• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips yang Disuplementasi Tepung Putih Telur Selama Penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips yang Disuplementasi Tepung Putih Telur Selama Penyimpanan"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIK TORTILLA CORN CHIPS YANG

DISUPLEMENTASI TEPUNG PUTIH TELUR

SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

SYAMSUL HUDA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Syamsul Huda. D14203078. 2010. Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips yang Disuplementasi Tepung Putih Telur Selama Penyimpanan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. B. N. Polii, SU

Penambahan tepung putih telur dalam proses pembuatan tortilla corn chips

dilakukan untuk meningkatkan kadar protein. Karakteristik protein yang dapat menghasilkan rasa umami (gurih) sehingga dapat menjadi alternatif pengganti MSG (monosodium glutamat). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakter fisik

tortilla corn chips yang disuplementasi tepung putih telur selama penyimpanan. Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas peternakan, dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini menggunakan tortilla corn chips dengan penambahan tepung putih telur 5% yang dianalisis sifat fisiknya selama penyimpanan. Analisis fisik meliputi derajat pengembangan, kekerasan, indeks penyerapan air, indeks kelarutan air, dan warna. Data hasil tersebut dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), apabila menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap sifat fisik kekerasan dan pengembangan (P>0,05). Sifat fisik warna dan indeks kelarutan air (IKA) berpengaruh nyata selama penyimpanan. Sifat fisik indeks penyerapan air (IPA) berpengaruh sangat nyata selama penyimpanan. Berdasarkan karakteristik fisik terutama peubah derajat pengembangan dan nilai kekerasan, tortilla corn chips dengan penambahan 5% tepung putih telur masih dapat dikonsumsi sampai dengan penyimpanan 42 hari.

(3)

ii ABSTRACT

Physical Characteristic of Tortilla Corn Chips with Egg-White Powder Addition During Storage

Huda, S., Z. Wulandari, and B. N. Polii

The objective of this research was to study physics characteristics of tortilla corn chips. The tortilla corn chips were added with 5% of egg-white powder’s mass from total mass of base tortilla corn chips without any addition. Measured observations were product size degree, crispiness, water absorption index, water solubility index, and colour of product during storage 0 day, 14 days, 28 days, and 42 days. The observation was analyzed using randoming complete design with there block of period. The result showed that the treatment were not influencing product size degree, average value of product size degree was 98.29% and also crispiness, average value of crispiness was 292.71 gf. The treatment were succeeded influence the water solubility index and colour of tortilla corn chips. The average value of water solubility index was 0.02 g/ml, and the average value for each colour component content of L, a, and b value were 52.26; +7.42; and +21.25. The treatment was very succeeded influence the water absorption index and average value was 1.42 ml/g.

(4)

KARAKTERISTIK FISIK

TORTILLA

CORN CHIPS

YANG

DISUPLEMENTASI TEPUNG PUTIH TELUR

SELAMA PENYIMPANAN

SYAMSUL HUDA D14203078

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

(5)

iv Judul : Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips yang Disuplementasi

Tepung Putih Telur Selama Penyimpanan Nama : Syamsul Huda

NIM : D14203078

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Zakiah Wulandari, STP., MSi.) (Ir. B. N. Polii, SU) NIP: 19750207 199802 2001 NIP: 19480402 1980032001

Mengetahui:

Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

(Prof.Dr.Ir.Cece Sumantri,M.Agr.Sc) NIP: 19591212 198603 1004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 19 Januari 1985 dan merupakan

putra ke dua dari pasangan Bapak Drs. H. Ahmad Baidhowi, MHum. dan Ibu Nuni

Wismaharti, SPd. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1997 di Sekolah

Dasar Sukamaju VI Depok. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan

pada tahun 2000 di SLTP Negeri 3 Depok dan pendidikan lanjutan menengah atas

diselesaikan pada tahun 2003 di SMU Negeri 3 Depok. Penulis diterima sebagai

mahasiswa di Program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(7)

vi KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmanirrohiim.

Alhamdulillahirobbilalamiin. Segala puji syukur bagi ALLAH SWT, yang

telah melimpahkan segala karunia serta hidayah-Nya kepada Penulis sehingga

Penulis berkemampuan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

semoga terlimpah kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa dan

menyampaikan risalah Islam kepada seluruh umat manusia.

Skripsi berjudul “Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips yang Disuplementasi Tepung Putih Telur Selama Penyimpanan” ini dibuat dengan memperhatikan manfaat tepung putih telur yang memiliki kandungan protein tinggi

sehingga dapat disuplementasikan dalam makanan camilan. Pengujian fisik pada

tortilla corn chips selama penyimpanan cukup penting. Pengujian tersebut dapat

menggambarkan kualitas produk selama penyimpanan sehingga produk aman untuk

dikonsumsi.

Penelitian ini merupakan langkah awal untuk membuka peluang penelitian

yang lebih jauh dan mendalam. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari

sempurna, namun sebagai sumber informasi, penulis berharap hasil karya ini dapat

bermanfaat bagi kebaikan dan menjadi sumbangsih penulis kepada dunia ilmu

pengetahuan. Amin.

Bogor, September 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRAK ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Putih Telur Ayam ... 3

Asam Amino Putih Telur ... 4

Grits ... 6

Pengeringan Putih Telur ... 7

Fortifikasi Makanan ... 8

Snack ... 8

Tortilla Chips ... 9

Pengemasan ... 12

Karakteristik Fisik ... 12

Derajat Pengembangan ... 12

Kekerasan ... 13

Indeks Penyerapan Air (IPA) ... 13

Indeks Kelarutan Air (IKA) ... 14

(9)

viii

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Hasil ... 25

Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips ... 25

Derajat Pengembangan ... 26

Kekerasan ... 26

Indeks Penyerapan Air (IPA) ... 26

Indeks Kelarutan Air (IKA) ... 27

Warna ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

UCAPAN TERIMA KASIH ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Gizi Telur Ayam (dalam 100 gram) ... 4

2. Kandungan Asam Amino dalam Albumin Telur Ayam (asam amino

per 100 gram protein) ... 5

3. Persyaratan Mutu Hasil Pengolahan Jagung (Grits) ... 6

4. Syarat Mutu Makanan Ringan ... 9

5. Formula Pembuatan Tortilla Corn Chips dengan Penambahan

Tepung Putih Telur ... 20

6. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Karakteristik Fisik Tortilla Corn

(11)

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Macam–macam produk olahan jagung dengan berbagai variasi

pemasakan ... 10

2. Macam–macam Sampel Produk Tortilla Corn Chips dengan penambahan konsentrasi tepung putih telur yang berbeda ... 11

3. Mekanisme Gelatinisasi Pati ... 16

4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Putih Telur ... 19

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Derajat Pengembangan ... 35

2. Analisis Ragam Kekerasan ... 35

3. Analisis Ragam Indeks Penyerapan Air (IPA) ... 35

4. Analisis Indeks Kelarutan Air (IKA) ... 35

5. Analisis Ragam Warna (Nilai L (Kecerahan)) ... 35

6. Analisis Ragam Indeks Warna (Nilai + a (Kromatik merah-hijau)) ... 36

7. Analisis Ragam (Nilai + b (Kromatik kuning-biru)) ... 36

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan akan pangan merupakan hal yang paling signifikan bagi manusia

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pangan yang dibutuhkan oleh manusia pun

beragam jenisnya. Saat ini banyak produk pangan yang sangat bergizi dan

mempunyai efek yang sangat positif bagi kesehatan manusia. Manusia juga terus

berupaya mengembangkan berbagai produk pangan yang mempunyai kualitas yang

baik dan dapat diterima oleh berbagai kalangan masyarakat. Salah satu asupan gizi

yang sering dikonsumsi oleh kita adalah pada waktu pagi, siang hari dan malam hari.

