainya. Pemanfaatan oleh manusia ini didasarkan pada keanekaragaman struktur atau aktivitas metabolit sekunder tersebut. Keanekaragaman metabolit sekunder ini memberikan harapan untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi obat dari berbagai macam penyakit seperti bakteri, anti jamur, anti malaria, anti kanker, dan anti HIV.

Tetapi sayangnya kekayaan hayati tersebut baru dimanfaatkan sekitar 3-4 persen atau 180 spesies dari 950 spesies tanaman obat yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri jamu di dalam negeri (LIPI,2004). Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang pasarnya pun cukup besar.

b. Sumber Daya Manusia

Menurut GP jamu (2001), industri jamu mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 145.151 tenaga produksi dan sekitar 400.000 orang dalam sektor distribusi. Tenaga kerja yang digunakan pada industri jamu tradisional atau industri kecil obat tradisional tidak memerlukan keahlian khusus karena teknologi proses produksi yang digunakan masih sederhana. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung pada kapasitas produksi yang digunakan. Dari informasi pengusaha jamu tradisional di Kabupaten Sukoharjo, untuk kapasitas 9.600 kg serbuk jamu per bulan dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 20 orang. Tugas atau tanggung jawab yang dilakukan adalah menyortir, meramu dan menggiling, mengayak atau menyaring, mengisi jamu ke dalam kemasan, mengepres, dan menerima barang. Selain karyawan yang melakukan tugas-tugas tersebut, tenaga kerja juga meliputi manajer atau pemilik usaha yang bertanggung jawab terhadap jalannya usaha jamu tradisional secara keseluruhan.

Sedangkan perusahaan-perusahaan yang besar yang sudah memakai teknologi yang modern dalam proses produksinya, membutuhkan tenaga kerja yang dapat mengoperasikan alat proses produksi tersebut. Tenaga kerja tersebut juga banyak tersedia di Indonesia yaitu tenaga kerja yang pendidikannya sudah pada tingkat perguruan tinggi.

c. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Teknologi yang digunakan dalam proses produksi jamu secara umum dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu tradisional dan modern. Pada teknologi yang tradisional, poses produksi yang dilakukan hanya sedikit menggunakan mesin, prosesnya relatif sederhana, dan produk yang dihasilkan dapat berupa serbuk atau cairan. Mesin yang dapat digunakan pada teknologi ini adalah mesin giling dan mesin penyaringan. Pada teknologi yang lebih modern, proses produksi dilakukan dengan menggunakan peralatan atau mesin yang lebih banyak, prosesnya lebih kompleks, dan produk yang dihasilkannya dapat berupa ekstrak jamu dan berbentuk pil atau kaplet. Mesin yang dapat digunakan pada teknologi yang lebih modern ini adalah ekstraktor, evaporator, aroma recovery, dan retrifikasi (pemurnian). Kelompok teknologi untuk pengadaan bahan baku (ekstrak) yang meliputi teknologi budidaya, teknologi panen dan paska panen, teknologi ekstraksi, dan teknik analisa mutu ekstrak. Teknologi lainnya yang dibutuhkan adalah kelompok teknologi untuk proses pembuatan sediaan. Ini meliputi uji farmakologi, formulasi sediaan. Yang tidak kalah pentingnya adalah teknologi dalam penyajian dan pengemasan.

Gambar

Tabel 1.1 Perbedaan Obat Tradisional, Fitofarmaka, Dan Obat Farmasi
Tabel 1.1 Perbedaan Obat Tradisional, Fitofarmaka, Dan Obat Farmasi
Tabel 5.1 Perbandingan Permintaan Antara Obat Modern dan Obat Alami
Tabel 5.2 Persentase Nilai Ekspor Terhadap Nilai Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interpretasi dari kedua konsep tersebut, melahirkan pendekatan internalisasi nalar spiritual di mana tiap kerja manusia berpijak pada tujuan nilai dan implikasi pada orientasi

Pencatatan harga pokok produksi untuk perusahaan manufaktur dapat dilakukan dengan berdasarkan data-data yang terjadi, dimulai dari menghitung biaya produksi (biaya bahan baku,

Masyarakat lebih menerima, ka rena menjadi pelaku pariwisata, dalam hal jasa transportasi (ojek), pemandu wisata, penginapan, dan jasa kuliner. Di dalam suatu

Dengan mengucapkan rasa syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Ny, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Karkas

Dalam Penelitian Tenrilau (2012) Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performing Loan (NPL) Terhadap Penyaluran Kredit

Dari hasil uji Proctor diperoleh nilai kadar air optimum rata-rata sebesar 23.42 % dan densitas maksimum rata-rata sebesar 1.59 g/cc, sehingga di lapangan perlu

Kaitannya dengan kompetensi lulusan Program Studi yang telah ditetapkan mata kuliah ini mendukung kompetensi lulusan: mampu menjamin kualitas asuhan holistik