• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PEMERINTAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PEMERINTAHAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM SISTEM PEMERINTAHAN

A. Pengertian Sistem Pemerintahan

Untuk memahami lebih jauh mengenai pengertian sistem, berikut ini akan

dikemukakan beberapa pendapat tentang defenisi dari sistem tersebut. Sistem

adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan

fungsional, baik antara bagian yang satu dengan bagian yang lain maupun

hubungan fungsional terhadap keseluruhan, sehingga hubungan itu dapat

menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian yang satu dengan bagian yang

lainnya, akibat yang ditimbulkan jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik

maka akan mempengaruhi bagian-bagian yang lainnya.28

“Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh, dimana di dalamnya terdapat komponen-komponen yang pada gilirannya merupakan sistem tertentu yang mempunyai fungsi masing-masing, saling berhubungan satu dengan yang lain menurut pola, tata atau norma tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan”.

Berkaitan dengan

defenisi sistem, Pamudji menegaskan bahwa:

29

28

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta, 1988, hal. 66.

29

Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta, 1985, hal. 9-10.

Dari kedua rumusan di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa sistem

adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh dari beberapa komponen yang

mempunyai hubungan fungsional dan ketergantungan antara satu dengan yang

(2)

Secara etimologi, kata pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan

pemerintah berasal dari kata perintah. Menurut kamus bahasa, kata-kata tersebut

mempunyai arti sebagai berikut:

a. Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu;

b. Pemerintah adalah kekuasaan memerintah suatu negara (daerah negara) atau badan yang tertinggi yang memerintah suatu negara;

c. Pemerintahan adalah suatu perbuatan atau cara, urusan dalam hal memerintah.30

Pengertian pemerintahan juga mempunyai dua pengertian yang berbeda

yaitu pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti yang sempit.

Pemerintah dalam arti yang luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan

oleh organ-organ dan badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam

rangka mencapai tujuan negara. Menurut ajaran tripraja, pemerintah dalam arti

sempit hanya meliputi kekuasaan eksekutif saja dan pemerintahan dalam arti

sempit meliputi segala kegiatan dari pemerintah. Jadi pemerintahan dalam arti

sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif dan

jajarannya dalam rangka mencapai tujuan negara.31

1. Pemerintah sebagai gabungan seluruh badan kenegaraan yang berkuasa memerintah, dalam arti kata luas. Jadi termasuk seluruh badan kenegaraan yang bertugas menyelenggarakan kesejahteraan umum, yakni badan yang bertugas membuat peraturan undangan, badan yang bertugas menjalankan peraturan perundang-undangan, dan badan yang bertugas mengawasi bagaimana peraturan perundang-undangan tersebut dijalankan. Dengan demikian badan-badan tersebut meliputi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Utrecht berpendapat bahwa istilah pemerintah itu meliputi 3 (tiga)

pengertian yang berbeda, yaitu:

30

Ibid., hal. 3. 31

(3)

2. Pemerintah sebagai gabungan badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah di wilayah suatu negara, misalnya: Raja, Presiden, Yang Dipertuan Agung.

3. Pemerintah dalam arti kepala negara (Presiden) bersama-sama dengan menteri-menterinya, yang berarti organ eksekutif, yang biasa disebut dengan dewan menteri atau kabinet.32

Jadi apabila pengertian sistem dan pengertian pemerintahan dikaitkan,

maka kebulatan atau keseluruhan yang utuh itu adalah pemerintahan, sedangkan

komponen-komponen itu adalah legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang mana

komponen tersebut telah mempunyai fungsi masing-masing.

Komponen-komponen itu saling berhubungan satu dengan yang lain mengikuti suatu pola,

tata dan norma tertentu.

Pada bab sebelumnya penulis juga sudah mengemukakan bahwa yang

dimaksud dengan sistem pemerintahan adalah sistem hukum ketatanegaraan, baik

yang berbentuk monarki maupun republik, yaitu mengenai hubungan

antarpemerintah dan badan yang mewakili rakyat.33 Mahfud MD mengemukakan

bahwa sistem pemerintahan dapat juga dipahami sebagai suatu sistem hubungan

tata kerja antarlembaga-lembaga negara.34

Penulis mengambil kesimpulan bahwa sistem pemerintahan adalah pola

pengaturan hubungan antara lembaga negara yang satu dengan lembaga negara

yang lainnya atau bila disederhanakan ialah hubungan antara lembaga ekskutif,

legislatif, dan yudikatif. Hubungan itu meliputi hubungan hukum, hubungan

organisasi, hubungan kekuasaan maupun hubungan fungsi.35

32

M. Solly Lubis, Ilmu Negara, Alumni, Bandung, 1975, hal. 23. 33

Harun Alrasyid dalam Saldi Isra, loc. cit.

34

Moh. Mahfud MD dalam ibid.

35

Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar, Sinar Baru, Bandung, 1985, hal. 140.

(4)

dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan Negara yang lazimnya dirumuskan

dalam undang-undang dasar suatu Negara atau dokumen-dokumen Negara resmi

lainnya.

Dari penelusuran berbagai literatur hukum tata negara dan ilmu politik,

terdapat perbedaan varian sistem pemerintahan. Misalnya C. F. Strong dalam

buku “Modern Political Constitution” membagi sistem pemerintahan ke dalam

kategori: parliamentary executive dan non-parliamentary excecutive atau the fixed

executive.36 Sama halnya dengan C. F. Strong, beberapa pakar dan pengkaji

hukum tata negara Indonesia juga punya pandangan yang beragam mengenai

betuk sistem pemerintahan. Misalnya Jimly Asshiddiqie membagi sistem

pemerintahan menjadi tiga kategori, yaitu sistem pemerintahan presidensial

(presidential system), sistem pemerintahan parlementer (parliamentary system),

dan sistem campuran (mixed system atau hybrid system).37 Sri Soemantri juga

mengemukakan tiga varian sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan

parlementer, sistem pemerintahan presidensial, dan sistem pemerintahan

campuran.38 Jika kita melihat pendapat Denny Indrayana mengenai sistem

pemerintahan, akan kita temukan bentuk-bentuk sistem pemerintahan yang lebih

variatif lagi, yaitu sistem pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan

presidensial, sistem hibrid atau campuran, sistem kolegial, dan sistem monarki.39

Walaupun terdapat banyak varian mengenai bentuk-bentuk sistem

pemerintahan, namun sistem pemerintahan yang dibahas dalam penelitian ini

36

C. F. Strong dalam Saldi Isra, op. cit., hal. 24. 37

Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007, hal. 311.

38

Sri Soemantri dalam Saldi Isra, op. cit., hal. 25. 39

(5)

dibatasi pada sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan

presidensial. Karena secara umum pilihan itu didasarkan pada pertimbangan

bahwa ketiga sistem pemerintahan tersebut lebih banyak dipraktikkan jika

dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya. Bahkan dalam UUD 1945

sebelum perubahan dinilai mengandung unsur sistem pemerintahan parlementer

dan sistem pemerintahan presidensial atau sistem pemerintahan campuran. Di

samping itu, jika dihubungkan dengan perkembangan sistem ketatanegaraan

Indonesia, semua konstitusi yang pernah ada dan termasuk yang kini sedang

berlaku tidak perah memperlihatkan karakter sistem pemerintahan kolegial dan

sistem pemerintahan monarki.40

B. Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial 1. Sistem Pemerintahan Parlementer

Seperti telah dikemukakan pada bab sebelumnya, yang dimaksud dengan

sistem pemerintahan parlementer ialah sistem pemerintahan yang tugas

pemerintahannya dipertanggungjawabkan oleh para menteri ke parlemen.

Parlemen dapat menjatuhkan mosi tidak percaya kepada kabinet, tetapi

pemerintah juga dapat membubarkan parlemen apabila parlemen dianggap tidak

mewakili kehendak rakyat.41

Dalam semua varian sistem pemerintahan yang dikemukakan di atas,

sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan yang paling luas

diterapkan di seluruh dunia. Sistem pemerintahan parlementer ini pertama kali

40

Ibid., hal. 25-26. 41

(6)

lahir dan dilaksanakan di Inggris. Oleh karena itu, jika hendak menganalisis

sistem pemerintahan parlementer sebaiknya dimulai dengan mengacu kepada

berbagai lembaga dalam sistem politik Inggris. Tidak hanya merujuk kepada

lembaga-lembaga politik, analisis juga harus mengacu kepada pengalaman Inggris

dalam menganut sistem pemeritahan parlementer.42

Berdasarkan sejarah perkembangan sistem pemerintahan Inggris, sistem

pemerintahan parlementer tumbuh melalui suatu perjalanan sejarah

ketatanegaraan Inggris yang panjang. Munculnya kabinet modern Inggris

umumnya dikaitkan dengan kekuasaan Partai Whigs era pemerintahan William

Walpole (1721-1742). Meski fakta itu dianggap benar, masih perlu mundur jauh

ke belakang untuk menelusuri asal-usul kabinet modern yang sebenarnya.

Sebelumnya raja menggabungkan kekuasaan negara (law giver, the excecutor of

the law, and the judge) dalam jabatannya. Di bawah kekuasaan William I

dibentuk the Great Council untuk membantu raja menjalankan tiga kekuasaan

itu.43

Dalam sejarah Inggris, sistem ini dikembangkan karena adanya keperluan

politis yang mendesak, sehingga perkembangannya tidaklah didasarkan atas

tuntutan konstitusi, hukum, dan teori politik. Praktik mengenai ini berkembang

mendaului teori yang dibuat. Pada mulanya, kabinet dibentuk sebagai suatu dewan

pelayan rahasia ataupun dewan pelaksana perintah dari para Raja dalam

menjalankan pemerintahan negara.44

42

Saldi Isra, loc. cit. 43

C. F. Strong dalam ibid., hal. 27. 44

(7)

Untuk menjamin kekuasaannya, para Perdana Menteri Inggris pada awal

abad ke-18, selalu berusaha mencari dukungan parlemen sebagaimana dukungan

dan kepercayaan yang mereka berusaha dapatkan dari Raja. Dukungan dari para

anggota parlemen dibutuhkan oleh Perdana Menteri untuk mengesahkan anggaran

pendapatan dan belanja kabinet yang diajukan sebagaimana ia membutuhkan

kepercayaan dari Raja agar ia dapat tenang menjalankan tugasnya memimpin roda

pemerintahan. Peristiwa yang dapat dianggap sebagai awal tumbuhnya tradisi

dukungan parlemen itu, terjadi pada tahun 1742. Ketika itu, kedudukan Perdana

Menteri Inggris dipegang oleh Sir Robert Walpole (1721-1742). Tetapi karena

kehilangan kepercayaan dan dukungan parlemen, Walpole terpaksa

mengundurkan diri meskipun Raja masih memberikan kepercayaan kepadanya

untuk terus memimpin pemerintahan kerajaan Inggris.45

Peristiwa inilah yang kemudian yang menjadi preseden sehingga

dukungan parlemen dianggap perlu bagi Perdana Menteri untuk menjalankan roda

pemerintahan. Dari sudut sejarah pertumbuhannya, sistem kabinet ini dapat

dianggap sebagai jawaban terhadap kebutuhan untuk membatasi kekuasaan Raja

yang sebelumnya berkembang sesuai dengan prinsip Raja tidak mungkin

melakukan kesalahan (the King can do no wrong)46

45

Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah : Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, UI Press, Jakarta, 1996, hal, 65-66.

46

Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara…, op. cit. hal. 312.

yang berlaku umum di

lingkungan negara-negara monarki seperti di Inggris. Begitu juga dengan

pertanggungjawaban kabinet terhadap parlemen ini pada umumnya muncul karena

(8)

dimungkinkan karena tanggung jawab Raja dalam hal-hal tertentu masih belum

dapat dijangkau. Akibatnya, menteri harus bertanggung jawab, bukannya Raja.47

Mencermati kajian tentang sistem pemerintahan parlementer, perbedaan

model yang ada tidak banyak dipersoalkan. Karena itu, kajian lebih banyak

diarahkan pada karakter umum sistem pemerintahan parlementer. Dalam

melakukan kajian, cara mudah untuk mengenal sistem pemerintahan parlementer

adalah dengan memperhatikan dimana letak objek utama yang diperebutkan.

Dalam sistem pemerintahan parlementer, objek utama yang diperebutkan adalah

parlemen. Berkaitan dengan itu, pemilihan umum parlemen menjadi sangat

penting karena kekuasaan eksekutif hanya mungkin diperoleh setelah partai

kontestan pemilihan umum berhasil meraih kursi mayoritas dalam parlemen.

Seandainya tidak terdapat partai politik yang memperoleh suara mayoritas,

beberapa partai politik bergabung (koalisi) untuk membentuk kabinet.48

Untuk mendalami karakter sistem pemerintahan parlementer, tidak cukup

hanya dengan memperhatikan parlemen sebagai objek utama yang diperebutkan.

Sistem parlementer merupakan sistem yang menterinya bertanggung jawab

kepada parlemen ditambah dengan kekuasaan yang lebih kepada parlemen.49

Dalam sistem pemerintahan parlementer, badan eksekutif dan badan

legislatif bergantung satu sama lain. Kabinet, sebagai bagian dari badan eksekutif Dengan argumentasi ini, sistem pemerintahan parlementer didasarkan bahwa

parlemen adalah pemegang kekuasaan tertinggi.

47

Ibid.

48

Saldi Isra, op. cit., hal. 28. 49

(9)

yang bertanggung jawab diharap mencerminkan kekuatan-kekuatan politik dalam

badan legislatif yang mendukungnya dan mati-hidupnya kabinet bergantung

kepada dukungan dalam badan legislatif.50 Dalam perjalanannya, pemerintah bisa

jatuh melalui mosi tidak percaya dari lembaga legisatif. Dengan kondisi itu, dalam

sistem parlementer, keberlanjutan pemerintah sangat tergantung dari dukungan

parlemen.51 Dalam praktiknya, sifat serta bobot ketergantungan tersebut berbeda

antara satu negara dengan negara lain, akan tetapi umumnya dicoba untuk

mencapai semacam keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif.52

Keseimbangan yang harus dibangun oleh eksekutif dan legislatif bisa dilakukan

dengan bentuk kerja sama antara eksekutif dan legislatif agar pemerintah dapat

bertahan dan efektif dalam melaksanakan program-programnya.53

a. Hubungan antara lembaga parlemen dan pemerintah tidak murni

terpisahkan;

Prinsip pokok ataupun karakteristik umum dibawah ini dapat memberikan

kita kemudahan untuk mengetahui bahwa sistem pemerintahan yang dianut suatu

negara tersebut merupakan sistem pemerintahan parlementer, antara lain yaitu:

b. Fungsi eksekutif dibagi kepada dua bagian, yaitu kepala pemerintahan dan

kepala negara;

c. Kepala pemerintahan diangkat oleh kepala negara;

d. Kepala pemerintahan mengangkat menteri-menteri sebagai satu kesatuan

institusi yang bersifat kolektif;

50

Miriam Budiardjo, op. cit., hal. 210. 51

Ibid.

52

Ibid.

53

(10)

e. Menteri biasanya berasal dari anggota parlemen;

f. Pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen, bukan kepada rakyat

pemilih. Karena, pemerintah tidak dipilih oleh rakyat secara langsung,

sehingga pertanggungjawaban kepada rakyat pemilih juga bersifat tidak

langsung, yaitu melalui parlemen;

g. Kepala pemerintahan dapat memberikan pendapat kepada kepala negara

untuk membubarkan parlemen;

h. Dianutnya prinsip supremasi parlemen sehingga kedudukan parlemen

dianggap lebih tinggi daripada bagian-bagian dari pemerintahan;

i. Sistem kekuasaan negara terpusat pada parlemen.54

Bahwa dalam sistem pemerintahan parlementer ini, yang memegang

kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan ialah Perdana Menteri yang berasal

dari parlemen. Selain sebagai kepala pemerintahan yang fungsinya untuk

menjalankan roda pemerintahan, salah satu hal yang harus dilakukan oleh seorang

Perdana Menteri berikut dengan menteri-menterinya (kabinet) ialah senantiasa

menjaga kepercayaan dan meminta dukungan dari parlemen agar dalam

menjalankan tugasnya sehari-hari mendapat sambutan yang hangat dari parlemen

dan untuk menghindari munculnya mosi tidak percaya dari parlemen terhadap

kabinet yang bisa datang sewaktu-waktu, akibatnya ialah runtuh atau jatuhnya

kabinet. Serta maju mundurnya suatu kabinet sangat tergantung kepada parlemen,

dengan kata lain kabinet akan senantiasa berada di bawah tekanan parlemen.

54

(11)

2. Sistem Pemerintahan Presidensial

Jika sistem pemerintahan parlementer terkait dengan perkembangan sistem

parlementer Inggr is, sistem pemerintahan presidensial tidak dapat dipisahkan dari

Amerika Serikat. Dalam berbagai literatur dinyatakan, Amerika Serikat bukan saja

merupakan tanah kelahiran sistem pemerintahan presidensial, tetapi juga menjadi

contoh ideal karena telah memenuhi hampir semua kriteria yang ada dalam sistem

pemerintahan presidensial. Oleh karena itu, jika hendak melakukan pengkajian

mengenai sistem pemerintahan presidensial, maka ada baiknya dimulai dengan

menelaah sistem politik Amerika Serikat.55

Latar belakang dianutnya sistem pemerintahan presidensial di Amerika

Serikat ialah karena kebencian rakyat terhadap pemerintahan Raja George III

sehingga mereka tidak menghendaki bentuk negara monarki dan untuk

mewujudkan kemerdekaannya dari pengaruh Inggris, maka mereka lebih suka

mengikuti jejak Montesquieu dengan mengadakan pemisahan kekuasaan,

sehingga tidak ada kemungkinan kekuasaan yang satu akan melebihi kekuasaan

yang lainnya, karena dalam trias politica itu terdapat sistem check and balance. Berbeda dengan sejarah sistem

pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan tidak dibangun melalui proses

evolusi yang lambat dan panjang. Kelahiran sistem pemerintahan presidensial

tidak dapat dilepaskan dari perjuangan Amerika Serikat dalam menentang dan

melepaskan diri dari kolonial Inggris serta sejarah singkat pembentukan konstitusi

Amerika Serikat.

56

55

Ibid.

56

(12)

Sebagai bentuk daripada penolakan terhadap Inggris, maka pembentuk

konstitusi Amerika Serikat berupaya membentuk sistem pemerintahan yang

berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer yang dipraktikkan di Inggris.

Salah satu konsep yang dimuat dalam konstitusi Amerika Serikat ialah pemisahan

kekuasaan antara legislatif dan eksekutif. Tidak hanya itu, jabatan Presiden

sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan pertama kali juga muncul di

Amerika Serikat pada abad ke-18.57 Jabatan presiden tersebut merupakan hasil

Konvensi Federal pada tahun 1787.58 Sekalipun memilih Presiden dan menolak

Raja, para perancang konstitusi Amerika Serikat memutuskan bahwa Presiden

harus mempunyai kekuatan yang memadai untuk menyelesaikan rumitnya

masalah bangsa. Karena itu dirancanglah konstitusi yang memberikan kekuasaan

besar kepada Presiden, namun dengan tetap menutup hadirnya pemimpin sejenis

Raja yang tiran.59

Diantara semua kawasan di dunia, negara-negara Amerika Tengah dan

Amerika Selatan merupakan kawasan yang paling luas menggunakan sistem

pemerintahan presidensial. Salah satu alasannya, secara geografis, negara-negara

tersebut lebih dekat dengan Amerika Serikat. Sementara itu, di Afrika, Presiden

Liberia yang hadir pada tahun 1848 adalah Presiden pertama yang mendapat

pengakuan dunia internasioanl.60

57

Denny Indrayana dalam Saldi Isra, op. cit., hal. 32. 58

Harun Alrasyid dalam Saldi Isra, ibid.

59

Ibid.

60

Ensiklopedi Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/president,diakses pada tanggal 29 Mei 2010.

Di Asia, pemerintahan republik yang dipimpin

(13)

peritiwa itu terjadi ketika Filipina memperoleh kemerdekaan dalam bentuk The

Commonwealth of the Phlippinnes dari Amerika Serikat.61

Dengan semakin meluasnya negara-negara yang menganut bentuk

pemerintahan republik yang dipimpin oleh seorang Presiden, mulai muncul

kajian-kajian tentang praktik sistem pemerintahan presidensial. Misalnya, pada

era 1940-an muncul kajian tentang perbandingan antara sistem pemerintahan

parlementer dengan sistem pemerintahan presidensial. Selanjutnya, pada era

1950-an sampai 1970-an, kajian sistem pemerintahan presidensial lebih banyak

menyoroti proses demokrasi dalam pelaksanaan fungsi legislasi pada sistem

pemerintahan presidensial di Amerika. Dari berbagai literatur yang ada, era

1980-an sampai deng1980-an 1990-1980-an menjadi periode y1980-ang paling luas dalam mengkaji

sistem pemerintahan presidensial. Pada periode 1980-1990-an ini, kajian mulai

mengarah pada praktik sistem pemerintahan presidensial di beberapa benua.62

a. Gelombang pertama, ditandai oleh satu variabel penjelas, yaitu bentuk pemerintahan (tipe rezim) dan variabel perantara yakni keberhasilan konsolidasi demokrasi.

Pada era abad ke-19 sampai awal abad ke-21, kajian atas sistem

pemerintahan presidensial memasuki dimensi yang lebih luas. Gelombang studi

mengenai sistem pemerintahan presidensial pada tahun 1990 sampai awal abad

ke-21 terus mengalami perkembangan. Secara umum, pada periode ini terdapat

empat gelombang pemikiran dan studi mengenai sistem pemerintahan

presidensial, yaitu:

b. Gelombang kedua, ditandai dengan variabel penjelas, yakni tipe rezim ditambah dengan sistem kepartaian dan/atau leadership powers dan

61

Harun Alrasyid dalam Saldi Isra, op. cit., hal. 34. 62

(14)

variabel perantara yaitu good governance yang pada umumnya bertentangn dengan variabel perantara konsolidasi demokrasi.

c. Gelombang ketiga, berbeda dengan gelombang pertama dan kedua, pada gelombang ketiga ini ditandai dengan pengaruh teori-teori ilmu politik. Dalam hal ini, manfaat-manfaat rezim presidensial tidak lagi menjadi satu-satunya fokus studi.

d. Gelombang keempat, penguatan paradigma good governance semakin mensyaratkan perubahan-perubahan struktural dan fungsi pada level sistem pemerintahan.63

Jika sejarah perkembangan sistem pemerintahan parlementer lebih

menggambarkan perjuangan mengurangi kekuasaan absolut yang dimiliki Raja,

maka perkembangan sistem pemerintahan presidensial lebih banyak ditandai

dengan masalah dasar, yaitu bagaimana mengalola hubungan antara presiden

dengan lembaga legislatif. Karena sama-sama mendapat mandat langsung dari

rakyat, sistem pemerintahan presidensial sering terjebak dalam ketegangan antara

presiden dengan lembaga legislatif. Hal itu sering terjadi jika kekuatan partai

politik mayoritas di lembaga legislatif berbeda dengan partai politik Presiden.

Menelusuri perkembangan sistem pemerintahan presidensial, masa jabatan

yang tetap (fix term) hanya merupakan jaminan bahwa Presiden dapat bertahan

sampai akhir masa jabatannya. Namun secara keseluruhan, masa jabatan Presiden

tidak menjamin bahwa sistem pemerintahan presidensial lebih stabil dan mampu

bertahan dalam kurun waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan sistem

pemerintahan parlementer.

Sementara itu, jika partai mayoritas di lembaga legisatif sama dengan

partai politik pendukung Presiden atau mayoritas partai di lembaga legislatif

mendukung Presiden, maka sistem pemerintahan presidensial akan mudah

63

(15)

terperangkap menjadi pemerintahan yang otoriter. Hal tersebut bisa terjadi jika

mayoritas suara yang ada di lembaga legislatif telah berhasil diraih ataupun

dikuasai Presiden. Kondisi yang seperti ini dapat memberikan potensi yang besar

untuk menjadikan Presiden sangat berkuasa.

Berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan

presidensial tidak hanya meletakkan Presiden sebagai pusat kekuasaan eksekutif,

tetapi juga sebagai pusat kekuasaan negara. Artinya, Presiden tidak hanya sebagai

kepala pemerintahan, tetapi juga sebagai kepala negara. Itulah sebabnya

kekuasaan Presiden tidak hanya menyentuh wilayah kekuasaan eksekutif, tetapi

juga merambah pada fungsi legisasi dan kewenangan di bidang yudikatif.64

Dengan kekuasaan Presiden yang begitu luas, jika dalam sistem pemerintahan

parlementer objek yang diperbutkan ialah parlemen, maka dalam sistem

pemerintahan presidensial objek yang diperbutkan ialah Presiden. Sekalipun

dalam sistem pemerintahan presidensial tidak satupun lembaga negara yang

menjadi fokus kekuasaan, peran dan karakter individu Presiden lebih menonjol

dibandingkan dengan peran kelompok, organisasi, atau partai politik yang ada

dalam negara. Oleh karena itu, mayoritas para ahli dalam menguraikan sistem

pemerintahan presidensial cenderung menghadapkan posisi Presiden dengan

lembaga legislatif.65

Untuk memahami lebih jauh tentang sistem pemerintahan presidensial,

berikut ini akan dipaparkan karakteristik umum yang menggambarkan sistem

pemerintahan presidensial tersebut, yaitu:

64

Denny Indrayana dalam ibid., hal. 38. 65

(16)

a. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif.

b. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif Presiden tidak terbagi dan hanya ada Presiden dan Wakil Presiden saja.

c. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya kepala negara adalah kepala pemerintahan.

d. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau bawahan yang bertanggung jawab kepadanya.

e. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya.

f. Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa parlemen.

g. Jika dalam sistem pemerintahan parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem pemerintahan presidensial berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif bertanggung jawab kepada konstitusi.

h. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat. i. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem

pemerintahan parlementer yang terpusat pada parlemen. 66

Berdasarkan karakter yang dikemukakan di atas, hampir semua ahli

sepakat bahwa salah satu karakter sistem pemerintahan presidensial yang utama

adalah Presiden memegang fungsi ganda, yaitu sebagai kepala negara dan

sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Meski sulit untuk membedakannya secara

jelas, sebagai kepala negara, jabatan Presiden dapat dikatakan sebagai simbol

negara. Dalam kekuasaan eksekutif, sebagai kepala pemerintahan, Presiden

merupakan pemegang kekuasaan tunggal dan tertinggi. Presiden tidak hanya

sekedar memilih anggota kabinet, tetapi juga berperan penting dalam pengambilan

keputusan di dalam kabinet. Terkait dengan hal itu, segala keputusan-keputusan

penting dalam sistem pemerintahan presidensial dapat dibuat dengan atau tanpa

pertimbangan anggota kabinet. Kondisi ini jelas berbeda dengan sistem

pemerintahan parlementer yang tidak memungkinkan Perdana Menteri untuk

membuat semua keputusan penting tanpa melibatkan anggota kabinet.

66

(17)

Di luar fungsi ganda yang dipegang oleh Presiden, karakter sistem

pemerintahan presidensial dapat juga dilihat dari pola hubungan antara lembaga

eksekutif dengan lembaga legislatif. Pola hubungan itu sudah bisa dilacak dengan

adanya pemilihan umum yang terpisah untuk memilih Presiden dan memilih

anggota legislatif.67

a. Presiden yang dipilih secara langsung menjadikan kekuasaannya menjadi

legitimate karena mendapat mandat langsung dari rakyat. Sementara itu Sistem pemerintahan presidensial murni merupakan sistem

yang antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif berifat independen

antara satu dengan yang lainnya, karena masing-masing cabang kekuasaan ini

mendapat mandat langsung dari rakyat.

Dengan pemisahan secara jelas antara pemegang kekuasaan eksekutif dan

pemegang kekuasaan legislatif dalam sistem pemerintahan presidensial,

pembentukan pemerintah tidak tergantung pada proses politik di lembaga

legislatif. Jika dalam sistem pemerintahan parlementer eksekutif sangat tergantung

akan dukungan parlemen, maka dalam sistem pemerintahan presidensial dibangun

dalam prinsip pemisahan kekuasaan yang jelas antara pemegang kekuasaan

eksekutif dan pemegang kekuasaan legislatif. Tidak hanya itu, dengan adanya

pemisahan kekuasaan, sistem pemerintahan presidensial adalah sistem

pemerintahan yang dibatasi.

Dengan pola hubungan yang terpisah, setidaknya ada empat keuntungan

yang terdapat dalam sistem pemerintahan presidensial, yaitu:

67

(18)

dalam sistem pemerintahan parlementer, Perdana Menteri diangkat melalui

proses penunjukan.

b. Adanya pemisahan antara lembaga negara terutama antara lembaga

eksekutif dan lembaga legislatif. Dengan adanya pemisahan itu, setiap

lembaga negara dapat saling melakukan pengawasan terhadap lembaga

negara lainnya untuk mencegah terjadinya penumpukan dan

penyalahgunaan kekuasaan.

c. Dengan posisi sentral dalam jajaran eksekutif, Presiden dapat mengambil

kebijakan strategis yang amat menentukan secara cepat.

d. Dengan masa jabatan yang tetap, posisi Presiden jauh lebih stabil

dibandingkan dengan Perdana Menteri yang bisa diganti setiap waktu.68

Prinsip-prinsip yang terdapat dalam sistem pemerintahan presidensial ini

menggambarkan bagaimana kekuasaan itu dijalankan oleh pemegangnya secara

proporsional. Satu cabang kekuasaan tidak bisa masuk ke dalam cabang

kekuasaan lainnya, kecuali diminta, akan tetapi proses tersebut bukan dalam

bentuk intervesi. Sistem pemerintahan presidensial yang memberikan fokus

perhatian terhadap hubungan antara pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang

kekuasan legisatif harus dijalankan secara konsekuen. Lembaga legislatif dan

eksekutif tidak bergantung satu dengan lainnya, karena kedua cabang kekuasaan

ini sama-sama mendapat mandat langsung dari rakyat yang menjadikan kekuasaan

mereka legitimate. Karena itu, masing-masing cabang kekuasaan baik eksekutif

68

(19)

maupun legislatif dapat saling melakukan pengawasan terhadap kinerja

masing-masing lembaga.

C. Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Berdasarkan UUD 1945

Untuk mengetahui sistem pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan

UUD 1945, harus dimulai dengan melihat dan mempelajari berbagai persiapan

menjelang kemerdekaan Republik Indonesia yang dilakukan oleh Badan

Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Pada sidang yang diadakan

tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dan 10-17 Juli 1945, sistem pemerintahan

merupakan sebuah pokok bahasan yang diperdebatkan. Berbagai pendapat dan

pandangan pun dikemukakan dalam sidang, termasuk Soepomo. Beliau

merupakan orang yang paling banyak mendapat perhatian karena pidato yang

disampaikannya dalam sidang tersebut terkait dengan gagasan negara integralistik.

Dalam menyampaikan gagasan sistem permusyawaratan, Soepomo menghendaki

adanya jaminan bagi pimpinan negara terutama kepala negara terus-menerus

bersatu dengan rakyat. Beliau menghendaki susunan pemerintahan Indonesia

harus dibentuk dengan sistem badan permusyawaratan.69

69

Ibid, hal. 49.

Dengan alasan kapitalisme yang merajalela, secara implisit Soekarno

menolak model lembaga legislatif seperti di Amerika Serikat. Meskipun menolak

model lembaga legislatif tersebut, bukan berarti Soekarno setuju dengan praktik

(20)

Sementara itu, dalam Rapat Besar pada tanggal 15 Juli 1945, pada saat

menyampaikan susunan kekuasaan pemerintahan, Muh. Yamin mengusulkan agar

kementerian (satu per satu atau secara keseluruhannya) bertanggung jawab kepada

dewan perwakilan. Meskipun anggota BPUPK cenderung menolak sistem

pemerintahan parlementer, akan tetapi tidak ditemukan pembahasan yang secara

eksplisit untuk menerima sistem pemerintahan presidensial. Pandangan yang

ditemukan dalam rapat tersebut ialah bahwa Indonesia merdeka memerlukan

pembentukan pemerintah yang kuat, dengan kata lain stabilitas merupakan syarat

mutlak untuk membangun sebuah negara baru.70 Bahkan pada saat menyampaikan

racangan bentuk pemerintahan dalam rancangan undang-undang dasar pada 15

Juli 1945, Soepomo menjelaskan bahwa sistem pemerintahan yang ditegaskan

dalam rancangan undang-undang dasar adalah sistem pemerintahan yang

memberikan dominasi kekuasaan negara bagi pemerintah, terutama kepada kepala

negara, pertanggungjawaban dan pemusatan kekuasaan berada di tangan kepala

negara.71

1. Indonesia memerlukan kepemimpinan yang kuat, stabil, dan efektif untuk

menjamin keberlangsungan eksistensi negara Indonesia yang baru

diproklamasikan. Para pendiri bangsa meyakini bahwa model kemimpinan Maka, pada tanggal 18 Agustus 1945, sistem pemerintahan presidensial

yang menjadi sistem pemerintahan Republik Indonesia disahkan oleh PPKI. Ada

empat alasan pokok yang dijadikan referensi oleh para pendiri bangsa dan

pembentuk kostitusi memilih sistem pemerintahan presidensial, yaitu:

70

Muh. Yamin dalam ibid., hal. 51. 71

(21)

negara kuat dan efektif hanya dapat diciptakan dengan memilih sistem

pemerintahan presidensial dimana Presiden tidak hanya berfungsi sebagai

kepala negara tetapi juga sebagai kepala pemerintahan.

2. Karena alasan teoritis yaitu alasan yang terkait dengan cita negara

terutama cita negara integralistik pada saat pembahasan UUD 1945 dalam

sidang BPUPK. Sistem pemerintahan presidensial diyakini sangat

kompatibel dengan paham negara integralistik.

3. Pada awal kemerdekaan, Presiden diberi kekuasaan penuh untuk

melaksanakan kewenangan-kewenangan DPR, MPR, dan DPA. Pilihan

pada sistem pemerintahan presidensial dianggap tepat dalam

melaksanakan kewenangan yang luar biasa itu. Tambah lagi, dengan

sistem pemerintahan presidensial, Presiden dapat bertindak lebih cepat

dalam mengatasi masalah-masalah kenegaraan pada masa transisi.

4. Merupakan simbol perlawanan atas segala bentuk penjajahan karena

sistem pemerintahan parlementer dianggap sebagai produk penjajahan oleh

para pendiri bangsa.72

Pada pokoknya sistem pemerintahan yang dipakai ialah sistem

pemerintahan presidensial. Akan tetapi mencermati berbagai karakter yang ada

dalam sistem pemerintahan parlementer dijalankan dalam sistem pemerintahan

yang dipilih, maka dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang dianut oleh

negara Republik Indonesia ialah sistem campuran. Dikatakan sistem campuran

karena dalam sistem ini Presiden ditentukan harus tunduk dan bertanggung jawab

72

(22)

kepada MPR yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan daerah dan

utusan-utusan golongan fungsional.

Dalam penjelasan UUD 1945, meskipun sekarang tidak berlaku normatif

lagi secara langsung tetapi sebagai dokumen historis masih tetap dapat dijadikan

acuan ilmiah yang penting, dinyatakan bahwa “Presiden bertunduk dan

bertanggung jawab kepada MPR”. Artinya, meskipun kepala negara dan kepala

pemerintahan menyatu dalam jabatan Presiden, tetapi dianut juga adanya prinsip

pertanggungjawaban Presiden sebagai kepala eksekutif kepada cabang kekuasaan

legislatif. Karena itu, dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang dianut

dalam UUD 1945 sebelum perubahan bersifat campuran atau biasa disebut dengan

sistem quasi presidensial, ataupun semi presidensial.73

a. Presiden dipilih dan diangkat oleh MPR.

Hal tersebut dapat kita lihat

dari sistem pemerintahan negara sebelum amandemen UUD 1945 yang ditegaskan

dalam Penjelasan UUD 1945, yaitu:

b. MPR adalah pemegang kekuasaan negara tertinggi.

c. Presiden adalah mandataris MPR.

d. Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia di masa lalu, praktik mengenai

sistem pemerintahan presidensial yang bersifat campuran ini juga dilaksanakan

secara tidak konsisten. Misalnya, dalam waktu tidak sampai tiga bulan sejak

disahkan, UUD 1945 yang menganut sistem pemerintahan presidensial tersebut

sudah dilaksanakan secara menyimpang, yaitu dengan dibentuknya Kabinet

73

(23)

Parlementer Pertama di bawah Perdana Menteri Sutan Syahrir pada tangga 14

November 1945.74

Diterapkannya sistem pemerintahan parlementer itu didasarkan atas

Maklumat Wapres No. X tanggal 16 Oktober 1945. Wakil Presiden

mengumumkan, “Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya MR dan

DPR, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN”. Menurut UUD

1945, para menteri tidak bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat,

sekalipun dalam kesehariannya menteri bekerja sama dengan Komite Nasional

Pusat atau Badan Pekerja dalam pembuatan undang-undang.

Padahal UUD 1945 yang baru disahkan tidak menganut sistem

pemerintahan parlementer dan tidak mengenal jabatan Perdana Menteri sama

sekali. Sistem pemerintahan parlementer ini terus menerus dipraktikkan sampai

periode berlakunya UUD RIS 1949 dan UUDS 1950. Bahkan setelah Dekrit

Presiden 5 Juli 1959 yang kembali memberlakukan UUD 1945 sebagai konstitusi

Republik Indonesia, sistem pemerintahan yang dipraktikkan adalah sistem

pemerintahan parlementer.

75

Sebelum terbentuknya Kabinet Syahrir I, kabinet pertama yang dibentuk

adalah kabinet presidensial di bawah tanggung jawab Presiden, yaitu kabinet yang

bekerja antara tanggal 2 September 1945 – 14 November 1945, dapat dikatakan

bahwa pemerintahan selanjutnya menerapkan sistem pemerintahan parlementer.

Akan tetapi, hal itu juga tidak dijalankan secara konsisten. Setelah itu kabinet

presidensial kembali dibentuk, yaitu seteleh Kabinet Amir Syarifuddin II

dibubarkan pada tanggal 29 Januari 1948, yaitu dari tanggal 29 Januari 1948 – 5

74

Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, 1977, hal. 64. 75

(24)

Agustus 1949. Kabinet presidensial kedua ini dirombak pada tanggal 4 Agustus

1949 dan terus bekerja sampai dengan tanggal 20 Desember 1949. Namun secara

substansial, kabinet tersebut merupakan kabinet parlementer, karena para menteri

ditentukan bukan bertanggung kepada Presiden, melainkan kepada parlemen.76

Dapat dikatakan bahwa UUD 1945 itu baru dipakai sebagai referensi

ketatanegaraan dalam praktik nyata pada masa Orde Baru. Di masa Orde Baru,

sistem pemerintahan presidensial yang diatur di dalam UUD 1945 diterapkan

penuh dengan memusatkan tanggung jawab kekuasaan pemerintahan negara di

tangan Presiden. Saking kuatnya kedudukan Presiden, maka meskipun MPR

diakui sebagai lembaga tertinggi negara, tetap Presiden diharuskan tunduk dan

bertanggung jawab, tetapi dalam kenyataan praktik, semuanya tergantung kepada

Presiden. Adanya unsur pertanggungjawaban Presiden kepada MPR itu justru Inkonsistensi penerapan sistem pemerintahan ini merupakan bentuk

penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945 sendiri yang jelas-jelas menganut

sistem pemerintahan presidensial. Namun harus diakui bahwa keabsahan

penerapan sistem pemerintahan parlementer tersebut dapat dibenarkan atas dasar

konvensi ketatanegaraan dan hukum kebiasaan yang telah diterapkan sebelumnya.

Di samping itu, kenyataan di atas dapat dikatakan juga terjadi karena UUD 1945

sendiri memang dimakudkan hanya sebagai undang-undang dasar kilat menurut

Bung Karno dalam sidang-sidang BPUPK. Oleh karena itu dapat dimaklumi

bahwa UUD 1945 itu belum dapat dijadikan referensi sungguh-sungguh sejak

masa-masa awal kemerdekaan.

76

(25)

memperlihatkan ciri parlementer dalam sistem pemerintahan presidensial yang

dianut oleh UUD 1945. Karena itu, secara normatif, sistem yang dianut oleh UUD

1945 itu bukanlah murni sistem pemerintahan presidensial, tetapi hanya quasi

presidensial.

Sifat quasi atau sistem pemerintahan presidensial yang tidak murni itulah

yang diubah ketika UUD 1945 diubah pada tahun 1999 sampai tahun 2002, yaitu

dengan mengubah kedudukan MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara,

melainkan sebagai lembaga negara yang sederajat dengan Presiden. Di samping

itu, ditentukan pula bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh

rakyat melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Karena itu, dapat

dikatakan bahwa dalam Perubahan Pertama sampai Perubahan Keempat UUD

1945, tergambar adanya semangat untuk mengadakan purifikasi atau pemurnian

sistem pemerintahan presidensial Indonesia dari sistem sebelumnya yang

dianggap tidak murni bersifat presidensial.77

a. Pasal 4 ayat (1) berbunyi; “Presiden Republik Indonesia memegang

kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945’.

Bentuk daripada perubahan tersebut dapat kita lihat dari berbagai aturan

yang dirubah melalui amandemen UUD 1945 mulai dari Perubahan Pertama

sampai dengan Perubahan Keempat, yaitu:

b. Pasal 6A berbunyi; “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu

pasangan secara langsung oleh rakyat”.

77

(26)

c. Pasal 7 berbunyi; “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama

lima tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama,

hanya untuk satu kali masa jabatan”.

d. Pasal 7 C berbunyi; “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau

membubarkan DPR”.

e. Pasla 14 berbunyi; “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan

memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung, dan Presiden

memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan

DPR”.

f. Pasal 17 ayat (2) berbunyi; “Menteri-menteri itu diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden”.78

Dengan berbagai perubahan yang dilakukan sampai dengan empat kali,

mulai dari tahun 1999 sampai tahun 2002, dapatlah dirumuskan suatu sistem

pemerintahan yang benar-benar memiliki karakter sistem pemerintahan

presidensial, atau dengan kata lain bahwa sistem pemerintahan presidensial yang

terdapat dalam UUD 1945 setelah perubahan bisa dikatakan menganut sistem

pemerintahan presidensial murni.

78

Referensi

Dokumen terkait

Hemipenis adalah salah satu karakter yang berasal dari squamates (ular dan kadal), membedakan mereka dari reptil lainnya (tuataras, kura-kura dan buaya), semuanya memiliki satu

Kemudian peneliti mencoba melihat wanita karir dalam pandangan tokoh feminis Indonesia yaitu Husein Muhammad yang pemikirannya masih kental dengan dunia pesantren dan

Dalam arti luas, adalah kegiatan kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih berdasarkan pembagian kerja yang telah ditentukan dalam struktur organisasi dengan

Headline secara terus-menerus dihalaman pertama dengan gambar serta judul yang ditulis dengan ukuran yang cukup besar. Judul berita Republika dengan menggunakan teknik

Penggerakan (actuating) yaitu untuk menggerakan organisasi agar berjalan sesuai dengan pembagian kerja masing-masing serta menggerakan seluruh sumber daya yang ada dalam organisasi

Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match merupakan kegiatan bekerjasama mencari pasangan sambil belajar mengingat dan memahami suatu konsep atau topik

Négy erdélyi arisztokrata család/nemzetség (Jósika, Klebelsberg, Majthényi, Mikes) tagjai a kalksburgi jezsuita kollégiumban és a.. bécsi Theresianumban a

Artinya : Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang