• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN ( Studi Kasus di Polres Lampung Selatan )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN ( Studi Kasus di Polres Lampung Selatan )"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN

( Studi Kasus di Polres Lampung Selatan )

Oleh

HERNADI SUSANTO

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. MPR RI pada tahun 2000 mengeluarkan ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI, MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran POLRI dan Undang - undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah pertama bagaimanakah peran Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin; kedua apakah faktor-faktor penghambat Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin;

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dengan melakukan wawancara terhadap penyidik anggota Polres Lampung Selatan, Tokoh Adat Masyarakat Padang Cermin, Dosen bagian pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian diolah, setelah data diolah yang kemudian dianalisis secara analisis kualitatif guna mendapatkan suatu kesimpulan.

(2)

Babinkamtibmas. faktor-faktor penghambat Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin adalah faktor penegak hukum yaitu terbatasnya jumlah personil Polri diwilayah Polsek Padang Cermin, faktor masyarakat yaitu kesadaran hukum warga masyarakat Padang Cermin yang relatif masih rendah kemudian ditambah kurangnya ketidakpercayaan warga masyarakat atas kinerja Polri. faktor kebudayaan yaitu karna perbedaan suku dan agama warga masyarakat Padang Cermin lebih cenderung hidup saling berkelompok atau individu.

Adapun saran penulis yaitu sebaiknya pihak Kepolisian Polsek Padang Cermin lebih mengoptimalkan kinerja Polmas dan Babinkamtibmas, kemudian lebih berperan aktif dan bersikap responsif, bersikap bijak dan arif kepada masyarakat serta memberikan pelayanan yang adil, tanpa membedakan ras, suku, agama/kepercayan, golongan, status sosial, ekonomi dan jenis kelamin.

(3)

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN

(Studi Kasus di Polres Lampung Selatan)

Oleh

HERNADI SUSANTO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN

(Studi Kasus di Polres Lampung Selatan)

(Skripsi)

Oleh

HERNADI SUSANTO

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

1 MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Maroni, S.H., M.H. ………...

Sekertaris/Anggota : Eko Raharjo, S.H., M.H. ……….

Penguji Utama : Maya Shafira, S.H., M.H ……….

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S NIP. 196211091987031003

(6)

Judul Skripsi : PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN.

(Studi Kasus di Polres Lampung Selatan)

Nama Mahasiswa : Hernadi Susanto

No. Pokok Mahasiswa : 0912011160

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Maroni, S.H., M.H. Eko Raharjo, S.H., M.H.

NIP. 196003101987031002 NIP. 196104061989031003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(7)

MOTTO

Ba ng unla h sua tu d unia d i m a na se m ua b a ng sa hid up d a la m

d a m a i d a n p e rsa ud a ra a n.

(Bung Ka rno )

Ja ng a n b e rha ra p hid up kita b e rja la n ta np a m a sa la h te ta p i

b e la ja rla h d a ri se tia p m a sa la h yg kita a la m i.

Ja ng a n p e rna h ta kut a ta s se m ua ke sa la ha n ya ng kita la kuka n,

ta p i ta kutla h ka re na kita tid a k m a m p u m e m p e rb a ikinya d a n

b a ng kit untuk m e ra ih ha ra p a n.

ng e nd i o no ke ka re p a n, ne ng ko no o no d a la n

Artinya : d im a na a d a ke m a ua n, d isitu a d a ja la n.

(Pe p a ta h ja wa )

Ha nya d e ng a n nia t d a n ke ing ina nla h ya ng a ka n m e m b a wa kita ke

c ita - c ita ya ng kita ing inka n.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis terlahir di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 27 Februari 1990 sebagai anak ke dua dari empat bersaudara, buah hati dari pasangan Gusmanto dan Mariyah.

Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 di Taman Kanak-kanak Unit Dharma Wanita Universitas Lampung yang diselsaikan pada tahun 1996, kemudian mengawali pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1996 di SDN 2 Raja Basa dan diselsaikan pada tahun 2002, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Pada tahun 2002, yang diselsaikan pada tahun 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan SMK 2 Mei Bandar Lampung pada tahun 2005, yang diselsaikan pada tahun 2008.

(9)

SANWACANA

Assalamu ' alaikum Warahmatullah Wabarakatu

Melihat bintang dimalam hari dengan ditemani cahaya rembulan merupakan saat yang paling indah bagi penulis untuk mengucapkan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, berkah dan karunia-Nya serta Shalawat dan salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dengan lancar tanpa masalah menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa di Kepolisian Sektor (Polsek) Padang Cermin (Studi Kasus di Polres Lampung Selatan)” Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada bagian Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis dengan segenap rasa kerendahan dan keikhlasan hati sepenuhnya menyadari bahwa selama proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari pihak lain, oleh karenanya pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak rasa terima - kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S selaku Rektor Universitas Lampung.

(10)

3. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Pidana. 4. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu, mengarahkan dan memberikan masukan-masukan penulis demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan coretan-coretan yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi penulis dan membimbing penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H., selaku Dosen pembahas I yang telah banyak memberikan masukan-masukan, kritik dan saran.

7. Bapak Budi Rizki, S.H., M.H., selaku Dosen pembahas II yang telah memberikan kritik dan saran.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan telah mendidik penulis. 9. Seluruh Staf dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Mba

Sri, Mba Yani, Pak Rusmiadi, Babe dan yang lainya.

10. Kepala Kepolisian Resor Lampung Selatan atas izin penelitian yang diberikan, dan Bapak Briptu Eko Herwinanda selaku Anggota Unit Satu Jatanras Polres Lampung Selatan dan Bapak Airul Mukti, S.H selaku staf Unit Sumda Polres Lampung Selatan terima kasih atas bantuan dan informasinya yang diberikan selama pelaksanaan penelitian.

