• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semiotik Foto Awan Berbentuk Petruk Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Di Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Semiotik Foto Awan Berbentuk Petruk Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Di Yogyakarta"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

iv

Penelitian ini bertujuan analisis semiotika foto awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta, dengan Proses semiosis inilah yang terjadi dalam fenomena awan Petruk di puncak gunung Merapi. Sesuatu yang kita baca, lihat, atau dengar ditafsirkan sesuai dengan pengalaman dan sudut pandang kita masing-masing, Proses berpikir tentang adanya fenomena mistis ini kemudian disampaikan kepada masyarakat yang kebetulan, memiliki pengalaman budaya yang sama.

Untuk menganalisis sebuah makna yang terkandung dalam sebuah Foto dapat diteliti melalui sebuah studi analisis data kualitatif, berupa Analisis Semiotika. Dalam hal ini peneliti foto awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta akan dianalisis dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam, dokumentasi (Indepth Interview), studi pustaka, internit searching dan Penelusuran Data Online. Subjek penelitian dari penelitian ini adalah Foto awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta. Sebelum dilakukan wawancara sebelumnya peneliti melakukan observasi prapenelitian. Lalu hasil wawancara di deskripsikan berdasarkan interprestasi peneliti yang didasarkan oleh teori-teori yang ada.

Hasil penelitian ini menunjukan, Foto awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta, yang memiliki makna Denotasi bahwa asap Petruk yang ada pada foto di gunung merapi tersebut dapat diinterpretasikan sebagai tanda bahwa adanya letusan gunung merapi yang sangat besar, makna Konotasi ini Foto Awan Gunung Merapi Berbentuk Petruk yang mengakibatkan tanda bencana, makna Mitos dari foto ini ialah Sosok petruk tersebut dapat dijadikan suatu tanda yang mempunyai makna yang dimana sesosok mbah petruk telah muncul dan menagih janjinya kepada masyarakat.

Kesimpulan dari penelitian yang dilaksankan oleh peneliti dimana semiotika Foto awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta, yaitu makna Denotasi yang mengakibatkan sebuah tanda kebetulan, makna Konotasi sebuah tanda bencana, makna Mitos yang mempunyai makna kepada masyarakat bahwa tokoh petruk adalah penguasa gunung merapi.

(2)

v

ABSTRACT

SEMIOTICS ANALYSIS OF PHOTOS EVENTS ON-SHAPED CLOUD

PETRUK ERUPTION VOLCANO IN YOGYAKARTA

This study purpose to analyze the semiotics analysis photos events on-shaped cloud petruk eruption volcano in Yogyakarta, with a process of semiosis is what happens in the phenomenon of cloud Petruk at the top of Mount Merapi. Something that we read, see, or hear construed in accordance with the experiences and perspectives each of us, thinking process about the existence of mystical phenomena are then delivered to the people who incidentally, has the same cultural experiences.

To analyze the meaning contained in a photo can be investigated through a study of qualitative data analysis, form analysis of Semiotics. In this photo researcher Petruk-shaped cloud in the events of the eruption of Mount Merapi in Yogyakarta will be analyzed using a semiotic analysis of Roland Barthes. Technique of data collecting is done by using in-depth interviews, documentation (indepth interviews), book study, internet searching and search data online. The research subject of this research is shaped cloud photos Petruk at Merapi volcano eruption events in Yogyakarta. Prior to conducting the interviews the researchers conducted observations prapenelitian. Then the interview described by researchers based interpretation by existing theories.

The study research is indicate that the purpose the, photos Petruk-shaped cloud in the events of the eruption of Mount Merapi in Yogyakarta, which has a meaning denotation that the existing smoke Petruk Mount Merapi in the photo can be interpreted as a sign that an eruption of Mount Merapi which is very large, this connotation meaning Cloud Photos Petruk Shaped Mount Merapi disaster that resulted in the sign, the meaning of myth from this picture is Petruk figure it can be a sign that has meaning where a figure has emerged champion Petruk and collect his promise to the community.

Conclusions from the research that was conducted by researchers where semiotics Photos Petruk-shaped cloud in the events of the eruption of Mount Merapi in Yogyakarta, namely the meaning of which resulted in a sign denotation coincidence, connotation meaning a sign of disaster, the meaning of myth that has meaning to the people that character is the master of Mount Merapi Petruk.

(3)

1 1.1. Latar Belakang Penelitian

Bagi kebanyakan orang, foto mungkin dianggap tidak penting dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Bahkan ketika diajukan kepada para peminat fotografi, jawaban yang biasanya mengemuka adalah definisi yang diberikan oleh kamus, yaitu gambar yang dihasilkan dengan menangkap cahaya pada medium yang telah dilapisi bahan kimia peka cahaya atau sensor digital (kombinasi dari photo yang berarti cahaya, dan graph yang berarti catatan, tulisan, atau lukisan). Tidak banyak yang sadar bahwa di balik kesederhanaan artefak yang benama foto tersimpan kerumitan yang membuat definisi foto tidak sesederhana yang dibayangkan.1

Sebuah foto, terkadang memuat sebuah arti yang maha besar. Bahkan terkadang si fotografer sendiri tak berpikir bagaimana gambar yang mereka ambil akan mengubah nasib seseorang. Yang lebih luar biasa adalah bagaimana foto mampu mengungkap hal yang tersembunyi, menggelitik nurani semua orang, bahkan tak jarang menjadi picu ledak persatuan dan perlawanan.

1

(4)

2

Salah satu foto yang menarik banyak perhatian pada tahun 2010 ini adalah foto awan berbentuk petruk yang diambil oleh Suswanto 40 tahun,warga Dusun Anom, Desa Sudimoro, Kecamatan Srumbung, Magelang, Jawa Tengah pada saat terjadi peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta. Dalam foto yang diambil oleh salah seorang warga Kecamatan Srumbung Magelang awan itu menyerupai wajah Petruk, salah satu punakawan dalam pewayangan Jawa yang berhidung mancung.

(5)

Gambar 1

Foto Awan Berbentuk Petruk Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Di Yogyakarta

Sumber:(http://thephenomena.wordpress.com/2010/11/01/penampak an-mbah-petruk-sebelum-gunung-merapi-meletus/)

Dalam Penelitian ini Foto awan berbentuk petruk menurut peneliti merupakan foto jurnalistik. Hal ini ditinjau dari salah satu pengertian bahwa foto jurnalistik adalah foto yang mengandung nilai berita yang sudah dipublikasikan ataupun disiarkan melalui media tertentu kepada seluas-luasnya khalayak baru, dan tentang foto awan berbentuk petruk ini merupakan foto yang telah banyak diketahui publik karena telah dimuat diberbagai media.

(6)

4

menimbulkan respon emosional lebih cepat dari pada tulisan. (Sugiarto, 2006)”.

Foto awan berbentuk petruk menjadi bahan pengamatan yang menarik. Untuk menganalisis sebuah makna yang terkandung dalam sebuah Foto dapat diteliti melalui sebuah studi analisis data kualitatif, berupa Analisis Semiotika. Dalam hal ini peneliti foto awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta akan dianalisis dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes.

Semiotika atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut.

”Semiotics is usually defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and symbols as part of code systems which are used to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which systematically communicate information or massages in literary every field of human behaviour and enterprise”

(7)

informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal tanda-tanda merupakan merupakan perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama dengan manusia2. semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki, ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia).2

Semiotika atau semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana manusia (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek-objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:197; Kurniawan, 2001:53)

Menurut Roland Barthes semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).

Untuk menganalisis makna dari tanda-tanda dalam foto semiotika dengan pendekatan Roland Barthes, dia membuat sebuah model yang

(8)

6

sistematis untuk menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus dari model ini menggaris besarkan pada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification) :

Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan (staggered system), yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Yusita Kusumarini,2006).

Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi yaitu tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realittas yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Makna denotasi (denotative meaning) pada hal ini adalah makna pada apa yang tampak. Misalnya, Foto wajah Soeharto berarti wajah Soeharto yang sesungguhnya. Denotasi adalah tanda yang penandanya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan yang tinggi.

(9)

nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.

Pada signifikasi tahap ke dua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah memiliki suatu dominasi. Mitos primitif misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa dan sebagainya. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan.

Bedasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti mengambil rumusan masalah yaitu ; ” Bagaimana Analisis Semiotika Foto Awan

Berbentuk Petruk Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Di Yogyakarta”

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas peneliti mengambil identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Makna Denotasi Pada Foto Awan Berbentuk Petruk Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Di Yogyakarta? 2. Bagaimana Makna Konotasi Pada Foto Awan Berbentuk Petruk

(10)

8

3. Bagaimana Mitos Pada Foto Awan Berbentuk Petruk Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Di Yogyakarta?

4. Bagaimana Analisa Semiotika Foto Awan Berbentuk Petruk Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Di Yogyakarta?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud penelitian

Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui dan menelaah lebih jauh mengenai Bagaimana makna konotasi,makna denotasi dan mitos yang terdapat dalam foto awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Sementara, untuk tujuan dari penelitian ini didasarkan pada rincian identifikasi masalah yang telah dikemukakan, yaitu:

1. Untuk mengetahui Makna Denotasi, Pada Foto Awan Berbentuk Petruk Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Di Yogyakarta

2. Untuk mengetahui Makna Konotasi, Pada Foto Awan Berbentuk Petruk Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Di Yogyakarta

(11)

4. Untuk mengetahui Analisa Semiotika, Foto Awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang dapat dijadikan sebagai praktik bagi perkembangan Ilmu Komunikasi, khususnya kajian Komunikasi dalam bidang Fotografi dengan spesifikasi ilmu semiologi atau semiotika sebagai kajian tersendiri dalam bidang Komunikasi.

1.4.2. Kegunaan Praktis a. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dijadikan literatur dalam mendukung materi-materi perkuliahan bagi Universitas, Program Studi, dan mahasiswa-mahasiswi Ilmu Komunikasi, khususnya bidang kajian fotografi Jurnalistik untuk melakukan penelitian selanjutnya.

b. Bagi Peneliti

(12)

10

ilmu yang sesuai dengan bidang ilmu yang peneliti dapatkan selama perkuliahan. Dengan penelitian ini juga memberikan wawasan kepada peneliti, bahwa dalam kehidupan ini dipenuhi oleh tanda-yang tidak hanya cukup melihat maknanya dari apa yang terlihat, namun perlu diperhatikan pula makna lain yang terkandung dibalik tanda itu.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan bukan hanya bermanfaat bagi Pihak Universitas dan Peneliti, melainkan agar bisa bermanfaat juga bagi masyarakat sebagai suatu pemahaman tentang suatu foto melalui pemahaman makna, isi atau pesan dan nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam suatu foto.

1.5. Kerangka Pemikiran 1.5.1. Kerangka Teoritis

(13)

karya jurnalistik dalam bentuk visual untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.

”Foto sebagai salah satu medium bahasa verbal memiliki pesan yang serupa dengan kata-kata didalam berita. Efektifitas penyampaian pesan dalam suatu foto tersebut sangat tinggi, foto mencetuskan pandangan dunia kedalam benak manusia. Bahkan hasil bidikan foto lebih jauh ampuh dari gambar atau lukisan. (Cahyadi:22:16)”.

Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori Roland Barthes. Secara etimologis semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti penafsir tanda atau tanda dimana sesuatu dikenal. Semiotika ialah ilmu tentang tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi. Semiotika ialah cabang ilmu dari filsafat yang mempelajari “tanda” dan biasa disebut filsafat penanda. Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda dan pemaknaan.

(14)

12

linguistic yang dirintis oleh mentornya Saussure. Strukturalisme adalah teori yang menyatakan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara luas oleh struktur sosial atau psikologi yang mempunyai logika independent yang sangat menarik, berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusis. Bagi Freud, strukturnya adalah psyche; bagi Marx, strukturnya adalah ekonomi; bagi Barthes, strukturnya ialah gambar; dan bagi Saussure, strukturnya adalah bahasa. Kesemuanya itu mendahului subjek manusia individual atau human agent dan menentukan apa yang akan dilakukan manusia pada semua keadaan. dalam konteks semiotik adalah pandangannya mengenai tanda.

Tanda terdapat dimana-mana; kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, film, bangunan atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda.

(15)

dapat kita tempatkan dalam satu garis dengan kritik budaya media (culture industry).

Barthes menggunakan istilah “orders of signification. First order of signification adalah denotasi, sedangkan konotasi adalah second order of signification.” Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada tanda (penanda). Pemakaian baru inilah yang kemudian menjadi konotasi.

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.

(16)

14

keseluruhan dan pesan konotasi adalah pesan yang dihasilkan oleh unsur-unsur gambar dalam foto. Sebagai contoh: secara denotatif, Babi adalah nama sejenis binatang, namun secara konotatif “babi” dapat diasosiasikan dengan hal lain, seperti: polisi yang korup, tentara yang kejam, dan lain sebagainya.

Denotasi merupakan tingkat makna lapisan pertama yang deskriptif dan literal serta dipahami oleh hampir semua anggota suatu kebudayaan tertentu tanpa harus melakukan penafsiran terhadap tanda denotatif tersebut, tanda disebut juga sebagai analogon. Pada tingkat makna lapisan kedua, yakni konotasi, makna tercipta dengan cara menghubungkan penanda-petanda dengan aspek kebudayaan yang lebih luas: keyakinan-keyakinan, sikap, kerangka kerja, dan ideologi-ideologi suatu formasi sosial tertentu.

Barthes menyebut realitas dalam foto yang kita alami sebagai real unreality. Disebut unrealitykarena apa yang dihadirkan sudah lewat (temporal anteriority), tidak pernah dapat memenuhi kategori here-now, sekarang disini; dan disebut real karena fotografi tidak menghadirkan ilusi melainkan presence secara spasial.

(17)

Gambar Bab 1.2 Peta Tanda Roland Barthes 1. Signifier 2. Signified

(Penanda) (Petanda)

3. Denotative Sign (Tanda Denotatif)

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA DENOTATIF)

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF)

6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Sumber: Paul Cobley & Litzza Jansz.1999.Introducing Semiotics.NY:Totem Books,hlm 51

(18)

16

keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman, 1999:22). Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua.

Di dalam mitos pula terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda, namun sebagai suatu sitem yang unik, mitos dibangun oleh suatu system rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.

(19)

makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap ke dua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.

Pada signifikasi tahap ke dua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah memiliki suatu dominasi. Mitos primitif misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa dan sebagainya. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan.

(20)

18

Mitos digunakan orang untuk mengungkapkan sesuatu yang tersimpan dalam dirinya. Orang mungkin tidak sadar ketika segala kebiasaan dan tindakannya ternyata dapat dibaca orang lain. Dengan menggunakan analisis mitos, kita dapat mengetahui makna-makna yang tersimpan dalam sebuah bahasa atau benda (gambar).Roland Barthes pernah mengatakan,”Apa yang tidak kita katakan dengan lisan, sebenarnya tubuh kita sudah mengatakannya”. Pernyataan itu mengindikasikan signifikansi bahasa simbolik manusia. Dalam kehidupan ini, manusia selain dibekali kemampuan berbahasa juga dibekali kemampuan interpretasi terhadap bahasa itu sendiri. Bahasa, dalam hal ini, tidak hanya terfokus pada bahasa verbal atau bahasa nonverbal manusia, tetapi juga pada bahasa-bahasa simbolik suatu benda (seperti gambar) atau gerakan-gerakan tertentu.

Sebagai sistem semiotik, mitos dapat diuraikan ke dalam tiga unsur yaitu; signifier, signified dan sign. Barthes menggunakan istilah berbeda untuk tiga unsur tersebut yaitu form, concept dan signification. Form/penanda merupakan subyek, concept/petanda adalah obyek dan signification/tanda merupakan hasil perpaduan dari keduanya.

(21)

Mitos merupakan produk kelas sosial yang mempunyai suatu dominasi. Menurut Susilo, mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Menurut Van Zoest, ideologi adalah sesuatu yang abstrak. Ideologi harus dapat diceritakan, cerita itulah yang dinamakan mitos (myth).

Adapun dua tahap penandaaan signifikasi (two order of significationt) Barthes dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar Bab 1.3

Signifikasi Dua Tahap Barthers

Firs order second

order

Reality Sign Culture

Form

Content

Sumber: John Fiske,Introductiont to communication studies,1990, hlm.88 dalam (Sobur, 2001:12)

Connotationt Signifier

Signified

(22)

20

1.5.2. Kerangka Konseptual

Dari teori diatas diungkapkan bahwa pengalaman akan membentuk seseorang untuk memberikan persepsi terhadap tanda yang pernah ia lihat, dengar, atau diperoleh nya dalam hal ini dalam bentuk foto.

Gambar 1.2

(23)

Gambar 1.3

Aplikasi Peta Tanda Roland Barthes

1. Awan Petruk 2. Meletusnya Gunung Merapi

3. Awan Berbentuk Petruk

4. Awan Petruk 5. Meletusnya

Gunung Merapi

6. Mitos

Sumber: Paul Cobley & Litzza Jansz.1999.Introducing Semiotics.NY:Totem Books,hlm 51

.

Pada penelitian ini Analisis semiotika foto awan berbentuk petruk. Denotatif, konotatif, dan mitos yang terdapat dalam teori Rolands Bartrhes diaplikasikan pada foto yang akan dianalisi yaitu foto awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta.

(24)

22

2. Dalam penerapan teori Rolands Bartrhes di atas menunjukan bahwa Penanda pada foto tersebut yaitu awan petruk yang berarti mengandung makna sebagai penguasa gaib gunung merapi yang akan menimbulkan makna Petanda sebagai salah satu tanda akan terjadinya letusan gunung merapi yang sangat besar yang akan melanda sebagian besar wilayah di Yogyakarta.

3. Makna Denotasi pada foto ini menunjukan bahawa gunung merapi mengeluarkan awan yang berbentuk awan petruk sebagai salah satu makna bahwa gunung merapi di Yogyakarta tersebut akan kembali meletus dengan letusan yang sangat besar yang akan melanda daerah di Yogyakarta.

4. Makna Konotasi pada foto ini menunjukan adanya fenomena alam pada gunung merapi di Yogyakarta yang mengeluarkan awan berbentuk petruk. Di percaya sebagai fenomena bahwa penguasa gaib gunung merapi telah marah. hidung Petruk yang menghadap Yogyakarta mengandung arti Merapi mengincar Yogyakarta. Dia beralasan, dengan anggapan di Yogyakarta banyak orang-orang tidak baik karena itulah menjadi incaran Merapi. Para penunggu Merapi marah dengan kondisi masyarakat.

(25)

mengeluarkan semburan awan panas atau bahkan mungkin lahar panas. "Berarti kota Yogyakarta yang bakal kena sampah (awan panas) gunung Merapi. Malah bisa saja lebih dari itu, misalnya lahar panas,".

1.6. Pertanyaan Penelitian 1. Makna Denotasi

a. Apa makna signifier Yang Terkandung Dalam Foto Awan Berbentuk Petruk

b. Apa makna signified Yang Terkandung Dalam Foto Awan Berbentuk Petruk

c. Apa Mitos yang terkandung Dalam Foto Awan Berbentuk Petruk

2. Makna Konotasi

a. Apa makna signifier Yang Terkandung Dalam Foto Awan Berbentuk Petruk

b. Apa makna signified Yang Terkandung Dalam Foto Awan Berbentuk Petruk

c. Apa Mitos yang terkandung Dalam Foto Awan Berbentuk Petruk

3. Makna Mitos

a. Apa makna Denotasi yang terkandung Dalam Foto Awan Berbentuk Petruk

(26)

24

c. Apa makna signifier Yang Terkandung Dalam Foto Awan Berbentuk Petruk

d. Apa makna signified Yang Terkandung Dalam Foto Awan Berbentuk Petruk

1.7. Subjek Penelitian dan Informan 1.7.1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya akan diteliti. Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung. Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian adalah foto awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yogyakarta. dengan penelitian menggunakan analisis semiotika Roland Barthes yaitu menganalisis tanda dan makna yang tampak dan tidak tampak pada foto serta mitos yang ada pada tanda.

1.7.2. Informan

(27)

“Menurut Webster’s New Collegiate Directionary, seorang Informan adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang kata-kata, farsa, dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai imitasi dan sumber informasi (Spradley, 2006 : 36)”.

“Moleong mengungkapkan bahwa seorang Informan adalah sumber data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam sebuah penelitian. Subjek dari penelitian ini adalah informan yang memahami tentang Analisis Semiotika”. Foto, Dipilih guna mendapatkan informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian, dimana terlebih dahulu peneliti menetapkan siapa saja informannya dan kemudian mendelegasikan tugas dibidangnya yang sesuai dengan tema penelitian, berbicara atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan oleh subjek lain (Moleong, 2001; 90)

Informan kunci yang peneliti gunakan dalam penelitian ini terdiri dari ahli fotografi dan ahli semiotika yaitu Drs. Oji Kurniadi, M.Si dan Ferry Darmawan, S.Sos., M.Ds.

Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dimana dijadikan informan dengan pertimbangan bahwa merekalah yang paling mengetahui informasi yang akan diteliti.

(28)

26

memungkinkan dilihat kembali akan kebenaran informasi yang dikumpulkan. Sedangkan triangulasi metode dilakukan untuk mencocokkan informasi yang diperoleh dari satu teknik pengumpulan data (wawancara mendalam) dengan teknik yang lainnya (pengamatan partisipatif).

1.8. Metode penelitian

Metode penelitian merupakan prosedur yang dipergunakan dalam upaya mendapatkan data ataupun informasi guna memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Penentuan dan teknik yang diggunakan haruslah dapat mencerminkan relevansi dengan fenomena penelitian yang telah diuraikan dalam konteks penelitian

Pendekatan yang dianggap sesuai dengan penelitian ini adalah Pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika (semiotic analysis) Rolands Barthes. yang merupakan bagian dari salah satu kelompok metode analisis Foto.

Judistira K.Garna (1999:32)menyebutkan bahwa :

”Pendekatan kualitatif dicirikan oleh tujuan peneliti yang berupaya memahami gejala-gejala yang sedemikian ruapa yang tidak memrlukan kuantifikasi, atau karena gejala-gejala tersebut tidak dimungkinkan diukur secara tepat.”

(29)

”Penelitian kualitattif harus fokus pada makna-makna subjektif, definisi, kiasan,simbol dan gambaran dari kasus tertentu, hingga mampu menangkap aspek-aspek sosial.”

Sedangkan Menurut Bodgan dan Taylor (Moleong, 2002:3) menyatakan bahwa

”Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus. Fokus dari studi kasus adalah pengembangan suatu analisis mendalam dari sebuah kasus atau beberapa kasus. Studi kasus adalah suatu eksplorasi dari sebuah system terbatas atau suatu kasus secara mendetail, pengumpulan data secara mendalam dari informasi-informasi (Creswell, 1998 : 61)”.

Hal seperti ini juga dipertegas oleh Creswell (1998:14) yang mengatakan bahwa:

”Penelitian kualitatif adalah penelitian yang latar tempat dan waktunya alamiah. Paradigma ini juga memungkinkan untuk dilakukan interprestasi secara kualitatif atas data-data penelitian yang telah diperoleh. Disamping itu, jenis penelitian ini memberi peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interprestasi altenatif (Littlejohn, 1996:16)”

(30)

28

prilaku komunikai secara internal ikendalikan oleh individu, (3) sifat hubungan dalam dan mengenai realitas , (4) hubungan peneliti dengan subjek penelitian juga bersifat strata, empati, akrab, interraktif, timbal balik, saling mempengaruhi dan berjangka lama, (5) tujuan penelitian terkait dengan hal-hal yeng bersifat khusus, (6) metode penelitian yang deskriptif, (7) analisis bersifat induktif, (8) otentisitas adalah kriteria kualitas penelitian subyektif, dan (9) nilai, etika, dan pilihan moral penelitian melekat dalam proses penelitian. (Mulyana, 2002:147-148)

1.9. Teknik Pengumpulan Data a. Dokumentasi

Metode atau teknik pengumpulan data melalui dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sosial. Dokumen merupakan catatan yang didalamnya terdapat sebuah peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen tersebut bisa dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang.

Dokumen yang peneliti kumpulkan untuk melakukan penelitian ini yaitu tentang foto Awan Berbentuk Petruk Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Di Yogyakarta.

b. Wawancara Mendalam(Indepth Interview)

(31)

jawaban atas pertanyaan itu. Maksud dari mengadakan wawancara itu sendiri, seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985), dikutip dalam Moleong yakni, “untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain” (Moleong, 2007, p. 186).3

Pada penelitian ini, untuk memperdalam lagi data yang akan diperoleh maka dalam penelitian ini akan menggunakan wawancara mendalam (Indepth interview). Jenis wawancara ini dimaksudkan untuk kepentingan wawancara yang lebih mendalam dengan lebih memfokuskan pada persoalan yang menjadi pokok dari minat penelitian. Pedoman wawancara mengancar- ancarkan peneliti mengenai data mana yang akan lebih dipentingkan. Pedoman wawancara biasanya tidak berisi pertanyaan-pertanyaan yang mendetail, tetapi sekadar garis besar tentang data atau mendetail, tetapi sekadar garis besar tentang data atau informasi apa yang ingin didapatkan dari informan yang nanti akan dikembangkan dengan memperhatikan perkembangan, konteks, dan situasi wawancara (Pawito, 2007, 133). Supaya hasil wawancara yang didapat, terekam dengan baik, peneliti akan melakukan wawancara kepada informan yang telah ditentukan, maka dibutuhkan alat-alat sebagai berikut:

a. Buku catatan, yang berfungsi untuk mencatat semua hasil dari interview dengan informan.

3

(32)

30

b. Tape recorder, berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan pada saat interview berlangsung.

c. Hasil wawancara yang berisikan pertanyaan dan jawaban dari informan secara lengkap.

Narasumber yang akan diwanwancara untuk memperoleh data adalah

ahli fotografi dan ahli semiotika yaitu Drs. Oji Kurniadi, M.Si dan Ferry Darmawan, S.Sos., M.Ds.

c. Studi Kepustakaan

Dalam suatu penelitian tidak terlepas dari perolehan data melalui referensi buku-buku atau literatur. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk memenuhi atau mempelajari serta mengutip pendapat-pendapat para ahli yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti.

d. Internet Searchingatau Penelusuran Data Online

Untuk menghasilkan data yang lebih maskimal, peneliti juga memanfatkan dunia maya (internet) dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.

(33)

mungkin, dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. (Bungin, 2007:125)

Untuk memperoleh data secara online ini dilakukan dengan cara browsing atau megunduh data yang diperlukan dari internet melalui web sitetertentu.

1.10. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan, analisis data adalah, “Proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain” (Sugiyono, 2008:244)”.

Terdapat beberapa tahap dalam analisa data yang umum dilakukan dalam penelitian kualitatif, yaitu (Huberman dan Miles dalam Bungin, 2003:69)

1. Kategorisasi dan reduksi data, peneliti mengumpulkan informasi-informasi yang penting yang terkait dengan masalah penelitian, dan selanjutnya mengelompokan data tersebut sesuai dengan topik masalahnya.

(34)

32

3. Penarikan kesimpulan. Pada tahap ini, peneliti melakukan interpretasi data sesuai dengan konteks permasalahan dan tujuan penelitian. Dari interpretasi yang dilakukan akan diperoleh kesimpulan dalam menjawab masalah penelitian.

Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan yaitu jenis analisis data deskriptif-kualitatif. Menurut Burhan Bungin dalam bukunya “Penelitian Kualitatif”:

“Strategi analisis data deskriptif-kualitatif pada dasarnya memiliki kesamaan dengan desain deskriptif-kuantitatif. Desain deskriptif-kualitatif biasa disebut pula dengan kuasi kualitatif atau kualitatif semu. Karena itu, desain strategi ini belum benar-benar kualitatif karena konstruksinya masih dipengaruhi oleh tradisi kuantitatif, terutama dalam menempatkan teori pada data yang diperolehnya” (Bungin, 2007:146)”.

1.11.Lokasi dan Waktu Peneliian 1.11.1. Lokasi penelitian

Dalam penelitian kali ini peneliti melakukan penelitian yang bertempat di Kota Bandung.

1.11.2. Waktu Penelitian

(35)

Tabel 1 Jadwal Penelitian

No Uraian

September 2010 Oktober 2010 November 2010 Desember 2010 Januari 2011 Febuari 2011

(36)

34

1.12 Sitematika Penulisan

Hasil dari penelitian ini, dituangkan dalam skripsi yang disusun berdasarkan sistematika penulisan berikut ini:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian secara teoritis dan praktis, kerangka pemikiran secara teoritis dan konseptual, teknik pengumpulan dan analisis data, populasi dan sampel, lokasi dan waktu penelitian, serta sistematika penulisannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan dan dijelaskan mengenai teori-teori berdasarkan studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan atau kasus yang diteliti dalam penelitian ini.

BAB III OBJEK PENELITIAN

(37)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisikan tentang uraian dari hasil penelitian berdasarkan analisis data yang dilakukan oleh peneliti. Uraian dari hasil penelitian berdasarkan data yang terkumpul dari lapangan, mencakup tentang Analisis Semiotika .foto awan berbentuk petruk pada peristiwa meletusnya gunung merapi di Yoyakarta. Yang peneliti peroleh melalui metode wawancara, dokumentasi, studi kepustakaan, dan internet searching atau penelusuran data online. Kemudian dalam Bab ini akan dilakukan pula penganalisisan terhadap data-data tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(38)

36 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi 2.1.1. Pengertian Ilmu Komunikasi

Ilmu Komunikasi merupakan ilmu yang mempunyai kontinuitas tinggi, tidak bersifat absolut atau berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, hal tersebut dikarenakan objek materi dari Ilmu Komunikasi adalah perbuatan, perilaku atau tingkah laku manusia yang selalu dipengaruhi oleh lingkungan.

Menurut para ahli, Imu Komunikasi dianggap bagian dari ilmu sosial dan merupakan ilmu terapan (applied science), dan karena termasuk ke dalam ilmu sosial dan ilmu terapan, maka Ilmu Komunikasi sifatnya interdisipliner atau multidisipliner. Hal itu disebabkan oleh objek materialnya sama dengan ilmu-ilmu lainnya, terutama yang termasuk ke dalam ilmu sosial/ilmu kemasyarakatan.

Bierstedt, dalam menyusun urutan ilmu, menganggap jurnalistik (istilah lain komunikasi) sebagai bagian dari ilmu, dalam hal ini ilmu terapan. Hal ini wajar karena pada tahun 1457, ketika ia menulis bukunya, journalismdi Amerika Serikat sudah berkembang menjadi ilmu (science), bukan sekedar pengetahuan (knowledge).

(39)

Harvard) dan Nicolas Murray Butler (Rektor Universitas Columbia), karena ternyata journalism tidak hanya mempelajari dan meneliti hal-hal yang bersangkutan dengan persuratkabaran semata, tapi juga media masssa lainnya, antara lain radio dan televisi. Selain itu, radio dan televisi juga menyiarkan produk-produk siaran lainnya, Maka journalism berkembang menjadi masss communication. (Effendy, 2005 : 3-4)

Effendy menjelaskan lebih jauh, bahwa dalam perkembangan selanjutnya, mass communication dianggap tidak tepat lagi karena tidak merupakan proses komunikasi yang menyeluruh. Penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld, Bernald Berelson, Hazel Gaudet, Elihu Katz, Robert Merton, Frank Stanton, Wilbur Schramm, Everett M. Rogers, dan para cendekiawan lainnya menunjukkan bahwa:

”Gejala sosial yang diakibatkan oleh media massa tidak hanya berlangsung satu tahap, tetapi banyak tahap. Ini dikenal dengan two-step flow communication dan multistep flow communication. Pengambilan keputusan banyak dilakukan atas dasar hasil komunikasi antarpersona (interpersonal communication) dan komunikasi kelompok (group communication) sebagai kelanjutan dari komunikasi massa (mass communication)” (Effendy, 2005 : 4).

Karena itu, di Amerika serikat muncul communication science atau kadang juga dinamakan communicology, yaitu ilmu yang mempelajari gejala-gejala sosial sebagai akibat dari proses komunikasi massa, komunikasi kelompok, dan komunikasi antarpersona.

(40)

38

Hovlandmendefinisikan science of communication sebagai: “A systemic attempt to formulate in rigorous fashion the principles by which information is transmitted and opinions and attitude are formed” (Effendy, 2005:4).

(Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap) (Effendy, 2005:10).

Sedangkan prosesnya sendiri dari komunikasi itu oleh Hovland didefinisikan sebagai:“The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behaviour and attitude are forme.” (Effendy, 2005 : 4).

(Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate))” (Mulyana, 2003:62).

Selain itu, Joseph A Devito menegaskan bahwa komunikologi adalah ilmu komunikasi, terutama komunikasi oleh dan di antara manusia. Seorang komunikologi adalah ahli ilmu komunikasi. Istilah komunikasi dipergunakan untuk menunjukkan tiga bidang studi yang berbeda: proses komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan studi mengenai proses komunikasi.

Luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Devitosebagai:

“Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari ganggua-ngangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen-komponen sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian atau proses encoding, penerimaan atau proses decoding, arus balik dan efek. Unsur-unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat kita namakan kesemestaan komunikasi; Unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan komunikasi, apakah itu intra-persona, antarpersona, kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antarbudaya.” (Effendy, 2005 : 5)

(41)

melihat lebih luas lagi mengenai komunikasi, kita dapat merujuk pada asal kata dari istilah komunikasi atau dalam bahasa Ingris communication, yang berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna.

Dari asal kata komunikasi diatas jelas, bahwa komunikasi merupakan suatu proses yang mempunyai tujuan yaitu tercapainya suatu kesamaan makna atau arti, diantara individu yang terlibat dalam interaksi dalam suatu komunikasi. Untuk lebih jelas lagi mengenai pengertian komunikasi, dapat dilihat beberapa definisi komunikasi menurut para ahli.

Menurut Roger dan D Lawrence (1981), mengatakan bahwa komunikasi adalah:

“Suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2004 :19)

Sementara Raymond S Ross, melihat komunikasi yang berawal dari proses penyampaian suatu lambang:

“A transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source.”

(Proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.) (Rakhmat, 2007:3).

(42)

40

lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.” (Effendy, 1993 :28)

Dari beberapa pengertian mengenai komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pesan atau informasi antara dua orang atau lebih, untuk memperoleh kesamaan arti atau makna diantara mereka.

2.1.2. Komponen-komponen Komunikasi

Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terdiri dari proses yang di dalamnya terdapat unsur atau komponen. Menurut Effendy (2005:6), Ruang Lingkup Ilmu Komunikasi berdasarkan komponennya terdiri dari :

1. Komunikator (communicator) 2. Pesan (message)

3. Media (media)

4. Komunikan (communicant) 5. Efek (effect)

Untuk itu, Lasswell memberikan paradigma bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

2.1.2.1. Komunikator dan Komunikan

(43)

Hafied Cangara dalam bukunya ”Pengantar Ilmu Komunikasi” mengatakan bahwa:

”Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga” (Cangara, 2004:23).

Begitu pula dengan komunikator atau penerima, atau dalam bahasa Inggris disebut audienceatau receiver.

Cangara menjelaskan, ”Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau negara”. Selain itu, ”dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber”. Cangarapun menekankan:

”Kenallah khalayakmu adalah prinsip dasar dalam berkomunikasi. Karena mengetahui dan memahami karakteristik penerima (khalayak), berarti suatu peluang untuk mencapai keberhasilan komunikasi” (Cangara, 2004:25).

2.1.2.2. Pesan

Pesan yang dalam bahasa Inggris disebut message, content, atau information, salah unsur dalam komunikasi yang teramat penting, karena

salah satu tujuan dari komunikasi yaitu menyampaikan atau mengkomunikasikan pesan itu sendiri. Cangaramenjelaskan bahwa:

”Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda” (Cangara, 2004:23).

(44)

42

2.1.2.3. Media

Media dalam proses komunikasi yaitu, ”Alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima” (Cangara, 2004:23).

Media yang digunakan dalam proses komunikasi bermacam-macam, tergantung dari konteks komunikasi yang berlaku dalam proses komunikasi tersebut. Komunikasi antarpribadi misalnya, dalam hal ini media yang digunakan yaitu pancaindera.

Selain itu, ”Ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi” (Cangara, 2004:24).

Lebih jelas lagi Cangara menjelaskan, dalam konteks komunikasi massa media, yaitu:

”Alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surata kabar, majalah, buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, hand out, poster, spanduk, dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain: radio, film, televisi, video recording, komputer, electronic board, audio casette, dan semacamnya” (Cangara, 2004:24).

2.1.2.4. Efek

Efek atau dapat disebut pengaruh, juga merupakan bagian dari proses komunikasi. Namun, efek ini dapat dikatakan sebagai akibat dari proses komunikasi yang telah dilakukan. Seperti yang dijelaskan Cangara, masih dalam bukunya ”Pengantar Ilmu Komunikasi”, pengaruh atau efek adalah:

(45)

terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang” (De Fleur, 1982, dalam Cangara, 2004:25).

Oleh sebab itu, Cangara mengatakan, ”Pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan” (Cangara, 2004:25).

2.2.Tinjauan Tentang Komunikasi Massa 2.2.1.Definisi Komunikasi Massa

Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan komunikasi massa adalah kegiatan komunikasi yang mengharuskan unsur-unsur yang terlibat didalamnya saling mendukung dan bekerja sama, untuk terlaksananya kegiatan komunikasi massa ataupun komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa. Kemudian para ahli komunikasi membatasi pengertian media massa pada komunikasi dengan menggunakan media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, atau film.

Bagaimana peliknya komunikasi massa, seperti yang dikatakan oleh Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, yaitu:

“Yang dimaksud dengan komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media massa, yang meliputi surat kabar, yang mempunyai sirkulasi yang luas, radio dan televisi yang siarannya ditujukan kepada umum dan film-film yang dipetunjukan di gedung-gedung bioskop” (Effendy, 1990:11).

(46)

44

yaitu pers radio dan televisi dengan nama “Message” dapat diterima oleh komunikannya yang anonim dari heterogen secara “Timely” (tepat), masal dan simultaneously (bersamaan). (Abdurrahman, 1989:75). Sementara itu Astrid S. Susanto mengemukakan pendapatnya dengan orang banyak yang heterogen dengan latar belakang sosial pendidikan dan ekonomi” (Susanto, 1982:79).

Begitu banyaknya definisi tentang komunikasi massa, akan tetapi sebetulnya tujuan komunikasi massa adalah sama, yaitu menyampaikan pesan melalui media yang mampu menjangkau khlayak yang banyak. Seperti yang disimpulkan oleh Meletzke (1983), yang dikutip Jalludin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi:

1. Komunikasi kita artikan setiap bentuk komunikasi massa yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar. 2. Komunikasi massa dibedakan dengan komunikasi lainnya dengan suatu

kenyataan bahwa komunikasi massa dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagai khusus populasi. Komunikasi massa juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan komunikasi agar komunikasi dapat sampai pada saat yang sama. Semua orang mewakili berbagai masyarakat.

(47)

bersifat sekilas, komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya yang besar (Rakhmat,1983:212-213).

Komunikasi massa terbatas pada proses penyebaran pesan melalui media massa yakni surat kabar, radio, televisi, film, majalah, dan buku, tidak mencakup proses komunikasi tatap muka (face to face communication) yang juga tidak kurang pentingnya, terutama dalam kehidupan organisasi.

2.2.2.Ciri-ciri Komunikasi Massa

Seperti dikatakan oleh Severin dan Tankard, Jr, komunikasi massa adalah keterampilan, seni, dan ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa ditujukan kepada massa melalui media massa jika dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa memiliki ciri-ciri khusus antara lain :

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah yaitu berbeda dengan komunikasi antar persona yang berlangsung dua arah, komunikasi massa berlangsung satu arah. Berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga, artinya media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya melembaga atau dalam bahasa asing disebut Institusionalized Communicator atau Organized communicator.

(48)

46

komunikasi massa menimbulkan keserempakan artinya media massa memiliki kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan.

4. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen artinya bahwa komunikan atau khalayak merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam keberadaan secara terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam segala hal, jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita-cita, dan sebagainya.

2.2.3.Fungsi Komunikasi Massa

Harold D. Lasswell, pakar komunikasi terkenal, juga telah menampilkan pendapatnya mengenai fungsi komunikasi itu. Dikatakan bahwa proses komunikasi di masyarakat menunjukan tiga fungsi:

1. Pengamatan terhadap lingkungan, penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur didalamnya.

2. Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan. 3. Penyebaran warisan sosial. Disini berperan para pendidik, baik dalam

(49)

Sedangkan fungsi komunikasi massa menurut Sean McBride dan kawan-kawan dalam buku Aneka Suara, Satu Dunia (Many Voices one World) adalah sebagai berikut :

1. Informasi merupakan suatu proses pengumpulan, penyampaian, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan, dan orang lain, agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

2. Sosialisasi (pemasyarakatan) merupakan penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif, yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif didalam masyarakat. 3. Motivasi merupakan penjelasan setiap tujuan masyarakat jangka

pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.

4. Perdebatan dan diskusi yaitu menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, meyediakan bukti-bukti yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum dan agar masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat internasional, nasional, dan lokal.

(50)

48

pendidikan keterampilan, serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

6. Memajukan kebudayaan yaitu penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan mendorong kreativitas serta kebutuhan estetiknya.

7. Hiburan merupakan penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olah raga, permainan, dan sebaigainya untuk rekreasi dan kesenangan kelompok dan individu.

8. Intergrasi merupakan penyedia bagi bangsa, kelompok, dan individu, kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat saling kenal, mengerti, dan menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain.

2.2.4 Karakteristik Komunikasi Massa

Karakteristik komunikasi massa meliputi lima hal berikut di bawah ini: 1. Komunikasi massa bersifat umum

(51)

2. Komunikan bersifat heterogen

Massa dalam komunikasi massa terjadi dari orang yang heterogen yang meliputi penduduk yang bertenpat tinggal dalam kondisi yang sangat berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan masyarakat.

Komunikan dalam komunikasi massa adalah orang yang disatukan oleh suatu minat yang sama yang mempunyai bentuk tingkah laku yang sama dan terbuka bagi pengaktifan tujuan yang sama; meskipun demikian orang-orang yang tersnagkut tadi tidak saling mengenal, berinteraksi secara terbatas, dan tidak terorganisasi. Komposisi komunikan tersebut tergeser-geser terus-menerus, serta tidak mempunyai kepemimpinan atau perasaan identitas.

3. Media Massa menimbulkan keserempakan

Yang dimaksudkan dengan keserempakan alah keserempakan dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Keserempakan juga adalah penting untuk keseragaman dalam seleksi dan interpretasi pesan. Tanpa komunikasi massa hanya pesan-pesan yang sangat sederhana saja yang disiarkan tanpa perubahan dari orang yang satu ke orang yang lain.

4. Hubungan komunikator – komunikan bersifat non-pribadi.

(52)

50

dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator.

5. Berlangsung satu arah (one way communication)

Yaitu komunikator kepada komunikan. Tanggapan atau reaksi muncul belakangan (Romly, 2002:4).

2.3.Tinjauan Tentang Jurnalistik 2.3.1.Definisi Jurnalistik

Menurut Asep Syamsul M Romli melalui bukunya ”Jurnalistik Terapan, Pedoman Kewartawanan dan Penulisan”, pengertian jurnalistik dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu pengertian jurnalistik secara harfiyah, konseptual, dan praktis.

Secara harfiyah, jurnalistik (journalsitic) yaitu:

”Kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya ’jurnal’ (journal), artinya laporan atau catatan, atau ’jour’ dalam bahasa Prancis yang berarti ’hari’ (day) atau ’catatan harian’ (diary). Dalam bahasa Belanda, journalistiek artinya penyiaran catatan harian” (Romli, 2005:1).

Sementara secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang, yaitu:

1. Sebagai proses, jurnalistik adalah ”aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melaui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).

(53)

termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.

3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah ”bidang kajian” mengenai pembuatan dan menyebarluaskan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, dan ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat sendiri (Romli, 2005:2).

2.3.2.Komponen Jurnalistik

Namun, secara praktis, jurnalistik adalah proses pembuatan informasi atau berita (news processing) dan penyebarluasannya melalui media massa. Dari pengertian kedua ini, kita dapat melihat adanya empat komponen dalam dunia jurnalistik:

1. Informasi

2. Penyusunan Informasi 3. Penyebarluasan Informasi 4. Media massa (Romli, 2005:3)

2.4.Tinjauan Tentang Foto

2.4.1.Tinjauan Tentang Fotografi dan Foto Jurnalistik

(54)

52

Fotografi juga merupakan gambar, fotopun merupakan alat visual efektif yang dapat menvisualkan sesuatu lebih kongkrit dan akurat, dapat mengatasi ruang dan waktu. Sesuatu yang terjadi di tempat lain dapat dilihat oleh orang jauh melalui foto setelah kejadian itu berlalu.

Pada dasarnya tujuan dan hakekat fotografi adalah komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi antara fotografer dengan penikmatnya, yaitu fotografer sebagai pengatar atau perekam peristiwa untuk disajikan kehadapan khalayak ramai melalui media foto.

Fotografi kewartawanan mempunyai daya jangkau yang sangat luas. Dia menyusupi seluruh fase intelektual hidup kita, membawa pengaruh besar atas pemikiran dan pembentukan pendapat publik. Kerja seorang wartawan foto adalah titipan mata dari masyarakat di mana foto yang tersaji adalah benar-benar bersifat jujur dan adil. Fotografi kewartawanan atau jurnalis adalah profesi pekerjaan untuk memperoleh bahan gambar bagi pemakaian editorial dalam surat kabar, majalah serta penerbitan lain. Sedangkan pekerjaannya sendiri memperoleh gambar-gambar yang akan melukiskan berita, memperkuat berita yang ditulis oleh reporter dan menyajikan berita secara visual.

(55)

gambar-gambar yang akan melukiskan berita, memperkuat cerita yang ditulis oleh reporter dan menyajikan berita secara visual.

Sesuai dengan sasaran yang esensial dari pekerjaan jurnalistik atau kewartawanan, yaitu membantu khalayak ramai mengembangkan sikap untuk menghargai apa yang dianggap baik, di samping merangsang kemauan untuk merubah apa yang dianggap kurang baik. Salah satu ciri yang dimiliki para juru foto koran adalah secepatnya disampaikan kehadapan sidang pembaca. Secepatnya berarti sesuai dengan sajian kehangatan peristiwa itu sendiri, sehingga betapa baiknya sebuah photo belumlah punya arti sebagai berita jika hanya disimpan dalam laci atau album.

Fotojurnalisik adalah suatu media sajian informasi berupa bukti visual (gambar) atas berbagai peristiwa yang disampaikan kepada masyarakat seluas-luasnya dengan tempo dan waktu yang cepat.

Foto jurnalistik secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut; Memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri --berita yang mandiri; menjadi pelengkap (ilustrasi) suatu berita/artikel; Dimuat dalam suatu media, media cetak atau online.

(56)

54

Pada awalnya fotojurnalistik ini hanya sebagai foto pendukung sebuah penerbitan saja. Namun dalam perkembangannya fotojurnalistik tak lagi sebagai foto pelengkap. Tetapi kini foto jurnalistik berkembang pesat dan mampu menjadi sebuah foto berita yang mandiri di dalam sebuah penerbitan.

Foto ini adalah kelompok foto yang digolongkan sebagai foto yang tujuan permotretannya karena keinginan “bercerita” pada orang lain. Jadi foto-foto di jenis ini kepentingan utamanya ingin menyampaikan pesan (massage) pada orang lain dengan maksud agar orang lain tersebut melakukan sesuatu tindakan psikis maupun psikologis terhadap suatu peristiwa yang disajikan.

2.4.2.Karakteristik Foto Jurnalistik

1. Pada dasarnya foto jurnalistik adalah merupakan gabungan antara foto dan berita. Sehingga keduanya antara foto dan berita (teks foto) memiliki keterikatan yang tak bisa dipisahkan. Sebuah foto mampu memberikan informasi yang lengkap apabila dilengkapi keterangan foto (caption). Berdasarkan standar internasional press keterangan foto (teks foto) selalu melekat di dalam foto itu sendiri dengan melilihat keterangan foto di dalam file info buka photoshop.

(57)

3. Lingkup foto jurnalistik adalah manusia. Itu sebabnya seorang jurnalis foto harus punya kepentingan mutlak pada manusia. Sehingga dalam penyajiannya fotojurnalistik selalu ada unsur manusia, Seorang redaktur akan selalu menanyakan "Kok fotomu nggak ada manusianya". Itu sebabnya unsur manusia di dalam fotojurnalistik sangatlah penting dan mutlak.

4. Bentuk liputan foto jurnalitik adalah suatu upaya yang muncul dari bakat dan kempuan seseorang jurnalisfoto yang bertujuan melaporkan beberapa aspek dari berita. Tuga junalisfoto adalah melaporkan apa yang dilihat oleh mata kemudian direkam dalam sebuah gambar (image) yang kemudian disampaikan secara luas melalui media massa. Berilah kesan bawa pembaca (masyarakat) seolah-olah berada dilokasi peristiwa. Itu sebabnya bagi seorang fotojurnalis sangat pentik memiliki kemampuan dalam melakukan perekaman yang dituangkan dalam sebuah gambar yang dengan mudah dipahami oleh orang awam (masyarakat luas).

(58)

56

6. Foto jurnalistik membutuhkan tenaga penyunting yang handal, berwawasan visual yang luas, jeli, arif dan bermoral dalam menilai foto-foto yang dihasilkan oleh fotojurnalis. Seorang penyunting (redaktur foto) juga harus mampu membantu mematangkan ide-ide dan konsep jurnalisfoto yang melakukan liputan terhasap sebuah peristiwa. Penyunting foto juga harus mampu memberi masukan, memilih foto agar tidak monoton terhadap foto-foto yang hendak disiarkan (dimuat). 4. Foto jurnalistik memiliki akurasi yang tinggi, karena seorang jurnalis

secara langsung merekam peristiwa yang terjadi dilokasi. Pada setiap event seperti bentrokan, kerusuhan, perang dsb, seorang fotojurnalis selalu berada di garda paling depan, guna mengabadikan peristiwa melalui kameranya.1

2.5.Tinjauan Tentang Semiotika 2.5.1.Definisi Semiotika

Menurut Preminger, semiotika adalah ilmu tentang tanda yang menganggap bahwa fenomena sosial dan masyarakat itu merupakan tanda- tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvesi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (dalam Sobur, 2001, p. 96).

Semiotik sebagai suatu modal dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar

4

(59)

yang disebut tanda. Dengan ungkapan lain, semiotika berperan untuk melakukan interogasi terhadap kode- kode yang dipasang agar pembaca bisa memasuki bilik-bilik makna yang tersimpan (Sobur, 2001).

Umberto Eco mengemukakan definisi semiotika sebagai berikut: ”pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta (lie).” (Piliang, 2003:44)

Namun, Yasraf Amir Piliang, dalam bukunya yang berjudul ”Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna”, Eco mengemukakan lebih lanjut:

”Bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya ia tidak dapat pula digunakan untuk mengungkapkan kebenaran (truth): ia pada kenyataannya tidak dapat digunakan untuk ’mengungkapkan’ apa-apa. Saya pikir definisi sebagai sebuah teori kedustaan sudah sepantasnya diterima sebagai sebuah program komprehensif untuk semiotika umum (general semiotics)” (Piliang, 2003:45).

Piliangmenjelaskan:

”Implisit dalam definisi Eco di atas adalah, bahwa bila semiotika adalah sebuah teori kedustaan, maka ia sekaligus adalah teori kebenaran. Sebab, bila sebuah tanda tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, maka ia tidak dapat pula digunakan untuk mengungkapkan kedustaan. Dengan demikian, meskipun Eco menjelaskan semiotika sebagai teori kedustaan, implisit didalamnya adalah teori kebenaran, seperti kata siang yang implisit dalam kata malam” (Piliang, 2003:45).

(60)

58

Dick Hartono (1984, dalam Santosa, 1993:3, dalam Sobur, 2009:96) memberi batasan, semiotik adalah bagaimana karya itu ditafsirkan oleh para pengamat dan masyarakat lewat tanda-tanda atau lambang-lambang. Luxemburg (1984, dalam Santosa 1993:3, dalam Sobur, 2009:96) menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang secara sistematis mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistemnya dan proses pelambangan.

Preminger memberikan batasan yang lebih jelas mengenai definisi dari semiotika, bahwa:

”Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti” (Preminger, 2001:89, dalam Sobur, 2009:96).

2.5.2.Semiotika Roland Barthes

”Menurut Roland Barthes tanda denotative, terdiri atas penanda dan petanda. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya (Budiman, 1999:22)”

Gambar

Gambar 1
Gambar Bab 1.2
Gambar Bab 1.3
Gambar 1.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti tertarik pada foto jurnalistik peristiwa erupsi Gunung Kelud yang dimuat oleh Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat pada edisi 19 Februari 2014 yang berjudul “Porak

Bagaimana wujud rancangan City Hotel Yogyakarta berbintang lima di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mentransformasikan bentuk Gunung Merapi melalui pengolahan massa

Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna representasi potret kehidupan dalam karya buku foto dokumenter karya Boy

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi dari variasi ionosfer serta nilai TEC- nya pada saat letusan Gunung Merapi terjadi dan perubahan posisi

Hasil analisis dari foto bencana Gunung Sinabung karya Rahmad Suryadi adalah pada makna foto bencana Gunung Sinabung karya Rahmad Suryadi, yang menjadi Signifier

diharapkan didapatkan analisis dampak dari erupsi terhadap permukiman penduduk serta dapat menentukan jalur evakuasi yang aman bagi para korban erupsi gunung

Salah satu sumberdaya alam yang terdapat di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bahan galian pasir dan batu (sirtu).. Pasca meletusnya

ANALISIS VEGETASI STRATA SEMAK DI PLAWANGAN TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI PASCA ERUPSI MERAPI 2010 Dyna Natalia, Trikinasih Handayani ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk