UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTI
DIABETES DAN EVALUASI BEBAN BIAYA
PERBEKALAN FARMASI PADA PASIEN RAWAT
INAP KARTU JAKARTA SEHAT DI RUMAH SAKIT
TNI ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO
SKRIPSI
ISTIQOMATUNNISA
1110102000025
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTI
DIABETES DAN EVALUASI BEBAN BIAYA
PERBEKALAN FARMASI PADA PASIEN RAWAT
INAP KARTU JAKARTA SEHAT DI RUMAH SAKIT
TNI ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ISTIQOMATUNNISA
1110102000025
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
iii
Skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan benar.
Nama : Istiqomatunnisa
NIM : 1110102000025
Tanda tangan :
NAMA : ISTIQOMATUNNISA NIM : 1110102000025
JUDUL : RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTI DIABETES
DAN EVALUASI BEBAN BIAYA PERBEKALAN
FARMASI PADA PASIEN RAWAT INAP KARTU JAKARTA SEHAT DI RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO
Disetujui Oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Azrifitria, M. Si., Apt Siti Fauziyah, S.Si., M.Farm., Apt NIP. 197211272005012004
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Istiqomatunnisa NIM : 1110102000025 Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Rasionalitas Obat Anti Diabetes dan Evaluasi Beban Biaya Perbekalan Farmasi Pada Pasien Rawat Inap Kartu jakarta sehat di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Dr. Azrifitria, M.Si., Apt ( )
Pembimbing 2 : Siti Fauziyah, S.Si., M.Farm., Apt ( )
Penguji 1 : Yardi, Ph.D, Apt ( )
Penguji 2 : Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt ( )
Nama : Istiqomatunnisa Program Studi : Farmasi
Judul : Rasionalitas Obat Antidiabetes dan Evaluasi Beban Biaya Perbekalan Farmasi Pada Pasien Rawat Inap Kartu jakarta sehat di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo
Diabetes merupakan suatu penyakit heterogen yang gejalanya ditandai dengan peningkatan gula darah yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. World Health Organization (WHO) memprediksi jumlah penderita diabetes melitus akan semakin meningkat pada tahun mendatang, termasuk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kerasionalan penggunaan obat antidiabetes pada pasien rawat inap RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang merupakan pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS) pada tahun 2013 serta untuk mengetahui persentase penggunaan biaya perbekalan farmasi berupa obat-obatan dan bahan medis habis pakai. Adapun aspek kerasionalan obat meliputi penilaian ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, ketepatan pasien, ketepatan cara pemberian, minimal efek samping dan tidak adanya interaksi obat. Peneliti melakukan pengambilan data melalui data sekunder berupa rekam medis pasien periode April-Desember 2013 dengan desain cross-sectional. Teknik pengambilan data berupa total sampling, didapatkan 24 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Pada hasil penyajian data secara deskriptif, penilaian ketepatan berdasarkan pemberian obat antidiabetes pada pasien terdapat tepat dosis sebesar 100 %, tepat indikasi 68,89%, tepat obat 100%, tepat pasien 84,44%, tepat cara pemberian 100% dan tidak adanya interaksi obat 55,56%. Persentase beban biaya perbekalan farmasi obat Diabetes Melitus (DM) sebesar 10%, bahan medis habis pakai 27%, dan obat non DM 63% sedangkan persentase perbekalan farmasi secara keseluruhan (obat DM, obat non DM, dan BMHP) yang dikeluarkan untuk pengobatan pasien rawat inap dabetes melitus kartu jakarta sehat sebesar 25 % dari total pembiayaan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI untuk pasien kartu jakarta sehat.
vii Name : Istiqomatunnisa Program Study : Pharmacy
Title :The Rational Use of Antidiabetic Drugs and Cost of Pharmaceuticals Supplies Evaluation of Kartu Jakarta Sehat Hospitalized in Naval Hospital Dr. Mintoharjo
Diabetes is a heterogeneous disease characterized by an increase in blood sugar caused by a relative or absolute insulin deficiency. World Health Organization (WHO) predicts the number of people with diabetes will increase in the coming year, including Indonesia. This study aims to determine the rational use of antidiabetic drugs in hospitalized patients in Naval Hospital Dr. Mintohardjo of Kartu Jakarta Sehat patients (KJS) in 2013, and to determine the percentage of the cost of pharmaceutical drugs and medical disposable product. Certain stages have been analyzed are indicative valuation accuracy, precision medicine, dose accuracy, patient accuracy, precision mode of administration drug-giving, minimal side effects and no-drug interactions. Researcher perform data retrieval through secondary data from the medical records of patients the period April to December 2013. The method presented in this paper is a cross-sectional study. Data retrieval techniques using total sampling, 24 samples were obtained in accordance with the study inclusion criteria. In presenting the results of descriptive data, accuracy assessments based on the patient’s antidiabetic drug delivery are as follows: 100% for drug-doses, 68.89% for appropriate-drug-indications, 100% for appropriate-drug, 84.44% for appropriate-patients, 100% for appropriate-drug-giving and 55.56% of drug interaction. The percentage of the costs of pharmaceutical Diabetes Mellitus (DM) drugs is 10%, 27% for Medical Disposable Product (MDP), and 63% for non-DM-drugs, while the percentage of the overall pharmaceutical (DM drugs, non-DM drugs, and MDP) incurred for the treatment of diabetes hospitalization of Kartu Jakarta Sehat patients is 25% from the total funding that has been set by the Minister of Health for Kartu Jakarta Sehat patients.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia serta nikmat Iman dan Islam yang tak terhingga. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Syukur atas limpahan cinta dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Rasionalitas Obat Antidiabetes dan Evaluasi Beban Biaya Perbekalan Farmasi Pada Pasien Rawat Inap Kartu jakarta sehat di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT. Ucap syukur tak hingga kepadaNya atas semua kebaikan dan kemudahan yang telah diberikan kepada saya. Zat yang membuat saya senantiasa bersemangat untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. TanpaMu tak ada artinya dunia ini.
2. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt dan Ibu Siti Fauziyah,S.SI, M.Farm., Apt selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, tenaga, dalam penelitian ini juga untuk kesabaran dalam membimbing, memberikan saran, dukungan serta kepercayaannya selama penelitian berlangsung hingga tersusunnya skripsi ini.
3. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan. 5. Seluruh pihak dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
ix
yang telah banyak membantu selama perkuliahan saya di farmasi. Terimakasih untuk ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya. 6. Seluruh civitas Departemen Farmasi RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang
telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan yang sangat besar.
7. Bapak Dwi, Bapak Ari, beserta seluruh pihak karyawan ruang administrasi medik dan mas Rizki selaku karyawan apotek dan seluruh pihak karyawan apotek lainnya yang telah banyak membantu kelancaran dalam pengambilan data.
8. Kedua orang tua saya, abi tersayang Izzuddin, Ak., M.M dan ummi tercinta Titing Irnawati yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tidak pernah henti serta dukungan baik moril maupun materil. Tidak ada yang dapat membalas semua kebaikan dan ketulusan cinta umi dan abi. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan, keselamatan, perlindungan, dan kasih sayang kepada umi dan abi.
9. Kedua mertua saya yang kini sudah menjadi orang tua saya, ayah Ahmad Maksum, MM dan mama Ruchila Yusroyati yang selalu memberikan doa serta dukungan kepada saya. Semoga Allah membalas kebaikan ayah dan mama.
10. Suami saya yang sangat saya cintai, terimakasih atas kesetiaannya menemani dan senantiasa memberikan dukungan moril serta doa yang tiada henti. Terimakasih sayang atas semua kebaikan dan ketulusannya. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan.
11. Adik-adikku tersayang Ahmad Naufal Rabbani, M. Irfan Fadhillah, Amirah Maulani, Sultan Fathani Abdullah, M.Azka, Alisha Syazana Nabilah yang telah menjadi penyemangat saya untuk menjadi kakak teladan untuk kalian. 12. Yusna Fadliyyah Apriyanti, Julia Anggraini, Sri Wahyuni Lestari, Annisa
Alfira, Annisa Fitriana yang senantiasa menjadi sahabat penyemangat, terimakasih atas dukungan dan doanya.
14. Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2010 terimakasih atas kebersamaan kita selama 4 tahun lebih ini.
15. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Kesempurnaan adalah milikNya, begitu pun skripsi ini. Tidak sedikit hambatan yang saya dapatkan dalam menyusun skripsi ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak dan tentunya bermanfaat untuk ilmu pengetahuan. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini.
Ciputat, 10 Juli 2014
xi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Istiqomatunnisa NIM : 11101020000525 Program Stud : Farmasi
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul
RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTI DIABETES DAN EVALUASI BEBAN BIAYA PERBEKALAN FARMASI PADA PASIEN
RAWAT INAP KARTU JAKARTA SEHAT DI RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat Pada Tanggal : 10 Juli 2014
Yang menyatakan,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.4.1 Bagi Penulis ... 4
1.4.2 Bagi RUMKITAL Dr. Mintohardjo ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Rasionalitas Obat ... 6
2.2 Interaksi Obat ... 8
2.2.1 Mekanisme Interaksi Obat ... 9
2.2.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat ... 10
2.3 Diabetes Melitus ... 10
2.3.1 Definisi ... 10
2.3.2 Etiologi & Klasifikasi Diabetes Melitus ... 11
2.3.3 Gejala Diabetes Melitus ... 12
2.3.4 Skrining Diabetes Melitus ... 13
2.3.5 Diagnosis Diabetes Melitus ... 14
2.3.6 Patofisiologi ... 15
2.3.7 Penatalaksanaan ... 16
2.4 Penggolongan Obat Antidiabetes Oral ... 19
2.4.1 Golongan Sulfonilurea ... 20
2.4.2 Golongan Meglitinid ... 22
2.4.3 Biguanid (Metformin) ... 24
2.4.4 Golongan Tiazolidindion ... 25
2.4.5 Penghambat Enzim α-Glikosidase ... 26
2.4.6 Inhibitor Dipeptidyl Peptidase-4 ... 27
2.4.7 Sekuestran Asam Empedu ... 28
xiii
2.4.9 Produk Kombinasi ... 29
2.5 Insulin ... 29
2.5.1 Terapi Insulin Untuk Pasien Rawat Inap ... 29
2.5.2 Kategori Insulin ... 29
2.5.3 Dosis Insulin ... 30
2.6 Perbekalan Farmasi ... 31
2.7 Kartu jakarta sehat (KJS) ... 31
2.7.1 Definisi Kartu Jakarta Sehat ... 31
2.7.2 Tujuan KJS ... 31
2.7.3 Sasaran Program KJS ... 31
2.7.4 Manfaat KJS ... 32
2.8 Tarif Indonesia Case Based Groups (INA CBG’S) ... 32
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 34
3.1 Desain Operasional ... 34
3.1.1Variabel Bebas ... 34
3.1.2 Variabel Terikat ... 34
3.1.2.1 Ketepatan Indikasi ... 34
3.1.2.2 Ketepatan Pemilihan Obat ... 35
3.1.2.3 Ketepatan Regimen Dosis ... 35
3.1.2.4 Ketepatan Cara Pemberian ... 35
3.1.2.5 Ketepatan Pasien ... 35
3.1.2.6 Efek Samping ... 36
3.1.2.7 Interaksi Obat ... 36
3.1.3 Demografi Pasien ... 36
3.1.3.1 Jenis Kelamin ... 36
3.1.3.2 Usia ... 37
3.1.3.3 Jenis Diabetes ... 37
3.2 Desain Penelitian ... 37
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 38
3.3.1 Tempat Penelitian ... 38
3.3.2 Waktu Penelitian ... 38
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 38
3.4.1 Populasi ... 38
3.4.2 Sampel ... 38
3.4.2.1 Kriteria Inklusi Sampel ... 39
3.4.2.2 Kriteria Eksklusi Sampel ... 39
3.5 Prosedur Penelitian ... 39
3.5.1 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian) ... 39
3.5.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 39
3.5.2.1 Penelusuran Dokumen ... 39
3.5.3 Manajemen Data ... 40
3.7 Analisa Data ... 41
3.7.1 Analisis Univariat ... 42
3.7.2 Analisis Bivariat ... 42
3.7.3 Analisa Beban Biaya Perbekalan Farmasi... 43
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
4.1 Demografi Pasien ... 45
4.1.1 Jenis Kelamin... 45
4.1.2 Usia Pasien ... 46
4.1.3 Jenis Diabetes ... 47
4.2 Profil Obat Antidiabetes ... 49
4.2.1 Obat Antidiabetes Tunggal ... 49
4.2.2 Kombinasi Obat Antidiabetes Oral dan Injeksi ... 50
4.3 Analisis Kerasionalan Obat Antidiabetes ... 52
4.3.1 Tepat Indikasi ... 54
4.3.2 Tepat Dosis ... 56
4.3.3 Tepat Pasien ... 57
4.3.4 Tepat Obat ... 58
4.3.5 Tanpa Interaksi Obat ... 60
4.3.6 Tepat Cara Pemberian ... 62
4.3.7 Tanpa Efek Samping ... 63
4.4 Evaluasi Analisis Kerasionalan... 63
4.5 Evaluasi Biaya Perbekalan Farmasi ... 64
4.5.1 Profil Penggunaan Obat Antidiabetes ... 64
4.5.2 Profil Bahan Medis Habis Pakai ... 65
4.6 Keterbatasan Penelitian ... 68
4.6.1 Kendala ... 68
4.6.2 Kelemahan ... 68
4.6.3 Kekuatan ... 69
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
5.1 Kesimpulan ... 70
5.2 Saran ... 71
xv DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kriteria Penegakkan Diagnosis DM ... 13
Tabel 2.2 Target Pelaksanaan Diabetes Melitus ... 17
Tabel 2.3 Dosis Sulfonilurea Generasi Kedua ... 20
Tabel 2.4 Obat Antidiabetes Oral Golongan Sulfonilurea ... 21
Tabel 2.5 Obat Antidiabetes Oral Golongan Meglitinid ... 23
Tabel 2.6 Obat Antidiabetes Oral Golongan Biguanid ... 25
Tabel 2.7 Obat Antidiabetes Oral Golongan Inhibitor Enzim α-Glikosidase ... 27
Tabel 2.8 Karakteristik Insulin ... 30
Tabel 2.9 Pengkodean Jenis Antdiabetik ... 41
Tabel 2.10 Pengkodean Ketepatan ... 41
Tabel 4.1 Demografi Pasien ... 45
Tabel 4.2 Jumlah Penderita Diabetes Melitus Berdasarkan Jenis Diabetes ... 48
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Analisis Ketepatan Indikasi Antidiabetik ... 55
Tabel 4.4 Distribusi Analisis Ketepatan Dosis Antidiabetik Berdasarkan Frekuensi Pemberian Antidiabetik ... 56
Tabel 4.5 Distribusi Analisis Ketepatan Pasien Antidiabetik Berdasarkan Frekuensi Pemberian Antidiabetik ... 58
Tabel 4.6 Distribusi Ketepatan Pemilihan Obat Berdasarkan Frekuensi Pemberian Antidiabetik ... 60
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Analisis Interaksi Obat Berdasarkan Pemberian Antidiabetik ... 61
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Analisis Ketepatan Cara Pemberian Berdasarkan Pemberian Antidiabetik ... 62
Tabel 4.9 Profil Penggunaan Obat Antidiabetes ... 65
Tabel 4.10 Profil Penggunaan Bahan Medis Habis Pakai... 65
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan DM Tipe 2 (Dipiro et, al, 2009) ... 18 Gambar 2.2 Algoritma Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 (American
Diabetes Association, 2009)... 19 Gambar 4.1 Diagram Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin....46 Gambar 4.2 Diagram Distribusi Frekuensi Penderita Diabetes Melitus
Berdasarkan Usia Pasien (%)... 47 Gambar 4.3 Diagram Distribusi Frekuensi Penderita Diabetes Melitus
Berdasarkan Jenis Diabetes ... 48 Gambar 4.4 Distribusi Penggunaan Obat Antidiabetes Tunggal (%) ... 49 Gambar 4.5 Distribusi Penggunaan Obat Antidiabetes Oral Dengan Injeksi ... 51 Gambar 4.6 Distribusi Frekuensi Analisis Ketepatan Berdasarkan Frekuensi
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Surat Permohonan Data dan Izin Penelitian Dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Prodi Farmasi ... 76
Lampiran 2. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian Dari RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat ... 77
Lampiran 3. Rekapitulasi Data Sampel... 78
Lampiran 4. Analisis Penilaian Ketepatan Indikasi ... 94
Lampiran 5. Analisis Penilaian Ketepatan Dosis ... 97
Lampiran 6. Analisis Penilaian Ketepatan Pasien ... 99
Lampiran 7. Analisis Penilaian Ketepatan Obat ... 106
Lampiran 8. Analisis Penilaian Interaksi Obat ... 108
Lampiran 9. Analisis Penilaian Ketepatan Cara Pemberian ... 114
Lampiran 10.Hasil Analisis Ketepatan dan Kerasionalan Berdasarkan Pemberian Antidiabetik pada Pasien Rawat Inap ... 116
Lampiran 11.Hasil Penilaian Kerasionalan Berdsarkan Jumlah Pasien Diabetes Melitus ... 118
Lampiran 12.Hasil Analisis Ketepatan Indikasi Menggunakan Contingency Coefficient ... 120
Lampiran 13.Hasil Analisis Ketepatan Dosis Menggunakan Contingency Coefficient ... 121
Lampiran 14.Hasil Analisis Ketepatan Pasien Menggunakan Contingency Coefficient ... 122
Lampiran 15.Hasil Analisis Ketepatan Obat Menggunakan Contingency Coefficient ... 123
Lampiran 16.Hasil Analisis Ketepatan Cara Pemberian Menggunakan Contingency Coefficient ... 124
Lampiran 17. Hasil Analisis Interaksi Obat Menggunakan Contingency Coefficient ... 125
Lampiran 18.Total Pembiayaan Perbekalan Farmasi Pasien Diabetes Melitus KJS periode April-Desember 2013 ... 127
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan global yang insidensinya semakin meningkat. Sebanyak 346 juta orang di dunia menderita diabetes, dan diperkirakan mencapai 380 juta jiwa pada tahun 2025 (WHO, 2011). Menurut WHO tahun 2000, Indonesia menempati peringkat keempat negara dengan prevalensi diabetes terbanyak di dunia setelah India, Cina, dan Amerika dengan jumlah penderita sebesar 8,4 juta orang. Jumlah ini diasumsikan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2030 (Hilary King et al, 2004).
Peningkatan terjadi akibat bertambahnya populasi penduduk usia lanjut dan perubahan gaya hidup, mulai dari pola makan/jenis makanan yang dikonsumsi sampai berkurangnya kegiatan jasmani. Hal ini terjadi terutama pada kelompok usia dewasa ke atas pada seluruh status sosial-ekonomi (Zahtamal dkk, 2007). Penyakit DM sering menimbulkan komplikasi berupa stroke, gagal ginjal,jantung, nefropati, kebutaan dan bahkan harus menjalani amputasi jika anggota badan menderita luka gangren (Annisa, 2004). Prevalensi penyakit diabetes melitus yang terus menerus meningkat, mengharuskan pemerintah Indonesia untuk senantiasa tanggap dalam penanganan dan pengobatan untuk pasien diabetes melitus.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pengobatan(Jakarta.go.id). KJS yang dilakukan melalui kerja sama dengan PT Askes (Persero) sebagai implementasi Jaminan Kesehatan Nasional melalui Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). Program KJS yang terdapat di RUMKITAL Dr. Mintoharjo baru diberlakukan mulai April hingga Desember 2013.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 440/MENKES/SK/XII/2012, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit perlu adanya sistem pembayaran yang efektif dan efisien. Maka telah ditetapkan tarif rumah sakit berdasarkan Indonesia Case Base Group’s (INA-CBG’s).INA-CBG’s merupakan sistem pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang dikelompokkan berdasarkan ciri klinis yang sama dan pemakaian sumber daya (biaya perawatan) yang sama. Pembayaran per-kode INA CBG’s meliputi biaya dari mulai pasien masuk rumah sakit sampai pasien pulang/sembuh. Satu tarif dibayarkan sekaligus untuk seluruh komponen pelayanan yang meliputi pemeriksaan dokter, penunjang diagnostik (laboratorium, radiodiagnostik, elektromedik, dll), dan obat-obatan, serta akomodasi kelas rawat untuk pasien rawat inap (www.bumn.go.id).
Salah satu komponen pelayanan yang termasuk dalam pembiayaan tarif INA CBG’S adalah biaya perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis, alat kedokteran, dan gasmedik). Biaya perbekalan farmasi merupakan 50 % dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi (Yusmainita, 2005). Akibat besarnya pembiayaan perbekalan farmasi yang harus dikeluarkan oleh rumah sakit, maka sebaiknya rumah sakit perlu mengevaluasi pengeluaran yang mencakup perbekalan farmasi.
pada pasien rawat inap diabetes melitus yang merupakan pasien KJS Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (RUMKITAL) Dr. Mintohardjo periode April hingga Desember 2013, yaitu mengenai rasionalitas penggunaan obat antidiabetes dan evaluasi beban biaya perbekalan farmasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah rasionalitas penggunaan obat antidiabetes yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan obat, ketepatan regimen dosis, ketepatan pasien, ketepatan cara pemberian, interaksi obat, serta efek samping pada pasien rawat inap diabetes melitus kartu jakarta sehat di RUMKITAL Dr. Mintohardjo periode April - Desember 2013?
