• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI DIAGNOSTIK RAPID TEST HBsAg DIASPOT® UNTUK MENDIAGNOSIS INFEKSI HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI DIAGNOSTIK RAPID TEST HBsAg DIASPOT® UNTUK MENDIAGNOSIS INFEKSI HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

DIAGNOSTIC TEST OF DIASPOT®HBsAgRAPID TESTTO DIAGNOSE HEPATITIS B INFECTION IN URIP SUMOHARJO HOSPITAL

BANDAR LAMPUNG

By

FERINA DWI MARINDA

Hepatitis virus still the one of serious problem in the world. Incidence of hepatitis is high relatively in Indonesia and become public health problem in many place. Hepatitis B Virus infected more 2 billion people in the world and about 240 million people remain infected chronically. Rapid tests are used to diagnose and screening to the infection disease. This rapid tests are simple to perform, do not require equipment, easy to interpret and their reagents can generally be stored at room temperature. This study was a descriptive analytic with cross sectional study. The population in this study were suspected patients of Hepatitis B Virus in the laboratory of Clinical Pathology Urip Sumoharjo Bandar Lampung Hospital. The sampling technique was used consecutive sampling. Samples of this study were 30 samples. The result of Diaspot® HBsAg rapid test has 95.7% of AUC with sensitivity 91.3% and spesificity 100%. Conclusion,Rapid testHBsAg Diaspot®has sensitivity and spesificity that approach to standard recommendation from World Health Organization.

(2)

ABSTRAK

UJI DIAGNOSTIKRAPID TESTHBsAg DIASPOT®UNTUK MENDIAGNOSIS INFEKSI HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO

BANDAR LAMPUNG

Oleh

FERINA DWI MARINDA

Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di dunia. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa daerah. Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan sekitar 240 juta merupakan pengidap virus hepatitis B kronis. Rapid testditerima secara luas untuk diagnosis dan skrining untuk penyakit infeksi. Metode ini secara umum mudah dilakukan, tidak membutuhkan peralatan kompleks, mudah diinterpretasi, dan reagennya dapat disimpan di suhu ruangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji rapid test HBsAg Diaspot® untuk mendiagnosis penyakit Hepatitis B. Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi pada penelitian adalah pasien yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B di bagian Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 30 sampel. HasilRapid testHBsAg Diaspot®memiliki nilai AUC sebesar 95,7% dengan nilai senstivitas 91,3% dan spesifisitas 100%. Kesimpulan, Rapid test HBsAg Diaspot® memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang telah mendekati standar rekomendasi dari World Health Organization.

(3)
(4)

1

UJI DIAGNOSTIKRAPID TESTHBsAg DIASPOT®UNTUK MENDIAGNOSIS INFEKSI HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT URIP

SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

FERINA DWI MARINDA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram kerangka teori... 8

2. Diagram kerangka konsep... 9

3. Struktur virus Hepatitis B... 11

4. Patogenesis imun pada virus Hepatitis B... 14

5. Siklus replikasi virus Hepatitis B... 15

6. Petanda serologi Virus Hepatitis B akut ... 21

7. Petanda serologi Virus Hepatitis B kronik... 23

8. Pemeriksaan HBsAg denganrapid test... 24

9. Hasilrapid testHBsAg ... 25

10. Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect ... 26

11. Skema perjalanan VHB... 31

12. Diagram Alur Penelitian ... 37

13. KurvaReceiver Operating Charateristic(ROC) ... 43

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Kerangka Teori ... 7

F. Kerangka Konsep... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Hepatitis B... 10

B Etiologi Hepatitis B ... 10

C. Epidemiologi Hepatitis B ... 12

D. Penularan Hepatitis B... 13

E. Patogenesis Hepatitis B ... 14

F. Patofisiologi Hepatitis B... 16

(7)

ii

H. Diagnosis Hepatitis B... 20

1. Pemeriksaan Biokimia... 20

2. Pemeriksaan Serologis ... 21

3. Pemeriksaan Molekuler... 27

I. Komplikasi Hepatitis B ... 29

J. Terapi Hepatitis B ... 30

K. Prognosis Hepatitis B... 31

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 32

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 32

1. Populasi ... 32

2. Sampel ... 33

D. Definisi operasional ... 35

E. Bahan dan Alat Penelitian ... 35

F. Prosedur Penelitian ... 36

G. Pengolahan dan Analisis Data... 38

1. Pengolahan data ... 38

2. Analisis data ... 38

H. Ethical clearance... 39

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Analisis statistik ... 56

2. Dokumentasi penelitian ... 60

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional Penelitian... 35

2. Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia Berdasarkan HasilRapid Test

HBsAg Diaspot®... 41

3. Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia Berdasarkan Hasil Pemeriksaan

HBsAg kuantitatif Architect ... 41

4. Hasil PemeriksaanRapid TestHBsAg Diaspot®dengan HBsAg

(10)
(11)
(12)

Bismillahirrahmanirrahim

Kupersembahkan karya ini untuk

Papa, Mama dan Kakakku tercinta

Atas doa, semangat, dan nasihat

yang senantiasa menyertai perjalananku meraih mimpi

(13)
(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 20 Maret 1993, sebagai anak kedua

dari dua bersaudara dari Bapak Wike Tridaya Utama dan Ibu Ir. Indah

Restuningdyah.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK PG Bungamayang

tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawalaut (Teladan)

Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP)

diselesaikan di SMPN 2 Bandar Lampung pada tahun 2008, dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada

tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung melalui jalur Ujian Tulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam Lembaga

Kemahasiswaan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina FK Unila sebagai Sekretaris

Bidang Keputrian pada tahun 2012/2013 dan Lembaga Kemahasiswaan PMPATD

PAKIS Rescue Team sebagai Sekertaris Divisi Pengabdian Masyarakat pada

(15)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul Uji Diagnostik Rapid Test HBsAg Diaspot® Untuk

Mendiagnosis Infeksi Hepatitis B Di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar

Lampung”adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di

Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

2. Ibu dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp. PK, selaku Pembimbing Utama atas

kebaikan hatinya dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran,

dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini, tanpa mengurangi

perhatiannya walaupun harus membagi waktu dengan banyak agenda

lainnya;

3. Ibu dr. Putu Ristyaning Ayu, M.Kes, Sp. PK, selaku Pembimbing Kedua

atas kesediaan serta kesabarannya untuk memberikan bimbingan, saran,

(16)

4. Bapak dr. Wiranto Basuki, Sp.PK, selaku Penguji Utama skripsi. Terima

kasih atas waktu, ilmu, saran-saran yang telah diberikan di saat maupun di

luar waktu seminar;

5. Ibu Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, SKM, M.Kes, selaku Pembimbing

Akademik atas bimbingan yang telah diberikan;

6. Mama Ir. Indah Restuningdyah, Papa Wike Tridaya Utama yang selalu

mendoakan, membimbing, dan menguatkan. Terimakasih atas doa dan

nasihat yang telah diberikan sehingga memotivasi penulis untuk

menyelesaikan skripsi. Semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan

ladang pahala di akhirat kelak;

7. Kakak perempuan satu-satunya, Faradila Winda Kartika, S.T. atas doa,

bimbingan, dan saran yang telah diberikan dari awal pembuatan skripsi

sehingga menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi dan terus

menjadi pribadi yang lebih baik;

8. Keluarga besar saya di tanah jawa yang juga tidak lupa memberikan

dorongan dan doa;

9. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada

penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai

cita-cita;

10. Seluruh Staf Tata Usaha dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang

turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;

11. Mbak Desi dan pekerja Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo

(17)

membantu sejak dari awal hingga selesainya penelitian. Terima kasih telah

mendampingi penulis hingga selesai penelitian;

12. Mbak Novi yang banyak membantu dalam persiapan awal penelitian

hingga selesainya penelitian. Terimakasih atas saran-saran yang diberikan;

13. Sahabat seperjuangan dalam penelitian, Sakinah yang telah memotivasi

dan menguatkan selama penelitian. Terimakasih telah menjadi partner

mulai dari awal masuk kuliah;

14. Sahabat tersayang, Sakinah, Yolanda, Lian, dan Tiara atas kebersamaan,

doa dan motivasi yang selalu diberikan. Terimakasih telah mengisi

hari-hariku dan semoga kebersamaan ini tetap terjaga;

15. Sahabat cups, Bela, Desta, Naomi, Lian, Felis, Gede, Agatha, Dila, Fila,

Rifka, Ririn, Robi, Sakinah, Baji, Wayan, dan Yolanda. Terimakasih atas

motivasi, doa, dan dorongan yang telah diberikan;

16. Mbak Nida, terima kasih atas informasi dan saran yang telah diberikan

pada penelitian;

17. Mayang, Avi, dan Mute, sahabat sejak SMA yang telah memotivasi

penulis dalam pengerjaan skripsi;

18. Sahabat sejak SMP, Nuria, Veronika, Fitri, dan Dita. Terimakasih atas

kebersamaan dan motivasi yang telah diberikan;

19. Seluruh keluarga besar FSI Ibnu Sina dan PMPATD PAKIS Rescue Team.

20. Teman-teman angkatan 2011 yang tak bisa disebutkan satu per satu.

Terima kasih atas motivasi dan kebersamaan yang terjalin selama

(18)

21. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat (angkatan 2002-2014) yang sudah

memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Januari 2015

Penulis

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara.

Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

masalah kesehatan di beberapa daerah (Hardjoeno, 2007). Hepatitis virus

akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati (Sudoyoet

al, 2010). Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi agen

penyebab yaitu Virus Hepatitis A (VHA), Virus Hepatitis B (VHB), Virus

Hepatitis C (VHC), Virus Hepatitis D (VHD), Virus Hepatitis E (VHE),

Virus Hepatitis F (VHF), Dan Virus Hepatitis G (VHG). Bentuk hepatitis

yang paling dikenal adalah VHA dan VHB (Price & Wilson, 2012).

Virus Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan

sekitar 240 juta merupakan pengidap Virus Hepatitis B kronis. Indonesia

merupakan negara dengan pengidap Hepatitis B nomor 2 terbesar sesudah

Myanmar diantara negara-negara anggota WHO SEAR (World Health

Organization South East Asian Region). Penduduk Indonesia yang telah

terinfeksi Hepatitis B sekitar 23 juta orang (Kemenkes, 2012).

(20)

2

tahun 2013 adalah 1,2%, dua kali lebih tinggi dibandingkan tahun 2007.

Prevalensi hepatitis di provinsi Lampung meningkat dari tahun 2007 yaitu

0,3% menjadi 1% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013).

Masa inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata

60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Penderita Hepatitis B akut akan mengalami

gejala prodromal yang sama dengan hepatitis akut umumnya, yaitu

kelelahan, kurangnya nafsu makan, mual, muntah, dan nyeri sendi.

Gejala-gejala prodromal akan membaik ketika peradangan hati yang umumnya

ditandai dengan gejala kuning, walaupun begitu 70% penderita hepatitis

akut ternyata tidak mengalami kuning. Sebagian dari penderita Hepatitis B

akut lalu akan mengalami kesembuhan spontan, sementara sebagian lagi

akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik (Kemenkes, 2012).

Virus Hepatitis B menyebabkan hepatitis akut dengan pemulihan dan

hilangnya virus, hepatitis kronis nonprogresif, penyakit kronis progresif

yang berakhir dengan sirosis, hepatitis fulminan dengan nekrosis hati

masif, keadaan pembawa asimtomatik, dengan atau tanpa penyakit

subklinis progresif. Virus ini juga berperan penting dalam terjadinya

karsinoma hepatoselular (Kumaret al, 2012).

Diagnosis Hepatitis B ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu

(21)

3

kuning sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali

Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium,

ultrasonografi (USG) abdomen, dan biopsi hepar (Mustofa &

Kurniawaty, 2013).

Pemeriksaan laboratorium VHB terdiri dari pemeriksaan biokimia,

penanda serologis, dan pemeriksaan molekuler. Pemeriksaan biokimia

didapatkanAspartate transferase(AST),Alanine aminotransferase(ALT),

Alkali fosfatase (ALP), dan Gamma-glutamyl transferase (GGT)

mengalami peningkatan saat stadium akut. Penanda serologis VHB adalah

Hepatitis B surface Antigen (HBsAg), Antibodi Hepatitis B surface (Anti

HBs), Hepatitis B core Antigen (HBcAg), Antibodi Hepatitis B core(Anti

HBc), danHepatitis B envelope Antigen(HBeAg) (Hardjoeno, 2007).

Pemeriksaan molekuler untuk deteksi VHB DNA dalam serum atau

plasma menjadi standar pendekatan secara laboratorium untuk diagnosis

infeksi VHB. Metode pemeriksaan VHB DNA antara lain adalah

Radioimmunoassay (RIA), Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC),

amplifikasi signal (metodebranched DNA/bDNA), dan amplifikasi target

(metodePolymerase Chain Reaction/PCR) (Hardjoeno, 2007).

Menurut WHO (2002), HBsAg dapat diperiksa dengan metode Enzym

Immunoassays (EIAs), Radio Immunoassay (RIA), Reversed Passive

(22)

4

Assays (PHAs), Chemiluminescent Microparticle Immunoassay (CMIA),

dan Electrochemiluminescent Immunoassay (ECLIA) (Liu et al, 2014).

Metode RPHAs dan PHAs merupakan metode yang cepat dan mudah

untuk dilakukan, namun kurang sensitif dan hasilnya sulit diinterpretasi

bila dibandingkan dengan Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

(WHO, 2002).

Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas untuk

menegakkan diagnosis hepatitis B dalam kasus-kasus ringan, subklinis

atau yang menetap. Salah satu tes pemeriksaan yang tergolong adalah

ELISA. Prinsip dari pemeriksaan ELISA adalah reaksi antigen-antibodi

(Ag-Ab) dimana setelah penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi

yang dilabel enzim dan substrat akan terjadi perubahan warna. Perubahan

warna akan diukur intensitasnya dengan alat pembaca yang disebut

spektrofotometer atau ELISA reader dengan menggunakan panjang

gelombang tertentu (Handojo, 2004). HBsAg kuantitatif dilakukan dengan

pemeriksaan HBsAg Architect berdasarkan metode CMIA. Metode ini

adalah generasi terbaru setelah ELISA dengan kemampuan deteksi yang

lebih sensitif (Primadharsini & Wibawa, 2013).

Akhir-akhir ini banyak digunakankitdengan hasil yang lebih cepat seperti

dipstick atau imunokromatografi (Friedman et al, 2003). Rapid test

diterima secara luas untuk diagnosis dan skrining untuk penyakit infeksi di

(23)

5

dilakukan, tidak membutuhkan peralatan kompleks, mudah diinterpretasi,

dan reagennya dapat disimpan di suhu ruangan (Allain, 2005).

Berdasarkan penelitian Lin et al (2008), Diagnostic for the Real World

(DRW-HBsAg) adalah rapid test yang memiliki nilai sensitivitas 99,46%

dan spesifisitas 99,18% sedangkan Determine HBsAg memiliki nilai

sensitivitas 98,92% dan spesifisitas 100% .

Berbagai penelitian mengenai pemeriksaan HBsAg dengan menggunakan

Rapid testyang bervariasi mendorong keinginan penulis untuk mengetahui

nilai diagnostik pemeriksaan HBsAg menggunakan rapid test Diaspot®

untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B di Rumah Sakit (RS) Urip

Sumoharjo Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti menyusun

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Berapakah nilai Area Under the Curve (AUC) metode rapid test

HBsAg untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B?

2. Berapa sensitivitas dan spesifitas rapid test HBsAg Diaspot® untuk

mendiagnosis infeksi Hepatitis B di RS Urip Sumoharjo Bandar

(24)

6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menguji rapid test HBsAg Diaspot® untuk mendiagnosis infeksi

Hepatitis B.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui nilai AUC metode rapid test HBsAg untuk

mendiagnosis infeksi Hepatitis B.

b. Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas rapid test HBsAg

Diaspot® untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B di RS Urip

Sumoharjo Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Penelitian ini sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah

dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.

2. Bagi Masyarakat

Mengetahui beberapa pemeriksaan laboratorium dalam penegakan

diagnosis Hepatitis B sehingga mendapatkan terapi penyakit sedini

mungkin.

3. Bagi Ilmu Kedokteran

Membantu para klinisi dalam mendiagnosis Hepatitis B sehingga

dapat memberikan tata laksana penyakit sedini mungkin dan

(25)

7

E. Kerangka Teori

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis

B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan

peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati

atau kanker hati.

Virus hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran

sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar.

Virus ini melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan

nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati.

Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel

pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA

VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru.

Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan

hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap

infeksi.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali

riwayat transmisi seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning

sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan

laboratorium pada VHB terdiri dari, pemeriksaan biokimia, serologis, dan

(26)

8

\

Gambar 1. Diagram kerangka teori. Virus Hepatitis B

DNA virus berintegrasi DNA hospes

(27)

9

F. Kerangka Konsep

Gambar 2. Diagram kerangka konsep. Virus Hepatitis B

Surface

Hepatitis akut

Pemeriksaan serologi HBsAg

Envelope Core

Hepatosit

DNA virus berintegrasi DNA hospes

Respon imun atau inflamasi

Pemeriksaan Laboratorium

(28)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hepatitis B

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B,

suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati

akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.

Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan

Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau

laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan (Mustofa &

Kurniawaty, 2013).

B. Etiologi Hepatitis B

Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil berasal

dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42 nm

(Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata

60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah protein

envelope lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core

(29)

11

Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial dengan

3200 nukleotida (Kumar et al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan memiliki

empat Open Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial

protein envelope yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs

(LHBs), medium HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang

merupakan target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada asam

amino 100-160 (Hardjoeno, 2007). HBsAg dapat mengandung satu dari

sejumlah subtipe antigen spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg

ini menyediakan penanda epidemiologik tambahan (Asdieet al, 2012).

Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P yang

mengkode enzim polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir

gen X yang mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host

secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun

host, dan belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati

(Hardjoeno, 2007).

(30)

12

C. Epidemiologi Hepatitis B

Infeksi VHB merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis,

sirosis, dan kanker hati di dunia. Infeksi ini endemis di daerah Timur Jauh,

sebagian besar kepulaan Pasifik, banyak negara di Afrika, sebagian Timur

Tengah, dan di lembah Amazon. Center for Disease Control and Prevention

(CDC) memperkirakan bahwa sejumlah 200.000 hingga 300.000 orang

(terutama dewasa muda) terinfeksi oleh VHB setiap tahunnya. Hanya 25% dari

mereka yang mengalami ikterus, 10.000 kasus memerlukan perawatan di

rumah sakit, dan sekitar 1-2% meninggal karena penyakit fulminan (Price &

Wilson, 2012).

Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh VHB dan sekitar

400 juta orang merupakan pengidap kronik Hepatitis B, sedangkan prevalensi

di Indonesia dilaporkan berkisar antara 3-17% (Hardjoeno, 2007). Virus

Hepatitis B diperkirakan telah menginfeksi lebih dari 2 milyar orang yang

hidup saat ini selama kehidupan mereka. Tujuh puluh lima persen dari semua

pembawa kronis hidup di Asia dan pesisir Pasifik Barat (Kumaret al, 2012).

Prevalensi pengidap VHB tertinggi ada di Afrika dan Asia. Hasil Riset

Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa Hepatitis klinis terdeteksi di

seluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6% (rentang:

0,2%-1,9%). Hasil Riskesdas Biomedis tahun 2007 dengan jumlah sampel 10.391

orang menunjukkan bahwa persentase HBsAg positif 9,4%. Persentase

(31)

13

tahun (10.57%) dan umur 10-14 tahun (10,02%), selanjutnya HBsAg positif

pada kelompok laki-laki dan perempuan hampir sama (9,7% dan 9,3%). Hal ini

menunjukkan bahwa 1 dari 10 penduduk Indonesia telah terinfeksi virus

Hepatitis B (Kemenkes, 2012).

D. Penularan Hepatitis B

Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus membran

mukosa, terutama berhubungan seksual (Price & Wilson, 2012). Penanda

HBsAg telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang yang

terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal, asites, dan

air susu ibu. Beberapa cairan tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah

diketahui infeksius (Thedja, 2012).

Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara

parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horisontal

(kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik,

penggunaan jarum suntik bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi pada

semua sekret dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada

(32)

14

E. Patogenesis Hepatitis B

Infeksi VHB berlangsung dalam dua fase. Selama fase proliferatif, DNA VHB

terdapat dalam bentuk episomal, dengan pembentukan virion lengkap dan

semua antigen terkait. Ekspresi gen HBsAg dan HBcAg di permukaan sel

disertai dengan molekul MHC kelas I menyebabkan pengaktifan limfosit T

CD8+ sitotoksik. Selama fase integratif, DNA virus meyatu kedalam genom

pejamu. Seiring dengan berhentinya replikasi virus dan munculnya antibodi

virus, infektivitas berhenti dan kerusakan hati mereda. Namun risiko terjadinya

karsinoma hepatoselular menetap. Hal ini sebagian disebabkan oleh disregulasi

pertumbuhan yang diperantarai protein X VHB. Kerusakan hepatosit terjadi

akibat kerusakan sel yang terinfeksi virus oleh sel sitotoksik CD8+ (Kumar et

al, 2012). Fase tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

(33)

15

Proses replikasi VHB berlangsung cepat, sekitar 1010-1012 virion dihasilkan

setiap hari. Siklus hidup VHB dimulai dengan menempelnya virion pada

reseptor di permukaan sel hati (Gambar 3). Setelah terjadi fusi membran,

partikel core kemudian ditransfer ke sitosol dan selanjutnya dilepaskan ke

dalam nucleus (genom release), selanjutnya DNA VHB yang masuk ke dalam

nukleus mula-mula berupa untai DNA yang tidak sama panjang yang kemudian

akan terjadi proses DNA repair berupa memanjangnya rantai DNA yang

pendek sehingga menjadi dua untai DNA yang sama panjang atau covalently

closed circle DNA (cccDNA). Proses selanjutnya adalah transkripsi cccDNA

menjadi pre-genom RNA dan beberapamessengerRNA (mRNA) yaitu mRNA

LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs (Hardjoeno, 2007).

(34)

16

Semua RNA VHB kemudian ditransfer ke sitoplasma dimana proses translasi

menghasilkan protein envelope, core, polimerase, polipeptida X dan pre-C,

sedangkan translasi mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs akan

menghasilkan protein LHBs, MHBs, dan SHBs. Proses selanjutnya adalah

pembuatan nukleokapsid di sitosol yang melibatkan prosesencapsidation yaitu

penggabungan molekul RNA ke dalam HBsAg. Proses reverse transcription

dimulai, DNA virus dibentuk kembali dari molekul RNA. Beberapa coreyang

mengandung genom matang ditransfer kembali ke nukleus yang dapat

dikonversi kembali menjadi cccDNA untuk mempertahankan cadangan

template transkripsi intranukleus. Akan tetapi, sebagian dari protein core ini

bergabung ke kompleks golgi yang membawa protein envelope virus. Protein

core memperoleh envelope lipoprotein yang mengandung antigen surface L,

M, dan S, yang selanjutnya ditransfer ke luar sel (Hardjoeno, 2007).

F. Patofisiologi Hepatitis B

Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus

Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar

kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus

melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid.

Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati.

Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada

(35)

17

DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru.

Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan

hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap

infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013).

Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel,

terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan

hati ringan. Respon imun hostterhadap antigen virus merupakan faktor penting

terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap

respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel hati.

Respon imun hostdimediasi oleh respon seluler terhadap epitop protein VHB,

terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte

Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen peptida VHB

setelah mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati

oleh molekulMajor Histocompability Complex(MHC) kelas I. Proses berakhir

dengan penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+

(Hardjoeno, 2007).

G. Manifestasi Klinis Hepatitis B

Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan.

Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya

riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya

menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat

(36)

18

Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:

1. Fase Inkubasi

Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau

ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan

rata-rata 60-90 hari.

2. Fase prodromal (pra ikterik)

Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala

ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum,

mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia.

Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan

menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan

aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.

3. Fase ikterus

Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan

dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi.

Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi

justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.

4. Fase konvalesen (penyembuhan)

Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi

hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan

sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus

perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang

(37)

19

Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih

dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis

B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :

1. Fase Imunotoleransi

Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi

dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus

Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat

tinggi.

2. Fase Imunoaktif (Clearance)

Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi

virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari

kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah

mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.

3. Fase Residual

Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel

hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya

dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel

hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah,

HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta

(38)

20

H. Diagnosis Hepatitis B

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi

seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya.

Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan penunjang terdiri

dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi hepar (Mustofa &

Kurniawaty, 2013). Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari

pemeriksaan biokimia, serologis, dan molekuler (Hardjoeno, 2007).

Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya

pada biopsi hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati

(Mustofa & Kurniawaty, 2013).

Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari :

1. Pemeriksaan Biokimia

Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10 kali

nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit,

peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan kadar

albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium kronik

VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun hingga 2-10 kali

nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat

(39)

21

2. Pemeriksaan serologis

Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda

infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum >6

bulan (EASL, 2009). Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung

permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di dalam darah

yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier (Hardjoeno,

2007).

Setelah HBsAg menghilang, anti-HBs terdeteksi dalam serum pasien dan

terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya. Karena terdapat

variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs, kadang terdapat suatu tenggang

waktu (window period) beberapa minggu atau lebih yang memisahkan

hilangnya HBsAg dan timbulnya HBs. Selama periode tersebut,

anti-HBc dapat menjadi bukti serologik pada infeksi VHB (Asdieet al, 2012).

(40)

22

Hepatitis B core antigen dapat ditemukan pada sel hati yang terinfeksi,

tetapi tidak terdeteksi di dalam serum (Hardjoeno, 2007). Hal tersebut

dikarenakan HBcAg terpencil di dalam mantel HBsAg. Penanda Anti-HBc

dengan cepat terlihat dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2 minggu

pertama timbulnya HBsAg dan mendahului terdeteksinya kadar anti-HBs

dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan (Asdieet al, 2012).

Penanda serologik lain adalah anti-HBc, antibodi ini timbul saat terjadinya

gejala klinis. Saat infeksi akut, anti HBc IgM umumnya muncul 2 minggu

setelah HBsAg terdeteksi dan akan menetap ±6 bulan. Pemeriksaan anti-HBc IgM penting untuk diagnosis infeksi akut terutama bila HBsAg tidak

terdeteksi (window period). Penanda anti-HBc IgM menghilang, anti-HBc

IgG muncul dan akan menetap dalam jangka waktu lama (Hardjoeno,

2007).

Hepatitis B envelope antigen merupakan peptida yang berasal dari core

virus, ditemukan hanya pada serum dengan HBsAg positif. Penanda

HBeAg timbul bersamaan dengan dihasilkannya DNA polimerase virus

sehingga lebih menunjukkan terjadinya replikasi virus dan jika menetap

kemungkinan akan menjadi penyakit hati kronis (Hardjoeno, 2007).

(41)

23

Gambar 7. Penanda serologi Virus Hepatitis B kronis (Sumber: Roche Diagnostics, 2011)

Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas untuk

menegakkan diagnosis Hepatitis B dalam kasus-kasus ringan, sub klinis

atau yang menetap (Handojo, 2004). Beberapa metode yang digunakan

untuk mendiagnosis hepatitis adalah Immunochromatography (ICT),

ELISA, EIA, dan PCR. Metode EIA dan PCR tergolong mahal dan hanya

tersedia pada laboratorium yang memiliki peralatan lengkap. Peralatan

rapid diagnostic ICT adalah pilihan yang tepat digunakan karena lebih

murah dan tidak memerlukan peralatan kompleks (Rahmanet al, 2008).

Diagnostik dengan rapid test merupakan alternatif untuk enzym

immunoassays dan alat untuk skrining skala besar dalam diagnosis infeksi

VHB, khususnya di tempat yang tidak terdapat akses pemeriksaan serologi

(42)

24

Gambar 8.Pemeriksaan HBsAg denganrapid test (Sumber: http://www.globalpartners.cl, 2014).

Pemeriksaan HBsAg (cassette) adalah pemeriksaan rapid

chromatographic secara kualitatif untuk mendeteksi HBsAg pada serum

atau plasma. Pemeriksaan HBsAg Diaspot® (Diaspot Diagnostics, USA)

adalah pemeriksaan kromatografi yang dilakukan berdasarkan prinsip

double antibody-sandwich. Membran dilapisi oleh anti-HBs pada bagian

test line. Selama tes dilakukan, HBsAg pada spesimen serum atau plasma

bereaksi dengan partikel anti-HBs. Campuran tersebut berpindah ke

membran secara kromatografi oleh mekanisme kapiler yang bereaksi

dengan anti-HBs pada membran dan terbaca di colored line (Gambar 7).

Adanya colored line menandakan bahwa hasilnya positif, jika tidak ada

(43)

25

Hasil rapid test HBsAg (Sumber: http://www.ra 2014).

BsAg telah digunakan sebagai penanda diag

ksi virus Hepatitis B. Seiring dengan kemajuan

eriksaan HBsAg kuantitatif untuk memonitor

, 2011). Pemeriksaan HBsAg kuantitatif adalah a

untuk akurasi, mudah, terstandarisasi, dan seca

astikan perbedaan yang ditemukan pada

. Salah satu pemeriksaan yang telah dikem

BsAg kuantitatif adalah pemeriksaan HBsAg A

). Pemeriksaan HBsAg Architect memiliki ja

/mL (Zacher,et al. 2011).

n HBsAg kuantitatif dilakukan dengan peme

berdasarkan metode CMIA (Gambar 8). Metode

25

.rapidtest-ivd.com/,

agnostik kualitatif

uan perkembangan,

onitor replikasi virus

(44)

26

generasi terbaru setelah ELISA dengan kemampuan deteksi yang lebih

sensitif (Primadharsini & Wibawa, 2013).

Gambar 10. Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect (sumber: Abbott Laboratories, 2008).

Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect memiliki dua langkah dalam

pemeriksaan. Langkah pertama, sampel dan mikropartikel paragmanetik

dilapisi anti-HBs dikombinasikan. Keberadaan HBsAg pada sampel akan

berikatan dengan mikropartikel yang dilapisi anti-HBs. Proses selanjutnya

adalah washing, kemudian acridinium-labeled anti-HBs conjugate

ditambahkan pada langkah kedua. Setelah proses washingkembali, larutan

pre-trigger dan trigger ditambahkan ke dalam campuran Larutan

pre-trigger mengandung 1, 32% hydrogen peroksida, sedangkan larutan

(45)

27

chemiluminescent diukur sebagai Relative Unit Light(RLU) dan dideteksi

dengansystem opticArchitect (Abbott Laboratories, 2008).

Interpretasi hasil dari pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect adalah

nonreaktif jika spesimen dengan nilai konsentrasi <0,05 IU/mL dan reaktif

jika spesimen dengan nilai konsentrasi >0,05 IU/mL. Sampel nonreaktif

menandakan negatif untuk HBsAg dan tidak membutuhkan tes

selanjutnya (Abbott Laboratories, 2008).

3. Pemeriksaan molekuler

Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara laboratorium

untuk deteksi dan pengukuran DNA VHB dalam serum atau plasma.

Pengukuran kadar secara rutin bertujuan untuk mengidentifikasi carrier,

menentukan prognosis, dan monitoring efikasi pengobatan antiviral.

Metode pemeriksaannya antara lain:

a. Radioimmunoassay (RIA) mempunyai keterbatasan karena waktu

paruh pendek dan diperlukan penanganan khusus dalam prosedur

kerja dan limbahnya.

b. Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC) merupakan teknik

hibridisasi yang lebih sensitif dan tidak menggunakan radioisotop

(46)

28

c. Amplifikasi signal (metode branched DNA/bDNA) bertujuan untuk

menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi hanya dari beberapa target

molekul asam nukleat.

d. Amplifikasi target (metode Polymerase Chain Reaction/PCR) telah

dikembangkan teknik real-time PCR untuk pengukuran DNA VHB.

Amplifikasi DNA dan kuantifikasi produk PCR terjadi secara bersamaan

dalam suatu alat pereaksi tertutup (Hardjoeno, 2007).

Pemeriksaan amplifikasi kuantitatif (PCR) dapat mendeteksi kadar VHB

DNA sampai dengan 102 kopi/mL, tetapi hasil dari pemeriksaan ini harus

diinterpretasikan dengan hati-hati karena ketidakpastian arti perbedaan klinis

dari kadar VHB DNA yang rendah. Berdasarkan pengetahuan dan definisi

sekarang tentang Hepatitis B kronik, pemeriksaan standar dengan batas

deteksi 105-106 kopi/mL sudah cukup untuk evaluasi awal pasien dengan

Hepatitis B kronik. Untuk evaluasi keberhasilan pengobatan maka tentunya

diperlukan standar batas deteksi kadar VHB DNA yang lebih rendah dan pada

saat ini adalah yang dapat mendeteksi virus sampai dengan <104 kopi/mL

(47)

29

I. Komplikasi Hepatitis B

Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada Hepatitis B akut.

Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita Hepatitis B akut.

Kebanyakan penderita Hepatitis B kronik tidak pernah mengalami gejala

hepatitis B akut yang jelas. Hepatitis fulminan merupakan penyulit yang

paling ditakuti karena sebagian besar berlangsung fatal. Lima puluh persen

kasus hepatitis virus fulminan adalah dari tipe B dan banyak diantara kasus

hepatitis B akut fulminan terjadi akibat ada koinfeksi dengan hepatitis D atau

hepatitis C. Angka kematian lebih dari 80% tetapi penderita hepatitis

fulminan yang berhasil hidup biasanya mengalami kesembuhan biokimiawi

atau histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminan adalah transplantasi

hati (Soewignjo & Gunawan, 2008).

Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati tergantikan oleh jaringan

parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini semakin lama akan mengubah

struktur normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati. Maka sel-sel hati akan

mengalami kerusakan yang menyebabkan fungsi hati mengalami penurunan

(48)

30

J. Terapi Hepatitis B

Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut yang khas. Pembatasan

aktivitas fisik seperti tirah baring dapat membuat pasien merasa lebih baik.

Diperlukan diet tinggi kalori dan hendaknya asupan kalori utama diberikan

pada pagi hari karena banyak pasien mengalami nausea ketika malam hari

(Setiawanet al, 2006).

Tujuan utama dari pengobatan Hepatitis B kronik adalah untuk

mengeliminasi atau menekan secara permanen VHB. Pengobatan dapat

mengurangi patogenitas dan infektivitas akhirnya menghentikan atau

mengurangi inflamasi hati, mencegah terjadinya dekompensasi hati,

menghilangkan DNA VHB (dengan serokonvers HBeAg ke anti-Hbe pada

pasien HBeAg positif) dan normalisasi ALT pada akhir atau 6-12 bulan

setelah akhir pengobatan (Soewignjo & Gunawan, 2008).

Tujuan jangka panjang adalah mencegah terjadinyahepatitis flare yang dapat

menyebabkan dekompensasi hati, perkembangan ke arah sirosis dan/atau

HCC (Hepato Cellular Carcinoma), dan pada akhirnya memperpanjang usia

(Setiawanet al, 2006). Terapi antiviral yang telah terbukti bermanfaat untuk

Hepatitis B kronik adalah Interferon, Lamivudin, Adefovir dipofoxil dan

(49)

31

K. Prognosis Hepatitis B

Virus hepatitis B menyebabkan hepatitis akut dengan pemulihan dan

hilangnya virus, hepatitis kronis nonprogresif, penyakit kronis progresif yang

berakhir dengan sirosis, hepatitis fulminan dengan nekrosis hati masif,

keadaan pembawa asimtomatik, dengan atau tanpa penyakit subklinis

progresif. Virus ini juga berperan penting dalam terjadinya karsinoma

hepatoselular (Kumat et al, 2012). Setiap tahun, lebih dari 600.000 orang

meninggal diakibatkan penyakit hati kronik oleh VHB belanjut ke sirosis,

kegagalan hati danhepatocellular carcinoma(Chevaliezet al, 2014).

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian

cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data pasien

yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B pada bulan Oktober sampai

Desember 2014 di bagian Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo

Bandar Lampung. Consecutive sampling adalah pemilihan sampel dengan

menetapkan subjek yang telah memenuhi kriteria penilaian.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 di bagian Laboratorium

Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien yang dicurigai menderita

penyakit Hepatitis B pada bulan Oktober sampai Desember 2014 di bagian

(51)

✂✂

2. Sampel

Menurut Dahlan (2009), rumus besar sampel untuk penelitian diagnostik

yang mempunyai keluaran Area Under the Curve (AUC) adalah sebagai

berikut:

n = Zα 2V1 + Z V1 + V2

θ1 θ2

Keterangan:

n : jumlah sampel yang dibutuhkan

Zα : deviat baku alpha

θ1-θ2 : selisih minimal AUC antara dua indeks yang dianggap bermakna

θ2 : AUC dari indeks yang sudah diketahui

θ1 : AUC dari indeks yang diteliti

V1 : Q11+ Q21- 2θ12

V2 : Q12+ Q22- 2θ12

Q11 : Nilai Q1dari indeks yang ditelitiθ1: (2 -θ1)

Q21 : Nilai Q2dari indeks yang diteliti 2θ12: (1 +θ1)

Q12 : Nilai Q1dari indeks yang telah ada θ2: (2 -θ2)

Q22 : Nilai Q2dari indeks yang telah ada 2θ22: (1+θ2)

Hasil perhitungan:

Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu arah, sehingga

Zα=1,64.

(52)

✄ ☎

θ2= nilai AUC dari diagnostik sebelumnya. Karena tidak diketahui, maka

θ2=0,5

θ1– θ2 = perbedaan nilai AUC minimal yang dianggap bermakna

ditetapkan sebesar 0,3. Dengan demikian, θ1(Rapid test) adalah sebesar 0,8.

Q11= θ1: (2 -θ1) = 0,8 : (2-0,8) = 0,8 : 1,2 = 0,67

Q21=2θ1 : (1 + θ1) = 2 x 0,802: (1+0,80) = 0,71

Q12= θ2: (2– θ2) = 0,5 : (2-0,5) = 0,5 : 1,5 = 0,33

Q22= 2θ2 : (1 + θ2) = 2 x 0,502: (1+ 0,50) = 0,33

V1= Q11+ Q21–2 1 = 0,67 + 0,71–2 x 0,802= 0,1

V2= Q12+ Q22-2 2 = 0,33 + 0,33–2 x 0,502= 0,16

n = 1,64 2(0,1) + 1,28 0,1 + 0,16 0,8 0,5

n = 29

Sehingga dibutuhkan sampel minimal sebanyak 29 pasien, dimana semua

populasi yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai responden.

Kriteria Inklusi:

1. Pasien rawat inap yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis di RS Urip

Sumoharjo Bandar Lampung pada bulan Oktober-Desember 2014.

2. Pasien dengan gejala klinis yang mendukung kearah Hepatitis.

(53)

✆ ✝

Kriteria eksklusi:

1. Pasien dicurigai menderita penyakit Hepatitis yang tidak bersedia

dijadikan responden dalam penelitian.

2. Pasien Hepatitis B kronik dalam pengobatan.

D. Definisi Operasional Variabel

Tabel 1.Definisi operasional

No. Variabel Definisi Jenis Variabel

1. Hepatitis B dengan hasil :

+ :control linedantest linemerah :control linemerah

Invalid : tidak ada garis merah

Deteksi antigen permukaan virus Hepatitis B secara kuantitatif dengan interpretasi konsentrasi HBsAg: Reaktif :≥0,05 IU/ml

Non reaktif:≤0,05 Iu/ml

Nominal

Nominal

E. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Sampel (serum).

2. Tabungvacutainer(clot)berwarna merah.

3. Cup sample.

4. Spuit 3cc dan 5cc.

5. Tip kuning.

6. Parafilm.

7. Rak tabung.

8. Sentrifugator.

(54)

✞6

10. Micropipet.

11. Toples untuk tempatcup sample.

F. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan sampel

Sampel didapat berdasarkan kriteria inklusi yaitu pasien yang dicurigai

menderita penyakit Hepatitis B di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.

Pasien diambil darah sebanyak 3cc dan dimasukkan ke dalam tabung

vacutainer (clot) berwarna merah. Sampel darah disentrifugasi dengan

kecepatan 2000 rpm selama 15 menit di Laboratorium Patologi Klinik RS

Urip Sumoharjo Bandar Lampung.

2. Penyimpanan sampel

Serum yang telah disentrifugasi, dimasukkan ke cup sample yang

sebelumnya telah diberi kode sampel dan kemudian ditutup dengan

parafilm. Sampel dimasukkan ke dalam toples dan disimpan di dalam

kulkas bersuhu -20oC.

3. Pemeriksaan HBsAgrapid testdan HBsAg kuantitatif

Sampel yang akan diperiksa dipindahkan dari kulkas bersuhu -20o C ke

suhu ruangan. Pemeriksaan rapid test dimulai dengan menambahkan 2-3

tetes atau 60-90µl serum yang dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik

RS Urip Sumoharjo sedangkan pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect

(55)

✟ ✠

Pasien yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung

Pengambilan sampel darah pasien sebanyak 3cc di tabungvacutainer (clot) berwarna merah

Sampel darah disentrifugasi di Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung selama 15 menit.

Serum dimasukkan kecup sampledan ditutup dengan parafilm.

Penyimpanan sampel serum di dalam kulkas bersuhu -20oC.

Gambar 12.Diagram Alur Penelitian. Pemeriksaan HBsAg kuantitatif

Architect di laboratorium Prodia

Hasil dibaca setelah setelah 35 menit

Pemeriksaanrapid testdi Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo

Bandar Lampung.

Disiapkanrapid testsimpan pada permukaan mendatar

Tambahkan 2-3 tetes atau 60-90µl serum padarapid test

(56)

✡8

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan dioleh

menggunakan program statistik. Kemudian, proses pengolahan data

menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah:

a. Editing, untuk melakukan pengecekan apakah semua data

pemeriksaan sudah lengkap, jelas, dan relevan.

b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang

dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk

keperluan analisis.

c. Entry, merupakan suatu kegiatan memasukkan data ke dalam

komputer.

d. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang

telah dimasukkan ke komputer.

2. Analisis Data

Analisis data digunakan analisis diagnostik Receiver Operating

Charateristic (ROC). Metode ROC adalah suatu metode statistik yang

merupakan hasil tarik ulur antara nilai sensitivitas dan spesifisitas pada

berbagai titik potong yang disajikan dalam bentuk grafik. Beberapa

langkah analisis diantaranya:

a. Kurva ROC.

b. Menentukan titik potong.

(57)

☛ ☞

H. Ethical clearance

Penelitian ini telah mendapat Keterangan Lolos Kaji Etik dari Komisi Etik

Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, bahwa

prosedur yang dilakukan tidak melanggar etika dalam melakukan

(58)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Rapid testHBsAg Diaspot®memiliki nilai AUC sebesar 95,7%.

2. Rapid test HBsAg Diaspot® memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas

yang telah mendekati standar rekomendasi dari World Health

Organization.

B. Saran

1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut dalam penegakan

diagnosis Hepatitis B dengan menggunakan rapid test yang dibandingkan

dengan pemeriksaanGold standard.

2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai perbandingan

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott laboratories. 2008. Architect System HBsAg qualitative. Tersedia dari: http://www.ilexmedical.com/. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.

Ahn SH, Lee JM. 2011. Quantification of HBsAg: Basic virology for clinical practice. World J Gastroenterol. 17(3):283-89.

Alberta Health and Wellness Public Health Notifiable Disease Management Guidelines Hepatitis B (Acute case). 2011. Government of Alberta. Tersedia dari: http://www.health.alberta.ca/. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.

Allain JP, Lee HH. 2005. Rapid tests for detection of viral markers in blood transfusion. Expert Rev. Mol. Diagn. 5:31-41.

Antony J, Celine T M. 2014. A hospital-based retrospective study on frequency and distribution of viral Hepatitis. J Global Infect Dis. 6:99-104.

Asdie AH, Wiyono P, Rahardjo P, Triwibowo, Marcham SN, Danawati W. 2012. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, edisi ke-13. Jakarta: EGC. hlm.1638-63.

Chevaliez S, Challine D, Naija H, Luu TC, Laperche S, Nadala L, et al. 2014. Performance of a new rapid test for the detection of hepatitis B surface antigen in various population. J Clin Virol. 59(2):89-93.

Dahlan MS. 2009. Penelitian Diagnostik: Dasar-dasar teoritis dan aplikasi dengan program SPSS dan Stata. Jakarta: Salemba Medika.

European Association for the Study of Liver. 2009. EASL clinical practice guidelines: management of chronic hepatitis. J Hepatol. 50:227-242.

Friedman S, Grendell J, McQuaid K. 2003. Current diagnosis and treatment in gastroenterology, edisi ke-2. London: McGraw-Hill.

Ganem D, Prince AM. 2004. Hepatitis B virus infection-natural history and clinical cnsequences. N Engl J Med. 350:1118-29.

(60)

Hardjoeno UL. 2007. Kapita selekta hepatitis virus dan interpretasi hasil laboratorium. Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm. 5-14.

Hayder I, Ahmed W, Alam SE. 2012. Comparison of different ICT kits for HBsAg and Anti HCV using gold standard ELISA. Pak J Med Res. 51(3):72-6.

http://www.globalpartners.cl. Diaspot (Rapid diagnostic test). Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.

http://www.rapidtest-ivd.com/. Rapid test results. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.

Hunt R. 2011. Hepatitis viruses. Virology Section of Microbiology and Immunology Online [Jurnal Online]. Tersedia dari: http://pathmicro.med.sc.edu/virol/hepatitis-virus.htm. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.

Janahi EM. 2014. Prevalence and Risk Factors of Hepatitis B Virus Infection in Bahrain, 2000 through 2010. PLOS One. 9(2):e87599.

Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. 2012. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman pengendalian hepatitis virus. Jakarta: Direktorat Jenderal PP dan PL.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar Indonesia (Riskesdas). Jakarta: Badan Litbangkes. hlm.109-110.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2012. Buku ajar patologi Robbins, edisi ke-7. Jakarta: EGC.

Lin YH, Wang Y, Loua A, Day GJ, Qiu Y, Allain JP,et al. 2008. Evaluation of a new hepatitis B virus surface antigen rapid test with improved sensitivity. J Clin Micobiol. 46(10):3319.

Liu C, Tianbin C, Lin J, Chen H, Chen J, Lin S, et al. 2014. Evaluation of the performance of four methods for detection of hepatitis B surface antigen and their application for testing 116,455 specimens. J Virol Methods.

Maity S, Nandi S, Biswas S, Sadhukhan SK, Saha MK. 2012. Performance and diagnostic usefulness of commercially available Enzyme Linked Immunosorbent Assay and rapid kits for detection of HIV, HBV and HCV in India. Virology Journal. 9:290.

(61)

Nadiah. 2008. Prevalensi Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) positif pada penderita sirosis hepatis yang dirawat di bagian Ilmu Penyakit Dalam Perjan RS. Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Januari-31 Desember 2006 [Tesis]. Padang: Universitas Andalas.

Navarro N, Lim N, Kim J, Joo E, Che K, Runyon BA, et al. 2014. Lower than expected hepatitis B virus infection prevalence among first generation Koreans in the U.S.: results of HBV screening in the Southern California Inland Empire Natali. BMC Infectious Diseases. 14:269.

Okonko IO, Udeze AO. 2011. Detection of Hepatits B surface Antigen (HBsAg) among pregnant women attending Antenatal Clinic at O.L.A. Catholic Hospital, Oluyoro, Ibadan, Oyo State, Southwestern Nigeria. Nature and Science. 9(11):54-60.

Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 472-500.

Primadharsini PP, Wibawa ID. 2013.Correlation between Quantitative HBsAg and HBV-DNA in Chronic Hepatitis B Infection. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology And Digestive Endoscopy.14(1):9-12.

Rahman M, Khan SA, Lodhi Y. 2008. Unconfirmed rective screening tests and their impact on donor management. Pak J Med Sci. 24:517-9.

Roche Diagnostics. 2011. Elecsys HBsAg II quantitative. Switzerland. Tersedia dari: www.cobas.com. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.

Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto.

Scheiblauer H, et al. 2010. Performance evaluation of 70 hepatitis B virus (HBV) surface antigen (HBsAg) assays from around the world by geographically diverse panel with anarray of HBV genotypes and HBsAg subtypes. Vox Sang. 98:403-14.

Setiawan PB, Djumhana A, Akbar HN, Lesmana LA. 2006. Konsensus PPHI tentang panduan tata laksana infeksi hepatitis B kronik.

Soewignjo S, Gunawan S. 2008. Hepatitis virus B, edisi ke-2. Jakarta: EGC.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata S, Setiati S. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3, edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(62)

Wasfi OAS, Sadek NA. 2011. Prevalence of hepatitis B surface antigen and hepatitis C virus antibodies among blood donors in Alexandria, Egypt. Eastern Mediterranean Health Journal. 17(3):238-42.

Willis AP. 2007. Hepatitis B research advanced. Newyork: Nova Science Publisher Inc. hlm. 44-5.

World Health Organization. 2002. Hepatitis B. Tersedia dari: http://www.who.int/. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.

Gambar

Gambar 1. Diagram kerangka teori.
Gambar 2. Diagram kerangka konsep.
Gambar 3. Struktur virus Hepatitis B (Sumber: Hunt, 2011)
Gambar 4. Patogenesis imun pada virus hepatitis B (Sumber: Ganem et al, 2004).
+7

Referensi

Dokumen terkait