• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELEKSI BERDASARKAN QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) SEBAGAI ALTERNATIF TERHADAP SELEKSI BERDASARKAN VARIETAS PADA TANAMAN PADI SAWAH YANG DIGOGOORGANIKKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SELEKSI BERDASARKAN QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) SEBAGAI ALTERNATIF TERHADAP SELEKSI BERDASARKAN VARIETAS PADA TANAMAN PADI SAWAH YANG DIGOGOORGANIKKAN"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

SELEKSI BERDASARKANQUANTITATIVE TRAIT LOCI(QTL) SEBAGAI ALTERNATIF TERHADAP SELEKSI BERDASARKAN

VARIETAS PADA TANAMAN PADI SAWAH YANG DIGOGOORGANIKKAN

Oleh

Desis Kurniyati

Pemuliaan tanaman menggunakan seleksi berdasarkan varietas telah mencapai masa stagnasi. Oleh karena itu dengan adanya seleksi berdasarkanQuantitative Trait Loci(QTL) diharapkan produksi tanaman padi dapat meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui bahwa seleksi berdasarkan QTL dapat

digunakan sebagai alternatif terhadap seleksi berdasarkan varietas; (2)

mendapatkan ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensepada populasi entri; (3) mengetahui bahwa variabel lebih tepat dijadikan dasar seleksi atau kros

dibandingkan dengan varietas.

Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Januari hingga Juni 2015 di Laboratorium Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih Universitas Lampung. Benih

(2)

kuasi RTS (Rancangan Teracak Sempurna). Sebelum dianalisis ragam, rerata pengamatan diuji Bartlett dan Levene. Bila hasil analisis uji pada analisis ragam nyata pada P < 0,01 atau 0,01 < P < 0,05 maka dilakukan pemeringkatan nilai tengah dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dan uji lanjut denganMultivariate analysis. Pengujian seluruh data menggunakansoftware Minitab Ver. 17 for

Windows. Besar ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensediduga berdasarkan kuadrat nilai tengah (KNT) harapan pada hasil analisis ragam.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa (1) seleksi berdasarkan QTL dapat

digunakan sebagai alternatif terhadap seleksi varietas terlihat pada pemeringkatan berdasarkan BNJ0,05,(2) terdapat ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensepada populasi entri yang tercermin pada variabel tinggi tanaman, jumlah anakan

produktif, bobot gabah hampa, bobot kering malai, bobot seratus butir, dan umur berbunga, (3) berdasarkan analisis dendrogram, variabel lebih tepat untuk

dijadikan dasar seleksi atau kros dibandingkan dengan varietas.

(3)

SELEKSI BERDASARKANQUANTITATIVE TRAIT LOCI(QTL) SEBAGAI ALTERNATIF TERHADAP SELEKSI BERDASARKAN

VARIETAS PADA TANAMAN PADI SAWAH YANG DIGOGOORGANIKKAN

Oleh Desis Kurniyati

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

SELEKSI BERDASARKANQUANTITATIVE TRAIT LOCI(QTL) SEBAGAI ALTERNATIF TERHADAP SELEKSI BERDASARKAN

VARIETAS PADA TANAMAN PADI SAWAH YANG DIGOGOORGANIKKAN

(Skripsi)

Oleh Desis Kurniyati

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pembagian kelas berdasarkan entri ... 32

2. Pembagian kelas berdasarkan variabel ... 34

3. Pemasangan kelambu di lapangan ... 55

4. SeranganLeptocorisa sp. ... 56

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Seleksi ... 8

2.2 Segregasi Transgresif ... 10

2.3 Quantitative Trait Loci(QTL) ... 11

2.4 Program Pemuliaan Tanaman pada Padi Sawah ... 13

2.5 Pemanfaatan Bahan Organik pada Padi Gogo ... 15

2.6 Keragaman Genetik dan Heritabilitas ... 16

III. BAHAN DAN METODE ... 18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.4.1 Pengolahan tanah ... 20

(7)

3.4.3 Pemeliharaan ... 21

3.4.4 Penetapan sampel ... 21

3.4.5 Panen ... 21

3.4.6 Pasca panen ... 22

3.5 Variabel Pengamatan ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Analisis Keragaan Entri ... 25

4.2 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Variabel Vegetatif ... 26

4.3 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Variabel Generatif ... 27

4.4 Analisis Peringkat danClusterpada Entri ... 29

4.5 Pendugaan Ragam Genetik, HeritabilitasBroad Sense, dan Koefisien Keragaman Genetik ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37

PUSTAKA ACUAN ... 38

(8)

i DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitasbroad-sense berdasarkan kuadrat nilai tengah harapan pada hasil

analisis ragam. ... 19

2. Analisis deskriptif untuk karakter seluruh variabel. ... 25

3. Rekapitulasi kuadrat nilai tengah variabel vegetatif. ... 27

4. Rekapitulasi kuadrat nilai tengah variabel generatif. ... 28

5. Peringkat varietas berdasarkan BNJ0,05. ... 30

6. Peringkat QTL berdasarkan BNJ0,05. ... 31

7. Analisisclusterberdasarkan entri. ... 32

8. Analisisclusterberdasarkan variabel. ... 33

9. Nilai dugaan ragam genetik, heritabilitasbroad-sense, dan koefisien keragaman genetik untuk variabel vegetatif dan generatif. ... 36