(11)

12. Bapak dan Ibu, Atas pengorbanan, kesabaran, motivasi, serta doa-doanya demi keberhasilanku.

13. Warga Masyarakat Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran atas izin penelitian yang telah diberikan, dan Bapak Syamsurizal selaku Sekertaris Desa Hanau Berak, dan Bapak/Ibu Agus Susanto selaku Sekertaris Desa Wates Way Ratai terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan selama penelitian.

14. Teman – teman KKN di Desa Wates Way Ratai, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran , Irfandri Vaniko Negara, Isabella Hasian Panggabean, Denisa Ratu Balqis, Ratih Sulistiani, Zeni Osca Jamartha, Wida Ratnanurmala, Alqoshosh Alastihya, Vivi Ratna Sari, Yedha Espitha, Riestania Faradilla, Mimi, Wisudiana isnani, Risa, Anggi dwi prayogi, Sigit supriyanto.

15. Teman - temanku seperjuangan Handy Sihotang S.H, Hendra Dwi Gunanda, Harmawan Prana Yudha, Hari Saputra Rosasi, Gigih Suci Prayudi, Handy Alifta, Galuh Khafi Husien, Hendri Catur Nugroho, Hidayatul Qodri, Indah Puspitarani, Chandra Evita, Desi Suprihatiningsih, Zepi Tantalo, Anan Faiza Berlian, Waldi Irawan, Raden Permata, SM. Munawar Harun AL Rasyid, Roni Septian Maulana, Pimal Ibrahim, Mulvi Septian, Yohanes Aritonang, Chandra Bangkit S.K, Moses Dendang Tonapa, Muhammad Rody Maiza, dkk.

(12)

17. Kepada Seluruh teman - teman angkatan 2009 tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhir kata dari penulis atas segala kesalahan dan kekurangan dalam penulisan, sebab ada pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak” karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran agar penulis dapat lebih baik di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT selalu memberikan Ridho-nya kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama ini. Amin

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Juni 2013 Penulis,

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa,

etnik, dan budaya yang menganut beberapa agama dan tersebar di atas ribuan

pulau. Bangsa ini hanya dapat bersatu apabila mempunyai kemampuan psikis

untuk bertoleransi, artinya bisa menerima dengan terbuka keanekaragaman tradisi,

gaya hidup, pergaulan, pandangan hidup dan kebiasan religius. Semua faktor

penyatu keanekaragaman tersebut saat ini mulai retak di mana masyarakat seakan

tidak dapat bersolidaritasi melebihi lingkungan yang ada saat ini karena adanya

suatu penyempitan fokus perhatian antara golongan atau kelompok yang satu

dengan yang lainya dirasakan sebagai suatu ancaman.

Kekerasan kini sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan bangsa ini, di mana

setiap konflik dapat berakhir dengan pembunuhan, pengadilan massa, sampai

perkelahian massal. Apabila yang terlibat adalah orang dari suku atau agama yang

berbeda, maka bisa terjadi perang suku atau perang agama. Penyebabnya adalah

(14)

secara psikologis timbul peluang atau kesempatan bagi setiap individu maupun

kelompok masyarakat untuk melakukan kekerasan.1

Unsur-unsur yang melatarbelakangi dan menyertai tindak kekerasan terlihat dalam

suatu kerusuhan massal yang disertai pengrusakan dan pembakaran berbagai

fasilitas umum yang biasa dikenal dengan istilah amuk massa. Jika diperhatikan

tentu banyak sekali hal-hal yang memungkinkan terjadinya tindak pidana

kekerasan dalam masyarakat.

Sebagai contoh yaitu pada peristiwa pengrusakan dan pembakaran terhadap Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Padang Cermin Kabupaten Pesawaran pada hari jum’at tanggal 01 Juni 2012 sekira pukul 23.00 WIB telah terjadi keributan antara pemuda Dantar Desa Padang Cermin dengan Desa Hanau Berak Padang Cermin Kabupaten Pesawaran maslah pemukulan terhadap warga Hanau Berak oleh redo bin Ishak Siregar warga Dantar Padang Cermin dilokasi warung Mpok Ati. Pada hari Senin tanggal 06 Agustus 2012 sekira pukul 21.00 di warung milik fadli telah diadakan pertemuan massa yang dikumpulkan oleh Okromi dan Wardana dengan maksud dan tujuan untuk menanyakan tuntutan yang belum dipenuhi oleh Kapolsek Padang Cermin. Selanjutnya massa berangkat ke Polsek Padang Cermin melakukan pengrusakan dan pembakaran. Pada hari Senin tanggal 06 Agustus 2012 sekira pukul 21.30 WIB sekitar 400 orang dengan menggunakan kendaraan roda dua dari Hanau Brak Kabupaten Pesawaran mendatangi Polsek Padang Cermin dan langsung melempari Polsek dengan menggunakan batu dan kayu, selanjutnya membakar sepeda motor yang berada ditempat parkir sebanyak 6 (Enam) unit dan 1 (Satu) unit mobil milik anggota Polsek Padang Cermin, 7 (Tujuh) unit roda dua , 2 (Dua) unit roda empat, 1 (Pucuk) senjata jenis SKS dan 1

(Satu) tahanan kabur.2

Tindak pidana pengrusakan dan pembakaran yang dilakukan oleh warga desa

padang cermin merupakan tindak pidana umum atau delik umum, dimana sebagai

delik umum terhadap para pelaku tindak pidana seperti yang sudah ditentukan

dalam KUHP seperti halnya Pasal 170 ayat (1) yang merupakan salah satu pasal

yang mengatur tentang tindakan hukum terhadap orang atau barang :

1

Primasari Nia (Skripsi), Pengerusakan Kejahatan terhadap Harta Benda, Hukum Pidana, Bandar Lampung, 2006 hlm 1

2

(15)

“Barang siapa terang-terangan, dan dengan tenaga bersama menggunakan

kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun enam bulan” . Pasal 170 ayat (2) berisi ketentuan-ketentuan

tentang ancaman hukumannya. Inti dari delik ini adalah turut serta menggunakan /

melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Hal tersebut didasarkan karena

perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang sudah terjadi, adanya akibat hukum

dari perbuatan tersebut, sudah cukup bukti dan ada tersangka yang sudah

ditetapkan oleh penyidik.

