HAMBATAN PALESTINA DALAM UPAYA MEMPEROLEH
STATUS KEANGGOTAAN PENUH DI PBB
TAHUN 2011
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Ahmad Sodik
208083000017
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Hambatan Palestina dalam Upaya Memperoleh Status Keanggotaan Penuh di PBB Tahun 2011” dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penghambat pengajuan Palestina menjadi anggota penuh di PBB tahun 2011. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka. Penulis melihat fakta bahwa deklarasi negara Palestina telah dinyatakan pada tahun 1988 di Aljazair, namun hal ini tidak merubah status keanggotaan Palestina di PBB yang semula sebagai entitas pengamat sejak 1974 dibawah kepemimpinan Yasser Arafat menjadi anggota penuh PBB. Pada September 2011 melalui Otoritas Palestina Presiden Mahmoud Abbas, Palestina mengajukan permohonan keanggotaan ke PBB. Namun keputusan Dewan Keamanan menolak pengajuan Palestina tersebut dan akhirnya merekomendasikan untuk mengajukan keanggotaan sebagai negara pengamat.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat, rahmat dan ridhonya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Hambatan Palestina Dalam Upaya Memperoleh Status
Keanggotaan Penuh di PBB Tahun 2011” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana hubungan internasional.
Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan, dukungan dan
bimbingan dari banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang turut
membantu dan mensupport penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Untuk keluarga tercinta penulis, Ibu Sulikah yang senantiasa sabar
membesarkan dan merawat penulis dengan penuh kegigihan dan kasih sayang.
Bapak Sumadi (almarhum) yang memberikan pelajaran hidup paling berharga
bagi penulis serta Kakak dan Adik tercinta serta seluruh keluarga besar.
2. Bapak Adian Firnas, M.Si selaku dosen pembimbing yang senantiasa sabar
memberikan arahan dan masukan yang berharga dalam proses pengerjaan
skripsi ini dari awal sampai dengan selesai.
3. Ibu Debbie Affianty, M.Si selaku Kepala Jurusan Hubungan Internasional,
Seluruh dosen FISIP/HI Bapak Agus Nilmada Azmi, M.Si, Ibu Eva
vi
Rizky, M.Si, Bapak Armein Daulay, M.Si, Ibu Rahmi Fitriyani, M.Si, dan
seluruh dosen FISIP/HI yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
penuh semangat dan tak lelah mendidik dan mengajar semoga ilmunya
semakin berkah dan bermanfaat.
4. Seluruh teman-teman relawan dan pengurus Korps Sukarela Palang Merah
Indonesia (KSR PMI) Unit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Angkatan ACS
2008, CJS 2009, GCN 2010, LDS 2011, PSR 2012, AF 2013, dan Anggota
Muda Angkatan 2014) khususnya CJS 2009 (Nia, Irwan, Udoh, Agni, Hilal,
Rini, Ratna, Dian, Maulida, Atiyah, Badrul, Kahfi, Ade, Indri, Rahmi,
Mentari, Pusti, Anggi, Yolanda, Deni, Fatma, dll), serta seluruh jajaran
pengurus dan relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Markas Kota Jakarta
Selatan yang senantiasa tak kenal lelah dalam melaksanakan misi
kemanusiaan.
5. Manager Program Semesta Hijau Dompet Dhuafa, Bapak Syamsul
Ardiansyah, dan seluruh staff Semesta Hijau Dompet Dhuafa 2012-2014
(Mbak Galuh, Heni, Fitri, Mbak Wido) semoga selalu kompak dan terjaga
silaturahminya serta makin sukses ditempat kerja yang baru.
6. Seluruh teman-teman HI 2008 C, Iqbal, Zaqi, Charis, Bobby, Debilla, Muklis,
Aji, Selly, Pusi, Rena, Michel, Yuli, Raisa, Joko, Wulan, Ayu, Tika, Aidil,
Madhon, Fandi, Yana, Fanani, Amin, Isty, dan seluruh teman-teman HI C
yang berjuang bersama sejak dari FEIS sampai berganti menjadi FISIP. Serta
vii
Tanpa bantuan, bimbingan dan support dari berbagai pihak tidak mungkin skripsi ini dapat terselesaikan. Namun demikian penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan kedepan. Alhamdulillah skripsi ini
dapat terselesaikan, hanya ucapan terimakasih yang dapat penulis sampaikan kepada
seluruh pihak yang senantiasa membantu penulis, semoga Allah SWT membalas
semua kebaikan Bapak/Ibu dan teman-teman sekalian. Aamiin.
Pamulang, 23 April 2015
viii DAFTAR ISI
ABSTRAK……….. iv
KATA PENGANTAR……… v
DAFTAR ISI……….. viii
DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM……… x
DAFTAR SINGKATAN……… xi
DAFTAR LAMPIRAN……….. xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……… 1
B. Pertanyaan Penelitian………. 6
C. Tujuan Penelitian……… 6
D. Tinjauan Pustaka……… 7
E. Kerangka Pemikiran……….. 9
F. Metode Penelitian……….. 15
G. Sistematika Penulisan……… 16
BAB II TINJAUAN UMUM DAN PERSOALAN PALESTINA A. Sejarah Singkat Deklarasi Palestina……… 18
B. Status Keanggotaan Palestina di PBB Tahun 1988- 2011……. 23
C. Kelompok Berpengaruh di Palestina………...……… 25
1. Kelompok Fatah………...….… 26
2. Kelompok Hamas………...……... 28
D. Isu Strategis Palestina 1. Isu Politik……….…... 31
ix
a. Persoalan Pengungsi (Refugess) ………...…. 36 b. Kejahatan Perang (War Crime) ……….…... 39
BAB III PENGAJUAN KEANGGOTAAN PALESTINA DI PBB
A. Prosedur Keanggotaan PBB………...….…. 42 B. Hak dan Kewajiban Anggota PBB………....…….…... 45 C. Perjuangan Palestina Untuk Memperoleh Status Keanggotaan di PBB
1. Masa Kepemimpinan Yasser Arafat (1988-2004) …...…... 47 2. Masa Kepemimpinan Mahmoud Abbas (2005-2011)………. 51 D. Dukungan Dari Negara-Negara Anggota PBB…….……... 55
BAB IV HAMBATAN PALESTINA MENJADI ANGGOTA PENUH DI PBB TAHUN 2011
A. Pertimbangan DK PBB Terkait Keanggotaan Palestina……... 60 B. Hambatan Palestina Menjadi Anggota Penuh di PBB…...…… 67 1. Lemahnya Dukungan Hamas………..…..…. 69 2. Ancaman Veto Amerika Serikat………..………….. 74 3. Kurangnya Dukungan Timur Tengah…….……..….….…... 81
BAB V KESIMPULAN……….…… 86
x
DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM
Gambar. III.1………..…………...…. 53
xi
DAFTAR SINGKATAN
AIPAC : American Israel Public Affairs comitte AS : Amerika Serikat
DK : Dewan Keamanan
FATAH : Harakat Al-Tahrir Al-Watani Al-Filastini GNB : Gerakan Non Blok
HAM : Hak Asasi Manusia
HAMAS : Harakat Al-Muqawamah Al-Islamiyyah MU : Majelis Umum
IM : Ikhwanul Muslimin
KTT : Konferensi Tingkat Tinggi
OKI : Organisasi Konferensi Islam
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
PLO : Palestine Liberation Organization PM : Perdana Menteri
PNC : Palestine National Council
UNRWA : United Nations Relief and Work Agency
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Resolusi Majelis Umum PBB: 3237 (XXIX).
Observer status for the Palestine Liberation Organization……….. xix Lampiran 2 Resolusi Majelis Umum PBB: 43/177.
Question of Palestine……….…...…… xxi Lampiran 3 Security Council: S/2011/705.
Report of the Committee on the Admission of New Members
concerning the application of Palestine for admission to membership
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik Palestina-Israel yang berlangsung sejak 1948, telah menyita banyak
perhatian dunia internasional, khususnya negara-negara kawasan Timur Tengah.
Sejarah panjang tentang kedatangan bangsa Yahudi (Israel) ke tanah Palestina
menjadi salah satu sebab terjadinya konflik berkepanjangan yang tidak kunjung usai
hingga saat ini.1
Resolusi Majelis Umum PBB No.181 yang membagi tanah Palestina menjadi
dua bagian yaitu Arab dan Yahudi (Israel) justru semakin memperparah konflik yang
terjadi. Resolusi ini menjadi jalan bagi Israel untuk mendirikan sebuah negara, Israel
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ketika Israel memproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948,2 negara yang baru dideklarasikan itu
segera mendapat dukungan dari PBB, selanjutnya diikuti oleh Amerika Serikat yang
memberikan pengakuan secara de facto pada tanggal 15 Mei sehari setelah dideklarasikan negara Israel dan diikuti Uni Soviet yang mengakui secara de jure.3
1
Tahun 1878, Koloni Agrikutural pertama Zionis masuk ke Palestina hingga pada akhirnya sampai dengan konflik panjang terkait persoalan perebutan wilayah. (Ilan Pappe.h.455).