Makanan camilan merupakan makanan ringan yang dapat dikonsumsi

disetiap saat. Makanan dalam bentuk chips merupakan salah satu contoh. Camilan

chips dengan berbagai rasa, dalam penyajiannya dapat dinikmati langsung atau

disantap bersama–sama dengan susu dan campuran lainnya. Tortilla Corn Chips

praktis dalam penyajiannya dan produk ini sangat digemari oleh kaum muda sampai

tua. Tortilla Corn Chips termasuk dalam kelompok produk atau makanan kering

yang mempunyai daya simpan yang cukup lama.

Bahan baku utama makanan ringan dalam bentuk chips umumnya kaya akan

karbohidrat, tetapi kurang protein. Penambahan tepung putih telur dalam proses

pembuatan Tortilla Corn Chips bertujuan untuk meningkatkan kadar protein. Selain

itu tepung putih telur diharapkan dapat mempengaruhi sifat fisik tortilla corn chips

dari derajat pengembangan, kekerasan, indeks penyerapan air, indeks kelarutan air,

dan warna, karena karakteristik putih telur secara umum itu sendiri dapat

mengkompakkan suatu adonan sehingga dapat diketahui perubahan fisik dari segi

kekerasan, derajat pengembangan, indeks penyerapan dan kelarutan air, serta apabila

mengalami pemanasan terjadi perubahan warna (reaksi mailard) pada adonan

tersebut.

Lama penyimpanan merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui

sampai berapa lama suatu produk masih dapat dikonsumsi setelah penyimpanan.

Lama penyimpanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya bahan baku

produk, proses pembuatan dan juga pengemas produk. Ketiga faktor inilah yang

(14)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menganalisis karakteristik fisik tortilla corn chips

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Putih Telur Ayam

Putih telur ayam merupakan cairan kental kekuning-kuningan yang terdapat

disekeliling kuning telur. Putih telur dikenal dengan nama albumin, karena bila

dikoagulasikan, putih telur akan menghasilkan endapan yang berwarna putih

(Romanoff dan Romanoff, 1963).

Protein dan air merupakan komponen terbesar putih telur. Protein putih telur

terdiri dari protein serabut ovomucin dan protein globular yaitu ovalbumin,

conalbumin, ovomucoid, lyzozyme, flavoprotein, ovoglobulin, ovoinhibitor, dan

avidin (Stadelman dan Cotteril, 1977).

Putih telur mempunyai empat bagian utama yaitu lapisan putih telur yang

encer pada bagian luar, lapisan putih telur yang kental, lapisan putih telur yang encer

bagian dalam dan lapisan kalaza. Bagian putih telur diikat dengan bagian kuning

telur oleh kalaza, yaitu serabut-serabut protein berbentuk spiral yang disebut mucin.

Struktur putih telur dibentuk oleh serabut-serabut yang terjalin membentuk jala yang

disebut ovomucin, sedangkan bagian yang cair diikat kuat di dalamnya menjadi

bagian yang kental (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Perbedaan kekentalan putih telur disebabkan oleh perbedaan kandungan air,

dan karena putih telur banyak mengandung air maka selama penyimpanan bagian ini

pula yang paling mudah rusak. Kerusakan ini terjadi terutama disebabkan oleh

keluarnya air dari jala-jala ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur

putih telur (Belitz dan Grosch, 1999).

Kandungan putih telur ayam sebagian besar terdiri dari air, selain itu putih

telur ayam mengandung karbohidrat, mineral, lemak dan protein. Karbohidrat yang

terdapat pada putih telur ayam terdiri dari manosa, galaktosa, dan glukosa yang

berbeda dalam keadaan bebas atau terikat sebagai glukoprotein. Karbohidrat yang

berada dalam keadaan bebas sebagian besar terdiri dari glukosa, sedang manosa dan

galaktosa berada dalam keadaan terikat (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Kandungan gizi telur ayam banyak terdapat pada putih telur dan kuning telur.

(16)

Tabel 1. Komposisi Gizi Telur Ayam (dalam 100 gram)

Sumber : Stadelman dan Cotteril (1977).

Asam Amino Putih Telur

Molekul protein tersusun dari sejumlah asam amino sebagai bahan dasar

yang saling berkaitan satu sama lain. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus

amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen dan gugus yang terikat pada

sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon α, serta gugus R yang merupakan rantai

cabang. Sejumlah besar molekul asam amino melalui suatu proses tertentu dapat

membentuk suatu senyawa yang memiliki banyak ikatan peptida. Suatu peptida yang

mempunyai dua buah ikatan peptida atau lebih dapat bereaksi dengan ion Cu++ dalam

suasana basa dan membentuk suatu senyawa kompleks yang berwarna biru ungu

(Winarno,1982).

Asam amino umumnya larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik

non polar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan

asam karboksilat maupun sifat amina. Perbedaan asam amino dengan asam

karboksilat dan amina terlihat pada titik lebur. Asam amino mempunyai titik lebur

yang lebih tinggi (di atas 200 oC) bila dibandingkan dengan asam karboksilat dan

amina. (Poejiadi, 1994).

(17)

5 nitrogen dengan bantuan katalis enzim. Kandungan asam amino dalam albumen

dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Asam Amino dalam Albumin Telur Ayam (asam amino per 100 gram protein)

Asam Amino Ovalbumin Conalbumin Ovomucoid Lysozyme

Alanin (np) 6,72 4,4 2,3 5,4

Valin (np) 7,05 8,2 6,0 4,8

Leusin (np) 9,2 8,8 5,1 6,9

Isoleusin (np) 7,0 5,0 1,43 5,2

Prolin (np) 3,6 4,9 2,72 1,4

Fenilalanin (np) 7,66 5,7 2,91 3,12

Triptofan (np) 1,20 3,0 0,3 10,6

Metionin [S](np) 5,2 2,03 0,95 2,06

Tirosin (np) 3,68 4,6 3,18 3,6

Glisin (np) 3,05 5,7 3,8 5,7

Serin (np) 8,15 6,3 4,2 6,7

Treonin (np) 4,03 5,9 5,5 5,5

Sistein [S](p) 1,35 - - 0,00

Sistin/2* [S] 0,51 3,8 6,7 6,8

Amida N** 1,02 1,04 1,0 1,71

Asparagin** (np) - - - -

Glutamin** (np) - - - -

Arginin (+) 5,72 7,6 3,7 12,7

Histidin (+) 2,35 2,57 2,15 1,04

Lisin (+) 6,30 10,0 6,0 5,7

Asam aspartat (-) 9,30 13,3 13,0 18,2

Asam glutamat (-) 16,50 11,9 6,5 4,32

(18)

Grits

Grits adalah hancuran butiran jagung yang dibuat dengan ukuran kira-kira

seperti beras, sehingga sering disebut juga dengan beras jagung (Wurzburg, 1968).

Grits dibuat dengan cara menggiling jagung dalam milling machine atau mesin

penggiling, yang kemudian jagung akan keluar dalam bentuk seperti butiran beras.

Pada Tabel 3 dapat dilihat kualitas yang harus dipenuhi dalam penggunaan grits

jagung.

Tabel 3. Persyaratan Mutu Hasil Olahan Jagung (Grits)

No. Komposisi Persyaratan Mutu

CGM60 CGM40 CGF Homini

1.

Kadar Protein Kasar (%)

Kadar Serat Kasar (%)

Kadar Abu (%)

Kepadatan minimum (Kg/cm3)

12

Sumber : SNI 01-4484-1998,

Keterangan : CGM60 dan CGM40 (Corn Gluten Meal) = residu kering dari jagung setelah pemisahan sebagian besar dari pati dan lembaga, dan pemisahan dari dedak melalui proses yang digunakan dalam pengolahan sistem basah dari pati jagung atau sirup, atau dengan proses perlakuan enzimatik dari endosperm.

(19)

7

Pengeringan Putih Telur

Pengeringan telur pada prinsipnya adalah mengurangi kandungan air pada

bahan sampai batas agar mikroorganisme tidak tumbuh. Pengeringan telur memiliki

beberapa keuntungan, yaitu; (1) mengurangi dan mempermudah ruang penyimpanan,

(2) menghemat biaya transportasi, (3) memperpanjang daya simpan dan (4)

mempermudah penggunaannya (Romanoff dan Romanoff, 1963; Berquist, 1964).

Metode pengeringan yang dapat digunakan untuk membuat tepung telur ada 4

macam yaitu pengeringan semprot, foaming drying, pengeringan secara lapis (pan

drying), dan pengeringan beku (Matz dan Matz, 1978). Metode pengeringan semprot

tidak biasa digunakan untuk membuat tepung putih telur, karena dapat menyebabkan

penggumpalan dan penyumbatan pada nozzle alat pengering semprot (Berquist,

1964).

Menurut Aman et al., (1992), metode pengeringan secara lapis (pan drying)

dan foaming drying biasa digunakan untuk pembuatan tepung putih telur.

Pengeringan foaming drying digunakan untuk bahan cair yang dapat dibusakan.

Tujuan pembusaan bahan tersebut adalah untuk memperluas permukaan dan

mempercepat proses pengeringan. Metode pengeringan freeze drying merupakan

proses pengeluaran air dari satu produk dengan cara sublimasi dari bentuk beku (es)

menjadi uap (gas).

Metode pan drying biasanya digunakan untuk membuat tepung putih telur.

Pengeringan dengan metode ini umummya dilakukan pada suhu sekitar 45,56–

47,78oC. Romanoff dan Romanoff (1963) melaporkan bahwa metode pengeringan

pan drying pada suhu sekitar 40–45oC, tebal lapisan bahan sekitar 6 mm selama 22

jam akan diperoleh produk kering dengan kadar air sekitar 5 %.

Produk yang dihasilkan dari proses pengeringan putih telur adalah berupa

remah (flake) putih telur, dan tepung putih telur. Kedua bentuk ini dapat dihasilkan

dengan metode pan drying, sedangkan pada spray drying hanya berupa tepung putih

telur. Kadar air remah (flake) putih telur sekitar 12,16 % dengan pH 4,5–7,0, dan

kadar air tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode pan drying sekitar 6%–

14 %. Tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode pan drying adalah sekitar

(20)

Fortifikasi Makanan

Fortifikasi dapat didefinisikan sebagai penambahan zat-zat gizi (vitamin

mineral, protein, atau asam amino) pada makanan (Ranum, 1991). Fortifikan

merupakan pilihan zat gizi untuk fortifikasi yang ditentukan dengan pertimbangan

harga, daya serap dalam sistem pencernaan, manfaat biologis (bioavability, dan

pengaruhnya terhadap rasa dan penampilan makanan (Soekirman, 2003). Penelitian

ini membuat Tortilla Corn Chips dengan menambahkan putih telur di dalam proses

pembuatannya lalu dilakukan penyimpanan. Menurut UNICEF antara lain

bioavabilitas yang baik dalam jangka waktu tertentu sampai dikonsumsi, tidak

mengakibatkan perubahan warna maupun rasa, terjangkau oleh daya beli dan tersedia

di pasar.

Snack

Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan

yang dikonsumsi selain atau antara waktu makan utama dalam sehari (Lusas dan

Rooney, 2001). Makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat

mengobati kelaparan dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh. Jenis

makanan ini sering terdiri dari bahan makanan tambahan seperti pemanis, pengawet,

dan bahan tambahan (Purwanti, 2005).

Makanan ringan sudah merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan

dalam kehidupan sehari–hari, terutama pada kalangan anak–anak dan remaja. Harper

(1981) menyatakan bahwa makanan ringan dibedakan menjadi dua macam

berdasarkan bahan dasarnya. Kelompok makanan ringan pertama adalah makanan

ringan yang menggunakan bahan baku utama seperti produk ekstrusi dari jagung dan

kemudian ditambah garam dan bumbu penyedap. Kelompok makanan ringan yang

(21)

9 dilakukan dengan menggunakan sistem penggorengan merendam (deep frying) dan

sistem penggorengan biasa (pan frying) (Purwanti, 2005). Minyak yang terkandung

dalam snack dapat menyebabkan oksidasi sehingga menurunkan citarasa (Lusas dan

Rooney, 2001).

Bentuk makanan ringan bervariasi tergantung dari cetakannya (Purwanti,

2005). Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 makanan

ringan yaitu produk siap santap yang terbuat dari bahan baku utama karbohidrat

berbumbu dengan atau penambahan bahan–bahan lain. Bahan baku utama yang

digunakan bisa berasal dari terigu, beras, dan bahan pangan karbohidrat lainnya.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 menyatakan bahwa bahan lain

yang dapat ditambahkan adalah garam, gula, dan turunannya, bahan penyedap rasa

dan aroma yang diizinkan, rempah–rempah dan produk olahannya, daging ternak,

unggas, produk perairan, dan produk olahannya, susu dan produk olahannya, sayur

dan produk olahannya, vitamin dan mineral, coklat dan turunannya, minyak dan

lemak serta turunannya. Syarat mutu makanan ringan menurut Badan Standarisasi

Nasional Indonesia 01-6630-2002 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat Mutu Makanan Ringan

No. Kriteria Satuan Persyaratan

1

Normal / dapat diterima

Normal / dapat diterima

Normal / dapat diterima

Normal / dapat diterima

Tidak boleh ada

Maks. 7,0

Min. 5,0

Sumber : Badan Standarisasi Nasional Indonesia / BSN, 2002.

Tortilla Chips

Jagung merupakan bahan pokok bagi penyediaan tortilla di Mexico dan

Amerika Tengah. Kira–kira 10 % dari produksi jagung di Amerika Serikat digunakan

untuk bahan pangan, sedangkan di Meksiko, 72% dari total produksi jagung

(22)

Meksiko, golongan sosial ekonomi yang rendah bergantung pada tortilla sebagai

sumber kalori dan protein yang utama (Rooney dan Serna-Salvidar, 1987).

Menurut Rooney dan Serna-Salvidar (1987), serealia siap santap (ready to

eat) dibuat dengan cara memasak serealia tersebut hingga terjadi gelatinisasi pati dan

terbentuk adonan atau memasak partikel–partikel menjadi serpihan–serpihan

(flakes), irisan–irisan (shreds), dan butiran–butiran. Rasa, aroma, dan tekstur yang

diinginkan dipertahankan dengan mengontrol proses pemanggangannya setelah

terjadi dehidrasi tekstur menjadi crispy (renyah). Selain itu, reaksi karamelisasi dan

reaksi Maillard berperan dalam pengembangan rasa dan warna yang diinginkan.

Proses–proses konvensional masih digunakan untuk memproduksi sereal–sereal

tersebut yang terus populer, seperti halnya corn flakes. Variasi dari produk olahan

jagung dapat dilihat pada Gambar 1.

Adonan

Ekstrusi/ Perataan dan Perataan dan Perataan dan Perataan Pemotongan Pemotongan Pemotongan

Penggorengan Pemanggangan Pemanggangan Pemagangan

Corn Chips Penggorengan Table Chips Penggorengan

Tortilla Chips Taco Shells

Gambar 1. Macam–macam Produk Olahan Jagung dengan Berbagai Variasi Pemasakan

Sumber: Rooney dan Serna Salvidar, 1987.

Tortilla chips merupakan makanan camilan (snack) yang dibuat dari tortilla

(23)

11 Penelitian terhadap tortilla corn chips dengan penambahan tepung putih telur

telah dilakukan sebelumnya dengan melihat karakteristik fisik dan organoleptik

(hidayat, 2008) serta komposisi kimia dan karakteristik protein (wahyuni, 2008)

dengan penambahan konsentrasi tepung putih telur dengan taraf berbeda, yaitu 0 %,

5 %, 10 % dan 15 %. Penambahan dengan taraf 5 % tepung putih telur merupakan

formulasi terbaik dari kedua penelitian tersebut. Macam-macam produk tortilla corn

chips dengan penambahan tepung putih telur dari (a) 0% sampai dengan (d) 15%

dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) 0 % (b) 5 %

(c) 10 % (d) 15 %

Gambar 2. Macam–macam Sampel Produk Tortilla Corn Chips dengan Penambahan Konsentrasi Tepung Putih Telur yang Berbeda.