Data terjadinya pelanggaran di Lampung terhadap Pasal 170 ayat 1 KUHP, seperti

tertulis dalam media massa saat ini atau dengan mengakses layanan internet

melalui situs www.Google.com antaranya adalah :

1. Perusakan dan Pembakaran Kantor Bupati Kalianda Lampung Selatan;

2. Perusakan dan Pembakaran Kantor Bupati Mesuji;

3. Perusakan dan Pembakaran Belasan Rumah di Kalianda Kecamatan Way Panji,

Lampung Selatan.3

Masih banyak kasus tindak pidana pengrusakan barang, dalam hal ini semuanya

mengacu pada Pasal 170 ayat (1) KUHP. Hukum merupakan perangkat kaidah

atau sikap tindak yang mengatur berbagai bidang kehidupan, berperanya hukum

dalam masyarakat sebenarnya sangat tergantung pada para penegak hukum

sebagai unsur yang bertanggungjawab membentuk dan menerapkan hukum

tersebut.4

3

http //www.google.com/

4

(16)

Selanjutnya dikatakan juga bahwa : keserasian atau harmoni dalam masyarakat

(Social Equilibrium) merupakan keadaan yang diidam-idamkan setiap

masyarakat, dengan keserasian masyarakat dimaksudkan sebagai suatu keadaan

dimana lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling

mengisi.5

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan

penelitian atas kejadian-kejadian yang ada dalam masyarakat kita dan sekaligus

menuangkannya kedalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul :

Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa di Kepolisian Sektor

(Polsek) Padang Cermin. (Studi Kasus di Polres Lampung Selatan).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa

di Polsek Padang Cermin ?

b. Apakah faktor-faktor Penghambat Polri dalam Penanggulangan Perbuatan

Amuk Massa di Polsek Padang Cermin ?

2. Ruang Lingkup

Agar penulisan ini tidak terlalu meluas, maka penulis membatasi ruang lingkup

penulisan ini pada ruang lingkup hukum pidana dan bidang ilmu kajian

5

(17)

kriminologi, dengan substansi peran Polri dalam penaggulangan perbuatan amuk

massa di Polsek Padang Cermin dan di wilayah hukum Polres Lampung Selatan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok bahasan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk

Massa di Polsek Padang Cermin.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor Penghambat Polri dalam Penanggulangan

Perbuatan Amuk Massa di Polsek Padang Cermin.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari keguanaan teoritis dan kegunaan praktis

sebagai berikut :

a. Secara teoritis

Penulis mengharapkan penelitian ini dapat berguna untuk menambah dan

memperluas ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang penanggulangan

perbuatan amuk massa yang dilakukan oleh warga di Polsek Padang Permin.

b. Secara praktis

Penulis mengharapkan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan dan

sumbangan pikiran bagi aparat penegak hukum, khususnya Polri yaitu

dalam masalah peran Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa

(18)

2. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teoritis adalah konsep yang merupakan konsep abstraksi dari hasil

pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan

identifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relavan oleh peneliti.6

Peranan juga mencakup penerapan peranan yang disebut dengan role performance

atau role playing, lebih lanjut Soerjono Soekanto mengatakan bahwa :

Suatu peran dapat diuraikan kedalam unsur-unsur sebagai berikut:

1. Peranan yang ideal (ideal role)

2. Peranan yang seharusnya (expected role)

3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perccived role)

4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)

Peranan ideal dan peranan seharusnya adalah peran yang memang dikehendaki

dan diharapkan oleh hukum yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

Sedangkan peranan yang dianggap oleh diri sendiri dan sebenarnya dilakukan

peran yang telah mempertimbangkan antara kehendak hukum yang tertulis dengan

kenyataan-kenyataan dalam hal ini penegakan hukum harus menentukan dengan

kemampuanya berdasarkan kenyataan yang ada.

6

Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Suatu Tinjauan Singkat. Penerbit: rajawali, Jakarta, 1986

(19)

Menurut Soedarto Teori penanggulangan kejahatan secara garis besar dibagi

menjadi dua yaitu :

a. Upaya penal adalah Upaya dalam penanggulangan kejahatan yang lebih

dititikberatkan pada sifat represif (pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi.

b. Upaya non penal adalah Upaya yang digunakan dalam penanggulangan

kejahatan yang lebih dititik beratkan pada sifat preventif (pencegahan atau

pengendalian ) sebelum kejahatan itu terjadi.7

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum bukan semata-mata

berarti pelaksanaan perundang-undangan namun terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhinya yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam tulisan ini akan dibatasi pada

Undang-Undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat yaitu lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.8

7

Sudarto, 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. hlm 116

8

(20)

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus yang mrupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan

istilah yang akan diteliti.9

Kerangka konseptual ini menjelaskan tentang pengertian-pengertian pokok yang

dijadikan konsep dalam penelitian, sehingga mempunyai batasan-batasan yang

tepat dalam penafsiran beberapa istilah. Maksudnya tidak lain untuk menghindari

kesalahpahaman dalam melaukan penelitian.

Istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Peranan

(role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya maka ia menjalankan suatu peranan.

Peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta

kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.10

b. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah merupakan badan

pemerintah yang tugas utamanya memelihara keamanan dan ketertiban

umum, termasuk menyelidik dan menangkap orang-orang yang melakukan

pelanggaran norma hukum.11

9

Soekanto, Soerjono , op.cit., hlm 132

10

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24720/4/Chapter%20II.pdf diakses pada hari minggu tanggal 16 desember 2012

11

(21)

c. Penanggulangan kejahatan adalah usaha, akal, ikhtiar, untuk mencapai suatu

maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar terhadap suatu

permasalahan dalam pembangunan maupun yang beresiko dalam kegiatan

pencegahan terhadap kejahatan.12

d. Perbuatan adalah perbuatan manusia. Apa yang dimaksud dengan perbuatan

manusia itu? Dalam hukum pidana menjadi perdebatan yang cukup sengit.

Menurut Simons dalam arti sesungguhnya ‘handelen’(berbuat) mempunyai

sifat aktif, tiap gerak otot yang dikhendaki, dan dilakukan dengan tujuan

untuk menimbulkan suatu akibat.13

e. Amuk Massa adalah serangan yang dilakukan oleh kumpulan orang banyak

yang berkumpul di suatu tempat dan bentuk dari luapan amarah dengan rasa

kecewa suatu kelompok orang-orang yang memiliki tujuan yang sama yang

biasanya merupakan protes terhadap sesuatu.14

f. Polsek adalah sebagai unsur pelaksana kewilayahan Polres yang berada

dibawah Kapolres yang bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri

dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta

tugas-tugas lain dalam wilayah hukum sesuai dengan ketentuan hukum,

peraturan / kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri.15

12

Nawawi, Barda dan Muladi. 2001. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti: Bandung. hlm 457

13

Andrisman, Tri. 2009. Hukum Pidana. Penerbit Universitas Lampung: Bandar Lampung 14

http://itsnyx.blogspot.com/2010/11/pengertian-amuk-massa.html

15

(22)

3. Sistematika Penulisan

Sistemmatika penulisan dalam penulisan ini bertujuan agar lebih memudahkan

dalam memahami penulisan skripsi ini secara keseluruhan. Sistematika

penulisannya sebagai berikut:

I . PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang penelitian kemudian merumuskan

permasalahan yang akan dibahas dan membatasi ruang lingkup penelitian memuat

tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis konseptual serta sistematika

penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka yang merupakan penghantar dalam pemahaman dan

pengertian umum tentang pokok bahasan mengenai istilah serta pengertian tindak

pidana dan unsur-unsur tindak pidana, pengertian amuk massa, penanggulangan

kejahatan, tinjauan umum tentang Kepolisian Republik Indonesia.

III. METODE PENELITIAN

Penjelasan tentang metode penulisan skripsi, berupa langkah-langkah yang

digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi

dan sampel, prosedur pengelolahan data, serta analisis data yang di dapatkan.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan penjelasan pembahasan tentang permasalahan yang ada yaitu

(23)

Polsek Padang Cermin serta faktor-faktor penghambat Polri dalam

penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin.

V. PENUTUP

Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan hasil penelitian yang sudah

dilakukan serta beberapa saran yang dapat membantu dan berguna bagi

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah dalam Hukum Pidana Belanda yang

disebut strafbaarfeit, dengan demikian istilah strafbaarfeit juga terdapat dalam

Hukum Pidana Indonesia, tetapi belum ada keseragaman pemakaian istilah

strafbaarfeit, ada yang menggunakan istilah tindak pidana, peristiwa pidana,

delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat

dihukum, dan perbuatan pidana.

Bermacam-macamnya arti dari istilah strafbaarfeit, tidak menjadikan adanya

suatu permasalahan, asalkan makna dari istilah strafbaarfeit tersebut sama, dan

istilah tindak pidana yang dianggap merupakan istilah resmi dalam peraturan

undangan di Indonesia sebab hampir seluruh peraturan

perundang-undangan di Indonesia menggunakan istilah tindak pidana.16

Akan tetapi para sarjana hukum pidana mempertahankan istilah yang dipilihnya

sendiri. Adapun pendapat itu diketemukan oleh : Prof. Moeljatno, SH D. Simons,

Van Hamel, WPJ. Pompe, JE. Jonkers dan Prof, Soedarto SH. Yang dalam

urainnya adalah sebagai berikut :

16

(25)

1. Moeljatno

Perbuatan Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,

larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi

barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Moelyatno merupakan

penganut aliran dualisme yang mana memisahkan unsur perbuatan dan

unsur tanggungjawab dalam strafbaarfeit.

Unsur-unsur tindak pidana :

a. Perbuatan manusia;

b. Memenuhi rumusan undang-undang;

c. Bersifat melawan hukum.17

2. Simons

Strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat

melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan

oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Simons merupakan penganut

aliran monisme yang mana menyatukan unsur perbuatan dan unsur

tanggungjawab.

Unsur-unsur tindak pidana :

a. Unsur Obyektif : Perbuatan orang, Akibat yang kelihatan dari perbuatan

itu Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.

b. Unsur Subyektif : Orang yang mampu bertanggung jawab, Adanya

kesalahan (Dolus atau Culpa). Kesalahan ini dapat berhubungan dengan

akibat dari perbuatan atau keadaan mana perbuatan itu dilakukan.18

17

(26)

3. Van Hamel

Strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet yang

bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan

kesalahan. Unsur-unsur tindak pidana:

a. Perbuatan Manusia;

b. Yang dirumuskan dalam Undang-Undang;

c. Dilakukan dengan kesalahan;

d. Patut dipidana.

4 W.P.J. Pompe

Pengertian Strafbaarfeit dibedakan antara definisi yang bersifat teoritis dan

yang bersifat Undang-Undang.

