PENGARUH TAYANGAN BERITA KRIMINAL TERHADAP
KECENDERUNGAN PERILAKU MENOLONG
Skripsi
Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi
Oleh:
DORIS EVA LINA PURBA 041301054
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala pertolongan, kekuatan dan keajaiban yang telah dianugerahkanNya. Di tengah kondisi fisik dan kemampuan yang terbatas Engkau tetap memampukan penulis untuk tetap semangat. hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
Terimakasih penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.
2. Ibu Dra. Rika Eliana, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar, telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga Tuhan selalu memberikan kesehatan dan berkat pada ibu dan semua keluarga.
3. Ibu Dr. Irmawati, M.Si dan Ibu Lili Garliah, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji skripsi ini, terimakasih atas kesempatan dan waktu yang diberikan. Bapak Ari Widiyanta, S.Psi. Psi. sebagai penguji seminar, terima kasih untuk masukan, saran, kesempatan dan waktunya. Semoga semua yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapat berkahNya, amin. 4. Ibu Wiwiek S, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, terimakasih
atas arahan dan perhatiannya selama ini. Semoga Tuhan memberkati Ibu dan keluarga.
6. Hotpascaman Simbolon. Terimakasih buat semua bantuan dan dukungan yang sudah kamu beri. Terimakasih ketika kamu mau memberi waktu mencari video berita kriminal dan khususnya pada saat mengadakan penelitian yang sebenarnya, kamu yang selalu mendampingiku. Kamu benar-benar sahabat yang bisa di andalkan dalam suka dan duka. Semoga Tuhan selalu memberkati mu, dan semoga seminarnya bisa sukses dan segala impian mu tercapai.
7. Boy Nainggolan dan Rudy.S. Terimakasih buat bantuan kalian berdua dalam mencarikan video berita kriminal. Sekalipun berada di Bandung, kalian tetap mau membantu. Terimakasih Tuhan buat sahabat-sahabat yang sudah Engkau berikan pada ku. Semoga kalian bisa segera menamatkan kuliah kalian di ITB dan tercapai segala impian kalian. 8. Keluargaku di Medan (Bou Lis, kela, JJ, Bou Elvi, Rinda). Terimakasih
atas pengertian, dukungan dan bantuannya. Semoga Tuhan selalu memberkati kita.
9. Keluarga besar Psikologi USU. Pak Iskandar, Pak Aswan, Kak Ari, Kak Devi, Bang Ronal, Kak Ridhoi, bang Sono dan k’Ade. Terima kasih untuk bantuan, waktu dan jawaban-jawaban yang diberikan saat saya bertanya.
11.May dan Imme. Terimakasih buat persahabatan, bantuan, dukungan dan doa kalian, terimakasih ketika kalian selalu mendukung, memberiku semangat, dan terimakasih ketika pintu kost kalian selalu terbuka untuk ku. Semoga perjuangan kita berhasil. Buat May, semangat terus...kamu pasti bisa.
12.K’ Arfah. Terimakasih banyak buat masukan dan bantuannya. Semoga cepat menyelesaikan S2 nya dengan baik dan tepat waktu.
13.Sahabat-sahabatku yang lain (Nova, Wiwik, Yustisi, Tasya, Feny, Tantri, Bontor, Agnes, Nesa, Julfirman, Christin, Lani, Vitria, serta teman-teman seperjuangan di 2004) terimakasih buat dukungan dan semangat yang kalian berikan. Semoga kita semua bisa berhasil.
14.Kakak-kakakku (K’Surty, K’Nike, K’Rizky, B. Edo, B.Frans, K’Ika) terimakasih buat saran, bantuan dan dukungan yang sudah diberikan pada saya.
15.Teman-teman, senior dan adik-adik angkatan 05, 06 dan 07 yang sudah bersedia memberi waktu untuk berpartisipasi menjadi partisipan penelitian ini. Terimakasih juga kepada semua teman-teman yang berpartisipasi ketika try out dan pengisian angket ketika menjalankan penelitian saya ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan skripsi ini. Semoga, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin.
Medan, Mei 2008 Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I. PENDAHULUAN I.A. Latar belakang masalah ... 1
I.B. Rumusan masalah ... 7
I.B. Tujuan Penelitian ... 7
I.C. Manfaat Penelitian ... 8
I.D. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II LANDASAN TEORI II.A Perilaku Menolong ... 11
II.A.1. Definisi Perilaku Menolong ... 11
II.A.2. Bentuk-Bentuk Perilaku Menolong... 12
II.A.3. Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Perilaku Menolong ... 13
II.A.4. Tipe-Tipe Perilaku Menolong ... 21
II.B. Tayangan Berita Kriminal ... 21
II.C. Pengaruh Tayangan Berita Kriminal ... 23
II.D. Hipotesis... 24
III.B. Definisi Operasional... 26
III.C. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 27
III.D. Teknik Kontrol... 29
III.E. Rancangan Penelitian ... 30
III.F. Alat Ukur/Instrumen Yang Digunakan... 31
III.G. Uji Coba Alat Ukur ... 35
III.H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 39
III.I. Metode Analisa Data ... 44
BAB IV. ANALISA DAN INTERPRETASI DATA IV.A. Gambaran Subjek Penelitian... 45
IV.A.1. Gambaran subjek berdasarkan kelompok eksperimen ... 45
IV.A.2. Gambaran subjek berdasarkan usia ... 46
IV.A.3. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 46
IV.B. Uji Asumsi Penelitian ... 47
IV.B.1. Uji Normalitas... 47
IV.B.2. Uji Homogenitas ... 48
IV.C. Hasil Utama Penelitian ... 48
IV.D. Hasil Tambahan Penelitian ... 50
IV.D.1. Gambaran Kecenderungan Perilaku Menolong Berdasarkan Jenis Kelamin... 50
IV.D.2. Gambaran Kecenderungan Perilaku Menolong Berdasarkan Usia 51 BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN V.A. Kesimpulan ... 53
V.C. Saran... 56
V.C.1. Saran Praktis... 56
V.C.2. Saran Metodologis... 57
BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Masalah
Program-program televisi dari waktu ke waktu telah mengalami
perkembangan, baik dari segi bentuk, isi, format, dan intensitas siaran. Hal ini
disebabkan karena semakin mudahnya pengelolaan penyiaran televisi sejak era
reformasi (era kebebasan pers). Salah satunya adalah siaran berita televisi. Setiap
stasiun televisi berusaha menyuguhkan sesuatu yang khas melalui pengelolaan
siaran berita (Irmanyusron, 2007).
Pada saat ini, acara siaran berita sudah menjadi program unggulan di
televisi. Tidak ada satu pun stasiun televisi yang tidak menayangkan acara warta
berita. Format acara warta berita yang lama dinilai monoton sehingga dua atau
tiga tahun terakhir ini mulai muncul format siaran berita yang mengupas khusus
tentang berita kriminal. Acara ini umumnya berbentuk potongan berita atau
liputan mendalam mengenai suatu kasus dengan durasi penayangan rata-rata tiga
puluh menit (Aprilia, 2004). Format acara ini dikemas dalam bentuk tayangan
yang memberi kesan seram dan menakutkan karena isi beritanya khusus untuk
menayangkan tentang kriminalitas. Hampir semua stasiun televisi di tanah air
menayangkan berita kriminal dalam format seperti ini, kecuali TVRI dan Metro
TV. Jenis acara berita-berita kriminal tersebut dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1
Jenis acara berita-berita kriminal
NO. Stasiun Televisi Nama Berita Kriminal Jam Tayang
1. RCTI - Sergap pagi
Dilihat dari jam tayangnya, sebagian besar acara tersebut menempati jam
prime time, yaitu rentang waktu dimana jumlah penonton televisi mencapai
puncaknya. Berita-berita semacam itu ditayangkan tiap hari selama ± 30 menit di
televisi tanpa mempertimbangkan kepada siapa ditujukan dan efek apa yang akan
ditimbulkan. Berita-berita kriminal tersebut belum termasuk berita-berita
kriminalitas dalam program liputan umum (Republika, 2007).
Dwyer (dalam Jahja & Irvan, 2006) menyatakan bahwa sebagai media
audiovisual, televisi mampu merebut 94% saluran masuknya pesan-pesan atau
informasi ke dalam jiwa manusia lewat mata dan telinga. Televisi juga
berkemampuan membuat seseorang pada umumnya, mengingat 50% dari apa
yang mereka lihat dan dengar dari layar televisi walaupun hanya sekali
mereka lihat di televisi setelah 3 (tiga) jam kemudian, dan 65% setelah 3 (tiga)
hari kemudian.