Dalam penelitian ini dilakukan penyimpanan tortilla corn chips yang dibuat

berdasarkan formula terbaik yaitu penambahan tepung putih telur 5 % dan kemudian

dianalisa perubahan fisiknya. Penyimpanan dilakukan di suhu ruang dengan

(24)

Pengemasan

Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling bagi

bahan pangan. Bahan pengemas digunakan untuk membatasi antara bahan pangan

dan keadaan normal sekeliling untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu

yang diinginkan. Pengemasan berfungsi untuk: (1) mempertahankan produk agar

bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencernaan, (2)

melindungi bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar, (3)

memberikan kemudahan bagi konsumen dalam membuka wadah tersebut dan

memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi, dan (4)

memberikan daya tarik penjualan dan promosi (Buckle et al. ,1987).

Lembaran tipis pengemas bahan pangan yang sering digunakan adalah

alumunium murni. Menurut Buckle et al. (1987), alumunium foil digunakan secara

luas dalam pelapisan serta dibutuhkan sifat-sifat daya tembus gas, uap air, bau atau

sinar yang rendah. Ketebalan yang digunakan berkisar 0,00064 sampai 0,015 cm.

Tebal lembaran alumunium yang tak bersalut sangat menentukan sifat pelindungnya.

Lembaran tipis dengan tebal paling sedikit 0,0038 cm dapat dikatakan menunjukkan

permeabilitas uap air yang sama dengan nol {04 (cc) (Mil)(hari-1)(M-2)(Atm-1)},

artinya tidak didapatkan pori-pori dalam lembaran tersebut sehingga tidak

dimungkinkan udara dapat bebas masuk ke dalam produk. Sifat lembaran yang lebih

tipis dapat diperbaiki dengan kombinasi satu atau lebih dengan plastik sebagai

penyalut atau laminasi (Haris dan Karmas, 1989). Syarief et al. (1989) menyatakan

bahwa alumunium foil bersifat hermetis, fleksibel dan tidak tembus cahaya.

Karakteristik Fisik

Derajat Pengembangan

(25)

13

Kekerasan

Kekerasan suatu bahan pangan mengindikasikan seberapa banyak kekuatan

atau tekanan yang dibutuhkan untuk menghancurkan produk tersebut. Kekerasan

berbanding terbalik dengan kerenyahan suatu produk. Semakin tinggi kekerasan

produk menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki kerenyahan yang rendah,

begitupun sebaliknya (Buckle et al.,1987). Faktor lain yang dapat mempengaruhi

kekerasan dari suatu produk antara lain adalah komponen penyusun produk, tingkat

kematangan produk, serta kadar air bahan.

Kerenyahan suatu bahan dapat ditentukan secara objektif menggunakan alat

instron 1140 tipe krameshear dan rheoner berbentuk silinder berdiameter terhadap

satu buah sampel produk. Produk berbentuk persegi dan diletakkan pada posisi

horizontal dengan arah pergerakan plunger. Tingkat kekerasan prosuk ditentukan

berdasarkan resistensi produk yang dinyatakan dalam kg/mm.

Kekerasan pada produk dapat dipengaruhi oleh perbandingan amilosa dan

amilopektin pada bahan baku. Tjokrodikosoemo (1968) menjelaskan bahwa

amilopektin pada pati memiliki sifat daya rekat yang tinggi, sehingga semakin tinggi

kadar amilopektin pada bahan baku yang digunakan akan menyebabkan semakin

tinggi kekompakan/kekerasan dari suatu produk.

Indeks Penyerapan Air (IPA)

Indeks penyerapan air (IPA) atau disebut juga daya serap air menunjukkan

kemampuan bahan untuk dapat berinteraksi dengan air. Cherry (1981) menyebutkan

bahwa interaksi protein dengan air menentukan sifat hidrasi, pengembangan produk,

viskositas, dan gelasi.

Cherry (1981) menambahkan bahwa daya serap air selain bergantung pada

sifat protein bahan, juga dipengaruhi oleh keberadaan dan jumlah gugus polar dan

non polar dalam bahan. Protein menjadi penting sebagai komponen yang

menentukan tingkat penyerapan air karena hampir semua protein mengandung

sejumlah rantai polar sepanjang kerangka peptidanya dan membuatnya bersifat

hidrofilik. Protein memegang peranan penting pada kemampuan menyerap air, untuk

itu perlu diketahui jenis dan jumlah protein yang terkandung dalam suatu bahan

(26)

Indeks Kelarutan Air (IKA)

Indeks kelarutan air atau disebut juga daya larut menunjukkan kemampuan

suatu bahan untuk dapat larut dalam air yang dinyatakan dengan banyaknya jumlah

partikel (g) yang terlarut dalam sejumlah air tertentu (ml). Kelarutan protein sering

mempengaruhi sifat fungsional protein dan berkontribusi pada pembentukan gel dan

emulsifikasi (Damodaran, 1996). Hilangnya kelarutan protein sering dijadikan

indikator denaturasi protein dan ikatan silang akibat perlakuan yang buruk.

Lehninger (1991) menambahkan bahwa sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi

beberapa hal antara lain suhu, sifat garam larutan, dan sifat asam-basa larutan.

Warna (Metode Hunter)

Metode Hunter (Hutching, 1999),parameter warna yang diukur pada produk

produk ini, menggunakan Hunter Lab System yang diukur dengan menggunakan alat

Minolta Chromameter CR-310. Metode Hunter ini diindikasikan dengan beberapa

komponen warna yang diukur, yaitu L, a, dan b, kemudian parameter warna lain

yang diukur Minolta Chromameter CR-310 adalah C dan ho (hue). Notasi L

menyatakan parameter kecerahan (light) yang mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100

(putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik putih,

abu-abu, dan hitam. Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau

dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan –a (negatif) dari 0

sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran

kuning-biru dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai 70 untuk warna kuning dan nilai

–b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Notasi C menyatakan parameter

ketajaman warna yang dihasilkan produk, dengan nilai antara 0 (tidak tajam) sampai

100 (sangat tajam), sedangkan nilai oHue menyatakan spesifikasi perpaduan warna

(27)

15

Derajat Gelatinisasi

Derajat gelatinisasi adalah rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total

pati. Tingkat derajat gelatinisasi produk menunjukkan tingkat pemasakan yang

terjadi, artinya derajat gelatinisasi yang tinggi menunjukkan bahwa produk lebih

mudah dicerna oleh tubuh (Wooton et al., 1971).

Pati tidak larut dalam air dingin (Collison, 1968), tetapi bagian amorfus

granula dapat menyerap air sampai 30 % tanpa merusak struktur misel (Hodge dan

Osman, 1976). Jika suspensi air-pati dipanaskan maka akan terjadi pembengkakan

granula. Pembengkakan granula tersebut pada awalnya bersifat reversibel, artinya

granula yang telah mengalami pembengkakan dapat kembali seperti kondisi semula.

Namun jika pemanasan diteruskan, maka setelah mencapai suhu tertentu sifat

pembengkakan granula menjadi ireversibel. Proses itulah yang disebut gelatinisasi

(Winarno, 1997).

Suhu gelatinisasi merupakan suatu kisaran, karena granula–granula dari jenis

pati yang sama mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi sehingga energi yang

diperlukan untuk pembengkakan granula yang berbeda. Damardjati dan Siwi (1986)

mengemukakan bahwa granula yang berukuran besar biasanya membengkak pada

suhu yang lebih rendah. Sehingga suhu pemanggangan pada saat pemasakan juga

menentukan tingkat derajat gelatinisasi yang terjadi pada produk.

Mekanisme gelatinisasi pati terdiri dari tiga tahap. Pertama, air berpenetrasi

secara bolak–balik ke dalam granula. Kemudian pada suhu 60°C-85°C granula akan

mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan sifat “birefringence”-nya. Pada

tahap ketiga, jika temperatur terus naik maka molekul–molekul pati akan terdifusi

dari granula (Winarno, 1997)

Mekanisme gelatinisasi pati diawali dengan berpenetrasinya molekul air ke

dalam granula pati, selanjutnya granula pati akan mengembang akibat adanya proses

pemanasan. Pada suhu tertentu yang disebut suhu gelatinisasi, granula yang telah

mengembang menjadi bersifat ireversibel sehingga tidak dapat kembali menjadi

(28)

Granula pati yang terdiri dari amilosa (rantai lurus)

dan amilopektin (rantai bercabang)

Granula mengembang, penambahan air akan

memecahkan kristalinitas dan merusak keteraturan

bentuk amilosa

Penambahan panas dan air yang berlebihan

menyebabkan pengembangan lebih lanjut, amilosa

mulai terdifusi keluar granula

Granula sebagian besar terdiri dari amilopektin saja, dan terperangkap dalam struktur matriks amilosa

(29)

17

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Departeman

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Laboratorium

Pengolahan Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian ini dilakukan dalam

waktu 3 bulan, yaitu dari bulan Juli sampai dengan September 2008.

Materi

Bahan–bahan yang digunakan dalam pembuatan tortilla corn chips antara

lain telur ayam ras (umur 1 hari) sebagai bahan pembuat tepung putih telur, grits

jagung didapatkan dari PT.Amylum Corn Mills, tepung tapioka, air, gula pasir, dan

garam.

Peralatan yang digunakan antara lain blender, roller, cetakan, pengaduk kayu,

loyang, timbangan analitik, autoclave, rheoner, chromameter, penangas air, sudip,

kompor listrik, jangka sorong digital, micrometer, oven, sealer dan bahan pengemas

alumunium foil (alufo) dengan ketebalan 0,15 mm.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) pola searah dengan peubah lama penyimpanan selama 0 hari, 14 hari, 28 hari

dan 42 hari, masing–masing 3 kali ulangan. Model matematika menurut Steel dan

Torrie (1995) adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ai(x) + εij

keterangan :

Yijk = nilai pengamatan

µ = nilai rataan umum

Ai (x) = pengaruh konsentrasi penambahan tepung putih telur pada taraf ke-i; εij = galat percobaan untuk taraf ke-i dan ulangan ke-j;

i (x) = perbedaan lama penyimpanan produk (0 hari, 14 hari, 28 hari dan 42 hari).

k = ulangan dari masing – masing perlakuan.

Data yang diperoleh dianalisis dengan software MINITAB 14 dan apabila

menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk

(30)

pada tiap pengamatan meliputi karakteristik sifat fisik terdiri dari derajat

pengembangan, kekerasan, indeks penyerapan air (IPA), indeks kelarutan air (IKA),

dan warna.

Prosedur

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan tortilla corn chips

berbahan baku grits jagung dengan penambahan tepung putih telur dengan

konsentrasi 5% dan pengujian karakteristik fisik (uji derajat gelatinisasi, derajat

pengembangan, kekerasan, indeks penyerapan air (IPA), indeks kelarutan air (IKA),

dan warna) selama penyimpanan 0, 14, 28 dan 42 hari.

Pembuatan Tepung Putih Telur

Pembuatan tepung putih telur diawali dengan persiapan telur yang terdiri atas

seleksi telur dan pembersihan telur. Seleksi telur dilakukan dengan melakukan

pemilihan telur dengan kualitas yang baik yaitu memiliki bentuk normal (bulat

lonjong), bersih (bebas dari kotoran yang menempel maupun noda), utuh, serta

memiliki bobot yang seragam (60–65 gram). Pencucian telur dilakukan terhadap

telur kotor dengan cara dicuci menggunakan air hangat (35o–40oC) kemudian

ditiriskan. Selanjutnya telur dipecah dan dipisahkan bagian putih dan kuningnya,

kemudian putih telur dihomogenkan dengan pengaduk hingga tercampur rata.

Selanjutnya dilakukan pasteurisasi dengan sistem batch menggunakan penangas air,

dilakukan pada suhu 50°C selama 3 menit.

Proses desugarisasi dilakukan pada suhu 30oC selama 45 menit dengan

penambahan ragi roti (Saccharomyces cereviceae) sebanyak 0,3% ke dalam cairan

putih telur, lalu diaduk secara manual menggunakan pengaduk kayu sampai

penyebaran khamir merata, setelah itu putih telur diinkubasi pada suhu ruang (±

(31)

19 Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Putih Telur

Sumber : Pamungkas, 2007 Persiapan Telur

Pemecahan dan pemisahan putih dari kuning telur

Homogenisasi Putih Telur

Inkubasi pada suhu ± 30oC selama 2 ½ jam

Pengeringan dengan oven 50oC selama 70 jam

Penambahan 0,3% khamir

Saccaromyces cereviceae

Penurunan suhu pada suhu ruang selama 45 menit

Pengadukan putih telur dan khamir

Homogenisasi dan penghalusan dengan blender

kering

Flake Putih Telur Telur Ayam

Tepung Putih Telur

(32)

Formula dan Proses Pembuatan Tortilla Corn Chips

Penelitian tahap selanjutnya merupakan pembuatan tortilla corn chips dengan

menggunakan formula terbaik dari penelitian sebelumnya dengan melihat

karakteristik fisik, karakteristik kimia dan organoleptik. Formula terbaik Tortilla

Corn Chips hasil dari penelitian sebelumnya (Wahyuni, 2008 dan Hidayat, 2008)

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Formula Pembuatan Tortilla Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur

Bahan yang digunakan Formula %

Grits Jagung 80 g 50,12

Tepung putih telur 7,6 g 4,76

Garam 2 g 1,25

Gula 20 g 12,54

Tepung Tapioka 50 g 31,33

Jumlah 159,6 g 100

Bahan pembantu dalam pembuatan tortilla corn chips yaitu gula halus,

garam, tepung tapioka dan penambahan air secukupnya (±10 ml) sampai adonan

dapat di cetak. Alir proses pembuatan tortilla corn chips didasarkan pada penelitian

terdahulu oleh Khasanah (2003) namun sudah dilakukan beberapa perubahan.

Diagram alir proses pembuatan tortilla corn chips dengan penambahan tepung putih

telur dapat dilihat pada Gambar 4.

Pembuatan Adonan. Adonan dibuat dengan cara mencampurkan tepung putih telur serta grits jagung sesuai formula dengan tepung tapioka, gula halus, dan garam

sampai homogen, penambahan air dilakukan sampai adonan menjadi kalis. Tepung

(33)

21 Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Tortilla Corn Chips

(Modifikasi Khasanah, 2003)

Pemipihan Adonan. Adonan yang telah menjadi homogen kemudian dipipihkan menggunakan roller kayu hingga memiliki ketebalan sebesar 0,5–1,0 mm.

Pencetakan Lembaran (Khasanah, 2003). Lembaran adonan hasil proses pemipihan kemudian dicetak. Dalam penelitian ini, pencetakan dilakukan secara

manual menggunakan sudip plastik, sehingga didapatkan bentuk persegi panjang.

Lembaran tortilla corn chips memiliki ukuran panjang ± 35 mm dan lebar ± 25 mm,

serta ketebalan ± 1 mm.

PengemasanTortilla Corn Chips dengan alumunium foil Dipanggang dalam oven pada

suhu 150ºC selama ± 20 menit Dicetak lembaran Dipipihkan dengan

roller (flaking) Dihomogenisasi

Tepung Putih Telur + Grits Jagung + Tepung Tapioka + Gula Halus + Garam

(34)

Pemanggangan (Khasanah, 2003). Lembaran tortilla corn chips selanjutnya disusun pada loyang dan dilakukan pemanggangan dalam oven pada suhu 150ºC

hingga berwarna kecoklatan. Proses pemanggangan tortilla corn chips pada

penelitian ini dilakukan selama ±20 menit, lebih lama ±10 menit dibandingkan

penelitian Khasanah (2003). Hal ini dikarenakan ketebalan tortilla corn chips lebih

tebal dibanding corn flakes pada penelitian Khasanah sehingga penetrasi panas ke

dalam tortilla corn chips membutuhkan waktu yang lebih lama. Proses

pemanggangan akan mempengaruhi flavour, kerenyahan, dan penampakan produk

akhir.

Pengemasan. Produk tortilla corn chips dikemas dalam kantung alumunium foil ukuran 10 cm x 20 cm sebanyak 12 kemasan. Masing–masing kantung berisi + 32

gram tortilla corn chips.

Penyimpanan. Dilakukan penyimpanan suhu ruang selama 42 hari dan terhadap produk tortilla corn chips dilakukan pengujian secara fisik setiap 14 hari yang

dimulai pada hari ke-0 (H1), ke-14 (H2), ke-28 (H3) dan ke-42 (H4).

Analisa Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips

Derajat Pengembangan (Lingko et al., 1981). Pengukuran dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor. Pengukuran volume produk dilakukan sebanyak 6 kali ulangan dengan

menggunakan alat jangka sorong digital, dengan mengukur panjang, lebar, dan

ketebalan dari tortilla corn chips sebelum dan setelah dipanggang, kemudian

dihitung volumenya dengan mengalikan nilai panjang, lebar, dan ketebalan yang

didapat. Derajat pengembangan ditentukan dengan rumus :

Derajat Pengembangan (%) Volume Produk Awal(mm) x 100 3

(35)

23 Tingkat kekerasan produk dinyatakan dalam gram gaya (gf), yang berarti besarnya

gaya tekan yang diperlukan untuk deformasi produk sampai pecah.

Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Indeks Kelarutan Air (IKA) Metode Sentrifugasi (Muchtadi et al., 1988). Sampel sebanyak satu gram dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge yang telah diketahui beratnya. Sebanyak 10 ml aquades

kemudian ditambahkan ke dalam tabung dan diaduk dengan vibrator sampai semua

bahan terdispersi secara merata. Tabung selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan

2000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh dituang

secara hati-hati ke dalam wadah lain, sedangkan tabung sentrifuge beserta residunya

dipanaskan dalam oven. Tabung diletakkan dengan posisi miring (25o) dan oven

diatur pada suhu 50oC selama 25 menit. Tabung berisi residu ditimbang untuk

menentukan berat air terserap.

Supernatan yang diperoleh diambil sebagai contoh sebanyak 2 ml dan

dimasukkan ke dalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya. Cawan lalu

dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 110oC sampai semua air

menguap. Cawan didinginkan dan ditimbang untuk mengetahui berat bahan kering

yang terdapat dalam supernatan. Indeks penyerapan air dan indeks kelarutan dalam

air ditentukan dengan persamaan berikut :

arut

Warna (Hutching, 1999). Metode Hunter, parameter warna yang diukur pada produk tortilla corn chips ini, menggunakan Hunter Lab System yang diukur dengan

menggunakan alat Minolta Chromameter CR-310. Metode Hunter ini diindikasikan

dengan beberapa komponen warna yang diukur, yaitu L, a, dan b, kemudian

parameter warna lain yang diukur dengan Minolta Chromameter CR-310 adalah C

dan ho (hue). Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) yang mempunyai

nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang

menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu, dan hitam. Nilai a menyatakan warna

(36)

warna merah dan –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b

menyatakan warna kromatik campuran kuning-biru dengan nilai +b (positif) dari 0

sampai 70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna

biru. Notasi C menyatakan parameter ketajaman warna yang dihasilkan produk,

dengan nilai antara 0 (tidak tajam) sampai 100 (sangat tajam), sedangkan nilai oHue

menyatakan spesifikasi perpaduan warna yang dihasilkan. Hasil pengukuran

(37)

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips

Karakteristik fisik yang diujikan pada penelitian ini yaitu derajat

pengembangan, kekerasan, indeks penyerapan air, indeks kelarutan air, dan warna.

Nilai rataan umum karakteristik fisik tortilla corn chips selama penyimpanan dapat

dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips Selama Penyimpanan

Peubah yang Diamati

Rataan ± Standar Deviasi

Lama Penyimpanan (Hari ke-)

0 14 28 42

Derajat Pengembangan (%) 98,07 ± 0,01

Indeks Penyerapan Air (IPA) (ml/g)

Indeks Kelarutan Air (IKA) (mg/ml)

Warna (Nilai + a (Kromatik merah-hijau))

Warna (Nilai + b (Kromatik kuning-biru))

Keterangan: - Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menyatakan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

- Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menyatakan perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01).

(38)

Derajat Pengembangan

Derajat pengembangan tortilla corn chips selama penyimpanan berkisar

antara (98,07 + 0,01) % sampai (98,75 + 1,01) % memiliki nilai rataan umum

(98,29±0,53) % seperti yang terlihat pada Tabel 6. Berdasarkan analisis ragam, lama

penyimpanan tidak berpengaruh secara nyata (P>0,05) terhadap derajat

pengembangan produk.

Nilai derajat pengembangan, cenderung stabil sehingga dapat dikatakan selama

pengujian 42 hari produk ini dalam kondisi yang baik. Kestabilan ini didapat karena

dalam keadaan tertutup alumunium foil merupakan bahan pengemas yang cukup baik

untuk mempertahankan kondisi didalamnya.

Kekerasan

Pengukuran kekerasan tortilla corn chips dilakukan dengan alat rheoner yang

dimaksudkan untuk menilai secara objektif kekerasan tortilla corn chips. Kekerasan

tortilla corn chips selama penyimpanan 42 hari berkisar antara 228,33 gf – 331,67 gf

dengan nilai rataan umum sebesar 292,71 ± 68,04 gf (Tabel 6). Perbedaan lama

penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tortilla corn chips. Hal ini

sangat dipengaruhi antara lain karena dari tortilla corn chips yang dibuat dengan

formula serta, metode pencetakan dan pemanggangan adonan yang seragam.

Perubahan kekerasan selama penyimpanan 42 hari sangat kecil sehingga

secara statistik tidak berbeda nyata. Kadar protein yang tinggi menyebabkan produk

menjadi semakin kompak dikarenakan sifat fungsional protein yang dapat mengikat

air dan komponen gizi lainnya (Winarno dan Sutrisno, 2002).

Indeks Penyerapan Air (IPA)

Indeks penyerapan air produk selama penyimpanan 42 hari berkisar antara

(39)

27 sejumlah rantai polar sepanjang kerangka peptidanya dan membuatnya bersifat

hidrofilik. Terjadi penurunan IPA selama penyimpanan sampai 28 hari setelah itu

sampai 42 hari IPA produk ini menjadi stabil..

Cherry (1981) menjelaskan bahwa daya serap air selain bergantung pada sifat

protein bahan, juga dipengaruhi oleh keberadaan dan jumlah gugus polar dan non

polar dalam bahan. Protein menjadi penting sebagai komponen yang menentukan

tingkat penyerapan air karena hampir semua protein mengandung sejumlah rantai

polar sepanjang kerangka peptidanya dan membuat bersifat hidrofilik. Protein tepung

putih telur memegang peranan penting pada kemampuan menyerap air karena

komponen ini paling banyak dikandung dalam tepung putih telur, namun masih perlu

diketahui jenis dan jumlah protein yang terkandung dalam tepung putih telur yang

memiliki sifat hidrofilik maupun hidrofobik.

