ABSTRACT
DIAGNOSTIC TEST OF DIASPOT®HBsAgRAPID TESTTO DIAGNOSE HEPATITIS B INFECTION IN URIP SUMOHARJO HOSPITAL
BANDAR LAMPUNG
By
FERINA DWI MARINDA
Hepatitis virus still the one of serious problem in the world. Incidence of hepatitis is high relatively in Indonesia and become public health problem in many place. Hepatitis B Virus infected more 2 billion people in the world and about 240 million people remain infected chronically. Rapid tests are used to diagnose and screening to the infection disease. This rapid tests are simple to perform, do not require equipment, easy to interpret and their reagents can generally be stored at room temperature. This study was a descriptive analytic with cross sectional study. The population in this study were suspected patients of Hepatitis B Virus in the laboratory of Clinical Pathology Urip Sumoharjo Bandar Lampung Hospital. The sampling technique was used consecutive sampling. Samples of this study were 30 samples. The result of Diaspot® HBsAg rapid test has 95.7% of AUC with sensitivity 91.3% and spesificity 100%. Conclusion,Rapid testHBsAg Diaspot®has sensitivity and spesificity that approach to standard recommendation from World Health Organization.
ABSTRAK
UJI DIAGNOSTIKRAPID TESTHBsAg DIASPOT®UNTUK MENDIAGNOSIS INFEKSI HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO
BANDAR LAMPUNG
Oleh
FERINA DWI MARINDA
Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di dunia. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa daerah. Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan sekitar 240 juta merupakan pengidap virus hepatitis B kronis. Rapid testditerima secara luas untuk diagnosis dan skrining untuk penyakit infeksi. Metode ini secara umum mudah dilakukan, tidak membutuhkan peralatan kompleks, mudah diinterpretasi, dan reagennya dapat disimpan di suhu ruangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji rapid test HBsAg Diaspot® untuk mendiagnosis penyakit Hepatitis B. Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi pada penelitian adalah pasien yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B di bagian Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 30 sampel. HasilRapid testHBsAg Diaspot®memiliki nilai AUC sebesar 95,7% dengan nilai senstivitas 91,3% dan spesifisitas 100%. Kesimpulan, Rapid test HBsAg Diaspot® memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang telah mendekati standar rekomendasi dari World Health Organization.
1
UJI DIAGNOSTIKRAPID TESTHBsAg DIASPOT®UNTUK MENDIAGNOSIS INFEKSI HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT URIP
SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
FERINA DWI MARINDA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram kerangka teori... 8
2. Diagram kerangka konsep... 9
3. Struktur virus Hepatitis B... 11
4. Patogenesis imun pada virus Hepatitis B... 14
5. Siklus replikasi virus Hepatitis B... 15
6. Petanda serologi Virus Hepatitis B akut ... 21
7. Petanda serologi Virus Hepatitis B kronik... 23
8. Pemeriksaan HBsAg denganrapid test... 24
9. Hasilrapid testHBsAg ... 25
10. Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect ... 26
11. Skema perjalanan VHB... 31
12. Diagram Alur Penelitian ... 37
13. KurvaReceiver Operating Charateristic(ROC) ... 43
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... i
DAFTAR TABEL... ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan umum ... 6
2. Tujuan khusus ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Kerangka Teori ... 7
F. Kerangka Konsep... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Hepatitis B... 10
B Etiologi Hepatitis B ... 10
C. Epidemiologi Hepatitis B ... 12
D. Penularan Hepatitis B... 13
E. Patogenesis Hepatitis B ... 14
F. Patofisiologi Hepatitis B... 16
ii
H. Diagnosis Hepatitis B... 20
1. Pemeriksaan Biokimia... 20
2. Pemeriksaan Serologis ... 21
3. Pemeriksaan Molekuler... 27
I. Komplikasi Hepatitis B ... 29
J. Terapi Hepatitis B ... 30
K. Prognosis Hepatitis B... 31
III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 32
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
C. Populasi dan Sampel ... 32
1. Populasi ... 32
2. Sampel ... 33
D. Definisi operasional ... 35
E. Bahan dan Alat Penelitian ... 35
F. Prosedur Penelitian ... 36
G. Pengolahan dan Analisis Data... 38
1. Pengolahan data ... 38
2. Analisis data ... 38
H. Ethical clearance... 39
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Analisis statistik ... 56
2. Dokumentasi penelitian ... 60
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional Penelitian... 35
2. Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia Berdasarkan HasilRapid Test
HBsAg Diaspot®... 41
3. Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia Berdasarkan Hasil Pemeriksaan
HBsAg kuantitatif Architect ... 41
4. Hasil PemeriksaanRapid TestHBsAg Diaspot®dengan HBsAg
Bismillahirrahmanirrahim
Kupersembahkan karya ini untuk
Papa, Mama dan Kakakku tercinta
Atas doa, semangat, dan nasihat
yang senantiasa menyertai perjalananku meraih mimpi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 20 Maret 1993, sebagai anak kedua
dari dua bersaudara dari Bapak Wike Tridaya Utama dan Ibu Ir. Indah
Restuningdyah.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK PG Bungamayang
tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawalaut (Teladan)
Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
diselesaikan di SMPN 2 Bandar Lampung pada tahun 2008, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada
tahun 2011.
Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung melalui jalur Ujian Tulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam Lembaga
Kemahasiswaan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina FK Unila sebagai Sekretaris
Bidang Keputrian pada tahun 2012/2013 dan Lembaga Kemahasiswaan PMPATD
PAKIS Rescue Team sebagai Sekertaris Divisi Pengabdian Masyarakat pada
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “Uji Diagnostik Rapid Test HBsAg Diaspot® Untuk
Mendiagnosis Infeksi Hepatitis B Di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar
Lampung”adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di
Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
2. Ibu dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp. PK, selaku Pembimbing Utama atas
kebaikan hatinya dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran,
dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini, tanpa mengurangi
perhatiannya walaupun harus membagi waktu dengan banyak agenda
lainnya;
3. Ibu dr. Putu Ristyaning Ayu, M.Kes, Sp. PK, selaku Pembimbing Kedua
atas kesediaan serta kesabarannya untuk memberikan bimbingan, saran,
4. Bapak dr. Wiranto Basuki, Sp.PK, selaku Penguji Utama skripsi. Terima
kasih atas waktu, ilmu, saran-saran yang telah diberikan di saat maupun di
luar waktu seminar;
5. Ibu Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, SKM, M.Kes, selaku Pembimbing
Akademik atas bimbingan yang telah diberikan;
6. Mama Ir. Indah Restuningdyah, Papa Wike Tridaya Utama yang selalu
mendoakan, membimbing, dan menguatkan. Terimakasih atas doa dan
nasihat yang telah diberikan sehingga memotivasi penulis untuk
menyelesaikan skripsi. Semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan
ladang pahala di akhirat kelak;
7. Kakak perempuan satu-satunya, Faradila Winda Kartika, S.T. atas doa,
bimbingan, dan saran yang telah diberikan dari awal pembuatan skripsi
sehingga menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi dan terus
menjadi pribadi yang lebih baik;
8. Keluarga besar saya di tanah jawa yang juga tidak lupa memberikan
dorongan dan doa;
9. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada
penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai
cita-cita;
10. Seluruh Staf Tata Usaha dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang
turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;
11. Mbak Desi dan pekerja Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo
membantu sejak dari awal hingga selesainya penelitian. Terima kasih telah
mendampingi penulis hingga selesai penelitian;
12. Mbak Novi yang banyak membantu dalam persiapan awal penelitian
hingga selesainya penelitian. Terimakasih atas saran-saran yang diberikan;
13. Sahabat seperjuangan dalam penelitian, Sakinah yang telah memotivasi
dan menguatkan selama penelitian. Terimakasih telah menjadi partner
mulai dari awal masuk kuliah;
14. Sahabat tersayang, Sakinah, Yolanda, Lian, dan Tiara atas kebersamaan,
doa dan motivasi yang selalu diberikan. Terimakasih telah mengisi
hari-hariku dan semoga kebersamaan ini tetap terjaga;
15. Sahabat cups, Bela, Desta, Naomi, Lian, Felis, Gede, Agatha, Dila, Fila,
Rifka, Ririn, Robi, Sakinah, Baji, Wayan, dan Yolanda. Terimakasih atas
motivasi, doa, dan dorongan yang telah diberikan;
16. Mbak Nida, terima kasih atas informasi dan saran yang telah diberikan
pada penelitian;
17. Mayang, Avi, dan Mute, sahabat sejak SMA yang telah memotivasi
penulis dalam pengerjaan skripsi;
18. Sahabat sejak SMP, Nuria, Veronika, Fitri, dan Dita. Terimakasih atas
kebersamaan dan motivasi yang telah diberikan;
19. Seluruh keluarga besar FSI Ibnu Sina dan PMPATD PAKIS Rescue Team.
20. Teman-teman angkatan 2011 yang tak bisa disebutkan satu per satu.
Terima kasih atas motivasi dan kebersamaan yang terjalin selama
21. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat (angkatan 2002-2014) yang sudah
memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Januari 2015
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara.
Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan
masalah kesehatan di beberapa daerah (Hardjoeno, 2007). Hepatitis virus
akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati (Sudoyoet
al, 2010). Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi agen
penyebab yaitu Virus Hepatitis A (VHA), Virus Hepatitis B (VHB), Virus
Hepatitis C (VHC), Virus Hepatitis D (VHD), Virus Hepatitis E (VHE),
Virus Hepatitis F (VHF), Dan Virus Hepatitis G (VHG). Bentuk hepatitis
yang paling dikenal adalah VHA dan VHB (Price & Wilson, 2012).
Virus Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan
sekitar 240 juta merupakan pengidap Virus Hepatitis B kronis. Indonesia
merupakan negara dengan pengidap Hepatitis B nomor 2 terbesar sesudah
Myanmar diantara negara-negara anggota WHO SEAR (World Health
Organization South East Asian Region). Penduduk Indonesia yang telah
terinfeksi Hepatitis B sekitar 23 juta orang (Kemenkes, 2012).
2
tahun 2013 adalah 1,2%, dua kali lebih tinggi dibandingkan tahun 2007.
Prevalensi hepatitis di provinsi Lampung meningkat dari tahun 2007 yaitu
0,3% menjadi 1% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013).
Masa inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata
60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Penderita Hepatitis B akut akan mengalami
gejala prodromal yang sama dengan hepatitis akut umumnya, yaitu
kelelahan, kurangnya nafsu makan, mual, muntah, dan nyeri sendi.
Gejala-gejala prodromal akan membaik ketika peradangan hati yang umumnya
ditandai dengan gejala kuning, walaupun begitu 70% penderita hepatitis
akut ternyata tidak mengalami kuning. Sebagian dari penderita Hepatitis B
akut lalu akan mengalami kesembuhan spontan, sementara sebagian lagi
akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik (Kemenkes, 2012).
Virus Hepatitis B menyebabkan hepatitis akut dengan pemulihan dan
hilangnya virus, hepatitis kronis nonprogresif, penyakit kronis progresif
yang berakhir dengan sirosis, hepatitis fulminan dengan nekrosis hati
masif, keadaan pembawa asimtomatik, dengan atau tanpa penyakit
subklinis progresif. Virus ini juga berperan penting dalam terjadinya
karsinoma hepatoselular (Kumaret al, 2012).
Diagnosis Hepatitis B ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu
3
kuning sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium,
ultrasonografi (USG) abdomen, dan biopsi hepar (Mustofa &
Kurniawaty, 2013).
Pemeriksaan laboratorium VHB terdiri dari pemeriksaan biokimia,
penanda serologis, dan pemeriksaan molekuler. Pemeriksaan biokimia
didapatkanAspartate transferase(AST),Alanine aminotransferase(ALT),
Alkali fosfatase (ALP), dan Gamma-glutamyl transferase (GGT)
mengalami peningkatan saat stadium akut. Penanda serologis VHB adalah
Hepatitis B surface Antigen (HBsAg), Antibodi Hepatitis B surface (Anti
HBs), Hepatitis B core Antigen (HBcAg), Antibodi Hepatitis B core(Anti
HBc), danHepatitis B envelope Antigen(HBeAg) (Hardjoeno, 2007).