Menurut Teori : Strafbaarfeit adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang

dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk

mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

Menurut Undang-Undang / Hukum Positif Strafbaarfeit adalah suatu

kejadian (Feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan

sebagai perbuatan yang dapat dihukum.19

4. J.E. Jonkers

Mengenai tindak pidana ada 2 (dua) pengertian yaitu dalam arti pendek dan

arti panjang. Arti Pendek, Staafbaarfeit adalah suatu kejadian yang dapat

diancam pidana oleh Undang-Undang. Arti Panjang, Strafbaarfeit adalah

18

Ibid, hlm 56

19

(27)

suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja

atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.20

5. VOS

Staafbaarfeit adalah suatu kelakukan manusia yang diancam pidana oleh

peraturan Undang-Undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya

dilarang dengan ancaman pidana.21

6. Soedarto

Beliau menyebut Staafbaarfeit dengan istilah tindak pidana, dengan

unsur-unsur sebagai berikut :

a. Perbuatan yang memenuhi rumusan Undang-Undang;

b. Bersifat melawan hukum;

c. Dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab dengan kesalahan

(Sculd) baik dalam bentuk kesengajaan (Dolus) maupun kealpaan (Culpa)

dan tidak ada alasan pemaaf.22

1. Pengertian Amuk Massa

Dewasa ini sering kali terdengar berita yang berkaitan dengan suatu konflik antar

warga, wilayah, maupun golongan tertentu. Konflik tersebut tentu saja memiliki

penyebab yang memicu amuk massa. Amuk massa berasal dari kata amuk dan

massa . Amuk menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah kerusuhan, anarki,

tindakan yang biasanya bertujuan untuk melakukan protes yang cenderung

bersikap negatif ataupun brutal. Sedangkan massa memiliki arti masyarakat,

20

Ibid, hlm. 29

21

Ibid,

22

(28)

sekelompok manusia atau golongan tertentu. Amuk massa dapat didefinisikan

sebagai :

a. Menurut Malcolm Weith amuk massa merupakan perilaku atau tindakan

yang secara evolutif akan mengganjal psikis suatu golongan atau kelompok masyarakat (yang melakukan amuk massa) tersebut. Dalam arti, tekanan yang dirasakan tidak langsung diwujudkan, tetapi perlahan namun pasti akan tumpah. Hal tersebut membuat amuk massa sulit dikendalikan dan cenderung anarkis.

b. Sedangkan menurut Danelson R. Forsyth perilaku massa dapat disebut

agresi (penyerangan) atau amuk apabila menimbulkan kerugian atau kerusakan bagi orang lain melalui cara-cara diniatkan. Dalam psikologi,

agresi massa ini sudah sampai pada gejala de-individuasi massa (mass

de-individuation) atau massa yang telah kehilangan kesadaran identitas

dirinya.

c. Selanjutnya menurut Psikolog Perancis, Gustav Le Bon, abad ke-19,

menciptakan teori tentang amuk massa yang dikendalikan jiwa kolektif

(collective mind), yang bersifat lebih agresif-destruktif ketimbang jiwa

masing-masing individu (individual mind). Ada dimensi non-empiris yang

menopang terjadinya kekerasan. Berdasarkan refleksi filsafat sosial, amuk massa terjadi karena tiga faktor, yakni kesalahan pemahaman tentang

konflik, kehendak melukai orang lain, dan tindakan kekerasan.23

d. Kemudian dari kajian psikologi sosial, menurut Baron dan Byrne, kerusuhan

yang berawal dari perkelahian dua individu didukung oleh adanya stereotip. Dua orang dianggap representasi dari dua kelompok, yang mengacaukan nalar antara konflik pribadi dan relevansinya dengan asumsi kolektif.

Pola Umum Kerusuhan Massa yang dimulai dengan berkumpulnya massa pasif

yang terdiri dari massa lokal dan massa pendatang (tak dikenal), kemudian

muncul sekelompok provokator yang memancing massa dengan berbagai modus

tindakan seperti membakar ban atau memancing perkelahian, meneriakkan yel-yel

yang memanasi situasi, dan sebagainya. Setelah itu, provokator mendorong massa

untuk mulai melakukan pengrusakan barang dan bangunan, dan di beberapa

23

http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=622diakses pada hari Sabtu, 2 November

(29)

tempat diakhiri dengan membakar gedung atau barang-barang lain. Di beberapa

lokasi ditemukan juga variasi, di mana kelompok provokator secara langsung

melakukan perusakan, baru kemudian mengajak massa untuk ikut merusak lebih

lanjut.

Pelaku kerusuhan dapat dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut :24

a. Kelompok Provakator ialah Kelompok yang menggerakkan massa, dengan

memancing keributan, memberikan tanda-tanda tertentu pada sasaran,

melakukan pengrusakan awal, pembakaran, mendorong penjarahan.

Kelompok ini datang dari luar tidak berasal dari penduduk setempat, dalam

kelompok kecil (lebih kurang belasan orang), terlatih (yang mempunyai

kemampuan terbiasa menggunakan alat kekerasan), bergerak dengan

mobilitas tinggi, menggunakan sarana transport (sepeda motor, mobil) dan

sarana komunikasi (HT/HP). Kelompok ini juga menyiapkan alat-alat

perusak seperti batu, bom molotov, cairan pembakar, linggis dan lain-lain.

b. Massa Aktif ialah Massa dalam jumlah puluhan hingga ratusan, yang

mulanya adalah massa pasif pendatang, yang sudah terprovokasi sehingga

menjadi agresif, massa ini juga melakukan perusakan lebih luas termasuk

pembakaran dan bergerak secara terorganisir.

c. Massa Pasif ialah Pada awalnya massa pasif lokal berkumpul untuk

menonton dan ingin tahu apa yang akan terjadi dan Sebagian dari mereka

24

(30)

terlibat ikut-ikutan merusak dan membakar setelah dimulainya kerusuhan,

tetapi tidak sedikit pula yang hanya menonton sampai akhir kerusuhan.

