• Tidak ada hasil yang ditemukan

Novel Rojak Karya Fira Basuki : Analsis Psikosastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Novel Rojak Karya Fira Basuki : Analsis Psikosastra"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI : ANALISIS PSIKOSASTRA

SKRIPSI

OLEH

LISSA ERNAWATY NIM 030701034

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan dalam memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan

sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar,

saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juni 2009

(3)

NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI : ANALISIS PSIKOSASTRA

Oleh

Lissa Ernawaty

NIM 030701034

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan

dan telah disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. D. Syahrial Isa, S.U. Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum.

NIP 130517487 NIP 131676481

Departemen Sastra Indonesia

Ketua

Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Novel Rojak karya Fira

Basuki : Analisis Psikosastra.” Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra, di Departemen Sastra, Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil pengumpulan data dari

Perpustakaan Umum Sumatera Utara dan berbagai sumber.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:.

1. Bapak Drs. Syaifudin, M.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara dan Pembantu Dekan I, II, dan III.

2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. Selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia

dan sebagai dosen pembimbing II yang telah begitu sabar dalam membimbing

penulis dan memberikan semangat dan membantu penulis dalam penulisan skripsi

ini.

3. Ibu Dra. Mascahaya, M. Hum. Selaku seketaris jurusan, yang juga telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Syahrial Isa, S.U. selaku dosen pembimbing I yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak prof. H. Ahmad Samin Siregar, SS. Selaku dosen wali penulis yang telah

banyak memberi nasehat selama ini kepada penulis.

(5)

7. Orang tua penulis, Ayahanda Erianto dan Ibunda Ismaliyah tercinta yang tak

pernah letih mendoakan penulis dan memberikan dukungan baik secara moril

maupun secara materil. Skripsi ini ananda persembahkan sebagai bakti dan janji

penulis kepada mereka.

8. Adik-adik penulis, Lina Ersayanti, Lenny Sri Nurfalah dan Islah Hakim, yang

semakin membuat hidup penulis menjadi lebih berwarna dengan perhatian, cinta,

dan dukungannya selama ini.

9. Dedy dan keluarga, yang telah banyak memberi arti kesabaran kepada penulis.

Terima kasih untuk waktu dan segenap perhatiannya selama ini.

10. Teman-teman penulis stambuk 2003 yang selalu berbagi waktu dan pengalaman

selama ini kepada penulis.

Skripsi ini belum sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran

guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan, 2009

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI………...iii

ABSTRAK………...v

BAB I PENDAHULUAN………..1

1.1 Latar Belakang………...1

1.2 Rumusan Masalah………...6

1.3 Batasan Masalah………..7

1.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian………...7

1.4.1 Tujuan Penelitian………...7

1.4.2 Manfaat Penelitian………...7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA……9

2.1 Konsep……….9

2.2 Landasan Teori………...13

2.3 Tinjauan Pustaka………16

BAB III METODE PENELITIAN………..17

3.1 Metode Penelitian……… ..17

3.2 Teknik Penelitian………18

3.3 Bahan Analisis………....18

BAB IV HASIL PENELITIAN……….19

4.1 Unsur-unsur Intrinsik dalam Novel Rojak ……….19

(7)

4.3 Hubungan Sastra dengan Psikologi…….. ……….40

BAB V SIMPULAN DAN SARAN………..44

5.1 Simpulan……….44

5.2 Saran………...44

DAFTAR PUSTAKA……….45

(8)

NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI : ANALISIS PSIKOSASTRA

OLEH

LISSA ERNAWATI ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “ Novel Rojak Karya Fira Basuki : Analisis Psikosastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan memaparkan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak dan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel tersebut. Untuk mencapai tujuan itu telah dikumpulkan data dari novel Rojak dengan menggunakan metode membaca heuristik dan juga hermeneutik. Dari analisis data, diperoleh hasil sebagai berikut:

Dalam novel Rojak tergambar keadaan psikologis tokoh-tokohnya, ditinjau dari segi kesepian, frustasi, dan kepribadian.

(9)

NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI : ANALISIS PSIKOSASTRA

OLEH

LISSA ERNAWATI ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “ Novel Rojak Karya Fira Basuki : Analisis Psikosastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan memaparkan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak dan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel tersebut. Untuk mencapai tujuan itu telah dikumpulkan data dari novel Rojak dengan menggunakan metode membaca heuristik dan juga hermeneutik. Dari analisis data, diperoleh hasil sebagai berikut:

Dalam novel Rojak tergambar keadaan psikologis tokoh-tokohnya, ditinjau dari segi kesepian, frustasi, dan kepribadian.

(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada

zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan

masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam

pergolakan-pergolakan di dalam masyarakat tersebut.

Unsur imajinasi dalam sebuah karya sastra mutlak perlu di samping yang tidak

kurang pentingnya pengalaman pengarang. Unsur imajinasi ini dapat membedakan karya

sastra dengan buku-buku lain. Misalnya sejarah, pembaca dapat menerima kebenarannya

sebagai kenyataan yang benar-benar pernah terjadi. Namun, bukan pula berarti bahwa

sastra hanya khayalan yang tidak menentu dan semena-mena. Unsur imajinasi digunakan

pengarang untuk mencapai keindahan karyanya.

Apa yang disampaikan pengarang terkandung di dalam struktur namun kehadiran

struktur ini bukan dipaksakan atau disadari oleh pengarang. Pengarang hanya berusaha

menyampaikan ide dan emosi yang dikreasikannya melalui bahasa. Bahasa sastra tidak

bersifat umum. Pengarang telah memberikan makna tertentu terhadap suatu kata di

samping makna sehari-hari. Kata-kata yang dipilih oleh pengarang mempunyai makna

berjiwa, bukan bersifat semantik saja. Hal tersebut dapat menimbulkan struktur dan

semantiknya antara bahasa sastra dengan bahasa umum. Pengarang biasanya menambah

unsur imajinasi dan estetis dalam karyanya. Pengarang bebas menggunakan bahasa demi

(11)

Dengan tulisan pengarang lebih dapat mengembangkan dan memperbaiki

karyanya, sebab karyanya dapat dibaca secara berulang-ulang dengan bentuk yang sama.

Namun, pada sastra tulisan peran masyarakat tidak terlalu aktif karena masyarakat lebih

sering tidak menemukan gambaran diri dan tradisi kebudayaannya di dalam karya.

Komunikasi pengarang dengan pembaca semakin jauh dan karya tidak lagi dianggap

mempunyai kekuatan magis sebagaimana ditemukan di dalam karya sastra Angkatan

Balai Pustaka.

Dalam kehidupan, karya sastra tumbuh berkembang sebagai keseimbangan yang

mempunyai fungsi mengimbangi perkembangan atau laju kemampuan berbagai aspek

kehidupan. Hal ini dapat diterima karena sastra berbicara tentang seluruh kehidupan

lahiriah dan batiniah seperti masalah suka-duka, kecewa-hampa, marah-benci, dengan

segala sifat yang merangkuminya,baik tentang kejahatan, kebaikan, keberanian,

kelemahan, kelembutan, dan lain-lain. Pada umumnya, hal-hal yang dibicarakan dalam

pernovelan Indonesia lebih banyak menganalisa tentang kegelisahan batin, kegelisahan

sosial, kemelut hati manusia, warna daerah, kemanusiaan dan kekuatan gaib.

Secara umum, sastra Indonesia adalah gambaran dari proses pertemuan antara

nilai-nilai tradisional dengan nilai-nilai baru dari kebudayaan lain (Barat). Pertemuan

nilai-nilai itu lebih banyak terlihat dalam bentuk-bentuk konflik. Perkembangan

tema roman atau novel Indonesia memperlihatkan tendensi suatu perubahan dari

tema-tema yang kolektifisme ke arah individulisme. Di dalam roman-roman Balai Pustaka

masih bisa kita rasakan ciri kolektifisme tersebut, kemudian pada roman-roman Pujangga

Baru berangsur-angsur longgar, dan pada novel-novel Angkatan 45 tema-temanya

(12)

pengarang lebih bebas berekspresi untuk menuangkan pikirannya ke dalam karya yang

akan dihasilkannya sehingga tidak lagi terikat kepada tema yang menjadi ciri pada saat

karya itu dihasilkan. Sastra di Indonesia telah banyak mengalami perkembangan,

Pengaruh kebudayaan Barat telah memasuki kehidupan sastra di Indonesia baik di masa

penjajahan Indonesia maupun pada saat ini. Tradisi sastra tulisan sedikit demi sedikit

mendesak kehidupan sastra lisan. Tema-tema yang muncul juga tidak lagi monoton

sebagaimana yang ditemukan di dalam kehidupan sastra sebelum abad XIX. Dengan

tulisan pengarang lebih dapat mengembangkan dan memperbaiki karyanya, sebab

karyanya dapat dibaca secara berulang-ulang dengan bentuk yang sama. Namun, pada

sastra tulisan peran masyarakat tidak terlalu aktif karena masyarakat lebih sering tidak

menemukan gambaran diri dari tradisi di dalam kebudayaan karya sastra tersebut.Sastra

lisan dan sastra tulisan sebenarnya bertujuan mendidik masyarakat. Dengan

keterampilannya pengarang dapat menyampaikan ajaran moral baik itu perbuatan atau

moral yang baik maupun yang buruk. Hal ini sesuai dengan pengertian sastra itu sendiri

berdasarkan etimologinya sebagaimana A. Teew, 1984: 23) mengatakan:

“Sebagai bahan banding, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanskerta; akar karta sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi. Akhiran –tra biasanya menunjukkan alat, sarana.”

Berdasarkan keterangan ini ada tersirat pengertian bahwa sastra berusaha

mencerdaskan masyarakatnya. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

kesusastraan adalah karya fiksi yang medianya bahasa, mempunyai bentuk tertentu yang

berfungsi untuk memberi pola ajaran serta pendidikan bagi pembacanya. Unsur imajinasi

yang membedakannya dengan buku-buku ilmu pengetahuan yang lain, namun imajinasi

(13)

imijinasi pengarang. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah suatu kenyataan bahwa

seorang pengarang itu senantiasa hidup dalam suatu ruang dan waktu tertentu.

Manusia merupakan makhluk dinamis dan selalu berinteraksi dengan masyarakat

dan lingkungannya, baik secara fisik maupun psikis. Lingkungan tempat seseorang itu

hidup adalah faktor yang terpenting yang dapat membentuk kepribadiannya, misalnya

yang menyangkut status sosial, ekonomi, atau segala sesuatu yang mengelilingi seseorang

sepanjang hidupnya. Hubungan antara seseorang dengan lingkungannya terdapat

hubungan yang saling timbal balik yaitu lingkungan dapat mempengaruhi psikologis

seseorang, begitu juga sebaliknya psikologis seseorang juga dapat mempengaruhi

lingkungannya.

Sebuah karya sastra merupakan proses kreatif dari seorang pengarang terhadap

kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik apabila karya

sastra tersebut dapat mencerminkan zaman serta situasi yang berlaku dalam lingkungan

masyarakatnya. Sumardjo (1999:19) berkata, “Karya sastra yang baik juga biasanya

memiliki sifat-sifat yang abadi dengan memuat kebenaran-kebenaran hakiki yang selalu

ada selama manusia masih ada”.

Damono (1984:1) menyatakan bahwa “karya sastra diciptakan sastrawan untuk

dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Seluruh peristiwa yang terjadi

dalam batin seseorang, akan berdampak pada psikologinya”.

Yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana keadaan psikologis

tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak karya Fira Basuki. Penulis merasa tertarik

untuk meneliti novel ini karena sepanjang pengetahuan penulis belum ada satu pun

(14)

Utara. Fira Basuki termasuk seorang novelis perempuan Indonesia yang berbakat

sekarang ini selain Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Dewi Lestari, dan lain-lain. Fira

Basuki dalam karya-karyanya yang saat ini diantaranya 1 novel trilogi, 1 kumpulan

cerpen dan 4 cerpen lainnya. penulis biasanya sangat peka dalam melukiskan secara halus

dan teliti setiap konflik psikologis tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh dalam karya-karya Fira

Basuki adalah sosok kejiwaan yang sangat kompleks.Objek penelitian ini adalah novel

Rojak yang pertama kali terbit pada tahun 2004. Novel Rojak mengandung nilai-nilai

psikologis tokoh-tokoh yang terdapat di dalam novel tersebut.,khususnya penggambaran

masyarakat yang menikah dengan orang yang berbeda budaya atau dengan kata lain

pernikahan campuran. Pengarang mengangkat masalah-masalah yang terjadi dalam

rumah tangga tersebut. Penggambaran keadaan tokoh utama terurai secara lengkap, jelas

dan mendalam oleh pengarang karena pengarang sendiri menikah dengan suaminya yang

tak lain adalah warga negara asing.

Seperti yang kita ketahui sastra dalam pertumbuhannya turut dibantu oleh

beberapa faktor seperti: lingkungan sosial, adat istiadat, corak kebangsaan, agama,

keadaan ekonomi, pendidikan faktor gangguan politik bangsa, bahkan iklim geografi.

Demikian juga dengan manusia yang mempunyai tingkah laku yang berbeda-beda dan ini

tidak terlepas dari faktor-faktor yang melingkupi dirinya. Lingkungan tempat seseorang

itu hidup adalah faktor yang terpenting yang membentuk kepribadiannya, misalnya yang

menyangkut status sosial, ekonomi atau segala sesuatu yang mengelilingi seseorang

sepanjang hidupnya. Hubungan antara seseorang dengan lingkungan terdapat hubungan

yang timbal balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi seseorang, dan seseorang juga

(15)

Penulis lebih tertarik untuk menelaah dan menjadikan Rojak sebagai objek kajian

dalan penelitian sastra karena menurut penulis novel ini memiliki keunikan tersendiri.

Sehingga menggugah penulis untuk meneliti novel ini lebih jauh dari aspek struktural dan

aspek psikologisnya. Ada banyak unsur yang membangun struktur Rojak, seperti alur,

penokohan, gaya bahasa, amanat, dan tema.

1.2 Rumusan Masalah

Karya sastra merupakan dunia kemungkinan. Atau dengan kata lain pembaca

akan berhadapan dengan karya sastra, dan karya sastra tersebut akan berhadapan dengan

kemungkinan penafsiran. Setiap pembaca akan memiliki penafsiran dan pendapat yang

berbeda terhadap karya sastra yang telah dibacanya. Hal ini dapat menyebabkan lahirnya

beragam teori dan pendekatan terhadap karya sastra tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis akan menganalisis tentang unsur-unsur

yang membangun karya sastra, yaitu:

a. alur

b. perwatakan

c. latar

d. tema

Selain struktur novel tersebut, penelitian ini juga memaparkan keadaan psikologis

tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak , seperti:

a. kesepian

b. frustasi

(16)

1.3 Batasan Masalah

Karya sastra mengandung berbagai persoalan hidup dan kehidupan manusia.

Dengan kata lain, karya sastra merupakan kompleksitas dalam kehidupan manusia. Di

dalamnya tertuang berbagai bentuk kehidupan manusia. Untuk membahas permasalahan

yang bersifat kompleks dalam sebuah karya sastra, diperlukan batasan masalah agar

penelitian tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai.

Berdasarkan judul penelitian ini, masalah penelitian dibatasi dengan hanya

menggambarkan unsur intrinsik dan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam

novel Rojak seperti kesepian, frustasi dan kepribadian.

Pada akhirnya, semua ruang lingkup pembahasan ini merupakan sebuah deskripsi

yang disertai analisis untuk memberikan pemahaman kepada pembaca terhadap novel

Rojak.

1.4 Tujuan dan Manfaat 1.4.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menguraikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Rojak.

2. Menguraikan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk :

(17)

2. Menambah pengetahuan bagi mahasiswa Sastra Indonesia tentang nilai dan

makna karya sastra.

3. Memperkaya bidang ilmu sastra dan mengembangkan lebih lanjut dengan

(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu:

a. psikosastra

b. kesepian

c. frustasi

d. kepribadian

a. Psikologi Sastra

Psikologi secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Selanjutnya

kalaulah kita perhatikan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli psikologi,

ternyata psikologi mendasarkan suatu pendapat tentang adanya hubungan perbuatan

dengan jiwa manusia. Jadi, psikologi itu merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan

mempelajari tingkah laku manusia itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan seseorang.

Untuk memahami kehidupan manusia itu diperlukan suatu pemahaman khusus tentang

eksistensi manusia tersebut, berarti mengetahui pula aspirasi, perasaan, cita-cita dan

gejolak-gejolak jiwa manusia.

Psikologi berdasarkan objeknya masih terbagi lagi menjadi psikologi

(19)

Namun karena pembahasan ini bukan maksudnya mengetengahkan psikologi secara

mendalam, maka segenap aspek yang menyangkut psikologi tersebut tidak disinggung

lebih jauh. Yang perlu dibahas adalah kaitan psikologi dengan sastra.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa psikologi akan memperhatikan dan

mempelajari pengaruh lingkungan dan proses waktu terhadap pembentukan watak dan

tingkah laku manusia. Psikologi dan sastra keduanya berfungsi untuk memperkaya

pengalaman manusia dan keduanya juga berusaha menyadarkan manusia untuk dapat

mengenal dirinya sendiri.

Fenomena Sastra sebagai Cermin Kepribadian

Sastra merupakan karya kreatif dari sebuah proses pemikiran untuk

menyampaikan ide, pengalaman dan sistem berpikir atau teori. Hal ini sejalan dengan

Hardjana (1981:10) bahwa sastra sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah

disaksikan, dialami, dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan.

Pada hakikatnya, sastra itu menggambarkan keadaan manusia dalam lingkungan

masyarakatnya. Sebuah karya sastra dengan kedalaman pemikiran sang penulis akan

mampu menggambarkan tentang karekteristik suatu bangsa di samping cerita yang

ditampilkannya. Namun tidak selamanya suatu peristiwa yang terjadi selalu diikuti

dengan lahirnya sebuah karya sastra. Ada kalanya suatu karya sastra tidak dapat

menggambarkan kehidupan ataupun keadaan psikis masyarakat yang sesuai lagi dengan

keadaan masyarakatnya pada saat itu.

Kita harusnya ingat bahwa karya sastra adalah dunia di dalam karya sastra yang

(20)

Dengan demikian jelaslah bahwa sastra merupakan penggabungan antara kenyataan

dengan imajinasi.