Tayangan berita kriminal di televisi dapat memberikan dua dampak, yaitu
positif dan negatif. Dampak positifnya, yaitu bila kekerasan dan kriminal dalam
berita tersebut disikapi sebagai pembelajaran dari kehidupan sosial sehingga
masyarakat harus hati-hati dan waspada pada kemungkinan terjadinya tindakan
kriminal tersebut. Sedangkan dampak negatifnya, yaitu bila kekerasan dan
kriminal dalam berita tersebut dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi orang
tertentu untuk belajar dan meniru apa yang dilakukan oleh orang lain di televisi
(Fajar, 2006).
Berdasarkan penelitian AC Nielson, berita kriminal tersebut lebih diminati
oleh orang tua dan kaum wanita. Kelompok ini menyukai tayangan berita kriminal
karena dalam kehidupan sehari-hari kelompok ini rawan terhadap tindakan
kriminal, mulai dari dalam rumah tangga seperti kekerasan yang dilakukan suami,
perkosaan oleh orang terdekat, hingga tindakan kriminal di jalanan seperti
penjambretan, penodongan,dan pemerkosaan. Selain itu orang tua dan wanita
dianggap sebagai kelompok yang concern pada ancaman yang mungkin terjadi
terhadap anggota keluarganya (dalam Pikiran Rakyat, 2004).
Berita kriminal merupakan salah satu bentuk tayangan kekerasan karena
dalam acara itu penonton menerima ekspos berbagai jenis visualisasi kekerasan
oleh pelaku maupun polisi yang menangkapnya. Program ini disajikan secara
dramatis dengan memperlihatkan secara vulgar unsur-unsur kekerasan, seperti
pukul, bahkan tembak yang dilakukan polisi terhadap tersangka (dalam Aprilia,
2004).
Tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan dapat meningkatkan
level kecenderungan agresi terhadap orang lain, baik pada anak maupun orang
dewasa. Perilaku agresi secara negatif berhubungan dengan perilaku menolong
(dalam Baron & Byrne, 2000).
The National Institute of Mental Health (dalam Kompas, 2005)
menyimpulkan efek kekerasan dalam televisi dapat lebih halus dan meluas.
Terdapat bukti bahwa sebagai pemirsa kadang-kadang seseorang juga belajar
menjadi korban dan mengidentifikasikan diri dengan korban. Laporan tahun 1982
itu juga menyebutkan bahwa sebagian pemirsa televisi menjadi merasa takut dan
cemas akan menjadi korban kekerasan, sementara sebagian pemirsa lainnya dapat
terpengaruh untuk berperilaku agresif.
Menurut Baron, Byrne, & Branscombe (2006), ketika menonton televisi,
individu dapat mengidentifikasikan diri terhadap tokoh dalam tayangan program
televisi tersebut. Dalam hal ini, adanya sebuah reaksi emosional yang muncul
terhadap kegembiraan (joys), dukacita (sorrows), dan ketakutan (fears) yang
dialami oleh tokoh tersebut.
Bahaya lain yang timbul dari tayangan kekerasan yang berulang-ulang dan
berjangka panjang adalah timbulnya ketidakpekaan terhadap kekerasan. Orang
yang sudah terbiasa menyaksikan kekerasan di televisi, dapat menjadi tidak peduli
terhadap kekerasan yang terjadi di dunia nyata. Inilah yang disebut dengan efek
Efek desensitisation adalah pengurangan respon emosional terhadap
kekerasan di televisi. Artinya, individu menjadi resisten terhadap rasa sakit dan
penderitaan orang lain, terdapat penerimaan kekerasan sebagai realitas yang wajar
dalam kehidupan sehari-hari (Baron & Byrne, 2000). Contohnya, jika ada orang
kecopetan, bukan berteriak atau menangkap pencopetnya tetapi menonton saja
adegan kemalangan itu sambil merasa beruntung bukan dirinya yang dicopet.
Secara tidak sadar masyarakat bisa kehilangan intimitas dan kohesivitasnya
(Pikiran Rakyat, 2006). Secara tidak sadar masyarakat bisa kehilangan intimitas
dan kohesivitasnya (Pikiran Rakyat, 2006).
Anderson & Bushman (dalam Baron, Byrne, & Branscombe, 2006)
menambahkan, media massa memang memiliki efek negatif. Salah satu contohnya
yaitu penelitian partisipan yang memainkan video games kekerasan seperti Mortal
Combat dan Street Fighter menunjukkan adanya suatu penurunan dalam perilaku
menolong.
Sejalan dengan itu, George Gerbner (dalam Aprilia, 2004) yang
mengemukakan teori kultivasi, menyatakan bahaya nyata dari adegan kekerasan
adalah meningkatnya persepsi masyarakat bahwa dunia ini memang tempat yang
kejam dan berbahaya. Hal ini memungkinkan mereka menjadi sangat percaya
bahwa lingkungannya tidak aman dan bisa merasa sangat terancam.
Menurut Aprilia (2004) terpaan tayangan berita kriminal di televisi dapat
memunculkan perasaan takut terhadap kejahatan bagi masyarakat yang
kemungkinan seseorang menjadi korban kejahatan adalah 1 berbanding 50 dalam
kenyataannya angkanya adalah 1 berbanding 10 (Nurudin, 2004).
Meningkatnya ketersediaan informasi tertentu akibat sering hadirnya
rangsangan atau peristiwa-peristiwa khusus disebut dengan priming (Baron &
Byrne, 2003). Dalam hal ini, banyaknya informasi-informasi berita kriminal yang
ditayangkan hampir setiap hari di televisi dapat menyebabkan terjadinya proses
priming dalam diri pemirsa televisi. Efek priming ini adalah munculnya rasa takut
yang dibesar-besarkan setelah menonton berita kriminal, dan akhirnya akan
mempengaruhi perilaku individu (Baron & Byrne 2003).
Aprilia (2004) menyatakan bahwa rasa takut terhadap kejahatan tersebut
akan menimbulkan gangguan pada kehidupan sehari-hari masyarakat, yaitu
munculnya rasa tidak aman serta menurunnya rasa percaya kepada orang lain
(interpersonal trust) dan lingkungannya. Interpersonal trust merupakan salah satu
aspek dari perilaku menolong. Individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap
orang lain cenderung kurang dalam berperilaku menolong (Baron & Byrne, 2000)
Perilaku menolong (helping behaviour) adalah perilaku yang lebih
menguntungkan orang lain dari pada diri sendiri (dalam Hogg & Vaugan, 2002).
Sejalan dengan itu, Baron, Byrne & Branscombe (2006) mendefinisikan perilaku
menolong sebagai perilaku yang lebih memberikan keuntungan bagi orang lain
daripada diri sendiri, bahkan kadang mengancam keselamatan si penolong.
Berikut adalah hasil wawancara yang di lakukan oleh peneliti pada
mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU), mengenai
” Menurut aku berita kriminal itu memang ngaruhlah sama perilaku kita, misalnya waktu itu, kami sama bapak naik mobil malam-malam, yang nyetir bapak, terus ada mobil yang ban nya kempes. Kami nggak mau nolong, karena kami berpikir siapa tau orang itu penjahat yang berpura-pura butuh pertolongan. Karena sebelumnya kami pernah nonton di TV, pernah ada berita yang kayak gitu kejadiannya. Waktu di tolong tau-taunya itu penjahat ” (Yustisi, Komunikasi Personal, 29 Agustus 2007).
” Waktu itu ada abang-abang di USU ini, minta uang untuk ongkos,
alasannya dompetnya ketinggalan, memang ku kasi lima ribu, tapi ada teman bilang, ’lain kali jangan dikasi, siapa tau dia itu penipu, pura-pura minta duit, tau-tau waktu kita keluarin dompet malah dijambret, karena banyak berita di tv kayak gitu’. Tapi betul juga yang dibilang teman saya itu itu, lagian kan mesti kali sama kita diminta, gitu banyaknya orang di luar sana” ( Sry, Komunikasi Personal, 29 Agustus 2007).
Dari uraian di atas peneliti hendak meneliti bagaimana pengaruh tayangan
berita kriminal terhadap kecenderungan perilaku menolong. Penelitian yang akan
dilakukan adalah bersifat eksperimen laboratorium.
I.B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Apakah ada pengaruh tayangan berita kriminal terhadap kecenderungan perilaku
menolong”.
I.C. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh tayangan
I.D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat praktis
maupun teoritis.
I.D.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
keilmuan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu psikologi khususnya
Psikologi Sosial.
I.D.2. Manfaat Praktis
a. Agar pihak media televisi lebih memperhatikan unsur-unsur psikologis dalam
penayangan berita kriminal.
b. Agar masyarakat lebih selektif lagi dalam memilih dan menonton acara atau
berita yang ditayangkan televisi.
c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan atau referensi untuk
penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan perilaku menolong.
I.E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan
Bab II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan
masalah. Teori-teori yang dinyatakan adalah teori-teori yang
berhubungan dengan perilaku menolong dan berita kriminal.
Bab III : Metodologi Penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi
operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan
sampel, rancangan penelitian, teknik kontrol, prosedur penelitian, dan
metode analisa data.
Bab IV: Analisa data dan interpretasi
Bab ini menjelaskan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil utama
dan hasil tambahan penelitian.
Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan saran
Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan utama dan tambahan
Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan seperti pada gambat 1.
Gambar 1
Kerangka Berpikir Penelitian
Tayangan berita kriminal
Tayangan kekerasan
Ditayangkan tiap hari di televisi (Irmanyusron, 2007)
Masyarakat dapat mempersepsikan bahwa yang digambarkan dalam berita-berita tersebut adalah gambaran realitas di dunia ini (Aprilia ,2004 )
Timbul rasa takut terhadap kejahatan (Aprilia, 2004 )
Memunculkan perasaan tidak aman, menurunkan sikap percaya
terhadap orang lain (interpersonal trust)
(Aprilia, 2004)
BAB II
LANDASAN TEORI
II.A. Perilaku Menolong
II.A.1. Definisi Perilaku Menolong
Perilaku menolong (helping behaviour) adalah setiap tindakan yang lebih
memberikan keuntungan bagi orang lain daripada terhadap diri sendiri
(Wrightsman & Deaux, 1981). Menurut Staub (1978) & Wispe (1972), perilaku
menolong adalah perilaku yang menguntungkan orang lain lebih daripada diri
sendiri (dalam Hogg & Vaugan 2002).
Menurut Dovidio & Penner (2001), menolong (helping) adalah suatu
tindakan yang bertujuan menghasilkan keuntungan terhadap pihak lain.
Michener& Delamater (1999), mendefinisikan menolong (helping) sebagai segala
tindakan yang mendatangkan kebaikan atau meningkatan kesejahteraan (
well-being) bagi orang lain. Sejalan dengan itu perilaku menolong juga diartikan
sebagai suatu tindakan yang menguntungkan orang lain tanpa harus
menguntungkan si penolong secara langsung, bahkan kadang menimbulkan resiko
terhadap si penolong (Baron, Byrne & Branscombe, 2006).
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku menolong
adalah segala tindakan yang lebih menguntungkan dan meningkatan kesejahteraan
(well-being) orang lain daripada terhadap diri sendiri, bahkan kadang
II.A.2. Bentuk-Bentuk Perilaku menolong
Perilaku menolong menurut Wrightsman dan Deaux (1981) dibedakan
berdasarkan tingkat pengorbanan pelaku ke dalam tiga bentuk tindakan, yaitu
favor, donation, dan intervention in emergency.
a. Favor
Favor dapat diartikan sebagai tindakan membantu orang lain, dimana
usaha membantu tersebut tidak banyak membutuhkan pengorbanan
(pengorbanan yang kecil). Pengorbanan yang dimaksudkan disini berupa
pengorbanan tenaga/usaha dan waktu. Walaupun pengorbanan yang
diberikan pelaku kecil, namun dampak dari tindakan ini menguntungkan
bagi orang lain. Jadi, cost yang harus diberikan oleh mereka yang
melakukan perilaku ini tidaklah begitu besar, dalam arti tidak melibatkan
pengorbanan yang memberatkan pelakunya.
b. Donation
Perilaku ini disebut juga dengan perilaku menyumbang terhadap seseorang
atau organisasi yang memerlukan. Tindakan ini membutuhkan
pengorbanan materi berupa uang atau barang.
c. Intervention in Emergency
Intervention in emergency merupakan perilaku memberikan bantuan
kepada orang lain yang dilakukan dalam kondisi stressful atau pada situasi
gawat darurat, dengan kemungkinan keuntungan yang sangat kecil bagi
yang melakukan. Dalam melakukan tindakan ini dapat mengundang
berkorban besar dan kemungkinan mendapatkan keuntungan yang sangat
kecil dari tindakan ini. Contoh: membantu menyelamatkan orang yang
hanyut di sungai.
II.A.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku menolong
1. Faktor situasional yang meningkatkan atau menghambat perilaku menolong
a. Kehadiran orang lain
Penelitian yang dilakukan oleh Darley dan Latane kemudian Latane dan
Robin (1969) menunjukkan hasil bahwa orang yang melihat kejadian darurat
akan lebih suka memberi pertolongan apabila mereka sendirian daripada
bersama orang lain. Sebab dalam situasi kebersamaan, seseorang akan
mengalami kekaburan tanggung jawab (dalam Hudaniah, 2003).
Staub (1978) justru menemukan kontradiksi dengan fenomena di atas,
karena dalam penelitiannya terbukti bahwa individu yang berpasangan atau
bersama orang lain lebih suka bertindak prososial dibandingkan bila individu
seorang diri. Sebab dengan kehadiran orang lain akan mendorong individu
untuk lebih mematuhi norma-norma sosial yang dimotivasi oleh harapan
mendapat pujian (Sampson, dalam Hudaniah, 2003).
b. Menolong orang yang disukai (Helping Those You Like)
Kebanyakan penelitian lebih tertarik meneliti pertolongan yang diberikan
seseorang kepada orang asing, karena sudah jelas orang tersebut akan sangat
menolong orang asing yang menjadi korban, jika si korban tersebut memiliki
persamaan (usia, ras) dengan si penolong tersebut ( Shaw, Borough, & Fink
dalam Baron, Byrne, & Branscombe, 2006).
Pria sangat cenderung untuk menyediakan bantuan terhadap seorang
wanita yang sedang distress (Piliavin & Unger, 1985), mungkin karena
perbedaan gender dalam kemampuan spesifik, dan mungkin karena wanita lebih
ingin meminta pertolongan daripada pria (dalam Baron, Byrne, & Branscombe,
2006).
c. Menolong orang yang meniru kita (Helping Those Mimic Us)
Salah satu yang mempengaruhi perilaku prososial adalah mimicry, yaitu
kecenderungan otomatis untuk meniru perilaku orang lain yang berinteraksi
dengan kita. Penelitian menunjukkan bahwa mimicry meningkatkan
kecenderungan terlibat dalam perilaku menolong ini
Efek ini ini terjadi karena imitasi adalah sebuah aspek penting dari belajar
dan akulturasi (de Wall, dalam Baron, Byrne, & Branscombe, 2006). Ini sesuai
dengan pendapat Bandura (dalam Schultz & Schultz, 1994) yang menyatakan
bahwa seseorang belajar menolong melalui proses imitasi. Imitasi dapat
mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan
yang baik, karena dengan mengikuti suatu contoh yang baik akan merangsang
seseorang untuk melakukan perilaku yang baik pula (Dayakisni & Hudaniah,
d. Menolong orang yang tidak bertanggung-jawab terhadap masalahnya (Helping
Those Who Are Not Responsible for Their Problem)
Kita akan cenderung menolong orang lain yang masalah yang dialaminya
terjadi bukan karena kesalahannya. Misalnya, ketika orang menemukan seorang
pria yang tergeletak, tidak sadarkan diri di jalan,dengan botol minuman keras
yang kosong di sampingnya akan cenderung kurang menunjukkan perilaku
menolong di bandingkan jika pria yang tergeletak di jalan itu adalah seorang
pria berpakaian mahal dengan luka di kepalanya karena hal ini mengindikasikan
bahwa pria tersebut adalah korban kekerasan saat sedang di jalan (dalam Baron,
Byrne, & Branscombe, 2006).