Indeks Kelarutan Air (IKA)

Indeks kelarutan air (IKA) atau disebut juga daya larut menunjukkan

kemampuan tortilla corn chips untuk dapat larut dalam air yang dinyatakan dengan

banyaknya jumlah partikel (g) yang terlarut dalam sejumlah air tertentu (ml) atau

mg/ml. Nilai rataan umum indeks kelarutan air tortilla corn chips dengan

penyimpanan 23,23 mg/ml ± 1,13 dengan nilai rataan masing–masing penyimpanan

terdapat pada Tabel 9.

Berdasarkan analisis ragam, IKA dipengaruhi secara nyata (P<0,05) selama

penyimpanan produk. Fluktuatifnya nilai indeks kelarutan air (IKA) pada tortilla

corn chips diduga disebabkan karena denaturasi dan ikatan silang protein. Lehninger

(1991) menambahkan bahwa sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi beberapa hal

antara lain suhu, sifat garam larutan, dan sifat asam-basa larutan.

Warna

Warna tortilla corn chips dengan berbagai taraf penyimpanan berdasarkan

konversi warna dengan Munsell Conversion Program menunjukkan kisaran warna

yang sama yaitu berwarna kuning. Secara visual perbedaan yang tampak antar

perlakuan terlihat pada tingkat kecerahan warna kuning yang dihasilkan.

Penyimpanan produk yang semakin lama cenderung meningkatkan tingkat kecerahan

(40)

mempengaruhi tingkat kecerahan tortilla corn chips. Keseluruhan nilai rataan hasil

analisis warna terhadap tortilla corn chips dapat dilihat pada Tabel 6.

Nilai L. Penyimpanan pada tortilla corn chips berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai L (kecerahan) tortilla corn chips. Hasil pengukuran nilai L tortilla corn chips

dalam penelitian ini berkisar antara 45,49 sampai dengan 56,96 dengan nilai rataan

umum adalah 52,26 ± 4,36, rincian nilai rataan tiap formula dapat dilihat pada Tabel

6. Nilai L pada produk semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu.

Nilai a. Perlakuan penyimpanan pada tortilla corn chips dengan taraf yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) menurunkan nilai a tortilla corn chips. Nilai a

merupakan tingkat warna kromatik campuran merah-hijau, menunjukkan nilai positif

(+) dengan kisaran nilai +5,14 sampai dengan +10,27 (Tabel 6). Walaupun masih

sangat rendah, nilai positif tersebut menunjukkan bahwa tingkat warna kromatik

yang dihasilkan mengarah pada kisaran warna kromatik merah-hijau (skala 0–80).

Selama penyimpanan 42 hari nilai warna + a menurunkan secara sangat nyata.

Penurunan nilai warna kromatik merah-hijau ini turut mempengaruhi peningkatan

kecerahan produk tortilla corn chips selama penyimpanan.

Nilai b. Perbedaan lama penyimpanan pada produk tortilla corn chips berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai b tortilla corn chips. Nilai b merupakan tingkat warna

kromatik campuran biru-kuning, menunjukkan nilai positif dengan kisaran +18,39

sampai dengan +22,97 (Tabel 6) dengan nilai rataan umum yaitu 21,25 ± 1,51. Nilai

yang positif diatas berarti bahwa tingkat warna kromatik yang dihasilkan mengarah

pada kisaran warna kuning (skala 0–70). Walaupun sampai pada penyimpanan hari

ke – 28 terjadi penurunan nilai namun pada hari ke – 42 nilai b meningkat lagi dan

(41)

29

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Produk tortilla corn chips dengan penambahan tepung putih telur yang

disimpan selama 14, 28 dan 42 hari memiliki tingkat derajat pengembangan dan

kekerasan yang cukup baik dikarenakan dalam keadaan dikemas produk tortilla corn

chips tersebut cenderung stabil dan formula dari produk tortilla corn chips yang

dibuat serta metode pencetakan dan pemanggangan adonan yang seragam. Secara

visual, produk tersebut memiliki tingkat kecerahan yang baik dilihat dari nilai a dan

nilai b, dimana nilai a menunjukkan tingkat campuran warna merah-hijau yang

menurun dan nilai b campuran warna biru-kuning yang meningkat dan mengarah ke

warna kuning.

Produk tortilla corn chips memiliki kelemahan, yaitu mempunyai indeks

penyerapan air yang menurun selama penyimpanan. Hal tersebut dikarenakan bahan

yang digunakan dalam pembuatan tortilla corn chips bersifat hidrofilik. Selain itu,

indeks kelarutan air produk tersebut memiliki nilai yang fluktuatif karena diduga

disebabkan denaturasi protein dan ikatan silang protein.

Saran

Pengujian karakteristik kimia dan organoleptik perlu dilakukan , sehingga

diharapkan produk tortilla corn chips dapat memenuhi kriteria produk makanan yang

baik dikonsumsi bagi tubuh. Pengujian umur simpan yang berbeda dari penelitian ini

terhadap produk juga perlu dilakukan kembali untuk memaksimalkan kriteria produk

(42)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

nikmat dan karunia yang tak terhingga maupun musibah dan cobaan-Nya yang

senantiasa mengingatkan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik. Shalawat serta salam tak lupa Penulis sampaikan kepada Nabi besar

Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.

Terima kasih Penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta, ayah

Drs. H. Ahmad Baidhowi, MH dan ibu Nuni Wismaharti, SPd atas segala kasih

sayang, doa, kesabaran, motivasi dan semua bantuan berupa materi, moral dan

spiritual yang telah diberikan tanpa henti. Terima kasih untuk kakak Widi Wisnuaji,

adik-adik Yasinta Hanifah, Amd dan Bil Islahi. Istri Muqitta Sinatrya, serta kepada

putri Syaqi Azhar Azka yang telah mendukung dalam doa, moral dan material, serta

kesabaran selama Penulis meneliti dan menulis skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing utama skripsi

Zakiah Wulandari, STP, MSi dan pembimbing anggota Ir. B. N. Polii, SU., serta

pembimbing akademik Ir. Sri Rahayu, MSi atas bimbingan, saran dan perhatian yang

telah diberikan pada Penulis baik dalam penyusunan skripsi maupun selama kuliah.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Irma Isnafia Arief SPt, MSi dan Ir. Widya

Hermana, Msi selaku penguji sidang yang telah memberikan kritik dan saran.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada R. Moch. Taufik, Laila

Wahyuni, Dian, Asep, Ellan, Bowo, Wasis, Dekri, Ugo, Ozy, rekan-rekan THT’40

dan THT’41 atas semua sumbangsih yang telah diberikan selama penelitian ini.

Terimakasih pula kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan skripsi ini

dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

(43)

31

DAFTAR PUSTAKA

Aman, W, Subarna, M. Arpah. D. Syah & S. I. Budiawati. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI 01-6630-2002. Makanan Ringan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Belitz, H. D & Grosch W. 1999. Food Chemistry 2nd ed. Verlag. Berlin.

Berquist, D. H. 1964. Eggs. In : Von Arsdel, W. B. and M, J. Coplej. Food Dehydration. Volume II. The AVI Publishing Co., Inc., Westport, Conn.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet & M. Wooton. 1987 . Ilmu Pangan. Terjemahan: Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Cherry, J. P. & McWaters. 1981. Protein Functionality in Foods. American Chemical Soviety, Washington Damodaran, S. 1996. Amino Acids, Peptides and Protein. In : Fennema, R. O. 1996. Food Chemistry 3rd ed. Marcell and Deker Inc. New York.

Collison, R. 1968. Starch Retrogradation. In : J. A. Redley (ed). Starch and its Derivates. Chapman & Hall Ltd. London.

Damardjati, D. S. & B. H. Siwi. 1986. Potensi dan prospek produksi jagung dan kedelai di Indonesia. Makalah pada Konsultasi Teknis Pengembangan Industri Pengolahan Jagung dan Kedelai, 24 – 25 Maret 1986, Bogor.

Damodaran, S. 1996. Amino acid, peptides, and proteins. In : O. R. Fennema (Editor). Food Chemistry Third Edition. Marcell Dekker Inc., New York.