2. Berapakah persentase penggunaan perbekalan farmasi (obat-obatan dan bahan medis habis pakai) pasien rawat inap diabetes melitus kartu jakarta sehat di RUMKITAL Dr.Mintohardjo periode April - Desember 2013?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai rasionalitas penggunaan obat antidiabetes dan evaluasi beban biaya perbekalan farmasi pada pasien rawat inap diabetes melitus kartu jakarta sehat di RUMKITAL Dr. Mintohardjo ini, bertujuan untuk :
1. Mengevaluasi rasionalitas penggunaan obat antidiabetes yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan obat, ketepatan regimen dosis, ketepatan pasien, ketepatan cara pemberian, interaksi obat, serta efek samping penggunaan obat antidiabetes pada pasien rawat inap diabetes melitus kartu jakarta sehat di RUMKITAL Dr. Mintohardjo periode April – Desember 2013.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Mengetahui dan menganalisa persentase pembiayaan perbekalan farmasi
(obat-obatan dan bahan medis habis pakai) pasien rawat inap diabetes melitus terhadap tarif INA CBG’S yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi penulis, bagi RUMKITAL Dr. Mintohardjo, dan ilmu pengetahuan.
1.4.1 Bagi Penulis
1. Dapat mengetahui rasionalitas obat antidiabetes, sehingga dapat menerapkan materi yang di dapat selama mengikuti perkuliahan dan mengaplikasikannya di lapangan.
2. Mendapatkan gambaran tentang perbekalan farmasi yang perlu diperhatikan sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan mutu kesehatan.
3. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan di bidang analisis biaya perbekalan farmasi.
1.4.2 Bagi RUMKITAL Dr. Mintohardjo
1. Mendapatkan informasi mengenai biaya perbekalan farmasi yang digunakan oleh pasien rawat inap diabetes melitus kartu jakarta sehat periode April – Desember 2013.
2. Mengetahui persentase penggunaan perbekalan farmasi yang digunakan oleh pasien rawat inap diabetes melitus kartu jakarta sehat periode April – Desember 2013.
3. Menjadi gambaran bagi dokter dan tenaga farmasi mengenai penggunaan obat antidiabetes pada pasien rawat inap diabetes melitus kartu jakarta sehat periode April – Desember 2013.
melitus kartu jakarta sehat sehingga diperoleh pengobatan yang efektif, aman, dan efisien.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rasionalitas Obat
Penggunaan Obat secara Rasional (POR) atau Rational Use of Medicine (RUM) merupakan suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi penggunaan obat rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kata kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu, dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif.
Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan indikator 8 tepat dan 1 waspada. indikator 8 tepat dan 1 waspada tersebut adalah tepat diagnosis, tepat pemilihan obat, tepat indikasi, tepat pasien, tepat dosis, tepat cara dan lama pemberian, tepat harga, tepat informasi dan waspada terhadap efek samping obat. Penggunaan obat yang dapat dianalisis adalah penggunaan obat melalui bantuan tenaga kesehatan maupun swamedikasi oleh pasien. Berikut ini adalah penjabaran dari Indikator rasionalisasi obat yaitu 8 tepat dan 1 waspada: 1. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan Ameobiasis maka akan diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah Amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan metronidazol.
2. Tepat pemilihan obat
Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin.
3. Tepat indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter.
4. Tepat pasien
Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat.
5. Tepat dosis
Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu.
6. Tepat cara dan Lama pemberian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terapi. Contohnya penggunaan antibiotika Amoxicillin 500 mg dalam penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat.
7. Tepat harga
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal.
8. Tepat informasi
Informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Misalnya pada peresepan rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya berwarna merah.
9. Waspada efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi (Swestika, 2012).
2.2 Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005).
rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007).
2.2.1 Mekanisme Interaksi Obat
Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat : 1. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya (BNF 58, 2009).
Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe : a. Interaksi pada absorbsi obat
b. Interaksi pada distribusi obat c. Interaksi pada metabolisme obat d. Interaksi pada ekskresi obat (Stockley, 2008)
2. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi (BNF 58, 2009).
Interaksi farmakodinamik terdiri dari beberapa tipe : a. Interaksi aditif atau sinergis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.2.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat
Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level : minor, moderate, atau major.
1. Keparahan minor
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan absorbsi ciprofloxacin oleh antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya (Bailie, 2004).
2. Keparahan moderate
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit. Contohnya adalah dalam kombinasi vankomisin dan gentamisin perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas (Bailie, 2004).
3. Keparahan major
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen (Bailie, 2004).
2.3 Diabetes Melitus 2.3.1 Definisi
Berbagai pengertian diabetes melitus (DM) menurut banyak ahli :
2. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jikatelah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai oleh hiperglikemia puasa, aterosklerotik, mikroangiopati, dan neuropati.Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya (Sylvia Anderson Price and Lorraine McCarty, 1995).
3. Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopik elektron (Mansjoer, 2001).
2.3.2 Etiologi & Klasifikasi Diabetes Melitus
Penyebab diabetes melitus menurut American College of Clinical Pharmacy berdasarkan klasifikasinya adalah :
1. Diabetes Melitus (DM) Tipe 1
i. Diakibatkan oleh hancurnya sel β pankreas sehingga menyebabkan produksi insulin berkurang
ii. Hampir 5%-10% yang menderita DM tipe 1
iii. Dikenal sebagai insulin-dependent diabetes atau juvenile-onset diabetes
iv. Prevalensi di Amerika: 0,12 % atau sekitar 340.000 penderita DM v. Biasanya dideita oleh anak-anak atau orang dewasa muda
vi. Biasanya pada anak-anak gejala onsetnya lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa tua
2. Diabetes Melitus Tipe 2
i.Diakibatkan karena adanya resistensi insulin akibat kerusakan sekresi insulin
ii.Hampir 90%-95% yang menderita DM tipe 2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta iv.Prevalensi di Amerika : 7,8% atau sekitar 23,6 juta
v.Penderita DM tipe 2 ini biasanya menderita obesitas 3. MODY (Maturity-Onset Diabetes of the Young)
a. Diakibatkan karena penyakit genetik yang disebabkan karena melemahnya aksi insulin
b. Biasanya diderita pada umur dibawah 25 tahun dan termasuk DM tipe 1 dan 2
4. Diabetes Gestational
a. Terjadi intoleransi glukosa selama masa kehamilan b. Prevalensi : 1%-14% pada wanita hamil
c. Banyak terjadi pada trimester ketiga 5. Prediabetes
a. Lemahnya toleransi glukosa b. Lemahnya glukosa puasa 6. Tipe DM Lain
a. Kerusakan genetik pada fungsi sel β atau aksi insulin
b. Penyakit pada pankreas (seperti pankreatitis, neoplasia, cyctic fibrosis) c. Induksi kimia atau obat (seperti glukokortikoid, asam nikotinat,
penghambat protease, antipsikosis atipikal)
2.3.3 Gejala Diabetes Melitus
Tabel 2.1 Kriteria Penegakkan Diagnosis DM
2.3.4 Skrining Diabetes Melitus
Berdasarkan American College of Clinical Pharmacy, terdapat beberapa cara untuk menskrining penyakit diabetes melitus berdasarkan tipe DM, yaitu : 1. Diabetes melitus tipe 1
a. Pasien dengan gejala-gejala yang menunjukkan DM Tipe 1 b. Pasien yang tidak menunjukkan gejala dan beresiko tinggi, yaitu :
i. Memiliki riwayat keluarga penderita hiperglikemia atau DM tipe 1
ii. Terdapat autoantibodi pada penderita DM tipe 1 2. Diabetes melitus tipe 2
a. Umur 45 tahun atau lebih, berulang setiap 3 tahun jika normal
b. Untuk orang muda yang memiliki BMI 25 kg/m2 atau lebih besar dan terdapat salah satu faktor resiko tersebut :
i. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular ii. Lemahnya glukosa puasa atau glukosa toleran iii. Memiliki riwayat polycystic fibrosis
iv. HDL-C kurang dari 35 mg/dL dan atau trigliserida (TG) lebih besar dari 250 mg/dL
v. Hipertensi
vi. Wanita dengan diagnosis diabetes gestational atau wanita yang memiliki bayi dengan berat lebih dari 4,1 kg (9 lb)
vii.Etnis yang beresiko tinggi : African, Latino, American, Asian American, Pulau Pasifik
viii.Inaktif fisik
Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma Puasa 2 jam setelah makan Normal < 100 mg/dl < 140 mg/dl
Pra-Diabetes 100 -125 mg/dl -
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Diabetes gestational
a. Usia kehamilan 24-28 minggu dengan menggunakan 75 gram oral glucose tolerance test(OGTT)
b. Jika DM gestational telah di diagnosis, selama 6-12 minggu sesudah kelahiran
2.3.5 Diagnosis Diabetes Melitus
Berdasarkan American College of ClinicalPharmacy, terdapat beberapa cara diagnosa untuk mendiagnosis DM berdasarkan tipe DM :
1. Diagnosa DM Tipe 1 dan 2
I.Parameter glikemik pada pasien yang tidak hamil i. Fasting PlasmaGlucose (FPG)
(a) Metode termudah dan sering digunakan (b) 126 mg/dL atau lebih
ii. Random Plasma Glucose
(a) 200 mg/dL atau lebih dengan gejala hiperglikemia
(b) Gejala hiperglikemia disertai dengan poliuria, polidipsia, dan kehilangan berat badan
(c) Konsentrasi hemoglobin A1c (A1c) baik iii. Test Toleran Glukosa Oral
(a) Konsentrasi glukosa plasma selama 2 jam proses pencernaan dengan 75 gram glukosa oral
(b) 200 mg/dL atau lebih
(c) Lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan FPG tetapi tidak praktis bila digunakan
iv. Dengan hasil test yang abnormal, pasien sebaiknya di tes kembali v. A1c (hemoglobin)
(a) 6,5% atau lebih
(c) Nilai A1c tidak akurat pada pasien penderita anemia hemolitik, malaria kronik, atau pasien yang baru saja menerima transfusi darah atau kehilangan banyak darah
b. Test diagnosa lain
i. C-peptida (kadar sekresi insulin biasanya tidak teralu berarti pada DM tipe 1 dan normal atau tinggi pada DM tipe2)
ii. Terdapat sel autoantibodi
2. Diagnosis diabetes gestational : parameter glikemik pada pasien hamil a. 75 gram OGTT pada kehamilan 24-28 minggu
i. Puasa : 92 mg/dL atau lebih
ii. 1 jam setelah OGTT : 180 mg/dL atau lebih iii. 2 jam setelah OGTT : 153 mg/dL atau lebih 3. Diagnosis prediabetes
a. Berkurangnya glukosa puasa : FPG diantara 100 – 125 mg/dL
b. Berkurangnya glukosa toleran : 2 jam glukosa plasma setelah OGTT (75 g diantara 140 dan 199 mg/dL)
2.3.6 Patofisiologi
Diabetes melitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia yang bersifat kronik yang dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Diabetes melitus disebabkan oleh sebuah ketidakseimbangan atau ketidakadanya persediaan insulin atau tak sempurnanya respon seluler terhadap insulin ditandai dengan tidak teraturnya metabolisme.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta metabolisme meningkat kemudian terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis) terjadi peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan ketonuria (keton didalam urin) dan kadar natrium serta PH serum menurun yang menyebabkan asidosis (Price, 2000).
Resistensi sel terhadap insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun sehingga kadar glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikeminya parah dan melebihi ambang ginjal maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polifagi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria menyebabkan keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar (polifagi). Selain itu juga polifagi juga disebabkan oleh starvasi (kelaparan sel). Pada pasien DM penggunaan glukosa oleh sel juga menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menurun sehingga tubuh menjadi lemah.
Hiperglikemia juga dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang akan menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat mengakibatkan terjadinya infeksi dan terjadi gangren atau ulkus. Gangguan pembuluh darah juga menyebabkan aliran ke retina menurun sehingga suplai makanan dan oksigen berkurang akibatnya pandangan menjadi kabur.
Akibat perubahan mikrovaskular adalah perubahan pada struktur dan ginjal sehingga terjadi nefropati. Diabetes juga mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati (Price, 2000).
2.3.7 Penatalaksanaan
Menurut Persatuan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) terdapat dua macam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Terapi Tanpa Obat
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan fisik yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel beta terhadap stimulus glukosa.
ii. Olahraga, berolah raga secara teratur akan menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat Continuous, Rhymical,Interval, Progressive, Endurance Training dan disesuaikandengan kemampuan serta kondisi penderita. Beberapa olahraga yang disarankan antara lain jalan, lari, bersepeda dan berenang, dengan latihan ringan teratur setiap hari, dapat memperbaiki metabolisme glukosa, asam lemak, ketone bodies, dan merangsang sintesis glikogen.
b. Terapi obat, apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat. Terapi obat dapat dilakukan dengan antidiabetes oral, terapi insulin atau kombinasi keduanya (Anonim, 2006).
Menurut American College of Clinical Pharmacy merekomendasikan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan DM
Tabel 2.2 Target Pelaksanaan Diabetes Melitus
Parameter Kadar Ideal yang Diharapkan
Kadar plasma glukosa puasa 70-130 mg/dl Kadar plasma glukosa setelah makam < 180 mg/dl
Kadar hemoglobin A1c < 7 %
Kadar HDL >45mg/dl untuk pria
>50 mg/dl untuk wanita
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan DM Tipe 2 (Dipiro et, al, 2009)
Awal Intervensi
Edukasi/nutrisi/olahraga
Monoterapi/kombinasi awal sulfonilurea dan
atau metformin Target :
HbA1c < 6,5 -7,0 % (Penurunan 0,5-1,0%) GDS : 110 – 130 mg/dl
GDPP : 140 - 180
Target tercapai
Di cek A1c tiap 3-6
Pilihan monoterapi lain: Pioglitazon
Rosiglitazon Nateglinid Repaglinid Akarbose/insulin Insulin analog
Target tidak tercapai setelah 3
bulan
Kombinasi lain : Metformin/sulfonilurea dengan
pioglitazon/rosiglitazon atau akarbose/miglitol Metformin dengan nateglinid
/insulin/insulin analog (monoterapi/kombinasi)
Target tercapai
Kombinasi sulfonilurea
Terapi dilanjutkan atau dicek A1c tiap
3-6 bulan
Target tercapai
Terapi dilanjutkan atau dicek A1c tiap
3-6 bulan
Target tidak tercapai setelah 3-6 bulan
Insulin kerja menengah atau 1x perhari glargin. Sebelum pemberian insulin kerja regular atau lispro/aspart tambah 3 kombinasi antidiabetik oral
Gambar 2.2 Algoritma Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 (American Diabetes Association, 2009)
Langkah 1 : Terapi tervalidasi baik
Langkah 2 : Terapi tidak tervalidasi baik
2.4 Penggolongan Obat Antidiabetes Oral
Menurut American College of Clinical Pharmacy, terdapat 9 golongan antidiabetes oral (ADO) DM tipe 2 dan telah dipasarkan di Indonesia yakni golongan: sulfonilurea, meglitinid, biguanid, penghambat α-glukosidase, tiazolidindion, penghambat dipeptidyl peptidase-4, sekuestran asam empedu, bromokriptin, dan produk kombinasi. Kesembilan golongan ini dapat diberikan pada DM tipe 2 yang tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan latihan fisik saja.
STEP 1
STEP 2
STEP 3 Awal intervensi
Gaya hidup + Metformin
Gaya hidup + Metformin +
Insulin basal
Gaya hidup + Metformin +
Sulfonilurea*
Gaya hidup + Metformin +
Insulin intensif
Gaya hidup + Metformin +
Pioglitazon
Gaya hidup + Metformin +
Agonis GLP-1
Gaya hidup + Metformin +
Pioglitazon + Sulfonilurea
Gaya hidup + Metformin +
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.4.1 Golongan Sulfonilurea
a. Mekanisme Kerja
Mengikat reseptor pada sel β pankreas, membentuk membran depolarisasi dengan stimulasi sekresi insulin.
b. Generasi pertama yaitu seperti tolbutamide, chlorpropamide
c. Generasi kedua sulfonilurea seperti gliburid, glipizid, glimepirid, glibenklamid
Tabel 2.3 Dosis Sulfonilurea Generasi Kedua
d. Efek Merugikan
i. Umum : Hipoglikemia, penambahan berat badan
ii. Jarang terjadi : Ruam kulit, sakit kepala, nausea, vomiting, fotosensitivitas.
e. Kontraindikasi
i. Hipersensitivitas dengan sulfonamide
ii. Pasien dengan tidak sadar menderita hipoglikemi
iii. Fungsi ginjal tidak berfungsi dengan baik (glipizid merupakan pilihan yang lebih baik daripada gliburid atau glimepirid pada pasien yang geriatri atau memiliki kelemahan pada ginjal karena obat atau metabolit aktif tidak dapat dieliminasi di dalam ginjal).
Obat Dosis Maksimal Dosis per Hari
(mg) Gliburid
(nonmicronized)
2,5 – 5,0 mg 1atau 2x sehari
20
Gliburid (micronized)
1,5 – 3 mg 1 atau 2x sehari
12
Glipizid 5mg 1 atau 2x sehari (extended release)
40
Glimepirid 1-2 mg 1x sehari 8
Glikuidon 15 mg/hari 60
f. Efikasi
i. Reduksi 1%-2% A1c
ii. Semua pengobatan untuk mengobati hiperglikemia vii. Interaksi Obat
Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obat sulfonilurea, sehingga risiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai.. Obat atau senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat hipoglikemik sulfonilurea antara lain : alkohol, fenformin, sulfonamida, salisilat, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezide, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin, steroida anabolitik, fenfluramin, dan klofibrat.
Tabel 2.4 Obat Antidiabetes Oral Golongan Sulfonilurea Obat Antidiabetes Oral Keterangan Gliburid
(Glibenklamid) Contoh sediaan :
• Glibenklamid (generik) • Abenon (Heroic) • Clamega
• Condiabet • Daonil (Aventis)
Memiliki efek hipoglikemik yang poten sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Gliburid di metabolisme dalam hati, hanya 25 % metabolit di ekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Gliburid efektif dengan pemberian dosis tunggal. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam. Diperkirakan mempunyai efek terhadap agregasi trombosit. Dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada pasien gangguan ginjal dan hati (Handoko dan Suharto, 1995)
Gliklazid Contoh sediaan :
• Diamicron (Darya Varia) • Glibet (Dankos)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta • Glicab
• Glidabet
fungsi hati dan ginjal (Soegondo, 1995b)
Glimepirid Contoh sediaan :
• Amaryl
Memiliki waktu mula kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama, sehingga umum diberikan dengan cara pemberian dosis tunggal. Untuk pasien yang berisiko tinggi, yaitu pasien usia lanjut, pasien dengan gangguan ginjal atau yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini. Dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang menimbulkan efek hipoglikemik pada awal pengobatan (Soegondo, 1995b) Glikuidon
Contoh sediaan :
• Gluronerm (Boehringer ingelhem)
Mempunyai efek hipoglikemik sedang dan jarang menimbulkan serangan hipoglikemik. Karena hampir seluruhnya diekskresi melalui empedu dan usus, maka dapat diberikan pada pasien gangguan ginjal dan hati yang agak berat (Soegondo, 1995b)
2.4.2 Golongan Meglitinid a. Mekanisme Kerja
b. Dosis
i. Repaglinid
(a) Dosis lazim : 0,5 – 1 mg 15 menit sebelum makan (b)Dosis maksimum per hari :16 mg
ii. Nateglinid
(a)120 mg sebelum makan
(b)60 mg jika A1c mendekati tujuan yang diinginkan c. Efek Merugikan
Hipoglikemia (lebih kecil dibandingkan dengan sulfonilurea), berat badan berkurang, infeksi pernapasan meningkat.
d. Kontraindikasi i. Hipersensitivitas
ii. Penggunaan repaglinid dengan gemfibrozil dapat meningkatn konsentrasi repaglinid
e. Efikasi
i. Reduksi 0,5%-1,5% A1c (repaglinide menunjukkan penurunan A1c lebih dari nateglinid
ii. Lebih efektif pada postprandial glukosa
Tabel 2.5 Obat Antidiabetes Oral Golongan Meglitinid Obat Antidiabetes Oral Keterangan Repaglinid
Contoh sediaan :
• Prandin/NovoNorm/GlucoNorm
Merupakan turunan asam benzoat. Mempunyai efek hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian per oral, dan diekskresi secara cepat melalui ginjal. Efek samping yang mungkin terjadi adalah keluhan saluran cerna (Soegondo, 1995b) Nateglinid
Contoh sediaan : • Starlix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta oral dan diekskresi trutama melalui ginjal. Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan obat ini adalah keluhan infeksi saluran nafas atas (ISPA) (Soegondo, 1995b).
2.4.3 Biguanid (Metformin) a. Mekanisme Kerja
Mereduksi glukoneogenesis hati, juga menimbulkan efek yang menguntungkan sehingga meningkatkan sensitivitas insulin
b. Dosis
i. Dosis lazim : 500 mg 1 atau 2x sehari ii. Dosis maksimal per hari : 2250 mg
iii. Dapat meningkatkan interval pemakaian mingguan
iv. Menurunkan dosis lazim dan titrasi lambat pada gastrointestinal (GI) c. Efek Merugikan
i. Umum : Nausea, vomiting, diare
ii. Jarang terjadi : Menurunkan konsentrasi vitamin B12, asidosis laktat iii. Gejala asidosis laktat termasuk nausea, vomiting, meningkatkan laju
respirasi, sakit perut, syok, takikardia. d. Kontraindikasi
i. Kelemahan pada ginjal ii. Usia 80 tahun atau lebih
iii. Resiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskular iv. Kelemahan hati
e. Efikasi
i. Reduksi 1%-2% A1c
ii. Mereduksi TG dan kehilangan berat badan
vi. Interaksi Obat
Mengganggu absorpsi vit B12, berinteraksi dengan simetidin dengan menurunkan klirens metformin di ginjal.
Tabel 2.6 Obat Antidiabetes Oral Golongan Biguanid
2.4.4 Golongan Tiazolidindion a. Mekanisme Kerja
i. Proliferator peroksisom mengaktifkan reseptor gamma antagonis ii. Meningkatkan sensitivitas insulin dan produksi metabolisme glukosa b. Dua golongan : Pioglitazon dan Rosiglitazon
c. Dosis
i. Pioglitazon
(a) Lazim: 15 mg 1x sehari (b) Maksimal per hari : 45 mg ii. Rosiglitazon
(a) Lazim : 1-2 mg 1x sehari (b) Maksimal per hari : 8 mg d. Efek Merugikan
i. Kehilangan berat badan ii. Retensi cairna
Obat Antidiabetes Oral Keterangan Metformin
Contoh sediaan :
• Metformin (generik) • Benoformin
• Bestab
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta iii.Fraktur tulang
iv.Meningkatkan resiko gagal jantung v. Meningkatkan infark miokardia e. Kontraindikasi
i. Kelemahan ginjal ii. Gagal jantung f. Efikasi
i. Reduksi 0,5-1,4% A1c
ii. Keduanya meningkatkan HDL-C, tetapi pioglitazon mempunyai efek yang lebih baik untuk mereduksi LDL-C dan TG bila dibandingkan dengan rosiglitazon
2.4.5 Penghambat Enzim α-Glikosidase a. Mekanisme Kerja
Obat ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim α-glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan dan absorpsi buruk.
Akarbosa paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila akarbosa diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrosa, polisakarida, dan maltosa (Departemen Farmakologi dan Terapi Universitas Indonesia).
b. Dua obat : Akarbosa dan miglitol c. Dosis
d. Efek Merugikan i. Diare, sakit perut
ii. Meningkatkan enzim di hati dengan meningkatnya dosis akarbosa e. Kontraindikasi : Inflamasi pada perut, ulserasi usus kecil, obstruksi
pencernaan f. Efikasi :
i. Reduksi 0,5%-0,8% A1c
ii. Tidak efektif pada pasien dengan diet karbohidrat rendah vii. Interaksi Obat
Acarbose : Diperlemah oleh kolestiramin, absorben usus, enzim pencernaan
Tabel 2.7 Obat Antidiabetes Oral Golongan Inhibitor Enzim α-Glikosidase Obat Antidiabetes Oral Keterangan
Akarbosa Contoh sediaan :
• Glucobay (Bayer) • Precose
Akarbosa dapat diberikan dalam terapi kombinasi dengan sulfonilurea, metformin, atau insulin.
Miglitol
Contoh sediaan : • Glycet
Miglitol biasanya diberikan dalam etrapi kombinai dengan obat-obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea
2.4.6 Inhibitor Dipeptidyl Peptidase-4
a. Mekanisme Kerja : Menghambat kerusakan glukagon-like-peptide-1 (GLP 1), dapat meningkatkan sekresi insulin 1
b. Dua golongan : Sitagliptin dan saxagliptin c. Dosis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta d. Efek Merugikan
i. Infeksi saluran urin,s akit kepala ii. Hipoglikemia
v. Sitagliptin pada beberapakondisi dapat menyebabkan pankreatitis akut, angioderma, sindrom steven-johnson dan anafilaksis.
e. Kontraindikasi iii. Hipersensitivitas
iv. Memiliki riwayat pankreatitis f. Efikasi : Reduksi 0,5-0,8% A1c
2.4.7 Sekuestran Asam Empedu a. Mekanisme Kerja
i. Menurunkan konsentrasi glukosa belum diketahui ii. Asam empedu digunakan untuk managemen kolesterol b. Dosis 625 mg 1x sehari atau 625 mg 2x sehari
c. Efek Merugikan : Konstipasi, dispepsia, nausea,vomiting d. Efikasi : Reduksi 0,3%-0,5% A1
e. Kontraindikasi
i. Pada pasien obstruksi perut, serum TG lebih besar dari 500 mg/dL ii. Pasien dengan keadaan tidak dapat menelan, disfasia, serum TG dengan
konsentrasi lebih dari 300 mg/dL
2.4.8 Bromokriptin
a. Mekanisme Kerja: Belum diketahui b. Dosis
i. Lazim : 0,8 mg 1x sehari, bersamaan dengan makanan ii. Maksimal per hari : 4,8 mg
c. Efek Merugikan : Nausea, vomiting, malas, sakit kepala, hipotensi, kelaparan
d. Kontraindikasi
2.4.9 Produk Kombinasi
a. Metformin dengan : Gliburid, glipizid, sitagliptin, repaglinid, pioglitazon, rosiglitazon
b. Glimepirid dengan : Pioglitazon atau rosiglitazon
2.5 Insulin
2.5.1 Terapi Insulin Untuk Pasien Rawat Inap
Pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama pasien yang memerlukan perawatan di ruang intensif, misalnya pasien ketoasidosis, pasca operasi, atau pasien penyakit gawat seperti sepsis. Kelompok kedua adalah pasien yang tidak memerlukan perawatan di ruang intensif, misalnya pasien praoperatif atau pasien dengan penyakit yang tidak gawat.
Secara umum, cara pemberian terapi insulin bagi kedua kelompok di atas memiliki perbedaan. Pasien yang dirawat di ruang intensif umumnya memerlukan terapi intensif dengan cara pemberian insulin infus (drip) intravena atau secara intramuskular. Cara intramuskular jarang dilakukan dan hanya dilakukan bila fasilitas insulin drip intravena tidak tersedia. Pasien yang dirawat di ruang biasa umumnya tidak memerlukan terapi insulin infus intravena. Terapi untuk pasien ini cukup dengan pemberian subkutan atau dengan pompa insulin (CSII). Bahkan pada kasus yang ringan, terapi dengan obat antidiabetik oral masih dapat diberikan untuk pasien DM, terutama pasien DM tipe 2 (PERKENI, 2007).
2.5.2 Kategori Insulin
Berdasarkan durasi terapi setelah injeksi,insulin dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. insulin kerja cepat/short acting : insulin regular
b. insulin kerja sangat cepat/rapid acting : insulin aspart, lispro, dan glulisin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta d. insulin kerja panjang/long acting : Insulin glargine dan detemir, tidak
dapat dikombinasikan dengan insulin lain.
Tabel 2.8 Karakteristik Insulin
Kategori Nama Obat Onset
Waktu Injeksi Sebelum
Makan (menit)
Puncak (jam)
Durasi (jam) Kerja
cepat Regular
30-60
menit 30 2-3 4-6
Kerja sangat
cepat
Aspart/lispro/glulisin 5-20
menit 15 1-3 3-5
Kerja menengah
NPH Lente
1-2
jam Tidak tersedia 4-8 10-20 Kerja
panjang Detemir, Glargine
2-4 jam 1-2 jam
Tidak tersedia 6-8
(Peakless) 6-24
(sumber : American College of Clinical Pharmacy dan Farmakologi & Terapi)
2.5.3 Dosis Insulin
Kebutuhan insulin pada pasien DM umumnya berkisar antara 5-150 U sehari, tergantung keadaan pasien. Selain faktor tersebut, untuk penetapan dosis perlu diketahui kadar glukosa darah puasa dan dua jam sesudah makan serta kadar glukosa dalam urin empat porsi, yaitu antara jam 7-11, jam 12-16, jam 16-21, dan jam 21-7.
Dosis terbagi insulin digunakan pada DM : a. tidak stabil dan sukar dikontrol
b. bila hiperglikemi berat sebelum makan pagi tidak dapat dikoreksi dengan insulin dosis tunggal per hari
Dosis awal pasien DM muda 0,7-1,5 U/kg berat badan. Untuk terapi awal, regular insulin dan insulin kerja sedang merupakan pilihan dan diberikan 2 kali sehari. Untuk DM dewasa yang kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30 menit sbeelum makan pagi dan 4-5 U sebelum makan malam, DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam. Dosis ditingkatkan secara bertahap sesuai hasil pemeriksaan glukosa darah dan urin (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
2.6 Perbekalan Farmasi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radiofarmasi, dan gas medis.
2.7 Kartu jakarta sehat (KJS) 2.7.1 Definisi Kartu Jakarta Sehat
KJS merupakan suatu program jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui UP. Jamkesda Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta kepada masyarakat dalam bentuk bantuan pengobatan (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2012).
2.7.2 Tujuan KJS
Tujuan dibuatnya KJS adalah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi penduduk Provinsi DKI Jakarta terutama bagi keluarga miskin dan kurang mampu dengan sistem rujukan berjenjang (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2012).
2.7.3 Sasaran Program KJS
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kesehatan, diluar program Askes, atau asuransi kesehatan lainnya (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2012).
2.7.4 Manfaat KJS
Adapun manfaat diberlakukannya KJS adalah :
1. Rawat Jalan diseluruh Puskesmas Kecamatan / Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.
2. Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) di Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat II, (RSUD, RS vertikal dan RS Swasta yang bekerjasama dengan UP. Jamkesda) wajib dengan rujukan dari Puskesmas.
3. Rawat Inap (RI) di Puskesmas dan Rumah Sakit yang bekerjasama dengan UP. Jamkesda (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2012).
2.8 Tarif Indonesia Case Based Groups (INA CBG’S)
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 69 tahun 2013, tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG’s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit. Sistem INA CBG’s digunakan sebagai aplikasi pengajuan klaim rumah sakit, puskesmas dan semua Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) bagi masyarakat miskin Indonesia.
Sistem Casemix INA CBG’s adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis (George Palmer, Beth Reid).
Case Base Groups (CBG), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis.
34 BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Operasional 3.1.1 Variabel Bebas
3.1.1.1 Penggolongan Obat Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Melitus Definisi : Penggolongan obat antidiabetes yang digunakan untuk
pengobatan diabetes melitus. Skala : Nominal
Kategori : a. Sulfonilurea b. Biguanid c. Tiazolidindion d. Meglitinid
e. Penghambat α-glukosidase
f. Penghambat dipeptidil peptidase-4 g. Sekuestran asam empedu
h. Bromokriptin
i. Obat Antidiabetes Injeksi j. Produk kombinasi
3.1.2 Variabel Terikat 3.1.2.1 Ketepatan Indikasi
Definisi : ketepatan pemilihan obat antidiabetes yang sesuai dengan indikasi berdasarkan pedoman pengobatan.
Skala : Nominal Kategori :
3.1.2.2 Ketepatan Pemilihan Obat
Definisi : ketepatan pemilihan obat antidiabetes pada pasien yang di rawat di ruang rawat inap berdasarkan algoritma pengobatan diabetes melitus yang disesuaikan dengan pengobatan yang telah diberikan sebelumnya.
Skala : Nominal Kategori :
i. Tepat ii. Tidak Tepat
3.1.2.3 Ketepatan Regimen Dosis
Definisi : ketepatan pemberian regimen dosis obat antidiabetes pada pasien yang di rawat di ruang rawat inap berdasarkan pedoman pengobatan.
Skala : Nominal Kategori :
i. Tepat ii. Tidak Tepat
3.1.2.4 Ketepatan Cara Pemberian
Definisi : ketepatan cara dan lama pemberian regimen dosis yaitu aturan pemakaian obat antidiabetes pada pasien yang di rawat di ruang rawat inap berdasarkan pedoman pengobatan.
Skala : Nominal Kategori :
i. Tepat ii. Tidak Tepat
3.1.2.5 Ketepatan Pasien
Definisi : ketepatan pemberian obat sesuai kondisi patofisiologis pada pasien diabetes melitus yang di rawat di ruang rawat inap berdasarkan pedoman pengobatan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kategori :
i. Tepat ii. Tidak Tepat
3.1.2.6 Efek Samping
Definisi : efek samping yang ditimbulkan akibat pemberian obat antidiabetes pada pasien yang di rawat di ruang rawat inap berdasarkan Drug Information Handbook.
Skala : Nominal Kategori :
i. Ada ii. Tidak Ada
3.1.2.7 Interaksi Obat
Definisi : Interaksi obat yang terjadi pada penggunaan obat antidiabetes dengan obat antidiabetes atau obat antidiabetes dengan obat lainnya berdasarkan Drug Information Handbook.
Skala : Nominal Kategori :
i. Ada ii. Tidak Ada
3.1.3 Demografi Pasien
Demografi pasien adalah penyebaran pasien yang dapat dilihat dari karakteristik pasien (jenis kelamin, usia, dan jenis diabetes).
3.1.3.1Jenis Kelamin Skala : Nominal Kategori : i. Laki-laki
3.1.3.2Usia
Penggolongan usia pasien berdasarkan Departemen Kesehatan RI (DEPKES RI, 2009). DEPKES RI mengklasifikasikan usia manusia menjadi 8 kategori, yaitu :
i. 5-11 tahun : Masa kanak-kanak ii. 12-16 tahun : Masa remaja awal iii. 17-25 tahun : Masa remaja akhir iv. 25-35 tahun : Masa dewasa awal v. 36-45 tahun : Masa dewasa akhir vi. 46-55 tahun : Masa lansia awal vii. 55-65 tahun : Masa lansia akhir viii. 65-sampai di atas : Manula
3.1.3.3Jenis Diabetes
Bila kadar glukosa darah tidak dapat terkontrol, maka pasien diabetes melitus dapat mengalami komplikasi. Maka jenis diabetes ini dapat dibagi ke dalam dua kelompok :
i. Diabetes melitus tanpa komplikasi ii. Diabete melitus disertai komplikasi
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder, yakni berupa catatan rekam medis pasien penderita diabetes melitus sebagai pasien KJS yang dirawat di ruang rawat inap diabetes melitus Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (RUMKITAL) Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat selama periode April – Desember 2013.