PENGARUH JUMLAH BAHAN PEREKAT
TERHADAP KUALITAS BRIKET BIOARANG DARI
TONGKOL JAGUNG
RIWAN MANALU 040308041
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH JUMLAH BAHAN PEREKAT
TERHADAP KUALITAS BRIKET BIOARANG DARI
TONGKOL JAGUNG
SKRIPSI Oleh:
RIWAN MANALU
TEKNIK PERTANIAN / 040308041
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanain
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Pengaruh Jumlah Bahan Perekat Terhadap Kualitas Briket Bioarang dari Tongkol Jagung
Nama : RIWAN MANALU
NIM : 040308041
Program Studi : Teknik Pertanian
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
Ainun Rohanah, STP., M.Si.
Mengetahui
Tanggal Lulus:
Anggota Ir. Saipul Bahri Daulay
Ketua
ABSTRACT
RIWAN MANALU: "The Effect of Concentration of Adhesive Materials on Quality of Corn Cob Bio-Carbon Briquette".
Biomass is a solid waste which can be used for fuel source.The beneficial nature of biomass as energy sources is that it can be sustainably utilized due to its renewability. It can be converted into solid fuel, liquid fuel and gas. Charcoal is a product of biomass conversion. Through briqueting technology, it can be made into charcoal briquettes. The aim of this research was to know the effect of the amount of glue mixture on the quality of corn cob briquettes. The experiment was conducted using a non-factorial completely randomized design with calorific value, water content, density, and ash content of parameters.
The results of this research indicated that the concentration of adhesive materials was not significantly affected the calorific value, but it was significantly affected water content, density, and ash content. The best results obtained in the 10% of adhesive materials.
Keywords: Bio-Carbon Briquette, Biomass, Corn cob, Adhesive materials
ABSTRAK
RIWAN MANALU: Pengaruh Jumlah Konsentrasi Bahan Perekat terhadap Kualitas Briket Bioarang Dari Tongkol Jagung”, dibimbing oleh Saipul Bahri Daulay sebagai ketua komisi pembimbing dan Ainun Rohanah sebagai anggota.
Biomassa adalah suatu limbah benda padat yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar. Sifat yang menguntungkan dari biomassa adalah sumber energi yang dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui. Biomassa dapat dikonversi menjadi bahan bakar padat, cair dan gas. Arang merupakan produk dari konversi biomassa. Dengan teknologi briqueting, arang dapat dibuat menjadi briket. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti seberapa besar pengaruh jumlah campuran perekat terhadap kualitas briket tongkol jagung. Pengujian yang dilakukan adalah dengan rancangan acak lengkap non faktorial dengan parameter nilai kalor, kadar air, densitas, dan kadar abu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah konsentrasi bahan perekat pada briket memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai kalor tetapi berbeda nyata terhadap kadar air, densitas, dan kadar abu. Hasil yang terbaik diperoleh pada jumlah persentase bahan perekat sebesar 10%.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yag
berjudul “Pengaruh Jumlah Konsentrasi Bahan Perekat terhadap Kualitas Briket
Bioarang dari Tongkol Jagung” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat
memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara
dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M. Si selaku ketua komisi pembimbing
dan kepada Ibu Ainun Rohanah, STP, M. Si selaku anggota komisi pembimbing
yang telah banyak membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi
Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta Dolok M.C.P. Panggabean STP, dan
semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini yang
telah membantu penulis dari melakukan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak yang
belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Maret 2010
DAFTAR ISI
Hipotesis Penelitian... 4
Batasan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Energi ... 5
Biomassa ... 6
Bahan Bakar ... 7
Karbonisasi biomassa... 8
Bioarang ... 9
Briket Bioarang ... 10
Karakteristik Tanaman Jagung... 11
Tanaman jagung ... 11
Bagian pendukung tanaman jagung ... 12
Bahan Perekat... 13
Proses pengolahan bahan menjadi tepung arang... 21
Proses pencampuran tepung arang dan bahan perekat... 22
Proses pencetakan briket ... 22
Parameter yang Diamati... 23
Nilai kalor ... 23
Kadar air... 24
Densitas ... 24
Kadar abu ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN... 26
Pengaruh Jumlah Konsentrasi Bahan Perekat terhadap Nilai Kalor... 26
Pengaruh Jumlah Konsentrasi Bahan Perekat terhadap Densitas ... 29
Pengaruh Jumlah Konsentrasi Bahan Perekat terhadap Kadar Abu ... 30
KESIMPULAN DAN SARAN... 33
Kesimpulan ... 33
Saran... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Potensi energi biomassa di indonesia ... 7
2. Hasil analisis kandungan tongkol jagung ... 12
3. Data pengamatan hasil penelitian ... 26
4. Hasil Uji LSR Pengujian jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap nilai kalor ... 27
5. Hasil Uji LSR Pengujian jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap kadar air ... 28
6. Hasil Uji LSR Pengujian jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap
densitas ... 29
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Diagram alir penelitian... 21
2. Gambar Parr oxygen bomb calorymeter... 23
3. Grafik hubungan jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap nilai kalor
(kal/gr)... 27
4. Grafik hubungan jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap kadar air (%)... 29
5. Grafik hubungan jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap densitas
(gr/cc) ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Data pengamatan nilai kalor... 37
2. Data pengamatan kadar air... 38
3. Data pengamatan densitas ... 39
4. Data pengamatan kadar abu ... 40
5. Analisis biaya briket bioarang tongkol jagung ... 41
6. Standarisasi briket arang ... 44
7. Gambar pengolahan bahan tongkol jagung... 45
8. Gambar bioarang dan briket bioarang... 46
ABSTRACT
RIWAN MANALU: "The Effect of Concentration of Adhesive Materials on Quality of Corn Cob Bio-Carbon Briquette".
Biomass is a solid waste which can be used for fuel source.The beneficial nature of biomass as energy sources is that it can be sustainably utilized due to its renewability. It can be converted into solid fuel, liquid fuel and gas. Charcoal is a product of biomass conversion. Through briqueting technology, it can be made into charcoal briquettes. The aim of this research was to know the effect of the amount of glue mixture on the quality of corn cob briquettes. The experiment was conducted using a non-factorial completely randomized design with calorific value, water content, density, and ash content of parameters.
The results of this research indicated that the concentration of adhesive materials was not significantly affected the calorific value, but it was significantly affected water content, density, and ash content. The best results obtained in the 10% of adhesive materials.
Keywords: Bio-Carbon Briquette, Biomass, Corn cob, Adhesive materials
ABSTRAK
RIWAN MANALU: Pengaruh Jumlah Konsentrasi Bahan Perekat terhadap Kualitas Briket Bioarang Dari Tongkol Jagung”, dibimbing oleh Saipul Bahri Daulay sebagai ketua komisi pembimbing dan Ainun Rohanah sebagai anggota.
