• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015 SKRIPSI"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP

RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh : Tirza Yunita NIM : 138114075

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017

(2)

ii

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP

RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh : Tirza Yunita NIM : 138114075

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, hikmat, dan kasih-Nya yang tidak pernah berhenti dianugrahkan kepada penulis setiap harinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan naskah skripsi yang berjudul “Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotika Pasien Infeksi Saluran Kemih Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mempeoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penyusunan skripsi, penulis telah banyak melibatkan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas segala waktu dan ilmu yang diberikan untuk membimbing, mendampingi dalam penyusunan dari awal hingga selesainya skripsi ini. 3. Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt., dan Ibu Putu Dyana Christasani, M.Sc.,

Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan ilmu dan saran untuk membantu penulis menyusun naskah.

4. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala kesabaran dan waktu untuk selalu memotivasi, membimbing, dan mendukung selama masa perkuliahan.

5. Staff, Apoteker, dan Dokter RS Bethesda Yogyakarta selama proses pengambilan data skripsi di RS Bethesda Yogyakarta atas waktu yang diberikan.

6. Mas Eko dan Tim Komite Etik Fakultas Kedokteran UKDW yang memberikan arahan dan izin pada penulis.

7. Kedua orang tua, Surat Suroso dan Puji Haryani dan kakak laki-lakiku, Otniel Danu Suroso yang selalu memberikan motivasi dan menjadi penopang disaat

(8)

viii

merasa lelah, serta mendukung dalam bentuk doa dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga besar, Tante Atik, Tante Upik, Mbak Murtini, Mbak Fitri, Keluarga GSJA Diakonos Semarang yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 9. Teman-teman Skripsi De-One, teman seperjuangan : Krispina Priska Adriani,

Wilda Apriliana Datuan, Yohanes Hastya Ekaristiadi atas kerjasama, bantuan, penyokong selama penelitian berlangsung.

10. Sahabat-sahabat penulis, Edwin, Om Kage, Asti, Vania, Intan, Efan, Yaya, Melissa, Cede, Tabita, Diva, Daniella, Ratna, Kak Betzy, Kak Henzu atas kebersamaan dan penyemangat.

11. Teman kelompok “Betutu’s Family”, Ajeng, Sari, Cewe, Puspa, Tiwi, Hastya, Chandra, Gilang, Priska untuk kerjasama selama pekuliahan dari awal sampai akhir kuliah dan kebersamaannya selama ini.

12. Teman-teman kost, Susan, Windi, Valen, Mbak Desi, Oliv, Mbak Retha, Pela, dan penghuni kos lain atas kebersamaan, berbagi kebahagiaannya selama ini. 13. Teman-teman FSM B, FKK B, dan angkatan 2013 atas kebersamaan dan

perjuangannya selama ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang turut mendoakan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membangun dan dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam laporan akhir skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian.

Yogyakarta, 7 Desember 2016

(9)

ix ABSTRAK

Infeksi saluran kemih (ISK) termasuk salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak selain infeksi saluran nafas atas dan diare pada negara berkembang. Di Indonesia, angka prevalensi kejadian ISK pada anak masih relatif tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peresepan antibiotik dan evaluasi penggunaan antibiotik rasional pada pasien infeksi saluran kemih kelompok pediatrik di instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta. Standar acuan penelitian yaitu Konsensus ISK IDAI (2011) dan DIH (2015). Kriteria penggunaan obat rasional meliputi tepat indikasi pasien, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian, tepat lama pemberian, tepat penilaian kondisi pasien. Penelitian observasional ini dilakukan dengan desain studi deskriptif evaluatif dan retrospektif. Data yang diambil merupakan rekam medis pasien pediatrik dalam rentang usia 0-14 tahun dengan total 31 kasus. Hasil penelitian menunjukkan gambaran antibiotik pada peresepan pada antibiotik monoterapi (93,54%) yaitu sefiksim (38,70%), asam pipemidat (16,13%), seftriakson (12,90%), sefotaksim (9,67%), azitromisin (6,45%), amikasin (3,23%), kotrimoksazol (3,23%) dan pada kombinasi antibiotik (6,46%) yaitu kombinasi sefotaksim-amikasin dan sefotaksim-sefiksim. Pada penelitian terapi ISK, penggunaan antibiotik secara rasional ditemukan dalam 13 kasus (41,94%), sedangkan penggunaan antibiotik secara irasional sebanyak 18 kasus (58,06%).

(10)

x ABSTRACT

Urinary tract infection (UTI) is one of the infectious diseases that commonly occur in children in addition to upper respiratory tract infections and diarrhea in developing countries. In Indonesia, the prevalence of UTI in children is relatively high. The aim of this study is to describe the pattern of antibiotic prescriptions and to evaluate of rational drug use in pediatric patients diagnosed as having UTI and treated at inpatient ward of Bethesda Hospital in Yogyakarta. The reference standard used for this study was Konsensus ISK IDAI (2011) and DIH (2015). Criteria for rational drug use are appropriate indication, drug selection, dosage, intervals of administration, duration of administration, and precise assessment of patient’s condition. This observational study was conducted with descriptive study design and retrospective. Data were collected from 31 medical records of the subjects aging from 0-14 years old. The results showed that antibiotics are widely used as monotherapy were cefixime (38,70%), pipemidic acid (16,13%), ceftriaxone (12,90%), cefotaxime (9,67%), azithromycin (6,45%), amikacin (3,23%), cotrimoxazole(3,23%) while the antibiotics used in combination (6,46%) were cefotaxime-amikacin and cofotaxime-cefixime. In UTI therapy study, it is found that there were 13 cases of rational antibiotic usage (41,94%) and 18 cases of irrational antibiotic usage (58,06%).

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN... 1

METODE PENELITIAN ... 2

Desain dan Subyek Penelitian ... 2

Pengambilan Data ... 2

Analisis Data ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4

Gambaran Penggunaan Antibiotik ... 4

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik ... 5

KESIMPULAN ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

LAMPIRAN ... 15

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Antibiotik ... 4

Tabel II. Ketepatan Dosis ... 8

Tabel III. Ketepatan Interval Pemberian Antibiotik ... 9

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian... 3 Gambar 2. Gambaran Rasionalitas Penggunaan Antibiotik... 11

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance ... 16

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RS Bethesda Yogyakarta... 17

Lampiran 3. Definisi Operasional Penelitian... 18

Lampiran 4. Terapi Antibiotik ISK pada IDAI (2011) ... 19

Lampiran 5. Range Dosis berdasarkan DIH 24th ed dan IONI 2014 ... 20

Lampiran 6. Lembar Pengambilan Data Rekam Medis... 21

Lampiran 7. Evaluasi Kasus Rekam Medis ... 23

(15)

1 PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kondisi dimana terdapat mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi pada saluran kemih (Dipiro, et al., 2015). Infeksi saluran kemih (ISK) termasuk salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak selain infeksi saluran nafas atas dan diare (Ashraf, et al., 2014).

Data kumulatif secara global menunjukkan bahwa insiden ISK pada anak lebih sering terjadi pada anak berjenis kelamin wanita daripada laki-laki dengan perbandingan 14:1 (Newman, et al., 2013). Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak dengan prevalensi ISK pada neonatus berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan meningkat menjadi 14% pada neonatus dengan demam, dan 5,3% pada bayi. Pada bayi asimtomatik, bakteriuria didapatkan pada 0,3% hingga 0,4%. Risiko ISK pada anak sebelum pubertas 3-5% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5% (IDAI, 2011).

Terapi utama ISK yaitu terapi antibiotik dengan tujuan untuk mencegah infeksi semakin parah, eradikasi mikroorganisme penginfeksi, dan mencegah kekambuhan maka diperlukan tata laksana terapi antibiotik yang rasional. Penatalaksanaan terapi antibiotik pada ISK didasarkan pada jenis bakteri, tanda dan gejala yang dialami pasien, letak infeksi (infeksi saluran kemih bawah atau atas), dan kondisi klinis infeksi (kompleks atau simpleks) (Dipiro et al., 2015).

Terapi ISK dapat dilakukan dengan rawat inap di rumah sakit atau rawat jalan. Pada kasus ISK yang sudah lebih dari tiga hari sangat dianjurkan untuk melakukan pengobatan rawat inap di rumah sakit. Setiap rumah sakit memiliki suatu standar terapi sebagai acuan dalam memberikan layanan pengobatan kepada pasien. Dengan adanya acuan pelayanan ini, setiap masyarakat yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan aman (Kemenkes RI, 2014).

Menurut penelitian WHO (2014), infeksi saluran kemih merupakan salah satu infeksi yang memiliki proporsi tinggi sebagai penyumbang resistensi antibiotik di dunia. Penatalaksanaan terapi antibiotik yang tidak rasional terutama pada pasien kelompok usia 0-14 tahun dapat berisiko resistensi antibiotik dini, oleh karena itu, pihak apoteker harus memperhatikan penggunaan obat secara rasional. Penggunaan obat dapat dikatakan rasional apabila memenuhi kriteria tepat indikasi pasien, tepat pemilihan obat, tepat dosis,

(16)

2 (Kemenkes RI, 2011).

Penelitian mengenai rasionalitas antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih pediatrik belum banyak dilakukan khususnya di Indonesia, oleh karena itu perlu adanya penelitian pada topik tersebut untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik pada anak dan komplikasi penyakit pada anak. Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang cukup banyak dialami oleh pasien rawat inap di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jumlah penggunaan antibiotik rasional pada terapi infeksi saluran kemih kelompok usia pediatrik dan mengkaji gambaran penggunaan antibiotik meliputi golongan dan jenis antibiotik. Peneliti juga melakukan evaluasi kesesuaian peresepan antibiotik terapi infeksi saluran kemih dengan standar terapi acuan Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada anak (IDAI, 2011) untuk mendukung evaluasi penggunaan antibiotik rasional.

METODE

Desain dan Subjek Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan rancangan deskriptif dan pengambilan data secara retrospektif untuk melihat rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien ISK usia pediatrik. Jumlah pasien dengan diagnosa ISK di RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2015 yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sejumlah 31 pasien. Kriteria inklusi penelitian yaitu pasien pediatrik yang terdiagnosis infeksi saluran kemih tanpa penyakit penyerta infeksi bakteri lain dan mendapatkan terapi antibiotik. Kriteria eksklusi penelitian yaitu pasien dengan data rekam medis yang tidak terbaca jelas dan hilang serta pasien dengan status pindah rumah sakit. Rentang usia pediatrik yang sesuai dengan penelitian yaitu 0-14 tahun, hal ini berdasarkan rentang usia anak-anak di RS Bethesda pada tahun 2015. Penelitian telah mendapat izin dari RS Bethesda dengan nomor surat 7047KC. 213/2016 dan prosedur yang digunakan telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Duta Wacana Yogyakarta dengan nomor surat 242/C.16/FK/2016.

Pengambilan Data

Penelitian dilakukan tanpa adanya intervensi pada sampel penelitian dimana sampel menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien rawat inap RS Bethesda Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel rekam medis pasien dilakukan dengan teknik

(17)

3

purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu atau sesuai kriteria inklusi (Sugiyono, 2013). Data yang diambil meliputi data nomor rekam medik, umur pasien / tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan, tanggal masuk dan keluar, keluhan utama, diagnosis masuk, kondisi awal, riwayat alergi, riwayat penyakit, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan mikrobiologi, diagnosis akhir, catatan keperawatan, instruksi dokter, hasil pemeriksaan fisik (tanda vital), hasil laboratorium, dan catatan penggunaan obat yang meliputi jenis – golongan obat, jalur pemberian, aturan pakai obat (dosis obat) yang digunakan selama terapi infeksi saluran kemih. Identitas subyek pada sampel penelitian dirahasiakan dengan tidak mencantumkan alamat, nomor telepon dan mengganti nama dengan inisial. Data subyek yang digunakan sebagai sampel penelitian sepenuhnya hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien ISK Pediatrik di Intalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Periode Tahun 2015

Analisis Data

Data gambaran antibiotik yang digunakan dikelompokan menjadi golongan dan jenis antibiotik. Analisis gambaran penggunaan antibiotik dilakukan dengan menghitung jumlah kasus pada tiap kategori dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%. Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan persentase.

Data terapi antibiotik yang diperoleh dikaji berdasarkan kriteria penggunaan obat rasional yaitu tepat indikasi penyakit, pemilihan obat, dosis, interval waktu pemberian

501 pasien ISK periode Jan-Des 2015 Pasien Pediatrik 43 pasien Kriteria Ekslusi : 1 pasien Sampel penelitian 31 pasien

1 pasien dengan data rekam medis tidak terbaca Memenuhi kriteria inklusi

32 pasien

Tidak memenuhi kriteria Inklusi

9 pasien dengan infeksi bakteri lain 1 pasien tanpa terapi antibiotik 1 pasien suspect ISK

(18)

4

penggunaan antibiotik pada literatur. Ke-enam kriteria dipilih berdasarkan kondisi data yang terdapat pada rekam medis pasien. Literatur yang digunakan adalah Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2011), Drug Information Handbook 24th ed (APA, 2015), Modul Penggunaan Obat Rasional (Kemenkes RI, 2011), dan jurnal terkait. Terapi antibiotik yang telah memenuhi seluruh kriteria penggunaan obat rasional artinya telah memenuhi terapi antibiotik yang rasional.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah rekam medis pasien infeksi saluran kemih kelompok usia pediatrik yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2015 sebanyak 43 data yang diambil seluruhnya oleh peneliti sebagai sampel. Data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sebanyak 31 pasien (72,09%) dan 12 pasien (25,58%) tidak dapat digunakan atau dikeluarkan oleh peneliti.

Gambaran Penggunaan Antibiotik pasien ISK pediatrik di RS Bethesda Yogyakarta Golongan dan jenis antibiotik yang digunakan dalam terapi ISK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 29 pasien (93,54%) pasien ISK pediatrik di RS Bethesda Yogyakarta mendapatkan terapi antibiotik monoterapi dan 2 pasien (6.46%) mendapatkan terapi antibiotik kombinasi (Tabel I). Antibiotik monoterapi yang paling sering diresepkan pada penelitian yaitu sefiksim (golongan sefalosporin) sebanyak 12 pasien (38,70%), hal ini sesuai dengan penelitian Grabe, et al. (2010) yang menyatakan bahwa pilihan utama atau first choice monoterapi antibiotik untuk ISK pediatrik yaitu golongan sefalosporin (generasi ketiga). Antibiotik kombinasi yang digunakan sebagai terapi yaitu kombinasi sefotaksim (golongan sefalosporin) - amikasin (golongan aminoglikosida) dan kombinasi sefotaksim (golongan sefalosporin) - sefiksim (golongan sefalosporin).

Pada penelitian diperoleh 5 golongan antibiotik dan 8 jenis antibiotik yang diresepkan, pemilihan antibiotik pada peresepan yang telah sesuai dengan standar acuran terapi infeksi saluran kemih IDAI (2011) yang digunakan oleh dokter spesialis anak RS Bethesda Yogyakarta sebesar 5 jenis antibiotik (62,50%) yaitu sefiksim, seftriakson, sefotaksim, amikasin, kotrimoksazol.

(19)

5

Tabel I. Antibiotik yang pada pasien ISK pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2015.

Antibiotik Jumlah pasien (n = 31) Persentase (%) Antibiotik Monoterapi Golongan Sefalosporin Sefiksim Seftriakson Seftizoksim Sefotaksim 12 4 1 3 38,70 12,90 3,23 9,67 Golongan Kuinolon Asam pipemidat 5 16,13 Golongan Makrolida Azitromisin 2 6,45 Golongan Aminoglikosida Amikasin 1 3,23 Golongan Sulfonamid Kotrimoksazol 1 3,23 Antibiotik Kombinasi

Gol Sefalosporin + Aminoglikosida

Sefotaksim + Amikasin 1 3,23 Gol Sefalosporin + Sefalosporin

Sefotaksim + Sefiksim 1 3,23

Total 31 100

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

Kriteria rasionalitas penggunaan obat menurut Kemenkes (2011) yaitu tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian obat, tepat lama pemberian, dan tepat penilaian kondisi pasien dengan menggunakan standar acuan Konsensus Infeksi Saluran Kemih untuk Anak (IDAI, 2011), Drug Information Handbook 24th ed (APA, 2015), Modul Penggunaan Obat Rasional (Kemenkes RI, 2011), dan jurnal terkait. Evaluasi berdasarkan setiap kriteria yaitu :

Tepat Indikasi Penyakit

Pemberian obat diberikan sesuai spektrum terapi yang spesifik. Terapi obat terutama antibiotik yang diberikan untuk eradikasi infeksi harus sesuai dengan indikasi setiap pasien (Kemenkes RI, 2011). Terapi antibiotik dapat diberikan apabila pasien terdiagnosis infeksi atau terdapat tanda dan gejala infeksi. Menurut NICE (2013), tanda dan gejala infeksi saluran kemih yaitu demam, nyeri perut, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, lemas, nyeri atau tidak nyaman saat berkemih, disuria. Robinson et al. (2014) mengungkapkan

(20)

6

perlu adanya pemeriksaan laboratorium dengan sampel urin (urine dipstick).

Pada penelitian ini, sebagian besar pasien mengalami gejala mual, muntah, lemas, hilang nafsu makan, demam, berdasarkan gejala yang dialami menunjukkan bahwa pasien mengalami infeksi. Seluruh pasien juga melakukan pemeriksaan laboratorium dengan sampel urin. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif pada bakteri, lekosit esterase, nitrat artinya pasien terinfeksi bakteri pada area saluran kemih, hal ini sesuai dengan penelitian Ashraf et al. (2014) yang mengungkapkan pasien terbukti mengalami ISK apabila hasil pemeriksaan urine dipstick positif.

Terapi yang sesuai dengan gejala infeksi atau indikasi yaitu terapi antibiotik. Ketepatan indikasi penyakit pada penelitian menunjukkan hasil 100% tepat yang artinya bahwa seluruh pasien mendapatkan tatalaksana terapi antibiotik yang tepat dengan indikasi penyakit. Pemberian antibiotik yang diberikan sesuai dengan indikasi dapat menurunkan risiko terjadinya resistensi antibiotik (Kemenkes RI, 2011).

Tepat Pemilihan Obat

Pemilihan obat secara tepat berdasarkan pada diagnosis, kondisi pasien, dan spektrum mikroorganisme penginfeksi (Kemenkes RI, 2011). Pada pasien dengan indikasi infeksi saluran kemih dengan sebagian besar bakteri penyebab merupakan bakteri gram negatif maka terapi yang diberikan juga harus terapi antibiotik untuk bakteri gram negatif (spektrum sempit) namun apabila tidak dilakukan kultur bakteri pada urin maka dapat diberikan antibiotik spektrum luas (BPOM, 2014). Ketepatan dalam pemilihan obat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik (WHO, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 8 jenis antibiotik dimana 3 jenis antibiotik (37,50%) tidak terdapat pada standar acuan terapi Konsensus Infeksi Saluran Kemih untuk Anak (IDAI, 2011) yang digunakan oleh RS Bethesda, yaitu seftizoksim, asam pipemidat, azitromisin. Pada literatur PIONAS (BPOM, 2014) menyatakan bahwa seftizoksim dan azitromisin dapat digunakan sebagai pilihan terapi antibiotik ISK pediatrik, selain itu asam pipemidat menurut penelitian yang dilakukan Schaad (2005) dapat digunakan sebagai salah satu pilihan terapi antibiotik ISK pediatrik.

Seftizoksim (golongan sefalosporin – generasi ketiga) adalah salah satu pilihan antibiotik dengan indikasi untuk pengobatan infeksi saluran kemih yang aman untuk kelompok usia pediatrik namun perlu adanya monitoring eosinofil, nilai SGPT, SGOT, dan CPK (BPOM, 2014). Hester et al. (2012) menyatakan bahwa antibiotik golongan

(21)

7

sefalosporin pada generasi ketiga seperti seftizoksim lebih poten untuk membunuh bakteri gram negatif (E. coli, Klebsiella, Enterobacter, dan sebagainya), penyebab utama ISK. Asam pipemidat merupakan antibiotik yang dapat digunakan untuk terapi infeksi saluran kemih sebab memiliki spektrum luas namun penggunaannya dibatasi karena memiliki efek samping yang cukup berbahaya seperti anthropathy (BINFAR, 2014; Schaad, 2005). Menurut Hamilton (2013), azitromisin adalah salah satu antibiotik empirik yang dapat diresepkan untuk anak-anak yang mengalami demam dan tanda-tanda infeksi. Jenis antibiotik yang tidak terdapat pada standar terapi acuan IDAI (2011) namun diresepkan oleh dokter dapat menjadi pilihan terapi untuk infeksi saluran kemih sebab memiliki spektrum luas dan banyak beredar di masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tedapat 29 pasien mendapat monoterapi antibiotik, hal ini sesuai dengan penelian Lu, et al. (2003) yang mengemukakan bahwa terapi antibiotik yang direkomendasikan untuk eradikasi infeksi saluran kemih pada usia pediatrik yaitu monoterapi antibiotik. Penelitian Grabe, et al. (2010) menyatakan bahwa pilihan pertama dalam monoterapi antibiotik ISK pediatrik yaitu golongan sefalosporin (generasi ketiga) seperti sefiksim, seftriakson yang dapat diberikan melalui oral atau intravena, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan dimana jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan (50%) yaitu golongan sefalosporin (generasi ketiga).

Pada pasien ISK komplikasi dan ISK yang disebabkan oleh bakteri gram positif dapat diberikan terapi kombinasi antibiotik Kombinasi antibiotik yang direkomendasikan yaitu kombinasi ampisilin dan golongan aminoglikosida atau golongan sefalosporin generasi ketiga, contoh kombinasi amikasin dan sefotaksim (Prajapati et al., 2008). Pada penelitian yang dilakukan terdapat 2 pasien yang mendapat terapi kombinasi yaitu kombinasi sefotaksim dan kombinasi sefotaksim-sefiksim. Terapi kombinasi amikasin-sefotaksim yang diresepkan pada pasien nomor 17 telah sesuai dengan penelitian Prajapati et al. (2008).

Pemberian antibiotik kombinasi sefotaksim-sefiksim pada pasien nomor 3 tidak tepat karena duplikasi obat dimana terdapat dua antibiotik pada satu golongan (sefalosporin) dengan mekanisme yang sama diberikan secara bersamaan. Sun (2012) mengungkapkan bahwa duplikasi antibiotik golongan sefalosporin dapat menyebabkan risiko resistensi antibiotik semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut, hasil ketepatan pemilihan obat yaitu 30 pasien tepat (96,77%) sedangkan 1 pasien tidak tepat pemilihan obat (3,23%).

(22)

8

Penatalaksanaan terapi antibiotik untuk eradikasi infeksi saluran kemih, setiap pasien harus memenuhi ketepatan dosis sehingga efek terapi yang diharapkan dapat tercapai (Humaida, 2014). Dosis antibiotik yang diberikan pada setiap pasien khususnya usia pediatrik disesuaikan dengan berat badan dan umur pasien (BPOM, 2014).

Hasil penelitian (Tabel II) menunjukkan bahwa pemberian dosis antibiotik yang tepat sebesar 51,61% dan dosis antibiotik yang tidak tepat sebesar 48,39%. Dosis tidak tepat pada penelitian ini terbagi menjadi dosis kurang dan dosis lebih. Menurut Darmansjah (2008), faktor yang menyebabkan ketidaktepatan dalam pemberian dosis antibiotik adalah kurangnya informasi mengenai aturan penggunaan terkait dosis untuk anak-anak pada label obat, terbatasnya penelitian uji klinik antibiotik untuk anak, jarangnya industri farmasi melakukan penelitian saat menentukan dosis obat-jadi dan hanya menyontek dosis dari pemilik lisensi obat (obat paten). Oleh karena itu perlu adanya perhatian khusus dari apoteker untuk pengaturan pemberian dosis pada anak-anak untuk mencegah kesalahan dosis.

Tabel II. Ketepatan Dosis pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Periode tahun 2015

Ketepatan Dosis Jumlah pasien

(n = 31) Persentase (%) Dosis Kurang 9 pasien 29,03

Dosis Tepat 16 pasien 51,61 Dosis Lebih 6 pasien 19,36

Pemberian antibiotik dengan dosis berlebih dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping pada pasien. Pemberian antibiotik dengan dosis yang kurang akan mengakibatkan tidak tercapainya efek terapi yang diinginkan dan antibiotik menjadi tidak berefek karena tidak mencapai KHM (Kadar Hambat Minimum) sehingga mikroorganisme yang menginfeksi tidak mati. Pemberian dosis yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko resistensi pada bakteri yang tersisa dalam tubuh (Lisni dkk., 2015).

Dalam upaya mencegah resistensi antibiotik, pemberian dosis antibiotik harus disesuaikan dengan kondisi tiap individu (berat badan, usia), keparahan infeksi, mikroorganisme yang menyebabkan, profil farmakokinetik dan farmakodinamik obat tersebut. Selama terapi dengan dosis tertentu diberikan kepada pasien, perlu dilakukan monitoring berkelanjutan untuk melihat pencapaian terapi setelah pemberian antibiotik dengan dosis tersebut sehingga dapat menentukan perlu atau tidaknya penyesuaian dosis

(23)

9

kembali (With, et al., 2016). Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Joint Commission (2008), apoteker harus memperhatikan dosis obat yang diberikan oleh penulis resep pada pasien anak untuk mencegah medication error yang dapat memberikan efek buruk.

Tepat Interval Waktu Pemberian Obat

Dalam pemberian terapi antibiotik perlu memperhatikan interval waktu pemberian kembali antibiotik kepada pasien. Interval waktu pemberian merupakan jarak waktu dari pemberian antibiotik yang pertama dengan pemberian ke dua, ke tiga, dan selanjutnya (Kemenkes, 2011). Hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah kadar antibiotik dalam darah kurang dari kadar terapetik yang memungkinkan bakteri dapat kembali beregenerasi dan menjadi resisten terhadap antibiotik terapi (Amin, 2014).

Tabel III. Ketepatan Interval Pemberian Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Periode tahun 2015

Ketepatan Interval Pemberian Antibiotik

Jumlah pasien

(n = 31) Persentase (%) Interval pemberian tepat 26 pasien 83,87 Interval pemberian tidak tepat 5 pasien 16,13

Hasil penelitian yang diperoleh pada tabel III, menunjukkan bahwa persentase interval pemberian antibiotik tepat lebih tinggi daripada persentase interval pemberian tidak tepat (83,87% vs 16,13%). Interval pemberian tidak tepat yang terjadi pada kelima pasien adalah pemberian interval (rentang waktu) yang lebih panjang pada pemberian obat dalam sehari daripada yang seharusnya, seperti contoh pada pasien nomor 1 dimana seharusnya pemberian antibiotik yang tepat setiap 6 jam namun pada pasien tersebut terapi antibiotik diberikan setiap 8 jam dalam sehari.

Menurut Kemenkes (2011), pemberian interval yang tidak tepat pada terapi antibiotik dapat menyebabkan mikroorganisme (bakteri) menjadi beregenerasi menjadi lebih kuat sehingga mejadi resisten terhadap antibiotik yang diberikan selain itu aktivitas antibiotik dalam tubuh (karakteristik farmakodinamik) akan tidak maksimal. Leekha et al. (2011) mengungkapkan aktivitas farmakodimanik antibiotik bergantung pada konsep antibiotik time-dependent vs concentration-dependent. Antibiotik kelompok β-lactam (penicillin, sefalosporin) merupakan antibiotik time-dependent, artinya kerja antibiotik akan maksimal apabila interval pemberian antibiotik tepat. Pada penelitian ini, ketidaktepatan interval pemberian pada kelima pasien terjadi pada antibiotik golongan sefalosporin sehingga kerja antibiotik dalam tubuh menjadi tidak maksimal atau kurang berefek dan berisiko resistensi antibiotik.

(24)

10

Pemberian terapi antibiotik harus selalu memperhatikan durasi atau lama pemberian antibiotik, apabila durasi pemberian antibiotik tidak tepat dapat mempengaruhi hasil pengobatan pasien. Antibiotik merupakan salah satu obat yang durasi pemberiannya harus diperhatikan agar bakteri penyebab infeksi saluran kemih dapat terbunuh seluruhnya sehingga risiko resistensi antibiotik dapat diturunkan (White, 2011). Durasi pemberian antibiotik secara untuk eradikasi infeksi saluran kemih yang tepat yaitu 3 – 10 hari (IDAI, 2011). Hasil penelitian (Tabel IV) yang diperoleh yaitu terdapat 27 pasien (87,10%) yang memperoleh terapi dengan durasi tepat sesuai dengan literatur yang diacu oleh rumah sakit dan 4 pasien (12,90%) dengan durasi tidak tepat.

Tabel IV. Ketepatan Lama Pemberian (Durasi) pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Periode tahun 2015

Ketepatan Lama Pemberian (Durasi)

Jumlah pasien (n = 31)

Persentase (%) Durasi tepat 27 pasien 87,10 Durasi tidak tepat 4 pasien 12,90

Pada penelitian ini, durasi tidak tepat yang dimaksud adalah lama pemberian yang kurang atau terlalu cepat sehingga terapi yang dijalani oleh pasien terlalu singkat, seperti pada pasien pasien 16 dimana pemberian antibiotik hanya dalam waktu 48 jam lalu pengobatan dihentikan dan orang tua pasien meminta pulang, sementara terapi antibiotik untuk infeksi saluran kemih yang tepat yaitu selama 3-10 hari dengan pemantauan awal efek terapi selama 48 jam setelah pemberian antibiotik. Robinson et al. (2014) menyatakan bahwa durasi terapi antibiotik ISK minimal yaitu 72 jam apabila kurang dari 72 jam terapi dihentikan dapat meyebabkan keterulangan infeksi sebab bakteri penyebab ISK belum terbunuh seluruhnya. Ketidak tepatan lama pemberian terapi antibiotik dapat terjadi karena kondisi pasien telah membaik, faktor finansial pasien dimana perawatan rawat inap relatif mahal, pihak keluarga pasien meminta untuk pulang.

Tepat Penilaian Kondisi Pasien

Kondisi pasien infeksi saluran kemih yang akan menjalani terapi antibiotik harus diperhatikan dengan teliti sebelum terapi antibiotik diberikan. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan seperti adanya derajat infeksi yang dialami pasien, penilaian tempat infeksi, kelainan organ (hepar, ginjal) atau penyakit kormobid yang mungkin kontraindikasi dengan antibiotik, riwayat alergi antibiotik, dan khususnya pada pasien anak perlu memperhatikan kemampuan organ untuk memetabolisme antibiotik (Amin, 2014).

(25)

11

Ketepatan dalam penilaian kondisi pasien dapat membuat efek terapi antibiotik yang diharapkan dapat tercapai, mengurangi risiko efek samping yang mungkin muncul (With, et al., 2016).

Pada penelitian, terdapat 2 pasien dengan nilai kreatinin di bawah nilai normal. Menurut Ghasemi, et al. (2015) nilai serum kreatinin pada anak masih belum stabil karena organ renal masih belum berfungsi secara sempurna seperti pada dewasa. Kedua pasien telah memenuhi tepat penilaian kondisi karena dosis yang diberikan telah disesuaikan dengan kondisi pasien, antibiotik yang diberikan tidak kontraindikasi dengan kondisi pasien tersebut. Pada pasien nomor 8, terapi seftriakson yang diperoleh sudah tepat, menurut ASP (2012) seftriakson dapat diberikan pada pasien dengan nilai kreatinin di bawah normal dan tidak perlu adanya perubahan dosis. Hasil ketepatan penilaian kondisi pasien dengan pemberian antibiotik yang sesuai sebesar 31 pasien (100%).

Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

Penggunaan antibiotik secara rasional akan memberikan manfaat yang baik seperti membuat pasien lekas sembuh, menekan ketidakefektifan biaya, menurunkan angka resistensi antibiotik secara global (WHO, 2014). Pada penelitian ini, terapi antibiotik pada setiap pasien dapat disebut rasional apabila memenuhi ke-enam kriteria ketepatan (rasional) yang telah ditentukan oleh Kemenkes RI (2011). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu pasien dengan penggunaan antibiotik rasional sebanyak 13 pasien (41,94%) serta pasien dengan penggunaan antibiotik irasional sebanyak 18 pasien (58,06%). Sebagian besar pasien penggunaan antibiotik tidak rasional terjadi karena disebabkan oleh tidak tepatnya dalam pemberian dosis.

Gambar 2. Gambaran Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015

42%

58%

(26)

12

(irasional) dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal seperti kurangnya pengetahuan atau informasi mengenai pengobatan yang terbaru, faktor kebiasaan pembuat resep, faktor marketing atau penawaran yang menggiurkan dari suatu industri farmasi kepada rumah sakit atau tenaga kesehatan, kurangnya penggalian informasi terkait kondisi pasien, tidak semua pasien melakukan pemeriksaan laboratorium, terbatasnya bentuk sediaan obat-kekuatan obat (formulasi), rendahnya kepedulian pemerintah terhadap taraf kesehatan masyarakat.

Kerjasama antar tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, dan farmasi menjadi salah satu kunci keberhasilan terapi antibiotik yang rasional (Dryden et al., 2012). Dalam lingkup yang lebih luas, penggunaan antibiotik rasional dapat terwujud dengan adanya kerjasama antara pemerintah, rumah sakit dan tenaga kesehatan serta pasien (WHO, 2014). Kesadaran pentingnya penggunaan antibiotik rasional pada seluruh usia khususnya anak-anak dapat mengurangi risiko resistensi antibiotik, menurunkan ketidakefektifan biaya terapi, menurunkan risiko mortalitas dan morbiditas (With, et al., 2016).

Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik rasional pada pasien infeksi saluran kemih kelompok usia pediatrik dapat dimanfaatkan oleh klinisi dan farmasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan mengurangi risiko resistensi atau kekebalan antibiotik.

Penelitian yang dilakukan memiliki keterbatasan yaitu jumlah sampel yang diperoleh sedikit (31 pasien) dan dilakukan dalam kurun waktu yang pendek (periode 1 tahun). Dibutuhkan sampel penelitian yang lebih banyak sehingga dapat lebih menggambarkan keadaan lebih rinci, menggunakan metode dan kriteria rasionalitas lain dan pengambilan data secara prospektif untuk dapat mengevaluasi penggunaan obat secara rasional selama terapi sedang dilakukan.

Kesimpulan

Pada penelitian ini, diperoleh 5 golongan antibiotik dan 8 jenis antibiotik yang diresepkan. Golongan dan jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan yaitu golongan sefalosporin (50%) dan sefiksim (38,70%). Pada penelitian ditemukan 13 pasien (41,94%) yang mendapatkan terapi antibiotik secara rasional dan 18 pasien (58,06%) mendapat terapi antibiotik secara irasional atau tidak tepat. Pemberian antibiotik tidak tepat (irasional) terjadi karena tidak tepat pemilihan obat (3,23%), dosis (48,39%), interval pemberian antibiotik (16,13%), durasi penggunaan antibiotik (12,90%).

(27)

13 DAFTAR PUSTAKA

Antimicrobial Stewardship Program (ASP), 2012. Renal Dosage Adjusment Guidelines for Antimicrobials. ASP (online), www.nebraskamed.com/asp diakes pada 8 Januari 2017.

American Pharmacists Association, 2015. Drug Information Handbook. 24th Edition. Lexicomp Drug Reference Handbook, USA.

Amin, L.Z., 2014. Pemilihan Antibiotik yang Rasional. Medicinus, 27(3), 40-15.

Ashraf, M., Ahmed, K., Ahmed, K., Mubarik, M. 2014. Urinary Tract Infection in Children. British Journal of Medicine & Medical Research, 4(3), 927-936.

BINFAR, 2014. Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Nomor HK.02.03/III/1346/2014 tentang Pedoman Penerapan Formularium Nasional. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, Jakarta.

BPOM, 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.

Darmansjah, I., 2008. Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak. Maj Kedok Indon, 58(10), 368-369.

Dipiro, J.t., Wells, B.G., Dipiro, C.V., Schwinghammer, T.L., 2015. Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition. McGraw-Hill Education, USA.

Dryden, M., et al., 2012. Antibiotic Stewardship and Early Discharge from Hospital : Impact of A Structured Appoarch to Antimicrobial Management. Antimicrob Chemother, 67, 2289-2296.

Ghasemi, A., et al., 2015. Pediatric Reference Values for Serum Creatinine and Estimated Glomerular Filtration Rate in Iranians: Tehran Lipid and Glucose Study. Archives of Iranian Medicine, 18 (11), 753-759.

Grabe, M., et al., 2010. Guidelines of Urological Infection. Europian Association of Urology.

Hamilton, J.L., 2013. Evaluation of Fever in Infants and Young Children. American Academy of Family Physicians, 87(4), 254-260.

Hester, S.A., et al., 2012. Comparison of Cephalosporin. Pharmacist’s Letter,

www.pharmacistsletter.com diakses pada 8 Januari 2017.

Holloway, K.A., 2011. Promoting The Rational Use of Antibiotics. Regional Health Forum, 15(1), 122-130.

Humaida, R., 2014. Strategy to Handle Resistance of Antibiotics. J Majority, 3(7), 113-120.

Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. Badan Penerbit IDAI, Jakarta.

Joint Commission, 2008. Preventing Pediatric Medication Error. Sentinel Even Allert,

https://www.jointcommission.org/assets/1/18/SEA_39.htm diakses pada 8 Januari

2017.

Kementrian Kesehatan RI, 2011. Buku Panduan Gunakan Antibiotik Secara Tepat Untuk Mencegah Kekebalan Kuman. Kemenkes RI, Jakarta

Kementrian Kesehatan RI, 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Kemenkes RI, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik. Kemenkes RI, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014. Kemenkes RI, Jakarta.

(28)

14

Lisni, I., dkk, 2015. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Faringitis di Suatu Rumah Sakit di Kota Bandung. Jurnal Farmasi Galenika, 02(01), 43-52.

Lu, K.C., et al., 2003. Is Combination antimicrobial therapy required for urinary tract infection in children. J Microbiol Immunol Infect, 36 (1), 56-60.

National Institute for Health and Care Excellence, 2013, Urinary Tract Infection in Children and Young People. Retrieved, www.nice.org.uk/guidance/qs36.htm

diakses tanggal 20 Maret 2015.

Newman, D.H., Shreves, A.E., Runde, D.P., 2013. Pediatric Urinary Tract Infection: Does the Evidence Support Aggresively Pursuing the Diagnosis. Annals of Emergency Medicine, 61(5), 559-565.

Prajapati, B.S., Prajapati, R.B., Patel, P.S., 2008. Advances in Management of Urinary Tract Infections. Indian Journal of Pediatrics, 75(8), 809-814.

Robinson, J.L., et al., 2014. Urinary tract infection in infants and children: Diagnosis and management. Paediatr Child Health, 9(6),315-19.

Schaad, B., 2005. Fluoroquinolone Antibiotics in Infants and Children. Elsevier, 5(5), 1-12.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,.Alfabeta, Bandung. Sun, S., 2012. Dynamics and Mechanisms of Adaptive Evolution in Bacteria. Acta

Universitasis Upsaliensis.

White, B., 2011. Diagnosis and Treatment of Urinary Tract Infections in Children. Am Fam Physician, 83(4), 409-415.

With, K.D., et al., 2016. Strategies to Enhance Rational Use of Antibiotics in Hospital : A Guideline by the German Society for Infectious Diseases. Infection, 44, 395-439. World Health Organization, 2014. Antimicrobial Resistence.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs194/en/ diakses tanggal 8 November

(29)

15

(30)
(31)

17

(32)

18

1. Pola peresepan antibiotik pada kasus infeksi saluran kemih kelompok pediatrik meliputi golongan dan jenis antibiotika. Contoh golongan dan jenis antibiotika dalam terapi ISK yaitu penisilin (golongan) terbagi dalam Ampisilin, Amoksisilin (jenis). 2. Rasionalitas penggunaan antibiotik yang akan dievaluasi dalam penelitian ini

berdasarkan kriteria Kemenkes (2011) yaitu :

a. Tepat indikasi penyakit yaitu terapi yang diberikan sesuai dengan spektum terapi obat, seperti antibiotik diberikan pada pasien dengan diagnosis infeksi.

b. Tepat pemilihan obat yaitu antibiotik yang dipilih sebagai terapi infeksi telah tepat berdasarkan diagnosis, kondisi pasien, dan spektrum mikroorganisme penginfeksi. c. Tepat dosis yaitu dosis yang diberikan sesuai dengan keadaan pasien dengan

mempertimbangkan usia, berat badan, dan kondisi fisiologis pasien.

d. Tepat interval waktu pemberian yaitu interval pemberian antibiotik telah sesuai dengan waktu paruh antibiotik.

e. Tepat lama pemberian yaitu lamanya pemberian antibiotik dalam terapi infeksi tepat hingga mikroorganisme penginfeksi “mati”.

f. Tepat penilaian kondisi pasien yaitu penilaian kondisi patologis pasien yang mungkin dapat mempengaruhi ADME antibiotik.

Ke-enam kriteria terpenuhi maka penggunaan obat termasuk kategori Rasional, apabila salah satu dari eman kriteria diatas tidak terpenuhi maka penggunaan obat masuk kategori tidak rasional (Irasional)

(33)

19

Lampiran 4. Terapi Antibiotik ISK pada IDAI (2011)

Pilihan antibiotik oral pada pasien ISK pediatrik Jenis Antibiotik Dosis per hari

Amoksisilin 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis Sulfonamid : - Trimetroprim (TMP) – Sulfametoksazol (SMX) - Sulfisoksazol 6-12 mg TMP dan 30-6- mg SMX /kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis 120-150 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis Sefalosporin : - Sefiksim - Sefpodiksim - Sefprozil - Sefaleksin - Lorakarbef

8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

15-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

Pilihan antibiotik parenteral pada pasien ISK pediatrik Jenis Antibiotik Dosis per hari

Seftriakson 75 mg/kgBB/hari

Sefotaksim 150 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam Seftazidim 150 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam Sefazolin 50 mg/kgBB/hari dibagi setiap 8 jam Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam Amikasin 15 mg/kgBB/hari dibagi setiap 12 jam Tobramisin 5 mg/kgBB/hari dibagi setiap 8 jam Tikarsilin 300 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam

(34)

20 No Nama Antibiotik Range Dosis Golongan Sefalosporin

1 Sefiksim Usia ≥6 bulan dan ≤45kg : Oral : 8mg/kgbb/hari dibagi dalam 12-24jam (max : 400mg/hari)

Berdasarkan Berat Badan (sediaan oral): 5 sampai 7,6kg : 50mg/hari 7,6 sampai 10,1kg : 80mg/hari 10,1 sampai 12,6kg : 100mg/hari 12,6 sampai 20,6kg : 150mg/hari 20,6 sampai 28,1kg : 200mg/hari 28,1 sampai 33,1kg : 250mg/hari 33,1 sampai 40,1kg : 300mg/hari 40,1 sampai ≤45kg : 350mg/hari

BB 45kg dan usia 12 tahun menggunakan dosis dewasa (oral : 400mg/hari dibagi setiap 12-24jam 2 Seftriakson IM, IV : 50-100mg/kgbb/hari dalam1-2 dosis terbagi

(max : 4000mg/hari) 3 Seftizoksim Usia ≥6 bulan

Infeksi ringan – sedang

IV, IM : 40-80mg/kgbb/hari terbagi dalam 2-4 dosis Infeksi berat

IV, IM : 120mg/kgbb/hari

4 Sefotaksim 50kg : IM, IV : 50-180mg/kgbb/hari dibagi setiap 4-6 jam (max : 12g/hari)

≥50kg : menggunakan dosis dewasa Golongan Kuinolon

5 Asam Pipemidat Oral : 15-20mg/kgbb/hari terbagi dalam 2 dosis Golongan Makrolida

6 Azitromisin Oral : 5-12mg/kg satu kali sehari (max : 500mg/hari) atau 30mg/kg sebagai single dose (max : 1500mg/hari)

Golongan Aminoglikosida

7 Amikasin IM, IV : 5-7,5 mg/kgbb/dose tidap 8 jam Golongan Sulfonamid

8 Kotrimoksazol Infeksi ringan – sedang :

Oral : 8mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 12 jam

Infeksi berat :

Oral : 15-20mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam

IV : 8-12mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 8-12jam

(35)

21

Lampiran 6. Lembar Pengambilan Data Rekam Medis

Tanda Vital (TV) TV / Tgl 24-02-15 25-02-15 26-02-15 27-02-15 Nadi (x/menit) 136 136 132 124 134 128 136 128 136 128 Nafas (x/menit) 32 32 28 28 32 28 31 28 32 30 Suhu (C) 40 39,7 37,9 36,7 38,6 37,2 38,0 36,3 37,4 36,6 No pasien 1

Nama / Sex ATA / P

Umur/tgl lahir 0th 5bl 5hr / 17-09-15

BB 7,6 kg

Ruang rawat G III / VIP Tgl masuk 24-02-15 Tgl keluar 27-02-15 Keluhan

Panas sejak tadi pagi pukul 04.00, panas naik turun, 2 hari sebelumnya badan terasa hangat, minum susu (+)

Kondisi klinis awal

GCS : E4 V5 M6 Suhu : 39,0C Dokter dr. D

Diagnosis utama/ICD10 ISK / N 39.0 Diagnosis banding/ICD10 - Jenis Tindakan/ICD10 - Riwayat alergi - Riwayat penyakit - Riwayat Obat PCT

(36)

22 Obat/Tgl 24-02-15 25-02-15 26-02-15 27-02-15 Dumin rectal 125mg 19 Sefotaksim (3 × 200mg) 10 17 24 08 16 24 08 Obat Non-Parenteral Obat/Tgl 24-02-15 25-02-15 26-02-15 Pamol 1/6 (4 × 1)

√√√

Ceptik (2 × 1,5 ml)

√√

√√

Hasil pemeriksaan Laboratorium Tanggal 25-02-15 (bahan urin)

Pemeriksaan Hasil N Rujukan Protein trace negatif Lekosit gelap 2+ (5-9 sel/LPB) negatif Epitel 1+ (4 sel/LPB) negatif Bakteri +++ (penuh/LPK) negatif

Resume Pasien Keluar

√ √ √ √ √ √

Alasan dirawat : ISK

Ringkasan riwayat : demam tinggi Hasil Lab : Leukositosis

(37)

23 Lampiran 7. Evaluasi Rekam Medis Pasien

Pasien 1

Nama ATA

BB 7,6kg

Lama Ranap 4 hari (24/02/15 – 27/02/15) Terapi antibiotik Sefotaksim Injeksi (3 × 200mg)

selama 3 hari pada tgl 25/02/15 – 27/02/15 Evaluasi

Tepat Indikasi Sefotaksim (Sefalosporin) – antibiotik terapi ISK (tepat)