e. Adanya model ( Exposure to Prosocial Models)
Kehadiran orang lain yang berperilaku menolong menimbulkan social
model, dan hasilnya adalah sebuah peningkatan dalam perilaku menolong pada
orang lain yang melihatnya. Selanjutnya, model prososial dalam media massa
juga memberi kontribusi dalam menciptakan norma sosial dalam perilaku
prososial. Dengan menonton perilaku prososial pada televisi meningkatkan
kejadian dari perilaku prososial dalam kehidupan nyata (dalam Baron, Byrne, &
Branscombe, 2006). Akan tetapi, media massa dapat juga memiliki efek
negatif. Seperti salah satu contoh, penelitian partisipan yang memainkan video
games kekerasan seperti Mortal combat dan Street Fighter menunjukkan adanya
suatu penurunan dalam perilaku prososial (Anderson & Bushman, dalam Baron,
2. Emosi dan Perilaku Menolong
Emosi sering dibagi menjadi dua bagian, yaitu emosi positif dan negatif.
a. Emosi positif dan perilaku menolong
Pada umumnya seseorang yang sedang memiliki mood yang baik akan lebih
cenderung menampilkan perilaku prososial. Akan tetapi sebuah emosi positif
dapat mengurangi kemungkinan untuk berespon dalam suatu cara prososial
(Isen, 1984). Seorang penonton (bystander) yang dalam mood yang sangat
positif ketika menemui suatu keadaan emergency yang ambigu cenderung
menginterpretasi situasi tersebut sebagai suatu situasi yang nonemergency.
b. Emosi negatif dan perilaku menolong
Pada umumnya, seseorang yang berada dalam mood negatif cenderung kurang
dalam menolong oranglain. Hal itu benar, bahwa seorang yang tidak senang
(unhappy) sedang fokus pada masalahnya, cenderung kurang dalam perilaku
prososial (Amato, 1990). Akan tetapi, emosi negatif dapat memiliki sebuah
dampak positif pada perilaku prososial jika perasaan negatifnya tidak begitu
intens, jika emergency terlihat jelas dan jika tindakan menolong itu menarik
atau memuaskan dibandingkan tidak memiliki reward.
3. Empati dan Disposisi Kepribadian Lainnya yang Berhubungan dengan Menolong
Disposisi kepribadian adalah karakteristik kecenderungan perilaku
individu. Disposisi kepribadian adalah berdasarkan perbedaan dalam
aspek dari perilaku menolong adalah rasa percaya kepada orang lain
(interpersonal trust ). Individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap
orang lain cenderung kurang dalam berperilaku menolong (Baron & Byrne,
2000).
a. Empati
Seseorang yang memiliki empati dapat merasakan dan memahami apa
yang dirasakan oleh orang lain. Empati terdiri dari respon afektif dan respon
kognitif terhadap emosional yang sedang dirasakan oleh orang lain dan
berkaitan dengan simpati, sebuah keinginan untuk memecahkan masalah orang
lain, dan memahami perspektif (perspective taking) orang lain (Baron, Byrne, &
Branscombe, 2006).
Komponen afektif dari empati juga melibatkan simpati, yaitu tidak hanya
merasakan penderitaan orang lain, tetapi juga perhatian dan melakukan sesuatu
untuk mengurangi penderitaan tersebut. Komponen kognitif dari empati tersebut
berkaitan dengan kemampuan untuk memahami atau mempertimbangkan sudut
pandang orang lain, dikenal dengan istilah perspective taking. Para psikolog
sosial mengidentifikasi tiga tipe dari perspective taking (Batson, dkk dalam
Baron, Byrne, & Branscombe, 2006) :
1. Mampu membayangkan bagaimana oranglain mempersepsikan sebuah
kejadian dan bagaimana akhirnya perasaan mereka.
2. Mampu membayangkan bagaimana seandainya kita berada dalam situasi
3. Mengidentifikasi terhadap karakter-karakter fiktif, yaitu perasaan simpati
kepada seseorang dalam sebuah cerita. Dalam hal ini, adanya sebuah reaksi
emosional terhadap kegembiraan (joys), dukacita (sorrows), dan ketakutan
(fears) dari sebuah karakter dalam sebuah buku, bioskop atau program
televisi.
b. Belief in A Just World
Orang yang menolong menganggap dunia itu sebagai tempat yang adil dan
dapat diprediksikan, dimana perilaku yang baik mendapat ganjaran baik dan
perilaku yang buruk mendapat hukuman. Keyakinan ini mengarahkan pada
kesimpulan bahwa menolong orang yang membutuhkan tidak hanya sekedar
suatu perbuatan yang baik untuk dilakukan, akan tetapi orang yang menolong
juga akan mendapat keuntungan dari perbuatannya.
c. Social Responsibility
Tanggungjawab sosial berada pada mereka yang menawarkan bantuan.
Mereka menampilkan keyakinan bahwa setiap orang bertanggungjawab untuk
melakukan yang terbaik saat menolong orang yang membutuhkannya.
d. Internal Locus of Control
Hal ini adalah keyakinan individu bahwa ia dapat memilih untuk
melakukan sesuatu yang dapat memaksimalkan hasil yang baik dan
meminimalkan hasil yang buruk.
e. Low Egocentrism
Individu yang gagal untuk menolong relatif egosentris, cenderung
seseorang egoism mungkin juga memberikan pertolongan tetapi hanya untuk
mengurangi personal distress yang dirasakannya atau dimotivasi oleh adanya
self-benefit.
4. Usia dan Perilaku Menolong
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara
usia dan perilaku menolong (Peterson, 1983 dalam Dayakisni & Hudaniah,
2003). Dengan bertambahnya usia individu akan makin dapat memahami atau
menerima norma-norma sosial (Staub, 1978, dalam Dayakisni & Hudaniah,
2003). Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1999) yang menyatakan
bahwa semakin bertambah usia seseorang, maka ia akan semakin
bertanggungjawab secara sosial dan taat terhadap aturan serta berkembangnya
norma etik.
Menurut teori perkembangan moral Kohlberg, usia dimana seseorang
mulai memiliki kesadaran dalam mematuhi peraturan dan norma sosial adalah
sejak usia 18 tahun (level Post-conventional) (Newman&Newman, 2001).
Penelitian tentang moral reasoning dan perilaku menolong menemukan bahwa
individu yang memiliki level moral yang tinggi lebih cenderung dalam
berperilaku menolong (Rushton, Chrisjohn,& Fekken, 1981).
5. Tingkat Pendidikan
Reddy (dalam Schroeder & Penner, 1995) menyatakan bahwa semakin
seseorang untuk menjadi relawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, maka semakin rendah
sumbangannya pada kotak amal. Hal ini terkait dengan sosial ekonomi dan
akan semakin berkurang kemungkinan untuk menyumbang/menderma.
6. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap perilaku menolong
yang aktual, menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pria
dan wanita (Piliavin &Unger dalam Oscar, 2006). Sekalipun ditemukan
perbedaan, maka kecenderungan yang lebih besar akan mengarah pada pria,
bukan wanita (Basow,1992). Hal ini didukung oleh hasil yang diperoleh Eagley
dan Crowley (Basow, 1992; Taylor, dkk, 2000) melalui sebuah review
meta-analisis yang dilakukan terhadap 172 penelitian mengenai perilaku menolong.
Simpulan yang diperoleh dari review meta-analisis menunjukkan bahwa
pria lebih menolong daripada wanita. Pria lebih cenderung utuk menawarkan
pertolongan daripada wanita, walaupun wanita dinilai lebih menolong daripada
pria dan kelihatannya lebih peduli untuk memberikan pertolongan. Riset
behavioral menyatakan bahwa pria lebih menolong daripada wanita, paling
tidak dalam situasi publik yang melibatkan orang yang tidak dikenal (Basow,
II.A.4. Tipe-Tipe Perilaku Menolong
Menurut Rushton, Chrisjohn, & Fekken (dalam Bekkers & Wilhelm, 2007), ada
sepuluh tipe-tipe perilaku menolong, yaitu :
1. Mengembalikan uang yang berlebih kepada kasir
2. Mendahulukan orang lain dalam antrian
3. Menawarkan tempat duduk kepada orang lain yang sedang berdiri dalam
sebuah bus, atau di sebuah tempat umum
4. Membawakan barang/milik orang lain, seperti tas belanja.
5. Memberikan makanan atau uang kepada pengemis
6. Menjaga milik orang lain ketika orang tersebut sedang pergi
7. Meminjamkan sesuatu yang bernilai kepada orang lain
8. Memberikan uang untuk amal (charity)
9. Melakukan pekerjaan sukarela untuk amal (charity)
10.Mendonorkan darah
II.B. Tayangan Berita Kriminal
Kriminalitas atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum
dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya.
Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan
dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, sifatnya asosial dan
melanggar hukum serta undang-undang pidana (dalam Kartono, 2005).
Tayangan berita kriminal merupakan salah satu program tayangan televisi
(Aprilia, 2004). Format acara ini dikemas dalam bentuk tayangan yang
memberikan kesan seram dan menakutkan karena isi beritanya khusus untuk
menayangkan tentang kriminalitas. Hampir semua stasiun televisi di tanah air
menayangkan berita kriminal dalam format seperti ini, kecuali TVRI dan
Metro-TV. Jenis acara berita-berita kriminal tersebut dapat dilihat pada tabel 1
(Irmanyusron, 2007).
Dilihat dari jam tayangnya, sebagian besar acara tersebut menempati jam
prime time, yaitu rentang waktu dimana jumlah penonton televisi mencapai
puncaknya. Berita-berita semacam itu ditayangkan tiap hari selama ± 30 menit di
televisi tanpa mempertimbangkan kepada siapa ditujukan dan efek apa yang akan
ditimbulkan (Irmanyusron, 2007).
Program ini merupakan salah satu bentuk tayangan kekerasan karena
dalam acara itu penonton menerima ekspos ke berbagai jenis visualisasi
kekekerasan oleh pelaku maupun polisi yang menangkapnya. Program ini
disajikan secara dramatis dengan memerlihatkan secara vulgar unsur-unsur
kekerasan, seperti darah yang mengalir dari korban pembunuhan, mayat yang
tergeletak, adegan pukul, bahkan tembak yang dilakukan polisi terhadap tersangka
II.C. Pengaruh Tayangan Berita Kriminal terhadap Kecenderungan Perilaku menolong
Tayangan berita kriminal merupakan salah satu bentuk tayangan kekerasan
(Aprilia, 2004). The National Institute of Mental Health (dalam Kompas, 2005),
menyimpulkan efek kekerasan dalam televisi dapat menyebabkan seseorang
belajar menjadi korban dan mengidentifikasikan diri dengan korban. Laporan
tahun 1982 tersebut juga menyebutkan bahwa sebagian pemirsa televisi menjadi
merasa takut dan cemas akan menjadi korban kekerasan.
Sejalan dengan itu, Aprilia (2004) mengatakan bahwa terpaan tayangan
berita kriminal di televisi dapat memunculkan perasaan takut terhadap kejahatan
bagi masyarakat yang mengkomsumsinya. Termasuk misalnya, pecandu berat
televisi mengatakan bahwa kemungkinan seeorang menjadi korban kejahatan
adalah 1 berbanding 10 dalam kenyataannya adalah 1 berbanding 50 (Nurudin,
2004).
Aprilia (2004) menyatakan bahwa rasa takut terhadap kejahatan tersebut
dapat menimbulkan gangguan pada kehidupan sehari-hari masyarakat, yaitu
munculnya rasa tidak aman serta menurunkan rasa percaya kepada orang lain
(interpersonal trust) dan lingkungannya. Interpesonal trust merupakan salah satu
aspek dari perilaku menolong. Individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap
II.D. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ho : Tidak ada pengaruh tayangan berita kriminal terhadap kecenderungan
perilaku menolong
Hi : Ada pengaruh tayangan berita kriminal terhadap kecenderungan perilaku
BAB III
METODE PENELITIAN
Untuk melihat bagaimana pengaruh tayangan berita kriminal terhadap
kecenderungan perilaku menolong, penelitian ini menggunakan metode
eksperimental yang bersifat eksperimental-sungguhan (true eksperimental
research). Menurut Suryabrata (1995), tujuan penelitian eksperimental sungguhan
adalah untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara
mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental satu atau lebih
kondisi perlakuan dan memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih
kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.
III.A. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Dependent Variable : Kecenderungan Perilaku Menolong
2. Independent Variable : Tayangan Berita Kriminal
3. Control Variable :
a. Perbedaan individu
- Usia individu
- Tingkat pendidikan
b. Pengaruh faktor lingkungan
- Kebisingan dan kehadiran orang lain di luar ruangan
c. Kontaminasi ekperimental
- Kelelahan
4. Uncontrolled Variable :
a. Tingkat ketertarikan pada hal-hal yang bersifat kekerasan (tertarik
atau tidak).
b. Reaksi emosional negatif, seperti rasa ngeri, jijik, takut melihat
korban pembunuhan, pemukulan, dan kekerasan terhadap korban
maupun pelaku oleh polisi pada saat menonton tayangan berita
kriminal.
III.B. Definisi Operasional
III.B.1. Kecenderungan Perilaku Menolong
Kecenderungan perilaku menolong merupakan potensi untuk melakukan
perilaku yang lebih menguntungkan orang lain daripada diri sendiri, bahkan
kadang menimbulkan resiko terhadap si penolong. Tindakan ini dapat berupa
pengorbanan tenaga/usaha dan waktu, pengorbanan materi berupa uang atau
barang, juga terkadang menimbulkan resiko terhadap diri si penolong.
Kecenderungan perilaku menolong dalam penelitian ini akan diukur
dengan menggunakan alat ukur yang berupa skala psikologi. Semakin tinggi skor
yang diperoleh seseorang dalam skala kecenderungan perilaku menolong yang
diberikan, artinya semakin tinggi tingkat kecenderungan perilaku menolong yang
dimiliki, yang menunjukkan semakin tinggi kemungkinan ataupun potensinya
III.B.2. Tayangan Berita Kriminal
Tayangan berita kriminal merupakan salah satu program tayangan yang
menyajikan kejadian-kejadian kriminal yang terjadi di dalam masyarakat.
Tayangan berita kriminal yang akan ditonton oleh subjek dalam penelitian ini
adalah tayangan berita kriminal yang diperoleh dari hasil rekaman dari stasiun
televisi tanah air melalui video selama ± satu jam.
Tayangan berita kriminal tersebut ditandai dengan adanya ekspose
berbagai jenis visualisasi kekekerasan oleh pelaku maupun polisi yang
menangkapnya. Program ini disajikan secara dramatis dengan memerlihatkan
secara vulgar unsur-unsur kekerasan, seperti darah yang mengalir dari korban
pembunuhan, mayat yang tergeletak, adegan pukul bahkan tembak yang dilakukan
polisi terhadap tersangka (Aprilia, 2004).
III.C.Sampel dan Metode Pengambilan Sampel
Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa S-1 Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara. Subjek yang akan dipilih adalah yang berada pada
rentang usia dewasa dini dan memiliki latar belakang pendidikan SMA atau
sederajat.
Reddy (dalam Schroeder & Penner, 1995) menyatakan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin besar pula kecenderungan seseorang
untuk menjadi relawan. Selanjutnya beberapa penelitian menunjukkan bahwa
terdapat korelasi positif antara usia dan perilaku menolong (Peterson, 1983 dalam
dapat memahami atau menerima norma-norma sosial (Staub, 1978, dalam
Dayakisni & Hudaniah, 2003). Menurut teori perkembangan moral Kohlberg, usia
dimana seseorang mulai memiliki kesadaran dalam mematuhi peraturan dan
norma sosial adalah sejak usia 18 tahun (level Post-conventional)
(Newman&Newman, 2001).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik random
sampling, yaitu dengan cara pemilihan subjek penelitian dari daftar nama
mahasiswa Psikologi Sumatera Utara. Adapun karakteristik sampel dalam
penelitian ini adalah :
1. Berusia 18-23 tahun.
2. Mahasiswa S1 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU).
3. Memiliki televisi di tempat tinggalnya.
Untuk mengetahui usia dan apakah sampel memiliki televisi di tempat
tinggalnya, peneliti menyebar angket sebanyak 100 buah angket. Setelah itu
dari daftar angket tersebut, peneliti memilih secara random 40 buah angket
yang akan dijadikan subjek penelitian.
