• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI AKUNTANSI KEWAJIBAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TEORI AKUNTANSI KEWAJIBAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI AKUNTANSI

“KEWAJIBAN”

OLEH KELOMPOK 7:

1. DWI PUTRI AGUSTINA

(A1C 012 033)

2. I GEDE KENJO APRIDEON

(A1C 012 053)

3. MEGAWATI ASMARA PUTRI

(A1C 012 087)

4. NI PUTU SRIYANI

(A1C 012 101)

AKUNTANSI A

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MATARAM

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Makalah ini dususun guna memenuhi kewajiban tugas kami dalam mata kuliah “Teori Akuntansi”.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Mataram, Mei 2015

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...2

DAFTAR ISI...3

BAB I PENDAHULUAN...4

A. Latar Belakang...4

B. Rumusan Masalah...5

C. Tujuan...5

BAB II PEMBAHASAN...6

1. Pengertian Kewajiban...6

2. Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian Kewajiban...13

3. Pelunasan Kewajiban...19

4. ...

5. ...

BAB III PENUTUP...

Kesimpulan...

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Akuntansi merupakan aktivitas jasa. Fungsinya adalah untuk menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas (kesatuan) usaha yang dipandang akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan pilihan yang tepat di antara berbagai alternatif tindakan. Semua badan usaha, tanpa memandang besar dan sifat operasinya, memerlukan catatan-catatan yang akurat untuk transaksi usaha. Perusahaan yang tidak menyelenggarakan catatan yang akurat tidak akan dapat beroperasi seefisien dan semenguntungkan perusahaan yang menyelenggarakan catatan yang akurat. Di samping itu, kebutuhan para pemakai informasi akuntansi atas keakuratan data akuntansi menyebabkan perusahaan menyelenggarakan pembukuan dan catatan yang akurat, yang secara wajar mencerminkan aktivitas usaha perusahaannya.

Setiap transaksi yang dilakukan dalam perusahaan mempengaruhi posisi keuangan yaitu posisi harta (aktiva), utang (kewajiban), dan modal (ekuitas) perusahaan. Aktiva adalah manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu. Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang sangat mungkin terjadi pada masa mendatang yang timbul dari keharusan yang dihadapi entitas tertentu saat ini untuk mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu. Ekuitas atau aktiva bersih merupakan hak residual atas aktiva entitas atau perusahaan yang masih ada sesudah dikurangi dengan kewajiban-kewajibannya.

Menurut FASB, Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransferk aset atau menyediakan / menyerahkan jasa kepada kesatuan lain dimasa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.

Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut cukup lengkap secara semantic. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber – sumber lain.

(5)

ekonomik masa datang untuk asset sedangkan untuk kewajiban hal tersebut menimbulkan keharusan sekarang pengorbanan manfaat ekonomik masa datang.

Seperti asset, kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi semantic berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen lain yaitu asset dan ekuitas atau pos-pos rincinya. Kewajiban merepresentasikan sebagian sumber dana dari asset badan usaha berupa potensi jasa (manfaat) fisis dan nonfisis yang memampukannya untuk menyediakan barang dan jasa.

Untuk dapat disebut kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau tanggungjawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian Kewajiban?

2. Bagaimana pengakuan, pengukuran, dan penilaian Kewajiban? 3. Bagaimana pelunasan terkait dengan Kewajiban?

C. TUJUAN

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEWAJIBAN

FASB mendefinisi kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg. 35):

Liabilities are probable future sacrifices of economic benefits arising from present obligations of a paticular entity to transfer assets or provide services to other entities in the future as a result of past transactions or events.

Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi kewajiban sebagai berikut:

A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events, the settlement of which is expected to result in a outflow from the enterprise resources embodying economic benefit.

Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standars Board (AASB) mendefinisi kewajiban sebagai berikut:

Liabilities are the future sacrifices of service potential of future economic benefits that the entity is presently obliged to make to other entities as a result of past transaction or other past events.

Definisi-definisi di atas memisahkan antara makna atau pengertian da pengukuran serta pengakuan sehingga definisi tersebut lebih bersifat semantik daripada struktural. Definisi IASC dan AASB menanggalkan kata probable karena dianggap bahwa dia merupakan kriteria pengakuan bukan sifat dari kewajiban. Kriteria ini dinyatakan AASB sebagai berikut (penebalan oleh penulis):

(7)

a. It is probable that the future sacrifice of servise potential or future economic benefits will be required; and

b. The amount of the liability can be measured reabily.

Seperti dalam definisi aset, APB No. 4 mendefinisi kewajiban dengan menggabungkan makna, pengukuran, dan pengakuan sebagai berikut (prg. 132):

Liabilities-economic obligations of an enterprise that are recognized and measured in conformity with generally accepted accounting principles. Liabilities also include certain deferred credit that are not obligations but that are recognized and measured in conformity with generally accepted accounting princilples.

Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut cukup lengkap secara semantik. Artinya definisi tersebut telah mencakup berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber-sumber yang lain.

APB No. 4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic obligations

yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini berarti bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan kriteria pengakuan dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian kewajiban menjadi tidak lengkap tanpa memahami pengertian GAAP sehingga secara semantik definisi APB kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Hal ini berbeda dengan AASB yang memisahkan antara pengertian dan prosedur pengukuran dan pengakuan. Berbeda dengan definisi-definisi yang lain, APB memasukkan pos-pos tertentu yang bukan keharusan untuk mengorbankan sumber ekonomik sebagai bagian dari kewajiban.

Definisi-definisi kewajiban di atas sangat menekankan konsep kesatuan usaha dengan dinyatakannya secara eksplisit ungkapan kesatuan usaha di dalamnya untuk menunjukkan pihak yang mempunyai keharusan untuk melakukan pengorbanan ekonomik. Selain definisi APB, definisi kewajiban selalu memuat pula ungkapan menfaat ekonomik, sumber ekonomik, atau potensi jasa. Ini berarti bahwa pengetian kewajiban tidak dapat dipisahkan dengan pengertian aset. Aset dapat menimbulkan kewajiban dan sebaliknya timbulnya kewajiban dapat dibarengi dengan pengakuan aset.

(8)

Pengorbanan Manfaat Ekonomik

Untuk dapat disebut sebagai kawajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas (duty) atau tanggungjawab (responsibility) kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau menggunaan aset kesatuan usaha.

Transfer manfaat ekonomik kepada pemilik (pemegang saham) tidak termasuk dalam pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang yang membentuk kewajiban karena untuk menjadi kewajiban pengorbanan tersebut harus bersifat memaksa (nondiscretionary) dan bukan atas dasar kebijakan atau keleluasaan menajemen untuk memutuskan (discretionary) baik dalam hal jumlah rupiah maupun dalam saat transfer. Secara umum, keharusan mengorbankan sumber ekonomik masa datang tidak dapat menjadi kewajiban kalau kaharusan tersebut bersifat terbuka atau tidak pasti (open-ended). Kesatuan usaha tidak mempunyai keharusan untuk mentransfer aset ke pemilik kecuali dalam hal kesatuan usaha dilikuidasi.

Bahwa pengorbanan ekonomik harus dikaitkan dengan pihak lain berarti bahwa kewajiban hanya dapat terjadi antarkesatuan usaha atau paling tidak melibatkan kesatuan usaha yang lain. kewajiban tidak timbul dari kejadian internal suatu kesatuan usaha.

Keharusan Sekarang

Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan (obligation atau duties) sekarang. Pengertian “sekarang” (present) dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya, pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada. Tentu saja jumlah rupiah pengorbanan yang dipaksakan pada tanggal neraca tidak akan sebesar jumlah rupiah yang akan dibayar di masa datang (setelah tanggal neraca). Perbedaan ini terjadi akiat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu bunga yang bermakna sebagai nilai waktu uang atau harga penundaan (the time value of money or the price of delay).

(9)

sebenarnya adalah keharusan yang sekarang ada. Jadi, keharusan sekarang seharusnya menjadi fokus atau kata kunci definisi. Kam mengusulkan pemfrasaan kembali definisi kewajiban sebagai berikut:

Liabilities are obligations of a particular wntity which necessiatethe entity to transfer assets or render service to other entities in the future, and are the result of past transactions ao events.

Keharusan mengorbankan sumber ekonomik dapat timbul akibat pejanjian antara dua kesatuan usaha, pengenaan/pemaksaan (imposition) pada entitas oleh pemerintah atau pengadilan, atau kondisi lingkungan bisnis (soail, politik, dan ekonomik). Pengertian kewajiban mencakupi keharusan kontraktual (contractual atau legally enforceable obligations), keharusan konstruktif atau bentukan (constructive obligations), keharusan demi keadilan (equitable obligations), dan keharusan bergantung atau bersyarat (contingent obligations).

Keharusan kontraktual adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan ussaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek hukum sebagi lingkungan eksternal yang tidak dapat dihindari (unavoidalbe) dan dapat memaksakan secara hukum untuk memenuhinya (legally unforceableI). Penghindaran kewajiban dari keharusan kontraktual menimbulkan sanksi atau hukuman. Pihak yang harus dilunasi pada umumnya sudah jelas dan bukti tentang adanya keharusan ini biasanya didukung oleh dokumen tertulis sehingga keterverifikasiannya tinggi.

Keharusan konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik (best business practice) atau atika bisnis (business ethics) dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis. Kebijakan tersebut menimbulkan kewajiban karena kesatuan usaha sengaja memberi, mengkonstruksi, atau membentuk hak bagi pihal lain tanpa harus melalui perjanjian tertulis yang disepakati kedua pihak.

(10)

karena peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat. Keharusan ini muncul dari tugas kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, adil, dan benar menurut hati nurani dan rasa keadilan. Tidak ada sanksi hukum untuk tidak memnuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini mengikat lantaran sanksi sosial atau moral.

Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu di masa datang. Kebergantungan (contingency) adalah suatu kondisi, situasi, atau serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian yang menyangkut laba atau rugi yang mungkin terjadi. Munculan yang harus dikonfirmasi dengann kejadian atau syarat masa datang untuk kedua kebergantungan tersebut adalah:

a) Yang berkaitan dengan kebergantungan laba: perolehan aset versus tidak atau pengurangan suatu kewajiban atau tidak, atau

b) Yang berkaitan dengan kebergantungan rugi: hilangnya atau turunnya nilai suatu aset versus tidak atau timbulnya suatu kewajiban versus tidak.

FASB menjelaskan bahwa bila terdapat kebergantungan rugi, kemungkinan atau kebolehjadian bahwa suatu atau beberapa kejadian masa datang akan memastikan munculan (b) di atas dapat berkisar dari cukup pasti sampai jauh dari pasti dengan agak pasti di antara keduanya yang didefinisi sebagai berikut:

a. Cukup pasti. Suatu atau beberapa kejadian masa datang boleh jadi terjadi.

b. Agak pasti. Kemungkinan bahwa suatu atau beberapa kejadian masa datang terjadi adalah lebih dari jauh dari pasti tetapi kurang dari cukup pasti.

c. Jauh dari pasti. Kemungkinan bahwa suatu atau beberapa kejadian masa datang terjadi adalah kecil atau tipis.

(11)

belum pasti jumlah rupiah maupun jadi tidaknya. Oleh karena itu, tidak semua kewajiban yang timbul akibat keharusan sekarang tersebut dapat diakui sebagai kewajiban.

Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu

Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam kewajiban kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan. Transaksi masa lalu yang dimaksud adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi. Untuk memnuhi definisi kewajiban, keharusan sekarang harus di dahului transaksi atau kejadian masa lalu.

Kebanyakan kewajiban terjadi karena adanya transaksi pertukaran antara kesatuan usaha dan kesatuan usaha lainnya. Anggaran pembelian suatu mesin yang telah disetujui disertai jadwal pembelian dan pembayaran mempunyai implikasi pengorbanan sumber ekonomik di masa datang. Akan tetapi, anggaran tidak menimbulkan kewajiban meskipun persetujuan anggaran dipandang sebagai kejadian masa lalu. Alasannya adalah belum terjadi transaksi atau kejadian yang memberi kesatuan usaha penguasaan atau pengendalian terhadap manfaat ekonomik masa datang atau yang mengharuskan kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan jasa kepada kesatuan usaha yang lain.

Hak-Kewajiban Takbersyarat

Konsep hak-kewajiban takbersyarat menyatakan “tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”. Secara teknis, konsep ini diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu. Kontrak-kontrak semacam ini dikenal dengan nama konrak saling-mengimbangi takbersyarat (unconditionally offsetting contracts) atau kontrak eksekutori (executory contracts).

Bila seorang pembeli menandatangani order pembelian, pada saat itu pembeli tidak mempunyai kewajiban apapun sampai barang yang dipesan datang dan dikuasai pmebeli walaupun jenis, kualitas, harga, waktu pengiriman barang sudah jelas. Dalam hal ini, transaksi atau kejadian masa lalu bukanlah penandatanganan order pembelian tetapi datangnya dan penerimaan barang.

(12)

diakui pada saat penandatanganan kontrak bersamaan dengan aset yang terlibat. Alasannya, pada saat itu, pada dasarnya ketiga kriteria kewajiban telah dipenuhi. Aset dapat diakui meskipun belum diterima secara fisis karena dengan kontrak tersebut manfaat ekonomik masa datang cukup pasti dapat dikuasai. Kontrak yang tak bisa dibatalkan menjadi bukti yang kuat akan adanya pengorbanan sumber ekonomik di masa datang.

Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai saat, titik, atau tanggal pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak memang sangat pelik. Dalam hal kontrak, Most (1982 hlm. 352) menunjukkan bahwa titik atau saat tersebut dapat berupa:

1. Tanggal kontrak ditandatangani.

2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.

3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.

4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.

5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan.

6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.

7. Dalam kasus kontrak konstruksi jangka panjang:

a. Suatu titik selama kosntruksi berjalan.

b. Pada saat konstruksi dimulai.

Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan seksama dengan memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Secara konseptual diperlukan pedoman atau kriteria untuk memilih saat yang tepat. Most mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat yaitu:

a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.

b. Kekuatan mengikat yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan.

c. Kebermanfaatan bagi keputusan.

(13)

FASB mnyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu membayar kas, identitas terbayar jelas, dan terpaksakan secara atau berkekuatan hukum.

 Keharusan membayar kas. Keharusan membayar kas pada waktu dan jumlah rupiah

tertentu di masa datang merupakan petunjuk yang kuat atau jelas mengenai kewajiban. Akan tetapi, untuk menjadi kewajiban, penyerahan aset (kas) bukan satu-satunya kriteria tetapi lebih meliputi pula penyerahan jasa. Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbananb manfaat ekonomik masa datang dari pada terjadinya pengeluaran kas. Meski demikian adanya pengeluaran kas merupakan hal penting untuk mengaplikasi definisi kewajiban karena dua hal yaitu: (1) sebagai bukti adanya suatu kewajiban dan (2) sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif.

 Identitas terbayar jelas. Bila identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut hanya

menguatkan bahwa kewajiban memang ada tetapi tidak untuk menjadi kewajiban identitas terbayar tidak harus dapat ditentukan pada saat keharusan terjadi. Yang penting adalah keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik di masa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus teridentifikasi.

 Berkekuatan hukum. Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas untuk

mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis yang mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis hanya menunjukan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis material. Meskipun demikian, daya paksa yang melekat pada klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen. Itulan sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa depan yagn timbul akibat keharusan konstruktif dan demi keadilan.

(14)

kewajiban atau sebaliknya timbulnya kewajiban harus diimbangi akses atau kendali terhadap suatu aset. Walaupun demikian, perubahan aset tidak selalu disertai dengan perubahan kewajiban.

B. PENGAKUAN, PENGUKURAN, DAN PENILAIAN

Sebagai bayangan cermin aset, kewajiban juga harus diukur dan diakui pada saat terjadinya. Kalau aset diukur dengan dasar penghargaan sepakatan (kos), demikian juga kewajiban. Jadi kos sebagai pengukur tidak hanya diterapkan untuk aset pemerolehan tetapi juga untuk kewajiban pada saat terjadinya.

Kewajiban memiliki tiga tahap perlakuan yaitu penanggungan (pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada saat tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian kewajiban.

Kam (1990, hlm.109) membedakan antara kaidah pengakuan dan criteria pengakuan. Criteria pengakuan lebih berkaitan dengan pedoman umum dalam rangka memenuhi karakteristik kualitatif informasi sehingga elemen statemen keuangan hanya dapat diakui bila criteria definisi, keberpautan, keterandalan, dan keterukuran dipenuhi. Kaidah pengakuan merupakan prosedur aplikasi untuk menandai adanya elemen dan saat dipenuhinya criteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah pengakuan berkaitan dengan saat ata apa yang menandai bahwa kewajiban telah mengikat sehingga suatu kewajiban dapat diakui (dibukukan). Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu (hlm.119-120):

1. Ketersediaan dasar hukum. Kalau terdapat bukti yuridis yang kuat tentang adanya

daya paksa untuk memenuhi keharusan, jelas tidak dapat disangkal bahwa suatu kewajiban memang ada. Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terbukti substantive adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.

2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan penjabaran barang

(15)

3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Kaidah ini berkaitab dengan masalah relevansi informasi.

4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk

mencapai kualitas keterandalan informasi. Adanya kepastian mengenai jumlah rupiah dapat memicu diakuinya suatu kewajiban. Kalau pengukuran suatu pos kewajiban bersifat sangat subjektif dan arbiter, pada umumnya pos tersebut tidak diakui.

Hendriksen dan Breda (1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat untuk mengakui kewajiban yaitu:

a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat.

b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat sebagai asset sebelumnya.

c. Bersamaan dengan pengakuan asset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan barang dan jasa diperoleh.

d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos hutang atau kewajiban akrual (accrual liabilities).

Pengakuan Kewajiban Bergantung

FASB memberikan contoh-contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut (SFAS No.5, prg. 4):

a. Ketertaggihan piutang usaha

b. Keharusan berkaitan dengan jumlah jaminan produk dan kerusakan produk

c. Risiko rugi atau kerusajan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.

d. Ancaman pengambilalihan asset oleh pemerintah

(16)

f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin terjadi

g. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi

h. Jaminan terhadap utang pihak lain

i. Keharusan bank komersial dalam ikatan stanby letters of credit

j. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau asset yang terkait yang telah dijual

Rugi potensial yang dapat ditimbulkan oleh keadaan kebergantungan diatas dapat diakui (dibebankan ke pendapatan) sebelum terlaksananya kejadian yang menjadi syarat terjadinya rugi atau hanya diakui pada saat diperoleh kepastian tentang status kejadian yang menjadi syarat. FASB menetapkan bahwa rugi taksiran yang dapat terjadi dari kebergantungan rugi harus diakru dengan membebankannya ke pendapatan ( sebagai biaya atau rugi ) bila kedua kondisi berikut dipenuhi (SFASNo.5, prg.8):

a. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan menunjukkan bahwa suatu asset cukup pasti telah turun nilainya atau suatu kewajiban cukup pastu telah terjadi pada tanggal statemen keuangan. Pada tanggal statemen keuangan harus sudah dapat disimpulkan bahwa kejadian atau beberapa kejadian, yang menegaskan adanya rugi, cukup pasti akan terjadi.

b. Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi dengan cukup tinggi.

FASB berargumen bahwa makan kewajiban relevan untuk mengakui rugi bersyarat, pertama, utang adalah keharusan sekarang sehingga kondisi (a) diatas dimaksudkan untuk mewajibkan pengakuan rugi yang berkaitan dengan perioda-perioda masa dating, tetapi memerlukan pengakruan rugi yang berkaitan dengan perioda sekarang karena rugi tersebut sebenarnya berkaitan dengan transaksi atau kejadian masa lalu yang telah terjadi. Kedua, keharusan sekarang kepada pihak lain berupa pengorbanan sumber ekonomik yang cukup pasti jumlah dan saatnya. Dengan demikian, kondisi (b) konsisten dengan dan mendukung konsep atau makna kewajiban.

(17)

merupakan salah satu munculan dalam kondisi ketidakpastian sehingga pengakuan rugi sebelum terjadi dapat dijustifikasi.

Jadi pengakuan rugi sebelum terjadi dapat dijustifikasi asal kondisi (a) dan (b) dipenuhi. Pengakuan rugi bergantung tidak selalu disertai dengan timbulnya kewajiban. Kondisi atau criteria pengakuan kewajiban bergantung parallel dengan kondisi rugi bergantung.

Pengukuran

Pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan dalam transaksi bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Dengan demikian, basis pencatatan kewajiban adalah niai setara tunai bukan nilai nominal utang nilai setara tunai lebih tepat mengukur kewajiban karena asset tang bersangkutan juga diukur dengan jumlah tersebut

Kewajiban Dalam Pembelian Kredit.

Dasar pengukuran asset yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai implicit. Karena kewajiban cerminan dari asset, pengukurannya juga menggunakan pengukuran asset. Bila kewajiban yang timbul dalam rangka pembelian barang dagangan, kos barang dagangan akan lebih tepat kalau dicatat atas dasar net invoice method.

Diskun dan Premium Utang Obligasi

Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik penerbit maupun kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodic dan pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan asset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implicit.

(18)

Pembayaran masa dating ini sebenarnya terdiri dari dua unsure yaitu (1) nilai sekarang pembayaran bunga periodic dan nilai sekarang nominal obligasi dan (2) bunga efektif yang terlibat dalam penentuan harga obligasi tersebut.

Makna Harga Efektif Obligasi

Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak lengkap (tepat) apabila tidak memperhatikan kedua proses diatas (perhitungan bunga periodic dan akumulasi diskun). Jumlah rupiah utang obligasu tiap saat (keharusan saat itu) sebelum jatuh tempo akan terlalu besar apabila dinyatakan sebesar nominalnya.

Diskun Obligasi

Diskun obligasi yang belum diamortisasi bukan merupakan suatu kerugian karena asset yang diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau menguap. Dia juga bukan asset karena tidak ada pengeluaran yang mengakibatkan bertambahnya asset fisis sebesar jumlah rupiah diskun tersebut. Simpulan yang pasti adalah bahwa diskun utang obligasi pada waktu penerbiitan adalah suatu jumlah rupuah debit yang menunjukkan biaya bunga yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Diskun tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal (jatuh tempo) utang obligasi. Jadi akun diskun obligasi merupakan akun penillaian terhadap akun utang obligasi yang memuat nominal utang. Juga tidak tepat mengartikan diskun utang obligasi sebagai bungan dibayar dimuka karena memang belum dibayar. Diskun obligasi sebenarnya merupakan bunga yang “belum dibayar”, yaitu bagian bunga efektif total yang baru akan dibayar pada saat utang obligasu jatuh tempo.

Premium Obligasi

Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses pemerolehan uutang. Pendapatan hanya timbul dari kegiatan pembentukan pendapatan. Atas dasar konstinuitas usaha, premium obligasi yang belum diamortisasi adalah benar-benar merupakan utang dan jumlah amortisasi periodic adalah merupakan penyesuaian (pengurang) terhadap biaya bunga dan bukannya merupakan elemen pendapatan. Tanpa penyesuaian ini biaya bunga periodic akan menjadi tersaji lebih (overstated).

(19)

Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmoneter. Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tanggal maupun berapa jumlah pembayarna berkala). Secara konseptual, pada saat terjadinya, kewajiban moneter diukur atas dasar nilai diskunan pembayaran kas masa datang. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang. Untuk kewajiban moneter jangka pendek, kewajiban dapat diukur atas dasar nilai nominal berdasarkan konsep materialitas. Termasuk dalam pengertian kewajiban moneter adalah penerimaan dimuka yang akan dikompensasikan dengan pembelian barang dan jasa dimasa dating. Disebut kewajiban moneter karena kalau pembelian barang dan jasa batal, uang muka tersebut harus dikembalikan.

Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran di muka penuh, kewajiban nonmoneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa. Pembayaran penuh dimuka tersebut sebenarnya merepresentasikan jumlah untuk menutup kos barang dan jasa yang jasa yang akan diserahkan dan laba. Jumlah yang digunakan untuk menutup kos itulah yang murni merupakan kewajiban sedangkan jumlah untuk menutup laba merupakan laba tangguhan yang tidak dapat disebut kewajiban karena tidak memenuhi definisi kewajiban.

Bila kos barang dan jasa merupakan unsure yang dominan, pembayaran di muka dapat diiangaap seluruhnya menimbulkan kewajiban (sebagai kewajiban lancar). Akan tetapi, kalau kos merupakan unsure yang kecil dari seluruh harga jual barang dan jasa, pembayaran dimuka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kredit atau pendapatan tangguhan atau pendapatan takterhak yang merupakan kewajiban nonkeharusan.

Penilaian

Penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap saat antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendelati saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai nominal kewajiban.

(20)

proses dalam rangka penulusuran kewajiban untuk menentukan nilai pelunasan sekarang. Untuk kewajiban moneter, nilai sekarangnya biasanya ditentujan atas dasar aliran kas keluar masa dating diskunan dengan tingkat bunga pasar sebagai tarif diskun.

C. PELUNASAN

Begitu terjadi akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang memicu kesatuan usaha ang mengikuti kewajiban, suatu kewajiban akan terus mengikat atau menjadi keharusan sampai keharusan tersebut dipenuhi melalui transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi kesatuan usaha. Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk mempengaruhi (to satisfy) kewajiban pada saat dan dalam kondisi normal usaha (in due course of business) sehingga dia bebas dar kewajiban tersebut. Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang. Kebanyakan kewajiban dipenuhi secara langsung dengan pembayaran tunai. Beberapa kewajiban dipenuhi dengan pentransferan atau penyediaan jasa oleh kesatuan usaha kepada kesatuan usaha lainnya. Beberapa kewajiban menjadi batal atau kesatuan usaha menjadi bebas dari kewajiban lantaran pengampunan sebagian/seluruhnya, kompromi, penimbulan/pengakuan kewajiban baru/pengganti, pengambil-alihan kewajiban oleh pihak lain, atau keadaan khusus misalnya dalam kasus restrukturisasi utang. Bila kewajiban menjadi hapus lantaran berbagai transaksi atau kejadian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa keharusan sekarang mengalami pembebasan atau pembatalan.

Gambar 7.3

Dasar atau Atribut Penilaian Kewajiban

Basis (Atribut) Penilaian Ketetanapan Contoh Yang Berpaut

Harga pasar sekarang Berbagai kewajiban yang melibat- Kewajiban penerbit obsi (current market value) kan komoditas dan surat-surat (baik call maupun put

berharga (marketable commodi- options) sebelum jangka ties and securities). opsi habis (expired) dan

(21)

Nilai pelunasan neto (net Berbagai kewajiban yang melibat- Utang usaha, utang garan-Settlement value) kan jumlah rupiah yang cukup si, dan utang wesel jangka

pasti tetapi waktu pelunasannya pendek. tidak cukup pasti.

Nilai diskunan aliran kas Kewajiban moneter jangka pan- Utang obligasi, dan utang Masa datang (Discounted jang jumlah rupiah maupun saat wesel jangka panjang. value of tuture cash flows) pembayaran cukup pasti.

Pelunasan secara langsung disebut juga pelunasan secara yudiris karena kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yudiris hapus melalui transaksi langsung yang benar-benar terjadi (misalnya pembayaran tunai secara langsung).

Pada saat pembayaran, pengutang atau debitur secara yuditis bebas dari kewajiban dan secara teknis/administratif dan tuntas dapat mendebit utangnya. Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan tindakan yang mengarah kepelunasan misalnya dengan pembentukan dana khusus untuk pelunasan baik dikelola sendiri atau melalui wali amanat. Pembentukan atau penyisihan dana semacam ini menadikan kesatuan usaha secara subtantif menempati keadaan yang disebut pembatalan atau pembebasan secara subtantif.

Masalah akuntansi yang berkaitan dengan pelunasan langsung maupun tidak langsung adalah penentuan kapan kewajiban telah dapat dikatakan hapus atau lenyap sehingga jumlah rupiahnya dapat diawaakui dari sistem pembukuan. Pada mulanya FASB menentukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban dalam SFAC No. 76 (prg. 3) sebagai berikut:

a. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan utang. Pelunasan ini meliputi pemerolehan kembali sekuritas utang yang beredar di pasar modal, tanpa memperhatikan apakah sekuritas utang tersebut dibatalkan atau ditahan sementara sebagai obligasi treasuri.

b. Debitor telah di bebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang (obligor) utama baik oleh keputusab pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan bahwa debitor tidak akan diharuskan untuk melakukan pembayaran dimasa datang yang berkaitan dengan utang dengan penjaminan dalam bentuk apapun.

(22)

diharuskan lagi melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.

Ketentuan diatas telah diganti oleh ketentuan dalam SFAS No. 125 karena ketentuan di atas didasarkan atas pendekatan bahwa dalam serangkaian transaksi,tiap aset atau kewajiban merupakan komponen ang tidak dapat dipecah-pecah. Pendekatan ini menjadi basis utama ketentuan diatas yang disebut pembebasan kewajiban secara subtantif atau

pembebasan subtantif. FASB berargumen pendekatan ini tidak tepat sebagai basis untuk pengembangan standar yang berkaitan dengan pelenyapan dan pengawaakuan kewajiban. FASB menerapkan pendekatan komponen keuangan (financial components approach). Dengan pendekatn ini, berbagai transaksi yang berkaitan dengan suatu kewajiban tertentu dapat dianggap terpisah dan independent sehingga berbagai aset atau kewajiban yang terlibat harus diperlakukan sebagai komponen yang terpisah. Dengan pendekatan ini, FASB mengganti ketentuan di atas dengan menghapus ketentuan c dan merevisi ketentuan b melalui SFAS No. 125. Di dalamnya FASB menetapkan bahwa suatu kewajiban dapat dikatakan lenyap kalau salah satu dari kondisi berikut dipenuhi (prg. 16):

a. Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat pada kewajiban. Membayar kreditor mencakupi penyerahan kas, aset finansial lain, barang, atau jasa atau penebusan sekuritas utang oleh debitor untuk menghapus utang atau untuk menahannya sebagai utang obligasi treasuri.

b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor.

Atas dasar ketentuan b, jika kreditor membebaskan debitor dari kewajibannya karena pihak ketiga mengambil alih/menanggung kewajiban tersebut dan debitor semula hanya menjadi penanggung sekonder, pembebasan tersebut dengan sendirinya melenyapkan kewajiban debitor semula.

Dengan ketentuan a, kewajiban dapat dikatakan lenyap bila debitor menyerahka atau mentransfer kas atau aset finansial lain. Aset finansial merupakan salah satu jenis dari apa yang di sebut instrumen finansial sebagai berikut (SFAS No. 107, prg. 3). Instrumen finansial adalah kas, bukti pemilikan dalam suatu entitas atau suatu kontrak yang memuat dua ketentuan berikut:

(23)

yang dipegang entitas kedua dengan dengan instrumen finansial lain atas keuntungan entitas kedua.

b. Mengalihkan/memberi kepada entitas kedua di atas suatu hak kontraktual untuk (1) menerima kas atau instrumen finansial lainnya dari entitas pertama atau (2) menukarkan instrumen finansial yang di pegangnya dengan instrumen finansial lain dari entitas pertama atas keuntungan entitas kedua.

Ketentuan a merupakan imbangan atau pasangan dari ketentuan b. Artinya, ketentuan a harus disertai dengan ketentuan b atau sebaliknya. Ketentuan a memandang kontrak dari sudut penerbit instrumen atau entitas pertama dan ketentuan b dari sudut pemegang instrumen atau entitas kedua. Oleh karena itu, kas, bukti pemilikan, atau kontrak dari sudut pandang pemegang instrumen disebut sebagai aset finansial sedangkan kontrak dari sudut pandang penerbit instrumen disebut sebagai kewajiban finansial.

Transfer Aset Finansial

Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial (termasuk kas ) barang atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh kas, barang atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan aset atau kreditor secara finansial. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial dapat juga bersifat tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.

Lain halnya kalau pelunasan kewajiban dilakukan dengan transfer aset finansial yang menimbulkan keterlibatanberlanjut pentransfer dengan aset transferan atau transfer. Dalam hal ini kewajiban tidak lenyap secara tuntasatau ada kewajiban baru yang berkaitan dengan aset transferan. Contoh keterlibatan berlanjut adalah adanya hak regres, janji untuk membeli kembali, penerbitan opsi, san penjaminan dengan kolateral. Secara umum transfer aset dianggap sebagai penjualan apabila pentransfer menyerahkan penguasaan atas aset finansial tersebut dan menerima aset lain sebagai penghargaan atas aset finansial tersebut.

Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo

(24)

dengan nilai buku atau nilai bawaan kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai sekarang atau nilai pasar kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dapam pembukuan debitor. Oleh karena itu, bila utag dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO No. 26 menyebutkan sebagai early extinguishment of debt), debitor harus menebus utang tersebut dengan harga pasarnya sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan. Yang menjadi masalah adalah apakah selisih tersebut dapat diperlakukan sebagai untung/rugi (masuk statemen laba/rugi) atau sebagai penyesuaian ekuitas pemegang saham. Bila masuk dalam stetemen laba-rugi apakah selisih tersebut bersifat ordiner atau ekstaordiner.

Penarikan kembali obligasi yang beredar adalah suatu transaksi yang mempengaruhi kontrak antara debitor dan kreditor tetapi transaksi ini sangat berbeda dengan transaksi aliran kegiatan transaksi dan transaksi penggunaan aset. Dengan demikian terdapat pandangan bahwa untung atau rugi yang berasal dari transaksi tersebut harus dilaporkan sebagai suatu penyesuai modal. Jadi, dalam hal untung, dia dianggap sebagai jumlah rupiah kredit yang menunjukkan semacam suatu sumbangan oleh suatu kelompok investor (kreditor) kepada kelompok investor lainnya (pemegang saham). Dalam hal rugi, dia dianggap sebagai berkurangnya hak atas laba ditahan. Kebertan terhadap pandangan ini adalah bahwa pembedaa status pemegang obligasi dan pemegang saham adalah sangat penting sekali ditinjau dari segi yuridid sehingga harus dibedakan secara tegas perlakuan dan pelaporan keduanya. Karena transaksi penebusan obligasi tidak berkaitan dengan pemilik, tidak tepatlah mencatat selisih sebagai penyesuaian ekuitas.

Selisih dalam penebusan memang akhirnya mempengaruhi ekuitas pemegang saham. Ada perubahan yang nyata dalam jumlah rupiah total hak pemegang saham yang dapat diakui tanpa harus diikuti dengan transaksi modal. Dengan dasar pikiran ini, perubahan hak pemegang saham yang terjadi akibat selisih lebih tepat di perlakukan sebagai untung atau rugi. Perlakuan seperti ini sejalan dengan APBO No. 4 yang menggariskan sebagai berikut (prg. 20):

(25)

Bergantung pada sifatnya, untungatau rugi dapat dilaporkan sebagai pos ordiner atau pos ekstraordiner. Kriteria untuk menentukan hal ini adalah apakah pos tersebut merupakan akibat dari transaksi atau kejadian yang mempunyai sifat sebagai berikut (APBO No. 9, prg. 21):

a. Sangat berbeda dengan kegiatan operaas rutin kesatuanusaha b. Tidak diharapkan akan sering terjadi

c. Berpengaruh material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan

Ketentuan APB dan FSAB diatas berlaku baik untuk penarikan kembali utang dengan atau tanpa pendanaan. APB berargumen bahwa sifat semua pelunasan utang sebelum jatuh tempo pada dasarnya sama. Untuk pelunasan dengan pendanaan sebenarnya terdapat tiga perlakuan alternatif untuk selisih yaitu:

a. Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali b. Selisih diamortisasi selama umur utang baru ang diterbitkan

c. Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi tahun bersangkutan

Alternatif (a) dilandasi oleh pemikiran bahwa selisih tersebut merupakan penyesuaian terhada kos peminjaman (kos bunga) lama selama sisa waktu pinjaman akibat diperolehnya pinjaman baru. Dengan demikian, kos bunga selama sisa waktu pinjaman lama dipengaruhi oleh selisih yang timbul akibat pelunasan lebih awal utang lama. Memang banyak alasan yang melandasi pelunasan lebih awal. Alternatif ini beranggapan bahwa pada umumnya debitor melakukan pelunasan lebih awal karena pembayaran bunga dimasa mendatang dapat dikurangi sehingga lebih menguntungkan bagi debitor. Logisnya bahwa selisih tersebut disebar selama sisa umur utang lama. Walaupun demikian, kalau utang baru jatuh tempo sebelum jatuh temponya utang semula, sebagian selisih (proporsional dengan waktu) diamortisasi selama umur utang yang baru dan sisanya diakui segera pada saat utang baru jatuh tempo sebahai untung atau rugi.

(26)

Alternatif (c) didasarkan pada pemikiran bahwa pelunasan lebih awal dengan pendanaan kembali yang sifatnya sama dengan pelunasan yang lain. Jadi pelunasan lebih awal dianggap sebagai penarikan kembali utang dan utang baru dianggap sebagai transaksi yang terpisah atau independen. Pandangan ini menyatakan bahwa nilai pasar utang berubah sepanjang waktu karena perubahan tinggat bunga pasar dan penarikan embali merupakan pilihan terbaik untuk melenyapkan utang.akan tetapi, selisih antara nilai pasar uang dan nilai bawaan sepanjang waktu tidak pernah dicatat sehingga secara logis seluruh selisih diakui ketika kontrak utang diakhiri karena selisih tersebut berkaitan dengan periode-periode masa lalu selama berlakunya kontrak utang tersebut. Jadi selisih dan sisa diskun atau premium berkaitan dengan kontrak utang lama dan bukan merupakan manfaat yang berasal dari kontrak utang baru. Oleh karena itu, beralasanlah kalau selisih diakui segera pada saat penarikan utang lama bukannya diamortisasi selama sisa utag lama atau selama umur utang baru.

Mereka yang menolak alternatif (c) berpendapat bahwa pengakuan selisih segera pada saat penarikan sebagai untung atau rugi dapat mendorong manajemen membayar utang lama yang murah dengan utang baru ang sebenarnya lebih mahal semata-mata hanya memperhatikan untung dari selisih. Laba tahun ditariknya utang lama meningkat sebesar untung tetapi perusahaan harus membayar utang baru dengan bunga efektif lebih tinggi. Hal ini juga merupakan salah satu cara untuk melakukan manajemen laba. Sebaliknya, rugi cukup besar yang dapt terjadi pada tahun penarikan utang lama dapat menghalangi manajemen untuk melakukan pendanaan kembali utang meskipun hal tersebut menguntungkan (dengan membayar bunga efektif lebih rendah selama umur utang baru). Untuk menjelaskan hal ini, dimisalkan suatu perusahaan menerbitkan obligasi nominal Rp. 10 juta 10-tahun dengan bunga nominal 8% pertahun pada saat tingkat bunga pasar juga 8% sehingga pasar pada saat diterbitkan sama dengan nominal obligasi (tidak ada premium/diskun). Gambar 7.4 melukiskan hubungan antara nilai pasar, harga penarikan, untung/rugi karena selisih, dan perubahan harga bunga pasar dalam konteks pendanaan kembali (refunding).

(27)

Pada titik B, ketika tingkat bunga pasar lebih rendah dari bunga nominal, manajemen mungkin melewatkan kesempatan untuk melakukan penarikan kembali utang karena khawatir perusahaan akan menderita rugi sebesar BP2 meskipun harga penarikan (P2) berada dibawah nilai pasar. Dalam kondisi ini, sebenarnya pendanaan kembali akan menimbulkan utang yang lebih murah karena bunga efektif yang lebih rendah sepanjang sisa umur utang lama. Jadi, rugi akan terkompensasi oleh bunga efektif utang baru yang lebih rendah.

Dari argumen di atas dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan dapat melaporkan laba yang lebih tinggi pada tahun pendanaan kembali utang dan bersamaan dengan itu bunga efektif utang selama periode utang baru menjadi lebih tinggi. Sebaliknya perusahaan mungkin akan menghindari rugi yang besar akibat pendanaan kembali utang meskipun hal tersebut akan menurunkan bunga efektif selama periode utang baru. Karena alasan inilah alternatif (c) tidak didukung secara teoritis. Yang lebih logis adalah mengkapitalisasi selisih dan mengmortisasinya sepanjang umur utang baru. Argumen ini merupakan dukungan tambahan dari alternatif (b).

(28)
(29)

Referensi

Dokumen terkait

Gina Santosa (Wawancara, 28 November 2012) menyatakan bahwa kendala dalam internalisasi nilai karena nilai karakter bersifat abstrak, sehingga kita sulit untuk

Dalam perkembangan wakaf produktif kekinian di indonesia, wacana wakaf tunai telah menjelma nyata dalam implementasi produk-produk funding lembaga keuangan syariah

Kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan guru dalam tugas perencanaan adalah merumuskan tujuan pembelajaran, memilih materi, merancang pembelajaran, menyiapkan perangkat

Suatu wilayah dikatakan kritis air apabila kebutuhan air masyarakat tidak dapat sebanding dengan potensi ketersediaan air yang ada di wilayah tersebut. Desa Kepuharjo,

Sedang pada pengujian 3 dan 4 ada hubungan yang cukup signifikan antar asosiasi adalah Pelayanan / Service dan lokasi sedangkan pada pengujian 5 biaya masih

Menurut pancasila, Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Konsepsi Ketuhanan Yang Maha Esa yang bisa

Dengan hasil kesimpulan tersebut diharapkan perusahaan lebih memperhatikan variabel pelayanan prima yang tidak  mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pelanggan SPBU

Pola pengasuhan tersebut berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum,pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik,