PENETAPAN KADAR BESI, SENG, TEMBAGA DAN MANGAN
PADA KANGKUNG (Ipomoea aquatica Forssk.) DESA
SEMANGAT GUNUNG KABUPATEN KARO DENGAN ALAT
INDUCTIVELY COUPLED PLASMA (ICP)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
CUT RAIHANAH
NIM 121524188
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENETAPAN KADAR BESI, SENG, TEMBAGA DAN MANGAN
PADA KANGKUNG (Ipomoea aquatica Forssk.) DESA
SEMANGAT GUNUNG KABUPATEN KARO DENGAN ALAT
INDUCTIVELY COUPLED PLASMA (ICP)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
CUT RAIHANAH
NIM 121524188
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul Penetapan Kadar Besi, Seng, Tembaga dan Mangan pada Kangkung
Desa Semangat Gunung dengan Alat Inductively Coupled Plasma. Skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan
Fakultas Farmasi serta Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil
Dekan I yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di
Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.
Herawaty Ginting, M.Si., Apt.dan Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., selaku dosen
pembimbing yang telah mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dan
tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga
terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku ketua penguji, Bapak Drs.
Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. dan Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt.,
selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan
skripsi ini dan Ibu Dra. Fat. Aminah, M.Sc., Apt., selaku dosen penasehat
akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan
hingga selesai.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda
senantiasa memberikan doa, semangat dan dukungan yang tak ternilai. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa/mahasiswi
farmasi yang selalu mendoakan dan memberi semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah membalas segala budi
baik dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan
khususnya di bidang farmasi.
Medan, Juni 2015 Penulis,
PENETAPAN KADAR BESI, SENG, TEMBAGA DAN MANGAN PADA KANGKUNG (Ipomoea aquatica Forssk.) DESA SEMANGAT GUNUNG KABUPATEN KARO DENGAN ALAT INDUCTIVELY COUPLED PLASMA
(ICP)
ABSTRAK
Peminat sayuran kangkung yang tumbuh di kawasan air panas Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo sudah cukup banyak dan meluas di kalangan ibu-ibu rumah tangga di berbagai kota. Sayuran kangkung yang habitatnya di perairan air panas diakui lebih rapuh dan enak untuk diolah sebagai masakan tumisan. Sayuran kangkung yang dibudidayakan petani di kawasan air panas Kabupaten Karo juga sudah menjadi sajian khas sejumlah rumah makan yang ada di kota besar seperti Medan. Konsumsi sayuran kangkung bermanfaat sebagai sumber mineral yang berguna bagi kesehatan tubuh. Besi, seng, tembaga dan mangan termasuk ke dalam golongan mineral mikro yang diperlukan tubuh walaupun dalam jumlah yang sedikit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar besi, seng, tembaga dan mangan pada kangkung air panas (Ipomoea aquatica Forssk.) Kabupaten Karo.
Metode penelitian yang dilakukan secara destruksi kering terhadap
kangkung air panas (Ipomoea aquatica Forssk.) dan penetapan kadar besi, seng,
tembaga dan mangan dilakukan dengan menggunakan alat inductively coupled plasma pada panjang gelombang 238,204 nm untuk besi, pada panjang gelombang 213,857 nm untuk seng, pada panjang gelombang 327,395 nm untuk tembaga dan pada panjang gelombang 257,610 nm untuk mangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kangkung Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo mengandung besi dengan kadar (0,41662 ± 0,0200) mg/100 g, seng dengan kadar (0,40621 ± 0,0599) mg/100 g, tembaga dengan kadar (0,55762 ± 0,0476) mg/100 g dan mangan dengan kadar (0,79758 ± 0,0339) mg/100 g.
Kata kunci : Kangkung (Ipomoea aquatica Forssk.), Besi (Fe), Seng (Zn),
DETERMINATION OF IRON, ZINC, COPPER, AND MANGANESE IN KARO WATER SPINACH (Ipomoea aquatica Forssk.) BY INDUCTIVELY
COUPLED PLASMA (ICP)
ABSTRACT
Enthusiasts of Water Spinach that grow in Semangat Gunung village Karo had much enough and widespread among mothers of households in different cities. Water Spinach that habitat in the hot spring is recognized more fragile and pleasant to be processed as a stir fry dishes. Karo hot spring water spinach also become a typical dish of restaurant in major cities such as Medan. Consumption of Water Spinach is useful as source of minerals for health. Iron, zinc, copper, and manganese included in the group of micro minerals that the body needs in small amounts. The purpose of this study to determine the amount of iron, zinc, copper and manganese in
Karo hot spring water spinach (Ipomoea aquatica Forssk.).
This research is used with dry destruction to Karo hot spring water spinach (Ipomoea aquatica Forssk.) and the determination of iron, zinc, copper and
manganese are using the inductively coupled plasma with λ 238.204 nm for iron, λ
213.857 nm for zinc, λ 327.395 nm for copper and λ 257.610 nm for manganese.
The results of study indicated that the Karo water spinach (Ipomoea aquatica Forssk.) contained iron (0.41662 ± 0.0200) mg/100 g, zinc (0.40621 ± 0.0599) mg/100 g, copper (0.55762 ± 0.0476) mg/100 g and manganese (0.79758 ± 0.0339) mg/100 g.
Key words : Water Spinach (Ipomoea aquatica Forssk.), Iron (F e), Zinc (Zn), Copper
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Kangkung ... 6
2.1.1 Taksonomi Tumbuhan ... 6
2.1.2 Jenis-Jenis Kangkung ... 6
2.1.4 Manfaat Kangkung ... 8
2.1.5 Kandungan Gizi Kangkung ... 8
2.2 Mineral ... 9
2.2.1 Besi (Fe) ... 10
2.2.2 Seng (Zn) ... 11
2.2.3 Tembaga (Cu) ... 11
2.2.4 Mangan (Mn) ... 12
2.3 Inductively Coupled Plasma ... 12
2.3.1 Instrumentasi ICP ... 14
2.4 Validasi Metode Analisis ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
3.2 Alat ... 20
3.3 Bahan ... 20
3.4 Pembuatan Pereaksi ... 20
3.4.1 Larutan HNO3 (1:1) ... 20
3.5 Rancangan Penelitian ... 21
3.5.1 Sampel ... 21
3.5.1.1 Pengambilan Sampel ... 21
3.5.1.2 Identifikasi Sampel ... 21
3.5.2 Penyiapan Sampel ... 21
3.5.3 Proses Destruksi ... 21
3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel ... 22
3.6.1 Analisa Kuantitatif Besi, Seng, Tembaga dan Mangan.... 22
3.6.2 Perhitungan Kadar Besi, Seng, Tembaga dan Mangan dalam Sampel ... 23
3.7 Analisis Data Secara Statistik ... 24
3.7.1 Uji Penolakan Hasil Analisis ... 24
3.7.2 Rata-Rata Kadar Besi, Seng, Tembaga dan Mangan dalam Sampel ... 24
3.7.3 Validasi Metode Analisis ... 25
3.7.3.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery Test) ... 25
3.7.3.2 Uji Ketelitian ... 26
3.7.3.3 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation) .. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 27
4.2 Kurva Kalibrasi Besi, Seng, Tembaga dan Mangan ... 27
4.3 Hasil Kualitatif Besi, Seng, Tembaga dan Mangan ... 29
4.4 Kadar Besi, Seng, Tembaga dan Mangan pada Kangkung Dataran Tinggi ... 30
4.5 Uji Perolehan Kembali dan Ketelitian ... 31
4.6 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kandungan Gizi Kangkung dalam 100 gram Sayuran
Segar ………. 8
4.1 Hasil Analisis Kadar Mineral Besi, Seng, Tembaga
dan Mangan dalam Sampel ………. 30