2
Adian Husaini, Israel Sang Teroris yang Pragmatis, (Jakarta: Pustaka Progressif, 2002), 15. 3
2
Satu tahun kemudian paska deklarasinya, Israel menjadi anggota penuh PBB pada 11
Mei 1949.4
Berbeda dengan Israel, Palestina masih harus memperjuangkan
kemerdekaannya dan memperoleh pengakuan dari dunia internasional sebagai negara
yang berdaulat.5 Paska Resolusi 181 dan 242 rakyat Palestina masih belum dapat
merealisasikan pembentukan sebuah Negara Palestina yang merdeka.
Berbagai upaya-upaya perundingan telah dilakukan untuk menjebatani pihak
Israel dan Palestina, seperti perjanjian Camp David yang menghasilkan kesepakatan
penentuan tempat Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai wilayah otonom penuh rakyat
Palestina. Akan tetapi hal ini tidak diikuti dengan jaminan pendirian sebuah Negara
palestina yang berdaulat.
Konflik Palestina-Israel yang berlarut-larut akhirnya berkembang menjadi
konflik kekerasan yang mengakibatkan banyaknya jatuh korban.6 Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan Kriesberg bahwasannya konflik akan muncul ketika dua
atau lebih orang atau kelompok memiliki kepentingan yang bertentangan satu dengan
yang lain.7 Dalam persoalan ini kemudian menjadi tidak seimbang karena Israel
4
Smith, Palestine and The Arab-Israel Conflict, 167. 5
Muhsin Muhammad Shaleh. Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi.Cet.1 (Jakarta: Gema Insani Press. 2001), 13.
6
Operasi “Cast Lead” desember 2008- Januari 2009 oleh Israel, menewaskan lebih dari 1.400 orang Palestina yang mencakup ratusan warga sipil dan menghancurkan sejumlah besar daerah di jalur pesisir tersebut, diklaim bertujuan mengakhiri penembakan roket dari Gaza http://indonesia.faithfreedom.org. Diunduh Selasa 26 Februari 2013). Tiga-belas warga Israel, sepuluh dari mereka prajurit, tewas selama perang itu. Pada tahun 2011, serangan pasukan Israel menewaskan 105 warga Palestina. Tersedia: http://internasional.kompas.com. Diunduh 26 Februari 2013).
7
3
memiliki posisi tawar dan power yang lebih kuat baik dari segi pertahanan militer maupun statusnya dalam keanggotaan di PBB.
Usaha bangsa Palestina untuk mewujudkan pendirian Negara palestina yang
berdaulat, mulai mendapat dukungan dunia internasional sejak KTT Liga Arab tahun
1974 menunjuk Palestine Liberation Organization (PLO)8sebagai wakil sah tunggal
rakyat Palestina dan menegaskan kembali hak rakyat Palestina untuk mendirikan
negara merdeka. Pada 22 November 1974, PLO mendapat status pengamat di PBB
namun hanya sebagai Entitas Non-Negara.9 Status ini memberikan hak PLO untuk
berbicara di Majelis Umum PBB tetapi tidak memiliki hak suara. Pada 15 November
1988, PLO melalui Dewan Nasional Palestina (Palestine National Council / PNC) memproklamirkan kemerdekaan Palestina di Aljir ibu kota Aljazair dengan presiden
pertama Yasser Arafat.10Namun status politiknya masih dalam perdebatan meskipun
sebagian besar negara di dunia termasuk negara-negara anggota OKI, Liga Arab,
Gerakan Non-Blok, dan ASEAN telah mengakui keberadaan negara Palestina.
8
Palestine Liberation Organization (PLO) dibentuk pada 28 Mei 1964, atas keputusan dari Liga Arab sebagai organisasi perwakilan rakyat Palestina yang memperjuangkan Palestina dari kekuasaan Israel. Keputusan ini diambil saat berlangsungnya Cairo Summit, dalam keputusan ini ditunjuk Ahmad al-Shuqayri sebagai pemimpin PLO (Charles D Smith. h.272).
9
United Nations: General Assembly. 3237 (XXIX). Observer status for the Palestine Liberation Organization. A/RES/3237 (XXIX), 22 November 1974. Tersedia di http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/512BAA69B5A32794852560DE0054B9B2. Diunduh 23 Desember 2012.
10
4
Hingga Presiden Yaser Arafat wafat pada 11 November 2004, perdamaian
Israel-Palestina maupun realisasi pendirian Negara Palestina yang berdaulat masih
belum terwujud. Paska meninggalnya Arafat, pada Januari 2005 Mahmoud Abbas
yang juga dari kalangan Fatah11 terpilih menjadi Presiden Palestina menggantikan
Arafat. Abbas, menentang perjuangan bersenjata dan berkomitmen untuk
mewujudkan negara Palestina merdeka melalui perundingan.12
Piagam PBB menyebutkan bahwa seluruh negara di dunia yang cinta damai
dapat menjadi anggota organisasi tersebut.13 Meskipun demikian penerimaan anggota
baru harus memperoleh persetujuan dari minimal sembilan anggota Dewan
Keamanan PBB dan tidak ditolak oleh satu dari lima negara pemegang hak veto di
PBB.14 Hal inilah yang diperjuangkan pemerintah Palestina.
Status keanggotaan penuh PBB yang didapatkan Sudan Selatan pada 14 Juli
2011, yaitu kurang dari satu pekan deklarasi kemerdekaannya pada 9 Juli 2011,15
memotivasi Palestina untuk meningkatkan statusnya dari entitas pengamat non
anggota menjadi anggota penuh PBB yang ke-194. Namun, upaya untuk memperoleh
11
Fatah, juga dieja Arab Fath (Conquest atau Pembukaan), singkatan dari Harakat al terbalik-Tahrir al-Watani al-Filastini (Gerakan Pembebasan Nasional Palestina), organisasi politik dan militer dari Arab Palestina, yang didirikan di akhir tahun 1950 oleh Yasir Arafat dan Khalil al-Wazir (Abu Jihad) dengan tujuan merebut Palestina dari kontrol Israel dengan melancarkan perang gerilya intensitas rendah. Diunduh 12 Juli 2013. http://global.britannica.com/EBchecked/topic/202423/Fatah.
12
5
status tersebut tidaklah mudah. Selaku Negara pemegang hak veto di PBB, Amerika
mengancam menggunakan vetonya untuk menolak upaya Palestina meningkatkan
status keanggotaannya di PBB.16
Pada 23 September 2011, Palestina melalui Presiden Mahmud Abbas
mengajukan permohonan untuk memperoleh status keanggotaan penuh di PBB.
Langkah Presiden Abbas ini dinilai sebagai reaksi dari rencana perundingan
perdamaian dengan Israel yang masih belum dapat tercapai.17 Untuk itu Palestina
merasa perlu meningkatkan posisi tawarnya dalam dunia internasional sebagai salah
satu upaya mewujudkan perdamaian melalui jalan diplomasi, meskipun hal ini tidak
mudah. Karena Palestina masih harus berhadapan dengan anggota penuh PBB
terutama anggota Dewan Keamanan pemegang hak veto yang bersekutu dengan
Israel khususnya Amerika Serikat.18Meskipun demikian, hal ini tidak menyurutkan
niat otoritas pemerintah Palestina untuk berjuang guna meningkatkan statusnya
menjadi anggota penuh di PBB.
16 Ibid. 17
M. Hamdan Basyar, Penolakan Israel dan Amerika Serikat Terhadap Permintaan Pengakuan Negara Palestina di PBB . Tersedia di http://www.politik.lipi.go.id. Diunduh 22 Oktober 2012.
18
6
Berdasarkan aturan PBB, penetapan status keanggotaan penuh bagi sebuah
negara membutuhkan rekomendasi Dewan Keamanan,19 sebelum mendapat
persetujuan dua pertiga dari 193 negara anggota PBB. Sebagai organisasi
internasional, PBB sudah seharusnya memberikan peluang bagi negara yang ingin
bergabung di dalamnya sesuai ketentuan yang tercantum dalam piagam PBB.
Persoalan pengajuan keanggotaan penuh PBB oleh Palestina ini perlu diteliti lebih
lanjut karena meskipun setiap negara atau bangsa memiliki hak yang sama untuk
merdeka dan berdaulat, namun dalam hal ini Palestina banyak menghadapi hambatan
dalam proses untuk mewujudkan negara yang merdeka dan berdaulat. Penelitian ini
akan membahas seperti apa hambatan yang dihadapi Palestina dalam upaya
memperoleh status keanggotaan di PBB pada tahun 2011.
B. Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini akan berfokus pada hambatan yang dihadapi Palestina dalam
upaya memperoleh status keanggotaan penuh di PBB tahun 2011. Adapun pertanyaan
yang muncul dari penelitian ini adalah:
“Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat penerimaan status keanggotaan penuh Palestina di PBB tahun 2011?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat pengajuan
keanggotaan penuh Palestina di PBB.
19
7
2. Memberikan gambaran tantangan yang dihadapi Palestina dalam mengajukan
proposal keanggotaan penuh di PBB.
D. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian terkait persoalan Palestina memang sudah banyak
dilakukan. Khususnya persoalan terkait konflik antara Palestina dengan Israel.
Konflik berkepanjangan yang belum juga menemukan kata sepakat dan perdamaian
antar kedua belah pihak ini sudah seringkali menjadi perhatian masyarakat
internasional. Bantuan dan dukungan yang berupa support maupun materi dari masyarakat internasional banyak mengalir untuk warga Palestina.
Ilan Pappe dalam bukunya20 Pembersihan Etnis Palestina mengungkapkan
bahwa, tahun 1947 paska resolusi 181 Palestina justru cenderung memboikot cara
kerja PBB. Keputusan ini terjadi akibat kekhawatiran akan adanya propaganda Israel
dalam keputusan PBB. Keputusan yang tercantum dalam resolusi 181 tentang
pembagian wilayah Arab-Israel, Palestina sebagai penduduk pribumi tidak
mendapatkan jaminan kedaulatan di tanah air mereka sendiri. Ironisnya Israel sebagai
pendatang justru mendapatkan kompensasi berupa wilayah di sebagian pemukiman
penduduk arab Palestina. Keputusan pemisahan ini menjadi peluang bagi Israel yang
pada akhirnya paska pemisahan tersebut Israel kemudian mendeklarasikan
kemerdekaan negaranya. Dampak lain terhadap resolusi 181 adalah warga Palestina
yang tinggal di wilayah yang menjadi jatah Israel diusir dari tempat mereka bahkan
tidak jarang terjadi pembantaian.
20
8
Oren Barak dalam artikelnya21 yang berjudul The Failure of the Israeli-Palestinian Peace Process, mengatakan bahwasanya Palestina cukup aktif dalam perundingan damai. Perundingan dianggap sebagai satu-satunya upaya yang tepat
untuk menyelesaikan konflik. Namun Barak menggambarkan bahwa perundingan
yang ada justru mengalami kegagalan khusunya dalam hal ini Perjanjian Oslo. Dalam
hal ini tindak kekerasan dibenarkan sebagai solusi radikal terhadap persoalan konflik
yang terjadi. Barak menilai, kegagalan dari proses Oslo harus menjadikan Palestina
melakukan perjuangan yang bebas tanpa harus dibatasi oleh warisan masa lalu.
Louis Kriesberg dalam artikelnya22 Mediation and the Transformation of the Israeli–Palestinian Conflict mengungkapkan bahwa selama tahun 1990 konflik Israel-Palestina mengalami transformasi yang mendalam dan kadang-kadang
mengalami gangguan yang cukup parah serta adanya sebuah kemunduran dari proses
perdamaian. Konstribusi dari berbagai mediator dalam konflik ini cukup beragam
dengan harapan agar dapat memberikan konstribusi yang tepat dan efektif. Dalam hal
ini peran serta dari berbagai pihak sangat diperlukan, baik dari pihak musuh maupun
mediator yang memiliki peran masing-masing. Dalam penyelesaian konflik, tidak ada
metode mediasi tunggal yang bisa memadai kombinasi pendekatan yang diperlukan,
kadang-kadang secara simultan dan kadang-kadang secara berurutan. Ini akan
membantu memastikan bahwa perdamaian tidak dilakukan hanya dari atas kebawah,
21
Oren Barak. The Failure of the Israeli-Palestinian Peace Proces, 1993-2000. Journal of Peace Research, 42:6. (Nov 2005).
22
9
tetapi juga dari bawah keatas. Pendekatan ini penting bagi rakyat Palestina yang tidak
memiliki kekuatan konvensional dan sering terisolasi. Proses negosiasi telah menjadi
sarana untuk berjuang yang sah bagi mereka dan merupakan hak.
Eko Septianto Vernanda dalam skripsinya23 Proposal Palestina untuk Mendapatkan Status Keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa menjelaskan bahwa proposal pengajuan keanggotaan Palestina ke-PBB merupakan upaya untuk
mendapatkan pengakuan sebagai Negara. Meskipun gagal memperoleh status sebagai
negara anggota (Member State) pada 2011. Palestina akhirnya mendapatkan status sebagai negara pengamat non anggota (Non Member State) setelah pengajuan Mahmoud Abbas yang kedua pada tahun 2012. PBB akhirnya mengakui Palestina
sebagai negara dengan diterimanya Palestina sebagai negara pengamat yang semula
hanya entitas pengamat (Non Member Entity) di PBB.
Berbeda dari penelitian sebelumnya,fokus penulis dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui hambatan pengajuan palestina menjadi anggota penuh PBB pada
tahun 2011. Dalam penelitian ini penulis menganggap bahwa faktor-faktor yang
menjadi penghambat diplomasi Palestina dalam upaya memperoleh status
keanggotaan penuh di PBB perlu diteliti lebih lanjut.
E. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan yang dihadapi Palestina
dalam upaya mendapatkan status keanggotaan penuh PBB di tahun 2011. Penulis
23
10
berpandangan bahwa Palestina sebagai negara berdasarkan Konvensi Montevideo
1933 pasal 1 tentang negara. Sejak deklarasi negara Palestina pada 15 November
1988 telah banyak negara yang memberikan pengakuan terhadap Palestina seperti
OKI, GNB, ASEAN termasuk Indonesia. Paska deklarasi negara Palestina, PBB
memberikan pengakuan secara de facto terhadap palestina melalui resolusi MU No. 43/177 pada 15 Desember 1988 yang menunjuk nama Palestina untuk menggantikan
PLO.24 Diplomasi Palestina untuk menjadi anggota PBB adalah upaya untuk
mendapatkan pengakuan secara de jure oleh PBB terhadap negara Palestina.
Untuk menganalisa persoalan ini digunakan teori dan konsep berikut ini: 1)
Organisasi Internasional 2) Diplomasi.
1. Organisasi Internasional
Organisasi internasional dapat didefinisikan sebagai Pengaturan bentuk
kerjasama yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan atau
persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat
timbal balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta
kegiatan-kegiatan staf secara berkala.25
Dalam hal ini, organisasi internasional dapat mencakup beberapa unsur
penting yaitu:26
a. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara.
24
United Nations: General Assembly. 43/177. Question of Palestine. A/RES/43/177, 15 December 1988.
25
T. May Rudy. Hukum Internasional 2. (Bandung: PT. Refika Aditama. 2006), 93. 26
11
b. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama.
c. Baik antar pemerintah maupun non pemerintah.
d. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap.
Organisasi Internasional memiliki fungsi utama sebagai sarana untuk
kerjasama antar negara-negara, kerjasama tersebut dapat menghasilkan
keuntungan bagi sebagian besar atau bahkan semua negara.27 PBB sebagai
organisasi internasional terbesar didunia dibentuk berdasarkan kerjasama antar
negara yang memiliki seperangkat peraturan demi mencapai tujuan yang
disepakati bersama. Terbentuknya PBB pada dasarnya adalah untuk
mempertahankan peraturan-peraturan oleh anggotanya agar tertib dalam rangka
mencapai tujuan bersama. Selain itu PBB merupakan wadah bagi hubungan antar
bangsa dan negara agar kepentingan masing-masing negara dapat terjamin dalam
konteks hubungan internasional 28
Organisasi Internasional juga memiliki dua arti yang berbeda akan tetapi
saling berhubungan satu sama lain. Pertama, organisasi internasional sama halnya dengan lembaga internasional. Sama seperti PBB yang dapat disebut organisasi
internasional atau sebagai lembaga internasional dan bisa juga diartikan sebagai
kelompok lembaga. Kedua, organisasi internasional mengacu pada proses politik
27
A. LeRoy Bennett. International Organizations: Principles and Issues. (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1997), 2.
28
12
internasional yang utama, dalam hal ini negara-negara anggota menempuh
tindakan-tindakan yang sifatnya kolektif.29
Dalam dinamika global, organisasi internasional menjadi sangat penting
guna menjalin kerjasama antar negara dan sebagai sarana menggalang dukungan
internasional dalam suatu komunitas global. Upaya peningkatan status Palestina
di PBB bukan hanya sekedar langkah simbolis untuk mendapatkan pengakuan
kedaulatan. Namun, peningkatan status ini berarti juga meningkatnya peran
Palestina di kancah internasional. Selain itu Palestina juga dapat bergabung
dengan badan-badan PBB. Akan tetapi pengajuan keanggotaan Palestina di PBB
banyak mendapat hambatan sehingga Palestina gagal memperoleh status
keanggotaan penuh di PBB.
2. Diplomasi
Diplomasi merupakan instrumen negara, dengan perwakilan formal
maupun non formal, dan juga aktor-aktor lain yang mengartikulasikan,
mengkoordinasikan dan mewujudkan kepentingan yang lebih luas melalui
korespondensi, pembicaraan rahasia, pertukaran pandangan, lobi-lobi,
kunjungan-kunjungan serta aktifitas lainnya. Menurut Sumaryo Suryokusumo, diplomasi
dipandang sebagai bagian yang vital dalam kehidupan negara dan merupakan
sarana utama untuk bisa menangani persoalan internasional agar dapat terwujud
29
13
idealisme perdamaian dunia.30 Upaya pemerintah berdiplomasi bertujuan untuk
mendapatkan dukungan demi terwujudnya national interest. Diplomasi
merupakan proses politik untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu negara
untuk mempengaruhi sikap dan kebijakan negara lainnya 31
Menurut G. R. Berridge, kegiatan diplomasi dapat dilakukan secara
bilateral maupun multilateral. Bilateral diplomasi berbasis state to state dimana masing-masing negara menekankan pada efektifitas komunikasi diplomatik
melalui representasi perwakilan formal kedua pihak.32
Diplomasi multilateral lebih melibatkan banyak pihak, termasuk beberapa
negara dan organisasi internasional. Pemerintah melaksanakan diplomasi
multilateral di mana kesepakatan internasional dibutuhkan dalam isu-isu tertentu.
Konsep ini menekankan akan pentingnya perhatian khalayak atas
keberlangsungan kekuasaan pemerintah. Maka jika pemerintah bertanggungjawab
secara demokratis di ranah domestik, secara tidak langsung akan berimplikasi
pada tanggungjawabnya pada dunia internasional. Otoritas sebuah negara di
pandang lebih efektif ketika dapat membawa perhatian pemerintahan
internasional.33 Dalam hal ini, otoritas Palestina Presiden Mahmoud Abbas
sebagai representasi Palestina dalam bernegosiasi memaikan peranan penting di
kancah internasional.
30
Sumaryo Suryokusumo. Praktik Diplomasi. (STIH Iblam. 2004), 1. 31
Ibid.
32G.R. Berridge. Diplomacy: Theory and Practice. (Palgrave Macmillan 2001), 105. 33
14
Perkembangan dalam tatanan internasional (international order) antara lain tentang penambahan jumlah dan tipe aktor internasional dengan perluasan
agenda diplomasi. Bukan hanya jumlah negara yang bertambah, tetapi tipe-tipe
aktor baru juga ikut terlibat dalam hubungan internasional. Kemunculan aktor
baru seperti organisasi-organisasi regional menggunakan label diplomasi asosiatif
(associative diplomacy), sedangkan aktor pemerintah dan aktor non-pemerintah termasuk diplomasi katalitik (catalytic diplomacy). Hubungan luar negeri antara pemerintah dengan agen-agen non-pemerintah yang tidak resmi (unofficial), perorangan (private or citizen diplomacy) atau aktor-aktor non negara termasuk dalam kategori diplomasi jalur kedua atau multi jalur (track two or multi-track diplomacy).34
Konsep Multi-Track Diplomacy merupakan sebuah ekspansi dari paradigma Track One (Government) dan Track Two (Non- Government) yang telah membentuk kajian bidang ini dalam beberapa dekade terakhir. Dalam
perkembangan sejarahnya, konsep mengenai kedua jalur ini berawal dari sebuah
kesadaran bahwa tidak selamanya sebuah interaksi formal dan antar pemerintah,
diantara perwakilan yang ditugaskan oleh negara berdaulat masing-masing
merupakan metode yang efektif dalam mencapai kerjasama internasional yang
mutualistik ataupun menyelesaikan sebuah konflik atau perbedaan. Bahkan
34
15
Warga Negara biasa dari berbagai macam latar belakang dan keahlian bisa
menghadirkan sesuatu yang dapat membuat suatu perubahan.35
Upaya otoritas Palestina presiden Mahmoud Abbas merupakan langkah
Diplomasi dalam upaya mendapat status keanggotaan di PBB dan mendapat
pengakuan secara de jure oleh PBB, namun upaya diplomasi tersebut mendapat hambatan baik dari internal Palestina maupun ancaman AS selaku anggota tetap
Dewan Keamanan PBB yang menggunakan wewenangnya untuk mengancam
Palestina, serta kurangnya dukungan dari negara-negara kawasan Timur-Tengah
untuk menggalang dukungan dalam mewujudkan upaya Palestina tersebut.
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu
jenis penelitian yang mengutamakan studi kasus sebagai data yang akan diteliti,
seperti kajian pustaka yang diambil dari buku-buku maupun jurnal ilmiah agar dapat
menunjang fakta yang ada sehingga dapat dianalisa menggunakan teori.
Metode kualitatif juga didefinisikan sebagai metode yang berpangkal dari
peristiwa-peristiwa sosial, yang pada hakekatnya tidak bersifat eksak.36 Selain itu
penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti.37 Dengan metode
35 Ibid. 36
Arief Subyantoro dan FX. Suwarto, Metode dan Teknik Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Andi, 2007), 78.
37
16
tersebut penelitian ini akan memaparkan permasalahan yang ada, kemudian di analisa
secara sistematis menggunakan kerangka teori agar dapat menjawab pertanyaan
penelitian.
Sumber data berasal dari dua sumber yaitu: Pertama, data primer yang di peroleh dari dokumen-dokumen penting terkait persoalan Palestina. Kedua, data skunder yang di peroleh dari buku, jurnal, koran, artikel, internet dan media massa
lainnya terkait persoalan yang diteliti.38 Dan untuk teknik analisis data, penulis
terlebih dahulu mengumpulkan seluruh data yang di dapat kemudian diverifikasi dan
diklasifikasi sesuai kebutuhan selanjutnya di analisis kemudian di generalisasi dan
diambil kesimpulan.39
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Pemikiran
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN UMUM DAN PERSOALAN PALESTINA A. Sejarah Singkat Deklarasi Palestina
B. Status Keanggotaan Palestina di PBB Tahun 1988- 2011
38
Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2002), 112-114.
39
17
C. Kelompok Berpengaruh di Palestina
1. Kelompok Fatah
2. Kelompok Hamas
D. Isu Strategis Palestina
1. Isu Politik
2. Isu Kemanusiaan
a. Persoalan Pengungsi (Refugees) b. Kejahatan Perang (War Crime)
BAB III PENGAJUAN KEANGGOTAAN PALESTINA DI PBB A. Prosedur Keanggotaan PBB
B. Hak dan Kewajiban Anggota PBB
C. Perjuangan Palestina Untuk Memperoleh Status Keanggotaan di
PBB
1. Masa Kepemimpinan Yasser Arafat (1988-2004)
2. Masa Kepemimpinan Mahmoud Abbas (2005-2011)
D. Dukungan Dari Negara-Negara Anggota PBB
BAB IV HAMBATAN PALESTINA MENJADI ANGGOTA PENUH DI PBB TAHUN 2011
A. Pertimbangan DK PBB Terkait Keanggotaan Palestina
B. Hambatan Palestina Menjadi Anggota Penuh di PBB
1. Lemahnya Dukungan Hamas
2. Ancaman Veto Amerika Serikat
3. Kurangnya Dukungan Timur Tengah
18 BAB II
TINJAUAN UMUM DAN PERSOALAN PALESTINA
Bab ini membahas tinjauan umum dan persoalan Palestina yang mencakup
sejarah deklarasi negara Palestina setelah resolusi pembagian oleh PBB No.181,
status keanggotaan Palestina di PBB sejak deklarasi negara Palestina pada 1988
sampai dengan 2011. Kemudian pembahasan tentang dua kelompok besar di
Palestina serta isu strategis Palestina sebagai akibat dari konflik Palestina-Israel.