10. Rerata data penelitian masing-masing entri untuk setiap ulangan. ... 43

11. Uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan ragam. ... 46

12. Analisis ragam untuk tinggi tanaman. ... 46

13. Analisis ragam untuk sudut anakan. ... 47

14. Analisis ragam untuk jumlah anakan. ... 47

15. Analisis ragam untuk umur berbunga. ... 47

(9)

ii

17. Analisis ragam untuk jumlah gabah total. ... 48

18. Analisis ragam untuk jumlah gabah isi. ... 48

19. Analisis ragam untuk jumlah gabah hampa. ... 49

20. Analisis ragam untuk bobot gabah total. ... 49

21. Analisis ragam untuk bobot gabah isi. ... 49

22. Analisis ragam untuk bobot gabah hampa. ... 50

23. Analisis ragam untuk bobot kering malai. ... 50

24. Analisis ragam untuk bobot seratus butir. ... 50

25. Analisis ragam untuk daya tahan blas. ... 51

26. Analisis ragam untuk produksi per m2. ... 51

27. Nilai dugaan ragam genetik, heritabilitasbroad-sense, dan koefisien keragaman genetik untuk variabel vegetatif dan generatif. ... 52

28. Deskripsi padi Situ Bagendit. ... 53

29. Deskripsi padi Kesit. ... 54

(10)
(11)
(12)

Orang pandai dan beradab tak akan diam di kampung halaman Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang Pergilah akan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan teman Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang

Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan Jika mengalir menjadi jernih jika tidak, dia akan keruh menggenang

Singa tak akan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika saja matahari di orbitnya tak bergerak dan terus diam Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang Rembulan jika terus-menerus purnama sepanjang zaman Orang-orang tak akan menunggu saat munculnya datang

Biji emas bagai tanah biasa sebelum digali dari tambang Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan

Kayu gahru tak ubahnya kayu biasa di dalam hutan Jika dibawa ke kota berubah mahal seperti emas

(13)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, Sauri Tauladan Manusia.

Dengan segala kerendahan hati ku persembahkan skripsi ini kepada kedua orangtua ku tercinta, Siswoyo (Alm.) dan Suwarni yang selalu mendoakan ku

untuk menjadi orang yang berguna.

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 20 Desember 1991 dan penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Siswoyo (Alm.) dan Ibu Suwarni. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 1 Langkapura, tahun 2007 di SMP Negeri 2 Bandar Lampung, dan tahun 2010 di SMA Negeri 7 Bandar Lampung. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas

Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

Penulis telah melaksanakan Praktik Umum di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-BATAN) Bidang Pertanian, Pasar Jumat, Jakarta Selatan pada bulan Juli-Agustus 2013. Penulis juga

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Kayu Batu, Way Kanan pada bulan Januari 2013.

(15)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan berkahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Seleksi

Berdasarkan Quantitative Trait Loci (QTL) Sebagai Alternatif Terhadap Seleksi

Berdasarkan Varietas Pada Tanaman Padi Sawah yang Digogoorganikkan”,

sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan Agroteknologi di Universitas Lampung.

Dengan selesainya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Saiful Hikam, M. Sc., Ph. D., selaku pembimbing utama yang telah membimbing dan membantu penulis selama proses penelitian hingga

penyelesaian skripsi ini;

2. Bapak Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M. S., selaku pembimbing kedua atas

perannya yang telah memberikan pengetahuan, nasihat, dan saran pada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak Dr. Ir. Erwin Yuliadi, M. Sc., selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritik dalam skripsi ini;

4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M. P., selaku ketua Jurusan

(16)

5. Ibu Ir. Sri Ramadiana, M. Si., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat selama penulis menjalankan proses perkuliahan; 6. Sri Nurmayanti sebagai teman penelitian yang telah membantu dan

memberikan ilmu selama proses penelitian;

7. Wayan Ana Voulina, Peni Yulianti, Heny Susanti, S. P., Dwi Rosalia, S. P., Aulia Dwi Saputri, S. P., Windi Eka Pratiwi, Tio Galih Dewantoro, Very Wibowo, Egi Wiragala, dan Lugito, S. P., yang telah ikut serta membantu penulis dalam proses penelitan ini, baik di lapangan maupun di laboratorium.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna, akan tetapi semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, Desember 2015

(17)
(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Beras merupakan bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Beras tidak hanya digunakan untuk pangan pokok saja, tetapi juga diolah menjadi berbagai produk penganan dan bahan baku industri (Bappenas, 2013). Kebutuhan beras yang tinggi ini tidak sejalan dengan produksi. Sehingga Indonesia masih mengimpor beras sebesar 472.664,7 ton (BPS, 2015).

Luas lahan sawah yang ada di Indonesia hanya 8,11 juta hektar. Luas lahan pertanian bukan sawah yang sementara tidak diusahakan mencapai 31,36 juta hektar (BPS, 2013). Oleh karena itu peluang untuk memanfaatkan lahan selain persawahan lebih besar. Salah satu sistem yang dapat dimanfaatkan untuk kondisi seperti ini adalah menanam padi dengan sistem gogo.

Sistem gogo merupakam sistem budidaya padi di lahan kering. Kelebihan dari sistem gogo adalah sistem pengairannya yang lebih sederhana. Kebutuhan air pada sistem ini lebih sedikit dibandingkan dengan budidaya padi di lahan

(19)

2 cadangan air serta memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah lahan kering maka ditambahkan bahan organik.

Bahan organik dapat diperoleh dari serasah tanaman atau kotoran ternak. Nutrisi dari bahan organik ini tidak mudah tersedia dan memerlukan waktu yang cukup lama. Namun demikian peran bahan organik sangat diperlukan pada kondisi lahan kering. Bahan organik tidak hanya memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kemampuan tanah memegang air tetapi juga dapat menyediakan unsur hara makro dan mikro yang dapat meningkatkan kesuburan tanah (Kasno, 2009).