Dewan Standarisasi Nasional 1998. SNI 01-4484-1998. Syarat Mutu Pengolahan Jagung. Departemen Pertanian, Jakarta.

Harris, R. S. & Karmas, E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Terjemahan. S. Achmadi dan S. Niksolihin. Institut Teknologi Bandung Press, Bandung.

Harper, J. M. 1981. Extrussion of Foods I. CRC Press, Inc., Boca Raton.

Hidayat, R. M. T. 2008. Karakteristik fisik dan organoleptik tortilla corn chips

dengan penambahan tepung putih telur sebagai sumber protein. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hodge, J. E. & E. M. Osman. 1976. Carbohydrate. In:O. R. Fennema (ed). Principle of Food Science. Marcel Dekker Inc., New York.

Hutching. J. B., 1999. Food Colour and Appeareance. 2nd edition. Aspen Publ. Inc., Gaitersburg, Maryland.

Khasanah, U. 2003. Formulasi, karakterisasi fisiko-kimia dan organoleptik produk makanan sarapan ubi jalar (Sweet Potato Flakes). Skripsi. Fateta-IPB. Bogor.

(44)

Lingko, P. P., P. Colonna and C. Mercier. 1981. HTST Extrusion cooking. In : Y. Pomeron Z (ed); Advanced in Cereal Science and Technology. The AVIAACC Inc., St. Paul. Minnesota.

Lusas, E. W. & L. W. Rooney. 2001. Snack Food Technology. Boca Raton London New York Washington, D.C.

Matz, S. A., & Matz, T. D. 1978. Cookies and Craker. Technology. 2nd edition. The AVI Publishing Co., Inc., Westport, Conn.

Moreira, R.G., M. E. Castell-Perez, & M. A. Barrufet. 1999. Deep Fat Frying Fundamentals and Application. An Aspen Publication, Maryland, USA.

Muchtadi, T. R., Purwiyanto & A. Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pamungkas, D. R. 2007. Karakteristik kimia dan organoleptik tablet effervescent

putih telur bercitarasa lemon dengan konsentrasi Effervescent Mix yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Poedjiadi,A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia, Jakarta.

Purwanti, D. E. 2005. Pemanfaatan pati jagung (corn starch) dan protein jagung (corn gluten meal) dalam pembuatan snack mie jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ranum, P. 1991. Ceral Enrichment. Dalam K. J. Lorenz & K. Kulp (Eds.), Handbook of Cereal Science and Technology (hlm. 833-843). Marcel Dekker, New York.

Romanoff, A.L, & A.J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley Sons, Inc., New York.

Rooney, L. W. & S. O. Serna-Salvidar. 1987. Food Uses of Whole Corn and Dry-Milled Fractions. In : S. A. Watson and P. E. Ramstad (eds.). 1987. Corn : Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc. St. Paul, Minnesota, USA. Page : 399 – 426.

Shukla. 1995. Factor affecting extrusion and product quality. In : Snack Food Breakfast Cereal Extrusion Training Program. July 11 – 13 1995. UIC for Food Nutrition, IPB. Bogor.

(45)

33 Tristam, G.R. 1953. Amino acid composition of the protein. In : H. Neurath and K.

Bailly (ed). The Proteins. Academic Press Inc, New York.

Wahyuni. L. 2008. Komposisi kimia dan karakteristik protein tortilla corn chips

dengan penambahan tepung putih telur sebagai sumber protein. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. & Sutrisno K. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.

Wirakartakusumah, M. A., K. Abdullah, & A. M. Syarief. 1992. Sifat Fisik Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wurzburg, O. B. 1968. Starch in the food industry. In : T. E. Furia (ed). Handbook of Food Additives. The Chemical Rubber Co., Ohio. Hal : 378 – 411.

(46)
(47)

35 Lampiran 1. Analisis Ragam Derajat Pengembangan

Keterangan : tn = Perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

Lampiran 2. Analisis Ragam Kekerasan

Keterangan : tn = Perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

Lampiran 3. Analisis Ragam Indeks Penyerapan Air (IPA)

Keterangan : ** = Perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 4. Analisis Ragam Indeks Kelarutan Air (IKA)

Keterangan : * = Perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)

Lampiran 5. Analisis Ragam Warna (Nilai L (Kecerahan))

Keterangan : * = Perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)

Sumber Galat 8 0,0000101 0,0000013

Total 11 0,0000302

(48)

Lampiran 6. Analisis Ragam Warna (Nilai + a (Kromatik merah-hijau))

Keterangan : ** = Perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 7. Analisis Ragam Warna (Nilai + b (Kromatik kuning-biru))

Keterangan : * = Perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)

Lampiran 8. Data Iklim Darmaga Bogor

DATA IKLIM

Lokasi : StasiunKimatologi darmaga Bogor

Lintang : 6º31' LS

Bujur : 106º44' BT

Elevasi : 201 m

Bulan : Juli 2008 Bulan : Agustus 2008

Tanggal Suhu Kelembaban Tanggal Suhu Kelembaban

(49)

37

Bulan : September 2008 Bulan :Oktober 2008

Tanggal Suhu Kelembaban Tanggal Suhu Kelembaban

(50)

20 27.5 72 20 26.5 84

21 25.5 85 21 27.1 80

22 25.0 81 22 27.3 80

23 26.2 78 23 25.1 92

24 25.5 81 24 25.6 92

25 24.8 81 25 25.6 87

26 25.5 83 26 26.0 82

27 26.1 77 27 25.8 86

28 25.4 83 28 25.9 85

29 25.6 85 29 24.4 78

30 25.8 78 30 24.9 82

31 31 26.9 79

Bulan : Nopember 2008 Bulan : Desember 2008

Tanggal Suhu Kelembaban Tanggal Suhu Kelembaban

(Rata-2) Udara (%) (Rata-2) Udara (%)

1 26.3 84 1 26.5 85

2 25.6 90 2 26.3 83

3 26.1 87 3 26.2 83

4 25.6 86 4 26.1 86

5 25.5 86 5 25.9 89

6 25.5 85 6 26.6 87

7 24.7 94 7 26.5 82

8 25.1 89 8 26.0 86

9 25.4 91 9 26.1 86

10 24.0 93 10 24.3 95

11 26.2 86 11 24.2 93

12 25.7 86 12 24.4 91

13 25.4 90 13 25.3 88

14 25.8 85 14 25.4 89

(51)

39

25 26.8 81 25 24.6 91

26 24.6 94 26 24.9 87

27 26.6 81 27 26.6 79

28 26.5 85 28 26.2 80

29 26.7 82 29 24.2 92

30 26.4 85 30 26.0 83

Gambar

Tabel 1.  Komposisi Gizi Telur Ayam (dalam 100 gram)
Tabel 2. Kandungan Asam Amino dalam Albumin Telur Ayam (asam amino per 100 gram protein)
Tabel 3. Persyaratan Mutu Hasil Olahan Jagung (Grits)
Tabel 4. Syarat Mutu Makanan Ringan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pemenuhan sarana dan prasarana pembelajaran program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Al-Hikmah Bumi Agung Way Kanan

Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, memeratakan pembagian

Sistem Aplikasi Mobile GIS layanan informasi lokasi penting kota Surakarta berbasis Android bersifat client server yang terdiri dari dua aplikasi, yaitu aplikasi client yang

Penggunaan kosmetik yang terkontaminasi logam berat sangat membahayakan kesehatan karena jika digunakan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkankerusakan pada

Bolat D, dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian natrium diklofenak dosis 10 mg/kgBB tidak menimbulkan kenaikan kadar serum kreatinin, sedangkan pada

Sekolah merupakan sarana pendidikan formal dimana peserta didik mendapatkan ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Akan tetapi selama

dan Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia “Kera Sakti” menurut data yang diperoleh bahwa tingkat agresivitas pada tingkat tinggi sebesar 0 % yang. artinya tidak ada salah