A. Sejarah Singkat Deklarasi Palestina
Lokasi geografis Palestina terletak di bagian barat benua Asia yang
membentang antara garis lintang meridian 15-34 dan 40-35 ke arah timur, garis
lintang meridian 30-29 dan 15-33 ke arah utara. Palestina membentuk bagian
tenggara dari kesatuan geografis yang besar di belahan timur dunia Arab yang disebut
dengan negeri Syam. Selain Palestina, negeri Syam terdiri dari Lebanon, Suriah dan
Yordania. Pada awalnya negara-negara ini punya perbatasan yang kolektif di luar
perbatasannya dengan Mesir. Perbatasan Palestina dimulai dari Lebanon di Ras
El-Nakoura di wilayah Laut Tengah (Laut Mediterania) dan dengan garis lurus
mengarah ke timur sampai ke daerah di dekat kota kecil Lebanon yaitu kota Bent
Jubayel.40
Kawasan Palestina tidak tergolong kawasan yang subur dengan hasil alam
yang melimpah. Meskipun demikian kawasan ini menjadi penting karena
40
19
kedudukannya yang strategis. Wilayah ini menghubungkan tiga benua, yaitu Eropa,
Asia dan Afrika, serta Laut Tengah dengan Laut Merah. Dan menjadi penghubung
negara-negara Arab di kawasan Benua Asia dengan negara-negara di Benua Afrika.41
Semenjak abad 19 wilayah Palestina dihuni oleh polulasi yang multikultural
terdiri dari sekitar 86% Muslim, 10% Nasrani dan 4% Yahudi yang tinggal dengan
damai. Pada sekitar akhir tahun 1800-an sebuah kelompok di Eropa yang dikenal
sebagai Zionis menjajah Palestina. Zionis mewakili sebuah minoritas ekstrim Yahudi
yang bertekad mewujudkan tanah air mereka.42
Tahun 1878, Koloni Agrikutural pertama Zionis masuk ke Palestina yang
selanjutnya disusul dengan adanya migrasi bangsa Yahudi ke tanah Palestina hingga
pada akhirnya menjadi konflik berpanjangan terkait persoalan perebutan wilayah.43
Paska berakhirnya Perang Dunia I (tahun 1914-1918) wilayah Palestina44 oleh PBB
saat itu masih Liga Bangsa-Bangsa dipercayakan kepada Inggris yang dikenal dengan
Mandat Inggris (1920-1948).
Adanya Mandat Ingris membuka peluang besar bagi Zionis untuk
mewujudkan ambisinya mendirikan negara yang merdeka di tanah Palestina. pada
tahun 1917, Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour melalui persetujuan
sidang kabinet mengeluarkan surat resmi berisi janji kepada bangsa Israel, surat ini
41
Ibid, 105. 42
Riza Sihbudi. Menyandera Timur Tengah: Ketidakbijakan AS dan Israel Atas Negaranegara. (Bandung: Mizan, 2007), 459.
43
Ilan Pappe. Pembersihan Etnis Palestina. (Jakarta: PT. Gramedia. 2009), 455. 44
20
dikenal dengan Deklarasi Balfour yang isinya mendukung pendirian negara Yahudi di
tanah Palestina.45
Setelah berakhirnya Mandat Inggris atas Palestina, Berdasarkan rekomendasi
United Nations Special Committee On Palestine (UNSCOP)46 kemudian PBB
mengeluarkan Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947. Resolusi tersebut
membagi Palestina menjadi tiga bagian. Pertama, daerah untuk Negara-Bangsa Israel seluas 57% dari keseluruhan negeri Palestina yang sebagian besar adalah kawasan
subur. Kedua, daerah untuk negara-bangsa Arab-Palestina seluas 42% meliputi daerah tandus. Ketiga, kota Yerussalem sebagai zona internasional.47 Di atas fondasi
tiga landasan tersebut, Israel mengokohkan diri untuk mendirikan negara Yahudi
yang berdaulat di Palestina. Pada 14 Mei 1948 Negara Israel48 resmi berdiri dan
diakui PBB, kemudian diikuti Amerika yang memberikan pengakuan secara de facto serta Uni Soviet yang mengakui secara de jure.49 Berbeda dengan Israel yang
45
Lihat., Deklarasi Balfour 1917.
46
Komite Khusus PBB yang menangani masalah Palestina, Terdiri dari sebelas anggota (Australia, Swedia, Kanada, India, Cekoslovakia, Iran, Belanda, Guatelama, Peru, Uruguai, dan Yugoslavia ). Komite ini menyelesaikan laporannya pada 31 Agustus 1947 dan menyerahkan laporan tersebut ke Majelis Umum PBB (Fawzy Al-Ghadiry. 2010. h, 75-76).
47
Roger Garaudy. Mitos dan Politik Israel. (Jakarta: Gema Insani Press. 2000), 113. 48
Di tahun yang sama saat terbentuknya Negara Israel, Negara-negara Arab yang terdiri dari Irak, Syria, Mesir, Libanon dan Jordania melakukan penyerangan ke Palestina. Ada dua perang besar yang berlangsung, yang pertama pada pertengahan Mei hingga 11 juni 1948 ketika Arab melakukan Invasi ke wilayah Yahudi namun berhasil di berhentikan Israel dan PBB mengusahakan gencatan senjata yang disepakati kedua belah pihak. Yang kedua berlangsung pada 6 hingga 19 Juli dimana pasukan Israel dapat mengalahkan pasukan Arab dari segala sisi. Kemudian Israel berhasil memperluas wilayahnya melebihi dari yang telah diatur dalam UN Partition Plan. Perang ini berakhir pada 1949 setelah penandatanganan gencatan senjata yang dimediasi oleh PBB (Oren Barak.2005). Meskipun demikian Gencatan senjata ini bukanlah meupakan akhir peperangan karena setelah perang tersebut masih berlanjut perang-perang selanjutnya.
49
21
merdeka pasca resolusi pembagian wilayah oleh PBB, Palestina belum dapat
mewujudkan berdirinya negara Palestina yang merdeka.
Pada tahun 1958 para pemimpin negara Arab melakukan pertemuan di Kairo
dipimpin oleh presiden Mesir Gamal Abdul Nasser membentuk Palestine Liberation Organization (PLO). Pada Juli 1964 di tempat yang sama, para penguasa Arab melakukan pertemuan (Liga Arab) yang menghasilkan kesepakatan untuk
mengorganisir rakyat Palestina serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk
membentuk pemerintahan di tanah mereka dan menentukan nasib mereka sendiri.50
Kemudian pada 28 Mei di tahun yang sama sebanyak 350 tokoh Palestina menghadiri
pertemuan di Palestina Timur dibawah Pimpinan Ahmad Shuqeiri untuk membentuk
organisasi politik bangsa Palestina. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Raja Husein
selaku Sekertaris Jenderal Liga Arab serta wakil-wakil dari negara yang tergabung
dalam Liga Arab yaitu; Tunisi, Aljazair, Sudan, Suriah, Irak, Mesir, Kuwait,
Lebanon, Maroko dan Yaman.Pada pertemuan tersebut mereka menyatukan sejumlah
Fraksi di Palestina dalam PLO. Pada tahun 1969 Yasser Arafat selaku pimpinan dari
Fraksi Fatah terpilih menjadi Ketua Komite Eksekutif PLO.51
Tahun 17 September 1978 terjadi perundingan rahasia yang dikenal dengan
perjanjian Camp David, antara Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter yang
memimpin perundingan tersebut, Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri
50
Muhsin Muhammad Shaleh. Palestina: Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi. (Jakarta: Gema Insani, 2002), 122.
51
22
Israel Menachem Begin. Camp David merupakan nama dari tempat peristirahatan
milik para presiden AS, Camp David, di Frederick County, Maryland.52 Perundingan
ini seperti hanya sebatas pembagian kekuasaan saja anatara ketiga negara tersebut,
karena dalam hal ini Palestina tidak dilibatkan dalam perundingan menyangkut
persoalan diwilayahnya.
Berdasarkan perjanjian Camp David inilah akhirnya pada Maret 1979, Mesir
dan Israel menandatangani pakta perdamaian. Kemudian Israel mengembalikan
Semenanjung Sinai yang direbut dalam Perang Enam Hari 1967 kepada Mesir. Selain
itu, perjanjian damai ini juga membahas pembentukan pemerintahan otonomi di Tepi
Barat dan Jalur Gaza. Namun, upaya pembicaraan masa depan Palestina ini gagal.
Sebab, Palestina tidak menerima proposal otonomi terbatas untuk Tepi Barat dan
Jalur Gaza seperti yang diajukan Israel.
Sementara itu, Israel juga menolak melakukan negosiasi dengan PLO, meski
PLO sudah diakui PBB sebagai entitas perwakilan bangsa Palestina. Kebuntuan ini
berujung dengan berbagai kekerasan, misalnya Perang Lebanon 1982 dan
pembantaian di kamp pengungsi Sabra dan Shatila pada 16-18 September 1982. Pada
1987, pecahlah apa yang disebut dengan Intifada Pertama. Intifada ini adalah
perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel di Jalur Gaza, Tepi Barat,
23
dan Jerusalem Timur. Intifada ini berlangsung hingga 1993, saat perjanjian Oslo
ditandatangani.53
Beberapa tahun setelah deklarasi kemerdekaan Israel secara sepihak, Palestina
melalui Dewan Nasional Palestina (PNC) memprokalasikan kemerdekaan Palestina di
Ajiria ibu kota Aljazair pada 15 November 1988.54 Meskipun negara Palestina telah
diproklamirkan namun tidak serta merta menjadikan Palestina menjadi negara yang
merdeka dan berdaulat. Meskipun sebagian besar negara di dunia seperti OKI, Liga
Arab, Gerakan Non-Blok dan ASEAN telah mengakui keberadaannya. Setelah
deklarasi kemerdekaan Palestina, Majelis Umum PBB secara resmi mengakui
proklamasi Palestina dan tidak lagi menggunakan sebutan Organisasi Pembebasan
Palestina (PLO). Meskipun demikian Palestina tidak serta merta diberikan status
keanggotaan penuh di PBB.
B. Status Keanggotaan Palestina di PBB Tahun 1988-2011
Palestina mendapatkan status pengamat di PBB sebagai Entitas non-anggota
(non member observer entity) yang diwakili oleh PLO sejak 22 November 1974 sebelum deklarasi kemerdekaan Palestina melalui Resolusi Majelis Umum No. 3237.
Pada KTT Liga Arab tahun 1974 menunjuk PLO sebagai satu-satunya perwakilan sah
rakyat Palestina dan menegaskan kembali hak untuk mendirikan negara yang
53 Ibid. 54
24
merdeka. Dalam hal ini PLO sebagai observer memiliki hak untuk berbicara di Majelis Umum PBB namun tidak memiliki hak suara. Selain itu PLO tidak
berparisipasi di PBB dalam kapasitasnya sebagai pemerintah Negara Palestina.55
Keberadaan PLO di PBB hanya diakui sebagai entitas atau Organisasi Pembebasan
Palestina.
Pada Desember 1988 sebulan paska deklarasi negara Palestina dengan
Jerusalem sebagai ibukotanya, berdasarkan ketentuan hukum internasional, termasuk
Resolusi Majelis Umum 181 (II) resolusi partisi 1947, Majelis Umum PBB
mengeluarkan resolusi Nomor 43/177 yang memutuskan untuk menunjuk nama
Palestina sebagai pengganti PLO dalam sistem PBB secara keseluruhan.56 Semenjak
keluarnya resolusi tersebut nama PLO di PBB yang merepresentasikan Palestina tidak
lagi digunakan dalam PBB.
Paska deklarasi negara Palestina pada 1988 banyak negara yang telah
mengakui kemerdekaan Palestina termasuk Indonesia yang memberikan pengakuan
sehari setelah deklarasi Palestina namun hal ini tidak serta merta PBB memberikan
Palestina peningkatan status keanggotaan dari sebuah entitas menjadi negara anggota
di PBB.
Sejak tahun 1998, Palestina diberi hak untuk berpartisipasi pada sesi Debat
Umum (General Debate) Sidang Majelis Umum PBB dan menjadi co-sponsor suatu
55
Yezid Sayigh, Armed Struggle and the Search for State: The Palestinian National Movement 1949–1993, (Oxford: Oxford University Press. 1999), 624. Dikutip dari Ramadhana (2012), h.57.
56
25
resolusi. Hak ini membuat Palestina memiliki status unik yang berada di antara
observer dan anggota.57 Melalui Sidang Umum menerima sebuah Resolusi No.
52/250 yang memberikan kepada Palestina hak-hak dan privilege tambahan, termasuk hak untuk ikut serta dalam perdebatan umum yang diadakan pada permulaan setiap
sesi Sidang Umum, hak untuk menjawab, hak untuk ikut mensponsori resolusi dan
hak untuk mengajukan keberatan atau pertanyaan yang berkaitan dengan pembicaraan
dalam rapat (points of order) khususnya menyangkut masalah-masalah Palestina dan Timur Tengah. Resolusi ini diterima dengan suara 124 setuju, 4 menolak (Israel, AS,
Kepulauan Marshall, Mikronesia) dan 10 abstain.58
Semenjak tahun 1974 Palestina dibawah kepemimpinan Yasser Arafat sampai
dengan tahun 2011 pada masa kepemimpinan Mahmoed Abbas yang menggantikan
Yasser Arafat sejak tahun 2005. Palestina masih belum diakui keanggotaannya di
PBB sebagai Negara termasuk belum memiliki status keanggotaan penuh di PBB.
C. Kelompok Berpengaruh di Palestina Paska pembentukan PLO59
yang terdiri dari kelompok yang berhaluan
Nasionalis, Sosialis, dan Liberalis pada tahun 1964, hubungan luar negeri Palestina
diwakili atau direpresentasikan melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh PLO sebagai
57
Shohib Masykur. Diplomasi Multilateral: Dunia Mengakui Kemerdekaan Palestina. Volume II. 2013. h.13. Tersedia di kemlu.go.id.
58
Anindyajati, Status Hukum, 75. 59
26
perwakilan bangsa Palestina yang diakui oleh dunia internasional sejak tahun 1967.60
Meskipun demikian Palestina memiliki kelompok-kelompok berpengaruh lainnya
yang tidak tergabung sebagai anggota PLO. Keanggotaan PLO didominasi oleh fraksi
Fatah, sedangkan ada fraksi lain yang juga diluar Fatah yang tidak masuk dalam
keanggotaan PLO namun ikut berjuang dalam proses perjuangan kemerdekaan
Bangsa Palestina meskipun dengan cara yang berbeda. Adapun kelompok atau Fraksi
besar di Palestina adalah sebagai berikut:
1. Kelompok Fatah
Fatah dipandang sebagai kolompok atau faksi yang moderat dan
cenderung kompromis yang berhaluan nasionalis-sekuler. Kelompok fatah
mengedepankan jalur perundingan dalam penyelesaian konflik antara Palestina
dengan Israel. Sikap politik Fatah yang dipandang moderat menjadikan kelompok
ini sebagai kelompok yang diperhitungkan dalam dunia internasional khususnya
untuk bernegosiasi.
Fatah, dalam bahasa arab Fath (Pembukaan), singkatan dari Harakat
Al-Tahrir Al-Watani Al-Filastini (Gerakan Pembebasan Nasional Palestina),
organisasi politik dan militer dari Arab Palestina, yang didirikan pada akhir tahun
1950 oleh Yasir Arafat dan Khalil al-Wazir (Abu jihad) dengan tujuan merebut
Palestina dari kontrol Israel dengan melancarkan perang gerilya intensitas rendah.
Fatah mendapat dukungan Suriah yang berbasis di Damaskus. Pada bulan
60
27
Desember 1964 Fatah melakukan operasi militer pertama dengan meledakkan
instalasi pompa air Israel. Pada 1968 pusat Fatah kemudian berpindah ke
Yordania.61
Pada mulanya rekrutmen Fatah terpusat pada unsur-unsur Ikhwanul
Muslimin (IM) hingga tahun 1963, kemudian Fatah mulai terbuka bagi aliran lain
dan sektor luas masyarakat. Fatah yang bergantung kepada sokongan
negara-negara Arab semakin hari semakin jauh dari ideologi IM. Menurut Fatah,
pendekatan IM sudah lapuk dan memerlukan refomasi untuk memastikan
perjuangan kemerdekaan Palestina. Akhirnya, pada tahun 1960, IM mulai
menyatakan pendirian mereka terhadap Fatah. Mereka mengisyaratkan
penentangan mereka terhadap perjuangan Fatah. Tindakan IM ini merupakan
perpecahan untuk yang pertama kalinya diantara para pejuang Palestina.62
Puncaknya adalah ketika pimpinan IM di Gaza mengeluarkan perintah kepada
pengikutnya untuk memilih Fatah atau IM. Kemudian dari sinilah gerakan Fatah
mengidentifikasi diri dengan identitas nasional yang sekuler hingga sekarang.
Dengan al-Ashifah / Petir sebagai divisi militernya.63
Pada tahun 1967 Israel berhasil menduduki wilayah Tepi Barat. Praktis,
seluruh wilayah Palestina dikuasai penjajahan Israel. Melihat itu gerakan
61Fatah. Tersedia di http://global.britannica.com/EBchecked/topic/202423/Fatah. Diakses jum’at 12 Juli 2013.
62
Asal Usul Hamas. Tersedia di http://palestinkini.info/?s=asal+usul+hamas. Diakses 26 Oktober 2014.
63
28
Ikhwanul Muslimin membuat kesepakatan dengan Fatah untuk mendirikan sayap
militer. Mereka berlatih di Yordania yang disebut dengan Camp As-Syuyukh.64 Pada akhir 1960-an, Fatah bergabung dengan PLO, kemudian pada tahun
1969 pemimpin Fatah Yaser Arafat diangkat menjadi pemimpin PLO. Ditahun
yang sama PLO mendapat pengakuan sebagai perwakilan resmi bangsa Palestina
dari Organisasi Konferensi Islam (OKI). Sejak saat itu, Fatah menjadi kekuatan
politik yang dominan di Palestina. Pada 22 November 1974, keberadaan PLO
mulai diakui oleh The United Nations General Assembly (Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai perwakilan resmi Palestina.65
2. Kelompok Hamas
Pergerakan Harakah Al-Muqaawamah Al-Islaamiyyah (Hamas) lahir
karena situasi dalam negeri yang semakin memanas akibat penjajahan warga
Yahudi terhadap bangsa Palestina. Darisinilah mulai muncul para pejuang atau
militan yang siap mati memperjuangkan tanah air Palestina dari penjajahan Israel.
Gerakan ini berupaya penuh untuk mewujudkan Negara Palestina yang merdeka.
Kemunculan Hamas tidak telepas dari peran Ikhwanul Muslimin66 yang
merupakan gerakan politik islam yang pertamakali menaruh perhatian khusus
terhadap masalah Palestina. Kemudian gerakan ini berkembang diseluruh penjuru
64
Ita Mutiara Dewi, Ajat Sudrajat, dan Miftahuddin. Gerakan Rakyat Palestina: Dari Deklarasi Negara Israel Sampai Terbentuknya Negara Negara Palestina. (Yogyakarta: UNY, 2008), 15-16.
65
Ibid, 12-14. 66
29
Palestina dan berada dibawah kendali Ikhwanul Muslimin yang berpusat di Kairo,
Mesir. Disamping itu, ikhwanul muslimin dikenal sangat dekat dengan salah satu
tokoh pergerakan Palestina saat itu yaitu, Izzudin Al-Qassam. Kedekatan ini
menjadikan Ikhwanul Muslimin dan kelompok Jihad Al-Qasasam bahu-membahu
dalam menghadapi Zionis Israel.67
Hamas lahir sebagai salah satu gerakan perlawanan terhadap penjajahan
Israel di Palestina. Hamas mulai dikenal oleh rakyat Palestina karena reaksi
kerasnya terhadap tentara Israel melalui gerakan perlawanan oleh para pemuda
Palestina terhadap tentara Israel atau yang lebih dikenal dengan Intifada I
(1987-1993).
Intifada telah terbukti memberikan sumbangan terbesar dalam perjalanan
sejarah perjuangan bangsa Palestina, khususnya dalam membuka mata dunia
internasional terhadap penjajahan Israel di Palestina yang berlangsung puluhan
tahun. Hal ini diperkuat dengan semakin berkembangnya gelombang
demokratisasi dan advokasi terhadap HAM yang bertepatan dengan gerakan
intifadah. Hingga pada akhirnya bangsa Palestina yang semula kurang mendapat
perhatian, maka paska meletusnya intifadah dunia internasional mulai menaruh
simpati terhadap perjuangan kaum muda di jalur Gaza dan Tepi Barat.68
Kemudian untuk mengorganisir gerakan intifadah khususnya dikalangan
pemuda, maka dideklarasikanlah Hamas (Harakat Muqawamah
67 Ibid. 68
30
Islamiyyah/Gerakan Perlawanan Islam/Islamic Resistance Movement) oleh69
Syaikh Ahmad Yassin. Hamas dengan tegas menolak bergabung dengan PLO.
Hamas lebih memilih berjuang dengan cara gerilya dibawah tanah dibandingkan
harus bernegosiasi dengan Zionis Israel. Sayap militer Hamas diberi nama
Brigade Izzudin Al-Qassam (Izz al-Din al-Qassam) yang diambil dari nama
Izzudin Al-Qassam yang tewas terbunuh oleh tentara Inggris tahun 1936.70
Bentuk dan struktur organisasi HAMAS, dijelaskan dalam Piagam
HAMAS pasal tiga sampai pasal delapan, sebagai berikut:71
a. Pemikiran Hamas berlandaskan manhaj / sistem Islam (pasal 1).
b. Keanggotaan HAMAS terbuka untuk seluruh kaum Muslimin yang
menyerahkan wala’ (loyalitas) nya pada Allah SWT, kemudian beribadah
serta mengetahui kewajibannya terhadap diri, keluarga dan negerinya serta
mengibarkan panji jihad di jalan Allah SWT (pasal 3 dan 4).
c. Waktu gerakan adalah kelanjutan dari dakwah risalah Islamiyyah, yang tidak terikat waktu (pasal 5).
d. Tempat gerakan adalah meliputi segenap kaum Muslimin yang telah
menjadikan Islam sebagai manhaj-nya (pasal 5).
e. Gerakan Hamas bercirikan Islam dalam aktivitasnya dan berbeda dari
gerakan lainnya. Hamas menyerahkan wala’-nya kepada Allah, Islam
69Pendiri dan pemilik yayasan Al-Majma’ Al-Islami yang mengurusi pembangunan masjid, perpustakaan umum, zakat, dll. Bertempat di Jalur Gaza. Sekaligus pemimpin sayap militer Mujahid Palestina (Mujahidun Filisthiniyyun) di Jalur Gaza.
70
Kumoro, Hamas, 79. 71
31
sebagai manhaj kehidupannya dan menegakkan panji Allah di bumi Palestina (pasal 6).
f. Gerakan Hamas bersifat universal (pasal 7).
g. Semboyan Hamas: Allah tujuannya, Rasulullah SAW qudwahnya,
Al-Quran undang-undangnya, jihad jalannya dan mati di jalan Allah puncak
cita-citanya (pasal 8).
Hamas berusaha keras membendung merasuknya nasionalisme yang bersifat
sekuler di kalangan bangsa Palestina. Perjuangannya selama ini bertujuan
menghancurkan negara Israel. Bagi Hamas, tanah Palestina merupakan tanah wakaf
Islam yang diperuntukkan bagi umat Islam hingga akhir zaman. Untuk merebutnya,
Hamas menempuh jihad dengan perlawanan militer, bukan diplomasi seperti yang
dilakukan PLO yang merugikan Palestina dan memperkuat posisi Israel.72
3. Isu Strategis Palestina 1. Isu Politik
Persoalan palestina menjadi begitu rumit karena banyak pihak yang
memiliki kepentingan ikut andil di dalamnya. Hal ini justru semakin
menguntungkan pihak Israel yang posisinya semakin kuat. Terbukti dengan
perkembangan Israel di palestina yang semakin lama semakin pesat, akan tetapi
justru sebaliknya dengan Palestina. Amerika Serikat menjadi negara ketiga yang
ikut andil dalam beberapa perundingan perdamaian antara Palestina-Israel.
72
32
Berikut ini beberapa perundingan yang dimediasi atau melibatkan Amerika
sebagai pihak ketiga dalam perundingan, antara lain:
a. Perjanjian Oslo I
Perundingan Oslo I berlangsung selama kurang lebih delapan kali
dengan 14 kali pertemuan diawali sejak 20-22 januari tahun 1993. Dari
perundingan ini dihasilkan suatu kerangka kesepakatan berisi 17 pasal
ditambah dengan 4 pasal tambahan, dan dikenal dengan deklarasi prisip atau
DOP (Declaration of principles on interim self govermant arrangement).73 Salah satu hasil perundingan tersebut adalah dibentuknya pemerintahan
sementara Palestina di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.
b. Perjanjian Oslo II
Perundingan Oslo II berlangsung di Taba pada tanggal 28 september
1995 diantara pembahasannya adalah memperluas wilayah otonomi Palestina,
Israel menunjukan komitmennya untuk mantaati hasil kesepakatan Oslo I
dengan kesediaannya untuk mundur dari tujuh kota di tepi barat, yakni :
Jenon. Tulkarem, Qalqiliyah, Nablus, Bethlehem, Ramallah, dan Hebron.
Enam kota yang disebut pertama telah diserahkan kepada pihak Palestina pada
bulan november dan desember 1995, kecuali Hebron.74 Untuk wilayah
terakhir ini, pemerintah Israel hanya bersedia menyerahkan 80% wilayah
73
Hamdan Basyar. “Penolakan Israel dan Amerika Serikat Terhadap Permintaan Pengakuan Negara Palestina”. Tersedia di: http://www.politik.lipi.go.id. Diunduh 22 Oktober 2012.
74
What Was the 1995 Oslo Interim Agreement?.
33
pendudukannya paska 1967. Sedangkan di seperlima wilayah tersebut
pasukan Israel akan tetap bertahan dengan dalih untuk melindungi warganya
yang telah bermukim disana.
c. Perundingan Hebron
Di bawah kepemimpinan Netanyahu tercapai persetujuan Hebron pada
15 Januari 1997, Israel bersedia menyelesaikan penerikan pasukan selama 10
hari sejak penandatanganan persetujuan. Disamping itu, juga tercapai
kesepakatan yang mengharuskan Israel untuk melakukan tiga tahap penarikan
pasukannya dari wilayah-wilayah pedesaan Tepi Barat antara bulan maret
hingga agustus 1998.75 Protokol Hebron merupakan puncak dari upaya
intensif yang dipimpin oleh AS, sebagai kelanjutan dari perjanjian Oslo, dan
pada umumnya proses perdamaian bagi Timur Tengah, terancam sejak
pembunuhan PM Yitzhak Rabin.
d. Perjanjian Wye River I
Perundingan Wye River I merupakan usaha presiden Clinton untuk
menundukan kembali kedua belah pihak ke depan meja perundingan sejak
desember 1997. Berkat usaha intensif AS untuk mengatasi jalan buntu, Israel
dan Palestina berhasil memulai kembali proses perundingan yang sempat
terhenti selama berbulan-bulan. Dari pertemuan-pertemuan selama 9 hari di
Wye Plentation Maryland. Kemudian tercapai kesepakatan yang
75
34
menghasilkan memorandum Wye River I tanggal 23 oktober 1998.76
Ketentuan- ketentuan dari memorandum Wye River I sebenarnya merupakan
kelanjutan dari ketentuan Oslo II dan protokol Hebron yang belum tuntas di
implementasikan oleh Israel.
e. Perjanjian Wye River II
Kesepakatan Wye River I yang tidak diimplementasikan oleh
pemerintah Netanyahu diupayakan untuk direalisasikan oleh penggantinya
Ehud Barak. Dalam pertemuan Palestina-Israel yang berlangsung di Sharm El
Sheikh, Mesir, berhasil ditandatangani sebuah memorandum yang lebih
dikenal sebagai memorandum Wye River II pada tanggal 5 september 1999.77
Disamping memuat ketentuan seperti yang sudah disebutkan daalam Wye
River I, dalam kesepakatan yang terakhir ini merupakan revisi dari sebagian
ketentuan Wye River I, seperti penundaan deklarasi negara Palestina merdeka
sampai september 2000.
f. Camp David II
Perundingan Palestina-Israel yang berlangsung di Camp David,
Maryland-AS, selama 15 hari sejak 11 juli hingga 25 juli 2000. P.M Ehud
Barak, Presiden Bill Clinton dan Otoritas Palestina Yasser Arafat. Dalam
perundingan membahas beberapa alternatif pemecahan tentang isu-isu paling
76
Haris Priyatna. Kebiadaban Zionisme Israel: Kesaksian Orang-orang Yahudi. (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008), 30.
77
35
rumit dalam konflik Palestina-Israel, seperti status kota Jerussalem Timur,
masalah pengungsi Palestina, masalah pemukiman Yahudi, pembagian jatah
air, dan masalah perbatasan Palestina-Israel.78
g. Konferensi Annapolis 2007
Agenda konferensi Annapolis mencakup enam masalah pokok yaitu
Negara kedaulatan Palestina, status final kota Jerussalem sebagai ibukota
Palestina, perbatasan, pengungsi Palestina, pemukiman Yahudi, keamanan,
dan pembagian sumber air. Kesepakatan penting dalam konferensi Annapolis
kedua pihak sepakat untuk menciptakan mekanisme monitoring implementasi
peta jalan, yang isinya pendirian Negara Palestina merdeka yang
berdampingan dengan damai bersama Israel. Konferensi ini juga menyepakati
pengguliran proses negosiasi langsung antara Israel dan Palestina setiap dua
minggu sekali dengan Amerika Serikat bertindak sebagai penengah.79
Dari beberapa perundingan diatas, AS menjadi negara yang cukup
memiliki pengaruh terhadap perundingan damai yang berlangsung antara Israel
dan Palestina. Termasuk perundingan damai antara Presiden AS Barack Obama,
PM Israel Benyamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada
2010 yang akhirnya menemui kebuntuan karena Israel menolak memperpanjang
78
“The Israeli Camp David II Proposals for Final Settlement”. Mideastweb, July 200. http://www.mideastweb.org/campdavid2.htm. Diakses 25 Februari 2015.
79
36
moratorium penghentian pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Dalam
hal ini AS memang menolak pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi barat dan
menganggap hal tersebut ilegal karena menyalahi perundingan.
Kebuntuan terhadap upaya perundingan dengan Israel mengakibatkan
Abbas memilih jalur lain untuk meningkatkan status keanggotaannya di PBB
menjadi negara anggota penuh. Dalam menanggapi upaya Abbas tersebut, justru
sebaliknya AS mengancam akan menjatuhkan Veto-nya untuk menggagalkan
keanggotaan penuh palestina di PBB, bahkan sampai dengan saat ini AS masih
belum mengakui Palesina sebagai Negara.
2. Isu Kemanusiaan
Konflik berkepanjangan yang terjadi tidak jarang mengakibatkan banyak
kerugian di kedua belah pihak, dalam hal ini pihak Palestina merupakan pihak
yang paling terkena dampak dari pertikaian tersebut. Mulai dari kerugian meteri
sampai dengan persoalan kemanusiaan yang muncul akibat konflik bersenjata
yang terjadi.
a. Persoalan Pengungsi (Refugees)
Paska deklarasi berdirinya negara Israel di Palestina, tentara Israel
semakin gencar mengukuhkan eksistensinya dan berupaya menguasai wilayah
palestina dengan mengusir bahkan membunuh penduduk setempat sebagian
37
dengan “Pengungsi Palestina”.80 Pengusiran etnis Palestina ini dilakukan
dalam tiga tahap. Tahap pertama pada awal Desember 1947 sampai 1948,
Israel melakukan serangkaian serangan ke desa-desa di wilayah Palestina serta
mengusir penduduk setempat untuk kemudian menguasai wilayah tersebut.
Beberapa desa dan pemukiman-pemukiman penduduk berhasil dikuasai.81
Dalam peristiwa ini kurang lebih 325.000 tewas dan sekitar 780.000
mengungsi.
Tahap kedua, yang terjadi enam bulan paska operasi pertama sebanyak
432.780 warga Palestina diusir dari kawasan yang termasuk jatah pembagian
wilayah Israel dalam UN Partition Plan. Termasuk sejumlah 347.220 warga
palestina yang tinggal di wilayah sekitar perbatasan tidak luput dari
pengusiran Israel.
Pada tahap ketiga sampai dengan tahun 1954, dari sekitar 900.000
warga palestina yang tinggal di kawasan yang termasuk tanah pembagian
untuk Israel sebanyak 800.000 warga telah diusir dan mengungsi, hanya
sekitar 100.000 warga yang masih tetap tinggal dan menjadi kaum minoritas,
total sebanyak 80 persen warga Paletina tinggal di penampungan.82 Menurut
data yang dilansir PBB terdapat lebih dari 3,6 juta warga Palestina yang
terusir tersebar di wilayah Tepi Barat, Gaza, Yordania, Suriah dan Lebanon
80
Pengungsi Palestina didefinisikan sebagai “orang-orang yang pada mulanya tempat tinggalnya adalah Palestina selama periode 1 Juni 1946 sampai dengan 15 Mei 1948 kemudian kehilangan rumah dan mata pencaharian akibat konflik 1948.”
81
Pappe, Pembersihan Etnis, 62-63. 82
38
serta negara-negara arab lainnya. Sebagian besar para pengungsi tinggal di
kamp-kamp pengungsian yang kumuh.83 Resolusi PBB 194 memberikan hak
penuh bagi pengungsi Palestina untuk pulang ke Tanah Air mereka. Namun,
Israel hingga kini tidak pernah menunaikan kewajiban mereka terkait resolusi
tersebut.
Menurut United Nations Relief and Works Agency (UNRWA)84 pada
2005, jumlah pengungsi Palestina yang tercatat adalah 4,3 juta orang. Namun,
catatan tersebut lebih kecil daripada jumlah sesungguhnya, yang diyakini
mencapai lebih daripada 7 juta orang. Kamp pengungsi Palestina terbagi
menjadi dua kamp resmi dan kamp tidak resmi. UNRWA mengakui 59 kamp
dari 66 kamp yang tersebar di Lebanon, Jordan, Syria, Tepi Barat, dan Jalur
Gaza. Agar sebuah kamp diakui UNRWA, disyaratkan adanya kesepakatan
antara negara tempat dimana kamp berada dengan UNRWA.
Lebih dari 460 ribu pengungsi Palestina di Syria hidup di sembilan
kamp resmi dan tiga kamp tidak resmi. Pemerintah Syria bertanggung jawab
menyediakan fasilitas-fasilitas publik di dalam kamp-kamp tersebut,
83
Albert Hourani. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim. (Bandung: Mizan, 2004), 697. 84