4.2 Hasil Uji ketepatan (% Uji Perolehan Kembali) dan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Komponen utama dan susunan dari peralatan
Inductively Coupled Plasma – Optical Emission
Spectrometry ………... 14
4.1 Kurva Kalibrasi Besi (Fe) ……….. 28
4.2 Kurva Kalibrasi Seng (Zn) ………... 28
4.3 Kurva Kalibrasi Tembaga (Cu) ……….. 29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Flowsheet Proses Dekstruksi Kering ... 36
2 Data Hasil Pengukuran Intensitas Larutan Standar Besi
(Fe), Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) dari Data Kalibrasi Fe …... 37 3 Data Hasil Pengukuran Intensitas Larutan Standar Seng
(Zn), Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien
Korelasi (r) dari Data Kalibrasi Zn ………..…………. 39
4 Data Hasil Pengukuran Intensitas Larutan Standar
Tembaga (Cu), Perhitungan Persamaan Garis Regresi
dan Koefisien Korelasi (r) dari Data Kalibrasi Cu ………….. 41
5 Data Hasil Pengukuran Intensitas Larutan Standar
Mangan (Mn), Perhitungan Persamaan Garis Regresi
dan Koefisien Korelasi (r) dari Data Kalibrasi Mn ... 43
6 Hasil analisis mineral Fe, Zn, Cu dan Mn dan kadar
sebenarnya pada sampel Kangkung air panas Karo ………. 45
7 Contoh perhitungan kadar mineral Besi dalam sampel
Kangkung air panas Karo ... 46
8 Contoh perhitungan kadar mineral Seng dalam sampel
Kangkung air panas Karo ... ... 47
9 Contoh perhitungan kadar mineral Tembaga dalam sampel
Kangkung air panas Karo .... ... 48
10 Contoh perhitungan kadar mineral Mangan dalam sampel
Kangkung air panas Karo .... ... 49
11 Perhitungan Statistik Kadar Besi pada Sampel ... 50
12 Perhitungan Statistik Kadar Seng pada Sampel .... ………… 52
13 Perhitungan Statistik Kadar Tembaga pada Sampel . ……… 54
14 Perhitungan Statistik Kadar Mangan pada Sampel …………. 57
16 Contoh Perhitungan uji perolehan kembali (recovery) seng … 61
17 Contoh Perhitungan uji perolehan kembali (recovery) tembaga ……….……….. . …… 62
18 Contoh Perhitungan uji perolehan kembali (recovery) mangan ……….. 63
19 Data % Recovery besi pada sampel . ……… 64
20 Data % Recovery seng pada sampel ……… 64
21 Data % Recovery tembaga pada sampel ... ……… 65
22 Data % Recovery mangan pada sampel ... ……… 65
23 Perhitungan Relatif Standar Deviasi (%RSD) Besi . ………… 66
24 Perhitungan Relatif Standar Deviasi (%RSD) Seng ………… 66
25 Perhitungan Relatif Standar Deviasi (%RSD) Tembaga . …… 67
26 Perhitungan Relatif Standar Deviasi (%RSD) Mangan ... …… 67
27 Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Besi .. ………. 68
28 Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Seng .. ……… 69
29 Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Tembaga .. ………. 70
30 Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Mangan. ……… 71
31 Hasil Identifikasi Kangkung air panas Karo ……… 72
32 Gambar Tumbuhan Kangkung air panas Karo ... ………. 73
33 Gambar Alat Inductively Coupled Plasma .. ……… 74
34 Nilai Distribusi t ... ……… 75
PENETAPAN KADAR BESI, SENG, TEMBAGA DAN MANGAN PADA KANGKUNG (Ipomoea aquatica Forssk.) DESA SEMANGAT GUNUNG KABUPATEN KARO DENGAN ALAT INDUCTIVELY COUPLED PLASMA
(ICP)
ABSTRAK
Peminat sayuran kangkung yang tumbuh di kawasan air panas Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo sudah cukup banyak dan meluas di kalangan ibu-ibu rumah tangga di berbagai kota. Sayuran kangkung yang habitatnya di perairan air panas diakui lebih rapuh dan enak untuk diolah sebagai masakan tumisan. Sayuran kangkung yang dibudidayakan petani di kawasan air panas Kabupaten Karo juga sudah menjadi sajian khas sejumlah rumah makan yang ada di kota besar seperti Medan. Konsumsi sayuran kangkung bermanfaat sebagai sumber mineral yang berguna bagi kesehatan tubuh. Besi, seng, tembaga dan mangan termasuk ke dalam golongan mineral mikro yang diperlukan tubuh walaupun dalam jumlah yang sedikit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar besi, seng, tembaga dan mangan pada kangkung air panas (Ipomoea aquatica Forssk.) Kabupaten Karo.
Metode penelitian yang dilakukan secara destruksi kering terhadap
kangkung air panas (Ipomoea aquatica Forssk.) dan penetapan kadar besi, seng,
tembaga dan mangan dilakukan dengan menggunakan alat inductively coupled plasma pada panjang gelombang 238,204 nm untuk besi, pada panjang gelombang 213,857 nm untuk seng, pada panjang gelombang 327,395 nm untuk tembaga dan pada panjang gelombang 257,610 nm untuk mangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kangkung Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo mengandung besi dengan kadar (0,41662 ± 0,0200) mg/100 g, seng dengan kadar (0,40621 ± 0,0599) mg/100 g, tembaga dengan kadar (0,55762 ± 0,0476) mg/100 g dan mangan dengan kadar (0,79758 ± 0,0339) mg/100 g.
Kata kunci : Kangkung (Ipomoea aquatica Forssk.), Besi (Fe), Seng (Zn),
DETERMINATION OF IRON, ZINC, COPPER, AND MANGANESE IN KARO WATER SPINACH (Ipomoea aquatica Forssk.) BY INDUCTIVELY
COUPLED PLASMA (ICP)
ABSTRACT
Enthusiasts of Water Spinach that grow in Semangat Gunung village Karo had much enough and widespread among mothers of households in different cities. Water Spinach that habitat in the hot spring is recognized more fragile and pleasant to be processed as a stir fry dishes. Karo hot spring water spinach also become a typical dish of restaurant in major cities such as Medan. Consumption of Water Spinach is useful as source of minerals for health. Iron, zinc, copper, and manganese included in the group of micro minerals that the body needs in small amounts. The purpose of this study to determine the amount of iron, zinc, copper and manganese in
Karo hot spring water spinach (Ipomoea aquatica Forssk.).
This research is used with dry destruction to Karo hot spring water spinach (Ipomoea aquatica Forssk.) and the determination of iron, zinc, copper and
manganese are using the inductively coupled plasma with λ 238.204 nm for iron, λ
213.857 nm for zinc, λ 327.395 nm for copper and λ 257.610 nm for manganese.
The results of study indicated that the Karo water spinach (Ipomoea aquatica Forssk.) contained iron (0.41662 ± 0.0200) mg/100 g, zinc (0.40621 ± 0.0599) mg/100 g, copper (0.55762 ± 0.0476) mg/100 g and manganese (0.79758 ± 0.0339) mg/100 g.
Key words : Water Spinach (Ipomoea aquatica Forssk.), Iron (F e), Zinc (Zn), Copper
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Peminat sayuran kangkung yang tumbuh di kawasan air panas Desa
Semangat Gunung Kabupaten Tanah Karo sudah cukup banyak dan meluas di
kalangan ibu-ibu rumah tangga di berbagai kota. Sayuran kangkung yang
habitatnya di perairan air panas diakui lebih rapuh dan enak untuk diolah sebagai
masakan tumisan. Biasanya kaum ibu yang berkunjung ke daerah pemandian air
panas di Tanah Karo selalu dipesankan untuk membeli dan membawakan
oleh-oleh sayuran kangkung tersebut. Sayuran kangkung yang dibudidayakan petani
di kawasan air panas Tanah Karo juga sudah menjadi sajian khas sejumlah
rumah makan yang ada di kota besar seperti Medan (Siregar, 2014). Air panas
Kabupaten Karo merupakan air panas bumi atau disebut juga dengan hot spring
yaitu mata air yang dihasilkan akibat keluarnya air tanah dari kerak bumi setelah
dipanaskan secara geotermal. Air panas ini lebih dapat mengencerkan padatan
mineral, sehingga air dari mata air panas bumi mengandung kadar mineral tinggi,
seperti kalsium, litium, atau radium (Anonim, 2014).
