• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Nasabah Pasca Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi Jiwa Biumi Asih Jaya (BAJ) Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Nasabah Pasca Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi Jiwa Biumi Asih Jaya (BAJ) Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH PASCA PENCABUTAN IZIN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI JIWA BIUMI ASIH JAYA (BAJ)

OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

ISMADANI ROFIUL ULYA NIM: 1111048000056

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)

iii

1. Skripsi ini merupakan asli hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Maret 2015

(5)

iv ABSTRAK

Ismadani Rofiul Ulya. NIM 1111048000056. Perlindungan Hukum Nasabah Pasca Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (BAJ) Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. iv+70+43.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara ilmiah yakni dalam studi ilmu hukum, dan secara praktis maupunm akademis yakni sebagai masukan bagi penulis maupun pihak lain yang berkepentingan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yakni mengacu pada norma-norma hukum yang ada dalam peraturan perundang-undangan, literatur, pendapat ahli, dan makalah-makalah.

Penulis dalam penelitian ini menganalisis mengenai pengaruh pencabutan izin usaha perusahaan asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seperti diketahui dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 OJK mempunyai wewenang mengatur dan mengawasi lembaga keuangan salah satunya adalah peransuransian. Pengkajian mengenai peransuransian sangatlah penting melihat perkembangan industri asuransi saat ini tumbuh pesat dan gagalnya perusahaan asuransi bisa berdampak sistemik karena melibatkan masyarakat secara luas. Jika suatu perusahaan dicabut izinnya maka secara mutatis dan muntadis perusahaan tersebut tidak boleh beroperasi lagi kata lainnya berhenti atau diam. Dicabutnya izin usaha Bumi Asih Jaya ini secara penegakan memang sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian, namun disisi yang lain meninggalkan bekas goresan yang tidak kecil pada berbagai lini.

Dosen Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH.

Kata Kunci : Asuransi, Bumi Asih Jaya (BAJ) , Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

(6)

v

Puja dan puji syukur senantiasa terpanjatkan atas kehadirat Allah SWT

dengan kenikmatan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi ini dengan berbagai kemudahan. Shalawat serta salam

penulis tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang selalu

memberi syafaat kepada umatnya dari setiap lafadz sholawat yang terucap.

Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari

dukungan dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur

penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saifudin Jahar selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

beserta jajaran dan staff Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Ketua Program Studi Ilmu Hukum sekaligus merupakan dosen pembimbing

skripsi penulis Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH dan Bapak Arip

Purkon, MA selaku Sekretaris Program studi Ilmu Hukum yang senantiasa

memberikan bimbingan, saran dan banyak ilmu kepada penulis dalam

mengerjakan skripsi ini.

3. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. Bu

Hafni, Bapak Nur Habibi, Prof. Atho, Prof. Salman, Prof. Zainudin, Prof.

(7)

vi

semua dosen yang telah mendidik penulis yang tidak bisa kami sebut semuanya

tanpa mengurangi rasa hormat penulis.

4. Seluruh Staff Fakultas Syariah dan Hukum, Staff Perpustakaan Utama, dan Staff

Perpustakaan Fakultas, atas segala pelayanan yang diberikan kepada penulis.

5. Kepada Orang Tua Penulis. Ayahanda Bachrudin Afi dan Ibunda Durrotul

Afiyah. Kakak Penulis Masas Dani Nunjil Ilyasa, serta adik-adik penulis Salis

Muhammad Fadhil Hidayat, Wuwuh Anida Arifah, dan Zidan Mughni Aji Danil

Maulana yang tak terhingga memberikan kasih sayang dan do’a nya untuk

kesuksesan penulis.

6. Bapak Ahmad Sathori, Bang Edi Natalis, Pak Trisunu, Pak Hudiyanto selaku

pegawai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah meluangkan waktunya dan

sudi direpotin penulis untuk wawancara.

7. Veny Eka Yogawati, Yasser Adnan, M. Sulthon, Kholis Bida, Mas Putro

(FORTUNA), Hakim, Soghi, Anam, Dahlan, Mas Fadlan, dan Guru kita semua

Maulana Syaikh Mukhtar Ali Muhammad yang telah memberikan perubahan

besar terhadap pemikiran penulis. Semoga kesuksesan ada di pihak kita. Amin.

8. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Alumni Tebuireng (HIKMAT)

Jabodetabek dan Forum Konstitusi & Demokrasi (FOKDEM) yang telah

menjadi ruang dan rumah bagi penulis untuk berkarya. Serta keluarga besar

KKN SAGARA 2014 dan warga desa Muara yang memberikan pengalaman

(8)

vii

senior Ilmu Hukum yang telah berbagi ilmu dan bertukar pikiran dengan

penulis.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah membalasnya. Amin.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya khususnya untuk

mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.

Jakarta, Maret 2015

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi ... 8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 10

F. Kerangka Konseptual ... 11

G. Metode Penelitian ... 12

H. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG OJK A. Latar Belakang Lahirnya OJK ... 17

(10)

ix

F. Fungsi, Peran, dan Kewenangan OJK ... 28

G. Struktur OJK ... 31

BAB III : PROFIL ASURANSI JIWA PT. BUMI ASIH JAYA (BAJ) A. Sejarah ... 33

B. Pengertian Asuransi ... 37

C. Unsur Asuransi ... 42

D. Tujuan Asuransi ... 43

E. Prinsip Asuransi ... 44

F. Perjanjian Asuransi... 48

BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Kewenangan OJK Terhadap Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ) ... 51

B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Dicabutnya Izin Usaha Asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ) 1. Kesehatan Keuangan ... 53

2. Pelanggaran Hukum ... 56

(11)

x

1. Terhadap Perusahaan ... 58

2. Terhadap Nasabah ... 62

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran-saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(12)

xi 2. Surat Telah Melakukan Wawancara

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara berkembang, yang mana masalah jumlah antara

produsen dan konsumen selalu tidak seimbang. Konsumen lebih banyak jumlahnya

daripada produsen. Menurut para ahli ekonomi Indonesia merupakan pusat pasar

terbesar di dunia. Karena itu konsumen atau nasabah yang jumlahnya ribuan menjadi

masalah serius di Indonesia. Sudah seharusnya keberadaan mereka mendapat

perlindungan dan perlakuan hukum yang selayaknya. Perkembangan dunia bisnis di

Indonesia juga tidak lepas dari kompleksitas masalah-masalah terkait bisnis tersebut.

Termasuk di dalamnya masalah dalam pertanggungan atau asuransi.

Asuransi merupakan suatu perjanjian pertanggungan antara penanggung yang

mengikatkan dirinya terhadap tertanggung, asuransi telah dikenal sejak lama dimulai

pada zaman kebesaran Yunani1 dengan latar belakang pada saat itu adalah jual beli budak, perjanjian jual beli tersebut pada pokoknya memang sama dengan perjanjian

asuransi pertanggungan yaitu bahwa bila budak tersebut meninggal maka akan diberi

biaya untuk mengubur jenazah budak tersebut, pada saat ini mirip dengan asuransi

jiwa. Perkembangan asuransi terbilang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan berbagai

macam jenis asuransi seperti pada abad pertengahan mulai muncul mengenai

1

(14)

asuransi pengangkutan pada kapal untuk menghindari kerugian saat malapetaka yang

tidak diharapkan.

Bagi perusahaan asuransi di Indonesia masyarakat atau nasabah adalah objek

pasar utama perusahaan tersebut. Dalam kegiatannya, masyarakat pengguna jasa

asuransi (pemegang polis atau nasabah asuransi) sering kurang diperhatikan oleh

pemerintah dalam memenuhi hak-haknya. Misalnya, saat perusahaan tidak

membayarkan klaim para pemegang polis. Maka sering kali nasabah mengajukan

proses kepailitan terhadap suatu perusahaan sebagai salah satu upaya penagihan

utang, disamping berbagai cara penagihan utang lainnya yang dikenal oleh hukum,

seperti penagihan melalui somasi, eksekusi jaminan utang, atau tagihan melalui

prosedur pengadilan dengan prosedur biasa.2

Tidak sedikit kasus tuntutan klaim berakhir sia-sia oleh kekalahan

tertanggung, keadaan ini menjadi preseden yang kurang baik sehingga masyarakat

menjadi merasa enggan berhubungan dengan asuransi. Dari kasus yang dialami

tertanggung tersebut masyarakat beranggapan bahwa asuransi merupakan usaha

untung-untungan atau perjudian. Hal ini yang dijadikan alasan sebagian ulama bahwa

usaha perasuransian hukumnya adalah haram, meskipun sebagian ulama lain

membolehkannya.3

2

Istikhomah Dika Romadhona, Bambang Winarno, dan Djumikasih, “Kajian Yuridis Terhadap Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Bagi Perusahaan Asuransi Berkaitan Dengan Perlindungan Hukum Nasabah”, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

3

(15)

3

Masyarakat yang berposisi sebagai nasabah sering kali menjadi pihak yang

dirugikan ketika sebuah perusahaan asuransi mengalami pailit atau kegagalan.

Apabila sebuah perusahaan asuransi terjadi pailit atau karena suatu alasan dipailikan

maka para nasabah akan menjadi pihak yang dirugikan karena tidak akan bisa

meminta claim. Hal ini sungguh mencederai nilai-nilai yang terkandung pada prinsip

Utmost Good Faith (itikad baik) dalam asuransi.4

Nasabah/ konsumen asuransi pada prinsipnya merupakan pihak yang

menitipkan uangnya kepada perusahaan asuransi guna mendapatkan perlindungan

atau ganti rugi pada saat mereka mengalami peristiwa-peristiwa yang disepakati

dalam polis asuransi. Maka apabila terjadi claim dan perusahaan asuransi tidak

membayarkan klaim tersebut baik karena insolvensi atau karena suatu perusahaan

dicabut izinnya atau bahkan karena suatu perusahaan asuransi dipailitkan

tercederailah hak-hak pemegang polis yang tercantum dalam perjanjian.5

Ada beberapa alasan pentingnya perlindungan nasabah dalam suatu

perusahaan asuransi. Pertama, karena besarnya peranan nasabah dalam membesarkan

industri perasuransian (dengan kumpulan preminya) dipandang wajar bila perhatian

dan perlakuan hukum terhadap nasabah ditempatkan pada porsi yang layak dan adil.

Selama ini nasib nasabah belum mendapat perhatian yang proporsional sesuai

4

Man Suparman Sastrawidjadja dan Endang, Hukum Asuransi: Perlindungan Tertanggung, Asuransi Deposito, Usaha Peransuransian, Cet.3, (Bandung: PT Alumni, 2004), h. 56

5

(16)

dengan peranannya dalam menghidupkan industri perasuransian. Kedua, posisi dan

kedudukan nasabah dalam banyak hal selalu lemah disebabkan dominasi penanggung

(perusahaan asuransi) dalam menentukan syarat-syarat dan janji-janji khusus dalam

perjanjian asuransi dengan kontrak bakunya. Ketiga, menjadikan momentum yang

tepat untuk memperkuat posisi nasabah dengan segala kepentingannya, baik sebagai

kreditur konkuren maupun kreditur preferen.6

Menurut data yang diterima OJK pusat sejak januari 2013 hingga Oktober

2014 OJK telah terima 25.684 pengaduan dan terbanyak adalah terkait Asuransi.7 Hal tersebut juga yang memicu lahirnya UU Nomor 40 tahun 2014 tentang Asuransi

sebagai jawaban atas kompleksitas yang biasa dihadapi oleh sistem pengaturan

peransuranisan di Indonesia. Didalam UU Asuransi yang baru ini telah diintegrasikan

pengaturan peransuransian melalui lembaga otoritas yakni OJK. Namun masih ada

kekurangan yang harus dilengkapi terkait posisi kewenangan OJK terhadap

perlindungan nasabah asuransi yang pailit. Kenyataannya OJK sebagai lembaga

otoritas tidak mampu mencakup perlindungan nasabah yang mengalami dampak atas

kepailitan perusahaan asuransi nasabah tersebut.

UU No. 40 Tahun 2014 memuat kewenangan eksklusif yang dimiliki OJK.

Apabila seorang ingin mengajukan pailit satu debitor, jika menyangkut perusahaan

6

Mulhadi, Kedudukan Tertanggung Dalam Perusahaan Asuransi, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, (Sumatera Utara, 2009), t.d, h. 5.

7

(17)

5

asuransi maka kewenangan boleh atau tidaknya ada pada OJK yang dulunya ada

pada menteri keuangan.8

Pada dasarnya hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia. Hal

itu disebabkan dalam setiap kehidupan dan setiap hubungan hukum, para pihak yang

terkait mempunyai kepentingan masing-masing9. Maka dalam hal untuk melindungi stabilitas ekonomi dan melindungi konsumen dibentuklah badan yang bernama

Otoritas Jasa Keuangan yang biasa kita sebut OJK berdasarkan UU No 21 Tahun

2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas dan pengatur

kebijakan di bidang perbankan dan lembaga keuangan lainya. Lembaga ini

seharusnya bisa menjadi alternatif dalam menyikapi proses dalam kepailitan

perusahaan asuransi di Indonesia serta mampu melindungi kepentingan para

nasabahnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga baru yang terbentuk

berdasarkan UU No 21 tahun 2011 diharapkan oleh berbagai pihak dapat menata dan

memperbaiki sistem pada perbankan dan lembaga keuangan non bank. Termasuk

memperbaiki setiap masalah dalam peransuransian, juga memberikan perlindungan

kepada konsumen atau nasabah perusahaan asuransi.

Peran OJK pada dasarnya adalah sebagai pengawas dan regulator di sektor

microprudensial, yaitu pengaturan pengawasan, manajemen resiko dan penindakan

8

Amir Syamsudin, Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Kepailitan, Jurnal Konstitusi, Vol 2 Nomor 2, (September, 2005), h. 87

9

(18)

(administratif) terhadap kegiatan perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan

non bank, dengan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, yaitu

independensi, terintegrasi, dan menghindari benturan kepentingan. Termasuk

didalamnya memuat bahwa tujuan dibentuk OJK adalah perlindungan terhadap

konsumen. Pada penelitian ini penulis memfokuskan penelitian terhadap

nasabah/pemegang polis asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ).

PT Bumi Asih Jaya (BAJ) adalah perusahaan asuransi jiwa lokal yang telah

berdiri sejak tahun 1967 dan memiliki ribuan nasabah pemegang polis diseluruh

Indonesia. Namun sejak 2009 silam perusahaan ini mengalami kegagalan dalam

mengelola kesehatan keuangan sehingga Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan (Bapepam-LK) mengeluarkan peringatan kepada BAJ. Kemudian sejak 18

Oktober 2013 lalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin BAJ karena tidak

bisa memperbaiki tingkat kesehatannya.

Pencabutan izin usaha BAJ oleh OJK ini membuat nasib nasabah asuransi

menjadi tidak pasti bahkan memprihatinkan. Namun apa daya, para pemegang polis

hanya bisa meratapi nasibnya karena tidak mungkin premi yang sudah mereka

bayarkan dapat kembali. Itu sudah rahasia umum. Tentu hal ini bukan kesalahan

pemegang polis yang tidak tahu apa-apa. BAJ sebagai pengelola dana masyarakat

seharusnya memberitahukan kepada nasabah mengenai ketidaksehatan perusahaan

(19)

7

Melihat keadaan nasabah asuransi BAJ yang mengenaskan sudah barang

tentu menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk mengambil tindakan. Untuk masalah

perlindungan konsumen dibidang lembaga keuangan maka sesuai dengan UU No 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, tujuan dibentuknya Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) adalah untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.10 Namun, dalam menjalankan kewenangannya tersebut OJK juga dibatasi oleh

Undang-Undang agar tidak menjadi lembaga super power. OJK hanya bisa

melakukan sanksi administratif terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan.

Lebih jauh lagi peran OJK terhadap perlindungan konsumen sebenarnya tidak

bersinggungan langsung dengan konsumen karena OJK adalah lembaga pengawas

dan regulator bukan lembaga eksekutor. Padahal besar sekali harapan masyarakat

terutama para nasabah asuransi jiwa PT Bumi Asih Jaya terhadap OJK.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis, dan untuk

mewujudkan kepastian hukum, asas kepentingan umum, dan asas yang membela

serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan

kesejahteraan umum, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut kedalam

bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Nasabah Pasca Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (BAJ) Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)”.

10

(20)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka identifikasi masalah dari penelitian ini

adalah:

1. Apa saja faktor yang menyebabkan kesehatan keuangan Asuransi Bumi Asih

Jaya terganggu.

2. Bagaimana OJK melakukan pengawasan terhadap perusahaan peransuransian,

3. Bagaimana kedudukan nasabah dalam perusahaan peransuransian,

4. Bagaimana kewenangan OJK dalam pencabutan izin usaha asuransi PT Bumi

Asih Jaya.

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya pembahasan dalam penelitian ini, maka

penulis membatasi masalah yang diteliti dan hanya fokus pada peran Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) terhadap perlindungan nasabah perusahaan asuransi jiwa PT.

Bumi Asih Jaya (BAJ). OJK yang mempunyai otoritas tertinggi dalam pengaturan

dan pengawasan di sektor lembaga keuangan non-bank dalam hal ini perusahaan

asuransi memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan untuk mengajuakan

pailit dan melindungi kepentingan nasabah.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis uraikan, masih banyak

nasabah yang tidak mendapatkan hak-haknya ketika perusahaan asuransi sudah

(21)

undang-9

undang adalah untuk melindungi kreditor dan membuat adanya kepastian hukum.

Setelah adanya OJK seharusnya nasabah mendapatkan perlindungan terhadap

hak- haknya termasuk ganti rugi atas perusahaan asuransi yang dipailitkan.

Untuk mempermudah menjawab masalah tersebut penulis merumuskan

masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana kewenangan OJK terhadap pencabutan izin usaha perusahaan

asuransi jiwa Bumi Asih Jaya (BAJ) ?

b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan BAJ dicabut izinnya oleh OJK ?

c. Apa akibat hukum pasca pencabutan izin usaha perusahaan asuransi jiwa Bumi

Asih Jaya (BAJ) ?

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui dasar kewenangan OJK dalam melakukan pencabutan izin

usaha perusahaan asuransi sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi

lembaga keuangan non bank.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan OJK mencabut

izin usaha PT. Bumi Asih Jaya.

c. Untuk mengetahui akibat dari dicabutnya izin usaha perusahaan asuransi jiwa

Bumi Asih Jaya (BAJ).

2. Manfaat Penelitian

(22)

a. Manfaat teoritis

1) Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat kepada seluruh

kalangan akademisi bagi perkembangan ilmu hukum. Terutama

hokum bisnis.

2) Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menjadi proses dan hasil

pengetahuan hukum kepailitan dan berguna sebagai bahan pustaka

pada penelitian yang sejenis.

b. Manfaat praktis.

1) Semoga penelitian bisa menjadi acuan pemerintah terkait penelitian

ini agar lebih amanah dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

2) Penelitian ini dilakukan untuk persyaratan kelulusan penulis.

E. Tinjauan (Rivew) Studi Terdahulu

Buku yang membahas mengenai perlindungan terhadap nasabah perusahaan

asuransi adalah buku dengan judul “Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung,

Asuransi Deposito, Usaha Peransuransian” yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Man

Suparman Satrawidjadja, S.H,S.U dan Endang, S.H ditebitkan oleh PT Alumni

Bandung tahun 2004. Buku ini berisi mengenai perlindungan pemegang polis

asuransi.

Kemudian sejak mulai di berlakukannya UU No 21 tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan sudah banyak penelitian mengenai OJK salah satunya

penelitian tentang “Peran Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Pendaftaran

(23)

11

oleh Nazia Tunisia Alham mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum angkatan 2010

program studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Penelitian

mengambil titik fokus terhadap peran OJK terhadap wajib tidaknya pendaftaran

jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan kendaraan bermotor.

Penelitian selanjutnya adalah skripsi Arif Hanany, mahasiswa Ilmu Hukum

angkatan 2009 Fakultas Syariah dan Hukum 2013 dengan judul “Perlindungan

Konsumen Perbankan Oleh OJK (Studi Komparatif Perlindungan Konsumen

Perbankan Oleh Bank Indonesia). Penelitian ini lebih fokus kepada perpindahan

kewenangan Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan terhadap perlindungan

konsumen perbankan. Sedang, pada penelitian ini penulis fokus kepada peran OJK

dalam melindungi nasabah perusahaan asuransi terkait proses pengajuan pailit.

Siapakah sajakah yang behak mengajukan pailit perusahaan asuransi, dan dimana

peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengambil langkah-langkah demi menjamin

perlindungan nasabah. Jadi penelitian penulis dengan judul “Perlindungan Hukum

Nasabah Pasca Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya

(BAJ) Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)” belum pernah dibuat.

F. Kerangka Konseptual

Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Konsep bukan

merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi suatu abstraksi dari gejala tersebut.

Gejala itu sendiri dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian

(24)

kerangka konsepsional belaka, kadang dirasakan masih bersifat abstrak, sehingga

diperlukan definisi operasional yang akan menjadi pegangan konkret di dalam proses

penelitian. Dengan demikian suatu kerangka konsepsional dapat pula mencangkup

definisi-definisi operasional.11

Definisi yang kiranya perlu untuk dijelaskan pada penelitian ini adalah :

1. Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya OJK adalah lembaga yang

independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,

tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2011.

2. Perusahaan Asuransi

Perusahaan asuransi yang di teliti adalah perusahaan asuransi jiwa Bumi Asih

Jaya (BAJ).

3. Pencabutan Izin Usaha

Pencabutan Izin Usaha adalah suatu tindakan mencabut izin usaha suatu

peruahaan oleh lembaga yang berwenang sehingga perusahaan tersebut tidak

boleh lagi melakukan kegiatan usaha.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

11

(25)

13

Untuk mengkaji pokok permasalahan, penelitian ini mempergunakan

metode penelitian hukum normatif12. Namun, penelitian ini juga bisa menggunakan penelitian hukum empiris yang berfungsi sebagai informasi

pendukung.

2. Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan perundang-undangan (statute aproach) dan pendekatan konsep

(konseptual aproach) karena penelitian ini bersifat yuridis normatif.13

3. Sumber Penelitian

Sumber penelitian yang yang digunakan dalam penelitian ini berupa data

primer dan data sekunder. Data hukum sebagaimana telah dijelaskan oleh Sri

Mamujdi dibagi menjadi tiga yaitu:14

a. Bahan hukum primer, berupa ketentuan hukum dan perundang-undangan

yang mengikat serta berkaitan dengan studi ini.

12

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian hukum normatif ini mencakup: (1) penelitian terhadap asas-asas hukum; (2) penelitian terhadap sestematik hukum; (3) penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal; (4) perbandingan hukum; dan (5) sejarah hukum. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet IX, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), hal. 13.

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet V, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 94

14

(26)

b. Bahan hukum sekunder, berupa literatur-literatur tertulis yang berkaitan

dengan pokok masalah dalam studi ini, baik berbentuk buku-buku,

makalah-makalah, serta litreratur-literatur terkait dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier, merupakan bahan penjelasan mengenai bahan hukum

tersier maupun sekunder, berupa kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan cara library research (study kepustakaan) yaitu mengumpulkan data-data

dari peraturan perundang-undangan, buku, artikel, dan media-media online.

Kemudian berdasarkan data yang telah dikumpulkan penulis mengklasifikasi

permasalahan untuk dikaji secara komprehensif.

5. Pengolahan Dan Analisa Data

Adapun bahan hukum yang diperoleh harus bersifat preskriptif 15 untuk memberi petunjuk dan sesuai dengan aturan yang berlaku, dihubungkan

sedemikian rupa sehingga disajikan penulis secara sistematis guna menjawab

permasalahan yang telah dibuat. Adapun cara pengolahan bahan hukum dianalisis

untuk melihat seberapa besar dan jauh peran OJK dalam melindungi kepentingan

nasabah asuransi yang pailit.

15

Karena ilmu hukum pada dasarnya bukan bicara “apa yang ada” (empirik-deskriptif), tapi “apa yang seharusnya” (preskriptif). Asrori S. Karni, “Metode Penelitian dan Karakter Ilmu Hukum”, Bahan Ajar, t.d

(27)

15

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan Penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan

dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi,

Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terbagi dalam lima bab, yang dirinci sebagai

berikut:

BAB I : Pendahuluan

Pendahuluan dalam Bab I ini diuraikan oleh penulis mengenai latar

belakang masalah; identifikasi masalah; pembatasan dan perumusan

masalah yang akan diteliti; tujuan dan manfaat penelitian; tinjauan

penelitian terdahulu; kerangka konseptual; metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Dalam Bab II ini akn diuraikan oleh penulis mengenai landasan teory OJK

yang meliputi latar belakang lahirnya OJK, Tujuan dibentuknya OJK,

Fungsi, Peran, dan Kewenangan OJK, serta struktur OJK.

(28)

Dalam Bab III ini akan diuraikan mengenai profil perusahaan asuransi

Bumi Asih Jaya dan asuransi pada umumnya menurut UU No 40 Tahun

2014 tentang peransuransian.

BAB IV: Hasil Penelitian.

Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai kewenangan OJK terhadap

pencabutan izin usaha perusahaan asuransi Bumi Asih Jaya, faktor-faktor

penyebab dicabutnya izin usaha BAJ oleh OJK, serta akibat dari

dicabutnya izin usaha BAJ.

BAB V : Penutup

Dalam Bab V yakni bab terakhir dalam penelitian ini berisi kesimpulan

(29)

17 BAB II

TINJAUAN UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN

A. Latar Belakang Berdirinya Otoritas Jasa Keuangan

Selama ini pengaturan dan pengawsan di sektor jasa keuangan dilakukan oleh

dua lembaga yaitu Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal

Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). BI bertugas mengatur dan mengawasi sektor

keuangan bidang perbankan dan Bapepam-LK bertugas mengatur dan mengawasi

sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, dan lembaga keuangan lainnya. Hal

ini dinilai oleh para pengamat tidak efektif karena BI yang seharusnya mengatur

moneter dipaksa ikut dalam pengawasan microprudential. Inilah alasan muncul

gagasan pemisahan kewenangan BI, padahal ide untuk melepaskan fungsi perbankan

oleh BI sudah muncul sejak pemerintahan Presiden B.J Habibie ketika merancang

RUU tentang Bank Indonesia (BI).1

Otoritas jasa keuangan adalah sebuah lembaga yang terbentuk akibat dari

Undang- Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang dibuat

berdasarkan pasal 34 Undang- Undang No 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas

Undang-Undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Didalamnya

pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas di sektor keuangan yang

bersifat independen, selambat lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama Otoritas

Jasa Keuangan (OJK). Lembaga ini bertugas mengawasi lembaga perbankan,

1

(30)

asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan,

serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat2. Menurut penjelasan Undang- undang tersebut banyaknya permasalahan lintas

sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum

optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas

sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga

pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Hal ini dalam undang- undang

disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).3

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan

jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,

transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh

secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan

masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan

sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional.

Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi

sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa

keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.

Fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga jasa

keuangan, dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi yang cukup

2

Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2010, h. 3

3

(31)

19

signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi

nasional. Oleh karena itu, negara senantiasa memberikan perhatian yang serius

terhadap perkembangan kegiatan sektor jasa keuangan tersebut, dengan

mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan sektor jasa

keuangan yang terintegrasi dan komprehensif.4

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata

kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,

transparansi, dan kewajaran (fairness). Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan

berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak

menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan

adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa

Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan

keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter.

Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas

tersebut secara Ex-officio5. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan

sektor jasa keuangan.

Untuk menjamin tercapainya tujuan dibentuknya OJK, maka OJK harus

menajdi bagian dari sistem penyelnggaraan negara yang terintegrasi baik dengan

4

Ibid

5

(32)

lembaga-lembaga negara lainnya. Disamping itu untuk melaksanakan fungsinya

dengan baik OJK harus mempunyai independensi didalam menjalankan fungsinya

agar terhindar dari kepentingan-kepentingan kelompok (interest group). Meski

secara normatif OJK berada di luar pemerintah dan bersifat independent, namun

sebagian kalangan masih meragukan independensi OJK6.

Adapun dalam mengaktualisasikan indepensi OJK, lembaga ini memiliki

strutur lembaga yang memuat unsur chek and balance. Hal ini dilakukan pada

pemisahan antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan OJK. Fungsi pengaturan

dilakukan oleh Dewan komisioner dan fungsi pengawasan dilakukan oleh struktur

dibawahnya yang bertugas mengawasi disetiap sektor lembaga keuangan.

Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang

meliputi tindakan moral hazard7, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong

diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang

terintegrasi.

Dengan melihat kewenangan pengaturan dan pengawasan yang dimiliki OJK,

maka OJK merupakan suatu lembaga yang memiliki kewenangan yang sangat

6

Independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hukumonline.com.html, diakses pada 07 Desember 2014

7

(33)

21

berpengaruh terhadap penyelenggaraan jasa keuangan. OJK menjadi lembaga yang

sangat “powerfull”8.

B. Prinsip-Prinsip OJK

Adapun dalam menjalankan tugas dan fungsinya OJK harus mempunyai

prinsip-prinsip yaitu:

1. Independensi

Lembaga yang memiliki otoritas melaksanakan fungsi pengaturan dan

pengawasan di sektor jasa keuangan harus memiliki independensi dalam

melaksanakan tugasnya. Hal ini disebabkan lembaga tersebut bertugas

mengawasi sektor jasa keuangan dan transaksi keuangan oleh entitas bisnis

yang dimungkinkan dapat terjadi benturan kepentingan serta berpotensi

mempengaruhi kepentingan pihak-pihak tertentu, termasuk pihak pemerintah.

Untuk itu, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya lembaga, lembaga

pengawas keuangan harus independen atau bebas dari intervensi-intervensi

pihak-pihak yang berkepentingan, tentunya dalam koridor hukum yang mana

independensinya dapat dipertanggung jawabkan.

2. Integrasi

Semakin pesatnya perkembangan di bidang teknologi juga berakibat

semakin kompleksnya kegiatan di sektor jasa keuangan, semakin banyaknya

inovasi finansial yang canggih (shipisticated) serta kecenderungan yang tidak

8

(34)

bisa dihentikan pada entitas bisnis berbentuk konglomerasi dan adanya

praktik-praktik arbitrase peraturan (regulatory arbitrage) dari entitas bisnis

jasa keuangan adalah merupakan alasan-alasan pokok perlunya dilakukan

suatu pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan (yang

mencakup sektor perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non bank)

secara terintegrasi. Penjelasan ringkas mengenai konglomerasi dan arbitrase

adalah sebagai berikut:

a. Konglomerasi

Pertumbuhan dari berbagai entitas bisnis membentuk dan memunculkan

suatu konglomerasi di sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dan

lembaga keuangan lainnya. Hal ini merupakan sebuah tantangan bagi

lembaga otoritas (OJK) untuk mengatur dan mengawasi kegiatan

keuangan yang berbentuk konglomerasi, sehingga dapat tercipta sistem

keuangan yang sehat.

b. Arbitrase peraturan

Arbitrase peraturan adalah suatu istilah yang merujuk pada

praktik-praktik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan dengan memilih

yurisdiksi dari dua otoritas dan memanfaatkan regulasi yang lebih

longgar. Dengan hadirnya OJK diharapkan mampu melakukan

sinkronisasi di dalam regulasi sehingga menciptakan kesamaan dan

(35)

23

3. Menghindari benturan kepentingan

Adanya benturan kepentingan yang terjadi pada suatu lembaga tidak

jarang terjadi di setiap negara. Di Indonesia Bank Indonesia memiliki dua

fungsi sekaligus yaitu pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan

sekaligus sebagai pengatur kebijakan moneter. Adanya dua fungsi dalam satu

lembaga ini mengakibatkan terjadinya benturan kepentingan sehingga dalam

menjalankan fungsinya menjadi tidak maksimal.

Penggunaan instrumen-instrumen moneter berupa bantuan likuditas untuk

menyehatkan perbankan yang mengalami gagal Bank9, cenderung lebih dipilih oleh bank sentral dari pada menggunakan pengaturan dan pengawasan yang

mengedepankan peraturan kehati-hatian (prudensial regulation). Hal ini dilakukan

karena Bank Sentral takut dikatakan gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai

pengawas perbankan, sehingga mendorong untuk melakukan instrumen moneter

(lender of the last resort) yang pada dasarnya tidak menyelesaikan inti permasalahan

yang ada pada perbankan sebagai akibat dari prudensial regulation. Adanya benturan

kepentingan atau fungsi ganda yang ada dalam tubuh bank sentral perlu dihindari

dengan memisahkan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan dengan fungsi

utamanya dalam otoritas moneter.

9

(36)

C. Model Pengawasan OJK

Pada dasarnya model pengawasan di dunia dibagi menjadi tiga macam,

yaitu10:

1. Multi SupervisioryModel, yaitu model pengaturan dan pengawasan sektor

jasa keuangan yang dilakukan oleh banyak lembaga atau lebih dari dua

otoritas. Simtem model yang pertama ini memisah setiap sektor jasa

keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan jasa keuangan

lainnya masing-masing dari mereka diatur oleh regulator yang berbeda.

Model ini diterapkan oleh negara Amerika Serikat dan Republik Rakyat

Cina.

2. Twin Supervisiory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa

keuangan dilakukan oleh dua otoritas utama yang pembagiannya

didasarkan pada aspek prudential dan aspek market conduct. Model ini

membagi dua pengaturan yang berbeda. Pertama, pengaturan terhadap

lembaga keuangan prudential seperti bank dan perusahaan asuransi.

Kedua, pengaturan terhadap perusahaan efek, pasar modal, dan lembaga

keuangan lainnya yang diatur oleh otoritas tersendiri. Model ini

diterapkan oleh negara-negara Australia dan Canada.

3. Unified Supervisiory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa

keuangan yang terintegrasi pada satu otoritas jasa keuangan. Model ini

menyatukan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan seperti

10

(37)

25

perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya

dibawah lembaga otoritas jasa keuangan. Model seperti ini sudah mulai

diterapkan oleh negara-negara pada tahun 1997 yang pertama kali oleh

negara Norwegia. Saat ini model seperti ini sudah dilakukan oleh lebih 30

Negara di dunia seperti Inggris, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman.

Berdasarkan model-model pengawasan yang telah diterangkan diatas dan

pengalaman krisis perbankan di Indonesia yang sebelumnya menggunakan model

multi supervisiory model, serta struktrur sistem keuangan yang berlaku saat ini, maka

model yang tepat untuk pengaturan dan pengawasan sistem sektor jasa keuangan

adalah model unified supervisiory model. Sistem ini mengintegrasi seluruh sektor

jasa keuangan dalam lembaga tunggal yang disebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Istilah otoritas digunakan karena untuk mencerminkan bahwa lembaga tersebut

menjalankan fungsi pengaturan (regulation) dan fungsi pengawasan (supervisi)11.

D. Asas-Asas OJK

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan

asas-asas sebagai berikut12:

a. asas independensi,13 yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

11

Ibid, h. 11

12

(38)

b. asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan

penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

c. asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan

umum;

d. asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif

tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap

memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta

rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan

e. asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam

pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap

berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam

setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas

Jasa Keuangan; dan

13

(39)

27

g. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan

harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik

Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas Jasa

Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal ini

diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan

wewenang pengaturan dan pengawasan. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan

serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang

jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan

Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui

mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas,

dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian,

Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

E. Tujuan OJK

Sesuai dengan pasal 4 UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan,

dibentuknya OJK memiliki tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan berjalan lancar. Adapun tujuan dibentuknya OJK yaitu14: terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

a. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan

stabil; dan

14

(40)

b. mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat. Yang dimaksud

dengan “melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat” termasuk

perlindungan terhadap pelanggaran dan kejahatan di sektor keuangan seperti

manipulasi dan berbagai bentuk penggelapan dalam kegiatan jasa keuangan15. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa

keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu,

OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain meliputi sumber daya

manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan,

dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.

F. Peran, Fungsi, dan Wewenang OJK

OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan OJK

melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di

sektor Perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, dan kegiatan jasa

keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan

Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang

pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

15

(41)

29

a. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,

rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,

konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

b. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk

hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

Selain itu pengaturan dan pengawasan OJK harus memperhatikan aspek

kehati-hatian bank, manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal nasabah

dan anti pencucian uang, pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan

perbankan, dan pemeriksaan bank. OJK juga berwenang dalam pengaturan dan

pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

a. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal

minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap

simpanan, dan pencadangan bank;

b. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;

c. sistem informasi debitur;

d. pengujian kredit (credit testing); dan

e. standar akuntansi bank.

Adapun untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6, OJK mempunyai wewenang menetapkan peraturan pelaksanaan

Undang-Undang OJK, menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan,

menetapkan peraturan dan keputusan OJK, menetapkan peraturan mengenai

(42)

tugas OJK, menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis

terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu, menetapkan peraturan

mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan,

menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan

menatausahakan kekayaan dan kewajiban, dan menetapkan peraturan mengenai tata

cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di

sektor jasa keuangan.

Kemudian untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6, OJK berwenang antara lain:

a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa

keuangan;

b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala

Eksekutif;

c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen,

dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau

penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan

perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak

tertentu;

e. melakukan penunjukan pengelola statuter;

(43)

31

g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran

terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

h. memberikan dan/atau mencabut:

1) izin usaha;

2) izin orang perseorangan;

3) efektifnya pernyataan pendaftaran;

4) surat tanda terdaftar;

5) persetujuan melakukan kegiatan usaha;

6) pengesahan;

7) persetujuan atau penetapan pembubaran; dan

8) penetapan lain, Sebagaimana dimaksud dalam peraturan

perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

G. Struktur OJK

Struktur Otoritas Jasa Keuangan terdiri dari Dewan Komisioner dan

Pelaksana Kegiatan Operasional. Adapun Dewan Komisioner OJK terdiri atas16: 1. Ketua merangkap anggota; yang diketuai oleh

2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;

3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;

4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;

5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga

Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;

16

(44)

6. Ketua Dewan Audit merangkap anggota;

7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;

8. Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan

Gubernur Bank Indonesia; dan

9. Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat

setingkat Eselon I Kementerian Keuangan

Kemudian pelaksana kegiatan Operasional terdiri atas:

1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;

2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II;

3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor

Perbankan;

4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan

Sektor Pasar Modal;

5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga

Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang

Pengawasan Sektor IKNB;

6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko;

dan

7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen

(45)

33 BAB III

PROFIL ASURANSI JIWA PT. BUMI ASIH JAYA (BAJ) A. Sejarah

PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya berdiri atas gagasan K.M Sinaga pada

tahun 1957 ketika dia masih bekerja pada Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 di

Jakarta. Gagasan ini semakin berkembang selagi dia berkunjung ke Australia tahun

1960. Disana beliau mengikuti latihan kerja selama 6 bulan pada salah satu

perusahaan asuransi bernama Temperance and Gneral Mutual life Society. Salah satu

yang dapat dilihat, diilhami dan dipelajarinya di negari kangguru itu adalah

perusahaan asuransi jiwa itu memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia

karena dapat menghasilkan dana dan sekaligus merupakan manifestasi dari gotong

royong.1

Pada tahun 1963 K.M Sinaga kembali ke tanah air dan sekaligus melanjutkan

pekerjaanya pada Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912. Di saat melaksanakan

pekerjaanya, beliau selalu mengalami banyak permasalahan, untuk itu beliau

meminta saran kepada atasanya yaitu Notohamiprojo (presiden direktur Asuransi

Jiwa Bumi Putera 1912/non aktif), yang pada saat itu menjabat sebagai menteri

keuangan Indonesia. Pertemuan itu berlangsung dengan suasana yang baik dan

gagasan yang dikemukakan oleh K.M Sinaga untuk mendirikan asuransi jiwa

dihargai dengan baik.

1

(46)

Pada tahun 1965, K.M Sinaga diberhentikan dengan hormat dari Asuransi

Jiwa Bumi Putera 1912 tanpa penghargaan, walaupun sebelumnya dia telah

mendapat predikat “Bintang Dinas Liar” karena posisi yang dimilikinya

dalammemajukan perusahaan. Namun demikian keadaan tersebut menimbulkan

semangat dan dorongan untuk mendirikan perusahaan asuransi jiwa.

Kelima pendiri Bumi Asih Jaya adalah K.M Sinaga, Djasarlim Sinaga, SH,

Simatupang (Alm), Dr. H Sinaga (Alm). Nama bumi diambil dari Asuransi Jiwa

Bumi Putera 1912 dimana K.M Sinaga bekerja dulu, sedangkan Asih berasal dari

kata asih, sedangkan Jaya berasal dari kata Jayakarta. Pertama kali beroperasi Bumi

Asih Jaya di Jl. Solo No. 4, Jakarta Pusat. Pada bulan agustus 1967 dibuat surat

permohonan izin untuk mendirikan asuransi yang secara resmi diajukan kepada

departemen kehakiman dengan melampirkan akte notaris dan draf aktuaris. Dan

akhirnya izin resmi untuk mendirikan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya itu diterima

pada bulan agustus 1967.2

BAJ Life berdiri sejak 10 Juni 1967. Perusahaan ini memiliki jaringan

pemasaran di 12 kantor cabang, 142 kantor distrik dan 131 kantor sektor. Per akhir

2007, total aset mencapai Rp 717,4 miliar dan pendapatan premi Rp 432,49 miliar.3 Pada saat Bumi Asih Jaya berdiri, kondisi perekonomian Indonesia dilanda

inflasi yang sangat tinggi, maka kepercayaan masyarakat terhadap asuransi hilang.

2

Ibid

3

(47)

35

Untuk mengembangkan kepercayaan terhadap asuransi, Bumi Asih Jaya mencoba

memasarkan polis dalam dolar Amerika setelah memperoleh izin dari biro lalu lintas

devisa Bank Indonesia. Dengan demikian Bumi Asih Jaya adalah perusahaan

asuransi jiwa yang pertama menjadi polis dalam mata uang dolar. Memasuki dekade

ke lima, Bumi Asih Jaya memiliki jaringan pemasaran yang luas dan tersebar di

seluruh Indonesia. Dengan dukungan 274 kantor pemasaran, 35 kantor pemasaran

askol dan 24 kantor pemasaran agency. Bumi Asih Jaya memiliki lebih dari 6000

orang tenaga kerja yang professional. Untuk memenuhi cita-cita. Sebagai perusahaan

multinasional Bumi Asih Jaya mengembangkan usahanya dengan mendirikan

beberapa anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang.

Kegiatan bisnis anak perusahaan Bumi Asih Jaya juga telah merambah ke

seluruh Indonesia. Untuk memperluas jaringan bisnisnya di luar negeri, dukungan

internasional sangat dibutuhkan. Untuk itu Bumi Asih Jaya menjalin hubungan

kerjasama dengan beberapa perusahaan asuransi dan reasuransi asing seperti

Gibraltar life (Jepang) dan Munich Re (Jerman). Selain itu Bumi Asih Jaya juga

terdaftar sebagai anggota organisasi internasional seperti LIMRA, FALIA, MIA,

dan IIC.

Direktur Keuangan BAJ Life, mengaku perusahaannya sedang terlilit

masalah. Sejak tahun 2009, mereka terkena Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) oleh

(48)

enggan merinci penyebab PKU itu.4 Sesuai regulasi, penyebab PKU karena perusahaan asuransi tidak bisa memenuhi modal minimal. PKU menjadikan

perusahaan tidak boleh mencari nasabah baru.

Namun, kejayaan Bumi Asih Jaya ini tidak berlangsung seperti yang

diharapkan karena pada 18 Oktober 2013 silam OJK mencabut izin PT tersebut.5 Saat ini BAJ life sedang menanti ajalnya karena pada januari 2015 tim hukum OJK

mengajukan pailit perusahaan tersebut dan sampai saat ini masih di proses.6

Adapun produk-produk asuransi Bumi Asih Jaya sampai sebelum dicabut

izinnya adalah7:

1. Asuransi Perorangan

Termasuk asuransi perorangan antara lain: Asih Dana Multiguna (ADM),

Asih Dana Bertahap Plus (ADP), Asih Tabungan Mandiri (ATM), Asih

Tabungan Ibadah Rohani (AIR), Asih Seumur Hidup (ASH), Asih Siharum

(ASR), Asih Tabungan Hari Tua Bertahap (ATB), Asih Beasiswa Mandiri

(ABM ), Asih Generasi Sejahtera (AGS), Asih Beasiswa Eksekutif (ABE),

Asih Proteksi Berjangka (APB).

2. Asuransi Kolektif

4

Ibid

5

“Ini Alasan OJK Cabut Izin BAJ”, diunduh tanggal 24 Februari 2015 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5269275d99c1e/ini-alasan-ojk-cabut-izin-usaha-baj

6

Wawancara dengan Ahmad Satori, bagian pengawasan asuransi OJK, Jakarta. 26 Februari, 2015.

7

(49)

37

Asuransi kolektif antara lain: Jaminan Perawatan Kesehatan (JPK), Asuransi

Jiwa Kredit (AJK), Asih Bancassurance – Kolektif (ABA), Asih Proteksi

Berjangka – Kolektif (APB), Asih Perlindungan Keluarga (APG), Asih

Jangka Warsa Penduduk KTP (AJP), Asih Travel Assurance (ATA), Asih

Hotel Assurance (AHA), Asih Perlindungan Hotel (API), Asih Perlindungan

Pendidikan (APP), Asih Perlindungan Kecelakaan (APK), Asih tabungan

Mandiri 60 (ATM 60), Asih Tabungan mandiri 50 (ATM 55), Asih Tabungan

Dasawarsa (ATD), Asih Tabungan Pancawarsa (ATP).

B. Pengertian Asuransi

Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan

pada tertanggung apabila terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut

benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai

yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini

sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional,

para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi.

Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk

mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu

anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.

Peransuransian8 adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan perasuransian. Istilah peransuransian berasal

8

(50)

dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek

dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Asuransi ialah jaminan yang

diberikan oleh penanggung (suatu perusahaan asuransi) kepada tertanggung

(nasabah asuransi atau pemegang polis asuransi). Suatu asuransi ditetapkan dengan

polis (surat asuransi) untuk menaggung kerugian atau risiko yang mungkin terjadi

dengan membayar premi oleh pemegang polis asuransi.

Adapun pengertian asuransi dapat dimengerti melalui beberapa pengertian

yaitu: Istilah perasuransian melingkupi kegiatan usaha yang bergerak di bidang

usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Pasal 2 huruf (a)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Jo Pasal 1 Undang-Undang-Undang-Undang No 40 Tahun 2014

menentukan:

“Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertangtungan

atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi

produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan

asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian

kerugian asuransi atau asuransi syariah.”

Sedangkan Usaha Asuransi Umum adalah “usaha jasa pertanggungan risiko

yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena

kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung

jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau

(51)

39

Menurut ketentuan pasal 246 KUHD Asuransi adalah “pertangguangan

adalah perjanjian dengan mana penanggung mengaitkan diri kepada tertanggung

dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian,

kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya

akibat dari suatu evenemen”

Menurut Undang-undang No. 2 Th. 1992 tentang Usaha Perasuransian Jo

Undang-Undang No 40 Tahun 2014 Tentang Peransuransian. Asuransi atau

Pertanggungan Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan

asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh

perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis

karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan,

atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita

tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang

tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya

tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya

tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau

didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Menurut Paham Ekonomi Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan

karena melalui asuransi dapat dihimpun dana besar, yang dapat digunakan untuk

(52)

berpartisipasi dalam bisnis asuransi, serta asuransi bertujuan memberikan

perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan

oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya (fortuitious event).

Asuransi menurut pandangan Islam dinamakan Takaful, secara bahasa takaful

berarti menolong, mengasuh, memelihara, memberi nafkah, dan mengambil alih

perkara seseorang. Takaful dalam pengertian fiqh muamalah adalah saling memikul

resiko di antara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi

penanggung atas resio yang lain. Saling pikul rsiko dimaksud, dilakukan atas dasar

saling tolong menolong dalam kebaikan, dengan cara setiap orang mengeluarkan

dana kebajikan9.

Takaful dalam pengertian dimaksud sesuai dengan firman Allah SWT dalam

surah Al-Maidah (5) ayat 2.

َو َﺗَﻌ َوﺎ ُﻧ َﻋ اﻮ َﻠ ْا ﻰ ِﺒﻟ ﱢﺮ َو ﱠﺘﻟا ْﻘ َﻮ َو ى َﻻ َﺗَﻌ َوﺎ ُﻧ َﻋ اﻮ َﻠ ْا ﻰ ِﻹ ْﺛِﻢ َو ْﻟا ُﻌ ْﺪ َو ِنا َو ﱠﺘﻟا ُﻘ ِا ﷲ اﻮ ﱠن َﷲا َﺷ ِﺪْﯾ ٌﺪ ْﻟا ِﻌَﻘ ِبﺎ :ةﺪﺋﺎﻤﻟا) 5 : 2 (

Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah amat pedih.

Dengan demikian menurut keterangan diatas, asuransi adalah adanya

perikatan atau (aqad) antara Penanggung dan Tertanggung berdasarkan hukum yang

melahirkan hak dan kewajiban.10

9

Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Cet 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 4

10

(53)

41

Dalam pasal 3 huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Usaha

asuransi dikelompokkan menjadi 3 (tiga)11 jenis, yaitu:

a. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko

atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak

ketiga, yang timbul dari peristiwa tidak pasti.

b. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko

yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang

dipertanggungkan.

c. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam asuransi utang terhadap risiko

yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan

Asuransi Jiwa.

Menurut Abdul Kadir Muhammad usaha penunjang asuransi dikelompokkan

menjadi 5 (lima)12, yaitu:

a. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam

penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian dengan

bertindak untuk kepentingan tertanggung. Ketentuan ini mengatur bahwa

perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi atau

penutupan asuransi syariah pada perusahaan asuransi atau perusahaan

11

Dalam UU No 40 Tahun 2014 tidak disebutkan mengenai asuransi kerugian hanya disebut asuransi umum dan ditambah mengenai asuransi syariah.

12

(54)

asuransi syariah yang merupakan afiliasi dari pialang asuransi atau

perusahaan pialang asuransi yang bersangkutan. UU Perasuransian

mengamanatkan pengaturan lebih lanjut atas ketentuan di UU dalam bentuk

Peraturan Pemerintah dan Peraturan OJK. OJK akan menyiapkan Peraturan

OJK sebagaimana diamanatkan oleh UU Perasuransian13.

b. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam

penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaianganti kerugian

reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan Perusahaan Asuransi.

c. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap

kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.

d. Usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultasi aktuaria.14

e. Usaha agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka

pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.

C. Unsur Asuransi

Dari ketentuan pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa asuransi

mempunyai tiga unsur, yakni15: a. Adanya premi16

13

“Undang-Undang Perasuransian Baru Akan Percepat Perkembangan Industri Asuransi” SIARAN PERS NO.SP-07/DKNS/OJK/01/2015

14

Pada UU Perasuransian, konsultan aktuaria tidak lagi merupakan usaha perasuransian tetapi merupakan salah satu profesi penyedia jasa bagi perusahaan perasuransian. Konsultan aktuaria harus terdaftar pada OJK.

15

(55)

Referensi

Dokumen terkait