2. Faktor-Faktor Penyebab Kerusuhan Massa :25

Konflik kerusuhan yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam

sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga

sulit untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Hal ini

dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada

kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian hal

sebaliknya. Kadang sesuatu yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik

antara manusia. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa

individu dalam suatu interaksi perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah

menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain

sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial,

konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu

masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau

dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan

dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Kesimpulannya sumber konflik itu

sangat beragam dan kadang sifatnya tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa

menetapkan secara tegas bahwa yang menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal

25

(31)

tertentu, apalagi hanya didasarkan pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada

umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut :26

a. Perbedaan Pendapat

Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana

masing-masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang mau mengakui

kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat

menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan , bahkan berujung pada

konflik dan sebagainya.

b. Salah Paham

Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik.

Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi karena

terjadi kesalahpahaman, yang diterima sebaliknya dalam arti salah

paham oleh individu yang lain.

c. Ada yang dirugikan

Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau

masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang

dirugikan merasa kurang enak, kurang senang atau bahkan membenci.

d. Perasaan Sensitif

Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan

orang lain. Contoh, mungkin tindakan seseorang wajar, tetapi oleh pihak

lain dianggap merugikan.

26

(32)

e. Perbedaan individu

Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab

terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber

konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah

individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan

yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan

akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor

penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang

tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung

pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya

akan berbeda - beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada

pula yang merasa terhibur.

f. Perbedaan latar belakang kebudayaan

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi

yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola

pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang

berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang

dapat memicu konflik.

g. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki

peranan yang berbeda.

Dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok

memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat

(33)

contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para

tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi

bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh

ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai

penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para

pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor

guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta

lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus

dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu

kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik

sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula

menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat

terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya

konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena

perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah

yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar

untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha

mereka.

h. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika

perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut

dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat

pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan

(34)

tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi

nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai

kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang

disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser

menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal

perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan

nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah

menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat

dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau

mendadak, akan membuat kegoncangan prosesproses sosial di masyarakat,

bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan

karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah

ada.

Baron & Byrne (dalam Kusnarwatiningsih) mengemukakan konflik disebabkan

antara lain oleh :

a. perebutan sumber daya;

b. pembalasan dendam;

c. atribusi dan kesalahan dalam berkomunikasi.27

Soetopo juga mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

timbulnya konflik, antara lain :

a. ciri umum dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik;

b. hubungan pihak-pihak yang mengalami konflik sebelum terjadi konflik;

c. sifat masalah yang menimbulkan konflik;

27

(35)

d. lingkungan sosial tempat konflik terjadi;

e. kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik;

f. strategi yang biasa digunakan pihak-pihak yang mengalami konflik;

g. konsekuensi konflik terhadap pihak yang mengalami konflik dan terhadap

pihak lain;

h. tingkat kematangan pihak-pihak yang berkonflik.28

Sedangkan Handoko menyatakan bahwa sumber-sumber konflik adalah sebagai

berikut :

a. Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang

sulit dimengerti, atau informasi yang dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.

b. Struktur : pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan

kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

c. Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan

dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam

nilai-nilai atau persepsi.29

Berbeda pula dengan pendapat Mangkunegara bahwa penyebab konflik dalam

organisasi adalah :

a. koordinasi kerja yang tidak dilakukan;

b. ketergantungan dalam pelaksanaan tugas;

c. tugas yang tidak jelas (tidak ada diskripsi jabatan);

d. perbedaan dalam orientasi kerja;

e. perbedaan dalam memahami tujuan organisasi;

f. perbedaan persepsi;

g. sistem kompetensi intensif (reward);

h. Strategi permotivasian yang tidak tepat.30

28

Soetopo. Seno, dkk. 2001. Teori Ilmu Resep. Jakarta

29

Handoko, H, 1998, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi 2, BBPE, Yokyakarta

30

(36)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang sumber konflik sebagaimana

dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat ditegaskan bahwa sumber konflik dapat

berasal dari dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri individu misalnya

adanya perbedaan tujuan, nilai, kebutuhan serta perasaan yang terlalu sensitif.

Dari luar diri individu misalnya adanya tekanan dari lingkungan, persaingan, serta

langkanya sumber daya yang ada.

3. Penanggulangan Kejahatan

Penanggulangan adalah suatu tindakan atau usaha untuk mencegah kejahatan.

Menanggulangi kejahatan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu preventif,

represif, dan preemtif. Secara preventif berarti menghindarkan masyarakat dari

jatuhnya korban, penderitaan serta kerugian-kerugian lainya. Secara represif,

penanggulangan yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan

(secara subtanstif). Sedangkan preemtif berupa social engineering, maksunya

polisi ikut serta dalam menata kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan

masalah keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian penanggulangan kejahatan

adalah menanggulangi, menghadapi, mengatasi, sedangkan penanggulangan

adalah suatu proses, perbuatan, cara menggulangi. Dalam kriminologi istilah

penanggulangan kejahatan dapat diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk

mencegah dan menanggulangi suatu tindakan kejahatan atau suatu pelanggaran

untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat.

Untuk mengatasi kondisi hukum negara yang dinilai lemah dalam menghadapi

(37)

melakukan penataan sistem norma hukum dan penataan sistem kelembagaan

hukum, baik yang berlaku dalam rangka upaya pembaruan hukum maupun dalam

penegakan hukum. Namun, oleh karena luas permasalahan tersebut, kita harus

menentukan pilihan yang paling mudah, murah, dan segera dalam menghadapi

berbagai masalah yang timbul dalam masyarakat.

Negara dengan berbagai perangkat sistem hukumnya yang ada betapapun banyak

kekurangan yang terdapat di dalamnya tidak boleh dibiarkan dianggap tidak hadir

dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Idealnya,

tentu saja, kita seharusnya memperkuat hukum untuk mencegah kekerasan massa

yang mengatasnamakan agama atau kelompok yang menjadi topik diskusi kali ini

dengan melakukan langkah-langkah mulai dari hulu sampai ke hilir. Dari hulu kita

harus memperbaiki sistem norma hukum yang tercermin dalam berbagai peraturan

perundang-undangan yang terkait, dan demikian pula membenahi berbagai

mekanisme kelembagaan yang terkait dengan prosesproses pembuatan hukum.

Namun upaya pembenahan di tingkat hulu demikian tentu akan memakan waktu

yang lama dan tidak mudah. Oleh sebab itu, untuk menghadapi permasalahan

yang sedang terjadi di depan mata kita, yang perlu dilakukan ialah tindakan

menegakkan hukum sebagaimana mestinya. Secara lebih mendasar, kitapun dapat

pula secara komprehensif melihat keterkaitan sistemik yang perlu dibenahi dalam

kerangka menegakkan hukum dan sistem hukum Negara kita secara efektif,

efisien, berkeadilan, dan akuntabel. Dengan tindakan menegakkan hukum itu

secara efektif, kita dapat memperoleh berlipat manfaat sekaligus, yaitu tegaknya

(38)

bagi masyarakat luas, dan pendidikan kesadaran hukum bagi masyarakat luas

mengenai prinsip-prinsip hukum dan keadilan.31

4. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian Republik Indonesia

a. Fungsi Kepolisian di Indonesia

Fungsi kepolisian yang dimaksud adalah tugas dan wewenang Kepolisian secara

umum, artinya segala kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan oleh polisi yang

meliputi kegiatan pencegahan (preventif) dan penegakan hukum atau represif.

Perumusan tipe ini di rumuskan pada tipe kepolisian yang tiap-tiap negara

berbeda-beda, ada tipe kepolisian yang di tarik dari kondisi sosial yang

menempatkan polisi sebagai tugas yang bersama-sama dengan rakyat dan polisi

yang hanya menjaga status quo dan menjalankan hukum saja. Menurut Satjipto

Raharjo, tipe polisi yang pertama yang berada bersama-sama dengan rakyat

tersebut disebut polisi yang “protagonis” dan tipe keduan yakni pemolisian

sekedar menjaga status quo dan yang tahu menjalankan hukum saja disebut

antagonis”.32

Ada pula yang mendekatkan pada kebutuhan, yakni diperlukanya organ polisi

untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat (kamtibmas). Konsep

Kamtibmas ini sebenarnya jauh lebih tua dari pada pengorganisasian dan

pembentukan lembaga kepolisian, karena kamtibmas ini untuk menciptakan

kontrol sosial resmi di lingkungan masyarakat besar atau kecil. Sehingga polisi

31

www.library.upnvj.ac.id/pdf/.../BAB3.pdf, diakses pada tanggal 15 desember 2012

32

(39)

diterima secara bulat sebagai penjamin ketertiban masyarakat, atau cenderung

dijadikan acuan sebagai penegak hukum dan ketertiban.33

Mencermati apa yang dikatakan oleh Satjipto Raharjo di atas, tipe polisi di

indonesia berada pada kedua-duanya, yakni protagonis maupun antagonis, dalam

arti bahwa polisi Indonesia disatu sisi berada ditengah-tengah masyarakat dalam

menjalankan fungsinya untuk memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan, disisi lain harus menegakan hukum dan menjaga pemerintahan negara.

Pendapat lain menurut Egon Bittner sebagaimana telah disitir dimuka, bahwa

fungsi utama polisi adalah untuk menghentikan sesuatu yang seharusnya tidak

boleh terjadi dan mendorong seseorang agar berbuat lebih baik dari sekarang.

Polisi turun tangan dan menenangkan suasana yang potensial atau terus menerus

menimbulkan konflik.34 Jadi fungsi polisi sangat luas sekali, tidak terbatas pada

hal-hal kejahatan saja yang telah muncul menjadi ancaman factual, akan tetapi

hal-hal yang masih di bawah permukaan yang berupa factor korelasi kriminogin

sudah memerlukan adanya tindakan kepolisian.

33

Robert R. Freidmann, Community Policing compereative Perespectives and Prospect,

diterjemahkan oleh Koenarto dkk, “Kegiatan Polisi Dalam Pembinaan Keamanan dan Ketertiban

Masyarakat Perbandingan Prespektif dan Prospektif dan Prospeknya” Cipta manunggal, Jakarta,

1998, hlm.1

34

(40)

b. POLRI Menurut Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Diatur dalam Bab I (Ketentuan Umum) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.35

Pasal 1dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut:

1. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki

wewenang umum Kepolisian.

4. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban

dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

5. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis

masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses

pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang

ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta

terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta

35

(41)

mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,

mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan

bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

6. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya

hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat.

7. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan

bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.

8. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.

9. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang.

10. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi

wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

11. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu

yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik

dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana

dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya

masing-masing.

12. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

(42)

berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam

melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.

13. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan

bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang

terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

14. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut

Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.

c. Fungsi, Tujuan dan Peran POLRI

Diatur dalam Bab I (Ketentuan Umum) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.36

Pasal 2 dijelaskan bahwa :

Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang :

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 3 dijelaskan bahwa :

1. Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang dibantu oleh :

36

(43)

a. Kepolisian khusus;

Kepolisian khusus adalah instansi dan/atau badan Pemerintahan yang oleh atau

atas kuasa undang-undang (peraturan perundang-undangan) diberi wewenang

untuk melaksanakan fungsi Kepolisian dibidang teknisinya masing-masing.

Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam “lingkungan kuasa soal-soal”

(zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang

menjadi dasar hukumnya. Contoh “Kepolisian khusus” yaitu Balai Pengawasan

Obat dan Makanan (Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di

lingkungan Imigrasi dan lain-lain.

b. Penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau

c. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang

diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiriyang

kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik

Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha dibidang

jasa pengamanan. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan

Kepolisian terbatas dalam “lingkungan kuasa tempat” (teritoir gebied/ruimte

gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan

pendidikan. Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan pemukiman,

satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada

pertokoan. Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan

kewenangan Kapolri. Pengemban fungsi Kepolisian tersebut melaksanakan

fungsi Kepolisian sesuai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

(44)

2. Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b,

dan c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Pasal 4 dijelaskan bahwa :

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan

dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat,

tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pasal 5 dijelaskan bahwa :

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan

dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,

serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang

merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1).

a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis

masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan

nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh

terjaminya keamanan, ketrtiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya

ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan

(45)

menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk

gangguan lainya yang dapat meresahkan masyarakat.

b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

terjaminya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,

serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau

kepentingan bangsa dan Negara demi terjaminya keamanan dalam negeri.

d. Tugas dan Wewenang POLRI

Diatur dalam Bab III (Tugas dan Wewenang) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.37

Pasal 13 dijelaskan bahwa :

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut:

1. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

37

(46)

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan

kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran

hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan

peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan

f. Menjamin keamanan umum;

g. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian

khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan

swakarsa;

h. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai

dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

i. Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas

kepolisian;

j. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan

hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan

bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

k. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani

(47)

l. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam

lingkup tugas kepolisian; serta

m. Melakukan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf

f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut :

1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

a. menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum;

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan ataumengancam

persatuan dan kesatuan bangsa;

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif

kepolisian;

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian

dalam rangka pencegahan;

g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. mencari keterangan dan barang bukti;

(48)

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam

rangka pelayanan masyarakat;

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan

pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan

perundang-undangan lainnya berwenang :

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan

masyarakat lainnya;

b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan

senjata tajam;

f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha

di bidang jasa pengamanan;

g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan

petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

j. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan

memberantas kejahatan internasional;

i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang

berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian

(49)

k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

3. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (20) huruf

a dan b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut:

1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia

berwenang untuk :

a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara

untuk kepentingan penyidikan;

c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan;

d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan;

i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang

(50)

mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan

tindak pidana;

k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri

sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk

diserahkan kepada penuntut umum; dan

l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

2. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan

penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai

berikut :

a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut

dilakukan;

c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan

e. menghormati hak asasi manusia.

Pasal 17 dijelaskan bahwa :

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan

wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah

hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 18 dijelaskan bahwa :

a. Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut

(51)

b. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat

dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan

perundang - undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Pasal 19 dijelaskan bahwa :

a. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan

mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi

hak asasi manusia.

b. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan

(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.39

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris guna untuk

mendapatkan suatu hasil penelitian yang benar dan objektif.

1. Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan

cara menelaah dan menelusuri teori-teori, konsep-konsep serta peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang

akan dibahas dalam skripsi ini.

2. Pendekatan yuridis empiris yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan

cara melakukan penelitian lapangan secara langsung pada objek penelitian

yakni mengumpulkan informasi lapangan mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan peran Kepolisian dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di

Polsek Padang Cermin.

39

(53)

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat di lihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang

diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.40

Sumber-sumber penelitian dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian

yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum skunder, serta

bahan-bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian

lapangan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam

penelitian ini. Data tersebut diharapkan dapat diperoleh melalui aparat

penegak hukum yang berkaitan dengan permasalahan perbuatan amuk massa

di Polsek Padang Cermin, yang dalam hal ini adalah penyidik dari Polres

Lampung Selatan .

2. Bahan hukum sekunder, yaitu data-data yang diambil dari literatur yang

berkaitan dengan pokok permasalahan, karya-karya ilmiah dan hasil

penelitian para pakar sesuai dengan obyek pembahasan penelitian, Peraturan

Prosedur Tetap/01/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki dan Prosedur

Tetap/01/VII/2001 tentang Penanggulangan Kerusuhan Massa dan Prosedur

Tetap /01N/2004 tentang Tindakan Tegas Terukur terhadap Perbuatan

Anarki.

40

(54)

3. Bahan hukum tersier, yaitu berupa bahan hukum penunjang yang

memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum skunder

seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah.

Jadi penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, skunder dan tersier sebagai

sumber penelitian.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan

karakteristik yang sama.41 Yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah

Aparat Penegak Hukum yang berhubungan dengan Perbuatan Amuk Massa di

Polsek Padang Cermin.

Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. 42 Penentuan

sampel dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel purposive

sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara menentukan subjek

yang didasarkan pada tujuan tertentu.

Berdasarkan metode purposive sampling tersebut, maka yang menjadi responden

dalam penelitian ini adalah :

a. Penyidik Polri dari Polres Lampung Selatan : 1 Orang

b. Tokoh Adat Masyarakat Padang Cermin : 1 Orang

41

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum Cet ke-3. Jakarta: UI Press.hlm 172

42

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm

(55)

c. Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 Orang +

Jumlah : 3 Orang

D. Metode Pengumpulan data dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data mempergunakan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkain kegiatan yang dilakukan penulis

dengan maksud untuk memperoleh data skunder dengan cara membaca,

mencatat, mengutip dari berbagai literature, per-undang-undangan,

buku-buku, media massa dan bahas tertulis lainya yang ada hubunganya dengan

penelitian yang dilakukan.

b. Studi lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakann penelitian yang dilakukan dengan cara

wawancara (interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan

mengajukan perta

Referensi

Dokumen terkait