Sistem budidaya yang baik saja tidak cukup untuk meningkatkan produksi beras sehingga perbaikan dengan pemuliaan tanaman diperlukan. Program pemuliaan tanaman selama ini menggunakan seleksi berdasarkan varietas. Untuk

meningkatkan kualitas tanaman, kros dilakukan antara varietas terbaik dengan varietas terbaik. Hal ini menyebabkan pembatasan terhadap sumber gen yang berakibat pada stagnasi peningkatan produksi. Angka global dari peningkatan produksi telah mencapai garis lurus hampir untuk semua spesies utama tanaman serealia sejak dimulainya revolusi hijau pada tahun 1960an. Beberapa proyeksi dari keamanan pangan global menduga bahwa stagnasi ini tidak akan berubah selama 40 tahun (Grassini, 2013).

(20)

3 yang mengendalikan. Padi ini sebelumnya telah diuji di empat lokasi yang

berbeda, yaitu di Way Jepara Lampung Timur dengan kondisi tadah hujan

(Lingkungan I), Tulang Bawang Barat dengan kondisi sawah irigasi (Lingkungan II), pada lahan sawah baru di Politeknik Negeri Lampung atau yang disebut dengan lingkungan nurseri (Lingkungan III), dan lahan kering di Politeknik Negeri Lampung atau yang disebut dengan teknik gogo (Lingkungan IV). Untuk membuktikan bahwa gen kendali tersebut dapat diwariskan, maka perlu diketahui nilai heritabilitasnya. Nilai heritabilitas merupakan suatu petunjuk seberapa besar ragam genetik suatu karakter atau sifat dapat diwariskan ke zuriat. Nilai

heritabilitas yang tinggi menunjukkan faktor genetik lebih berperan dibandingkan faktor lingkungan (Poehlman, 1996).

Quantitative Trait Loci(QTL) merupakan daerah gen yang berkontribusi terhadap sifat kuantitatif. Keberadaan QTL di antara varietas tanaman tersebut

memudahkan pemulia tanaman bahkan petani untuk menentukan tanaman yang akan memberikan hasil produksi tinggi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut

(1) Apakah seleksi berdasarkan QTL dapat digunakan sebagai alternatif terhadap seleksi berdasarkan varietas?

(2) Apakah terdapat ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensepada populasi entri?

(21)

4 1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut

(1) Mengetahui bahwa seleksi berdasarkan QTL dapat digunakan sebagai alternatif terhadap seleksi berdasarkan varietas.

(2) Mendapatkan ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensepada populasi entri. (3) Mengetahui bahwa variabel lebih tepat untuk dijadikan dasar seleksi atau kros

dibandingkan dengan varietas.

1.3 Kerangka pemikiran

Padi merupakan tanaman pangan pokok di Indonesia. Produksi padi nasional masih bergantung pada lahan persawahan yang luasnya semakin menurun setiap tahun, selain itu ketersediaan air menjadi salah satu faktor pembatas dalam produksi. Indonesia memiliki luas lahan kering yang lebih besar, sehingga pemanfaat lahan kering dan perbaikan kualitas tanaman memiliki peluang yang besar terhadap peningkatan produksi tanaman padi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan sistem gogo dan pemuliaan tanaman.

Sistem gogo adalah sistem tanam padi di lahan kering. Padi ini tentunya

mengalami stres karena perpindahan dari lahan yang tergenang air ke lahan kering. Bahan organik dapat mengoptimumkan cadangan air dalam tanah dan

(22)

5 Diferensiasi fenotipik terjadi apabila suatu varietas tertentu ditanam pada kondisi lingkungan yang suboptimum. Diferensiasi ini menyebabkan keragaman yang tinggi pada suatu populasi tanaman. Diferensiasi tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor genetik (menurun ke zuriat) dan faktor lingkungan (tidak

menurun ke zuriat). Diferensiasi akibat perbedaan varietas dan QTL menentukan besarnya ragam genetik. Diharapkan bahwa ragam genetik terbesar terdapat pada perbedaan QTL sehingga, seleksi berdasarkan QTL dapat diajukan sebagai alternatif terhadap seleksi populasi berdasarkan varietas.

Uji berbagai lingkungan memunculkan keanekaragaman genetik. Populasi ini sebelumnya telah diuji di empat lokasi yang berbeda, yaitu di Way Jepara Lampung Timur dengan kondisi sawah tadah hujan (Lingkungan I), Tulang Bawang Barat dengan kondisi sawah irigasi (Lingkungan II), pada lahan sawah baru di Politeknik Negeri Lampung atau yang disebut dengan lingkungan nurseri (Lingkungan III), dan lahan kering di Politeknik Negeri Lampung atau yang disebut dengan teknik gogo (Lingkungan IV). Dari uji berbagai lingkungan ini, terdapat QTL dan terpilih tiga varietas padi serta tiga QTL. Untuk membuktikan bahwa QTL tersebut merupakan faktor genetik, maka perlu diketahui nilai heritabilitasnya. Nilai heritabilitas merupakan suatu petunjuk seberapa besar ragam genetik suatu karakter atau sifat dapat diwariskan ke zuriat.

Pada penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa tanaman padi memiliki ragam genetik dan heritabilitasbroad-sense, sehingga QTL yang terekspresikan lebih disebabkan karena pengaruh faktor genetik dibandingkan dengan faktor

(23)

6 dan jumlah bulir, dengan varietas padi yaitu Mutiara, Tewe, dan Kesit. Telah dibuktikan bahwa QTL berperan positif dalam peningkatan produksi tanaman. Selain itu karakter QTL dapat dideteksi secara kasat mata, sehingga mudah digunakan dalam proses seleksi. Dengan demikian bila heritabilitasbroad-sense terbesar berada pada seleksi QTL maka seleksi QTL dapat diajukan sebagai alternatif terhadap seleksi populasi berdasarkan varietas.