Selanjutnya , semua subjek tersebut dibagi ke dalam dua kelompok (20
orang masuk ke dalam kelompok eksperimen dan 20 orang lagi masuk ke
dalam kelompok kontrol). Jumlah perbandingan pria dan wanita pada EG
dan CG adalah sama, yaitu wanita 15 orang dan pria 5 orang.
Pembagian sampel ke dalam dua kelompok tersebut adalah dengan
yang tidak dikontrol oleh peneliti tidak atau kecil pengaruhnya dalam
mempengaruhi subjek penelitian.
III.D. Teknik Kontrol
Untuk mendapat hasil penelitian eksperimen yang baik, maka peneliti
melakukan pengontrolan terhadap variabel-variabel lain dari luar (extraneous
variable) yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, yaitu :
1.Perbedaan individu
a. Usia individu
Terdapat korelasi positif antara usia dan perilaku menolong (Peterson, 1983
dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003). Dengan bertambahnya usia individu
akan makin dapat memahami atau menerima norma-norma sosial (Staub,
1978, dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003). Menurut teori perkembangan
moral Kohlberg, usia dimana seseorang mulai memiliki kesadaran dalam
mematuhi peraturan dan norma sosial adalah sejak usia 18 tahun.
b. Pendidikan
Reddy (dalam Schroeder & Penner, 1995) menyatakan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin besar pula kecenderungan
seseorang untuk menjadi relawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
2. Pengaruh faktor lingkungan
a. Kebisingan dan kehadiran orang lain di luar ruangan
Peneliti mengontrol kebisingan dengan cara memberikan instruksi pada
sampel agar mereka menjaga ketertiban, pintu ruangan juga ditutup ketika
sampel menonton dan mengisi skala. Selain itu peneliti juga meminta dua
orang pengawas di luar ruang eksperimen untuk tidak membiarkan
oranglain (selain eksperimenter dan subjek eksperimen) melalui ruangan
eksperimen dan membuat kebisingan yang dapat mengganggu kelancaran
jalannya eksperimen.
b. Gelap dan pengap
Peneliti memilih ruangan yang memiliki pencahayaan dan fentilasi yang
cukup serta dilengkapi dengan AC (Air Conditioning).
c. Kontaminasi ekperimental : kelelahan
Untuk mengontrol faktor kelelahan ini, maka pengambilan data dilakukan
pagi hari.
III.E. Rancangan Penelitian
Peneliti menggunakan penelitian yang bersifat eksperimen
sungguhan/laboratorium dengan nama rancangan Post Test Only Design (Myers
Tabel 2
Rancangan Penelitian
Assignment Kelompok Before
Observation
Treatment After Observation
Ra EG - X O
Ra CG - - O
Keterangan :
Ra : Random Assignment
CG : Kelompok Kontrol
EG : Kelompok Eksperimen
X : Menonton tayangan berita kriminal
O : Pengukuran kecenderungan perilaku menolong
Peneliti menggunakan rancangan Post Test Only Control Group Design
karena kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberikan treatment berupa
menonton tayangan berita kriminal. Peneliti mengunakan tontonan sebagai
treatment untuk menyatukan persepsi subjek penelitian tentang tayangan berita
kriminal yang dimaksud dalam penelitian ini.
III.F. Alat Ukur/Instrumen yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Peralatan audiovisual, seperti :
a. Laptop yang dapat memutar VCD
b. Liquid Crystal Display (LCD)
c. Sound system yang mendukung
3. Tayangan hiburan yang berupa animasi.
4. white screen.
5. Angket
6. Skala psikologis yang mengukur kecenderungan perilaku menolong.
7. Ruangan eksperimen yang memiliki pencahayaan dan fentilasi yang cukup
8. Reward yang akan diberikan kepada subjek penelitian
III.F.1. Skala Kecenderungan Perilaku Menolong
Dalam penelitian ini menggunakan satu skala yaitu skala kecenderungan
perilaku menolong. Aitem-aitem skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan
sepuluh tipe/jenis perilaku menolong yang dikemukakan oleh Rushton, Chrisjohn,
& Fekken (dalam Bekkers & Wilhelm, 2007), yaitu :
1. Mengembalikan uang yang berlebih kepada kasir
2. Mendahulukan orang lain dalam antrian
3. Menawarkan tempat duduk kepada orang lain yang sedang berdiri
dalam sebuah bus, atau di sebuah tempat umum
4. Membawakan barang/milik orang lain
5. Memberi makanan atau uang kepada pengemis
6. Menjaga milik orang lain ketika orang tersebut pergi
7. Meminjamkan sesuatu yang bernilai kepada orang lain
8. Memberikan uang untuk sebuah amal (charity)
9. Melakukan pekerjaan sukarela untuk sebuah amal (charity)
Semua aitem-aitem yang dibuat adalah tentang bantuan yang akan
diberikan kepada orang asing (stranger) atau seseorang yang tidak terlalu dikenal
(not well known) oleh responden. Orang asing atau orang yang tidak terlalu
dikenal tersebut bisa merupakan anggota kelompok maupun luar kelompok (
in-group dan out-group) responden.
Penilaian skala kecenderungan perilaku menolong ini adalah berdasarkan
format skala Likert. Setiap bentuk diuraikan kedalam butir pernyataan yang
mengungkap tingkat kecenderungan menolong yang dimiliki oleh subjek
penelitian. Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan yang favorable dan
unfavorable dengan empat alternatif jawaban yang terdiri dari : SS (Sangat
Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).
Selanjutnya subjek diminta untuk memilih alternatif jawaban pernyataan
yang sesuai dengan keadaan dirinya, dengan cara memilih salah satu dari empat
alternatif jawaban yang ada. Bobot nilai untuk setiap pernyataan yang bersifat
favorabel bergerak dari 4 sampai 1 dimana pilihan Sangat Setuju diberi nilai 4,
Setuju diberi nilai 3, Tidak Setuju diberi nilai 2, Sangat Tidak Setuju diberi nilai
1. Sedangkan nilai untuk setiap pernyataan yang bersifat unfavorabel bergerak
dari 1 sampai 4 dimana pilihan Sangat Setuju diberi nilai 1, Sesuai diberi nilai 2,
Blueprint skala kecenderungan perilaku menolong dapat dilihat pada tabel 3
berikut:
Tabel 3
Blueprint skala kecenderungan perilaku menolong saat uji coba Aitem milik orang lain
III.G. Uji Coba Alat Ukur
Alat ukur skala dalam penelitian ini, sebelum digunakan untuk
memperoleh data-data penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba agar
diperoleh alat ukur yang valid dan reliabel.
III.G.1. Uji Daya Beda Aitem dan Uji Reliabilitas 1. Daya Beda Aitem
Uji daya beda aitem dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk melihat
sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu
yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Prosedur pengujian ini
akan menghasilkan koefisien-koefisien aitem total yang dikenal dengan indeks
daya beda aitem (Azwar, 2002). Uji daya beda aitem yang digunakan dalam
penelitian ini adalah validitas isi yaitu berkaitan dengan apakah aitem mewakili
pengukuran dalam area isi sasaran yang diukur. Validitas isi merupakan hal yang
utama dalam suatu tes yang biasanya dinilai dengan menggunakan pertimbangan
pakar (Azwar, 2000).
Setelah bentuk-bentuk yang akan diukur ditentukan, peneliti akan
menyusun aitem-aitem yang mengacu pada blueprint yang telah dibuat
sebelumnya. Selanjutnya, peneliti meminta pertimbangan profesional judgement,
dalam hal ini dosen pembimbing peneliti, sebelum aitem-aitem mana yang dapat
dijadikan alat ukur. Kemudian dilakukan seleksi aitem untuk memilih aitem-aitem
mana yang dapat dijadikan alat ukur sesuai dengan blueprint yang ada. Seleksi
koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan komputerisasi dari
program SPSS version 12.0 for windows.
Uji daya beda aitem dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini yaitu
skala skala kecenderungan perilaku menolong dengan prosedur pengujian
menggunakan taraf signifikansi 5% (p< 0.05).
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila
dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subyek yang
sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri
subyek memang belum berubah (Azwar, 2002).
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal
yaitu singel trial administration yang artinya menggunakan satu bentuk tes yang
dikenakan sekali saja pada sekelompok subjek. Pendekatan ini dipandang
ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi. Selain itu dengan menyajikan tes hanya
satu kali, maka masalah yang mungkin timbul dalam pendekatan reliabilitas tes
ulang dapat dihindari yakni terjadinya efek bawaan. Alasan lainnya adalah
dirancangnya alat ukur oleh peneliti tanpa mempertimbangkan adanya alat ukur
lain sejajar atau pararel (Azwar , 2000).