Sayuran kangkung bermanfaat sebagai sumber vitamin A dan mineral
serta unsur gizi lainnya yang berguna bagi kesehatan tubuh. Selain itu, sayuran
ini juga berfungsi untuk menenangkan saraf atau berkhasiat sebagai obat tidur.
Sayuran kangkung juga mujarab untuk dijadikan bahan obat tradisional
(Rukmana, 1994).
Mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh
banyaknya, mineral dibagi menjadi dua kelompok, yaitu mineral makro dan
mineral mikro. Besi, seng, tembaga dan mangan termasuk ke dalam golongan
mineral mikro yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya
terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil (Arifin, 2008). Tubuh
tidak mampu mensintesa mineral sehingga unsur-unsur ini harus disediakan
lewat makanan. Mineral sama halnya dengan vitamin dalam jumlah kecil bersifat
esensial bagi banyak proses metabolisme dalam tubuh (Tan dan Rahardja, 2008).
Zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia,
antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Zat besi bukan hanya
diperlukan dalam pembentukan darah, tetapi juga sebagai bagian dari beberapa
enzim hemoprotein (Arifin, 2008). Seng merupakan komponen penting pada
struktur dan fungsi membran sel, sebagai antioksidan, dan melindungi tubuh dari
serangan lipid peroksidase. Seng berperan dalam sintesis dan transkripsi protein,
yaitu dalam regulasi gen (Arifin, 2008). Tembaga merupakan unsur esensial
yang bila kekurangan dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan
hemoglobin. Tembaga sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme,
pembentukan hemoglobin, dan proses fisiologis dalam tubuh (Arifin, 2008).
Defisiensi mangan akan mengakibatkan timbulnya penyakit amylotrophic lateral
sklerosis, akromegali dan epilepsi (Anonim, 2013).
Berdasarkan penelitian Doka, et. al., (2014) mengenai komposisi nutrisi
dan zat antioksidan dari daun kangkung air yang tumbuh di daerah Sudan barat
menyebutkan bahwa daun kangkung air tersebut mengandung mineral yaitu
fosfor (86 mg/100 g), magnesium (52 mg/100 g), tembaga (5,3 mg/100 g), seng
(4,1 mg/100 g), besi (3,2 mg/100 g) dan mangan (2,3 mg/100 g).
Penetapan kadar mineral dalam sampel organik biasanya dapat dilakukan
dengan metode spektrometri atom: inductively coupled plasma-optical emission
spectrometry (ICP-OES) atau elektrothermal dan flame atomic absorption
spectrometry (ETAAS dan FAAS) (Tamayo, et. al., 2014). Metode yang umum
digunakan adalah spektrometri serapan atom nyala (flame atomic absorption
spectrometry), akan tetapi metode ini memiliki kelemahan dibandingkan
inductively coupled plasma yaitu pada metode spektrometri serapan atom
dibutuhkan sumber cahaya yang spesifik dengan mineral yang dianalisa.
Inductively Coupled Plasma termasuk ke dalam metode analisis spektroskopi
emisi atom yang mengukur intensitas cahaya yang diemisikan atom sehingga
tidak membutuhkan sumber cahaya seperti pada metode spektroskopi serapan
atom (SSA). Bila dibandingkan dengan SSA, metode ICP memiliki kelebihan
yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menganalisa mineral lebih singkat karena
ICP mampu mendeteksi multielemen dalam satu kali injeksi sampel. Plasma
yang terdapat pada alat ICP mampu menghasilkan temperatur mencapai 10.000
K yang memungkinkan proses atomisasi lebih baik terutama pada unsur yang
bersifat refraktori dimana atomisasinya tidak sempurna pada metode SSA
(Metcalfe, 1987). Bila dibandingkan dengan metode flame emission
spectroscopy, ICP memiliki keunggulan dalam hal plasma yang mampu
menghasilkan eksitasi atom yang lebih efektif (umumnya lebih besar dari 90%)
dari sekitar 60 elemen termasuk beberapa non logam. Suhu yang tinggi dalam
metode flame emission spectroscopy, sehingga meningkatkan batas deteksi untuk
banyak elemen (Dunnivant dan Ginsbach, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti kandungan
besi, seng, tembaga dan mangan yang terdapat pada kangkung Desa Semangat
Gunung Kabupaten Karo dengan alat Inductively Coupled Plasma.
1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah kangkung Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo
mengandung unsur besi, seng, tembaga dan mangan?
b. Berapakah kadar besi, seng, tembaga dan mangan pada kangkung
Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo?
1.3 Hipotesis
a. Kangkung Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo mengandung
unsur besi, seng, tembaga dan mangan.
b. Kangkung Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo mengandung
unsur besi, seng, tembaga dan mangan dalam jumlah tertentu.
1.4 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui apakah kangkung Desa Semangat Gunung
Kabupaten Karo mengandung unsur besi, seng, tembaga dan mangan.
b. Untuk mengetahui kadar besi, seng, tembaga dan mangan pada
1.5 Manfaat Penelitian
Masyarakat dapat mengetahui kadar besi, seng, tembaga dan mangan
pada kangkung Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo sebagai salah satu
sayuran yang dapat dipilih untuk asupan besi, seng, tembaga dan mangan bagi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kangkung
2.1.1. Taksonomi Tumbuhan
Menurut Depkes RI (2001), taksonomi tumbuhan kangkung adalah:
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Solanales
Suku : Convolvulaceae
Marga : Ipomoea
Jenis : Ipomoea aquatica Forsk
2.1.2. Jenis-Jenis Kangkung
Dari suku kangkung-kangkungan (Convolvulaceae) ini masih terdapat
beberapa jenis kangkung lainnya seperti kangkung hutan atau kangkung pagar
(Ipomoea fistulosa Mart. ex. Choisy), rincik bumi (Ipomoea quamoqlit) dan
Ipomoea triloba L. yang tumbuhnya liar di hutan-hutan (Rukmana, 1994).
Kangkung yang banyak dimanfaatkan terdiri dari 2 jenis, yaitu:
1. Kangkung air
Kangkung ini tumbuh baik pada tempat yang basah dan berair. Tangkai
daunnya panjang, daunnya lebar dan warnanya hijau tua segar. Bunganya
berwarna ungu. Kangkung air diperbanyak dengan stek batang dan sebaiknya
sehingga memudahkan penanaman maupun pemanenan. Lahan berair yang
hendak ditanami kangkung air tak perlu pengolahan yang intensif. Pemberian
pupuk kandang juga tidak diperlukan. Cukup dibuangi tanaman air lain yang
tumbuh dan jika air yang masuk terlalu banyak harus dikurangi. Kangkung air
boleh dikatakan tidak terlalu menuntut perawatan dibandingkan dengan
kangkung darat. Pemanenan kangkung air dilakukan seperti memangkas
tanaman. Panen pertama kangkung air dilakukan saat tanaman berumur sekitar 2
bulan. Setelah itu dapat dilakukan panen rutin 1-2 minggu sekali. Kehebatan
kangkung air ialah dapat dipanen terus-menerus sampai beberapa tahun
kemudian. Mudahnya tanaman ini berbiak menjadi alasan utamanya. Bila batang
utama tanaman sudah terlalu tua cukup diremajakan dengan membuang bagian
yang tua dan menyemaikan batang yang masih segar sebagai tanaman baru
(Nazaruddin, 1999).
2. Kangkung darat
Berbeda dengan kangkung air, kangkung darat justru banyak tumbuh di lahan
kering. Daun lebih langsing dengan ujung daun meruncing. Warnanya hijau
pucat keputih-putihan. Warna bunga putih polos. Bunga ini dipelihara untuk
menghasilkan biji sebagai benih yang baru. Kangkung darat terdiri atas varietas
sutera dan varietas Bangkok (Nazaruddin, 1999).
2.1.3. Syarat Tumbuh
Kangkung dapat tumbuh dan berkembang mulai dari dataran rendah
sampai dataran tinggi sekitar 2000 m di atas permukaan laut, terutama pada
daerah yang kurang mendapat sinar matahari tumbuhan kangkung akan tumbuh
memanjang (tinggi) namun kurus-kurus (Rukmana, 1994).
2.1.4. Manfaat Kangkung
Kegunaan kangkung selain sebagai sumber vitamin A dan mineral serta
unsur gizi lainnya yang berguna bagi kesehatan tubuh, juga dapat berfungsi untuk
menenangkan syaraf atau berkhasiat sebagai obat tidur. Tanaman kangkung juga
mujarab untuk dijadikan bahan obat tradisional, diantaranya berkhasiat sebagai
penyembuh penyakit sembelit serta akar kangkung yang berguna untuk obat
penyakit wasir (Rukmana, 1994).
2.1.5. Kandungan Gizi Kangkung
Kandungan gizi dalam sayuran kangkung menurut Haryoto (2009)
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Kangkung dalam 100 gram Sayuran Segar
No. Kandungan Gizi Jumlah
1 Energi (kal) 729
2 Protein (g) 3,0
3 Lemak (g) 0,3
4 Karbohidrat (g) 5,4
5 Kalsium (mg) 73
6 Fosfor (mg) 50
7 Zat Besi (mg) 2,5
9 Vitamin B1 (mg) 0,07
10 Vitamin C (mg) 32
11 Air (g) 89,7
Sumber: Haryoto (2009).
2.2.Mineral
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam berbagai tahap
metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim.
Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan
pekerjaan enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu
transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan
otot dan saraf terhadap rangsangan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro
dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari
100 mg sehari (Almatsier, 2001).
Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral dibagi
menjadi dua golongan, yaitu mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial
diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup, sehingga mineral golongan ini
merupakan unsur nutrisi penting yang jika kekurangan dapat menyebabkan
kelainan proses fisiologis atau disebut penyakit defisiensi mineral (Arifin, 2008).
Mineral ini biasanya terikat dengan protein, termasuk enzim untuk proses
klorin (Cl), sulfur (S), magnesium (Mg), besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn),
mangan (Mn), kobalt (Co), iodin (I) dan selenium (Se) (Arifin, 2008).
Mineral nonesensial adalah golongan mineral yang tidak berguna, atau
belum diketahui kegunaannya dalam tubuh makhluk hidup, sehingga hadirnya
unsur tersebut lebih dari normal dapat menyebabkan keracunan. Mineral tersebut
bahkan sangat berbahaya bagi makhluk hidup, seperti timbal (Pb), merkuri (Hg),
arsenik (As), cadmium (Cd) dan aluminium (Al) (Arifin, 2008).
2.2.1. Besi (Fe)
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 sampai 5 gram di dalam tubuh
manusia dewasa. Dalam keadaan tereduksi, besi kehilangan dua elektron. Oleh
karena itu, besi mempunyai dua sisa muatan positif. Besi dalam bentuk dua ion
bermuatan positif ini disebut bentuk fero (Fe2+). Dalam keadaan teroksidasi, besi
kehilangan tiga elektron, sehingga mempunyai sisa tiga muatan positif yang
dinamakan bentuk feri (Fe3+). Oleh karena besi dapat berada dalam dua bentuk ion
ini, besi berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi
enzim-enzim yang terlibat di dalam reaksi reduksi-oksidasi. Besi mempunyai beberapa
fungsi esensial di dalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke
beberapa jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai
bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat
luas di dalam makanan, banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi,
termasuk Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui
berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampakan kognitif dan sistem
Sumber besi yang baik adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan
ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan beberapa jenis buah (Almatsier, 2001).
2.2.2. Seng (Zn)
Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar di hampir semua sel.
Sebaian besar seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang.
Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar
prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku (Almatsier, 2001).
Seng merupakan kofaktor lebih dari 70 macam enzim yang mempunyai
fungsi khusus pada organ mata, hati, ginjal, otot, kulit, tulang dan organ
reproduksi laki-laki. Seng juga penting dalam pertumbuhan gigi (Indrasari, 2006).
Sumber seng yang paling baik adalah protein hewani, terutama daging,
hati, kerang dan telur. Serealia tumbuk dan kacang-kacangan juga merupakan
sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologik yang rendah
(Almatsier, 2001).
2.2.3. Tembaga (Cu)
Tembaga ada dalam tubuh sebanyak 50 sampai 120 mg. Sekitar 40% ada
di dalam otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan
selebihnya di dalam tulang, ginjal, dan jaringan tubuh yang lain. Di dalam plasma,
60% dari tembaga terikat dari seruloplasmin, 30% pada transkuperin dan
selebihnya pada albumin dan asam amino. Tembaga terdapat luas di dalam
makanan. Sumber utama tembaga adalah tiram, kerang, hati, ginjal,
Tembaga berperan bersama zat besi dalam beberapa fungsi metabolik
penting yaitu dalam sistem oksidasi jaringan sel dalam produksi energi. Sebagai
unsur penting dalam enzim oksidatif asam amino, mineral tersebut sangat penting
bersama-sama dengan zat besi dalam membentuk hemoglobin dan merupakan
unsur penting dalam proses katalis melalui perannya sebagai komponen dalam
banyak sel enzim. Penting juga bagi fungsi saraf, pertumbuhan tulang dan
metabolisme gula (Indrasari, 2006).
2.2.4. Mangan (Mn)
Dalam tubuh manusia, Mn berperan sebagai katalisator dari beberapa
reaksi metabolik yang penting pada pembentukan protein, karbohidrat, dan lemak.
Pada metabolisme protein, Mn mengaktifkan interkonversi asam amino dengan
enzim spesifik seperti arginase, prolinase, dipeptidase. Pada metabolisme
karbohidrat, Mn berperan aktif dalam beberapa reaksi konversi pada oksidasi
glukosa dan sintesis oligosakarida. Pada metabolisme lemak, Mn berperan sebagai
kofaktor dalam sintesis asam lemak rantai panjang dan kolesterol (Indrasari,
2006).
Defisiensi (kekurangan) mangan jarang terjadi, tetapi kekurangan mangan
dapat mengganggu metabolisme lemak, menghambat pertumbuhan serta merusak
sistem kerangka tubuh, reproduksi dan saraf. Mangan banyak terdapat dalam
makanan nabati sedangkan kebutuhan tubuh terhadap mangan kecil (Almatsier,
2001).
2.3.Inductively Coupled Plasma (ICP)
Inductively coupled plasma/optical emission spectrometry (ICP/OES)
matriks sampel yang berbeda. Dengan teknik ini, sampel cair diinjeksikan ke
dalam Radio Frequency (RF)-induksi plasma argon menggunakan satu jenis
nebulizer. Sampel cair dan gas dapat diinjeksikan secara langsung ke dalam
instrumen, sedangkan sampel padat memerlukan ekstraksi atau pelarutan dengan
asam sehingga analit berbentuk larutan. Larutan sampel diubah menjadi aerosol
dan bergerak ke saluran pusat plasma. Pada bagian inti Inductively Coupled
Plasma (ICP) temperatur mencapai 10.000 K, sehingga aerosol menguap dengan
cepat. Unsur analit dibebaskan sebagai atom-atom bebas dalam keadaan gas.
Tumbukan eksitasi lebih lanjut dalam plasma memberikan energi tambahan pada
atom, yang menyebabkan atom-atom pada keadaan tereksitasi. Energi yang ada
memungkinkan untuk mengubah atom menjadi ion-ion dan kemudian menjadikan
ion-ion pada keadaan tereksitasi. Atom dan ion pada keadaan tereksitasi dengan
lambat menuju keadaan dasar melalui emisi foton. Foton memiliki energi yang
karakteristik yang ditentukan oleh struktur tingkat energi terkuantisasi untuk atom
atau ion sehingga panjang gelombang dari foton dapat digunakan untuk
mengidentifikasi unsur-unsur dari keadaan awal. Jumlah foton berbanding lurus
dengan konsentrasi unsur yang ada pada sampel (Hou dan Jones, 2000).
Instrumentasi yang terkait dengan sistem ICP/OES relatif sederhana.
Sebagian dari foton yang diemisikan oleh ICP dikumpulkan dengan sebuah lensa
atau cermin cekung. Panjang gelombang partikel melewati sebuah monokromator
yang akan diubah menjadi sinyal listrik oleh fotodetektor. Sinyal diperkuat dan
diproses oleh elektronik detektor, kemudian ditampilkan dan disimpan oleh
2.3.1 Instrumentasi ICP
Gambar 2.1. Komponen utama dan susunan dari peralatan Inductively Coupled
Plasma - Optical Emission Spectrometry (Boss dan Freeden, 1997).
1. Pemasukan Sampel
a. Pompa
Pompa adalah perangkat yang digunakan untuk mengalirkan sampel
larutan kedalam nebulizer. Dengan adanya pompa maka laju aliran konstan
dan tidak tergantung pada parameter larutan seperti viskositas dan tegangan
permukaan larutan (Boss dan Freeden, 1997).
b. Nebulizer
Nebulizer adalah perangkat yang digunakan untuk mengkonversi
tetesan kecil dalam ICP yang dianalisa, kemampuan untuk menghasilkan
tetesan kecil untuk berbagai sampel sangat menentukan kegunaan dari
nebulizer pada ICP-OES. Banyak perangkat yang dapat digunakan untuk
memecah cairan menjadi aerosol, namun hanya dua yang dapat digunakan
pada ICP, yaitu pneumatik force dan ultrasonic mechanical force (Boss dan
Freeden, 1997).
c. Spray Chamber (Tempat Penyemprot)
Setelah sampel aerosol terdapat pada nebulizer, harus segera dialirkan
pada torch sehingga dapat diinjeksikan ke dalam plasma. Karena hanya
tetesan kecil aerosol cocok untuk diinjeksikan ke dalam plasma, spray
chamber ditempatkan antara nebulizer dan torch. Fungsi utama dari spray
chamber adalah untuk menghilangkan tetesan besar dari aerosol (Boss dan
Freeden, 1997).
d. Drains
Drains pada ICP berfungsi untuk membawa kelebihan sampel dari
spray chamber menuju ke tempat pembuangan. Apabila sistem drains tidak
membuang habis sampel dan memungkinkan masih adanya gelembung, maka
injeksi sampel kedalam plasma dapat terganggu dan menyebabkan gangguan
pada sinyal emisi (Boss dan Freeden, 1997).
2. Penghasil Emisi
a. Torches (Tungku)
Dari spray chamber aerosol diinjeksikan melalui torch ke dalam
plasma yang akan terdesolvasi, menguap, teratomisasi, tereksitasi dan
argon dan injeksi aerosol. Tiga tabung itu terdiri dari plasma flow, auxiliary
flow dan nebulizer flow (Boss dan Freeden, 1997).
b. Radio Frequency Generator
Radio frequency (RF) generator adalah peralatan yang menyediakan
daya untuk pembangkit dan pemeliharaan debit plasma yang ditransfer ke gas
plasma melalui kumparan yang terdapat pada sekitar bagian atas torch.
Kumparan, yang bertindak sebagai antena untuk mentransfer daya RF ke
plasma, biasanya terbuat dari pipa tembaga dan didinginkan oleh air atau gas
selama operasi (Boss dan Freeden, 1997).
3. Pengumpulan dan Pendeteksian Emisi.
a. Optik
Radiasi biasanya dikumpulkan oleh fokus optik seperti lensa cembung
atau cermin cekung. Optik ini bersifat mengumpulkan sinar, sehingga sinar
difokuskan menuju celah pada monokromator atau polikromator (Boss dan
Freeden, 1997).
b. Monokromator
Monokromator digunakan untuk memisahkan garis emisi sesuai
dengan panjang gelombangnya. Monokromator digunakan dalam analisa
multi unsur dengan cara memindai cepat dari satu garis emisi ke garis emisi
lainnya. Kisi difraksi merupakan inti dari spektrometer, kisi memecah cahaya
putih menjadi beberapa panjang gelombang yang berbeda. Untuk
menganalisa multi unsur secara simultan dapat digunakan polikromator (Boss
c. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas garis emisi setelah
garis emisi dipisahkan oleh monokromator/polikromator. Jenis detektor yang
paling banyak digunakan pada ICP-OES adalah tabung photomultiplier
(PMT) (Boss dan Freeden, 1997).
4. Pemrosesan Sinyal dan Instrumen Kontrol
a. Pemrosesan Sinyal
Setelah emisi dideteksi oleh detektor (PMT), maka arus anoda PMT
dapat dikonversi, yang mewakili intensitas emisi menjadi sinyal tegangan
yang diubah menjadi informasi digital. Informasi digital inilah yang mewakili
intensitas emisi relatif atau konsentrasi dari sampel (Boss dan Freeden, 1997).
b. Komputer dan Processor
Komputer digunakan sebagai instrumen untuk mengontrol,
memanipulasi dan mengumpulkan data analisis. Pada komputer kita dapat
memilih parameter operasi yang tepat untuk analisis seperti panjang
gelombang, tegangan PMT, mengkoreksi background pengukuran dan
konsentrasi larutan standar. Kemampuan untuk melihat data spektral
pengukuran dengan waktu analisis yang sangat cepat merupakan tujuan utama
penggunaan komputer dalam setiap instrumentasi (Boss dan Freeden, 1997).
2.4.Validasi Metode Analisis
Menurut Harmita (2004), validasi metode analisis adalah suatu tindakan
penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk
penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam
validasi metode analisis adalah sebagai berikut (Harmita, 2004):
a. Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan
dengan dua cara yaitu (Harmita, 2004):
- Metode simulasi
Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu
bahan pembawa sediaan farmasi (placebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya) (Harmita, 2004).
- Metode penambahan baku
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi
tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut.
Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit
yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).
b. Keseksamaan (presisi)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau
koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
c. Selektivitas (spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya
mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).
d. Linearitas dan rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik
secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan
suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.
Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat
ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima
(Harmita, 2004).
e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation)
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan sifat dari suatu keadaan dalam hal ini menentukan kandungan
besi, seng, tembaga dan mangan pada kangkung air panas Kabupaten Karo.
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Air Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara pada bulan September 2014 – Desember 2014.
3.2. Alat
Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometer (VARIAN
715 ES), neraca analitik (AND GF-200), blender, hot plate, alat tanur, kertas
saring Whatman No.42, krus porselen, desikator, alat-alat gelas (Pyrex).
3.3. Bahan
Bahan yang digunakan adalah pro analisis keluaran E.Merck yaitu Asam
nitrat (HNO3) 65% b/v, Larutan standar besi 1000 µg/ml, Larutan standar
seng 1000 µg/ml , Larutan standar tembaga 1000 µg/ml, Larutan standar
mangan 1000 µg/ml, Aqua demineralisata (LP), Gas Argon (UHP).
3.4. Pembuatan Pereaksi 3.4.1. Larutan HNO3 (1:1)
Sebanyak 500 ml larutan HNO3 65% b/v diencerkan dengan 500 ml
akuabides (Anonim, 2001).
3.5.1. Sampel
3.5.1.1. Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposive
yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana pengambilan
sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian (Nawawi, 2003).
3.5.1.2. Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan oleh Bagian Botani Pusat Penelitian
Biologi-LIPI Bogor.Hasil identifikasi sampel yaitu kangkung (Ipomoea
aquatica Forssk.).
3.5.2. Penyiapan Sampel
Sampel yang digunakan adalah kangkung yang ditanam di kawasan air
panas Desa Semangat Gunung Kecamatan Merdeka Daulu Kabupaten Karo,
Provinsi Sumatera Utara.Sampel sebanyak ± 100 gram, dicuci bersih
kemudian dipotong kecil-kecil, ditiriskan dan dihaluskan dengan blender.
3.5.3. Proses Destruksi
Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak ± 7 g dalam krus
porselen, diarangkan di atas hot plate. Lalu diabukan dalam tanur dengan
temperatur awal 100ºC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan hingga
suhu 600ºC dengan interval 25ºC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan
selama 48 jam (dihitung saat suhu sudah 600ºC), lalu setelah suhu tanur ±
27ºC, krus porselen dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin pada
deksikator. Abu ditambahkan 5 ml HNO3(1:1), kemudian diuapkan pada hot
plate sampai kering. Krus porselen dimasukkan kembali ke dalam tanur
hingga suhu 600ºC dengan interval 25ºC setiap 5 menit. Pengabuan
dilakukan selama 1 jam dan dibiarkan hingga dinginpada desikator (Isaac,
1988). Flowsheet dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.5.4. Pembuatan Larutan Sampel
Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1:1), lalu
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan aqua
demineralisata hingga garis tanda (Isaac, 1988). Larutan disaring dengan
kertas saring Whatman No. 42 dan 5 ml filtrat pertama dibuang untuk
menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung dalam
botol. Filtrat ini digunakan sebagai larutan sampel untuk analisis kuantitatif.
3.6.Analisa Kuantitatif
3.6.1. Analisa Kuantitatif Besi, Seng, Tembaga dan Mangan
a. Pembuatan Larutan Standar Multielemen
Larutan standar besi, seng, tembaga dan mangan (1000 mcg/ml)
masing-masing dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml. Larutan dicukupkan volumenya sampai garis tanda dengan
aqua demineralisata (konsentrasilarutan baku 10 mcg/ml).
b. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dibuat 4 deret larutan standar multielemen dari larutan baku (10
mcg/ml) yang terdiri atas: deret I (0,5 mcg/ml besi, 0,5 mcg/ml seng, 0,05
mcg/ml tembaga dan 0,5 mcg/ml mangan); deret II (1 mcg/ml besi, 1
mcg/ml seng, 0,5 mcg/ml tembaga dan 1 mcg/ml mangan); deret III (2
mcg/ml besi, 2,5 mcg/ml seng, 1 mcg/ml tembaga dan 2,5 mcg/ml mangan)
mcg/ml mangan). Keempat deret larutan standar multielemen beserta blanko
(HNO3) diukur pada panjang gelombang masing-masing elemen yaitu
238,204 nm untuk besi; 213,857 nm untuk seng; 327,395 nm untuk tembaga
dan 257,610 nm untuk mangan.
c. Analisa Besi, Seng, Tembaga dan Mangan dalam Sampel
Larutan sampel hasil destruksi (prosedur 2.5.4) diukur intensitas
emisinya dengan menggunakan Inductively Coupled Plasma Optical
Emission Spectrometer pada panjang gelombang masing-masing elemen.
Nilai intensitas emisi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi
larutan standar. Konsentrasi besi, seng, tembaga dan mangan dalam sampel
ditentukan berdasarkan persamaan linier dari kurva kalibrasi.
3.6.2. Perhitungan Kadar Besi, Seng, Tembaga dan Mangan dalam Sampel
Kadar besi, seng, tembaga dan mangan dihitung dengan
mensubtitusikan intensitas ke dalam persamaan regresi yang diperoleh dari
kurva kalibrasi seperti di bawah ini (Rohman, 2007):
Y = aX + b
Dimana: Y = Intensitas emisi sampel a = Slope
X = Konsentrasi sampel b = Intersep
Dari perhitungan regresi linear, maka dapat diketahui kadar dari sampel
dengan menggunakan rumus (Rohman, 2007):
3.7.Analisis Data Secara Statistik 3.7.1. Uji Penolakan Hasil Analisis
Untuk mengetahui diterima atau tidaknya data penelitian, maka data
yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji distribusi t.
Untuk mencari thitung digunakan rumus (Rohman, 2007):
thitung = | ̅
√ |
SD = √∑ ̅
Keterangan: Xi = Kadar sampel
̅ = Kadar rata-rata n = Jumlah pengulangan
Sebagai dasar penolakan data hasil uji analisis adalah thitung≥ttabel
(Rohman, 2007).
3.7.2. Rata-Rata Kadar Besi, Seng, Tembaga dan Mangan dalam Sampel
Untuk menentukan kadar besi, seng, tembaga dan mangan dalam
sampel dengan taraf kepercayaan 95%, α = 0,05, dk= n-1, dapat digunakan rumus (Rohman, 2007):
Kadar: µ = ̅ √
Keterangan: ̅ = Kadar rata-rata sampel
SD = Standar Deviasi
dk = Derajat kebebasan (dk = n-1)
α = interval kepercayaan
3.7.3. Validasi Metode Analisis
3.7.3.1. Uji Perolehan Kembali (Recovery Test)
Uji perolehan kembali dilakukan dengan cara menentukan kadar
mineral dalam sampel, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral
dalam sampel yang telah ditambahkan larutan baku yang jumlahnya
diketahui dengan pasti. Larutan standar yang ditambahkan yaitu, 5 ml
larutan standar besi dengan konsentrasi 5 mcg/ml, 5 ml larutan standar seng
dengan konsentrasi 5 mcg/ml, 5 ml larutan standar tembaga dengan
konsentrasi 10 mcg/ml dan 5 ml larutan standar mangan dengan konsentrasi
8 mcg/ml (Harmita, 2004).
Uji perolehan kembali dilakukan terhadap sampel yang sama dan
dianalisa dengan cara yang sama dengan pengerjaan sampel awal. Uji
perolehan kembali dilakukan untuk mengetahui kadar sampel sebenarnya
dengan cara menkonversikan harga persen recovery tersebut. Persen
perolehan kembali dapat dihitung dengan persamaan berikut (Harmita,
2004):
3.7.3.2. Uji Ketelitian
Uji ketelitian dilakukan untuk mengetahui derajat kesesuaian antara
hasiluji individual yang diterapkan secara berulang pada sampel. Adapun
Deviation (% RSD). Harga persentase Relative Standard Deviation (%
RSD) ditentukan dengan rumus (Harmita, 2004):
̅
Keterangan : SD = Standar Deviasi
̅= Kadar rata-rata setelah telah ditambah larutan baku
3.7.3.3. Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation)
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang
dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas
kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih
dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Menurut (Harmita, 2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Sy/x =
√
∑
Batas Deteksi(LOD) =
Batas Kuantitasi (LOQ) =
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium
Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor Jl. Raya
Jakarta-Bogor KM 46 Cibinong, Indonesia terhadap tumbuhan
menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah kangkung (Ipomoea
aquatica Forssk.) dari suku Convolvulaceae.
Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 31.
4.2. Kurva Kalibrasi Besi, Seng, Tembaga dan Mangan
Kurva kalibrasi besi (Fe), seng (Zn), tembaga (Cu) dan Mangan
diperoleh dengan cara mengukur intensitas emisi dari larutan standar
mineral tersebut pada panjang gelombang masing-masing. Dari pengukuran
kurva kalibrasi untuk keempat mineral tersebut diperoleh persamaan garis
regresi yaitu Y=2391,3 X + 163,6 untuk besi, Y=1972 X + 56,2 untuk seng,
Y=1696,5 X + 58,8 untuk tembaga dan Y=12075,7 X + 580,9 untuk
mangan.
Data hasil pengukuran intensitas emisi larutan standar besi (Fe), Seng
(Zn), tembaga (Cu) dan Mangan (Mn) serta perhitungan persamaan garis
regresi dan koefisien korelasi (r) dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai 5.
Kurva kalibrasi larutan standar besi (Fe), Seng (Zn), tembaga (Cu) dan
Mangan (Mn) dapat dilihat pada Gambar 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3 dan
Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Besi (Fe)
Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Seng (Zn)
Intensitas
Konsentrasi (ppm)
Intensitas
[image:44.595.138.504.348.521.2]Gambar 4.3. Kurva Kalibrasi Tembaga (Cu)
Gambar 4.4. Kurva Kalibrasi Mangan (Mn)
Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linear antara
konsentrasi dengan intensitas, dengan koefisien korelasi (r) untuk besi
sebesar 0,9999; seng sebesar 0,9991; tembaga sebesar 0,9999 dan 0,9997
untuk mangan. Nilai koefisien korelasi (r) telah memenuhipersyaratan
validasi yaitu sama atau lebih besar dari 0,97 (Ermer dan McB. Miller,
2005).
4.3. Hasil Kualitatif Besi, Seng, Tembaga dan Mangan
Analisis dengan inductively coupled plasma optical emission
spectrometer menunjukkan adanya intensitas pada panjang gelombang
Intensitas
Konsentrasi (ppm)
Intensitas
[image:45.595.136.500.320.472.2]238,204 nm untuk besi, 213,857 nm untuk seng, 327,395 nm untuk tembaga
dan 257,610 nm untuk mangan.Panjang gelombang ini spesifik untuk tiap
unsur sehingga dapat digunakan untuk analisa kualitatif (Todorov, et. al.,
2014).
4.4. Kadar Besi, Seng, Tembaga dan Mangan pada Kangkung Dataran Tinggi
Konsentrasi besi (Fe), seng (Zn), tembaga (Cu) dan mangan (Mn)
dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi linier kurva
kalibrasi larutan standar masing-masing mineral. Kadar keempat mineral
dianalisis secara statistik dengan distribusi t pada taraf kepercayaan 95% (α
= 0,05). Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11 sampai 14. Hasil
analisis kuantitatif mineral besi, seng, tembaga dan mangan pada sampel
dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Mineral Besi, Seng, Tembaga dan Mangan dalam Sampel
No Mineral Kadar (mg/100g)
1 Fe 0,41662 ± 0,0200
2 Zn 0,40621 ± 0,0599
3 Cu 0,55762 ± 0,0476
4 Mn 0,79758 ± 0,0339
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat hasil analisis kadar mineral dalam
sampel menunjukkan bahwa kadar masing-masing mineral besi, seng,
tembaga dan mangan yang terdapat dalam sampel yaitu kadar besi sebesar
[image:46.595.135.499.457.600.2]kadar tembaga sebesar 0,55762 ± 0,0476 mg/100g dan kadar mangan
sebesar 0,79758 ± 0,0339 mg/100g. Hasil ini lebih kecil dari kadar mineral
mikro pada kangkung air di daerah Sudan barat yang dilaporkan oleh Doka,
et. al., 2014 yaitu besi (3,2 mg/100 g), seng (4,1 mg/100 g), tembaga (5,3
mg/100 g) dan mangan (2,3 mg/100 g).Perbedaan ini terjadi karena metode
yang digunakan berbeda dimana Doka, et.al., 2014 menggunakan metode
spektroskopi serapan atom sementara penelitian ini menggunakan metode
spektoskopi emisi atom yaitu ICP. Suhu yang terlalu tinggi pada ICP
menyebabkan terjadinya ionisasi atom yang berakibat pada berkurangnya
atom netral. Perbedaan geografis tempat pengambilan sampel juga berbeda
dimana sampel pada penelitian Doka, et.al., 2014 diambil di daerah Sudan
barat. Konsentrasi besi dan seng dari sampel yang diperoleh berada di
bawah konsentrasi terendah larutan standar dari kurva kalibrasi (0,5
mcg/ml), tetapi masih berada di atas batas deteksi (LOD).Menurut
Dunnivant dan Ginsbach (2009) hal ini masih dapat diterima sebagai data
bahwa sampel mengandung konsentrasi sekelumit (trace concentrations)
terhadap analit.
4.5. Uji Perolehan Kembali dan Ketelitian
Untuk melihat sejauh mana metode yang digunakan ini memberikan
ketepatan dan ketelitian yang baik maka dilakukan uji ketepatan dengan
parameter % uji perolehan kembali dan uji ketelitian dengan parameter %
Tabel 4.2 Hasil Uji ketepatan (% Uji Perolehan Kembali) dan ketelitian (%RSD)
No Mineral Kadar awal
(mg/100g)
Kadar setelah
penambahan
baku
(mg/100g)
Perolehan
kembali
(%)
RSD
(%)
1 Fe 0,41522 0,73697 92,46 1,80
2 Zn 0,34829 0,78736 105,24 1,55
3 Cu 0,4615 1,13752 97,22 2,06
4 Mn 0,87049 1,34512 85,33 1,14
Catatan: Data merupakan rerata dari 6x perlakuan
Hasil yang di peroleh dari % uji perolehan kembali menunjukkan bahwa
metode yang digunakan memberikan ketepatan yang memenuhi syarat. Ini
berarti metode ini memberikan ketepatan yang baik. Menurut Ermer dan McB.
Miller, 2005, suatu metode dikatakan tepat jika nilai recovery-nya antara
80-120%.
Dari hasil Relatif Standar Deviasi (RSD) juga memberikan ketelitian yang
memuaskan. Hasil ini telah memenuhi batas yang telah ditetapkan yaitu kriteria
seksama atau teliti diberikan jika standar deviasi relatif pada konsentrasi uji
tidak lebih dari 3% ((Ermer dan McB. Miller, 2005).
4.6. Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)
Berdasarkan hasil perhitungan standar deviasi (SD) yang dilakukan, maka
diperoleh batas deteksi (LOD) untukFe, Zn, Cu dan Mn masing-masing sebesar
0,07 µg/ml; 0,2 µg/ml; 0,03 µg/ml dan 0,15 µg/ml sedangkan batas kuantitasi
(LOQ) untuk Fe, Zn, Cu dan Mn masing-masing sebesar 0,25 µg/ml; 0,9
µg/ml; 0,11 µg/ml dan 0,50 µg/ml. Perhitungan batas deteksi dan kuantitasi
[image:48.595.135.513.86.269.2]BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
a. Analisis dengan inductively coupled plasmaoptical emission
spectrometer menunjukkan adanya intensitas pada panjang gelombang
besi yaitu 238,204 nm, seng 213,857 nm, tembaga 327,395 nm dan
mangan 257,610 nm. Hal ini membuktikan secara kualitatif bahwa
sampel mengandung besi, seng, tembaga dan mangan.
b. Analisis kuantitatif mineral besi, seng, tembaga dan mangan pada
kangkung Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo menunjukkan
masing-masing kadar mineral besi, seng, tembaga dan mangan adalah
0,41662 ± 0,0200 mg/100g, 0,40621 ± 0,0599 mg/100g, 0,55762 ±
0,0476 mg/100g dan 0,79758 ± 0,0339 mg/100g.
5.2. Saran
a. Disarankan agar masyarakat menggunakan kangkung Desa Semangat
Gunung Kabupaten Karo sebagai salah satu asupan mineral bagi
kesehatan tubuh.
b. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menganalisis unsur gizi
lain dari kangkung Desa Semangat Gunung Kabupaten Karo, seperti
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama. Halaman 228, 249, 253, 255, 257, 260, 266, 268, 269.
Anonim. (2001). Method 200.9 Trace Elements in Water, Solids, and Biosolids by Stabilized Temperature Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrometry. EPA-821-R-01-011. U.S. Environmental Protection Agency Office of Science and Technology Ariel Rios Building 1200 Pennsylvania Avenue, N.W. Washington, D.C. 20460. Halaman 10.
Anonim. (2013). Manganese. London: Biolab Medical Unit Nutritional and
Environmental Medicine. Halaman 2.
Anonim. (2014). Mata air panas. Diakses tanggal 16 November 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mata_air_panas.
Arifin, Z. (2008). Beberapa Unsur Mineral Esensial Mikro dalam Sistem Biologi dan Metode Analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian. 27(3): 100-102.
Boss, C. B., dan Freeden, K. J. (1997). Concepts, Instrumentation and Techniques in Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry. USA: The Perkin-Elmer Corporation. Halaman 1-33.
Depkes RI. (2001). Inventaris Tanaman Obat Indonesia 1 Jilid 2. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Halaman 173.
Doka, I. G., El Tigani, S., dan Yagi, S. (2014). Nutritional Composition and
Antioxidant Properties of Ipomoea Aquatica (Forsek) Leaves. Journal of
Forest Products&Industries. 3(4): 204.
Dunnivant, F. M., dan Ginsbach, J. W. (2009). Flame Atomic Absorbance and
Emission Spectroscopy and Inductively Coupled Spectrometry - Mass Spectrometry. USA: Whitman College. Halaman 6.
Ermer, J., dan McB. Miller, J. H. (2005). Method Validation in Pharmaceutical
Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH& Co. KGaA. Halaman 171.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117,
118, 121, 127-131.
Haryoto. (2009). Bertanam Kangkung Raksasa di Pekarangan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius. Halaman 13.
Hou, X., dan Jones, B. T. (2000). Inductively Coupled Plasma/Optical Emission
Spectrometry. USA: John Wiley & Sons Ltd. Halaman 1-3.
Indrasari, S. D. (2006). Kandungan Mineral Padi Varietas Unggul dan Kaitannya dengan Kesehatan. Iptek Tanaman Pangan.1(3): 95.
Isaac, R. A. (1988). Plants. Dalam: Herlich, K. (1990). Official Methods of
Analysis of the Association of Official Analytical Chemists, Fifteenth Edition. Virginia: AOAC International. Halaman 42.
Metcalfe, E. (1987). Atomic Absorption and Emission Spectroscopy. London:
John Willey & Sons. Halaman 14-16, 185.
Nawawi, H. (2003). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press.
Halaman 157.
Nazaruddin. (1999). Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 17, 23, 30, 32.
Rukmana, R. (1994). Kangkung. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 15-21.
Siregar, M. (2014). Kangkung Air Panas Karo Diminati. Harian Waspada Edisi
31 Agustus 2014.
Tamayo, A. B., Guas, A. E., Vidal, J. P. L., dan Maccini, M. (2014). Analytical method for heavy metal determination in algae and turtle eggs from Guanahacabibes Protected Sea Park. Journal Electrochem Sci. Eng. 10 (1): 2.
Tan, H. T., dan Rahardja, K. (2008). Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex Media
Komputindo. Halaman 840.
Lampiran 1. Flowsheet Proses Dekstruksi Kering.
Dicuci Bersih
Dipotong kecil-kecil
Ditiriskan
Dihaluskan dengan blender
Ditimbang ± 7 gram dalam krus porselen
Diarangkan di atas hot plate
Diabukan di tanur selama 48 jam
Ditambahkan 5 ml HNO3 (1:1)
Dikeringkan kembali di atas hot plate
Ditanur kembali selama 1 jam
Dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1:1)
Dituangkan ke dalam labu tentukur 100 ml
Diencerkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda
Disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 ke dalam botol
Dibuang 5 ml untuk menjenuhkan kertas saring
Dilakukan analisis kuantitatif dengan ICP OES Kangkung ± 100 g
Sampel yang telah dihaluskan
Larutan sampel
Sampel yang telah mengarang
Abu
Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran Intensitas Larutan Standar Besi (Fe),
Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)
dari Data Kalibrasi Fe.
1. Hasil Pengukuran Intensitas Larutan Standar Fe
No Konsentrasi (µg/ml) Intensitas (c/s)
1 2 3 4 5 0,000000 0,500000 1,000000 2,000000 5,000000 111,500 1356,87 2561,44 5027,70 12086,6
2. Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)
No X Y XY X2 Y2
1 2 3 4 5 0,000000 0,500000 1,000000 2,000000 5,000000 111,500 1356,87 2561,44 5027,70 12086,6 0,000000 678,435 2561,44 10055,4 60433 0,000000 0,250000 1,000000 4,000000 25,000000 12432,25 1841096 6560975 25277767 146085899,6
∑ 8,500000 2144,11 73728,28 30,250000 179778169,9
a = ∑ ∑ ∑
∑ ∑
=
= 2391,3
b =
̅ ̅
= 4228,822 - (2391,3)(1,7)
= 163,6
Maka persamaan regresinya adalah: Y=2391,3 X + 163,6
r = ∑ ∑ ∑
√[∑ ∑ ][∑ ∑ ]
=
√[ ][ ]
Lampiran 3. Data Hasil Pengukuran Intensitas Larutan Standar Seng (Zn),
Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)
dari Data Kalibrasi Zn.
1. Hasil Pengukuran Intensitas Larutan Standar Zn
No Konsentrasi (µg/ml) Intensitas (c/s)
1 2 3 4 5 0,000000 0,500000 1,000000 2,500000 5,000000 71,0045 1073,55 2154,47 4697,85 10032,0
2. Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)
No X Y XY X2 Y2
1 2 3 4 5 0,000000 0,500000 1,000000 2,500000 5,000000 71,0045 1073,55 2154,47 4697,85 10032,0 0,000000 536,775 2154,47 11744,63 50160 0,000000 0,250000 1,000000 6,250000 25,000000 5041,639 1152510 4641741 22069795 100641024
∑ 9,000000 18028,87 64595,87 32,500000 128510111,6
Rata-rata
a = ∑ ∑ ∑
∑ ∑
=
= 1972
b =
̅ ̅
= 3605,775 - (1972)(1,8)
= 56,2
Maka persamaan regresinya adalah: Y=1972 X + 56,2
r = ∑ ∑ ∑
√[∑ ∑ ][∑ ∑ ]
=
√[ ][ ]
Lampiran 4. Data Hasil Pengukuran Intensitas Larutan Standar Tembaga (Cu),
Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)
dari Data Kalibrasi Cu.
1. Hasil Pengukuran Intensitas Larutan Standar Cu
No Konsentrasi (µg/ml) Intensitas (c/s)
1 2 3 4 5 0,000000 0,050000 0,500000 1,000000 2,500000 34,5979 146,269 922,045 1771,16 4290,57
2. Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)
No X Y XY X2 Y2
1 2 3 4 5 0,000000 0,050000 0,500000 1,000000 2,500000 34,5979 146,269 922,045 1771,16 4290,57 0,000000 7,31345 461,0225 1771,16 10726,43 0,000000 0,002500 0,250000 1,000000 6,250000 1197,015 21394,62 850167 3137008 18408991
∑ 4,050000 7164,642 12965,92 7,502500 22418757
Rata-rata
a = ∑ ∑ ∑
∑ ∑
=
= 1696,5
b =
̅ ̅
= 1432,928 - (1696,5)(0,81)
= 58,8
Maka persamaan regresinya adalah: Y=1696,5 X + 58,8
r = ∑ ∑ ∑
√[∑ ∑ ][∑ ∑