Tepat Pemilihan Obat Sefotaksim (Sefalosporin) – antibiotik spectrum luas

(tepat)

Tepat Dosis IDAI – 150mg/kgbb/hari = 1140mg/hari

DIH – 50-180mg/kgbb/hari = 380-1368mg/hari Terapi – 3 × 200mg/hari = 600mg/hari

(tepat) Tepat Interval Waktu

Pemberian

IDAI dan DIH – pemberian setiap 6 jam atau 4×/hari

Terapi – pemberian setiap 8 jam atau 3×/hari (tidak tepat)

Tepat Lama Pemberian IDAI – 3 sampai 10 hari Terapi – 3 hari

(tepat) Tepat Penilaian Kondisi

Pasien

Tidak terdapat kondisi khusus (tepat)

Rasional/Irasional Irasional

karena interval waktu pemberian sefiksim tidak tepat

(38)

24

Lampiran 8. Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

No pasien Antibiotik Kriteria Rasionalitas Pengobatan Rasional Tepat Indikasi Tepat Pemilihan Obat Tepat Dosis Tepat Interval Waktu Pemberian Tepat Lama Pemberian Tepat Penilaian Kondisi Pasien 1 Sefotaksim inj 3×200mg √ √ √ × √ √ I 2 Seftriakson inj 2×400mg √ √ √ √ √ √ R 3 Kombinasi Sefotaksim inj 2×500mg Sefiksim 2×1cth √ √ × √ × (O) × √ √ √ I

4 Sefiksim 2×4cc syr √ √ × (U) √ √ √ I

5 Asam pipedimat 2×½ tab √ √ × (O) √ √ √ I

6 Sefiksim 2×2ml syr √ √ √ √ √ √ R 7 Sefiksim 2×2,5ml √ √ × (U) √ √ √ I 8 Seftriakson inj 2×500mg √ √ √ √ √ √ R 9 Sefiksim 2×¾ cth √ √ √ √ √ √ R 10 Azithromycin 1×1cth √ √ √ √ √ √ R 11 Sefiksim 2×2,5ml √ √ × (U) √ √ √ I 12 Amikasin inj 2×300mg √ √ √ √ √ √ R

13 Sefiksim 2×100mg tab √ √ × (U) √ √ √ I

14 Seftriakson inj 1×1 g √ √ × (U) √ × √ I

15 Sefiksim 2×3,75ml syr √ √ √ √ √ √ R

(39)

25 17 Kombinasi Sefotaksim inj 3×200mg Amikasin inj 1×75mg √ √ √ √ × (U) √ × × √ × √ √ I

18 Asam pipedimat 2×½ tab √ √ √ √ √ √ R

19 Sefiksim 2×100mg tab √ √ √ √ √ √ R

20 Sefiksim 2×5ml syr √ √ √ √ √ √ R

21 Seftizoksim 2×1g inj √ √ × (O) √ √ √ I

22 Sefiksim 2×2ml syr √ √ √ √ √ √ R

23 Azithromycin 1×¾ cth syr √ √ √ √ √ √ R

24 Sefiksim 2×100mg caps √ √ × (U) √ √ √ I

25 Seftriakson 2×500mg inj √ √ × (U) √ × √ I

26 Sefotaksim 3×250mg tab √ √ √ × √ √ I

27 Kotrimoksaxol 2×¾ tab √ √ √ √ √ √ R

28 Asam pipedimat 2×½ tab √ √ × (O) √ √ √ I

29 Sefiksim tab 2×100mg √ √ ×(U) √ √ √ I

30 Sefotaksim inj 3×250mg √ √ √ × × √ I

31 Asam pipedimat 2×400mg tab

√ √ × (O) √ √ √ I

Jumlah Tepat (rasional) 31 30 16 26 27 31 13

(40)

26

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Tirza Yunita, lahir di Semarang pada tanggal 29 Juni 1995 dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Surat Suroso dan Puji Harani. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu TK Sang Timur Semarang(1999 - 2001), tingkat Sekolah Dasar di SDK Sang Timur Semarang (2001 – 2007), tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Semarang (2007 - 2010), dan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Kolese Loyola Semarang (2010 – 2013). Pada tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah mengikuti perlombaan seperti Patient Counseling Phase 80 diselenggarakan oleh Farmasi Universitas Indonesia 2015 dan Cerdas Penulis memiliki pengalaman menjadi asisten dosen Praktikum Kimia Organik pada tahun 2015, Praktikum Kimia Dasar tahun 2014, Praktikum Komunikasi Farmasi tahun 2016. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan baik dalam maupun diluar lingkup kampus, seperti Pharmacy 3 on 3 sebagai anggota LO (Liason Officer) tahun 2015, Paingan Festival sebagai anggota DDU (Dana dan Usaha) tahun 2014, mengikuti pelatihan jurnalistik dan fotografi Fakultas Farmasi USD tahun 2015, menjadi salah satu anggota aktif (penulis) dalam Media Farmasi Fakultas Farmasi USD periode 2014-2015.

Gambar

Gambar 1.  Bagan Sampel Penelitian.........................................................
Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien ISK Pediatrik di Intalasi Rawat Inap RS  Bethesda Yogyakarta Periode Tahun 2015
Tabel I. Antibiotik yang pada pasien ISK pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda  Yogyakarta periode tahun 2015
Tabel II. Ketepatan Dosis pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Pediatrik di Instalasi Rawat  Inap RS Bethesda Yogyakarta Periode tahun 2015
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis hubungan bernilai positif dari variabel pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung terhadap efektivitas kerja maka sudah saatnya pimpinan

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2012 Dinas Bina Marga

Tinjauan Teoritis selanjutnya adalah mengenai Ritual Ngalap Berkah Paringan Apem Kukus Keong Emas yang mencakup: Pengertian Ritual Ngalap Berkah Paringan Apem Kukus Keong Emas,

Listrik Kerakyatan didefinisikan sebagai suatu model penyediaan dan pengembangan energi listrik yang terdiri dari bauran pembangkit sederhana skala kecil dari energi bersih

Pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan di Desa Menganti Kecamatan Kesugihan. Tujuan dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah memberikan pemahaman kepada penderita

6.1 Mempraktikkan kombinasi gerak dasar jalan, lari dan lompat dengan koordinasi yang baik dalam permainan sederhana, serta nilai kerjasama, toleransi, kejujuran,

Satu wilayah di mana hak-hak pembayar pajak lebih homogen di negara- negara hukum umum (dan jelas dibuktikan pada Lampiran B) dari hukum perdata negara adalah

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa pada ekstrak daun kelor terdapat senyawa flavonoid, tannin, terpenoid, alkaloid, dan saponin.. Indonesia is a country that has