Selama ini untuk membedakan kualitas tanaman, varietas digunakan sebagai dasar seleksi. Keberadaan QTL di antara varietas tanaman tersebut memudahkan

pemulia tanaman bahkan petani untuk menentukan tanaman yang akan memberikan hasil produksi tinggi. Pengamatan visual yang dilakukan

memudahkan proses seleksi tanaman. Seleksi berdasarkan QTL lebih sederhana dibandingkan varietas. Pemulia tanaman yang ingin merilis suatu varietas harus memenuhi syarat DUS (Distinct,Uniform,Stable), sedangkan dengan QTL bahkan para petani dapat secara mandiri menyeleksi tanaman padi. Hal ini yang mendorong agar tanaman padi terpilih dapat diuji dan dievaluasi apakah QTL dapat kembali terekspresikan pada generasi selanjutnya. Sehingga seleksi QTL dapat menjadi alternatif terhadap seleksi varietas dalam upaya perbaikan varietas padi di Indonesia.

1.4 Hipotesis

(24)

7 (1) Seleksi berdasarkan QTL dapat digunakan sebagai alternatif terhadap seleksi

berdasarkan varietas.

(2) Terdapat ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensepada populasi entri. (3) Variabel lebih tepat untuk dijadikan dasar seleksi atau kros dibandingkan

(25)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seleksi

Perbaikan hasil dan kualitas hasil melalui pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan cara seleksi, baik seleksi langsung terhadap karakter yang bersangkutan maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat seleksi tidak langsung (melalui karakter sekunder) adalah adanya korelasi genetik antara karakter primer dan sekunder. Korelasi fenotipik juga penting dalam seleksi tanaman, karena seleksi dilakukan terhadap karakter fenotipik. Korelasi genetik antara karakter satu dengan karakter lainnya dapat menguntungkan apabila karakter yang berkorelasi tersebut menunjang perbaikan karakter yang diuji dan hal ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan seleksi tidak langsung (Fehr, 1987). Kemajuan genetik atau sering disebut respons seleksi

(26)

9 Nilai fenotipe suatu tanaman tidak hanya terdiri dari pengaruh genotipe, tetapi juga oleh pengaruh lingkungan dan interaksi genotipe dengan lingkungan (Falconer & Mackay, 1996). Adanya pengaruh genotipe dan interaksi genotipe dengan lingkungan ini akan mengaburkan penarikan kesimpulan mengenai nilai fenotipe tanaman. Oleh sebab itu, suatu individu tanaman dengan keragaan terbaik dalam suatu populasi bersegregasi belum tentu akan menghasilkan populasi zuriat atau suatu famili dengan keragaan yang sama seperti induknya, apabila keragaan terbaik pada induknya itu berasal dari kontribusi pengaruh lingkungan yang lebih besar. Keadaan inilah yang menyebabkan setiap metode seleksi memerlukan waktu paling sedikit enam generasi seleksi (S6), atau hingga mencapai sedikitnya generasi kawin sendiri F7, untuk menghasilkan suatu galur harapan (Jambormias dan Riry, 2009).

Berdasarkan diskusi langsung dengan Saiful Hikam, 2015, seleksi yang dilakukan selama ini adalah seleksi berdasarkan varietas. Keberadaan QTL di antara

varietas tanaman tersebut memberikan harapan akan peningkatan produksi. Karakter QTL dapat diamati secara kasat mata. Hal ini memudahkan proses seleksi tanaman yang akan memberikan hasil produksi tinggi. Seleksi

berdasarkan QTL lebih sederhana dibandingkan varietas. Pemulia tanaman yang ingin merilis suatu varietas harus memenuhi syarat DUS (Distinct,Uniform, Stable), sedangkan dengan QTL bahkan para petani dapat secara mandiri

(27)

10 2.2 Segregasi Transgresif

Zuriat pertama (F1) dari suatu hasil persilangan umumnya homogen dan heterozigot, dengan homogenitas dan heterozigositas maksimum tercapai pada hasil persilangan tunggal. Heterozigositas persilangan tunggal bahkan ditemukan pada semua lokus. Hasil perkawinan sendiri (selfing) zuriat F1, menghasilkan zuriat F2 yang umumnya merupakan populasi hasil segregasi yang heterogen, dengan campuran individu-individu yang mengandung genotipe-genotipe homozigot, kombinasi homozigot dan heterozigot, dan genotipe-genotipe heterozigot (Stoskopf dkk., 1993). Di antara genotipe-genotipe yang heterogen ini, terdapat genotipe-genotipe hasil segregasi yang bersifat transgresif (Poehlman & Sleper, 1996).

Frekuensi heterozigositas akan semakin berkurang dengan bertambahnya generasi kawin sendiri F3, F4, F5, F6 dan seterusnya, dan berimplikasi pada meningkatnya homozigositas (Allard, 1960). Pelaksanaan seleksi setelah persilangan untuk pemuliaan galur bertujuan untuk meningkatkan frekuensi genotipe-genotipe segregan transgresif yang dikehendaki dari dalam populasi homozigositas dan heterozigositas pada setiap generasi, hingga diperoleh genotipe-genotipe

segregran transgresif homozigot untuk semua gen yang telah mengalami fiksasi.

(28)

11 ada pengaruh lingkungan yang besar, maka teoritis, suatu segregan transgresif telah ada pada Generasi Segregasi F2.

Segregasi transgresif membentuk dua gugus segregan transgresif dalam spektrum sebaran, yaitu lebih kecil dari sebaran tetua dengan keragaan rendah, dan lebih besar dari sebaran tetua dengan keragaan tinggi. Bila menggunakan seleksi positif, misalnya seleksi untuk memperoleh varietas yang produksi bijinya tinggi,

kandungan protein biji tinggi, dan berbagai sifat yang ingin ditingkatkan nilai fenotipenya, maka gugus segregan transgresif dengan keragaan yang lebih besar dari keragaan tetua tertinggi yang akan ditingkatkan frekuensi genotipenya, sedangkan gugus segregan trasgresif dengan sebaran yang lebih kecil dari

keragaan tetua rendah dibuang. Keadaan sebaliknya berlaku untuk seleksi negatif, misalnya seleksi untuk memperoleh varietas berumur genjah.