Pemeriksaan molekuler untuk deteksi VHB DNA dalam serum atau
plasma menjadi standar pendekatan secara laboratorium untuk diagnosis
infeksi VHB. Metode pemeriksaan VHB DNA antara lain adalah
Radioimmunoassay (RIA), Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC),
amplifikasi signal (metodebranched DNA/bDNA), dan amplifikasi target
(metodePolymerase Chain Reaction/PCR) (Hardjoeno, 2007).
Menurut WHO (2002), HBsAg dapat diperiksa dengan metode Enzym
Immunoassays (EIAs), Radio Immunoassay (RIA), Reversed Passive
4
Assays (PHAs), Chemiluminescent Microparticle Immunoassay (CMIA),
dan Electrochemiluminescent Immunoassay (ECLIA) (Liu et al, 2014).
Metode RPHAs dan PHAs merupakan metode yang cepat dan mudah
untuk dilakukan, namun kurang sensitif dan hasilnya sulit diinterpretasi
bila dibandingkan dengan Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
(WHO, 2002).
Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas untuk
menegakkan diagnosis hepatitis B dalam kasus-kasus ringan, subklinis
atau yang menetap. Salah satu tes pemeriksaan yang tergolong adalah
ELISA. Prinsip dari pemeriksaan ELISA adalah reaksi antigen-antibodi
(Ag-Ab) dimana setelah penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi
yang dilabel enzim dan substrat akan terjadi perubahan warna. Perubahan
warna akan diukur intensitasnya dengan alat pembaca yang disebut
spektrofotometer atau ELISA reader dengan menggunakan panjang
gelombang tertentu (Handojo, 2004). HBsAg kuantitatif dilakukan dengan
pemeriksaan HBsAg Architect berdasarkan metode CMIA. Metode ini
adalah generasi terbaru setelah ELISA dengan kemampuan deteksi yang
lebih sensitif (Primadharsini & Wibawa, 2013).
Akhir-akhir ini banyak digunakankitdengan hasil yang lebih cepat seperti
dipstick atau imunokromatografi (Friedman et al, 2003). Rapid test
diterima secara luas untuk diagnosis dan skrining untuk penyakit infeksi di
5
dilakukan, tidak membutuhkan peralatan kompleks, mudah diinterpretasi,
dan reagennya dapat disimpan di suhu ruangan (Allain, 2005).
Berdasarkan penelitian Lin et al (2008), Diagnostic for the Real World
(DRW-HBsAg) adalah rapid test yang memiliki nilai sensitivitas 99,46%
dan spesifisitas 99,18% sedangkan Determine HBsAg memiliki nilai
sensitivitas 98,92% dan spesifisitas 100% .
Berbagai penelitian mengenai pemeriksaan HBsAg dengan menggunakan
Rapid testyang bervariasi mendorong keinginan penulis untuk mengetahui
nilai diagnostik pemeriksaan HBsAg menggunakan rapid test Diaspot®
untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B di Rumah Sakit (RS) Urip
Sumoharjo Bandar Lampung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti menyusun
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Berapakah nilai Area Under the Curve (AUC) metode rapid test
HBsAg untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B?
2. Berapa sensitivitas dan spesifitas rapid test HBsAg Diaspot® untuk
mendiagnosis infeksi Hepatitis B di RS Urip Sumoharjo Bandar
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menguji rapid test HBsAg Diaspot® untuk mendiagnosis infeksi
Hepatitis B.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui nilai AUC metode rapid test HBsAg untuk
mendiagnosis infeksi Hepatitis B.
b. Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas rapid test HBsAg
Diaspot® untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B di RS Urip
Sumoharjo Bandar Lampung.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah
dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.
2. Bagi Masyarakat
Mengetahui beberapa pemeriksaan laboratorium dalam penegakan
diagnosis Hepatitis B sehingga mendapatkan terapi penyakit sedini
mungkin.
3. Bagi Ilmu Kedokteran
Membantu para klinisi dalam mendiagnosis Hepatitis B sehingga
dapat memberikan tata laksana penyakit sedini mungkin dan
7
E. Kerangka Teori
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis
B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan
peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati
atau kanker hati.
Virus hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran
sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar.
Virus ini melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan
nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati.
Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel
pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA
VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru.
Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan
hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap
infeksi.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali
riwayat transmisi seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning
sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan
laboratorium pada VHB terdiri dari, pemeriksaan biokimia, serologis, dan
8
\
Gambar 1. Diagram kerangka teori. Virus Hepatitis B
DNA virus berintegrasi DNA hospes
9
F. Kerangka Konsep
Gambar 2. Diagram kerangka konsep. Virus Hepatitis B
Surface
Hepatitis akut
Pemeriksaan serologi HBsAg
Envelope Core
Hepatosit
DNA virus berintegrasi DNA hospes
Respon imun atau inflamasi
Pemeriksaan Laboratorium
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Hepatitis B
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B,
suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati
akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan
Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau
laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan (Mustofa &
Kurniawaty, 2013).
B. Etiologi Hepatitis B
Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil berasal
dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42 nm
(Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata
60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah protein
envelope lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core
11
Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial dengan
3200 nukleotida (Kumar et al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan memiliki
empat Open Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial
protein envelope yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs
(LHBs), medium HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang
merupakan target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada asam
amino 100-160 (Hardjoeno, 2007). HBsAg dapat mengandung satu dari
sejumlah subtipe antigen spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg
ini menyediakan penanda epidemiologik tambahan (Asdieet al, 2012).
Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P yang
mengkode enzim polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir
gen X yang mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host
secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun
host, dan belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati
(Hardjoeno, 2007).
12
C. Epidemiologi Hepatitis B
Infeksi VHB merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis,
sirosis, dan kanker hati di dunia. Infeksi ini endemis di daerah Timur Jauh,
sebagian besar kepulaan Pasifik, banyak negara di Afrika, sebagian Timur
Tengah, dan di lembah Amazon. Center for Disease Control and Prevention
(CDC) memperkirakan bahwa sejumlah 200.000 hingga 300.000 orang
(terutama dewasa muda) terinfeksi oleh VHB setiap tahunnya. Hanya 25% dari
mereka yang mengalami ikterus, 10.000 kasus memerlukan perawatan di
rumah sakit, dan sekitar 1-2% meninggal karena penyakit fulminan (Price &
Wilson, 2012).
Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh VHB dan sekitar
400 juta orang merupakan pengidap kronik Hepatitis B, sedangkan prevalensi
di Indonesia dilaporkan berkisar antara 3-17% (Hardjoeno, 2007). Virus
Hepatitis B diperkirakan telah menginfeksi lebih dari 2 milyar orang yang
hidup saat ini selama kehidupan mereka. Tujuh puluh lima persen dari semua
pembawa kronis hidup di Asia dan pesisir Pasifik Barat (Kumaret al, 2012).
Prevalensi pengidap VHB tertinggi ada di Afrika dan Asia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa Hepatitis klinis terdeteksi di
seluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6% (rentang:
0,2%-1,9%). Hasil Riskesdas Biomedis tahun 2007 dengan jumlah sampel 10.391
orang menunjukkan bahwa persentase HBsAg positif 9,4%. Persentase
13
tahun (10.57%) dan umur 10-14 tahun (10,02%), selanjutnya HBsAg positif
pada kelompok laki-laki dan perempuan hampir sama (9,7% dan 9,3%). Hal ini
menunjukkan bahwa 1 dari 10 penduduk Indonesia telah terinfeksi virus
Hepatitis B (Kemenkes, 2012).
D. Penularan Hepatitis B
Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus membran
mukosa, terutama berhubungan seksual (Price & Wilson, 2012). Penanda
HBsAg telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang yang
terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal, asites, dan
air susu ibu. Beberapa cairan tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah
diketahui infeksius (Thedja, 2012).
Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara
parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horisontal
(kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik,
penggunaan jarum suntik bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi pada
semua sekret dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada
14
E. Patogenesis Hepatitis B
Infeksi VHB berlangsung dalam dua fase. Selama fase proliferatif, DNA VHB
terdapat dalam bentuk episomal, dengan pembentukan virion lengkap dan
semua antigen terkait. Ekspresi gen HBsAg dan HBcAg di permukaan sel
disertai dengan molekul MHC kelas I menyebabkan pengaktifan limfosit T
CD8+ sitotoksik. Selama fase integratif, DNA virus meyatu kedalam genom
pejamu. Seiring dengan berhentinya replikasi virus dan munculnya antibodi
virus, infektivitas berhenti dan kerusakan hati mereda. Namun risiko terjadinya
karsinoma hepatoselular menetap. Hal ini sebagian disebabkan oleh disregulasi
pertumbuhan yang diperantarai protein X VHB. Kerusakan hepatosit terjadi
akibat kerusakan sel yang terinfeksi virus oleh sel sitotoksik CD8+ (Kumar et
al, 2012). Fase tersebut dapat dilihat pada gambar 2.
15
Proses replikasi VHB berlangsung cepat, sekitar 1010-1012 virion dihasilkan
setiap hari. Siklus hidup VHB dimulai dengan menempelnya virion pada
reseptor di permukaan sel hati (Gambar 3). Setelah terjadi fusi membran,
partikel core kemudian ditransfer ke sitosol dan selanjutnya dilepaskan ke
dalam nucleus (genom release), selanjutnya DNA VHB yang masuk ke dalam
nukleus mula-mula berupa untai DNA yang tidak sama panjang yang kemudian
akan terjadi proses DNA repair berupa memanjangnya rantai DNA yang
pendek sehingga menjadi dua untai DNA yang sama panjang atau covalently
closed circle DNA (cccDNA). Proses selanjutnya adalah transkripsi cccDNA
menjadi pre-genom RNA dan beberapamessengerRNA (mRNA) yaitu mRNA
LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs (Hardjoeno, 2007).
16
Semua RNA VHB kemudian ditransfer ke sitoplasma dimana proses translasi
menghasilkan protein envelope, core, polimerase, polipeptida X dan pre-C,
sedangkan translasi mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs akan
menghasilkan protein LHBs, MHBs, dan SHBs. Proses selanjutnya adalah
pembuatan nukleokapsid di sitosol yang melibatkan prosesencapsidation yaitu
penggabungan molekul RNA ke dalam HBsAg. Proses reverse transcription
dimulai, DNA virus dibentuk kembali dari molekul RNA. Beberapa coreyang
mengandung genom matang ditransfer kembali ke nukleus yang dapat
dikonversi kembali menjadi cccDNA untuk mempertahankan cadangan
template transkripsi intranukleus. Akan tetapi, sebagian dari protein core ini
bergabung ke kompleks golgi yang membawa protein envelope virus. Protein
core memperoleh envelope lipoprotein yang mengandung antigen surface L,
M, dan S, yang selanjutnya ditransfer ke luar sel (Hardjoeno, 2007).
F. Patofisiologi Hepatitis B
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus
Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar
kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus
melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati.
Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada
17
DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru.
Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan
hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap
infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel,
terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan
hati ringan. Respon imun hostterhadap antigen virus merupakan faktor penting
terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap
respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel hati.
Respon imun hostdimediasi oleh respon seluler terhadap epitop protein VHB,
terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte
Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen peptida VHB
setelah mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati
oleh molekulMajor Histocompability Complex(MHC) kelas I. Proses berakhir
dengan penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+
(Hardjoeno, 2007).
G. Manifestasi Klinis Hepatitis B
Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan.
Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya
riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya
menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat
18
Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
1. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan
rata-rata 60-90 hari.
2. Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum,
mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia.
Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan
aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
3. Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi.
Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi
justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan
sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus
perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang
19
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih
dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis
B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :
1. Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi
dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus
Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat
tinggi.
2. Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi
virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari
kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah
mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
3. Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel
hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya
dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel
hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah,
HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta
20
H. Diagnosis Hepatitis B
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi
seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan penunjang terdiri
dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi hepar (Mustofa &
Kurniawaty, 2013). Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari
pemeriksaan biokimia, serologis, dan molekuler (Hardjoeno, 2007).
Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya
pada biopsi hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati
(Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari :
1. Pemeriksaan Biokimia
Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10 kali
nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit,
peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan kadar
albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium kronik
VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun hingga 2-10 kali
nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat
21
2. Pemeriksaan serologis
Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda
infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum >6
bulan (EASL, 2009). Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung
permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di dalam darah
yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier (Hardjoeno,
2007).
Setelah HBsAg menghilang, anti-HBs terdeteksi dalam serum pasien dan
terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya. Karena terdapat
variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs, kadang terdapat suatu tenggang
waktu (window period) beberapa minggu atau lebih yang memisahkan
hilangnya HBsAg dan timbulnya HBs. Selama periode tersebut,
anti-HBc dapat menjadi bukti serologik pada infeksi VHB (Asdieet al, 2012).
22
Hepatitis B core antigen dapat ditemukan pada sel hati yang terinfeksi,
tetapi tidak terdeteksi di dalam serum (Hardjoeno, 2007). Hal tersebut
dikarenakan HBcAg terpencil di dalam mantel HBsAg. Penanda Anti-HBc
dengan cepat terlihat dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2 minggu
pertama timbulnya HBsAg dan mendahului terdeteksinya kadar anti-HBs
dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan (Asdieet al, 2012).
Penanda serologik lain adalah anti-HBc, antibodi ini timbul saat terjadinya
gejala klinis. Saat infeksi akut, anti HBc IgM umumnya muncul 2 minggu
setelah HBsAg terdeteksi dan akan menetap ±6 bulan. Pemeriksaan anti-HBc IgM penting untuk diagnosis infeksi akut terutama bila HBsAg tidak
terdeteksi (window period). Penanda anti-HBc IgM menghilang, anti-HBc
IgG muncul dan akan menetap dalam jangka waktu lama (Hardjoeno,
2007).
Hepatitis B envelope antigen merupakan peptida yang berasal dari core
virus, ditemukan hanya pada serum dengan HBsAg positif. Penanda
HBeAg timbul bersamaan dengan dihasilkannya DNA polimerase virus
sehingga lebih menunjukkan terjadinya replikasi virus dan jika menetap
kemungkinan akan menjadi penyakit hati kronis (Hardjoeno, 2007).
23
Gambar 7. Penanda serologi Virus Hepatitis B kronis (Sumber: Roche Diagnostics, 2011)
Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas untuk
menegakkan diagnosis Hepatitis B dalam kasus-kasus ringan, sub klinis
atau yang menetap (Handojo, 2004). Beberapa metode yang digunakan
untuk mendiagnosis hepatitis adalah Immunochromatography (ICT),
ELISA, EIA, dan PCR. Metode EIA dan PCR tergolong mahal dan hanya
tersedia pada laboratorium yang memiliki peralatan lengkap. Peralatan
rapid diagnostic ICT adalah pilihan yang tepat digunakan karena lebih
murah dan tidak memerlukan peralatan kompleks (Rahmanet al, 2008).
Diagnostik dengan rapid test merupakan alternatif untuk enzym
immunoassays dan alat untuk skrining skala besar dalam diagnosis infeksi
VHB, khususnya di tempat yang tidak terdapat akses pemeriksaan serologi
24
Gambar 8.Pemeriksaan HBsAg denganrapid test (Sumber: http://www.globalpartners.cl, 2014).
Pemeriksaan HBsAg (cassette) adalah pemeriksaan rapid
chromatographic secara kualitatif untuk mendeteksi HBsAg pada serum
atau plasma. Pemeriksaan HBsAg Diaspot® (Diaspot Diagnostics, USA)
adalah pemeriksaan kromatografi yang dilakukan berdasarkan prinsip
double antibody-sandwich. Membran dilapisi oleh anti-HBs pada bagian
test line. Selama tes dilakukan, HBsAg pada spesimen serum atau plasma
bereaksi dengan partikel anti-HBs. Campuran tersebut berpindah ke
membran secara kromatografi oleh mekanisme kapiler yang bereaksi
dengan anti-HBs pada membran dan terbaca di colored line (Gambar 7).
Adanya colored line menandakan bahwa hasilnya positif, jika tidak ada
25
Hasil rapid test HBsAg (Sumber: http://www.ra 2014).
BsAg telah digunakan sebagai penanda diag
ksi virus Hepatitis B. Seiring dengan kemajuan
eriksaan HBsAg kuantitatif untuk memonitor
, 2011). Pemeriksaan HBsAg kuantitatif adalah a
untuk akurasi, mudah, terstandarisasi, dan seca
astikan perbedaan yang ditemukan pada
. Salah satu pemeriksaan yang telah dikem
BsAg kuantitatif adalah pemeriksaan HBsAg A
). Pemeriksaan HBsAg Architect memiliki ja
/mL (Zacher,et al. 2011).
n HBsAg kuantitatif dilakukan dengan peme
berdasarkan metode CMIA (Gambar 8). Metode
25
.rapidtest-ivd.com/,
agnostik kualitatif
uan perkembangan,
onitor replikasi virus
26
generasi terbaru setelah ELISA dengan kemampuan deteksi yang lebih
sensitif (Primadharsini & Wibawa, 2013).
Gambar 10. Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect (sumber: Abbott Laboratories, 2008).
Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect memiliki dua langkah dalam
pemeriksaan. Langkah pertama, sampel dan mikropartikel paragmanetik
dilapisi anti-HBs dikombinasikan. Keberadaan HBsAg pada sampel akan
berikatan dengan mikropartikel yang dilapisi anti-HBs. Proses selanjutnya
adalah washing, kemudian acridinium-labeled anti-HBs conjugate
ditambahkan pada langkah kedua. Setelah proses washingkembali, larutan
pre-trigger dan trigger ditambahkan ke dalam campuran Larutan
pre-trigger mengandung 1, 32% hydrogen peroksida, sedangkan larutan
27
chemiluminescent diukur sebagai Relative Unit Light(RLU) dan dideteksi
dengansystem opticArchitect (Abbott Laboratories, 2008).
Interpretasi hasil dari pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect adalah
nonreaktif jika spesimen dengan nilai konsentrasi <0,05 IU/mL dan reaktif
jika spesimen dengan nilai konsentrasi >0,05 IU/mL. Sampel nonreaktif
menandakan negatif untuk HBsAg dan tidak membutuhkan tes
selanjutnya (Abbott Laboratories, 2008).
3. Pemeriksaan molekuler
Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara laboratorium
untuk deteksi dan pengukuran DNA VHB dalam serum atau plasma.
Pengukuran kadar secara rutin bertujuan untuk mengidentifikasi carrier,
menentukan prognosis, dan monitoring efikasi pengobatan antiviral.
Metode pemeriksaannya antara lain:
a. Radioimmunoassay (RIA) mempunyai keterbatasan karena waktu
paruh pendek dan diperlukan penanganan khusus dalam prosedur
kerja dan limbahnya.
b. Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC) merupakan teknik
hibridisasi yang lebih sensitif dan tidak menggunakan radioisotop
28
c. Amplifikasi signal (metode branched DNA/bDNA) bertujuan untuk
menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi hanya dari beberapa target
molekul asam nukleat.
d. Amplifikasi target (metode Polymerase Chain Reaction/PCR) telah
dikembangkan teknik real-time PCR untuk pengukuran DNA VHB.
Amplifikasi DNA dan kuantifikasi produk PCR terjadi secara bersamaan
dalam suatu alat pereaksi tertutup (Hardjoeno, 2007).
Pemeriksaan amplifikasi kuantitatif (PCR) dapat mendeteksi kadar VHB
DNA sampai dengan 102 kopi/mL, tetapi hasil dari pemeriksaan ini harus
diinterpretasikan dengan hati-hati karena ketidakpastian arti perbedaan klinis
dari kadar VHB DNA yang rendah. Berdasarkan pengetahuan dan definisi
sekarang tentang Hepatitis B kronik, pemeriksaan standar dengan batas
deteksi 105-106 kopi/mL sudah cukup untuk evaluasi awal pasien dengan
Hepatitis B kronik. Untuk evaluasi keberhasilan pengobatan maka tentunya
diperlukan standar batas deteksi kadar VHB DNA yang lebih rendah dan pada
saat ini adalah yang dapat mendeteksi virus sampai dengan <104 kopi/mL
29
I. Komplikasi Hepatitis B
Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada Hepatitis B akut.
Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita Hepatitis B akut.
Kebanyakan penderita Hepatitis B kronik tidak pernah mengalami gejala
hepatitis B akut yang jelas. Hepatitis fulminan merupakan penyulit yang
paling ditakuti karena sebagian besar berlangsung fatal. Lima puluh persen
kasus hepatitis virus fulminan adalah dari tipe B dan banyak diantara kasus
hepatitis B akut fulminan terjadi akibat ada koinfeksi dengan hepatitis D atau
hepatitis C. Angka kematian lebih dari 80% tetapi penderita hepatitis
fulminan yang berhasil hidup biasanya mengalami kesembuhan biokimiawi
atau histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminan adalah transplantasi
hati (Soewignjo & Gunawan, 2008).
Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati tergantikan oleh jaringan
parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini semakin lama akan mengubah
struktur normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati. Maka sel-sel hati akan
mengalami kerusakan yang menyebabkan fungsi hati mengalami penurunan
30
J. Terapi Hepatitis B
Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut yang khas. Pembatasan
aktivitas fisik seperti tirah baring dapat membuat pasien merasa lebih baik.
Diperlukan diet tinggi kalori dan hendaknya asupan kalori utama diberikan
pada pagi hari karena banyak pasien mengalami nausea ketika malam hari
(Setiawanet al, 2006).
Tujuan utama dari pengobatan Hepatitis B kronik adalah untuk
mengeliminasi atau menekan secara permanen VHB. Pengobatan dapat
mengurangi patogenitas dan infektivitas akhirnya menghentikan atau
mengurangi inflamasi hati, mencegah terjadinya dekompensasi hati,
menghilangkan DNA VHB (dengan serokonvers HBeAg ke anti-Hbe pada
pasien HBeAg positif) dan normalisasi ALT pada akhir atau 6-12 bulan
setelah akhir pengobatan (Soewignjo & Gunawan, 2008).
Tujuan jangka panjang adalah mencegah terjadinyahepatitis flare yang dapat
menyebabkan dekompensasi hati, perkembangan ke arah sirosis dan/atau
HCC (Hepato Cellular Carcinoma), dan pada akhirnya memperpanjang usia
(Setiawanet al, 2006). Terapi antiviral yang telah terbukti bermanfaat untuk
Hepatitis B kronik adalah Interferon, Lamivudin, Adefovir dipofoxil dan
31
K. Prognosis Hepatitis B
Virus hepatitis B menyebabkan hepatitis akut dengan pemulihan dan
hilangnya virus, hepatitis kronis nonprogresif, penyakit kronis progresif yang
berakhir dengan sirosis, hepatitis fulminan dengan nekrosis hati masif,
keadaan pembawa asimtomatik, dengan atau tanpa penyakit subklinis
progresif. Virus ini juga berperan penting dalam terjadinya karsinoma
hepatoselular (Kumat et al, 2012). Setiap tahun, lebih dari 600.000 orang
meninggal diakibatkan penyakit hati kronik oleh VHB belanjut ke sirosis,
kegagalan hati danhepatocellular carcinoma(Chevaliezet al, 2014).
✁
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian
cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data pasien
yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B pada bulan Oktober sampai
Desember 2014 di bagian Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo
Bandar Lampung. Consecutive sampling adalah pemilihan sampel dengan
menetapkan subjek yang telah memenuhi kriteria penilaian.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 di bagian Laboratorium
Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien yang dicurigai menderita
penyakit Hepatitis B pada bulan Oktober sampai Desember 2014 di bagian
✂✂
2. Sampel
Menurut Dahlan (2009), rumus besar sampel untuk penelitian diagnostik
yang mempunyai keluaran Area Under the Curve (AUC) adalah sebagai
berikut:
n = Zα 2V1 + Z V1 + V2
θ1 θ2
Keterangan:
n : jumlah sampel yang dibutuhkan
Zα : deviat baku alpha
θ1-θ2 : selisih minimal AUC antara dua indeks yang dianggap bermakna
θ2 : AUC dari indeks yang sudah diketahui
θ1 : AUC dari indeks yang diteliti
V1 : Q11+ Q21- 2θ12
V2 : Q12+ Q22- 2θ12
Q11 : Nilai Q1dari indeks yang ditelitiθ1: (2 -θ1)
Q21 : Nilai Q2dari indeks yang diteliti 2θ12: (1 +θ1)
Q12 : Nilai Q1dari indeks yang telah ada θ2: (2 -θ2)
Q22 : Nilai Q2dari indeks yang telah ada 2θ22: (1+θ2)
Hasil perhitungan:
Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu arah, sehingga
Zα=1,64.
✄ ☎
θ2= nilai AUC dari diagnostik sebelumnya. Karena tidak diketahui, maka
θ2=0,5
θ1– θ2 = perbedaan nilai AUC minimal yang dianggap bermakna
ditetapkan sebesar 0,3. Dengan demikian, θ1(Rapid test) adalah sebesar 0,8.
Q11= θ1: (2 -θ1) = 0,8 : (2-0,8) = 0,8 : 1,2 = 0,67
Q21=2θ1 : (1 + θ1) = 2 x 0,802: (1+0,80) = 0,71
Q12= θ2: (2– θ2) = 0,5 : (2-0,5) = 0,5 : 1,5 = 0,33
Q22= 2θ2 : (1 + θ2) = 2 x 0,502: (1+ 0,50) = 0,33
V1= Q11+ Q21–2 1 = 0,67 + 0,71–2 x 0,802= 0,1
V2= Q12+ Q22-2 2 = 0,33 + 0,33–2 x 0,502= 0,16
n = 1,64 2(0,1) + 1,28 0,1 + 0,16 0,8 0,5
n = 29
Sehingga dibutuhkan sampel minimal sebanyak 29 pasien, dimana semua
populasi yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai responden.
Kriteria Inklusi:
1. Pasien rawat inap yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis di RS Urip
Sumoharjo Bandar Lampung pada bulan Oktober-Desember 2014.
2. Pasien dengan gejala klinis yang mendukung kearah Hepatitis.
✆ ✝
Kriteria eksklusi:
1. Pasien dicurigai menderita penyakit Hepatitis yang tidak bersedia
dijadikan responden dalam penelitian.
2. Pasien Hepatitis B kronik dalam pengobatan.
D. Definisi Operasional Variabel
Tabel 1.Definisi operasional
No. Variabel Definisi Jenis Variabel
1. Hepatitis B dengan hasil :
+ :control linedantest linemerah :control linemerah
Invalid : tidak ada garis merah
Deteksi antigen permukaan virus Hepatitis B secara kuantitatif dengan interpretasi konsentrasi HBsAg: Reaktif :≥0,05 IU/ml
Non reaktif:≤0,05 Iu/ml
Nominal
Nominal
E. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Sampel (serum).
2. Tabungvacutainer(clot)berwarna merah.
3. Cup sample.
4. Spuit 3cc dan 5cc.
5. Tip kuning.
6. Parafilm.
7. Rak tabung.
8. Sentrifugator.
✞6
10. Micropipet.
11. Toples untuk tempatcup sample.
F. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan sampel
Sampel didapat berdasarkan kriteria inklusi yaitu pasien yang dicurigai
menderita penyakit Hepatitis B di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
Pasien diambil darah sebanyak 3cc dan dimasukkan ke dalam tabung
vacutainer (clot) berwarna merah. Sampel darah disentrifugasi dengan
kecepatan 2000 rpm selama 15 menit di Laboratorium Patologi Klinik RS
Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
2. Penyimpanan sampel
Serum yang telah disentrifugasi, dimasukkan ke cup sample yang
sebelumnya telah diberi kode sampel dan kemudian ditutup dengan
parafilm. Sampel dimasukkan ke dalam toples dan disimpan di dalam
kulkas bersuhu -20oC.
3. Pemeriksaan HBsAgrapid testdan HBsAg kuantitatif
Sampel yang akan diperiksa dipindahkan dari kulkas bersuhu -20o C ke
suhu ruangan. Pemeriksaan rapid test dimulai dengan menambahkan 2-3
tetes atau 60-90µl serum yang dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik
RS Urip Sumoharjo sedangkan pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect
✟ ✠
Pasien yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung
Pengambilan sampel darah pasien sebanyak 3cc di tabungvacutainer (clot) berwarna merah
Sampel darah disentrifugasi di Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung selama 15 menit.
Serum dimasukkan kecup sampledan ditutup dengan parafilm.
Penyimpanan sampel serum di dalam kulkas bersuhu -20oC.
Gambar 12.Diagram Alur Penelitian. Pemeriksaan HBsAg kuantitatif
Architect di laboratorium Prodia
Hasil dibaca setelah setelah 35 menit
Pemeriksaanrapid testdi Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo
Bandar Lampung.
Disiapkanrapid testsimpan pada permukaan mendatar
Tambahkan 2-3 tetes atau 60-90µl serum padarapid test
✡8
G. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan dioleh
menggunakan program statistik. Kemudian, proses pengolahan data
menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah:
a. Editing, untuk melakukan pengecekan apakah semua data
pemeriksaan sudah lengkap, jelas, dan relevan.
b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang
dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk
keperluan analisis.
c. Entry, merupakan suatu kegiatan memasukkan data ke dalam
komputer.
d. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang
telah dimasukkan ke komputer.
2. Analisis Data
Analisis data digunakan analisis diagnostik Receiver Operating
Charateristic (ROC). Metode ROC adalah suatu metode statistik yang
merupakan hasil tarik ulur antara nilai sensitivitas dan spesifisitas pada
berbagai titik potong yang disajikan dalam bentuk grafik. Beberapa
langkah analisis diantaranya:
a. Kurva ROC.
b. Menentukan titik potong.
☛ ☞
H. Ethical clearance
Penelitian ini telah mendapat Keterangan Lolos Kaji Etik dari Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, bahwa
prosedur yang dilakukan tidak melanggar etika dalam melakukan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Rapid testHBsAg Diaspot®memiliki nilai AUC sebesar 95,7%.
2. Rapid test HBsAg Diaspot® memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas
yang telah mendekati standar rekomendasi dari World Health
Organization.
B. Saran
1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut dalam penegakan
diagnosis Hepatitis B dengan menggunakan rapid test yang dibandingkan
dengan pemeriksaanGold standard.
2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai perbandingan
DAFTAR PUSTAKA
Abbott laboratories. 2008. Architect System HBsAg qualitative. Tersedia dari: http://www.ilexmedical.com/. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Ahn SH, Lee JM. 2011. Quantification of HBsAg: Basic virology for clinical practice. World J Gastroenterol. 17(3):283-89.
Alberta Health and Wellness Public Health Notifiable Disease Management Guidelines Hepatitis B (Acute case). 2011. Government of Alberta. Tersedia dari: http://www.health.alberta.ca/. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Allain JP, Lee HH. 2005. Rapid tests for detection of viral markers in blood transfusion. Expert Rev. Mol. Diagn. 5:31-41.
Antony J, Celine T M. 2014. A hospital-based retrospective study on frequency and distribution of viral Hepatitis. J Global Infect Dis. 6:99-104.
Asdie AH, Wiyono P, Rahardjo P, Triwibowo, Marcham SN, Danawati W. 2012. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, edisi ke-13. Jakarta: EGC. hlm.1638-63.
Chevaliez S, Challine D, Naija H, Luu TC, Laperche S, Nadala L, et al. 2014. Performance of a new rapid test for the detection of hepatitis B surface antigen in various population. J Clin Virol. 59(2):89-93.
Dahlan MS. 2009. Penelitian Diagnostik: Dasar-dasar teoritis dan aplikasi dengan program SPSS dan Stata. Jakarta: Salemba Medika.
European Association for the Study of Liver. 2009. EASL clinical practice guidelines: management of chronic hepatitis. J Hepatol. 50:227-242.
Friedman S, Grendell J, McQuaid K. 2003. Current diagnosis and treatment in gastroenterology, edisi ke-2. London: McGraw-Hill.
Ganem D, Prince AM. 2004. Hepatitis B virus infection-natural history and clinical cnsequences. N Engl J Med. 350:1118-29.
Hardjoeno UL. 2007. Kapita selekta hepatitis virus dan interpretasi hasil laboratorium. Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm. 5-14.
Hayder I, Ahmed W, Alam SE. 2012. Comparison of different ICT kits for HBsAg and Anti HCV using gold standard ELISA. Pak J Med Res. 51(3):72-6.
http://www.globalpartners.cl. Diaspot (Rapid diagnostic test). Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
http://www.rapidtest-ivd.com/. Rapid test results. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Hunt R. 2011. Hepatitis viruses. Virology Section of Microbiology and Immunology Online [Jurnal Online]. Tersedia dari: http://pathmicro.med.sc.edu/virol/hepatitis-virus.htm. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Janahi EM. 2014. Prevalence and Risk Factors of Hepatitis B Virus Infection in Bahrain, 2000 through 2010. PLOS One. 9(2):e87599.
Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. 2012. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman pengendalian hepatitis virus. Jakarta: Direktorat Jenderal PP dan PL.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar Indonesia (Riskesdas). Jakarta: Badan Litbangkes. hlm.109-110.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2012. Buku ajar patologi Robbins, edisi ke-7. Jakarta: EGC.
Lin YH, Wang Y, Loua A, Day GJ, Qiu Y, Allain JP,et al. 2008. Evaluation of a new hepatitis B virus surface antigen rapid test with improved sensitivity. J Clin Micobiol. 46(10):3319.
Liu C, Tianbin C, Lin J, Chen H, Chen J, Lin S, et al. 2014. Evaluation of the performance of four methods for detection of hepatitis B surface antigen and their application for testing 116,455 specimens. J Virol Methods.
Maity S, Nandi S, Biswas S, Sadhukhan SK, Saha MK. 2012. Performance and diagnostic usefulness of commercially available Enzyme Linked Immunosorbent Assay and rapid kits for detection of HIV, HBV and HCV in India. Virology Journal. 9:290.
Nadiah. 2008. Prevalensi Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) positif pada penderita sirosis hepatis yang dirawat di bagian Ilmu Penyakit Dalam Perjan RS. Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Januari-31 Desember 2006 [Tesis]. Padang: Universitas Andalas.
Navarro N, Lim N, Kim J, Joo E, Che K, Runyon BA, et al. 2014. Lower than expected hepatitis B virus infection prevalence among first generation Koreans in the U.S.: results of HBV screening in the Southern California Inland Empire Natali. BMC Infectious Diseases. 14:269.
Okonko IO, Udeze AO. 2011. Detection of Hepatits B surface Antigen (HBsAg) among pregnant women attending Antenatal Clinic at O.L.A. Catholic Hospital, Oluyoro, Ibadan, Oyo State, Southwestern Nigeria. Nature and Science. 9(11):54-60.
Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 472-500.
Primadharsini PP, Wibawa ID. 2013.Correlation between Quantitative HBsAg and HBV-DNA in Chronic Hepatitis B Infection. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology And Digestive Endoscopy.14(1):9-12.
Rahman M, Khan SA, Lodhi Y. 2008. Unconfirmed rective screening tests and their impact on donor management. Pak J Med Sci. 24:517-9.
Roche Diagnostics. 2011. Elecsys HBsAg II quantitative. Switzerland. Tersedia dari: www.cobas.com. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.
Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto.
Scheiblauer H, et al. 2010. Performance evaluation of 70 hepatitis B virus (HBV) surface antigen (HBsAg) assays from around the world by geographically diverse panel with anarray of HBV genotypes and HBsAg subtypes. Vox Sang. 98:403-14.
Setiawan PB, Djumhana A, Akbar HN, Lesmana LA. 2006. Konsensus PPHI tentang panduan tata laksana infeksi hepatitis B kronik.
Soewignjo S, Gunawan S. 2008. Hepatitis virus B, edisi ke-2. Jakarta: EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata S, Setiati S. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3, edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Wasfi OAS, Sadek NA. 2011. Prevalence of hepatitis B surface antigen and hepatitis C virus antibodies among blood donors in Alexandria, Egypt. Eastern Mediterranean Health Journal. 17(3):238-42.
Willis AP. 2007. Hepatitis B research advanced. Newyork: Nova Science Publisher Inc. hlm. 44-5.
World Health Organization. 2002. Hepatitis B. Tersedia dari: http://www.who.int/. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.