Biomassa adalah suatu limbah benda padat yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar. Sifat yang menguntungkan dari biomassa adalah sumber energi yang dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui. Biomassa dapat dikonversi menjadi bahan bakar padat, cair dan gas. Arang merupakan produk dari konversi biomassa. Dengan teknologi briqueting, arang dapat dibuat menjadi briket. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti seberapa besar pengaruh jumlah campuran perekat terhadap kualitas briket tongkol jagung. Pengujian yang dilakukan adalah dengan rancangan acak lengkap non faktorial dengan parameter nilai kalor, kadar air, densitas, dan kadar abu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah konsentrasi bahan perekat pada briket memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai kalor tetapi berbeda nyata terhadap kadar air, densitas, dan kadar abu. Hasil yang terbaik diperoleh pada jumlah persentase bahan perekat sebesar 10%.
PENDAHULUAN
Latar BelakangDari fakta dan data yang ada menunjukkan bahwa pemakaian bahan bakar
fosil kian mendekati masa pensiun, jumlah cadangan semakin menipis, harga yang
tidak stabil (kecenderungan terus meningkat) dan isu-isu bahwa bahan bakar fosil
menjadi penyebab pemanasan global serta penyebab terjadinya kerusakan
lingkungan sudah mulai terbukti. Untuk mengeliminasi kemungkinan terburuk
dampak pemakaian bahan bakar fosil, ada beberapa alternatif jalan keluar, yaitu :
a. Pencarian ladang baru
b. Penggunaan energi secara efisien
c. Pengembangan sumber energi terbarukan
Pilihan pertama mempunyai keterbatasan dalam investasi dan diperlukan
waktu yang lama untuk menemukan cadangan baru. Pilihan kedua, dalam jangka
pendek memang bisa menjadi salah satu solusi yang baik, tetapi ketika cadangan
bahan bakar fosil di perut bumi habis, tidak ada lagi yang bisa diefisienkan
penggunaannya. Pilihan ketiga merupakan pilihan yang dirasa ideal untuk
dijamah. Untuk menempuh pilihan ini, diperlukan beberapa penekanan,
diantaranya adalah mengenai pandangan dan pemahaman serta perlakuan terhadap
energi itu sendiri, yakni membuat, menciptakan dan membudidayakan energi.
Beberapa jenis sumber energi alternatif yang bisa dikembangkan antara
lain, energi matahari, energi angin, energi panas bumi, energi panas laut (OTEC),
dan energi biomassa. Diantara sumber-sumber tersebut, energi biomassa
merupakan sumber energi alternatif yang perlu mendapat prioritas dalam
pengembangannya dibandingkan dengan sumber energi yang lain. Salah satu
Hampir di seluruh wilayah Indonesia terdapat lahan pertanian jagung.
Karena jagung dapat tumbuh di seluruh wilayah Indonesia baik dataran tinggi
maupun rendah. Dengan ini menunjukkan tanaman jagung sangat melimpah di
Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa luas lahan pertanian
jagung di Indonesia tahun 2005 adalah 3.356.914 ha dengan produksi 11.225.243
ton pipilan (BPS, 2005). Jika produksi jagung pipilan kering dapat mencapai 3
hingga 4 ton perhektar, maka limbah tongkol yang dihasilkan tentu lebih besar
jumlahnya. Pemrosesan sisa pasca panen jagung ini hanya terserap sedikit sekali
untuk pupuk dan bahan bakar memasak penduduk di sekitar pertanian, karena cara
yang paling mudah dan bisa dilakukan petani untuk menangani limbah tersebut
adalah dengan membakarnya. Tentu saja ini akan menjadi masalah baru bagi
lingkungan, terutama karena pembakaran itu akan menimbulkan polusi yang hebat
dan juga membahayakan lingkungan.
Pada dasarnya limbah tongkol jagung melimpah tetapi tidak termanfaatkan
dengan optimal. Setelah dipipil untuk mendapatkan butir jagung, menghasilkan
banyak limbah berupa tongkol jagung yang berpeluang digunakan sebagai bahan
bakar alternatif. Briquetting merupakan metode yang efektif untuk mengkonversi
bahan baku padat menjadi suatu bentuk kompaksi yang lebih efektif, efisien dan
mudah untuk digunakan.
Adapun alasan pemilihan tongkol jagung sebagai bahan utama dikarenakan
jumlahnya yang sangat melimpah dan tidak optimal dalam pemanfaatannya
bahkan bisa dikatakan tidak terpakai (limbah).
Proses pembuatan arang briket sangat mudah dan sederhana. Dimulai
dengan pengumpulan bahan dasar berupa tongkol jagung. Selanjutnya proses
cara sama seperti pengarangan yang lazim atau yang biasa digunakan pada proses
pengarangan kayu. Setelah selesai pengarangan bahan dasar ditumbuk sampai
halus. Bahan kemudian disaring dengan tujuan butiran hasil pengarangan lembut
dan mempunyai besar butir yang sama, sehingga kerapatan (densitas) yang
dihasilkan pada saat pengompaksian tinggi. Arang briket tongkol jagung yang
dihasilkan mempunyai nilai kalor setara dengan briket dari bahan bakar fosil
(briket batubara). Dengan demikian briket bioarang yang dihasilkan dapat
digunakan sebagai bahan bakar alternatif, yaitu pada skala rumah tangga ataupun
industri. Dengan pemanfaatan energi alternatif ini, maka pemakaian bahan bakar
yang selama ini dari sumber bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat
diperbaharui dapat direduksi, sehingga dapat menghemat pemakaianbahan bakar
fosil yang jumlahnya kini kian langka (Husada, 2008).
Dari uraian diatas penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh
Jumlah Konsentrasi Bahan Perekat terhadap Kualitas Briket Bioarang dari
Tongkol Jagung”. Diharapkan arang briket dengan nilai kalor tinggi mampu
memenuhi kebutuhan industri dan mampu menggantikan bahan bakar padat fosil.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti seberapa besar pengaruh jumlah
konsentrasi bahan perekat terhadap kualitas briket bioarang dari tongkol jagung.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi pihak-pihak
Hipotesis Penelitian
Diduga ada pengaruh jumalah konsentrasi bahan perekat terhadap
kualitas briket yang dihasilkan.
Batasan Penelitian
Briket bioarang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah briket yang
berasal dari biomassa, yaitu tongkol jagung. Penelitian ini hanya untuk
mengetahui pengaruh jumlah perekat yang diberikan terhadap kualitas briket
tongkol jagung yang meliputi kualitas nilai kalor, kadar air, densitas, dan kadar
TINJAUAN PUSTAKA
EnergiMenurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), energi adalah tenaga
atau gaya untuk berbuat sesuatu. Definisi ini merupakan perumusan yang lebih
luas daripada pengertian-pengertian mengenai energi yang umumnya dianut di
dunia ilmu pengetahuan. Dalam pengertian sehari-hari energi dapat didefinisikan
sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu pekerjaan (Kadir, 1995).
Sumber energi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kekayaan
alam yang akan memberikan sejumlah daya dan tenaga apabila diproses dan
diolah serta bisa dinikmati oleh masyarakat luas di dalam penyebarannya
(Kurniawan dan Marsono, 2008).
Energi merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia dewasa
ini dan akan mengambil peranan yang lebih besar diwaktu yang akan datang baik
dalam rangka penyediaan devisa, penyerapan tenaga kerja, pelestarian sumber
daya energi, pembangunan nasional serta pembangunan daerah (Abdullah, 1980).
Seperti diketahui Indonesia sangat berkepentingan dengan sumber daya
energi minyak dengan sumber daya energi lainnya karena minyak merupakan
sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh karena itu,
sektor-sektor perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat mungkin
menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas
bumi, listrik tenaga air, dan biomassa. Energi biomassa merupakan sumber daya
alternatif yang harus dipilih karena jumlahnya yang melimpah dan sifatnya yang
Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses
fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain
adalah tanaman, pepohonan, rumput, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan
kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan
ternak, minyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya, biomassa juga digunakan
sebagai sumber energi (bahan bakar). Yang digunakan adalah bahan bakar
biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil
produk primernya (Pari dan Hartoyo, 1983).
Sedangkan menurut Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material
organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan
mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium dan besi.
Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering ± 75%),
lignin (± 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya bisa berbeda-beda.
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu,
dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui
(renewable resources), relatif tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak
menyebabkan polusi udara dan juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan
sumber daya hutan dan pertanian (Widarto dan Suryanta, 1995).
Potensi biomassa di Indonesia adalah cukup tinggi. Dengan hutan tropis
Indonesia yang sangat luas, setiap tahun diperkirakan terdapat limbah kayu
sebanyak 25 juta ton yang terbuang dan belum dimanfaatkan. Jumlah energi yang
terkandung dalam kayu itu besar, yaitu 100 milyar kkal setahun. Demikian juga
pertanian dan perkebunan, memiliki potensi yang besar sekali. Tabel 1
memberikan suatu ikhtisar dari potensi energi biomassa yang terdapat di
Indonesia. Jenis energi ini adalah terbarukan, sehingga merupakan suatu produksi
yang tiap tahun dapat diperoleh.
Tabel 1. Potensi energi biomassa di Indonesia
Sumber : The Potential of Biomass Residues as Energy Sources in Indonesia. Dewi dan Siagian, (1992).
Sumber energi Produksi
106 ton/thn
Bahan bakar adalah istilah popular media untuk menyalakan api. Bahan
bakar dapat bersifat alami (ditemukan langsung dari alam), tetapi juga bersifat
buatan (diolah dengan teknologi maju). Bahan bakar alami misalnya kayu bakar,
batubara dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya gas alam cair dan listrik.
Sebenarnya, listrik tidak dapat disebut sebagai bahan bakar karena langsung
menghasilkan panas. Panas inilah yang sebenarnya dibutuhkan manusia dari
proses pembakaran, disamping cahaya akibat nyalanya (Johannes, 1991).
Menurut Adan (1998), pemakaian bahan bakar fosil sudah mendekati masa
pensiun. Sudah menjadi berita hangat bahwa bahan bakar fosil sudah mulai habis.
Lebih buruknya lagi penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan polusi berupa
sulfur, CH4, dan N2O yang dapat merusak lingkungan dimana ikut andil
menyebabkan pemanasan global (Global Warming). Untuk mengeliminasi
kemungkinan terburuk dampak pemakaian bahan bakar fosil sangat tepat jika
Pemerintah juga sedang menyusun langkah-langkah pengembangan energi
alternatif berbasis nabati atau biofuel. Program nasional ini telah dimulai sejak
tahun 2005 dengan pengembangan energi berbahan dasar kelapa sawit, jagung,
tebu, singkong, dan jarak. Untuk daerah tertentu, terutama daerah terpencil dan
belum berkembang, akan dilaksanakan program desa mandiri energi berbasis
pohon jarak. Dengan demikian desa-desa tersebut diharapkan akan mampu
memenuhi kebutuhan energinya, tanpa harus tergantung kepada solar dan minyak
tanah. Namun, terobosan antisipasi untuk menghasilkan energi alternatif lainnya
tetap perlu dilakukan. Bahan bakar tersebut harus murah, mudah dibuat, dan
mudah dicari sumber bahannya, seperti bioarang (Kurniawan dan Marsono, 2008).
Karbonisasi Biomassa
Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil akhir pembakaran
berupa abu berwarna keputihan dan seluruh energi di dalam bahan organik
dibebaskan. Namun dalam pengarangan, energi pada bahan akan dibebaskan
secara perlahan. Apabila proses pembakaran dihentikan secara tiba-tiba ketika
bahan masih membara, bahan tersebut akan menjadi arang yang berwarna
kehitaman. Pada bahan masih terdapat sisa energi yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, seperti memasak, memanggang dan mengeringkan. Bahan
organik yang sudah menjadi arang tersebut akan mengeluarkan sedikit asap
dibandingkan dibakar langsung menjadi abu (Kurniawan dan Marsono, 2008).
Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya
kehadiran oksigen. Sehingga yang terlepas hanya bagian volatile matter,
sedangkan karbonnya tetap tinggal di dalamnya. Temperatur karbonisasi akan
sangat berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan
Sedangkan menurut Abdullah, dkk, (1991), proses pengarangan (pirolisa)
adalah penguraian biomassa (lysis) menjadi panas (piro) pada suhu lebih dari
150°C. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses yaitu pirolisa
primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada
bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas
partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer.
Selama proses pengarangan dengan alur konveksi pirolisa, perlu
diperhatikan asap yang ditimbulkan selama proses tersebut :
- Jika asap tebal dan putih, berarti bahan sedang mengering.
- Jika asap tebal dan kuning, berarti pengkarbonan sedang berlangsung. Pada
fase ini sebaiknya tungku ditutup dengan maksud agar oksigen pada ruang
pengarangan serendah-rendahnya.
- Jika asap semakin tipis dan berwarna biru berarti pengarangan hampir selesai,
kemudian drum dibalik dan proses pembakaran selesai.
(Anonimous, 1989).
Bioarang
Arang merupakan bahan padat yang berpori dan merupakan hasil
pengarangan bahan yang mengandung karbon. Sebagian besar pori-pori arang
masih tertutup oleh hidrokarbon, tar, dan senyawa organik lain yang
komponennya terdiri dari karbon tertambat (Fixed Carbon), abu, air, nitrogen dan
sulfur. Sedangkan, bioarang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang
dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting,
daun-daunan, rumput, jerami, ataupun limbah pertanian lainnya. Bioarang ini
dapat digunakan dengan melalui proses pengolahan, salah satunya adalah menjadi
Sedangkan menurut Johannes (1991), bioarang adalah arang yang diproses
dengan membakar biomassa kering tanpa udara (pirolisis). Energi biomassa yang
diubah menjadi energi kimia inilah yang disebut dengan bioarang.
Briket Bioarang
Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang
yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bioarang yang sebenarnya termasuk
bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras
dengan bentuk tertentu. Kualitas dari bioarang ini tidak kalah dengan batubara
atau bahan bakar jenis arang lainnya (Joseph dan Hislop, 1981).
Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan
menambah bahan perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu
kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik maupun
manual dan selanjutnya dikeringkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hartoyo (1983) menyimpulkan bahwa briket arang yang dihasilkan setaraf dengan
arang buatan Inggris dan memenuhi persyaratan yang berlaku di Jepang karena
menghasilkan kadar abu dan zat yang mudah menguap (volatile matter) yang
rendah serta tinggi kadar karbon terikat (fixed carbon) dan nilai kalor.
Briket arang yang baik diharapkan memiliki kadar karbon yang tinggi.
Kadar karbon sangat dipengaruhi oleh kadar zat mudah menguap dan kadar abu.
Semakin besar kadar abu akan menyebabkan turunnya kadar karbon briket arang
tersebut. Secara keseluruhan nilai densitas (kerapatan partikel) briket arang antara
0,45 g/cm3 sampai 0,59 g/cm3, kadar air antara 3,57% sampai 4,75%, kadar abu
3,56%, dan nilai kalor berkisar antara 6198,99 kal/g sampai 6522,84 kal/g
Karakteristik Tanaman Jagung a. Tanaman Jagung
Menurut Wiki Media dalam situs http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung,
klasifikasi ilmiah dari tanaman jagung adalah:
Kerajaan : Plantae Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales
Familia : Poaceae Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung merupakan anggota suku rumput-rumputan. Jagung memilki bunga
jantan dan betina yang terpisah tetapi masih dalam satu tanaman (monoecious).
Bunga jantan tumbuh dibagian puncak berupa karangan bunga yang mempunyai
serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas, bunga betinanya tersusun dalam
tongkol yang tumbuh dari buku diantara batang dan pelepah daun.
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di
Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain
sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan
maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji,
dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri
(Wikimedia Foundation, Inc).
1. Akar jagung
Akar jagung tergolong akar serabut, pada tanaman yang sudah cukup
dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang
membantu menyangga tegaknya tanaman.
2. Daun jagung
Daun jagung bentuknya memanjang, antara pelepah dan helai daun
terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Struktur ini berperan
penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
(Wikimedia Foundation, 2007).
3. Tongkol jagung
Tongkol jagung mengandung lignoselulosa yang terdiri dari lignin,
selulosa, dan hemiselulosa. Tongkol jagung dapat digunakan sebagai substrat
pada fermentasi enzim selulase dengan bantuan mikroorganisme seperti
Aspergillus niger. Enzim selulase berguna untuk proses hidrolisis selulosa
menjadi glukosa secara enzimatik. Glukosa dapat digunakan untuk fermentasi dan
menjadi etanol yang dikenal sebagai bioetanol. Tongkol jagung juga sangat
berpeluang digunakan sebagai bahan bakar alternatif, termasuk untuk
pengeringan. (Aylianawaty dan Ery, 1985).
Tabel 2. Hasil Analisis Kandungan Tongkol Jagung
Kandungan Produksi Tongkol jagung
Kadar air 59,21
Bahan Kering 40,79
Secara fisik batang jagung berdiri tegak dan mudah terlihat, sebagaimana
sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Pada jagung terdapat
mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset.
Batang jagung beruas dan tidak bercabang serta tidak dapat tumbuh membesar
karena jagung termasuk tumbuhan monokotil, dimana ciri batang tumbuhan
monokotil tidak berkambium. Jika batang itu dipotong secara melintang, akan
terlihat ikatan pembuluh angkut dan pembuluh tapis yang letaknya tidak
beraturan. Batang yang beruas-ruas terbungkus oleh pelepah daun yang muncul
dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung selulosa,
hemi selulosa dan zat ekstraktif lainnya (Syachry, 1985).
Bahan Perekat
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Beberapa istilah lain dari perekat
yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste, dan cement.
- Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku,
urat, otot, dan tulang yang digunakan dalam industri pengerjaan kayu.
- Mucilage adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air yang
diperuntukkan terutama untuk perekat kertas.
- Paste merupakan perekat pati (starch) yang dibuat melalui pemanasan
campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta.
- Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya
karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut.
(Ruhendi, dkk, 2007).
Sifat alamiah bubuk arang cenderung saling memisah. Dengan bantuan
dengan kebutuhan. Namun, permasalahannya terletak pada jenis bahan perekat
yang akan dipilih. Penentuan jenis bahan perekat yang digunakan sangat
berpengaruh terhadap kualitas briket arang ketika dinyalakan dan dibakar. Faktor
harga dan ketersediaannya di pasaran harus dipertimbangkan secara seksama
karena setiap bahan perekat memiliki daya lekat yang berbeda-beda
karakteristiknya (Sudrajat, 1983).
Menurut Schuchart, dkk (1996), pembuatan briket dengan penggunaan
bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan
bahan perekat. Disamping meningkatkan nilai bakar dari bioarang, kekuatan
briket arang dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah).
Bahan perekat dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu :
1. Perekat anorganik
Termasuk dalam jenis ini adalah sodium silikat, magnesium, cement, dan
sulphit. Kerugian dari penggunaan bahan perekat ini adalah sifatnya yang banyak
meninggalkan abu sekam pada waktu pembakaran.
2. Bahan perekat tumbuh-tumbuhan
Jumlah bahan perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit
bila dibandingkan dengan bahan perekat hydrocarbon. Kerugian yang dapat
ditimbulkan adalah briket yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban.
3. Hydrocarbon dengan berat molekul besar
Bahan perekat jenis ini sering kali dipergunakan sebagai bahan perekat
untuk pembuatan arang cetak ataupun batubara cetak.
(Josep dan Hislop, 1981).