2.3 Quantitative Trait Loci(QTL)

Pemetaan QTL melibatkan langsung genom, satu penanda dalam satu kali, membagi individu-individu ke dalam kelas penanda genotipe, dan melakukan uji statistik untuk menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan dalam fenotipe antara kelas penanda genotipe. Jika ada perbedaan seperti itu, maka QTL ini terkait dengan penanda. Prosedur ini, seperti dijelaskan, kurang

(29)

12 Berdasarkan diskusi langsung dengan Saiful Hikam, 2015, tampilan fenotipe seperti tinggi tanaman, umur berbunga, dan lain-lain dapat dijadikan dasar dalam seleksi. Karakter fenotipik yang dapat dijadikan dasar seleksi merupakan sifat kuantitatif yang berpengaruh positif terhadap produksi. Quantitative trait loci merupakan daerah gen yang berkontribusi terhadap sifat kuantitatif tersebut. Sifat kuantitatif ini dikendalikan oleh gen minor yang jumlahnya banyak. Faktor lingkungan tidak dapat diabaikan, tetapi dengan terbuktinya 1-2 gen saja untuk kendali maka, lingkungan dapat diabaikan. Recurrent phenotypic selectionadalah proses seleksi berdasarkan tampilan karakter fenotipik suatu tanaman. Pada lingkungan yang berbeda-beda fenotipe tersebut tetap muncul dan stabil sehingga, diduga ada gen yang mengendalikan. Gene sequencingmenggunakanisozyme ataupolymerase chain reaction(PCR) dapat membuktikkan keberadaan gen kendali tersebut.

Adapun fenotipe QTL yang telah terbukti keberadaannya adalah sebagai berkut a. Sudut Anakan

Lokus untuk sudut kemiringan anakan yaitu yrqTA-9a mengendalikan sudut anakan yang besar pada fase vegetatif kemudian mengecil pada fase pematangan biji (Chen dkk., 2008 dalam Suprayogi, 2011).

b. Jumlah Bulir

(30)

13 lokal tanaman padi tersebut dengan QTL utama untuk cabang primer dan

sekunder per malai, dan jumlah malai per tanaman. Interval QTL dipersempit menjadi 11,1 cM (0,78 Mbp) dengan enam penanda tambahan. Microarray transcriptome profilemengungkapkan delapan gen dalam qGN4-1 wilayah diferensial dinyatakan antara dua tetua selama pengembangan awal malai (Deshmukh dkk., 2010).

c. Tinggi tanaman

Lin dkk. (2011) melaporkan bahwa terdapat 10 QTL yang mempengaruhi tinggi tanaman (plant height)yakni pada kromosom pertama berada di antara E60551 dan RM1387, pada kromosom keenam yang berada di antara R3879 dan RM30 yang merupakan interval yang berdekatan dengan Qph6.2, RM30 dan RM340.

2.4 Program Pemuliaan Tanaman pada Padi Sawah

(31)

14 Menurut Harahap dkk. (1972), persilangan padi di Indonesia dimulai pada tahun 1920-an, dengan memanfaatkangene poolyang dibangun melalui introduksi tanaman. Sampai dengan tahun 1960-an, pemuliaan padi diarahkan pada lahan dengan pemupukan yang rendah, atau tanaman kurang responsif terhadap pemupukan. Pelepasan varietas padi pertama kali dilakukan pada tahun 1943, yaitu varietas Bengawan. Varietas tipe Bengawan memiliki latar belakang genetik yang merupakan perbaikan dari varietas Cina yang berasal dari Cina, Latisail dari India, dan Benong dari Indonesia (Hargrove dkk., 1979). Varietas IR64

diintroduksi dan dilepas sebagai varietas unggul di Indonesia pada tahun 1986. Varietas ini sangat digemari oleh petani dan konsumen, terutama karena rasa nasi yang enak, umur genjah, dan hasil relatif tinggi. Pembentukan varietas padi dilakukan dengan menyilangkan beberapa tetua, kemudian dari turunan

persilangan tersebut dipilih tanaman-tanaman yang mempunyai sifat-sifat yang baik. Persilangan umumnya dilakukan dengan silang tunggal (single cross), silang puncak (top cross), silang ganda (double cross), dan silang balik (back cross). Metode pemuliaan yang digunakan di Indonesia sampai dengan tahun

1950-an adalah metodebulk, kemudian beralih kepada metodepedigree.

Varietas-varietas yang ditanam petani saat ini memiliki kekerabatan yang erat. Eratnya kekerabatan antarvarietas tersebut terjadi akibat suatu varietas disilangkan dengansisterline-nya atau dengan varietas yang merupakan keturunannya.

(32)

15 2.5 Pemanfaatan Bahan Organik pada Padi Gogo

Padi gogo yang ditanam di lahan kering tentu membutuhkan kondisi lingkungan yang mendukung. Karena padi pada umumnya dibudidayakan di lahan

persawahan maka, pada lahan kering ini dibutuhkan bahan organik untuk dapat menjaga ketersediaan air lebih lama. Bahan organik tanah merupakan sisa jaringan tanaman dan hewan yang telah mengalami dekomposisi, baik sebagian maupun seluruhnya, biomasa mikroorganisme, bahan organik tanah terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik berperan penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Peran bahan organik adalah meningkatkan kesuburan tanah,

memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah memegang air, meningkatkan pori-pori tanah, dan memperbaiki media perkembangan mikroba tanah. Tanah berkadar bahan organik rendah berarti kemampuan tanah

mendukung produktivitas tanaman rendah. Hasil dekomposisi lahan organik berupa hara makro (N, P, dan K), makro sekunder (Ca, Mg, dan S) serta hara mikro yang dapat meningkatkan kesuburan tanaman. Hasil dekomposisi juga dapat berupa asam organik yang dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Dalam jangka panjang pemberian bahan organik dapat meningkatkan pH tanah, hara P, KTK tanah dan hasil tanaman, serta dapat menurunkan kadar Al, Fe, dan Mn. Pemberian kompos 5 t/ha meningkatkan kandungan air tanah pada tanah subur (Kasno, 2009).