Formula statistika yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur
adalah alpha Cronbach dengan bantuan komputerisasi dari program SPSS 12.0
III.G.2. Hasil Uji coba Alat Ukur
Uji coba terhadap alat ukur penelitian skala kecenderungan perilaku
menolong dilaksanakan pada tanggal 11 sampai 14 Maret 2008. Uji coba
dilakukan pada mahasiswa (baik di dalam maupun di luar Fakultas Psikologi
Univesitas Sumatera Utara) yang berusia 18-24 tahun, dengan jumlah 90 orang.
Penyebaran uji coba skala dilakukan dengan menggunakan teknik incidental
sampling. Namun hanya 80 orang yang mengembalikan skala, dan hanya 72 orang
yang mengisi skala dengan lengkap. Setelah di skoring maka dilakukanlah
pengolahan aitem.
Jumlah aitem yang di uji cobakan sebanyak 80 aitem. Dari 80 aitem
tersebut, sebanyak 46 aitem dinyatakan gugur yaitu aitem nomor 2, 3, 4, 6, 8, 9,
10, 11, 14, 15, 16, 19, 22, 25, 26, 33, 34, 35, 37, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 50 51, 52,
53, 56, 58, 59, 60, 61, 63, 65, 66, 67, 68, 69, 71, 72, 73, 75, 77, 78, 80. Terdapat
34 aitem yang memenuhi indeks diskriminasi rix ≥ 0,30. Menurut Azwar (2002),
kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total biasanya digunakan
batasan rix ≥ 0,30.
34 aitem yang sahih inilah yang akan digunakan dalam penelitian, dengan
kisaran koefisien korelasi rxx = 0.322 sampai dengan rxx = 0.631 dan reliabilitas
sebesar 0.905 Distribusi item yang sahih dari skala kecenderungan perilaku
Tabel 4
Blueprint skala kecenderungan perilaku menolong yang akan digunakan dalam penelitian milik orang lain
28(14) 1 64(4) 1 2 6.06%
III.H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian III.H.1. Persiapan Alat Ukur Penelitian
Sebelum melakukan uji coba alat ukur, maka peneliti sudah terlebih
dahulu menyiapkan alat ukur yang digunakan. Alat ukur peneliti terdiri dari satu
skala, yaitu skala kecenderungan perilaku menolong dan satu angket yang
bertujuan untuk mengetahui usia dan apakah subjek tersebut memiliki televisi.
III.H.2 Perizinan
Untuk melakukan penelitian ini, maka terlebih dahulu yang dilakukan
adalah proses persiapan dalam hal perizinan untuk melaksanakan penelitian.
Peneliti mengajukan surat permohonan izin riset, dalam hal ini berupa
pengambilan data di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, dan juga izin
menggunakan ruangan untuk melakukan eksperimen. Ruang yang dipakai adalah
ruang kuliah 3-B di lantai 3 gedung Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara.
III.H.3. Uji Coba Alat Ukur Penelitian
Untuk memperoleh alat ukur yang memiliki validitas dan reliabilitas yang
memadai, maka peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba alat ukur penelitian
yaitu skala kecenderungan perilaku menolong, sedangkan angket yang bertujuan
untuk mengetahui usia dan kepemilikan terhadap televisi tidak perlu diuji validitas
dan reliabilitasnya. Reliabilitas angket terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa
lebih ditentukan oleh kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang hendak
diungkap (Azwar, 2000).
Uji coba terhadap alat ukur penelitian skala kecenderungan perilaku
menolong dilaksanakan pada tanggal 11-14 Maret 2008. Uji coba dilakukan pada
mahasiswa (baik di dalam maupun di luar Fakultas Psikologi Univesitas Sumatera
Utara) yang berusia 18-24 tahun, dengan jumlah 90 orang.
III.H.4. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian untuk memperoleh data yang sesungguhnya dilakukan setelah
skala kecenderungan perilaku menolong telah diuji terlebih dahulu validitas dan
reliabilitasnya. Pengambilan data dilakukan di Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara pada tanggal 10 Mei 2008.
Kira-kira dua minggu sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti telah
memberi angket yang bertujuan untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan
karakteristik sampel penelitian ini. Seminggu sebelum pelaksanaan penelitian,
setelah diketahui subjek-subjek yang terpilih menjadi partisipan penelitian,
peneliti menghubungi para subjek tersebut untuk meminta kesediaannya menjadi
partisipan.Jumlah partisipan yang diminta untuk menjadi partisipan adalah 60
orang. Dua hari sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti menghubungi kembali
para subjek tersebut untuk memastikan kehadiran mereka.
Ruang 3-B Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dibagi menjadi
dua ruang (ruang A dan ruang B), dengan menggunakan sekat pemisah. Ruang A
dipergunakan kelompok eksperimen. Sedangkan ruang B adalah ruang untuk
kelompok kontrol, yang hanya berisi kursi tempat para subjek mengisi skala.
Pada hari pelaksanaan penelitian, peneliti dibantu oleh dua orang
pengawas yang telah diberitahu terlebih dahulu tugasnya masing-masing.
1. Pengawas 1 mengawasi subjek yang akan masuk dan keluar dari ruang
kelompok kontrol (ruang B), membagikan skala, memastikan semua jawaban
pada skala terisi, juga memberikan reward setelah subjek mengisi skala yang
telah disediakan.
2. Pengawas 2 memastikan peralatan audio visual berjalan dengan baik dan
membantu peneliti mengawasi subjek EG diruang kelompok EG (ruang A).
3. Peneliti sendiri mengawas di ruang kelompok EG (ruang A).
Adapun prosedur pelaksanaan penelitian eksperimen ini adalah :
a. Pukul 8.30 – 8.40 : Pembagian kelas
Tepat pada pukul 8.30, peneliti mengumpulkan seluruh subjek di ruang
kelompok eksperimen (ruang A). Partisipan yang datang adalah 40 orang.
Lalu peneliti memperkenalkan diri, dan memberitahukan bahwa para
partisipan tersebut akan dibagi ke dalam kelompok kontrol (CG) dan
kelompok eksperimen (EG) beserta tugasnya masing-masing.
Kelas yang sudah dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol, diposisikan pada kelas masing-masing.
Sebelumnya telah dilakukan random assignment terlebih dahulu untuk
b. Pukul 08.40 – 09.20 : Penayangan berita kriminal
1) Kelompok eksperimen
Kelompok ini diberi tontonan tayangan berita kriminal. Tahapan yang
dilakukan adalah :
1. Peneliti menyapa para subjek penelitian dan memberitahukan tugas para
subjek tersebut selama proses penayangan berita kriminal berlangsung,
yaitu agar para subjek tersebut menjaga ketertiban dengan tidak
mengobrol dengan teman yang ada di sekitarnya serta memperhatikan
setiap berita yang akan ditayangkan.
2. Tayangan berita kriminal mulai di tayangkan
3. Peneliti dan pengawas 2 mengawasi para subjek penelitian yang sedang
menonton tersebut dari belakang para subjek.
4. Setelah selesai, peneliti menjelaskan bahwa tayangan sudah selesai dan
langsung dilanjutkan ke tahap pengisian skala.
5. Setelah semua skala selesai diisi dan dikumpulkan, peneliti
menampilkan tayangan hiburan yang berupa film animasi (dengan durasi
sekitar 5 menit).
2) Kelompok kontrol
Kelompok kontrol tidak mendapat perlakuan apa-apa. Setelah masuk
ke ruangan kontrol (3-A), subjek diinstruksikan agar selama 25 menit
dapat melakukan aktivitas yang lain di luar ruangan. Jadi Kira-kira 5 menit
sebelum tayangan berita kriminal selesai, para subjek kelompok kontrol
yang bertugas untuk mengontrol para subjek CG, dan memastikan tidak ada
yang membuat keributan atau melewati ruang A selama proses eksperimen
berlangsung.
c. Pukul 09.20 - 09.35 : Pengisian skala (skala kecenderungan perilaku
menolong).
1. Skala berupa lembaran kertas yang berisi 33 pernyataan
2. Kemudian para subjek diinstruksikan untuk mengisi identitas diri yang
terdapat di dalam skala, dan dilanjutkan dengan mengisi skala. Pengisian
skala dilakukan dengan cara memberi tanda silang terhadap
masing-masing pernyataan yang paling sesuai dengan diri subjek. Setiap
pernyataan dapat di respon dengan menyilangi tanda SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).
3. Setelah selesai mengisi ke-33 pernyataan, lembaran skala dikumpulkan
kembali.
4. Khusus bagi kelompok eksperimen, eksperimenter memutar video
tayangan hiburan yang berupa film animasi (dengan durasi sekitar 5
menit). Tayangan ini berguna untuk mengurangi ketegangan suasana hati
setelah menonton tayangan berita kriminal, sedangkan kelompok kontrol
tidak diberi perlakuan apa-apa.
5. Sampel dapat meninggalkan ruangan setelah diberi reward oleh
III.I. Analisis Statistik a. Teknik uji
Teknik uji yang di gunakan dalam penelitian ini adalah t-test independent
sample, karena subjek yang terdapat pada kelompok eksperimen (EG) dan
kelompok Kontrol (CG ) adalah berbeda (independen).
b. Rumusan Hipotesa Statistik
Ho : Tidak ada pengaruh tayangan berita kriminal terhadap
kecenderungan perilaku menolong.
Hi : Ada pengaruh tayangan berita kriminal terhadap kecenderungan
perilaku menolong.
c. Tingkat Kepercayaan
Tingkat kepercayaan adalah 95%, α = 0.05
d. Kriteria Penolakan Hipotesis
Hipotesa ditolak jika t-hitung berada di daerah penolakan pada kurva
BAB IV
ANALISA DAN INTERPRETASI DATA
Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran keseluruhan hasil
penelitian. Diawali dengan pembahasan mengenai gambaran subjek penelitian,
dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi dan penelitian.
IV.A. Gambaran Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi yang secara
keseluruhan berjumlah 40 orang, yang memenuhi kriteria sampel penelitian yaitu
yang berada pada rentang usia 18-23 tahun serta memiliki televisi di tempat
tinggalnya. Seluruh subjek penelitian ini akan dikelompokkan berdasarkan
kelompok eksperimen, usia dan jenis kelamin.
IV.A.1. Gambaran subjek berdasarkan kelompok eksperimen Tabel 5
Gambaran Subjek Berdasarkan Kelompok Eksperimen
Kelompok N Mean StandarDeviasi
Control Group (CG) 20 94,15 1,93
Experimental Group (EG) 20 89,15 1,22
Berdasarkan data pada tabel 5, dapat dilihat bahwa jumlah subjek
penelitian yang berada di Control Group (CG) sama jumlahnya dengan subjek
penelitian yang berada pada ExperimentalGroup (EG). Masing-masing kelompok
IV.A.2. Gambaran subjek berdasarkan usia
Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan pada tabel 6 berikut :
Tabel 6
Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Usia Kelompok N Mean Standar
Berdasarkan data pada tabel 6, dapat dilihat bahwa rentang usia subjek
secara keseluruhan dimulai dari usia 18 tahun sampai dengan 23 tahun. Jumlah
subjek yang paling banyak adalah subjek yang berusia 18-20 tahun yaitu sebanyak
24 orang, sementara jumlah subjek yang paling sedikit berusia 21-23 tahun yaitu
sebanyak 16 orang.
IV.A.3. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin Tabel 7
Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin
Kelompok N Mean Standar
deviasi
Berdasarkan data pada tabel 7, dapat dilihat bahwa jumlah subjek yang
berjenis kelamin wanita adalah sebanyak 30 orang, dan subjek pria sebanyak 10
dan pria adalah sama. Pada kelompok EG terdiri dari 15 orang partisipan wanita
dan 5 orang partisipan pria, demikian juga pada kelompok CG terdiri dari 15
orang partisipan wanita dan 5 orang partisipan pria.
IV.B. Uji Asumsi Penelitian
Jumlah skala yang disebarkan kepada sampel penelitian adalah sebanyak
40 skala. Dari 40 skala yang disebarkan semua dikembalikan, dan semuanya
memenuhi syarat untuk dilakukan analisis.
Sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan
terlebih dahulu, yaitu uji asumsi normalitas dan uji homogenitas khususnya pada
independent variable yaitu kecenderungan perilaku menolong. Pengujian asumsi
dan analisa data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for
windows.
IV.B.1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data
penelitian mengikuti distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan metode one sample Kolmogorov-Smirnov. Kaidah yang digunakan
yaitu jika p > 0.05 maka sebaran data normal, sedangkan jika p < 0.05 maka
sebaran data tidak normal. Pada penelitian ini diperoleh nilai p > 0.05 untuk
variabel kecenderungan perilaku menolong.Hasil uji normalitas diperoleh nilai Z
= 1.13 dengan nilai p= 0.15 artinya distribusi data skala kecenderungan perilaku
menolong telah menyebar secara normal. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada
Tabel 8
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kecenderungan perilaku menolong
N 40
Kolmogorov-Smirnov Z 1.133
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.153
IV.B.2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dari
sampel penelitian adalah homogen. Pada penelitian ini, uji homogenitas dengan
menggunakan Levene Test menunjukkan bahwa sampel bersifat homogen dengan
nilai signifikansi sebesar 0.374 (p > 0.05). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
tabel 11.
Tabel 9 Tes Levene
Variabel F p Ket
Kecenderungan perilaku menolong 0.808 0.374 Homogen
IV.C. Hasil utama penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk melihat pengaruh
tayangan berita kriminal terhadap kecenderungan perilaku menolong, maka uji
hipotesis yang digunakan adalah dengan menggunakan independent sample t-test.
Untuk melakukan pengujian statistik dilakukan perumusan hipotesa
statistik, yaitu :
1. Ho : “ Tidak ada pengaruh tayangan berita kriminal terhadap kecenderungan
2. Hi : “Ada pengaruh tayangan berita kriminal terhadap kecenderungan perilaku
menolong.
Hasil pengujian signifikansi terhadap skor kecenderungan perilaku
menolong pada kedua kelompok, yakni CG dan EG dapat dilihat pada tabel 12 :
Tabel 10
Hasil perhitungan uji-t antara CG dan EG
Independent Samples Test
.808 .374 2.185 38 .035 5.00000 2.28790 .36839 9.63161
2.185 32.062 .036 5.00000 2.28790 .34006 9.65994 Equal variances
t df Sig. (2-tailed) Mean t-test for Equality of Means
Berdasarkan mean kelompok EG dan CG, mean skor kecenderungan
perilaku menolong pada CG lebih besar dibanding mean skor kecenderungan
perilaku menolong pada EG (lihat tabel 5 ). Hal ini menunjukkan bahwa
kecenderungan perilaku menolong kelompok CG lebih tinggi dibanding kelompok
EG.
Selanjutnya, berdasarkan hasil pengujian signifikansi, diperoleh hasil p =
0.035 (p < 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara mean EG dan CG. Nilai p = 0.035 (p < 0.05), maka Ho ditolak
dan Hi diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh tayangan berita
kriminal terhadap kecenderungan perilaku menolong.
IV.D. Hasil tambahan penelitian
IV.D.1. Gambaran kecenderungan perilaku menolong berdasarkan jenis kelamin
Pada penelitian ini diperoleh gambaran kecenderungan perilaku menolong
berdasarkan jenis kelamin. Hasil uji statistik berdasarkan jenis kelamin
lengkapnya dapat dilihat pada tabel 11 dan 12.
Tabel 11
Hasil perhitungan Uji-t Kecenderungan Perilaku Menolong berdasarkan jenis kelamin pada CG
Independent Samples Test
1.706 .208 1.323 18 .202 5.80000 4.38246 -3.40720 15.00720
2.109 17.964 .049 5.80000 2.75076 .02003 11.57997 Equal variances
t df Sig. (2-tailed) Mean t-test for Equality of Means
Tabel 12
Hasil perhitungan Uji-t Kecenderungan Perilaku Menolong berdasarkan jenis kelamin pada EG
Independent Samples Test
.001 .977 -.207 18 .838 -.60000 2.89367 -6.67938 5.47938
-.199 6.464 .848 -.60000 3.01315 -7.84650 6.64650 Equal variances
t df Sig. (2-tailed) Mean t-test for Equality of Means
Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan independent sample t-test
pada CG diperoleh p = 0.202 dimana p > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa