PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH PASCA PENCABUTAN IZIN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI JIWA BIUMI ASIH JAYA (BAJ)
OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
ISMADANI ROFIUL ULYA NIM: 1111048000056
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iii
1. Skripsi ini merupakan asli hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Maret 2015
iv ABSTRAK
Ismadani Rofiul Ulya. NIM 1111048000056. Perlindungan Hukum Nasabah Pasca Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (BAJ) Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. iv+70+43.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara ilmiah yakni dalam studi ilmu hukum, dan secara praktis maupunm akademis yakni sebagai masukan bagi penulis maupun pihak lain yang berkepentingan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yakni mengacu pada norma-norma hukum yang ada dalam peraturan perundang-undangan, literatur, pendapat ahli, dan makalah-makalah.
Penulis dalam penelitian ini menganalisis mengenai pengaruh pencabutan izin usaha perusahaan asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seperti diketahui dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 OJK mempunyai wewenang mengatur dan mengawasi lembaga keuangan salah satunya adalah peransuransian. Pengkajian mengenai peransuransian sangatlah penting melihat perkembangan industri asuransi saat ini tumbuh pesat dan gagalnya perusahaan asuransi bisa berdampak sistemik karena melibatkan masyarakat secara luas. Jika suatu perusahaan dicabut izinnya maka secara mutatis dan muntadis perusahaan tersebut tidak boleh beroperasi lagi kata lainnya berhenti atau diam. Dicabutnya izin usaha Bumi Asih Jaya ini secara penegakan memang sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian, namun disisi yang lain meninggalkan bekas goresan yang tidak kecil pada berbagai lini.
Dosen Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH.
Kata Kunci : Asuransi, Bumi Asih Jaya (BAJ) , Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
v
Puja dan puji syukur senantiasa terpanjatkan atas kehadirat Allah SWT
dengan kenikmatan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini dengan berbagai kemudahan. Shalawat serta salam
penulis tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang selalu
memberi syafaat kepada umatnya dari setiap lafadz sholawat yang terucap.
Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari
dukungan dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saifudin Jahar selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
beserta jajaran dan staff Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Ketua Program Studi Ilmu Hukum sekaligus merupakan dosen pembimbing
skripsi penulis Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH dan Bapak Arip
Purkon, MA selaku Sekretaris Program studi Ilmu Hukum yang senantiasa
memberikan bimbingan, saran dan banyak ilmu kepada penulis dalam
mengerjakan skripsi ini.
3. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. Bu
Hafni, Bapak Nur Habibi, Prof. Atho, Prof. Salman, Prof. Zainudin, Prof.
vi
semua dosen yang telah mendidik penulis yang tidak bisa kami sebut semuanya
tanpa mengurangi rasa hormat penulis.
4. Seluruh Staff Fakultas Syariah dan Hukum, Staff Perpustakaan Utama, dan Staff
Perpustakaan Fakultas, atas segala pelayanan yang diberikan kepada penulis.
5. Kepada Orang Tua Penulis. Ayahanda Bachrudin Afi dan Ibunda Durrotul
Afiyah. Kakak Penulis Masas Dani Nunjil Ilyasa, serta adik-adik penulis Salis
Muhammad Fadhil Hidayat, Wuwuh Anida Arifah, dan Zidan Mughni Aji Danil
Maulana yang tak terhingga memberikan kasih sayang dan do’a nya untuk
kesuksesan penulis.
6. Bapak Ahmad Sathori, Bang Edi Natalis, Pak Trisunu, Pak Hudiyanto selaku
pegawai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah meluangkan waktunya dan
sudi direpotin penulis untuk wawancara.
7. Veny Eka Yogawati, Yasser Adnan, M. Sulthon, Kholis Bida, Mas Putro
(FORTUNA), Hakim, Soghi, Anam, Dahlan, Mas Fadlan, dan Guru kita semua
Maulana Syaikh Mukhtar Ali Muhammad yang telah memberikan perubahan
besar terhadap pemikiran penulis. Semoga kesuksesan ada di pihak kita. Amin.
8. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Alumni Tebuireng (HIKMAT)
Jabodetabek dan Forum Konstitusi & Demokrasi (FOKDEM) yang telah
menjadi ruang dan rumah bagi penulis untuk berkarya. Serta keluarga besar
KKN SAGARA 2014 dan warga desa Muara yang memberikan pengalaman
vii
senior Ilmu Hukum yang telah berbagi ilmu dan bertukar pikiran dengan
penulis.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah membalasnya. Amin.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya khususnya untuk
mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.
Jakarta, Maret 2015
viii DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ...viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi ... 8
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 10
F. Kerangka Konseptual ... 11
G. Metode Penelitian ... 12
H. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG OJK A. Latar Belakang Lahirnya OJK ... 17
ix
F. Fungsi, Peran, dan Kewenangan OJK ... 28
G. Struktur OJK ... 31
BAB III : PROFIL ASURANSI JIWA PT. BUMI ASIH JAYA (BAJ) A. Sejarah ... 33
B. Pengertian Asuransi ... 37
C. Unsur Asuransi ... 42
D. Tujuan Asuransi ... 43
E. Prinsip Asuransi ... 44
F. Perjanjian Asuransi... 48
BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Kewenangan OJK Terhadap Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ) ... 51
B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Dicabutnya Izin Usaha Asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ) 1. Kesehatan Keuangan ... 53
2. Pelanggaran Hukum ... 56
x
1. Terhadap Perusahaan ... 58
2. Terhadap Nasabah ... 62
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran-saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
xi 2. Surat Telah Melakukan Wawancara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara berkembang, yang mana masalah jumlah antara
produsen dan konsumen selalu tidak seimbang. Konsumen lebih banyak jumlahnya
daripada produsen. Menurut para ahli ekonomi Indonesia merupakan pusat pasar
terbesar di dunia. Karena itu konsumen atau nasabah yang jumlahnya ribuan menjadi
masalah serius di Indonesia. Sudah seharusnya keberadaan mereka mendapat
perlindungan dan perlakuan hukum yang selayaknya. Perkembangan dunia bisnis di
Indonesia juga tidak lepas dari kompleksitas masalah-masalah terkait bisnis tersebut.
Termasuk di dalamnya masalah dalam pertanggungan atau asuransi.
Asuransi merupakan suatu perjanjian pertanggungan antara penanggung yang
mengikatkan dirinya terhadap tertanggung, asuransi telah dikenal sejak lama dimulai
pada zaman kebesaran Yunani1 dengan latar belakang pada saat itu adalah jual beli budak, perjanjian jual beli tersebut pada pokoknya memang sama dengan perjanjian
asuransi pertanggungan yaitu bahwa bila budak tersebut meninggal maka akan diberi
biaya untuk mengubur jenazah budak tersebut, pada saat ini mirip dengan asuransi
jiwa. Perkembangan asuransi terbilang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan berbagai
macam jenis asuransi seperti pada abad pertengahan mulai muncul mengenai
1
asuransi pengangkutan pada kapal untuk menghindari kerugian saat malapetaka yang
tidak diharapkan.
Bagi perusahaan asuransi di Indonesia masyarakat atau nasabah adalah objek
pasar utama perusahaan tersebut. Dalam kegiatannya, masyarakat pengguna jasa
asuransi (pemegang polis atau nasabah asuransi) sering kurang diperhatikan oleh
pemerintah dalam memenuhi hak-haknya. Misalnya, saat perusahaan tidak
membayarkan klaim para pemegang polis. Maka sering kali nasabah mengajukan
proses kepailitan terhadap suatu perusahaan sebagai salah satu upaya penagihan
utang, disamping berbagai cara penagihan utang lainnya yang dikenal oleh hukum,
seperti penagihan melalui somasi, eksekusi jaminan utang, atau tagihan melalui
prosedur pengadilan dengan prosedur biasa.2
Tidak sedikit kasus tuntutan klaim berakhir sia-sia oleh kekalahan
tertanggung, keadaan ini menjadi preseden yang kurang baik sehingga masyarakat
menjadi merasa enggan berhubungan dengan asuransi. Dari kasus yang dialami
tertanggung tersebut masyarakat beranggapan bahwa asuransi merupakan usaha
untung-untungan atau perjudian. Hal ini yang dijadikan alasan sebagian ulama bahwa
usaha perasuransian hukumnya adalah haram, meskipun sebagian ulama lain
membolehkannya.3
2
Istikhomah Dika Romadhona, Bambang Winarno, dan Djumikasih, “Kajian Yuridis Terhadap Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Bagi Perusahaan Asuransi Berkaitan Dengan Perlindungan Hukum Nasabah”, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
3
3
Masyarakat yang berposisi sebagai nasabah sering kali menjadi pihak yang
dirugikan ketika sebuah perusahaan asuransi mengalami pailit atau kegagalan.
Apabila sebuah perusahaan asuransi terjadi pailit atau karena suatu alasan dipailikan
maka para nasabah akan menjadi pihak yang dirugikan karena tidak akan bisa
meminta claim. Hal ini sungguh mencederai nilai-nilai yang terkandung pada prinsip
Utmost Good Faith (itikad baik) dalam asuransi.4
Nasabah/ konsumen asuransi pada prinsipnya merupakan pihak yang
menitipkan uangnya kepada perusahaan asuransi guna mendapatkan perlindungan
atau ganti rugi pada saat mereka mengalami peristiwa-peristiwa yang disepakati
dalam polis asuransi. Maka apabila terjadi claim dan perusahaan asuransi tidak
membayarkan klaim tersebut baik karena insolvensi atau karena suatu perusahaan
dicabut izinnya atau bahkan karena suatu perusahaan asuransi dipailitkan
tercederailah hak-hak pemegang polis yang tercantum dalam perjanjian.5
Ada beberapa alasan pentingnya perlindungan nasabah dalam suatu
perusahaan asuransi. Pertama, karena besarnya peranan nasabah dalam membesarkan
industri perasuransian (dengan kumpulan preminya) dipandang wajar bila perhatian
dan perlakuan hukum terhadap nasabah ditempatkan pada porsi yang layak dan adil.
Selama ini nasib nasabah belum mendapat perhatian yang proporsional sesuai
4
Man Suparman Sastrawidjadja dan Endang, Hukum Asuransi: Perlindungan Tertanggung, Asuransi Deposito, Usaha Peransuransian, Cet.3, (Bandung: PT Alumni, 2004), h. 56
5
dengan peranannya dalam menghidupkan industri perasuransian. Kedua, posisi dan
kedudukan nasabah dalam banyak hal selalu lemah disebabkan dominasi penanggung
(perusahaan asuransi) dalam menentukan syarat-syarat dan janji-janji khusus dalam
perjanjian asuransi dengan kontrak bakunya. Ketiga, menjadikan momentum yang
tepat untuk memperkuat posisi nasabah dengan segala kepentingannya, baik sebagai
kreditur konkuren maupun kreditur preferen.6
Menurut data yang diterima OJK pusat sejak januari 2013 hingga Oktober
2014 OJK telah terima 25.684 pengaduan dan terbanyak adalah terkait Asuransi.7 Hal tersebut juga yang memicu lahirnya UU Nomor 40 tahun 2014 tentang Asuransi
sebagai jawaban atas kompleksitas yang biasa dihadapi oleh sistem pengaturan
peransuranisan di Indonesia. Didalam UU Asuransi yang baru ini telah diintegrasikan
pengaturan peransuransian melalui lembaga otoritas yakni OJK. Namun masih ada
kekurangan yang harus dilengkapi terkait posisi kewenangan OJK terhadap
perlindungan nasabah asuransi yang pailit. Kenyataannya OJK sebagai lembaga
otoritas tidak mampu mencakup perlindungan nasabah yang mengalami dampak atas
kepailitan perusahaan asuransi nasabah tersebut.
UU No. 40 Tahun 2014 memuat kewenangan eksklusif yang dimiliki OJK.
Apabila seorang ingin mengajukan pailit satu debitor, jika menyangkut perusahaan
6
Mulhadi, Kedudukan Tertanggung Dalam Perusahaan Asuransi, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, (Sumatera Utara, 2009), t.d, h. 5.
7
5
asuransi maka kewenangan boleh atau tidaknya ada pada OJK yang dulunya ada
pada menteri keuangan.8
Pada dasarnya hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia. Hal
itu disebabkan dalam setiap kehidupan dan setiap hubungan hukum, para pihak yang
terkait mempunyai kepentingan masing-masing9. Maka dalam hal untuk melindungi stabilitas ekonomi dan melindungi konsumen dibentuklah badan yang bernama
Otoritas Jasa Keuangan yang biasa kita sebut OJK berdasarkan UU No 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas dan pengatur
kebijakan di bidang perbankan dan lembaga keuangan lainya. Lembaga ini
seharusnya bisa menjadi alternatif dalam menyikapi proses dalam kepailitan
perusahaan asuransi di Indonesia serta mampu melindungi kepentingan para
nasabahnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga baru yang terbentuk
berdasarkan UU No 21 tahun 2011 diharapkan oleh berbagai pihak dapat menata dan
memperbaiki sistem pada perbankan dan lembaga keuangan non bank. Termasuk
memperbaiki setiap masalah dalam peransuransian, juga memberikan perlindungan
kepada konsumen atau nasabah perusahaan asuransi.
Peran OJK pada dasarnya adalah sebagai pengawas dan regulator di sektor
microprudensial, yaitu pengaturan pengawasan, manajemen resiko dan penindakan
8
Amir Syamsudin, Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Kepailitan, Jurnal Konstitusi, Vol 2 Nomor 2, (September, 2005), h. 87
9
(administratif) terhadap kegiatan perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan
non bank, dengan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, yaitu
independensi, terintegrasi, dan menghindari benturan kepentingan. Termasuk
didalamnya memuat bahwa tujuan dibentuk OJK adalah perlindungan terhadap
konsumen. Pada penelitian ini penulis memfokuskan penelitian terhadap
nasabah/pemegang polis asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ).
PT Bumi Asih Jaya (BAJ) adalah perusahaan asuransi jiwa lokal yang telah
berdiri sejak tahun 1967 dan memiliki ribuan nasabah pemegang polis diseluruh
Indonesia. Namun sejak 2009 silam perusahaan ini mengalami kegagalan dalam
mengelola kesehatan keuangan sehingga Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) mengeluarkan peringatan kepada BAJ. Kemudian sejak 18
Oktober 2013 lalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin BAJ karena tidak
bisa memperbaiki tingkat kesehatannya.
Pencabutan izin usaha BAJ oleh OJK ini membuat nasib nasabah asuransi
menjadi tidak pasti bahkan memprihatinkan. Namun apa daya, para pemegang polis
hanya bisa meratapi nasibnya karena tidak mungkin premi yang sudah mereka
bayarkan dapat kembali. Itu sudah rahasia umum. Tentu hal ini bukan kesalahan
pemegang polis yang tidak tahu apa-apa. BAJ sebagai pengelola dana masyarakat
seharusnya memberitahukan kepada nasabah mengenai ketidaksehatan perusahaan
7
Melihat keadaan nasabah asuransi BAJ yang mengenaskan sudah barang
tentu menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk mengambil tindakan. Untuk masalah
perlindungan konsumen dibidang lembaga keuangan maka sesuai dengan UU No 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, tujuan dibentuknya Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) adalah untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.10 Namun, dalam menjalankan kewenangannya tersebut OJK juga dibatasi oleh
Undang-Undang agar tidak menjadi lembaga super power. OJK hanya bisa
melakukan sanksi administratif terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan.
Lebih jauh lagi peran OJK terhadap perlindungan konsumen sebenarnya tidak
bersinggungan langsung dengan konsumen karena OJK adalah lembaga pengawas
dan regulator bukan lembaga eksekutor. Padahal besar sekali harapan masyarakat
terutama para nasabah asuransi jiwa PT Bumi Asih Jaya terhadap OJK.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis, dan untuk
mewujudkan kepastian hukum, asas kepentingan umum, dan asas yang membela
serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan
kesejahteraan umum, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut kedalam
bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Nasabah Pasca Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (BAJ) Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)”.
10
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka identifikasi masalah dari penelitian ini
adalah:
1. Apa saja faktor yang menyebabkan kesehatan keuangan Asuransi Bumi Asih
Jaya terganggu.
2. Bagaimana OJK melakukan pengawasan terhadap perusahaan peransuransian,
3. Bagaimana kedudukan nasabah dalam perusahaan peransuransian,
4. Bagaimana kewenangan OJK dalam pencabutan izin usaha asuransi PT Bumi
Asih Jaya.
C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pembahasan dalam penelitian ini, maka
penulis membatasi masalah yang diteliti dan hanya fokus pada peran Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) terhadap perlindungan nasabah perusahaan asuransi jiwa PT.
Bumi Asih Jaya (BAJ). OJK yang mempunyai otoritas tertinggi dalam pengaturan
dan pengawasan di sektor lembaga keuangan non-bank dalam hal ini perusahaan
asuransi memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan untuk mengajuakan
pailit dan melindungi kepentingan nasabah.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis uraikan, masih banyak
nasabah yang tidak mendapatkan hak-haknya ketika perusahaan asuransi sudah
undang-9
undang adalah untuk melindungi kreditor dan membuat adanya kepastian hukum.
Setelah adanya OJK seharusnya nasabah mendapatkan perlindungan terhadap
hak- haknya termasuk ganti rugi atas perusahaan asuransi yang dipailitkan.
Untuk mempermudah menjawab masalah tersebut penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana kewenangan OJK terhadap pencabutan izin usaha perusahaan
asuransi jiwa Bumi Asih Jaya (BAJ) ?
b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan BAJ dicabut izinnya oleh OJK ?
c. Apa akibat hukum pasca pencabutan izin usaha perusahaan asuransi jiwa Bumi
Asih Jaya (BAJ) ?
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui dasar kewenangan OJK dalam melakukan pencabutan izin
usaha perusahaan asuransi sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi
lembaga keuangan non bank.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan OJK mencabut
izin usaha PT. Bumi Asih Jaya.
c. Untuk mengetahui akibat dari dicabutnya izin usaha perusahaan asuransi jiwa
Bumi Asih Jaya (BAJ).
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
1) Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat kepada seluruh
kalangan akademisi bagi perkembangan ilmu hukum. Terutama
hokum bisnis.
2) Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menjadi proses dan hasil
pengetahuan hukum kepailitan dan berguna sebagai bahan pustaka
pada penelitian yang sejenis.
b. Manfaat praktis.
1) Semoga penelitian bisa menjadi acuan pemerintah terkait penelitian
ini agar lebih amanah dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
2) Penelitian ini dilakukan untuk persyaratan kelulusan penulis.
E. Tinjauan (Rivew) Studi Terdahulu
Buku yang membahas mengenai perlindungan terhadap nasabah perusahaan
asuransi adalah buku dengan judul “Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung,
Asuransi Deposito, Usaha Peransuransian” yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Man
Suparman Satrawidjadja, S.H,S.U dan Endang, S.H ditebitkan oleh PT Alumni
Bandung tahun 2004. Buku ini berisi mengenai perlindungan pemegang polis
asuransi.
Kemudian sejak mulai di berlakukannya UU No 21 tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan sudah banyak penelitian mengenai OJK salah satunya
penelitian tentang “Peran Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Pendaftaran
11
oleh Nazia Tunisia Alham mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum angkatan 2010
program studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Penelitian
mengambil titik fokus terhadap peran OJK terhadap wajib tidaknya pendaftaran
jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan kendaraan bermotor.
Penelitian selanjutnya adalah skripsi Arif Hanany, mahasiswa Ilmu Hukum
angkatan 2009 Fakultas Syariah dan Hukum 2013 dengan judul “Perlindungan
Konsumen Perbankan Oleh OJK (Studi Komparatif Perlindungan Konsumen
Perbankan Oleh Bank Indonesia). Penelitian ini lebih fokus kepada perpindahan
kewenangan Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan terhadap perlindungan
konsumen perbankan. Sedang, pada penelitian ini penulis fokus kepada peran OJK
dalam melindungi nasabah perusahaan asuransi terkait proses pengajuan pailit.
Siapakah sajakah yang behak mengajukan pailit perusahaan asuransi, dan dimana
peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengambil langkah-langkah demi menjamin
perlindungan nasabah. Jadi penelitian penulis dengan judul “Perlindungan Hukum
Nasabah Pasca Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya
(BAJ) Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)” belum pernah dibuat.
F. Kerangka Konseptual
Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Konsep bukan
merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi suatu abstraksi dari gejala tersebut.
Gejala itu sendiri dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian
kerangka konsepsional belaka, kadang dirasakan masih bersifat abstrak, sehingga
diperlukan definisi operasional yang akan menjadi pegangan konkret di dalam proses
penelitian. Dengan demikian suatu kerangka konsepsional dapat pula mencangkup
definisi-definisi operasional.11
Definisi yang kiranya perlu untuk dijelaskan pada penelitian ini adalah :
1. Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya OJK adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2011.
2. Perusahaan Asuransi
Perusahaan asuransi yang di teliti adalah perusahaan asuransi jiwa Bumi Asih
Jaya (BAJ).
3. Pencabutan Izin Usaha
Pencabutan Izin Usaha adalah suatu tindakan mencabut izin usaha suatu
peruahaan oleh lembaga yang berwenang sehingga perusahaan tersebut tidak
boleh lagi melakukan kegiatan usaha.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
11
13
Untuk mengkaji pokok permasalahan, penelitian ini mempergunakan
metode penelitian hukum normatif12. Namun, penelitian ini juga bisa menggunakan penelitian hukum empiris yang berfungsi sebagai informasi
pendukung.
2. Metode Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan perundang-undangan (statute aproach) dan pendekatan konsep
(konseptual aproach) karena penelitian ini bersifat yuridis normatif.13
3. Sumber Penelitian
Sumber penelitian yang yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
primer dan data sekunder. Data hukum sebagaimana telah dijelaskan oleh Sri
Mamujdi dibagi menjadi tiga yaitu:14
a. Bahan hukum primer, berupa ketentuan hukum dan perundang-undangan
yang mengikat serta berkaitan dengan studi ini.
12
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian hukum normatif ini mencakup: (1) penelitian terhadap asas-asas hukum; (2) penelitian terhadap sestematik hukum; (3) penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal; (4) perbandingan hukum; dan (5) sejarah hukum. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet IX, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), hal. 13.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet V, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 94
14
b. Bahan hukum sekunder, berupa literatur-literatur tertulis yang berkaitan
dengan pokok masalah dalam studi ini, baik berbentuk buku-buku,
makalah-makalah, serta litreratur-literatur terkait dengan penelitian ini.
c. Bahan hukum tertier, merupakan bahan penjelasan mengenai bahan hukum
tersier maupun sekunder, berupa kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara library research (study kepustakaan) yaitu mengumpulkan data-data
dari peraturan perundang-undangan, buku, artikel, dan media-media online.
Kemudian berdasarkan data yang telah dikumpulkan penulis mengklasifikasi
permasalahan untuk dikaji secara komprehensif.
5. Pengolahan Dan Analisa Data
Adapun bahan hukum yang diperoleh harus bersifat preskriptif 15 untuk memberi petunjuk dan sesuai dengan aturan yang berlaku, dihubungkan
sedemikian rupa sehingga disajikan penulis secara sistematis guna menjawab
permasalahan yang telah dibuat. Adapun cara pengolahan bahan hukum dianalisis
untuk melihat seberapa besar dan jauh peran OJK dalam melindungi kepentingan
nasabah asuransi yang pailit.
15
Karena ilmu hukum pada dasarnya bukan bicara “apa yang ada” (empirik-deskriptif), tapi “apa yang seharusnya” (preskriptif). Asrori S. Karni, “Metode Penelitian dan Karakter Ilmu Hukum”, Bahan Ajar, t.d
15
6. Metode Penulisan
Dalam penyusunan Penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan
dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi,
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terbagi dalam lima bab, yang dirinci sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan
Pendahuluan dalam Bab I ini diuraikan oleh penulis mengenai latar
belakang masalah; identifikasi masalah; pembatasan dan perumusan
masalah yang akan diteliti; tujuan dan manfaat penelitian; tinjauan
penelitian terdahulu; kerangka konseptual; metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Umum Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Dalam Bab II ini akn diuraikan oleh penulis mengenai landasan teory OJK
yang meliputi latar belakang lahirnya OJK, Tujuan dibentuknya OJK,
Fungsi, Peran, dan Kewenangan OJK, serta struktur OJK.
Dalam Bab III ini akan diuraikan mengenai profil perusahaan asuransi
Bumi Asih Jaya dan asuransi pada umumnya menurut UU No 40 Tahun
2014 tentang peransuransian.
BAB IV: Hasil Penelitian.
Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai kewenangan OJK terhadap
pencabutan izin usaha perusahaan asuransi Bumi Asih Jaya, faktor-faktor
penyebab dicabutnya izin usaha BAJ oleh OJK, serta akibat dari
dicabutnya izin usaha BAJ.
BAB V : Penutup
Dalam Bab V yakni bab terakhir dalam penelitian ini berisi kesimpulan
17 BAB II
TINJAUAN UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN
A. Latar Belakang Berdirinya Otoritas Jasa Keuangan
Selama ini pengaturan dan pengawsan di sektor jasa keuangan dilakukan oleh
dua lembaga yaitu Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal
Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). BI bertugas mengatur dan mengawasi sektor
keuangan bidang perbankan dan Bapepam-LK bertugas mengatur dan mengawasi
sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, dan lembaga keuangan lainnya. Hal
ini dinilai oleh para pengamat tidak efektif karena BI yang seharusnya mengatur
moneter dipaksa ikut dalam pengawasan microprudential. Inilah alasan muncul
gagasan pemisahan kewenangan BI, padahal ide untuk melepaskan fungsi perbankan
oleh BI sudah muncul sejak pemerintahan Presiden B.J Habibie ketika merancang
RUU tentang Bank Indonesia (BI).1
Otoritas jasa keuangan adalah sebuah lembaga yang terbentuk akibat dari
Undang- Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang dibuat
berdasarkan pasal 34 Undang- Undang No 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas
Undang-Undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Didalamnya
pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas di sektor keuangan yang
bersifat independen, selambat lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). Lembaga ini bertugas mengawasi lembaga perbankan,
1
asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan,
serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat2. Menurut penjelasan Undang- undang tersebut banyaknya permasalahan lintas
sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum
optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas
sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga
pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Hal ini dalam undang- undang
disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).3
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan
jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan
sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional.
Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi
sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa
keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.
Fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga jasa
keuangan, dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi yang cukup
2
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2010, h. 3
3
19
signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi
nasional. Oleh karena itu, negara senantiasa memberikan perhatian yang serius
terhadap perkembangan kegiatan sektor jasa keuangan tersebut, dengan
mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan yang terintegrasi dan komprehensif.4
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata
kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
transparansi, dan kewajaran (fairness). Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan
berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak
menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan
adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa
Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan
keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter.
Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas
tersebut secara Ex-officio5. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan
sektor jasa keuangan.
Untuk menjamin tercapainya tujuan dibentuknya OJK, maka OJK harus
menajdi bagian dari sistem penyelnggaraan negara yang terintegrasi baik dengan
4
Ibid
5
lembaga-lembaga negara lainnya. Disamping itu untuk melaksanakan fungsinya
dengan baik OJK harus mempunyai independensi didalam menjalankan fungsinya
agar terhindar dari kepentingan-kepentingan kelompok (interest group). Meski
secara normatif OJK berada di luar pemerintah dan bersifat independent, namun
sebagian kalangan masih meragukan independensi OJK6.
Adapun dalam mengaktualisasikan indepensi OJK, lembaga ini memiliki
strutur lembaga yang memuat unsur chek and balance. Hal ini dilakukan pada
pemisahan antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan OJK. Fungsi pengaturan
dilakukan oleh Dewan komisioner dan fungsi pengawasan dilakukan oleh struktur
dibawahnya yang bertugas mengawasi disetiap sektor lembaga keuangan.
Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang
meliputi tindakan moral hazard7, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong
diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang
terintegrasi.
Dengan melihat kewenangan pengaturan dan pengawasan yang dimiliki OJK,
maka OJK merupakan suatu lembaga yang memiliki kewenangan yang sangat
6
Independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hukumonline.com.html, diakses pada 07 Desember 2014
7
21
berpengaruh terhadap penyelenggaraan jasa keuangan. OJK menjadi lembaga yang
sangat “powerfull”8.
B. Prinsip-Prinsip OJK
Adapun dalam menjalankan tugas dan fungsinya OJK harus mempunyai
prinsip-prinsip yaitu:
1. Independensi
Lembaga yang memiliki otoritas melaksanakan fungsi pengaturan dan
pengawasan di sektor jasa keuangan harus memiliki independensi dalam
melaksanakan tugasnya. Hal ini disebabkan lembaga tersebut bertugas
mengawasi sektor jasa keuangan dan transaksi keuangan oleh entitas bisnis
yang dimungkinkan dapat terjadi benturan kepentingan serta berpotensi
mempengaruhi kepentingan pihak-pihak tertentu, termasuk pihak pemerintah.
Untuk itu, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya lembaga, lembaga
pengawas keuangan harus independen atau bebas dari intervensi-intervensi
pihak-pihak yang berkepentingan, tentunya dalam koridor hukum yang mana
independensinya dapat dipertanggung jawabkan.
2. Integrasi
Semakin pesatnya perkembangan di bidang teknologi juga berakibat
semakin kompleksnya kegiatan di sektor jasa keuangan, semakin banyaknya
inovasi finansial yang canggih (shipisticated) serta kecenderungan yang tidak
8
bisa dihentikan pada entitas bisnis berbentuk konglomerasi dan adanya
praktik-praktik arbitrase peraturan (regulatory arbitrage) dari entitas bisnis
jasa keuangan adalah merupakan alasan-alasan pokok perlunya dilakukan
suatu pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan (yang
mencakup sektor perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non bank)
secara terintegrasi. Penjelasan ringkas mengenai konglomerasi dan arbitrase
adalah sebagai berikut:
a. Konglomerasi
Pertumbuhan dari berbagai entitas bisnis membentuk dan memunculkan
suatu konglomerasi di sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dan
lembaga keuangan lainnya. Hal ini merupakan sebuah tantangan bagi
lembaga otoritas (OJK) untuk mengatur dan mengawasi kegiatan
keuangan yang berbentuk konglomerasi, sehingga dapat tercipta sistem
keuangan yang sehat.
b. Arbitrase peraturan
Arbitrase peraturan adalah suatu istilah yang merujuk pada
praktik-praktik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan dengan memilih
yurisdiksi dari dua otoritas dan memanfaatkan regulasi yang lebih
longgar. Dengan hadirnya OJK diharapkan mampu melakukan
sinkronisasi di dalam regulasi sehingga menciptakan kesamaan dan
23
3. Menghindari benturan kepentingan
Adanya benturan kepentingan yang terjadi pada suatu lembaga tidak
jarang terjadi di setiap negara. Di Indonesia Bank Indonesia memiliki dua
fungsi sekaligus yaitu pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan
sekaligus sebagai pengatur kebijakan moneter. Adanya dua fungsi dalam satu
lembaga ini mengakibatkan terjadinya benturan kepentingan sehingga dalam
menjalankan fungsinya menjadi tidak maksimal.
Penggunaan instrumen-instrumen moneter berupa bantuan likuditas untuk
menyehatkan perbankan yang mengalami gagal Bank9, cenderung lebih dipilih oleh bank sentral dari pada menggunakan pengaturan dan pengawasan yang
mengedepankan peraturan kehati-hatian (prudensial regulation). Hal ini dilakukan
karena Bank Sentral takut dikatakan gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai
pengawas perbankan, sehingga mendorong untuk melakukan instrumen moneter
(lender of the last resort) yang pada dasarnya tidak menyelesaikan inti permasalahan
yang ada pada perbankan sebagai akibat dari prudensial regulation. Adanya benturan
kepentingan atau fungsi ganda yang ada dalam tubuh bank sentral perlu dihindari
dengan memisahkan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan dengan fungsi
utamanya dalam otoritas moneter.
9
C. Model Pengawasan OJK
Pada dasarnya model pengawasan di dunia dibagi menjadi tiga macam,
yaitu10:
1. Multi SupervisioryModel, yaitu model pengaturan dan pengawasan sektor
jasa keuangan yang dilakukan oleh banyak lembaga atau lebih dari dua
otoritas. Simtem model yang pertama ini memisah setiap sektor jasa
keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan jasa keuangan
lainnya masing-masing dari mereka diatur oleh regulator yang berbeda.
Model ini diterapkan oleh negara Amerika Serikat dan Republik Rakyat
Cina.
2. Twin Supervisiory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan dilakukan oleh dua otoritas utama yang pembagiannya
didasarkan pada aspek prudential dan aspek market conduct. Model ini
membagi dua pengaturan yang berbeda. Pertama, pengaturan terhadap
lembaga keuangan prudential seperti bank dan perusahaan asuransi.
Kedua, pengaturan terhadap perusahaan efek, pasar modal, dan lembaga
keuangan lainnya yang diatur oleh otoritas tersendiri. Model ini
diterapkan oleh negara-negara Australia dan Canada.
3. Unified Supervisiory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan yang terintegrasi pada satu otoritas jasa keuangan. Model ini
menyatukan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan seperti
10
25
perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya
dibawah lembaga otoritas jasa keuangan. Model seperti ini sudah mulai
diterapkan oleh negara-negara pada tahun 1997 yang pertama kali oleh
negara Norwegia. Saat ini model seperti ini sudah dilakukan oleh lebih 30
Negara di dunia seperti Inggris, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman.
Berdasarkan model-model pengawasan yang telah diterangkan diatas dan
pengalaman krisis perbankan di Indonesia yang sebelumnya menggunakan model
multi supervisiory model, serta struktrur sistem keuangan yang berlaku saat ini, maka
model yang tepat untuk pengaturan dan pengawasan sistem sektor jasa keuangan
adalah model unified supervisiory model. Sistem ini mengintegrasi seluruh sektor
jasa keuangan dalam lembaga tunggal yang disebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Istilah otoritas digunakan karena untuk mencerminkan bahwa lembaga tersebut
menjalankan fungsi pengaturan (regulation) dan fungsi pengawasan (supervisi)11.
D. Asas-Asas OJK
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan
asas-asas sebagai berikut12:
a. asas independensi,13 yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
11
Ibid, h. 11
12
b. asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
c. asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan
umum;
d. asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta
rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan
e. asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam
setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas
Jasa Keuangan; dan
13
27
g. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik
Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas Jasa
Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal ini
diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang
jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan
Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui
mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas,
dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
E. Tujuan OJK
Sesuai dengan pasal 4 UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan,
dibentuknya OJK memiliki tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan berjalan lancar. Adapun tujuan dibentuknya OJK yaitu14: terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
a. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil; dan
14
b. mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat. Yang dimaksud
dengan “melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat” termasuk
perlindungan terhadap pelanggaran dan kejahatan di sektor keuangan seperti
manipulasi dan berbagai bentuk penggelapan dalam kegiatan jasa keuangan15. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa
keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu,
OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain meliputi sumber daya
manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan,
dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.
F. Peran, Fungsi, dan Wewenang OJK
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan OJK
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di
sektor Perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, dan kegiatan jasa
keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang
pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
15
29
a. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
b. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
Selain itu pengaturan dan pengawasan OJK harus memperhatikan aspek
kehati-hatian bank, manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal nasabah
dan anti pencucian uang, pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan
perbankan, dan pemeriksaan bank. OJK juga berwenang dalam pengaturan dan
pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
a. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank;
b. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
c. sistem informasi debitur;
d. pengujian kredit (credit testing); dan
e. standar akuntansi bank.
Adapun untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, OJK mempunyai wewenang menetapkan peraturan pelaksanaan
Undang-Undang OJK, menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan,
menetapkan peraturan dan keputusan OJK, menetapkan peraturan mengenai
tugas OJK, menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu, menetapkan peraturan
mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan,
menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban, dan menetapkan peraturan mengenai tata
cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan.
Kemudian untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, OJK berwenang antara lain:
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen,
dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau
penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak
tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
31
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
h. memberikan dan/atau mencabut:
1) izin usaha;
2) izin orang perseorangan;
3) efektifnya pernyataan pendaftaran;
4) surat tanda terdaftar;
5) persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6) pengesahan;
7) persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8) penetapan lain, Sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
G. Struktur OJK
Struktur Otoritas Jasa Keuangan terdiri dari Dewan Komisioner dan
Pelaksana Kegiatan Operasional. Adapun Dewan Komisioner OJK terdiri atas16: 1. Ketua merangkap anggota; yang diketuai oleh
2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
16
6. Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;
8. Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan
Gubernur Bank Indonesia; dan
9. Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat
setingkat Eselon I Kementerian Keuangan
Kemudian pelaksana kegiatan Operasional terdiri atas:
1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;
2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor
Perbankan;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan
Sektor Pasar Modal;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang
Pengawasan Sektor IKNB;
6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko;
dan
7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen
33 BAB III
PROFIL ASURANSI JIWA PT. BUMI ASIH JAYA (BAJ) A. Sejarah
PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya berdiri atas gagasan K.M Sinaga pada
tahun 1957 ketika dia masih bekerja pada Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di
Jakarta. Gagasan ini semakin berkembang selagi dia berkunjung ke Australia tahun
1960. Disana beliau mengikuti latihan kerja selama 6 bulan pada salah satu
perusahaan asuransi bernama Temperance and Gneral Mutual life Society. Salah satu
yang dapat dilihat, diilhami dan dipelajarinya di negari kangguru itu adalah
perusahaan asuransi jiwa itu memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia
karena dapat menghasilkan dana dan sekaligus merupakan manifestasi dari gotong
royong.1
Pada tahun 1963 K.M Sinaga kembali ke tanah air dan sekaligus melanjutkan
pekerjaanya pada Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912. Di saat melaksanakan
pekerjaanya, beliau selalu mengalami banyak permasalahan, untuk itu beliau
meminta saran kepada atasanya yaitu Notohamiprojo (presiden direktur Asuransi
Jiwa Bumi Putera 1912/non aktif), yang pada saat itu menjabat sebagai menteri
keuangan Indonesia. Pertemuan itu berlangsung dengan suasana yang baik dan
gagasan yang dikemukakan oleh K.M Sinaga untuk mendirikan asuransi jiwa
dihargai dengan baik.
1
Pada tahun 1965, K.M Sinaga diberhentikan dengan hormat dari Asuransi
Jiwa Bumi Putera 1912 tanpa penghargaan, walaupun sebelumnya dia telah
mendapat predikat “Bintang Dinas Liar” karena posisi yang dimilikinya
dalammemajukan perusahaan. Namun demikian keadaan tersebut menimbulkan
semangat dan dorongan untuk mendirikan perusahaan asuransi jiwa.
Kelima pendiri Bumi Asih Jaya adalah K.M Sinaga, Djasarlim Sinaga, SH,
Simatupang (Alm), Dr. H Sinaga (Alm). Nama bumi diambil dari Asuransi Jiwa
Bumi Putera 1912 dimana K.M Sinaga bekerja dulu, sedangkan Asih berasal dari
kata asih, sedangkan Jaya berasal dari kata Jayakarta. Pertama kali beroperasi Bumi
Asih Jaya di Jl. Solo No. 4, Jakarta Pusat. Pada bulan agustus 1967 dibuat surat
permohonan izin untuk mendirikan asuransi yang secara resmi diajukan kepada
departemen kehakiman dengan melampirkan akte notaris dan draf aktuaris. Dan
akhirnya izin resmi untuk mendirikan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya itu diterima
pada bulan agustus 1967.2
BAJ Life berdiri sejak 10 Juni 1967. Perusahaan ini memiliki jaringan
pemasaran di 12 kantor cabang, 142 kantor distrik dan 131 kantor sektor. Per akhir
2007, total aset mencapai Rp 717,4 miliar dan pendapatan premi Rp 432,49 miliar.3 Pada saat Bumi Asih Jaya berdiri, kondisi perekonomian Indonesia dilanda
inflasi yang sangat tinggi, maka kepercayaan masyarakat terhadap asuransi hilang.
2
Ibid
3
35
Untuk mengembangkan kepercayaan terhadap asuransi, Bumi Asih Jaya mencoba
memasarkan polis dalam dolar Amerika setelah memperoleh izin dari biro lalu lintas
devisa Bank Indonesia. Dengan demikian Bumi Asih Jaya adalah perusahaan
asuransi jiwa yang pertama menjadi polis dalam mata uang dolar. Memasuki dekade
ke lima, Bumi Asih Jaya memiliki jaringan pemasaran yang luas dan tersebar di
seluruh Indonesia. Dengan dukungan 274 kantor pemasaran, 35 kantor pemasaran
askol dan 24 kantor pemasaran agency. Bumi Asih Jaya memiliki lebih dari 6000
orang tenaga kerja yang professional. Untuk memenuhi cita-cita. Sebagai perusahaan
multinasional Bumi Asih Jaya mengembangkan usahanya dengan mendirikan
beberapa anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang.
Kegiatan bisnis anak perusahaan Bumi Asih Jaya juga telah merambah ke
seluruh Indonesia. Untuk memperluas jaringan bisnisnya di luar negeri, dukungan
internasional sangat dibutuhkan. Untuk itu Bumi Asih Jaya menjalin hubungan
kerjasama dengan beberapa perusahaan asuransi dan reasuransi asing seperti
Gibraltar life (Jepang) dan Munich Re (Jerman). Selain itu Bumi Asih Jaya juga
terdaftar sebagai anggota organisasi internasional seperti LIMRA, FALIA, MIA,
dan IIC.
Direktur Keuangan BAJ Life, mengaku perusahaannya sedang terlilit
masalah. Sejak tahun 2009, mereka terkena Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) oleh
enggan merinci penyebab PKU itu.4 Sesuai regulasi, penyebab PKU karena perusahaan asuransi tidak bisa memenuhi modal minimal. PKU menjadikan
perusahaan tidak boleh mencari nasabah baru.
Namun, kejayaan Bumi Asih Jaya ini tidak berlangsung seperti yang
diharapkan karena pada 18 Oktober 2013 silam OJK mencabut izin PT tersebut.5 Saat ini BAJ life sedang menanti ajalnya karena pada januari 2015 tim hukum OJK
mengajukan pailit perusahaan tersebut dan sampai saat ini masih di proses.6
Adapun produk-produk asuransi Bumi Asih Jaya sampai sebelum dicabut
izinnya adalah7:
1. Asuransi Perorangan
Termasuk asuransi perorangan antara lain: Asih Dana Multiguna (ADM),
Asih Dana Bertahap Plus (ADP), Asih Tabungan Mandiri (ATM), Asih
Tabungan Ibadah Rohani (AIR), Asih Seumur Hidup (ASH), Asih Siharum
(ASR), Asih Tabungan Hari Tua Bertahap (ATB), Asih Beasiswa Mandiri
(ABM ), Asih Generasi Sejahtera (AGS), Asih Beasiswa Eksekutif (ABE),
Asih Proteksi Berjangka (APB).
2. Asuransi Kolektif
4
Ibid
5
“Ini Alasan OJK Cabut Izin BAJ”, diunduh tanggal 24 Februari 2015 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5269275d99c1e/ini-alasan-ojk-cabut-izin-usaha-baj
6
Wawancara dengan Ahmad Satori, bagian pengawasan asuransi OJK, Jakarta. 26 Februari, 2015.
7
37
Asuransi kolektif antara lain: Jaminan Perawatan Kesehatan (JPK), Asuransi
Jiwa Kredit (AJK), Asih Bancassurance – Kolektif (ABA), Asih Proteksi
Berjangka – Kolektif (APB), Asih Perlindungan Keluarga (APG), Asih
Jangka Warsa Penduduk KTP (AJP), Asih Travel Assurance (ATA), Asih
Hotel Assurance (AHA), Asih Perlindungan Hotel (API), Asih Perlindungan
Pendidikan (APP), Asih Perlindungan Kecelakaan (APK), Asih tabungan
Mandiri 60 (ATM 60), Asih Tabungan mandiri 50 (ATM 55), Asih Tabungan
Dasawarsa (ATD), Asih Tabungan Pancawarsa (ATP).
B. Pengertian Asuransi
Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan
pada tertanggung apabila terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut
benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai
yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini
sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional,
para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi.
Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk
mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu
anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.
Peransuransian8 adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan perasuransian. Istilah peransuransian berasal
8
dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek
dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Asuransi ialah jaminan yang
diberikan oleh penanggung (suatu perusahaan asuransi) kepada tertanggung
(nasabah asuransi atau pemegang polis asuransi). Suatu asuransi ditetapkan dengan
polis (surat asuransi) untuk menaggung kerugian atau risiko yang mungkin terjadi
dengan membayar premi oleh pemegang polis asuransi.
Adapun pengertian asuransi dapat dimengerti melalui beberapa pengertian
yaitu: Istilah perasuransian melingkupi kegiatan usaha yang bergerak di bidang
usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Pasal 2 huruf (a)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Jo Pasal 1 Undang-Undang-Undang-Undang No 40 Tahun 2014
menentukan:
“Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertangtungan
atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi
produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan
asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian
kerugian asuransi atau asuransi syariah.”
Sedangkan Usaha Asuransi Umum adalah “usaha jasa pertanggungan risiko
yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau
39
Menurut ketentuan pasal 246 KUHD Asuransi adalah “pertangguangan
adalah perjanjian dengan mana penanggung mengaitkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya
akibat dari suatu evenemen”
Menurut Undang-undang No. 2 Th. 1992 tentang Usaha Perasuransian Jo
Undang-Undang No 40 Tahun 2014 Tentang Peransuransian. Asuransi atau
Pertanggungan Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan
asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya
tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Menurut Paham Ekonomi Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan
karena melalui asuransi dapat dihimpun dana besar, yang dapat digunakan untuk
berpartisipasi dalam bisnis asuransi, serta asuransi bertujuan memberikan
perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan
oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya (fortuitious event).
Asuransi menurut pandangan Islam dinamakan Takaful, secara bahasa takaful
berarti menolong, mengasuh, memelihara, memberi nafkah, dan mengambil alih
perkara seseorang. Takaful dalam pengertian fiqh muamalah adalah saling memikul
resiko di antara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi
penanggung atas resio yang lain. Saling pikul rsiko dimaksud, dilakukan atas dasar
saling tolong menolong dalam kebaikan, dengan cara setiap orang mengeluarkan
dana kebajikan9.
Takaful dalam pengertian dimaksud sesuai dengan firman Allah SWT dalam
surah Al-Maidah (5) ayat 2.
َو َﺗَﻌ َوﺎ ُﻧ َﻋ اﻮ َﻠ ْا ﻰ ِﺒﻟ ﱢﺮ َو ﱠﺘﻟا ْﻘ َﻮ َو ى َﻻ َﺗَﻌ َوﺎ ُﻧ َﻋ اﻮ َﻠ ْا ﻰ ِﻹ ْﺛِﻢ َو ْﻟا ُﻌ ْﺪ َو ِنا َو ﱠﺘﻟا ُﻘ ِا ﷲ اﻮ ﱠن َﷲا َﺷ ِﺪْﯾ ٌﺪ ْﻟا ِﻌَﻘ ِبﺎ :ةﺪﺋﺎﻤﻟا) 5 : 2 (
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah amat pedih.
Dengan demikian menurut keterangan diatas, asuransi adalah adanya
perikatan atau (aqad) antara Penanggung dan Tertanggung berdasarkan hukum yang
melahirkan hak dan kewajiban.10
9
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Cet 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 4
10
41
Dalam pasal 3 huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Usaha
asuransi dikelompokkan menjadi 3 (tiga)11 jenis, yaitu:
a. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko
atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga, yang timbul dari peristiwa tidak pasti.
b. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko
yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan.
c. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam asuransi utang terhadap risiko
yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan
Asuransi Jiwa.
Menurut Abdul Kadir Muhammad usaha penunjang asuransi dikelompokkan
menjadi 5 (lima)12, yaitu:
a. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian dengan
bertindak untuk kepentingan tertanggung. Ketentuan ini mengatur bahwa
perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi atau
penutupan asuransi syariah pada perusahaan asuransi atau perusahaan
11
Dalam UU No 40 Tahun 2014 tidak disebutkan mengenai asuransi kerugian hanya disebut asuransi umum dan ditambah mengenai asuransi syariah.
12
asuransi syariah yang merupakan afiliasi dari pialang asuransi atau
perusahaan pialang asuransi yang bersangkutan. UU Perasuransian
mengamanatkan pengaturan lebih lanjut atas ketentuan di UU dalam bentuk
Peraturan Pemerintah dan Peraturan OJK. OJK akan menyiapkan Peraturan
OJK sebagaimana diamanatkan oleh UU Perasuransian13.
b. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaianganti kerugian
reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan Perusahaan Asuransi.
c. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap
kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
d. Usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultasi aktuaria.14
e. Usaha agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka
pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
C. Unsur Asuransi
Dari ketentuan pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa asuransi
mempunyai tiga unsur, yakni15: a. Adanya premi16
13
“Undang-Undang Perasuransian Baru Akan Percepat Perkembangan Industri Asuransi” SIARAN PERS NO.SP-07/DKNS/OJK/01/2015
14
Pada UU Perasuransian, konsultan aktuaria tidak lagi merupakan usaha perasuransian tetapi merupakan salah satu profesi penyedia jasa bagi perusahaan perasuransian. Konsultan aktuaria harus terdaftar pada OJK.
15