(33)

16 tersebut. Rendahnya ketersediaan hara dari kotoran ternak antara lain disebabkan karena bentuk N, P, serta unsur lain terdapat dalam bentuk senyawa kompleks organo protein atau senyawa asam humat atau lignin yang sulit terdekomposisi (Hartatik dan Widowati, 2006).

2.6 Keragaman Genetik dan Heritabilitas

Keragaman genetik disebabkan oleh perbedaaan nilai genotipe suatu populasi, dinyatakan dengan koefisien keragaman genetik. Nilai koefisien keragaman genetik membantu pengukuran diversitas genetik pada suatu sifat dan melengkapi cara dalam membandingkan keragaman genetik di dalam sifat-sifat kuantitatif. Kemajuan seleksi yang efektif didapatkan dengan menggunakan koefisien keragaman genetik dipadu dengan nilai heritabilitas (Dimyati, 1977).

Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memegang peranan yang sangat penting karena semakin tinggi keragaman genetik semakin tinggi pula peluang untuk mendapatkan sumber gen bagi karakter yang akan diperbaiki. Keragaman genetik yang luas menunjukkan adanya pengaruh genetik yang lebih dominan daripada pengaruh lingkungan (Martono, 2009). Besarnya keragaman genetik suatu sifat dalam populasi akan mempengaruhi besarnya heritabilitas. Agar seleksi sifatinterestdapat diturunkan kepada zuriat hibrida, tetua inbred harus memiliki kemampuan pewarisan sangat penting dalam suatu perakitan varietas baru (Fehr, 1987).

(34)

17 terhadap ragam fenotipiknya. Dalam hal ini, ragam genetik merupakan ragam genetik total yang mencakup ragam dominan (σ2g D), ragam aditif (σ2g A), dan ragam epistasis (σ2g I) (Roy, 2000). Nilai heritabilitas berguna untuk menentukan derajat perbedaaan fenotipe yang disebabkan oleh pengaruh genotipe (Johnson, 1963).

Fehr (1987) menyatakan bahwa heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi

genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya. Sedangkan korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi tanaman, untuk mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi terhadap produktivitas yang tinggi (Wirnas dkk., 2006).

(35)

18

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu dan

Laboratorium Benih Universitas Lampung, Bandar Lampung pada bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2015.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan organik (kotoran sapi), dolomit, furadan, dan tiga varietas padi yaitu Mutiara, Tewe, dan Kesit serta tiga tipe simpang yang diduga QTL yaitu sudut anakan, jumlah bulir (JBU), dan tinggi tanaman.

Sedangkan alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu, bendera sampel, kantung-kantung plastik, gunting,cutter, penggaris, pensil, timbangan,seed blower,seed counter, kamera digital, isolasi, kertas, dan kelambu.

3.3 Metode Penelitian

(36)

19 3.3.1 Analisis Penelitian

Penelitian ini disusun berdasarkan kuasi RTS (Rancangan Teracak Sempurna) karena dalam penelitian ini tidak menggunakan ulangan kelompok. Masing-masing entri ditanam 3 ulangan dengan 5 benih per lubang tanam. Sebelum dianalisis ragam, rerata pengamatan pada masing-masing variabel diuji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan ragam. Bila hasil analisis uji pada analisis ragam nyata pada P < 0,01 atau 0,01 < P < 0,05 maka dilakukan pemeringkatan nilai tengah dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dan uji lanjut denganMultivariate analysis. Pengujian seluruh statistika data menggunakansoftware Minitab Ver. 17

[image:36.595.107.520.457.542.2]

for Windows. Besar ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensejuga diduga berdasarkan kuadrat nilai tengah (KNT) harapan pada hasil analisis ragam,

Tabel 1. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitasbroad-senseberdasarkan kuadrat nilai tengah harapan pada hasil analisis ragam.

Sumber Keragaman

DK KNT KNT Harapan

Ulangan u–1 KNT3

Entri v–1 KNT2 σ2+ uσ2g

Galat Residual KNT1 σ2

Total (uv)-1

Nilai keragaman genetik suatu karakter ditentukan berdasarkan ragam genetik (σ2g) dan standar deviasi ragam genetik(GB) σ2g menurut rumus berikut

= 2 1± (GB) g = 2 2

2 + 2+

(37)

20 Sedangkan rumus heritabilitasbroad-sense( ) dan standar deviasi heritabilitas broad-sense(GB) menjadi

=

/u + g ± ( ) = /u + g 100%

dan akan nyata apabila nilainya≥ 1 GB (Hallauer dan Miranda, 1986).

Dengan koefisien keragaman genetik (KKg)

%KKg = 100% Keterangan:

u = ulangan KNT = kuadrat nilai tengah v = varietas GB = galat baku

= ragam genetik = heritabilitasbroad-sense x = rata-rata GB = galat baku

dk = derajat kebebasan KKg = koefisien keragaman genetik

3.4 Pelaksanaan penelitian

3.4.1 Pengolahan tanah

(38)

21 3.4.2 Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara benih dikompositkan untuk masing-masing varietas Mutiara, Kesit, dan Tewe serta QTL Sudut anakan, JBU, dan Tinggi. Benih kemudian dimentiskan terlebih dahulu dan ditanam dengan masing-masing lubang tanam lima benih dan jarak tanam 25 x 25 cm.