Sedangkan menurut Kurniawan dan Marsono (2008), ada beberapa jenis
1. Perekat aci
Perekat aci terbuat dari tepung tapioka yang mudah dibeli dari toko
makanan dan di pasar. Perekat ini biasa digunakan untuk mengelem perangko dan
kertas. Cara membuatnya sangat mudah, yaitu cukup mencampurkan tepung
tapioka dengan air, lalu dididihkan diatas kompor. Selama pemanasan tepung
diaduk terus-menerus agar tidak menggumpal. Warna tepung yang semula putih
akan berubah menjadi transparan setelah beberapa menit dipanaskan dan terasa
lengket di tangan.
2. Perekat tanah liat
Perekat tanah liat bisa digunakan sebagai perekat karbon dengan cara
tanah liat diayak halus seperti tepung, lalu diberi air sampai lengket. Namun
penampilan briket arang yang menggunakan bahan perekat ini menjadi kurang
menarik dan membutuhkan waktu lama untuk mengeringkannya. Selain itu, briket
menjadi agak sulit menyala ketika dibakar.
3. Perekat getah karet
Daya lekat getah karet lebih kuat dibandingkan dengan lem aci maupun
tanah liat. Namun, ongkos produksinya relatif lebih mahal dan agak sulit
mendapatkannya karena harus membeli. Briket arang yang yang menggunakan
perekat getah karet akan menghasilkan asap tebal berwarna hitam dan beraroma
kurang sedap ketika dibakar. Oleh karena itu jenis perekat ini jarang dipilih oleh
produsen briket arang.
Briket arang dengan menggunakan perekat getah pinus hampir mirip
dengan briket arang dengan menggunakan perekat getah karet. Namun
keunggulannya terletak pada daya benturan briket yang kuat meskipun dijatuhkan
dari tempat yang tinggi, briket tetap utuh.
5. Perekat pabrik
Perekat pabrik adalah lem khusus yang diproduksi oleh pabrik yang
berhubungan langsung dengan industri pengolahan kayu, seperti tripleks,
multipleks, dan furnitur. Lem-lem tersebut memang mempunyai daya lekat yang
sangat kuat, tetapi kurang ekonomis jika diterapkan pada briket arang, kecuali
untuk melayani pesanan khusus dari konsumen. Misalnya pembuatan briket arang
yang ditujukan untuk ekspor hasil memenuhi standar perdagangan internasional
yang mencakup kadar air, kadar abu, karbon terikat, materi volatil, serta jumlah
kalori yang dilepaskan setiap kilogramnya.
Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menarik air dan
membentuk tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang akan direkatkan.
Dengan adanya bahan perekat, maka susunan partikel akan semakin baik, teratur
dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan dari arang
briket akan semakin baik (Silalahi, 2000).
Nilai Kalor
Menurut Koesoemadinata (1980), nilai kalor bahan bakar adalah jumlah
panas yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh suatu gram bahan bakar tersebut
dengan meningkatkan temperatur 1 gr air dari 3,50 C – 4,50 C, dengan satuan
kalori. Dengan kata lain nilai kalor adalah besarnya panas yang diperoleh dari
pembakaran suatu jumlah tertentu bahan bakar. Semakin tinggi berat jenis bahan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Royhan,
(2003) bahwa kualitas nilai kalor suatu briket akan meningkat seiring dengan
bertambahnya bahan perekat dalam briket tersebut.
Syachry (1982) menyatakan bahwa yang sangat mempengaruhi nilai kalor
kayu adalah zat karbon, lignin, dan zat resin, sedangkan kandungan selulosa kayu
tidak begitu berpengaruh terhadap nilai kalor kayu.
Kalori meter bom adalah suatu alat yang digunakan untuk menentukan
panas yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar dan oksigen pada volume tetap.
Alat tersebut ditemukan oleh Prof. S. W. Parr (1912), oleh sebab itu alat tersebut
sering disebut ”Parr Oxygen Bomb Calorimeter”.
Kadar Air
Kadar air briket adalah perbandingan berat air yang terkandung dalam
briket dengan berat kering briket tersebut setelah diovenkan. Peralatan yang
digunakan dalam pengujian ini antara lain oven, cawan kedap udara, timbangan
dan desikator (Kardianto, 2009).
Darmawan (2000), mengemukakan kadar air briket sangat mempengaruhi
nilai kalor atau nilai panas yang dihasilkan. Tingginya kadar air akan
mennyebabkan penurunan nilai kalor. Hal ini disebabkan karena panas yang
tersimpan dalam briket terlebih dahulu digunakan untuk mengeluarkan air yang
ada sebelum kemudian menghasilkan panas yang dapat dipergunakan sebagai
panas pembakaran.
Densitas
Menurut Haygreen dan Bower (1989) densitas adalah perbandingan antara
telah ditentukan) dengan kerapatan air pada suhu 4 °C. Air memiliki kerapatan
partikel 1 g/cm3 atau 1000 kg/m3 pada suhu standar tersebut. Soeparno dkk
(1990), mengemukakan kerapatan yang tinggi menunjukkan kekompakan partikel
arang briket yang dihasilkan.
Sudrajad (1983), mengatakan densitas kayu sangat mempengaruhi kadar
air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat dan nilai kalor briket yang
dihasilkan. Selanjutnya disebutkan briket dari kayu berkerapatan tinggi
menunjukkan nilai kerapatan, keteguhan tekan, kadar abu, kadar karbon terikat,
dan nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan briket yang dibuat dari kayu yang
berkerapatan rendah.
Komarayati dkk (1995) dalam Royhan (2003) mengatakan bahwa dengan
bertambahnya bahan perekat maka ikatan antar partikel akan semakin kuat,
kerapatan antar material juga semakin besar dan ruang pori lebih sedikit.
Kadar Abu
Kandungan abu merupakan ukuran kandungan material dan berbagai
material anorganik di dalam benda uji. Metode pengujian ini meliputi penetapan
abu yang dinyatakan dengan persentase sisa hasil oksidasi kering benda uji pada
suhu ± 580-6000C, setelah dilakukan pengujian kadar air.
Abu adalah bahan yang tersisa apabila kayu dipanaskan hingga berat
konstan (Earl, 1974). Kadar abu ini sebanding dengan kandungan bahan
anorganik di dalam kayu. Salah satu unsur utama yang terkandung dalam abu
adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan.
Abu terdiri dari bahan mineral seperti lempung, silika, kalsium, serta magnesium
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai bulan Desember
2009 di Laboratorium Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara Medan, sedangkan pengukuran parameter dilakukan di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara ― Laboratorium Teknik Pertanian (untuk pengukuran
kadar air), Laboratorim Sentral (untuk pengukuran kadar abu), Laboratorium Ilmu
Tanah (untuk pengukuran densitas) ― dan Laboratorim Penelitian Fakultas MIPA
Universitas Sumatera Utara (untuk pengukuran nilai kalor).
Bahan dan Alat 1. Bahan
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tongkol
jagung, tepung kanji, dan air sebagai campuran bahan perekat.
2. Alat
Adapun alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah drum sebagai
tungku pengarangan, lumpang dan alu untuk menumbuk bioarang, shave seckher
20 mesh untuk mengayak arang briket , neraca digital, gelas ukur untuk mengukur
banyak air untuk membuat perekat kanji, alat pengaduk untuk mengaduk adonan
agar campuran arang dan perekat kanji merata, cetakan briket, oven untuk
mengeringkan bahan, desikator untuk mendinginkan bahan dan menjaganya dari
kelembapan udara, label nama untuk menandakan sampel dari tiap perlakuan, parr
oxygen bomb calorimeter untuk mengukur nilai kalor dari briket yang dihasilkan,
tungku pengabuan sebagai tempat untuk proses pengabuan dari pembakaran
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan rancangan
acak lengkap (RAL) non faktorial, dengan tiga taraf sebagai berikut :
P1 = 5%
P2 = 10%
P3 = 15%
Dengan (P) adalah komposisi bahan perekat.
Model rancangan yang digunakan adalah:
Yij = µ + Ti + Σij
Dimana :
Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
µ = nilai tengah umum.
Ti = pengaruh perlakuan ke-i.
Σij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Parameter yang diamati:
1. Nilai kalor.
2. Kadar air.
3. Berat jenis (Densitas).
Prosedur Penelitian
Gbr 1. Diagram alir Penelitian
A. Proses pengolahan bahan menjadi tepung arang
1. Tongkol jagung dibersihkan dari kotoran yang terikut kemudian dipotong‐
potong hingga berukuran tidak lebih dari 10 cm. Kemudian bahan dikeringkan
dibawah sinar matahari selam 3 hari.
2. Proses pengarangan tongkol jagung dengan memasukkan bahan ke dalam
tungku pengarangan secara terpisah dan bertahap. Kemudian bahan disulut
dengan api dan dikeluarkan dari tungku pengarangan setelah bahan menjadi
3. Bioarang hasil pengarangan ditumbuk hingga menjadi tepung arang. Tepung
arang yang telah ditumbuk tersebut kemudian diayak dengan shave seckher
untuk mendapatkan ukuran material yang seragam. Dalam penelitian ini, ukuran
material yang digunakan adalah 20 mesh.
4. Tepung arang tongkol jagung siap dicampur dengan perekat.
B. Proses pencampuran tepung arang dan bahan perekat.
1. Disiapkan campuran perekat (kanji) yang dilarutkan dalam air dengan
perbandingan 1 : 4, kemudian dipanaskan.
2. Berat keseluruhan tepung arang dan perekat adalah 50 gram.
3. Ditimbang tepung arang tongkol jagung untuk persentase bahan perekat
sebesar 5%. Hal ini dilakukan untuk tiga kali ulangan.
4. Ditimbang tepung arang tongkol jagung untuk persentase bahan perekat
sebesar 10%. Hal ini dilakukan untuk tiga kali ulangan.
5. Ditimbang tepung arang tongkol jagung untuk persentase bahan perekat
sebesar 15%. Hal ini dilakukan untuk tiga kali ulangan.
6. Setelah ditimbang perbandingan antara serbuk arang tongkol jagung dan
perekat, lalu dicampur dalam mangkuk sehingga menjadi satu dan
homogen. Diberikan label nama pada tiap adonan sesuai perlakuan.
C. Proses pencetakan briket
1. Dimasukkan bahan briket yang sudah dicampur ke dalam alat pencetak briket
denga kuat tekan 2 ton.
2. Dimasukkan adonan seluruhnya ke dalam cetakan briket yang terletak pada
bagian bawah alat pencetak.
3. Diputar pengunci tabung oli agar tekanannya tidak turun, kemudian dipompa
4. Kemudian dibuka pengunci tabung oli dan briket dapat dikeluarkan dari cetakan.
5. Briket dikeringkan dengan oven pada suhu 60° selama ± 24 jam. Briket yang
dihasilkan kemudian diuji parameternya yaitu kualitas nilai kalor, kadar air, berat
jenis (densitas), dan kadar abu.
Parameter yang Diamati 1. Nilai kalor.
Pengukuran kualitas nilai kalor dilakukan untuk setiap perlakuan pada
setiap kali ulangan. Kualitas nilai kalor dapat diukur dengan menggunakan alat
parr oxygen bomb calorimeter (kal/gr).
Gbr 2. Parr oxygen bomb calorimeter
Cara pengujian kualitas nilai kalor pada briket bioarang tongkol jagung
adalah dengan menimbang bahan sebanyak 0.15 gram dan diletakkan dalam
cawan platina dan ditempatkan pada ujung tangkai penyala yang sudah
dipasang kawat penyala, kemudian dimasukkan ke dalam tabung bom dan
ditutup dengan erat. Oksigen diisikan ke dalam tabung dengan tekanan 30 bar
dan dimasukkan kedalam tabung kalorimeter yang sudah diisikan air sebanyak
1250 ml, kemudian ditutup dengan alat pengaduknya. Pengaduk air pendingin
dihidupkan selama 5 menit dan dicatat temperatur yang tertera pada
dicatat kenaikan suhu pada termometer. Dihitung nilai kalor dengan
Analisa kadar air bahan dilakukan dengan cara menghitung berat kering
oven. Sebelum bahan kering diovenkan, diambil sampel dari setiap perlakuan.
Kemudian ditimbang setiap 2 gram di aluminium foil yang telah diketahui berat
kosongnya. Dikeringkan di dalam oven selama 3 jam dengan suhu 105C. Lalu
didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Kadar air
dihitung dengan rumus :
Kadar Air = 100%
BeratAwal BeratAkhir BeratAwal
3. Densitas
Perhitungan berat jenis dapat didasarkan pada berat kering tanur, berat
basah, dan pada berat kering udara. Sudrajad (1983) menyatakan bahwa berat
jenis kayu sangat berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, zat terbang, karbon
terikat, dan nilai kalor briket. Dijelaskan juga bahwa briket dengan kerapatan
dan nilai kalor yang lebih tinggi dibanding briket dengan kerapatan rendah. Pada
penelitian ini pengukuran berat jenis dilakukan pada berat kering udara yang
ditentukan dengan rumus:
Berat Briket D =
Volume Briket
Dimana:
D = Densitas (gr/cc)
4. Kadar abu
Penentuan kadar abu dilakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali
ulangan. Cara pengujian kadar abu adalah dengan terlebih dahulu memanaskan
cawan porselen ke dalam oven dengan suhu 1050C selama 1 jam, didinginkan
dalam desikator, kemudian ditimbang. Diletakkan 2 gram bahan ke dalam cawan
porselen kemudian dimasukkan ke dalam tungku pengabuan dan dibakar secara
perlahan selama 4 jam sampai suhu pembakaran akhir 580 – 6000C sehingga
semua karbon hilang. Didinginkan cawan beserta isinya ke dalam desikator
kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat abu. Besarnya kadar abu dihitung
dengan rumus :
Kadar Abu = 100% 2
1 W
W
Dimana: W1 = Berat abu (gram).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian pemanfaatan limbah tongkol jagung dalam
pembuatan briket bioarang dengan perlakuan perbandingan jumlah konsentrasi
bahan perekat dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data pengamatan hasil penelitian
Perlakuan Nilai Kalor (kal/gr)
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai kalor yang tertinggi diperoleh dari
perlakuan P2 sebesar 6322,10 kal/gr sedangkan nilai kalor terendah diperoleh dari
perlakuan P1 sebesar 5326,96 kal/gr. Kadar air yang tertinggi diperoleh dari
perlakuan P3 sebesar 5,15 %, sedangkan kadar air terendah diperoleh dari
perlakuan P1 sebesar 3,06 %. Densitas (kerapatan partikel) yang tertinggi
diperoleh dari perlakuan P3 sebesar 0,95 gr/cc sedangkan densitas terendah
diperoleh dari perlakuan P1 sebesar 0,79 gr/cc. Kadar abu yang tertinggi diperoleh
dari perlakuan P1 sebesar 12,60 % sedangkan kadar abu terendah diperoleh dari
perlakuan P3 sebesar 9,23 %.
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari setiap perlakuan yang
diberikan terhadap parameter ― nilai kalor, kadar air, densitas, dan kadar abu ―
yang diamati dapat dilihat pada daftar analisa sidik ragam dari masing-masing
parameter, yang selanjutnya diuji dengan uji least significant range (LSR).
Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jumlah konsenstrasi
bahan perekat memberi pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai kalor.
Hasil pengujian least significant range (LSR) menunjukkan pengaruh jumlah
konsenstrasi bahan perekat terhadap nilai kalor untuk tiap-tiap perlakuan dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji LSR pengujian jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap nilai kalor
Keterangan : Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada pada taraf 5 % dan berbeda sangat tidak nyata pada taraf 1 %.
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan P1, P2, dan P3 memberikan
pengaruh berbeda tidak nyata terhadap parameter yang diamati pada taraf 5 % dan
berbeda sangat tidak nyata pada taraf 1 % sehingga pengujian beda rataan tidak
dilanjutkan.
2. Kadar air
Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jumlah konsenstrasi
bahan perekat memberi pengaruh berbeda nyata terhadap kadar air. Hasil
pengujian least significant range (LSR) menunjukkan pengaruh jumlah
konsenstrasi bahan perekat terhadap kadar air untuk tiap-tiap perlakuan dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji LSR pengujian jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap kadar air
LSR Notasi Jarak
0,05 0,01 Perlakuan Rataan 0,05 0,01
- P1 3,06 a A
3 0,7700 1,1851 P3 5,15 c B
Keterangan : Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada pada taraf 5 % dan berbeda sangat tidak nyata pada taraf 1 %.
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap perlakuan P2 dan P3 pada taraf 5 %, sedangkan pada taraf
1 % perlakuan P1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan P2 dan P3.
Dari tabel 5 juga dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi sebesar 5,15%
diperoleh pada perlakuan P3 dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 3,06%.
Hubungan dari perlakuan jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap kadar air
dapat dilihat pada gambar 4.
y = 0.2087x + 2.114
Gambar 4. Grafik hubungan jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap kadar air (%).
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi jumlah konsentrasi
bahan perekat maka akan semakin tinggi kadar air pada briket. Hal ini sesuai
dengan Anonimous (1989) dalam Rohyan (2003) yang mengatakan bahwa dalam
bahan pengikat kanji terkandung kadar air sebesar 10,70 % dengan demikian
semakin banyak jumlah konsentrasi bahan perekat yang digunakan maka semakin
besar kadar airnya.
Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jumlah konsenstrasi
bahan perekat memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap densitas. Hasil
pengujian least significant range (LSR) menunjukkan pengaruh jumlah
konsenstrasi bahan perekat terhadap densitas untuk tiap-tiap perlakuan dapat
dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji LSR pengujian jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap densitas
LSR Notasi Jarak
0,05 0,01 Perlakuan Rataan 0,05 0,01
- P1 0,79 a A
2 0,0305 0,0462 P2 0,89 b B
3 0,0316 0,0486 P3 0,95 c C
Keterangan : Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada pada taraf 5 % dan berbeda sangat tidak nyata pada taraf 1 %.
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap perlakuan P2 dan P3 pada taraf 5 %. Sedangkan pada taraf
1 % perlakuan P1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan P2 dan P3.
Hubungan dari perlakuan jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap
densitas dapat dilihat pada gambar 5.
y = 0.0167x + 0.7089
Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi jumlah konsentrasi
bahan perekat maka akan semakin tinggi densitas pada briket. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Komarayati dan Gusmailina, (1995) bahwa dengan
bertambahnya bahan perekat maka ikatan antar partikel akan semakin kuat,
kerapatan antar material juga semakin besar dan ruang pori lebih sedikit.
4. Kadar abu
Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jumlah konsenstrasi
bahan perekat memberi pengaruh berbeda nyata terhadap kadar abu. Hasil
pengujian least significant range (LSR) menunjukkan pengaruh jumlah
konsenstrasi bahan perekat terhadap kadar abu untuk tiap-tiap perlakuan dapat
dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji LSR pengujian jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap kadar abu
Keterangan : Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada pada taraf 5 % dan berbeda sangat tidak nyata pada taraf 1 %.
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa pada taraf 5 % perlakuan P1 memberikan
pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap perlakuan P2 tetapi memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan P3. Sedangkan pada taraf 1 %
perlakuan P1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat tidak nyata terhadap
perlakuan P2 tetapi memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap
Dari tabel 7 juga dapat dilihat bahwa kadar abu tertinggi diperoleh pada
perlakuan P1 sebesar 12,6 % dan kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan P3
sebesar 9,23 %.
Hubungan dari perlakuan jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap kadar
abu dapat dilihat pada gambar 6.
y = -0.3367x + 14.7 R2 = 0.8447
6.00 8.00 10.00 12.00 14.00
0 5 10 15 20
Jumlah bahan perekat (%)
K
ada
r a
bu
(%
)
Gambar 6. Grafik hubungan jumlah konsentrasi bahan perekat terhadap kadar abu (%).
Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin tinggi jumlah konsentrasi
bahan perekat maka akan semakin rendah kadar abu pada briket. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar abu perekat lebih rendah dibanding kadar abu bahan
dasar, sehingga dengan penambahan jumlah konsentrasi bahan perekat akan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan1. Jumlah konsentrasi bahan perekat memberi pengaruh berbeda tidak nyata
terhadap nilai kalor, berbeda sangat nyata terhadap kadar air dan densitas, dan
berbeda nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan.
2. Nilai kalor tertinggi dalam penelitian ini diperoleh pada jumlah konsentrasi
bahan perekat 10 % sebesar 6.322,10 kal/gr. Nilai kalor tidak memenuhi
standar mutu briket buatan Inggris, tetapi memenuhi standar mutu briket
buatan Jepang dan Amerika.
3. Kadar air yang diperoleh dari penelitian ini untuk masing-masing jumlah
konsentrasi bahan perekat 5%, 10%, dan 15 % adalah sebesar 3,06 %, 4,40 %,
dan 5,15 %. Nilai kadar air yang diperoleh seluruhnya memenuhi standar mutu
briket buatan Inggris, Amerika dan Jepang.
4. Densitas yang diperoleh dari penelitian ini untuk masing-masing jumlah
konsentrasi bahan perekat 5%, 10%, dan 15 % adalah sebesar 0,79 gr/cc,
0,89 gr/cc, dan 0,96 gr/cc. Nilai densitas yang diperoleh seluruhnya memenuhi
standar mutu briket buatan Jepang.
5. Kadar abu yang diperoleh dari penelitian ini untuk masing-masing jumlah
6. Dilihat dari parameter yang diamati, maka briket yang terbaik adalah dengan
jumlah konsentrasi bahan perekat 10 % (P2) dengan mempertimbangkan nilai
kalor,kadar air, dan densitas yang terkandung dalam briket tersebut.
Saran
1. Untuk mencegah terjadinya asap yang terlalu besar dan tebal pada saat
karbonisasi, maka sebaiknya bahan tersebut harus benar-benar kering.
2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan interval jumlah
konsentrasi bahan perekat yang lebih kecil serta lebih banyak perlakuan yang
digunakan untuk mendapatkan briket bioarang dengan kualitas yang lebih
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, 1980. Energi dan Tingkat Kemajuan Teknologi. Penerbit: Sinar Harapan. Jakarta.
Abdullah, K., A.K. Irwanto, N. Siregar, E. Agustina, A.H. Tambunan, M. Yamin, dan E. Hartulistiyoso, 1991. Energi dan Listrik Pertanian, JICA IPB. Bogor.
Adan, I.U., 1998. Teknologi Tepat Guna: Membuat Briket Bioarang. Kanisius. Yogyakarta.
Anonimous, 1989. Penelitian Pemanfaatan Sagu Sebagai Bahan Perekat. Hasil Penelitian Industri DEPERINDAG. Medan.
_________, 2007. Jagung. Wikimedia Fondation Inc. http://id.wikipedia.org [15 Juni 2009.
Aylianawaty, dan Ery S., 1985. Pengaruh Berbagai Pre-Treatment pada Limbah Tongkol Jagung dengan Bantuan Aspergillus niger. http://www.lppm.wima.ac.id/ailin.pdf [15 Juni 2009].
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Lahan Pertanian Jagung. BPS. Jakarta.
Earl, D.E., 1974. A report on Corcoal, Andre Meyer Research Fellow. FAO. Rome.
Dewi R.G. and Siagian U., 1992. The Potential of Biomass Residues as Energy Sources in Indonesia. Energy Publ. Series No. 2. CRE-ITB. Bandung
Hartoyo, 1983. Pembuatan Arang dari Briket Arang Secara Sederhana dari Serbuk Gergaji dan Limbah Industri Perkayuan. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.
Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer, 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Diterjemahkan oleh Sutjipto A. Hadikusumo. UGM-Press. Yogyakarta.
Hendra dan Darmawan, 2000. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat dan Tekanan Kempa Terhadap Kualitas Briket Arang. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.
Husada, T.I., 2008. Arang Briket Tongkol Jagung Sebagai Energi Alternatif. Laporan Penelitian, Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Joseph, S., dan D. Hislop, 1981. Residu Briquetting in Developping Countries. Aplyed Sciense Publisher. London. http://www.informaworld.com [15 Juni 2009].
Kadir, A., 1995. Energi, Sumber daya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi. Cet. 1. Edisi Kedua/Revisi. UI-Press. Jakarta.
Kardianto, P., 2009. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat terhadap Karakteristik Arang Briket Batang Jagung. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Koesoemadinata, 1980. Geologi Miyak dan Gas Bumi. ITB. Bandung.
Kuncoro, H., T.E. Herbawamurti, Hawaria, dan Darmawan., 1999. Study On Coal Briquettes Stove In Indonesia. Energy Technology Laboratory, LSDE-BPPT, Jakarta.
Kurniawan, O. dan Marsono, 2008. Superkarbon Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Tanah dan Gas. Cetakan1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mujiono, 2009. Analisis Pemanfaatan Biobriket Arang Serbuk Gergaji dan Sekam Padi Dilihat dari Aspek Teknis dan Ekonomis. Skripsi. UMS. Surakarta.
Pari, G., dan Hartoyo, 1983. Beberapa Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang dari Limbah Arang Aktif. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.
Reksohadiprojo, S., 1988. Ekonomi Energi. Edisi I. PAU Studi Ekonomi – UGM. Yogyakarta.
Ruhendi, S., D.N. Koroh, F.A. Syahmani, H. Yanti, Nurhaida, dan T. Sucipto, 2007. Analisis Perekat Kayu. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor
Schuchart, F., Wulfert, K. Darmoko, Darmosarkoro, dan W. Sutara, 1996. Pedoman Teknis Pembuatan Briket Bioarang. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Dephut Sumatera Utara. Medan.
Silalahi, 2000. Penelitian Pembuatan Briket Kayu dari Serbuk Gergajian Kayu. Hasil Penelitian Industri DEPERINDAG. Bogor.
Sudibyo, K., 1980. Mencari Kemungkinan untuk Konservasi Energi pada Industri Kecil Pedesaan. Laporan Hasil-Hasil Lokakarya Konservasi Energi, 24 – 25 September 1979, Dep. Pertambangan dan Energi RI. Jakarta.
Sudrajat, R., 1983. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat, dan Tekanan Kempa Terhadap Kualitas Arang Briket. Laporan LPHH No. 165. Bogor.
Syachry, T. H., 1985. Beberapa Sifat Kayu dan Limbah Pertanian Sebagai Sumber Daya Energi. Laporan BPHH No. 161. Bogor.