Pengertian Strukturalisme

Dalam sebuah novel terdapat pengelompokan-pengelompokan yang didasarkan

atas keterkaitan atau hubungan keteraturan urutan-urutan hubungan tersebut

menunjukkan bahwa karya sastra itu mempunyai stuktur. Hubungan yang saling terkait

itu bersifat tetap, artinya tidak bergantung atas sebuah novel tertentu saja. Menurut

Luxemburg (1992), struktur atau strukturalisme adalah sesuatu yang saling terkait dan

teratur, kaitan-kaitan itu dilakukan oleh seorang peneliti berdasarkan observasinya. Di

dalam keterkaitan dan keterpaduan struktur akan terkandung keseluruhan makna yang

ada.

Maren-grisebach (dalam Junus, 1981:17) menyatakan bahwa strukturalisme

memiliki tiga pengertian. Pertama, saling berhubungan dengan unsur-unsur dalam sebuah

karya sastra atau adanya suatu sistem interaksi antara unsur-unsur pembentukannya.

Pengertian kedua, strukturalisme yang abstrak menyatukan hal-hal yang berbeda.

Biasanya bertujuan untuk mendapatkan suatu hukum universal. Yang ketiga,

strukturalisme adalah sesuatu yang tidak mengenal sejarah karena perkara tersebut akan

(21)

b. Kesepian

Kesepian adalah salah satu perbuatan atau keadaan tertutup yang dapat dilihat dari

tingkah laku secara tidak langsung seperti cara berpikir, berkhayal, bermimpi, takut,

sedih, dan sebagainya.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kesepian itu adalah 1. kesunyian;

kelengangan. 2. merasa sunyi (lengang); tidak berteman, tidak beruang dan sebagainya.

Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwa kesepian itu adalah kesunyian atau

seseorang yang merasa kesunyian akibat tidak mempunyai teman, ditinggal oleh orang

tua dan keluarga atau ditinggal kekasih yang dicintainya, dan sebagainya.

c. Frustasi

Setiap orang, dalam mengarungi hidup ini, acap kali menemui berbagai aral,

masalah atau rintangan, dan tak selamanya bisa berjalan mulus. Terutama dalam segi

finansial, sering dihadapkan pada adanya kompetisi, persaingan yang tak jarang berlari ke

arah yang kurang sehat, sampai akhirnya akan muncul sebuah konflik.

Pada kenyataan ini, manusia dihadapkan kepada beragam masalah, dan masalah

itu sendiri merupakan pertanda adanya suatu kehidupan. Adanya masalah itu merupakan

tantangan bagi manusia untuk mempergunakan pikiran, dan hanya orang-orang bodohlah

yang tidak mau mempergunakan pikiran, orang-0rang seperti itu lebih ekstrim bisa

(22)

d. Kepribadian

Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari

kata persona (bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng yaitu tutup muka yang sering

dipakai oleh pemain sandiwara, yang maksudnya untuk menggambarkan pelaku, watak

dan pribadi seseorang. Hal ini dilakukan karena terdapat ciri-ciri yang khas yang dimiliki

oleh seseorang baik dalam arti kepribadian yang baik atau pun yang kurang baik. Jadi

kepribadian adalah merupakan gambaran total dari diri individu.

Kepribadian seseorang tumbuh dan berkembang disebabkan atau dipengaruhi oleh

faktor tertentu antara lain : kemampuan, kebudayaan, keluarga, sikap orang tua, dan

sebagainya.

2.2 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan landasan teori yang mendasarinya karena

landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang

digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Hubungan yang

terjadi antara pengarang, karya sastra, dan masyarakatnya memungkinkan analisis ini

bertolak dari dua sisi pendekatan yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik karya sastra

tersebut.

Dalam membahas sebuah karya sastra ada dua macam pendekatan, yaitu

pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Pendekatan intrinsik bertolak dari karya

itu sendiri. Pendekatan seperti ini disebut pendekatan struktural. Pendekatan yang kedua

adalah pendekatan ekstrinsik yaitu pendekatan yang membahas tentang hubungan karya

(23)

menerapkan pendekatan intrinsik dengan menggunakan teori struktural dan teori

psikologi sastra.

Landasan teori yang dipergunakan dalam pembahasan ini adalah pendekatan

struktural, yaitu meneliti karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada karya

itu, misalnya: tema, alur,plot, perwatakan, latar, dan sudut pandang.

Pendekatan struktural dapat dijadikan titik tumpu proses penelitian. Selanjutnya

pendekatan struktural merupakan penelitian yang menganalisis suatu karya sastra secara

keseluruhan, baik unsur-unsur di dalam karya sastra maupun unsur-unsur di luar karya

sastra tersebut. A. Teew (1988:154) berpendapat bahwa analisis struktural merupakan

langkah awal dalam proses pemberian makna, tetapi tidak boleh dimutlakkan dan juga

tidak boleh ditiadakan. Teori dan dan metode dalam penelitian sastra disesuaikan dengan

bahan yang ada.

Pendekatan struktural itu terdiri atas beberapa macam teori, tetapi dalam hal ini

dipergunakan teori menurut A.Teeuw dalam bukunya Sastra dan Ilmu Sastra.

Menurut A.Teeuw ( 1984: 135 ), pendekatan struktural mempunyai tujuan

yaitu“Analisis Struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,

seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin, keterkaitan dan keterjalinan semua anasir

dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.”

Selanjutnya A.Teeuw ( 1984: 137) mengatakan bahwa:

“ Analisis struktur tidak dapat tidak diarahkan oleh ciri khas karya sastra yang hendak

(24)

Batasan ini menunjukkan bahwa pendekatan struktural akan tergantung kepada

karya sastra yang hendak dianalisis.

Lebih lanjut A.Teeuw (1984: 139) mengatakan bahwa pendekatan struktural ini

mempunyai kelebihan-kelebihan di samping juga kelemahan-kelemahannya sebagai

berikut:

“ Keuntungan pendekatan ini bukan main besarnya: lain dari pada masa sebelumnya, ketika seorang peneliti atau pengkritik sastra dianggap atau diwajibkan mempunyai pengetahuan yang seluas mungkin mengenai latar belakang sejarah, kebudayaan, psikologi, sosiologi dan lain-lain, yang sukar diperoleh oleh pembaca awam, murid sekolah atau mahasiswa, sebaliknya bagi metode close reading hanya satu saja yang perlu : kemampuan bahasa, kepekaan sastra dan minat yang intensif, yang pada prinsipnya dapat dimiliki oleh siapa saja yang perlu; setiap pembaca sanggup dan dapat bersedia mencoba menggali struktur karya sedalam-dalamnya, dan sampai pada keterjalinannya yang terhalus dan terumit.”

Kelebihan pendekatan struktural ini akan menyangkut pada si peneliti. Para

peneliti hanya membicarakan karya yang hendak dibahasnya sebagai karya sastra.

Peneliti tidak perlu membicarakan riwayat hidup si pengarang, latar belakang sosialnya,

atau proses kejiwaannya dalam mencipta karya-karya yang dihasilkannya, dan lain-lain.

Selanjutnya A.Teeuw (1984: 61), menyatakan kelemahan pendekatan struktural

ini terlihat dalam dua hal, seperti

“ Strukturalisme yang hanya menekankan otonomi karya sastra mempunyai dua pokok:

a. melepaskan karya sastra dari rangka sejarah sastra; b. mengasingkan karya sastra dari

rangka sosial budayanya.”

Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut bukan berarti pendekatan struktural

(25)

sastra, sehingga tetap akan terlihat bahwa yang dianalisis adalah karya sastra, bukan

sejarah atau sosial atau juga bukan psikologi si pengarang.

Selanjutnya penelitian ini diteruskan dengan analisis psikologi sastra. Penulis

memilih analisis psikologi sastra karena karya sastra dilihat dari hubungannya dengan

kenyataan yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan dalam hal ini

mempunyai arti yang sangat luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra

dan yang diacu oleh karya sastra. Pendekatan psikologi identik dengan pendekatan

ekspresif, yang menekankan pengekspresian ide-ide ke dalam karya sastra. Objek

penelitian pendekatan melalui jiwa pengarangnya dan melalui tokoh-tokoh yang

ditampilkan dalam karya sastra itu.

Kejiwaan para tokoh dalam karya itu sekaligus merupakan implementasi jiwa

pengarangnya dan sekaligus merupakan gejala psikologis sosial dari masyarakatnya.

Kejiwaan para tokoh dalam karya sastra itu sekaligus merupakan cerminan jiwa

pengarangnya. Melalui pendekatan ekspresif akan tergambar atau tercermin kejiwaan

pengarang. Hal ini dapat dilihat melalui seorang tokoh atau lebih ataupun melalui bahasa

pengarang.

2.3 Tinjauan Pustaka

Novel Rojak karya Fira Basuki ini sebenarnya adalah novel yang sangat menarik

untuk diresensi, diteliti,dan untuk di ulas di dalam beberapa forum diskusi. Sepanjang

pengetahuan dan pengamatan penulis, novel Rojak ini belum pernah diteliti oleh

mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia. Sedangkan di lain tempat, novel ini sudah

(26)

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam setiap karya ilmiah sudah tentu memerlukan data-data yang dapat

dipercaya untuk membantu pembahasan dan pengambilan suatu keputusan. Tanpa

data-data yang dapat dipercaya maka sangat disangsikan kebenaran argumentasi yang diambil

dalam penulisan tersebut. Dasar titik tolak untuk memulai suatu pekerjaan yang

bermanfaat adalah dengan terlebih dahulu mengadakan penelitian pada obyek yang telah

ditentukan. Penelitian tersebut mementingkan pendekatan atau metode yang tepat agar

permasalahan tersebut dapat diatasi.

Metode penelitian yang akan dilakukan pada novel Rojak adalah dengan

membaca heuristik dan hermeneutik. Menurut Pradopo (2001:84) :

Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan stuktur kebahasaannya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi tingkat pertama. Pembacaan heuristik adalah pembacaan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan dari awal sampai akhir secara berurutan. Hasilnya adalah sinopsis cerita. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang atau retroaktif sesudah pembacaan heuristik dengan memberikan konvensi sastranya. Konvensi sastra yang dimaksud adalah memberikan makna dan cerita.

Pradopo (2001:84) juga menjelaskan, “ Metode membaca heuristik pada cerita

rekaan atau novel merupakan metode pembacaan berdasarkan tata bahasa ceritanya yaitu

pembacaan novel dari awal sampai akhir dengan cara berurutan”. Pembacaan heuristik itu

(28)

3.2 Teknik Penelitian

Teknik penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research)

yaitu mencari dan menemukan bahan-bahan yang relevan dengan objek penelitian dalam

mendukung teori-teori yang digunakan dalam analisis (Semi, 1988:8).

Dalam menganalisis data dan objek yang akan diteliti terlebih dahulu dirumuskan

masalah, kemudian diadakan studi kepustakaan. Setelah berbagai informasi diperoleh,

selanjutnya dilakukan pengumpulan data, penyusunan data dan penganalisisan data.

Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam penyusunan penelitian.

3.3 Bahan Analisis

Data dikumpulkan dari novel Rojak , yaitu:

Judul : Rojak

Karya : Fira Basuki

Penerbit : Grasindo

Tebal buku : 174 halaman

Ukuran buku : 20 cm

Cetakan : III

Tahun : 2004

Jenis : Novel

Warna sampul : Perpaduan warna putih, oranye, merah, dan hitam.

Gambar sampul :Gambar seorang perempuan tanpa wajah, berambut hitam

panjang, bersayap,bertangan empat dengan memegang sebuah

daun di salah satu tangannya dengan posisi seperti berbaring di

atas sebuah lemper.

(29)

SINOPSIS

Janice dan Setyo adalah sepasang suami istri yang menikah dengan kebudayaan

yang berbeda. Atau dengan kata lain mereka melakukan pernikahan campuran karena

berasal dari negara yang berbeda. Janice yang berdarah asli Cina Malaka yang

berdomisili di Singapore sementara Setyo suaminya berdarah Jawa asli dan masih

keturunan ningrat. Kisah mereka yang unik, dan sering terjadi perbedaan pendapat dalam

menjalani kehidupan berumah tangga dan dalam membesarkan anak tergambar pada

karakter mereka yang ditulis oleh Fira Basuki sehingga tampak jelas pada pribadi

mereka.

Kisah novel ini diawali dengan keluarga Janice yang tinggal di apartemen dengan

kedua anak mereka dan mereka hidup sebagai keluarga yang harmonis. Sampai akhirnya

ibu mertua Janice yang tak lain adalah ibu kandung Setyo memutuskan untuk tinggal

bersama mereka di Singapore sepeninggal suaminya. Keadaan keluarganya yang dulu

begitu harmonis berubah bagai api neraka buat Janice sejak ibu mertua tinggal bersama

mereka. Suaminya juga yang dulu bertanggung jawab pada keluarga menjadi berubah

mengikuti semua perintah ibunya. Karena pengaruh ibunya Setyo menjadi ragu dalam

menjalani rumah tangganya dan dalam hal mendidik anak-anaknya. Sebenarnya Setyo

ingin kehidupan rumah tangga yang ia jalani dengan keputusannya sendiri, tetapi dilain

sisi ia merasa tidak mungkin membantah perintah ibunya. Dan pada akhirnya ia

benar-benar menuruti semua keinginan ibunya tanpa memikirkan perasan Janice sendiri. Ibu

mertua Janice sebenarnya tidak bisa sepenuh hati tinggal bersama mereka karena ia

(30)

sangat sempit untuk ia tinggali. Padahal kehidupan keluarga Janice tidaklah kekurangan

tetapi tidaklah juga berlebihan.

Janice ingin membesarkan dan mendidik anaknya dengan kebiasaan dan budaya

Singapore yang cenderung kebarat-baratan sementara ibu mertuanya ingin cucunya

dididik dengan budaya Jawa yang mengalir ditubuhnya.

Janice membunuh kekecewaannya dengan bekerja. Sebelum menikah Janice

adalah seorang wanita karir. Ia juga merasa kecewa dengan suaminya yang telah berubah

menuruti semua keinginan ibunya dan Setyo juga menjadi dingin dalam mengahadapi

Janice baik dalam hal rumah tangga juga dalam hubungan suami istri. Hal inilah yang

membuat Janice akhirnya berselingkuh dengan Eric Tan yang tak lain tanpa disadarinya

adalah suami sahabatnya sendiri yaitu Bernice. Eric Tan adalah guru yoga yang

dikenalnya pada saat ia sedang berolah raga sepulang ia kerja. Seiring berjalannya waktu

hubungan mereka semakin akrab dan intim. Hubungan perselingkuhan itu mereka jalani

tanpa sepengetahuan siapapun.

Janice akhirnya memutuskan mencari pembantu untuk mengurusi keperluan

dalam rumah tangganya juga untuk membantu ibunya menjaga kedua anaknya yaitu Boy

dan Mei-Mei. Ipah, demikian nama pembantunya yang berasal dari Parung yaitu desa

yang terletak antara Jakarta dan Bogor. Sebenarnya Ipah adalah pembantu yang baik

sampai akhirnya ia bertemu dengan Raja. Mereka memutuskan untuk menjalin hubungan.

Tanpa disadari Ipah, Raja mempunyai ambisi untuk menghabisi harta keluarga Janice

dengan cara menguasai Ipah. Raja bukanlah orang baik-baik. Ia menyuruh Ipah

mengeruk harta majikannya dan agar Ipah juga tidak terlalu menurut dengan perintah

(31)

Ipah telah mengguna-gunai ia dan suaminya. Janice tidak bisa terima dan pada saat itu

pikirannya sedang kalut karena masalah dengan suaminya, dengan ibu mertuanya dan

selingkuhannya Erik yang menghilang tiba-tiba akhirnya ia menganiaya Ipah.

Pada saat Janice menganiaya Ipah, suaminya dan ibu mertuanya pulang ke

Indonesia membawa anak-anaknya dengan alasan ingin berziarah ke makam ayah Setyo

padahal itu hanyalah sekedar alasan ibu mertuanya untuk menjauhkan Setyo dan

anak-anaknya agar jauh dari kehidupan Janice. Janice tidak dapat mengendalikan emosinya

karena ia merasa dihadapkan pada masalah yang membuat ia frustasi.ibu kandungnya

yang terjangkit penyakit SARS, Ipah yang hamil, Erik yang menghilang tiba-tiba tanpa

kabar, suami dan anak-anaknya pergi meninggalkannya dengan pulang ke

Indonesia.Akhirnya Janice dipenjara akibat ia telah menganiaya Ipah sampai sekarat di

(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN NOVEL ROJAK KARYA FIRA BASUKI

4.1 Unsur-unsur Intrinsik yang Terdapat dalam Novel Rojak a. Tema

Tema merupakan dasar cerita. Dari keseluruhan cerita akan tergambar apa yang

sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang. Tema dalam suatu karya sastra baik

roman maupun cerpen adalah pokok persoalan yang sangat penting, karena karya sastra

tanpa tema tidak ada artinya sama sekali. Tema biasanya tidak diuraikan secara jelas dan

terang tanpa tersirat di dalam keseluruhan cerita.

Tema biasanya bersifat netral, tidak memihak pada suatu dogma tertentu.mungkin

saja dalam pemecahannya seorang pengarang akan bersifat lebih individualistis. Novel

yang lebih luas dari cerita pendek sudah tentu tidak hanya membicarakan satu persoalan

saja. Namun dari persoalan itu secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan mengenai

tema apa yang diungkapkan oleh pengarang.

Secara umum, para pengkritik sastra dan peneliti sastra melihat tema sebuah karya

sastra berdasarkan motif. Motif tersebut ialah suatu kejadian-kejadian dan sesuatu yang

sering diulang-ulang pengarang. Dalam sebuah karya sastra, banyak persoalan yang

muncul, tetapi tidak semua persoalan itu bisa dianggap sebagai tema.

Mursal Esten (1982:92)mengatakan bahwa:

(33)

untuk menceritakan peristiwa-peristiwa ataupun tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra.”

Dari seluruh keterangan mengenai tema di atas dapat dikemukakan bahwa tema

adalah pokok pikiran suatu karangan yang biasanya dikhususkan kepada suatu karya

sastra. Pokok pikiran tersebut terselip dalam setiap penceritaan baik yang berbentuk

rentetan peristiwa maupun melalui dialog-dialog yang terjadi dan dilakukan oleh

tokoh-tokoh cerita itu.

Tema dalam novel ini Rojak ini adalah tentang kegalauan hati seorang isteri yang

bernama Janice yang sering berselisih paham dengan suaminya dan mertuanya karena

perbedaan budaya di dalam pernikahan mereka. Di mana Janice adalah seorang wanita

yang berasal dari kelurga Cina Malaka dan suaminya Setyo yang berasal dari keluarga

Jawa ningrat yang masih sangat kental dengan budayanya walaupun mereka tinggal di

Singapore. Janice juga merasa ibu mertuanya terlalu ikut campur dalam urusan rumah

tangganya. Sehingga suaminya juga tidak perduli lagi dengan perasaan Janice dan malah

membela ibunya yang ia juga sepenuhnya menyadari bahwa apa yang dilakukan ibunya

itu salah.

b. Alur

Plot atau alur cerita adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam novel atau

karya sastra lainnya. Menarik tidaknya suatu karya sastra umumnya bergantung kepada

tema dan plot. Untuk menentukan plot dalam suatu cerita, tidaklah cukup dengan

(34)

plot adalah benang halus yang menghubungkan dan mengikat tiap-tiap kejadian yang

berhubungan satu sama lain dan merupakan hubungan sebab akibat.

Alur sebuah cerita, baik berbentuk novel ataupun berbentuk cerita pendek pada

umumnya dapat dibagi-bagi. Secara umum alur dimulai dari suatu perkenalan, peristiwa

mulai bergerak, peristiwa memuncak, puncak, dan diakhiri dengan peleraian atau

penyelesaian. Secara ringkas dapatlah dikatakan bahwa alur adalah kesinambungan

peristiwa-peristiwa yang dijalin di dalam suatu cerita fiksi yang utuh.

Kusdiratin dkk (1978:85) mengatakan bahwa:

“ Struktur karangan berupa naskah, cerita atau novel secara tradisional dinamakan plot.”

Dick Hartoko (ed), (1984: 149) :

“ Yang dinamakan alur ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logic dan kronologik saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.”

Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa yang menyangkut alur tersebut

terutama sekali struktur atau konstruksi yang terdapat di dalam sebuah cerita, terutama

sekali di dalam menyusun peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita tersebut.

Pada keterangan Hartoko mengenai alur disebutkan deretan peristiwa secara logik

dan kronologik. Peristiwa secara logik artinya peristiwa yang berderet secara logika, satu

peristiwa merupakan lanjutan peristiwa yang lain dalam hubungan kausalitas atau sebab

akibat. Sedangkan deretan peristiwa secara kronologik berarti peristiwa-peristiwa yang

terjadi disusun berdasarkan urutan waktu kejadian, bersifat temporal dan dapat saja tidak

bersifat kausalitas. Hartoko tidak mengutamakan sifat kausalitas tersebut.dengan

(35)

kejadian yang dialami oleh para pelaku cerita fiksi, baik bersifat temporal maupun

bersifat kausalitas.

Alur dalam novel Rojak ini menggunakan alur mundur (flash back). Di mana

pengarang melukiskan kejadian- kejadian yang terjadi pada awal cerita. Tetapi di akhir

cerita, pengarang menjawab penyelesaian konflik yang terjadi di dalam novel Rojak.

c. Perwatakan

Setiap manusia mempunyai watak atau karakter yang berbeda-beda, atau dapat

dikatakan bahwa semua manusia tidak sama wataknya. Membicarakan perwatakan

sebuah karya sastra berarti membicarakan tokoh-tokoh yang ada di dalam novel tersebut.

Tokoh-tokoh yang dibicarakan ialah tokoh-tokoh yang sangat penting kedudukannya

sebagai pembawa ide cerita secara keseluruhan. Tokoh-tokoh tersebut dapat dilihat

sebagai seorang yang yang benar-benar hadir melalui bahasa pengarang, dengan

demikian pengarang tidak semena-mena memperlakukan tokoh-tokoh dalam karyanya.

Tokoh-tokoh tersebut harus mempunyai karakter tersendiri yang dapat diterima oleh

pembaca. Tokoh dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok pejuang dan

kelompok penentang. Di dalam pembicaraan sastra hal ini sering dikaitkan dengan tokoh

protagonis dan antagonis. Di samping kedua kelompok ini ada satu kelompok lagi yang

disebut kelompok penengah atau tokoh yang tidak memihak kepada salah satu kelompok

antara protagonis dan antagonis.

Di dalam pembicaraan tokoh dan perwatakan, yang perlu diperhatikan ialah yang

menyangkut :

(36)

b. pengaruh watak terhadap kejadian

c. tokoh protagonis dan perjuangannya serta hubungannya dengan tema.

Berdasarkan pembicaraan di atas secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tokoh

dan perwatakan adalah hal-hal yang menyangkut tokoh dalam sebuah karya sastra, yakni

bagaimana gambarannya secara menyeluruh dan kaitannya dengan kejadian.

Dengan melihat keterangan mengenai perwatakan dan tokoh di atas, maka hal

yang perlu diperhatikan dalam uraiannya adalah hubngan tokoh, latar, dan kejadian.

Semua unsur ini akan membentuk struktur cerita yang menggunakan media bahasa.

Kusdiratin dkk ( 1978 : 75 ) mengatakan :

“ Kata penokohan merupakan kata jadian dari kata dasar tokoh yang berarti pelaku. Pembicaraan mengenai cara-cara pengarang

menampilkan pelaku melalui sifat, sikap, dan tingkah laku pelaku.”

Keterangan yang diberikan oleh Kusdiratin dkk memang umum, karena

bagaimanapun seorang pembaca ingin melihat bentuk rupa tokoh cerita yang dibacanya.

Untuk melukiskan rupa, watak dan kepribadian tokoh pengarang menggunakan berbagai

cara.

Pada novel Rojak, pengarang menempatkan tokoh utama yaitu Janice. Dari

keseluruhan tokoh yang dijumpai pada novel Rojak ini, kiranya tokoh-tokoh yang

penting saja yang akan dibicarakan dalam pembahasan novel ini.

Janice Wong

Janice, adalah tokoh utama dalam novel Rojak ini. Dari sejak awal cerita hingga

akhir cerita,tokoh Janice tetap dominan mewarnai jalan cerita. Dari segi fisik, tokoh

(37)

seorang wanita keturunan Cina Malaka yang berdomisili di Singapore. Di samping

menjadi ibu rumah tangga Janice juga seorang wanita karier. Di dalam rumah tangganya

ia mengalami konflik dengan suaminya karena perbedaan kebudayaan. Dalam novel ini

diceritakan Janice juga berselingkuh dengan Eric yang tak lain adalah suami sahabatnya

sendiri. Pada akhir cerita Janice menganiaya pembantunya yaitu Ipah karena ia tahu Ipah

hamil. Perasaannya begitu kalut karena suaminya pulang ke Indonesia bersama ibu

mertuanya dan membawa anak-anaknya. Eric juga meninggalkannya sehingga ia merasa

dirinya benar-benar sendiri. Keadaan jiwa Janice tidak terkendali lagi dan inilah yang

menjadi konflik dalam novel ini.

Raden Mas Setyo Putra Hadiningrat

Setyo adalah suami Janice yang berasal dari Indonesia dan masih keturunan

ningrat. Sebenarnya Setyo adalah seorang suami yang baik dan bertanggung jawab tetapi

karena pengaruh ibunya ia menjadi ragu dalam menjalani rumah tangganya bersama

Janice dan dalam mendidik anak-anaknya. Setyo ingin kehidupan rumah tangga yang ia

jalani dengan keputusannya sendiri, tetapi di lain sisi ia merasa tidak mungkin

membantah ibunya. Dan akhirnya ia benar-benar menuruti semua keinginan ibunya tanpa

memikirkan perasaan Janice sendiri.

Sunami Hadiningrat

Sunami adalah ibu mertua Janice, seorang wanita yang berasal dari suku Jawa

yang masih sangat kental dengan budayanya. Sepeninggal suaminya ia memilih ikui

(38)

penguasaha kaya dan berasal dari keturunan ningrat, sehingga pada akhirnya ia ikut

dengan Setyo ia merasa kaget dengan kehidupan anaknya yang hidup sederhana di

apartemen. Ia ingin Setyo tidak bersikap menurut dengan apa yang dikatakan istrinya, ia

ingin setyo bersikap tegas dan menuruti semua yang diperintahkannya. Ia ingin mendidik

cucunya dengan budaya Jawa yang kental bukan dengan budaya Janice yang tak lain

berasal dari Cina Malaka. Nami diceritakan pengarang termasuk wanita yang egois. Ia

ingin semua orang menuruti perintahnya, apa pun bentuknya.

Ipah dan Raja

Ipah adalah pembantu Janice yang berasal dari Parung, yaitu desa yang terletak

antara Jakarta dan Bogor. Pada awalnya Ipah adalah pembantu yang baik sampai ia

bertemu dengan Raja, kekasihnya. Raja bukanlah orang baik-baik. Ia menyuruh Ipah

untuk mengeruk harta majikannya dan agar Ipah juga tidak terlalu menurut dengan

majikan. Akhirnya Ipah hamil dan Janice menyadari bahwa selama ini ia dan suaminya

diguna-gunai. Janice tidak terima dan akhirnya ia menganiaya ipah.

Eric Tan

Eric Tan adalah seorang laki-laki yang dikenal Janice ketika ia jogging di sore

hari ketika ia pulang bekerja.. Janice dan Eric berselingkuh, tanpa sepengetahuan

siapapun termasuk Setyo. Dengan Eric, Janice merasa menemukan semangat hidupnya

(39)

Bernice

Bernice adalah sahabat Janice yang akhirnya menikah dengan Eric. Bernice dan

Eric menikah karena dijodohkan dengan orang tua mereka. Janice memberikan buku

harian tentang kehidupannya yang ditulisnya kepada Bernice. Buku harian itu membuka

semua kisah yang dialami Janice. Pada akhir cerita Eric ditahan oleh polisi karena Janice

mengatakan ia berselingkuh dengan Eric. Bernice sama sekali tidak tahu bahwa yang

selama ini Eric yang dimaksud Janice adalah Eric suami Bernice sendiri.

d. Latar

Latar merupakan salah satu unsur intrinsik yang mendukung struktur fiksi atau

novel secara keseluruhan. Latar menyangkut ruang dan waktu. Namun dalam

pembicaraan latar secara keseluruhan tidak akan hanya membicarakan tentang kedua hal

di atas. Dalam pembicaraan latar yang dikaitkan dengan struktur maka pembicaraan akan

dikaitkan dengan tokoh.

Latar akan dihubungkan dengan tokoh. Berdasarkan kaitan kedua unsur intrinsik

karya sastra ini maka hal-hal yang perlu dibicarakan adalah menyangkut latar belakang

sosial (lingkungan) tokoh utama, tempat, waktu dan suasana peristiwa.

Dari keterangan dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar adalah hal yang

menyangkut tempat, waktu, dan suasana sebagai titik tumpu dari setiap peristiwa dan

kejadian yang terdapat di dalam karya fiksi, baik karya fiksi yang berbentuk cerita

pendek ataupun novel. Sebagai salah satu unsur intrinsik, latar akan mendukung

(40)

kegagalan tokoh utama dalam perjuangan cita-cita hidupnya. Latar akan mempengaruhi

karakter tokoh. Latar sebuah cerita sangat erat hubungannya dengan pembentukan

karakter tokoh utama adalah latar belakang sosial tokoh, di dalamnya termasuk

lingkungan keluarga, pekerjaan dan pendidikan.

Latar atau setting memegang peranan penting dalam sebuah karya sastra. Dalam

penampilan suatu peristiwa latar dalam sebuah cerita harus ada dan jelas, karena latar itu

menerangkan sebuah kejadian yang berlangsung dalam cerita.

Seorang pengarang yang terlibat di dalam latar, ceritanya tentu akan lebih hidup

bila dibandingkan dengan cerita yang pengarangnya tidak terlibat di dalam kejadian

tersebut.

Gorys Keraf ( 1982: 148 ) mengatakan :

“ Latar adalah tempat atau pentas, dapat digambarkan secara hidup-hidup dan terpencil, dapat juga digambarkan dengan sketsa sesuai dengan fungsi dan perannya pada tindak-tanduk yang berlangsung.”

Dari kutipan di atas maka latar dapat diungkapkan dengan jelas di mana tempat

terjadinya suatu cerita dan bagaimana hubungan penggambaran jika dihubungkan dengan

lokasi tempat terjadinya cerita.

Dalam novel Rojak latarnya berlangsung di Negara Singapore. Di mana

Singapore ini adalah tempat tinggal Janice yang tak lain adalah seorang` wanita yang

berasal dari keturunan Cina Malaka. Janice sang tokoh utama memang lahir dan besar di

(41)

4.2 Analisis Novel Rojak Ditinjau dari Segi Psikologis 4.2.1 Kesepian

Manusia dalam kehidupannya selalu mengalami kesepian. Bermacam-macam

kesepian yang dialami manusia, antara lain kesepian karena orang tuanya meninggal,

ditinggal kekasih dan sebagainya. Kadang-kadang kesepian itu dapat membuat seseorang

itu menjadi ketakutan yang sangat dalam sehingga dapat merusak jiwanya.

Demikian kuatnya kesepian itu merasuk jiwa seseorang sehingga hidupnya selalu

tidak tenang, gelisah, cemas,ketegangan-ketegangan batin yang hebat, membuat dia dapat

menjadi frustasi, dan sebagainya.

Demikian juga halnya dengan kesepian yang dialami Janice yang disebabkan oleh

kegalauan hatinya sejak ditinggal suami dan anak-anaknya ketika pulang ke Indonesia.

Kesepian yang dialami Janice dapat dilihat pada kutipan berikut,

“ Ibu jadi ke Jakarta dengan Mas Set dan anak-anak. Mereka pergi dengan banyak alasan. Hatiku gundah gulana. Mereka seperti pindah dan meninggalkanku. Kalau tidak, mengapa Ibu mengepak hamper semua barang-barangnya? Yang tertinggal hanya beberapa handuk dan kain seprai yang dibawanya dulu. Aku rasanya seperti dilempar ke laut. Aku penuh kemelut” ( Rojak: 154).

Kutipan di atas adalah penggambaran hati Janice pada hari pertama saat Ibu

mertua, suami dan anak-anaknya pulang ke Indonesia. Di apartemennya hanya ia dan

Ipah pembantunya saja yang tinggal. Pada awalnya ia juga ingin ikut ke Indonesia tetapi

karena pekerjaan mengurungkan niatnya untuk ikut.

Kesepian Janice juga terlihat pada kutipan berikut,

(42)

kehilangannya. Begitu menyesakkan rasanya.. mengapa ketika Ibu pergi aku justru ingin ia kembali? Mengapa?.” (Rojak:155).

Selama ini Janice memang tidak begitu akur dengan Ibu Mertuanya. Tetapi pada

saat Ibu pergi ia justru merasa kehilangan. Apalagi ia juga baru ditinggal pergi oleh Ibu

kandungnya karena penyakit SARS. Ia benar-benar merasa sangat kesepian.

Jiwa manusia saat lahir adalah putih bersih, bagaikan kertas yang belum ditulisi

atau bagaikan tabula rasa, akan menjadi apakah orang itu kelak, sepenuhnya tergantung

kepada pengalaman-pengalaman apakah yang mengisi tabula rasa tersebut.

Pengalamanlah yang penting untuk menentukan faktor-faktor kejiwaan seseorang.

Misalnya seseorang itu akan menjadi orang baik atau jahat sepenuhnya tergantung pada

pengalaman-pengalaman yang diperolehnya.

Lingkungan tempat seseorang itu berada ( hidup) juga faktor yang penting untuk

membangun kepribadiannya, misalnya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau

lingkungan kerja, masyarakat, dan juga menyangkut status sosial, ekonomi, atau segala

sesuatu yang mengelilingi seseorang itu sepanjang hidupnya, baik dengan keadaan alam

di mana ia berada. Tanpa lingkungan yang mempengaruhinya seseorang tidak ada

artinya, sebab manusia tidak akan pernah lepas dari lingkungannya.

Kesepian yang dirasakan Janice juga terlihat pada kutipan berikut,

“ Duh. . . kepalaku. Belum pernah seperti ini. Seperti semen-semen yang dibor dan palu-palu yang dipaku. Aku mendadak sedih, aku seperti ditinggal sendiri. Aku keledai, yang akan ditembak karena kakiku patah dan sudah tidak bisa mengangkat beban. Aku seperti menunggu mati. zRasa sedih, sakit dikhianati, dan ketakutan tak terperi. Sepi..”

(Rojak:160).

Dari kutipan di atas jelas sangat terlihat kesepian yang dirasakan Janice

(43)

kepulangan suaminya ke Indonesia yang sepertinya tidak akan kembali ke Singapore lagi

semakin membuatnya merasa kesepian. Janice merasa tidak siap untuk kehilangan suami

dan anak-anaknya.

4.2.2 Frustasi

Adanya kesulitan atau masalah, akan membuat seseorang bisa menjadi ambruk

atau lebih maju. Ini tergantung pada seseorang yang menghadapinya, sebab masalah itu

ibarat pisau atau pedang yang bisa bermanfaat bagi manusia, atau bisa juga melukainya.

Saat ini kita sering menemui orang mengalami suatu kegagalan. Kegagalan ini

biasa disebut orang dengan frustasi. Adapun penyebab frustasi itu disebabkan oleh faktor

luar dan faktor dalam. Faktor luar berasal dari lingkungan luar orang itu sendiri,

sedangkan faktor dalam adalah faktor yang berasal dari diri seseorang itu sendiri.

Bermacam-macam penyebab timbulnya frustasi, diantaranya ialah kegagalan

dalam pekerjaan, kegagalan dalam bercinta, kegagalan dalam studi, perceraian orang tua,

atau kurangnya kasih saying orang tua terhadap anak dan sebagainya.

Sebelum penulis melangkah pada permasalan selanjutnya, maka di sini akan

diuraikan terlebih dahulu apa pengertian dari frustasi itu.

Menurut Taufik Hadi (1990: 123), pengertian frustasi sebagai berikut,

“ Frustasi merupakan suatu keadaan di mana satu kebutuhan tidak dapat terpenuhi dan tujuan tidak tercapai. Sehingga seseorang dapat mengalami hambatan atau hambatan dalam usahanya untuk mencapai satu tujuan.”

Dari pengertian di atas seseorang akan mengalami suatu frustasi, apabila obyek

dan tujuan tidak tercapai karena satu atau beberapa hal yang menghalanginya. Namun

(44)

mengalami frustasi itu menyadari sepenuh hati, bahwa sebenarnya frustasi bukan

merupakan jawaban dari kegagalan, dan reaksi yang negatif jika sikap orang yang frustasi

mengalami penyimpangan dari sikap manusia normal.

Menurut Rosi ( 1996:87),

“Frustasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau tujuan akibat adanya halangan atau rintangan dalam mencapai usaha atau tujuan tersebut.”

Dari penjelasan di atas maka frustasi yang dialami Janice terlihat pada kutipan

berikut,

“ Aku membantu ibu menghilangkan kulit ayam ketika makan siang, serta mengisi gelasnya dengan air putih. Sebagaimanapun aku melayaninya, aku tetap dianggapnya bodoh dan ceroboh. Tidak benar dan tidak berkenan. Aku, pemelik apartemen ini, adalah pembantunya.” ( Rojak:23).

Janice merasa semua pekerjaan yang dilakukannya tetap salah dimata ibu

mertuanya. Tidak pernah berkenan di hatinya, padahal ia merasa telah melakukannya

dengan maksimal. Pada saat itu, ia merasa suaminya dapat membelanya, tetapi itu hanya

harapan karena Setyo sangatlah patuh dan tidak pernah membantah ibunya.

Berikut ini kutipan di mana Janice juga merasa frustasi dan hatinya yang tak

menentu akibat suaminya yang sedang mengalami masalah dalam pekerjaannya,

“ Tidak ada pemecatan kok, Jan. Cuma aku harus bekerja lebih keras`lagi dan aku terpaksa sering ke luar negeri untuk mencoba menarik klien dari sana. Perusahaanku akan mengirimku ke Bintan, Batam, hingga ke Hongkong dan Beijing. Tetapi aku punya firasat tidak enak Jan. aku dan beberapa karyawan asing yakin benar, jika perekonomian Singapura terus memburuk, entah apa yang terjadi. Tidak mungkin kami akan di- phk…”

(45)

anaknya. Sering kudengar ia mengomel-ngomel sendiri dengan bahasa daerahnya. Aku tahu pasti, dari nadanya, ia menyindirku.

“Wong omah kuwi mestine seneng, bahagia. Mestine isteri nyenengna bojo. Iki kok ora. Kowe kok lesu kaya ngono ‘to le. Ana apa?”. ( orang menikah mestinya seneng, bahagia. Mestinya sang isteri menyenangkan suami. Ini kok tidak. Wajahmu kok lesu seperti itu anakku, ada apa?). (Rojak:60).

Dari kutipan di atas terlihat Janice mengalami frustasi dalam hidupnya. Di mana

ia sangat mengerti keadaan suaminya yang sedang mengalami masalah dalam

pekerjaannya. Ia tidak mengerti mengapa ia yang disalahkan oleh ibu mertuanya.

Sebenarnya Janice juga merasa ragu untuk mendukung dan mengijinkan suaminya untuk

pergi bekerja ke luar negeri, karena hatinya merasa kepergian suaminya ke luar negeri

bukanlah semata hanya untuk urusan pekerjaan saja, tetapi juga untuk main gila dengan

perempuan lain. Tetapi ia masih berusaha untuk meredam pikiran buruk itu, karena ia

masih mencintai dan ingin sepenuhnya untuk percaya dengan suaminya. Dalam keadaan

seperti ini, Janice merasa bingung dan frustasi untuk menghadapi masalah dalam rumah

tangganya.

Janice juga semakin merasa dirinya selalu salah dimata Ibu mertuanya, ini terlihat

pada kutipan berikut,

“ Mas Set seperti pijar lampu yang meredup, terus meredup. Ia juga tidak pernah membelaku. Bukannya dari dulu ia selalu membelaku, tetapi paling tidak sebelum pekerjaannya memburuk, Mas Set sering

menghiburku jika ibunya menyindir. Kini Mas Set mirip mainan mobil- mobilan Boy yang baterainya soak. Diam tak mau, tapi bergerak setengah-setengah dan pelan.” (Rojak:61).

Dalam keadaan dirinya yang tidak stabil karena masalah dalam rumah tangganya,

ibu mertuanya juga semakin menambah masalah dan semakin ikut campur dalam urusan

(46)

Kekalutan hati Janice juga terlihat pada kutipan berikut,

“ Aku memejamkan mata dan membungkukkan tubuhku,

mengistirahatkan kepalaku dipangkuanku sendiri. Setelah ini, aku harus mengecek apakah Ipah sudah mempersiapkan makan malam, apakah Boy sudah mengerjakan pekerjaan rumahnya, apakah Mei-Meri sudah makan, dan apakah ibu baik-baik saja. Aku tidak perlu bertanya-tanya lagi

bagaimana kabar Mas Set, karena sudah berbulan-bulan wajahnya masih suram. Pulang dari Malaysia, Bintan, dan Thailand, wajahnya tetap suram, katanya di sana perekonomian juga jelek. Aku ingin menjadi tiang penyangganya, tapi ia lebih senanang dengan kakinya sendiri. Ketika kuajak jogging, ia lebih memilih tidur.” ( Rojak:62).

Dari kutipan di atas, Janice merasa serba salah. Ia mengijinkan suaminya untuk

pergi ke luar negeri untuk menyelesaikan pekerjaannya di sana. Tetapi ketika kembali

pulang wajah suaminya tetap suram. Ia semakin heran, untuk apa pergi kalau ternyata

tidak membawa kemajuan dalam hal pekerjaannya. Dengan tugas Ipah yang tak lain

adalah pembantunya juga ia semakin tak habis pikir. Ipah tetap saja tidak dapat

menyelesaikan tugasnya dengan baik. Padahal ia telah hampir setahun bekerja bersama

Janice. Hal itu juga yang membuat ibu mertuanya dari pertama bertemu dengan ipah

sampai sekarang tidak pernah simpati dengannya.

Dilain waktu Janice merasa ibu mertuanya semakin ingin menguasai rumah

tangganya. Berikut ini kutipannya,

“Ma bertanya padaku ketika ia melihat mengapa wajahku muram. Kukatakan bahwa ibu di rumah selalu mengajari anak-anakku menyanyi Jawa. Aku bilang, sebagai balasannya aku sering bernyanyi lagu-lagu Cina yang kukenal ketika taman kanak-kanak dulu. Ma malah tersenyum dan berkata, Rojak rasanya macam-macam.” Ma bilang, jangan merusak ‘rasa’ rojak dengan memberi terlalu bumbu pedas. Kata Ma, sebaiknya aku mencoba menggapai hati ibu, daripada menentangnya. Ma

menyarankan aku berdendang dan berpantun di depan anak-anak dengan bahasa Melayu bercampur Cina atau bahkan Indonesia.” ( Rojak: 83).

Ibu Janice selalu memberi semangat kepadanya agar ia juga tidak terlalu

(47)

inilah yang sebenarnya ia perlukan dari suaminya, tetapi Setyo tidak pernah mau

mengerti apa isi hati Janice.

Berikut ini kutipan tentang penyesalan dan perasaan bersalah ketika Janice

mendengar bahwa ibunya terkena penyakit SARS,

“Karma. Susan berbicara seperti Ma. Keluargaku percaya karma, sebab akibat. Sebagai penganut aliran Taoisme dan segala paham tradisional Cina lainnya, Ma percaya jika orang berbuat di luar norma manusia yang terhormat maka bentuk balasan akan berbalik ke dirinya atau ke

keluarganya. Aku takut Ma sakit karena perbuatanku. Aku egois dan tidak jujur pada Mas Set, suamiku. Kakiku rasanya gemetar. Kurasakan bumi mengguncangku, memberiku karma.” ( Rojak: 118-119).

Janice teringat akan kesalahan yang telah dilakukannya. Ia teringat karena ia

telah berselingkuh dan mengkhianati suaminya.

Di dalam penelitian ini, penulis tidak hanya membicarakan keadaan frustasi yang

dialami oleh tokoh utama saja. Tetapi tokoh yang lain juga walaupun tidak semua tokoh

dan tidak banyak masalah yang diuraikan oleh penulis.

Seperti kutipan di bawah ini, di mana pengarang menceritakan keadaan Setyo yang

frustasi karena mengetahui bahwa ia bukanlah anak kandung ibunya,

“ Setyo tidak percaya apa yang didengarnya. Apa? Bukan anak kandung? Bagaimana bisa? Dari kecil ia tidak pernah mengingat perempuan lain yang disebutnya ibu, selain ibu ini. Perempuan Jawa yang anggun dan menyayanginya.”(Rojak:149).

Setyo benar-benar tidak percaya bahwa ia bukanlah anak kandung ibunya. Ia juga

tidak percaya bahwa ibunya menyimpan rahasia sampai selama ini. Di saat ia sedang

mengalami masalah dalam pekerjaannya, sampai akhirnya ia berhenti dari pekerjaannya.

Belum lagi masalah dalam rumah tangganya. Setyo sebenarnya merasa kasihan dengan

isterinya, tetapi ia merasa tak punya kuasa untuk membantah perintah ibunya untuk

(48)

Dari kutipan dan uraian di atas, dapat dilihat bahwa factor penyebab frustasi

adalah keadaan jiwa kita yang tidak stabil. Semuanya tergantung diri kita sendiri,

bagaimana menyikapi masalah yang sedang kita hadapi. Jika kita menghadapi masalah

dengan positif, kita pasti dapat melalui dan menyelesaikan masalah itu. Jika kita

menghadapi masalah itu dengan negatif, kita akan tenggelam dan terjerumus dalam

masalah itu.

4.2.3 Kepribadian

Sigmund Freud ( Agus Sujanto, dkk, 1980: 59-62) mengatakan bahwa dalam diri

seseorang terdapat tiga system kepribadian, yaitu:

1. Das Es ( the id), yaitu aspek biologis

2. Das Ich ( the ego ), yaitu aspek psikologis

3. Das Uber Ich ( the super ego ), yaitu aspek sosiologis.

1. Das Es ( Aspek Biologis)

Das`Es dalam bahasa Inggris the id, disebut juga Freud system der unbewusten.

Aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan system yang orisinil di dalam

kepribadian. Dari aspek inilah kedua aspek yang lain tumbuh. Das Es itu merupakan

dunia batin atau dunia subyektif. Das Es berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir

(unsur-unsur biologis ), termasuk insting-insting. Das Es adalah energi psikis yang

menggerakkan Das Ich dan Das Uber Ich, energi psikis di dalam Das Es itu merupakan

perangsang dari luar maupun dari dalam. Apabila energi meningkat, maka akan

menimbulkan ketegangan-ketegangan dan menimbulkan pengalaman tidak

(49)

meningkat yang berarti ada tegangan, segeralah Das Es mereduksi energi itu untuk

menghilangkan rasa tidak enak itu. Jadi yang menjadi pedoman dalam fungsinya Das Es

ialah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan atau disebut prinsip

kenikmatan.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sikap suami Janice

yang tidak menghargai dirinya dan lebih cenderung membela ibunya membuat timbulnya

ketegangan-ketegangan atau konflik-konflik dalam dirinya. Semula Janice bertanya-tanya

dengan sikap suaminya yang wajahnya semakin terlihat muram setelah pulang bekerja

dari luar negeri. Janice mencoba untuk bersabar, tapi lama-kelaman sikap suaminya

semakin menyakitkan hati, demikian juga dengan sikap ibu mertuanya yang semakin ikut

campur dalam semua urusan rumah tangganya sehingga menimbulkan ketegangan dan

pengalaman yang tidak menyenangkan itu dengan sikap berontaknya. Das Es ( batin

Janice ) mengambil tindakan untuk membalas dengan jalan mengkhianatinya. Tindakan

Rina itu untuk mendapatkan kepuasan batinnya sendiri. Ia berfikir bukan hanya suaminya

saja yang bisa mengkhianati, ia juga bisa.

“Aku rela melakukan apa saj untuknya. Aku mencandunya. Sepertinya getaran hebat di dalam dadaku terlepas dan energiku bertambah setiap bertemu dan bercinta dengannya. Aku harus menemuinya, kalau tidak aku akan kehilangan oksigen dan napasku akan satu-satu dan mungkin

(50)

menemui jantungku, yang memompa oksigen bagi kehidupanku. Aku berteguh, harus menemuinya, harus.” ( Rojak: 89-90).

2. Das Ich ( Aspek Psikologis )

Das Ich dalam bahasa Inggrisnya disebut juga system des bewussten verbewusten.

Aspek ini adalah aspek psikologis dan timbul karena kebudayaan organisme untuk

berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan ( realitas ). Sebagai contoh orang yang

merasa lapar harus makan untuk menghilangkan ketegangan yang ada di dalam dirinya.

Ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan.

Di sinilah letak perbedaan pokok antara das es dan das ich yaitu kalau das es itu hanya

subyektif ( dunia Batin ) maka das ich dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di

dalam batin dan sesuatu yang ada di luar dunia batin ( dunia obyektif , dunia realita ). Di

dalam fungsinya, das ich berpegang pada prinsip kenyataan atau prinsip realita dan

bereaksi dengan proses sekunder. Tujuan realitas prinsip itu adalah mencari obyek yang

tepat ( serasi ), untuk mereduksi tegangan yang timbul dalam organisme. Proses sekunder

itu adalah berpikir realistis dengan mempergunakan proses sekunder das ich merumuskan

suatu rencana untuk perumusan kebutuhan dan mengujinya ( biasanya suatu tindakan )

untuk mengetahui apakah rrencana itu berhasil atau tidak.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses das ich yang timbul

dalam diri Janice adalah ketika Janice mulai berhubungan dengan seorang laki-laki yang

bernama Eric Tan yang sangat mencintainya dan juga sangat dicintainya, padahal ia

masih mempunyai Setyo suaminya. Eric Tan yang tak lain adalah pelatih yoga Janice.

Tetapi karena Eric dijodohkan oleh orang tuanya mereka berpisah. Eric tiba-tiba

(51)

Akibat perpisahan itu Janice mengalami ketegangan-ketegangan yang timbul

dalam dirinya, sehingga membuat ia uring-uringan dalam menjalani kehidupan rumah

tangganya. Belum lagi masalah ia dan suaminya, masalah yang ditimbulkan oleh ibu

mertuanya, masalah anak-anak yang terbengkalai, pembantunya yang semakin hari

semakin membuat ulah dengan hamil tanpa ia tahu siapa yang menghamilinya.

Banyak konflik yang dialami Janice antara das es dan das ich. Akhirnya Janice

hanyut dalam semua masalah yang tidak bisa ia kendalikan. Pada saat ia mengetahui

suami dan anak-anaknya tidak akan kembali ke Jakarta lagi, Eric yang tak lain

selingkuhannya, menghilang tiba-tiba, ibu kandung yang selama ini memberi semangat

padanya meninggal dunia akhirnya Janice menganiaya pembantunya dengan cara

menyiram air panas ke seluruh badan Ipah. Padahal Janice adalah seorang wanita yang

sabar dan lemah lembut. Tetapi karena masalah-masalah yang menghampirinya datang

secara bersamaan, ia tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Akibat perbuatannya itu,

akhirnya Janice harus dipenjara.

(52)

pria itu suamiku…ayah Boy! Bukankah ia perempuan ular yang membawa bola-bola rambutnya bercampur, mungkin rambut suamiku? Apakah aku perempuan yang berhati rupawan. Mendatangkannya baik- baik dari desa entah apa. Memberinya kasur dan bantal tinggi, mungkin tidur terenak selama hidupnya. Makanan yang masuk sama dengan yang masuk ke mulutku. Membiarkannya lepas bersenang-senang dengan segala gaya yang ia suka. Lalu, ia membawa bola rambut kusut dan foto suamiku. Bros Ma tak kurang dicurinya pula. Ulahnya menenung keluargaku membuatku menjadi monster. Ketika buruk rupanya terlihat ular, aku dipaksanya menjadi monster yang tak kutahu. Ia tidak mati. Menggelepar di ruang putih di rumah sakit. Kehilangan isi perutnya, kehilangan wajah dan kulit mulusnya, terkelupas karena air yang mendidih yang disiramkan monster. Paling tidak ia tidur berbantal. Sedangakan aku? Kehilangan bantal karena ia. Siapa tahu selelah ini orang masih melihatku seperti monster dan memukuliku hingga akhirnya membiarkanku mendekam di satu ruangan untuk bertahun-tahun sampai membusuk. Menggelambir, tua. Mati. Di sini. Mana suami dan anak-anakku? Apakah mereka telahteracuni? Kemana mereka pergi? Tidakkah mereka percaya padaku? Bukankah ibu suamiku yang memberi tahu bhwa perempuan yang kusimpan dirumahku bisa jadi sundal dan membawa petaka? Mengapa aku di sini? Kemana suami dan anak-anakku? Jika mereka tidak menginginkanku, ke mana belahan hatiku yang lain? Mana Eric? percayakah ia padaku? Bukankah kami pernah berbagi tubuh,ia menyimpan secuil apa yang kurasa? Bukankah kami yin tang, pasangan sempurna? Apakah Eric percaya padahal mungkin suami, anak-anak dan yang lain tidak? Apa ia sendiri berbohong padaku?.” (Rojak:169-171)

3. Das Uber Ich ( Aspek Sosiologis )

Das uber ich adalah aspek sosiologis dari kepribadian yang merupakan wakil dari

nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafs

Referensi

Dokumen terkait

Tidak sedikit orang berpikir apa yang akan ia tanyakan ketika bertemu dengan orang lain, sahabat, atau bahkan orang yang sama sekali belum dikenal sebelumnya. Dan mereka

Karya sastra merupakan hasil imajinatif atau ciptaan yang disampaikan secara komunikatif oleh penulis yang di dalamnya mengandung estetika dari kehidupan

Karya sastra sebagai karya kreatif lahir bukan hanya untuk hiburan dan kenikmatan, tetapi juga sebagai sarana penanaman nilai, yaitu sifat-sifat kepribadian atau hal-hal yang penting