3.4.3 Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyiraman, penyiangan,

pemupukan, dan pengendalian predator. Untuk penyiraman dilakukan sehari satu kali. Dalam penelitian ini pupuk yang digunakan adalah pupuk organik yang diaplikasikan sebanyak satu kali yaitu pada saat pengolahan lahan dilakukan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan tanaman akibat predator digunakan kelambu yang dipasang mengelilingi areal pertanaman. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara manual yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman.

3.4.4 Penetapan sampel

Setiap entri diberikan 5 benih per lubang tanam yang kemudian akan diamati.

3.4.5 Panen

Padi yang siap untuk dipanen harus memiliki kriteria 90 % bulir padi telah

(39)

22 dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi label untuk dibawa ke

laboratorium.

3.4.6 Pasca panen

Sampel-sampel tanaman padi yang telah dimasukkan ke dalam plastik, kemudian diukur tinggi tanamannya dan dipotong malainya. Malai yang telah dipotong kemudian dirontokkan, lalu antara malai dan biji padi yang telah dirontokkan tadi dimasukkan ke dalam amplop kertas yang terpisah. Setelah itu dilakukan

pengeringan yang dapat dilakukan dengan bantuan sinar matahari sampai kadar air mencapai 14 %.

3.5 Variabel pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap peubah umum yang berkaitan dengan produksi antara lain sebagai berikut

(1) Tinggi tanaman. Tinggi tanaman dengan satuan centimeter (cm) diukur dari pangkal batang hingga ujung daun bendera pada tiap rumpun.

(2) Sudut anakan. Sudut anakan diukur secara visual dengan diberi nilai yaitu lebar adalah 3, sedang adalah 2, dan sempit adalah 1.

(3) Jumlah anakan per rumpun. Jumlah anakan dihitung pada tiap-tiap rumpun tanaman padi.

(4) Umur berbunga. Umur berbunga dilihat pada saat tanaman minimal telah mencapai 50 % fase berbunga.

(40)

23 (6) Jumlah gabah total per rumpun. Jumlah gabah total ditentukan dengan cara

menghitung keseluruhan jumlah gabah tiap rumpun.

(7) Jumlah gabah isi per rumpun. Jumlah gabah isi ditentukan dengan cara memisahkan antara gabah isi dan gabah hampa menggunakan alat pembersih benih kemudian dihitung menggunakan alat hitung benih.

(8) Jumlah gabah hampa per rumpun. Jumlah gabah hampa ditentukan dengan cara menghitung jumlah gabah hampa per rumpun menggunakan alat penghitung benih.

(9) Bobot gabah total per rumpun. Bobot gabah total dengan satuan gram (g) ditentukan dengan cara menghitung keseluruhan bobot gabah tiap rumpun. (10) Bobot gabah isi per rumpun. Bobot gabah isi dengan satuan gram (g)

ditentukan dengan cara menimbang gabah isi tiap kantong.

(11) Bobot gabah hampa per rumpun. Bobot gabah hampa dengan satuan gram (g) ditentukan dengan cara menimbang gabah hampa tiap kantong.

(12) Bobot kering malai per rumpun. Bobot kering malai dengan satuan gram (g) ditentukan dengan cara menimbang malai yang telah dikeringkan.

(13) Bobot 100 bulir isi. Bobot 100 bulir isi dengan satuan gram (g) ditentukan dengan mengambil 100 butir gabah isi/bernas dan kemudian ditimbang. (14) Daya tahan blas. Daya tahan blas dengan satuan persen (%) ditentukan

dengan rumus sebagai berikut

Jumlah tanaman terkena blas

Jumlah tanaman keseluruhan x 100%

(41)

24

Jarak antara 5 tanaman adalah = (25 cm + 25 cm + 25 cm + 25 cm) = 100 cm

= 1 meter

Luas untuk 5 tanaman = (1 m x 0,25 m) = 0,25 m2

Produksi 5 tanaman = χ g/0,25 m2

Produksi per m2adalah = (produksi 5 tanaman x 4)

(42)

37

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut

(1) Seleksi berdasarkan QTL dapat digunakan sebagai alternatif terhadap seleksi varietas terlihat pada pemeringkatan berdasarkan BNJ0.05.

(2) Terdapat ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensepada populasi entri yang tercermin pada variabel tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, bobot gabah hampa, bobot kering malai, bobot seratus butir, dan umur berbunga. (3) Berdasarkan analisis dendrogram, variabel lebih tepat untuk dijadikan dasar

seleksi atau kros dibandingkan dengan varietas.

5.2 Saran

(43)

38

PUSTAKA ACUAN

Allard, R.W. 1960.Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Astorhie, Z. T. 2013. Evaluasi Segregasi Quantitative Trait Loci (QTL) pada Tanaman Padi Sawah Varietas Lokal yang Digogoorganikkan.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Bappenas. 2013. Studi Pendahuluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019. Direktorat Pangan dan Pertanian. Jakarta Pusat.

Barmawi, M., Andika, Y., dan Nyimas, S. 2013. Daya waris dan harapan

kemajuan seleksi karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan antaraYellow BeandanTaichung. Bandar Lampung.Jurnal Agrotek Tropika. Vol. 1 hal. 20–24.

Badan Pusat Statistik. 2013. Luas Lahan Menurut Penggunaan 2013. BPS Jakarta. Indonesia.

Badan Pusat Statistik. 2015. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi. BPS Jakarta. Indonesia

Deshmukh, R., Singh, A., Jain, N., Anand, S., Gacche, R., Gaikwad K., Sharma, T., Mohapatra, T., dan Singh N. 2010. Identification of candidate genes for grain number in rice (Oryza sativaL.).Funct Integr Genomics. 10 (3):339-47.

Dimyati, A. 1977. Keragaan Genetik dan Hubungan Antara Beberapa Sifat Kuantitatif pada Kedelai (Glycine max(L.) Merr.).Tesis. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung.

Falconer, D. S. dan T. F. C. Mackay. 1996.Introduction to Quantitative Genetics Fourth Edition. Adison-Wesley Longman, Harlow UK.

(44)

39 Grassini, P., Kent M. E., and Kenneth G. C.2013. Distinguishing between yield

advances and yield plateaus in historical crop production trends. Nebraska.Nature Communications. DOI: 10.1038/ncomms3918 Hallauer, A. R., dan J. B. Miranda Fo. 1986.Quantitative Genetics in Maize

Breeding.Iowa State University Press. Iowa. USA.

Harahap, Z., H. Siregar, dan B.H. Siwi. 1972.Breeding Rice Varieties for Indonesia. In Rice Breeding. IRRI, Philippines. p. 141–146. Hargrove, T. R., W. R. Coffman, dan V. L. Cabanilla. 1979. Genetic

interrelationship of improved rice varieties in asia.IRRI Research Paper. No. 23.

Hartatik, W. dan L. R. Widowati. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jawa Barat.

Hikam, S. 2010. Teknik Perancangan dan Analisis Pemuliaan Tanaman. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Dalam penerbitan 31 hlm.

Hikam, S. 25 Maret 2015. Seleksi QTL dan Seleksi Varietas. Diskusi bersama Desis Kurniyati.

Hill, J., Becker, H. J. and Tigerstedt, P. M. A. 1998.Quantitatif and Ecological Aspect of Plant Breeding. Chapman & Hall.

Jambormias, E. dan Riry, J. 2009. Penyuaian data dan penggunaan informasi kekerabatan untuk mendeteksi segregan transgresif sifat kuantitatif pada tanaman menyerbuk sendiri (suatu pendekatan dalam seleksi). Universitas Pattimura. Ambon.Jurnal Budidaya Pertanian. 5 (1): 11-18. Johnson, W.D. 1963.Heritability In: W.D. Hanson and H.F.Robinson (Eds)

Statistical Genetical and Plant Breeding. Nat. Acad. Sci. Nat. Res. Comc. Oubl. 982 Washington DC.

Kasno, A. 2009. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

(45)

40 52:1-14.

Liu, G. F., Xu, H. M., Yang, J., Zhu, J. 2006. Genetic analysis on tiller number and plant height per plant in rice (Oryza sativaL.). Guangzhou. China.

Journal of Zhejiang University32 (5):529-534.

Mackay, T. F.C. 2001. Quantitative trait loci in Drosophila.Macmillan Magazines Ltd. 2:11-12.

Martono, B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antarkarakter kuantitatif Nilam (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas.Jurnal Littri. 15 (1): 9-15.

Miura, K., Ikeda, M., Matsubara, A., Song, X. J., Ito, M., Asano, K., Matsuoka, M., Hideni, K., Motoyuki, A. 2010. OsSPL14 promotes panicle

branching and higher grain productivity in rice.Nature Genetics 42:545-549.

Poehlman, J.M. and D.A. Sleper. 1996.Breeding Field Crops Fourth Edition. Iowa State University Press. Iowa.

Rahman, L., Salina, K., Jae, H. R., Hae, J. K. 2011. Mapping of QTLs involved in resistance to rice blast (Magnaporthe grisea) usingOryza minuta

introgression lines.Czech Journal Genet Plant Breed47 (3):85-94. Roy, D. 2000.Plant Breeding, Analysis and Exploitation of Variation. Narosa

Publishing House. New Delhi. 701p.

Saputri, Y. S. 2013. Pendugaan komponen genetik, daya gabung, dan segregasi biji pada jagung manis kuning kisut.Jurnal Agrotek Tropika. Vol 1 : 25 –31.

Sijabat, O. N. S. BR. 2007. Epidemi Penyakit Blas (Pyricularia oryzaeCav.) pada Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryzae sativaL.) dengan Jarak Tanam Berebeda Dilapangan.Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Stoskopf, N. C., D. T. Tomes and B. R. Christie. 1993.Plant Breeding.Theory and Practice. Boulder. Colorado. USA.

Suprayogi, L. 2011. Evaluasi Plasma Nutfah Padi yang Tersegregasi Transgresif Sebagai Tetua Inbred pada Perakitan Padi Inbrida dan Hibrida.Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

(46)

41 Wirnas D., I. Widodo, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan D. Sopandie. 2006.

Pemilihan Karakter Agronomi untuk Menyusun Indeks Seleksi pada 11 Populasi Kedelai Generasi F6. Bul. Agron. (34) (1) 19–24.

Gambar

Tabel 1. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense berdasarkankuadrat nilai tengah harapan pada hasil analisis ragam.

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan anak merupakan pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak. Dalam sebuah keluarga tentunya orang tualah yang memiliki peran penting terhadap pendidikan

[r]

Penelitian dan pengembangan ini dipilih berawal dari permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran melalui observasi, kuisioner analisis buku teks yang tersedia,

Internet ( new media ) telah mempengaruhi sendi sendi interaksi masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia khususnya, tidak hanya seputar industri

Kelarutan dalam alkohol dapat dihitung dari banyaknya alkohol yang ditambahkan pada minyak daun kayu manis, sehingga terlarut secara sempurna yang ditandai dengan

Hasil pengujian khasiat pengobatan luka bakar sediaan topikal mengandung bahan aktif fraksi ekstrak pegagan terhadap kulit kelinci berdasarkan uji histopatologi

kemudahaan dalam penggunaan yang digunapakai untuk melihat respon masyarakat terhadap pembayaran eletronik adalah tinggi dengan nilai berada pada tahap 90 peratus ke atas

後、9 月 18 日付けの三段記事で速報された「科学技術新体制/確立要綱案成る/内閣に 技術院