• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendala dan tantangan penerapan sistem muzara'ah di bank syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kendala dan tantangan penerapan sistem muzara'ah di bank syariah"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE!)

Oleh: Ah mad R ifa' i NIM: 103046128212

KONSENTRASI PERBANKAN SY ARIAlI PROGRAM STUDI MUAMALAT EKONOMI ISLAM

FAKULT AS SY ARIAH DAN HUKUM

UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDAY ATULLAH JAKARTA

(2)

LEMBARPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

I. Skripsi ini merupakan hasil karya saya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,maka saya betsedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakaita, 8 Oktober 2007

(3)

Skripsi

Diajukan untuk ivfcmenuhi Persyarntan Mcmperolch Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE!)

Oleh:

Ahmad Rifa'i NIM: 103046128212

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I, ャG」ュ⦅セゥュ「ゥョァ@ II,

W-uP

DR. Ir. hセ@ セHセゥーオエイ。@ Drs.11. Husni Thoyar, M. Ag. · (

z_,.

PROGRAM STUDI PERHANKAN SYARIAll JURUSAN MUAMALAT EKONOMI ISLAM

FAKUL TAS SY ARIAH DAN HUKlJM

UNVERSITAS !SLAM NEGERI SY ARIF IllDAYATlJLLAH .JAKARTA

(4)

PENGESAHAN PAN1TIA UJIAN

Skripsi berjudul KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN SISTEM MUZARAH DI BANK SY ARIAH telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada JO April 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

PANITIA UJIAN

1. Ketua

2. Sekretaris

3. Pembimbing I

4. Pembimbing II

5. Penguji I

6. Penguji II

Jakarta, JO April 2008 Mengesahkan.

tas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. uhammad Amiu Suma, SH, MA, MM

NIP. !50 210 422

セQ@

セイ@

Jr

----: Euis Amalia, M. Ag. (... .. . .. ... ) NIP. 150 289 264

セ]セセ

uイエィャエ@

M Ag

セN|G@

.. '"I ..

IZNZZNM[[セM

ZZZNセZZZZセ@

: i¥t:

NIP.150 050 919 - - - . . . ; ,

:

セNゥQセセZ[セ・ェ。ココゥ・ケL@

DH., MA( ..

Mセ@

: DR. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag.

(5)

judul " Kendala dan Tantangan Penerapan Sistem Muziira 'ah di Bank Syariah".

Dalam penulisan Karya Tulis ini, penulis banyak menemukan kendala namun semua itu adalah proses yang harus penulis laluim sehingga semua itu menjadi pelajaran penting bagi penulis. Sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan dan dorongan banyalc pihak .. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, kepada :

I. Bpk, Prof. DR. H.M. Amin Suma, SH, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah danHukum.

2. Ibu Enis Amalia, M. Ag. dan Bpk Azharudin Latif, M. Ag., Selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah memberikan dukungan dan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(6)

luang kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bpk Ors. H. Husni Thoyar, M. Ag., selaku Pembimbing II dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah di tengah-tengah kesibukannya telah bersedia memberikan waktu luang kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, terima kasih saya ucapkan.

5. Bpk. Nu'man Chupriyadi, selaku Manager Marketing Bank Muamalat Indonesia. Yang telah meluangkan waktunya untuk dapat menggali informasi.

6. Bpk. Hasan Ali, Selaku Staf Penulis PKES. yang telah bersedia untuk memberikan waktu luangnya kepada penulis.

7. Kepada segenap dosen-dosen yang telah memberikan bekal keilmuan sejak semester I hingga selesai. Semoga Allah SWT memuliakan mereka semua. 8. Kej)ada semua staff perpustakaan Fakultas dan Umum yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk mencari bahan skripsi.

9. !bu Ir. Farida Irianti, MM. dari Divisi Pembiayaan Syariflh Departemen Pertanian. Yang telah memfasilitasi kepada penulis untuk mencari informasi. 10. Rekan-rekan dari BMT Daarut Tauhiid Bpk Ali Mustafa. Teh Yanti, Teh

(7)

12. Keluarga tercinta terutarna Kakakku (Herawati, Astuti, Hikrnah dan Yusrika) serta adikku (Reni dan Indah) yang telah mernberikan do'a dan rnotivasi berharga. Ma'af belurn bisa secara optimal untuk rnenjadi Adik dan Kakak yang baik.

13. Kawan seperjuangan Bang Faisal. Bang Rahrnat SS, Bang Hamn, Bang Miji, Bang Yasir, Bang Akhyar, Bang Yahya, Bang Farhan, Bang Grand, Bang idih, Bang Fauzi, Bang Zaki, Bang Budi, Bang Udin, Bang Ayub, Bang Andi Mpo Fera, Mpo Ratih, Mpo Nur, Mpo Sri, Mpo Fitri, Mpo Nuni, Mpo Asih serta semua rekan PS Angkatan 2003, thanks lot for your spirit.

14. Rekan-rekan yang istiqornah dalam fisabilillah M. Syaifullah, Khaerul Anwar. Abdurrahman, Hendra Gunawan, Rahrnat, rekan - rekan Marawis Fajrul Munir, rekan - rekan Rernaja AISY serta yang lainnya.

Pada akhirnya dalarn penulisan Karya Tulis Ilrniah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat rnernbangun. Sernoga basil kerja keras ini dapat bermanfaat bagi siapapun serta dapat terbayarkan dengan keberhasilan dimasa yang akan datang. Amien.

Agustus 2007

(8)

ABSTRAKSI

Indonesia adalah Negara Agraris, sektor pe1tanian dan pedesaan memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional..Namun salah satu permasalahan utama dalam pembangunan di sektor pertanian adalah lemahnya permodalan.

Ada banyak sistem pertanian yang di gunakan masyarakat diantaranya Sistem Sewa, Sistem Pemilik sekaligus Penggarap, Sistem Bagi Hasil dengan Investor, Sistem Paparoan, Sistem Nyeblok. Dari sistem pertanian yang digunakan di masyarakat tersebut terlihat bahwa dalam pelaksanaan sistem pertanian di masyarakat ada yang telah sesuai dengan syariat Islam. Dalam sistem Syariah dikenal pula sistem Muziira 'ah (bagi hasil Pertanian), namun sistem ini belum diterapkan di Bank Syariah.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui bagaimana kendala dan tantangan penerapan sistem Muziira 'ah di Bank Syariah. Penulis mencoba untuk menggali informasi dari berbagai Bank Syariah namun tidak semua Bank Syariah berkenan. Han ya Bank Muamalat Indonesia yang bersedia.

(9)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ABSTRAKSI

DAFTARISI

BABI:PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Objek Penelitian

E. Kerangka Teori F. Metode Penelitian G. Sistematika Penyusunan

BAB II: MUZARA 'AH DALAM KONSEP EKONOMI ISLAM

ii iii iv vii viii

7 8 9

9 10

12

A. Pengertian Muziira "ah 14

B. Dasar Hukum Muziira "ah sebagai Konsep Ekonomi Islam 20

C. Pendapat Ulama 23

(10)

BAB JIT: BENTUK - BENTUK PERTANIAN MASYARAKAT DAN PEMBIA Y AAN SY ARIAH DI SEKTOR PERTANIAN

A. Pertumbuhan pe1tanian di lndonesia

B. Bentuk-bentuk sistem pe1tanian yang dipakai di Masyarakat 34 C. Pola Pembiayaan Syariah di Sektor Pertanian Melalui Bank Syariah 38 BAB IV: KENDALA DAN TANTANGAN PENERAP AN SISTEM BAGI

BASIL PERTANIAN (MUZARA 'AH) DI BANK SY ARIAH

A. Permasalahan Perbankan Syariah 53

B. Tanggapan Bank Muamalat Indonesia (BMJ) dan PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah) tentang penerapan sistem bagi hasil muziira'ah (Harvest-Yield Profit Sharing) di

Bank Syariah 58

C. Kendala penerapan sistem bagi hasil

muziira 'ah (Harvest-Yield Profit Sharing) di Bank Syariah menurut Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan PKES 60 BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan 63

B. Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 66

(11)

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah khalifah dimuka bumi. Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya mernpakan amanah Allah swt kepada sang khalifah agar dipergunakan dengan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama.

Syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja komprehensip tetapi juga universal. Karakteristik ini diperlukan, sebab tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya.1 Perkembangan jenis dan bentuk muamalah yang dilaksanakan manusia sejak dahulu sampai sekarang sejalan dengan kebutuban dan pengetahuan manusia itu sendiri. Atas dasar itu, dijumpai dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk muamalah yang beragam, yang esensinya adalah saling melaksanakan interaksi sosial dalam upaya memenuhi kebutuban masing-masing.2 Sehingga dapat dipahan1i bahwa dalam persoalan muamalah Allah swt telah menurnnkan rahmat-Nya yang paling besar bagi manusia dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi mereka untuk mengembangkan berbagai kreasi barn dibidang muamalah dalam upaya

1

M. Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah bagi bankir & Praklisi Keuangan (Jakarta: BI dan Tazkia Institute, l 999), h.37.

2

(12)

2

memenuhi kebutuhan mereka serta untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat yang merupakan keinginan semua manusia. Seperti dalam firman Allah swt :

;z-;, P,,..- o.J,

_,...'1 _,..,,,..,..

J J Jo

セ@

J.:::;.

"j

\

セI@

4-:...::_;:. .

l;;

J.J

I Y._

ャZNセ@

lZNセ@

j

J

ェセ@

:_,::.

イMセ@

j

/ /

"

(I . \ : I I ¢/:i.+J

I

)

J

セji@

y

I

セ@

lセセェ@

;;_;:..::.;:.

/

Artinya:"Dan di antara mereka ada yang berdo'a : "Ya Tuhan kan1i, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (QS. Al Baqaroh (2): 201)

Dasar pemikiran dikembangkannya Bank· Syariah adalah untuk memberikan pelayanan sebagian masyarakat yang belum terlayani oleh bank yang sudah ada, karena bank-bank tersebut masih menggunakan sistem bunga. Didasad bahwa bagi sebagian masyarakat beranggapan ' bahwa kegiatan perbankan yang menggunakan bunga tidak sejalan dengan pdnsip syariah, sehingga keikutsertaan mereka dalam sektor perbankan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan pdnsip syariah diharapkan seluruh potensi ekonomi masyarakat menjadi optimal sehingga dapat meningkatkan peran sektor perbankan secara keseluruhan.

(13)

Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dipandang agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim Jainnya.3 Secara resmi Bank Syariah di Indonesia kali pertama diperkenalkan pada tahun 1992 sejalan diberlakukannya Undang-undang No. 7 tahun 1992, karena perkembangannya tidak sepesat bank konvensional maka diberlakukannya Undang-undang No. IO Tahun 1998 yang memberikan peluang lebih luas untuk menjalankan kegiatan usaha yang ditandai dengan diberlakukannya dual banking system, yang memiliki tujuan mendukung perkembangan kinerja Bank Syariah di Indonesia.4 Hal ini terbukti pada tahun 2005 perbankan syariah berhasil mempertahankan pertumbuhan volume usaha perbankan syariah cukup tinggi yaitu 36, 4 % melebihi laju pertumbuhan industri perbankan nasional. Selanjutnya pelaksanaan fungsi intermediasi Bank Syariah tetap terjaga baik dengan ditandai oleh posisi Financing to Deposit Ratio (FDR) tetap tinggi 97, 8 % dan tetap menjaga kualitas asset dengan tingkat pembiayaan bermasalah (NPF- gross) di bawah 3 % sebagaimana tahun 2004. Secara kualitatif tahun 2005 juga telah terjadi kecenderungan peningka1an pembiayaan berbasis bagi hasil pada akbir tahun 2004 tercatat sebesar 29 % dari portofolio bank syariah meajadi 33 % pada akbir tahun 2005.5

3

Adiwannan Karim, Bank Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2004), Edisi II h. 24.

4

M. Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah wacana U/ama dan Cendikiawan (Jakarta: Bl dan Tazkia Institute, I 999), h. iv.

5

(14)

PT Bank Muamalat Indonesia Thk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturrahim peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 rniliar. Pada

akhir tahun 1997, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Namun Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara mumi sehingga akhir tahun 2004, Bank Muamalat tetap merupakan Bank Syariah terkemuka di Indonesia dengan jumlah

(15)

aktiva sebesar Rp 5,2 triliun, modal pemegang saban1 sebesar Rp 269,7 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp 48,4 miliar pada tahun 2004. 6

PKES merupakan lembaga yang mensosialisasikan ekonomi syariah kepada masyarakat. PKES di bentuk pada hari Rabu tanggal 14 Mei 2003, bertepatan dengan hari peringatan kelahiran Nabi Besar Muhanm1ad SAW, 12 Rabiul awal 1424 H, Pimpinan Bank mdonesia dan Lembaga Keuangan Pemerintab, Perbankan Syariab, Pasar Modal Syariab dan Lembaga-lembaga Usaha Ekonomi Syariah lainnya,bersepakat menandatangani Piagam Pendirian Pusat Komunikasi Ekonomi Syariab (PKES) bertempat di Ruang Komisi A, Gedung B - Bank mdonesia, Jakarta. 7

Semangat pendirian PKES, tentunya dilandasi oleh fakta babwa mdonesia dikenal sebagai Negara dengan penganut agama Islam t.erbesar di dunia, dengan prosentase sebesar 95% dari seluruh penduduk Indonesia. Namun sesuai dengan cita - cita pendiri bangsa, bangsa Indonesia sepakat mendirikan Negara nasionalis, bukan Agamis. Seiring dengan perjalanan sejarab, tingkat kesadaran dan kecerdasan anak bangsa dalam kegiatan ekonomi dan dunia bisnis. Syukur Alhamdulillab, para pelaku dan para abli ekonomi Islam Indonesia bangkit untuk memberi sumbangan terbaik kepada bangsa dan masyarakat Indonesia, dengan

6

www. Bank Mu'amalat Indonesia. co. id (24 Desember 2006), h. 2

7

(16)

semangat tolong menolong, silatmahmi. Kesadaran itu diwujudkan dengan nyata sebelas tabun lalu, dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia, tanggal 1 Mei 1992, yang didukung oleh Majelis Ulama Indonesia, pemerintab, Bank Indonesia, para tokoh masyarakat dan rakyat secara bergotong royong. Sehingga tidak mengherankan, apabila pemegang sabam awal Bank Muamalat Indonesia terdiri dari Iebih 800.000 orang.

Aspek pertanian merupakan aspek penting dalam mengembangkan pertumbuhan suatu negara, sebagaimana Imam al-Qmtubi, memandang babwa usaba pertanian hukumnya fardhu kif ayah, maka diwajibkan kepada Pemerintab untuk memerintahkan kepada rakyatnya untuk bertani.8 Dari pendapat Imam al-Qurtubi, tersebut dapat dipabami babwa sektor pertanian merupakan hal yang prinsip bagi negara-negara diseluruh dunia, karena baban makan pokok dihasilkan dari pertanian yang menjadi kebutuhan pangan bagi selmuh masyarakat. Pertanian dalam arti luas dapat mencakup pula pertanian rakyat, perkebunan bahkan perikanan. Sektor pertanian merupakan lapangan pekerjaan terbesar bagi pekerja tidak berketerampilan (unskilled). Di daerah pedesaan melalui pengaruhnya terhadap permintaan tenaga kerja, maka banyak pengamat ekonomi pertanian menyebut sektor pertanian sebagai "mesin pertumbuhan (engine of growth) ekonomi pedesaan.9

8

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Beirut: Dar al- Fikr, 1983), Jilid 3, h. 191.

9 Umar Juoro, Pembangunan Ekonomi Nasional (Bekasi: PT. lntermasa, 1997), Edisi I, h. 199.

(17)

Salah satu pennasalahan utama dalam pembangunan di sektor pertanian adalah lemahnya permodalan. Pemerintah telah berusaha mengatasi pennasalahan tersebut dengan meluncurkan beberapa kredit program untulc sek'tor pertanian. Kredit program yang memakai sistem bunga menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, bahkan menimbulkan permasalahan baru seperti membengkalmya hutang petani se1ia kredit macet. Berdasarkan ha! tersebut perlu dicari model pembiayaan altematif, sa!ah satu di antaranya adalah dengan skim syariah. Berbeda dengan model kredit, pembiayaan syariah ini bebas bunga, pembagian keuntungan didasarkan atas bagi hasil yang dilalculcan setelah periode transaksi beralchir. Hasil kajian menwljukkan bahwa pembiayaan syariah cukup prospektif untulc memperkuat pennodalan. Untulc menduktrng implementasinya di sektor pertanian diperlukan keberpihakan para pembuat kebijakan serta sosialisasi yang intensif mengenai prinsip-prinsip pembiayaan syariah. Namun Hal ini belum bisa terealisasi dikarenakan selama ini produk-produk perbankan syariah hanya berorientasi kepada produk mudhlirabah, musylirakah, marlibahah serta ijlirah akan tetapi belum melirik kepada sektor bagi hasil pertanian (muzlira 'ah) yang merupakan salah satu dari konsep mu'amalat

(18)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan efisien, maka penulis 1ne1nbatasi pen1bahasannya dala1n 111asalah peluang dan tantangan penerapan sistem muzara 'ah pada Bank Syariah menurut Bank Muamalat Indonesia (BMi) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah). Dari pembatasan tersebut maka pokok masalah dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

I. Bagaimana sistem bagi hasil pertanian (muzara'ah) menurut konsep Islam? 2. Bagaimana Sistem Bagi Hasil Pertanian di Masyarakat?

3. Bagaimana Pola Pembiayaan Syariah di Sektor Pertanian melalui Bank Syariah?

4. Apa kendala Bank Syariah terhadap penerapan muzara 'ah?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah:

I. Untuk mengetahui sistem bagi hasil pertanian (muzara 'ah) menurut konsep lslam.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk sistem pertanian di Masyarakat.

3. Untuk Mengetahui Pola Pembiayaan Syariah di Sektor Pertanian melalui Bank Syariah.

4. Untuk mengetahui kendala Bank Mu'amalat Indonesia (BMI) clan Lembaga PKES (Pusat Kornunikasi Ekonomi Syariah) terhadap penerapan sistem bagi hasil pertanian (muzara 'ah) pada Bank Syariah.

(19)

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:

I . Bagi penulis dapat menambah pengetahuan tentang kendala dan tantangan penerapan bagi basil pertanian (muziira 'ah) di Bank Syariah.

2. Bagi praktisi Perbankan Syariah sebagai bahan referensi atau tambahan informasi yang kemudian untuk dikaji tentang penerapan sistem muziira 'ah di Bank Syariah.

3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan referensi atau tambahan informasi bagi mereka yang ingin mengetahui lebih da!am mengenai kendala dan tantangan penerapan sistem muziira 'ah di Bank Syariah.

D. Objek Penelitian

Pada penulisan skripsi ini yang dijadikan objek studi oleh penulis adalah Bank Muama!at Indonesia (BMI) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah).

E. Kcrangka Teori

1. Perbankan ada!ah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. IO

2. Bank Syariah ada!ah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam

(20)

lalu lintas pembayaran. (UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan).11

3. Secara etimologi, al- Muziira 'ah bermti kerjasama di bidang pertanian antara pemilik tanah dengan penggarap. 12 Sedangkan secara terminologi al-Muziira 'ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap di mana pemilik lal1an memberikan lahan pertanimi kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.13

F. Metodologi Penelitian

I. Metode Analisis

Data yang digunakm1 adalah metode penelitian kualitatif yaitu penulis melakukan wawancara dan observasi Iangsw1g sebagai upaya mencari data deskriptif baik berupa kata tertulis atau lisan, sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan. Adapun dalam menganalisis data tersebut adalah:

a. Melakukan analisis terhadap tanggapan penerapan sistem bagi hasil pertanian (muziira'ah) Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah).

11

www. Bank Syari'ah Mandiri. co. id., h. 3

12

Wahbah Az-Zuhaili, al- Fiqh al- Islam wa Adi/atuhu (Beirut: Diir al- Fikr,), t.th., h. 614.

13

ntonio, BankSyari'ah wacana Ulama dan Cendikiawan., h. 12.

(21)

b. Menganalisis risiko penerapan bagi basil pertanian (muziira'ah) di Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi

Ekonomi Syariah).

Jenis data yang untuk diteliti adalah:

a. Data Primer, yaitu data-data hasil wawancara dan observasi dengan cara

mengadakan ta.nya jawab atau komunikasi dengan pihak Bank Muan1alat

Indonesia (BMI) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi

Syarial1).

b. Data Sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari sejumlal1 buku-buku,

sumber bacaan dan lain-lain yang ada kaitarmya dengan pembal1asan

skripsi ini.

2. Teknik Pengumpulan data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis berusal1a mencan data-data yang

diperlukan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan sejumlal1 buku-buku, sumber bacaan dan Jain-lain yang ada kaitannya

dengan pembal1asan skripsi ini.

b. Studi lapangan (field research), yaitu dengan penelitian objek permasalal1an melalui wawancara dengan pihak Bank Muamalat Indonesia

(BMI) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syarial1) untuk

mendapatkan informasi yang objektif sebagai bal1an dalam penulisan

(22)

3. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalan1 skripsi ini berpedoman kepada buku "Pedoman penulisan Skripsi, Tesis, dan Deserlasi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah .Jakarta Tahun 2007 ", dengan pengecualian untuk penulisan ayat-ayat al-Quran tidak memakai foot note, hanya menyebutkan nama/nomor surat dan ayatnya saja. Hal ini mengacu pada al-Quran dan Terjemalmnnya yang dikeluarkan Departemen Agama. Setiap terjemallan al- Quran, al- Hadits dan isi Undang-undang ditulis satu spasi.

G. Sistematika Penyusunan

Secara sistematis penyusunan skripsi ini dibagi menjadi lima bah dengan sub-sub bagian termasuk pendahuluan. Adapm1 perinciannya sebagai berikut:

BABI

BAB II

BAB III

: Pendalluluan terdiri atas; latar belakang masalall, pembatasan dan permnusan masalall, tujuan dan manfaat, objek penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, se1ta sistematika penulisan.

: Muziira 'ah dalam konsep ekonomi Islan1 memuat tentang; pengertian muziira 'ah, dasar hukmn muziira'ah dalam konsep ekonomi Islam, bentuk - bentuk muztira 'ah, dan pendapat -pendapat ulama tentang muztira 'ah

Prospek Pembiayaan syariah di sektor pertanian memuat tentang; perkembangan pertanian di Indonesia, bentuk-bentuk pertanian di Masyarakat dan pola pembiayaan syariall di sektor pertanian melalui Bank Syarial1.

(23)

BABIV

BABY

: Kendala dan tantangan penerapan sistem bagi hasil muzlira 'ah

(Harvest-Yield Profit Sharing) di Bank Syariah menurut Bank

Muanmlat Indonesia dan Lembaga PK.ES (Pusat Komunikasi

Ekonomi Syariah) memuat tentang tanggapan Bank Muamalat

Indonesia (BM!) dan Lembaga PK.ES (Pusat Komunikasi Ekonomi

Syariah) penerapan sistem bagi hasil muzlira 'ah

(Harvest-Yield Profit Sharing) di Bank Syariah, kendala

penerapan sistem bagi basil muzlira 'ah

(Harvest-Yield Profit Sharing) di Bank Muamalat Indonesia (BM!) dan

Lembaga PK.ES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah) serta analisis

tanggapan penerapan sistem bagi hasil muzlira 'ah

(Harvest-Yield Profit Sharing) di Bank Muamalat Indonesia (BM!) dan

Lembaga PK.ES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah).

(24)

BABU

MUZARA 'AH DALAM KON SEP EKONOMI ISLAM

A. Pcngertian Muziira'ah

Muzara 'ah secara etimologis (lughawi/ berasal dari bahasa Arab Zara 'a yazra'u yang berarti al-inbiit (penanaman). Sedangkan secara terminologis (istilah) pengertian muziira 'ah telah banyak dikemukakan oleh para ulama fiqh. Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh as-Sunnah mendefinisikan muziira 'ah dengan transaksi pengolahan hasil bumi dengan upah sebagian dari hasil yang keluar daripadanya. Yang dimalcsud disini adalah pemberian hasil untuk orang yang mengolah tanah dari yang dihasilkannya seperti setengah, dua sepertiga, atau lebih dari itu atau pula iebih rendah sesuai dengan kesepakatan keduabelah pihak (petani dan pemilik tanah). 2

Adapun muziira'ah menurut ulama Maliki yaitu " peljanjian keljasama dalam sektor pertanian ". Sedangkan menurut ulama Hambali yaitu " suatu kontrak penyerahan tanah kepada seorang petani untuk digarap dan hasilnya

dibagi dua".3 Dan menurut ulama Syafi'i mengatakan bahwa muziira'ah adalah suatu bentuk keljasama antara pemilik tanah dengan petani (penggarap), dan

1

Abdul Aziz Dahlan, (et.al), '"Muziira 'ah " Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta: PT. lchtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 74.

2

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Beirut: Dar al- Fikr, 1983), Jilid 3, h. 191.

3

(25)

sebagai "paroan sawah" sedangkan penduduk Irak menyebut "al-Mukhiibarah ". Muziira 'ah dan mukhiibarah memiliki makna yang berbeda, pendapat tersebut dikemukakan oleh al- Rafi'i dan al- Nawawi. Sedangkan mennrut al- Qadhi Abu Thayid bahwa muztira 'ah dan mukhtibarah adalah satu pengertian. Menurut ulama Hanafiyah mukhtibarah adalah "Akad untuk bercocok tanam dengan sebagian apa-apa yang keluar dari bumi", sedangkan mennrut imam Syafi'i mukhiibarah adalah "Menggarap tanah dengan apa yang keluar dari tanah tersebut ". 5 Sedangkan mustiqah mennrut Abdurrahman al- Jaziri adalah "Akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu6

Sedangkan menurut Imam Syafi'i mendefinisikan mukhiirabarah dengan "pengolahan lahan oleh petani dengan imbalan hasil pertaniannya disediakan pemilik lahan". Dengan demikian dalam mukhiibarah , bibit yang akan ditanam disediakan oleh pemilik lahan, sedangkan dalam muziira 'ah bibit yang akan ditanam boleh dari pemilik lahan dan bolehjuga dari petani.7

Menurut Sunarto Zulkifli membedakanjenis muztira 'ah kepada dua bagian:8 1. Muzara' ah : Kerjasama pengolahan lahan dimana ben..ih berasal dari pem..ilik

4

Wahbah Az-Zuhaili, al- Fiqh al-Islam wa Adilatuh (Beirut: Dar al- Fikr, t.th.), h. 614.

5

H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),cet. I h. 153.

6 Ibid.,

h. 145.

7

Dahlan, "Muziira 'ah "Ensiklopedia Hukum Islam, h. 74.

8

(26)

16

lahan

2. Mukhabarah : Ke1jasarna pengolahan !ahan dimana benih berasal dari petani penggarap

Pemilik Lahan Penggarap

.

Lahan Pertanian

Lah an

i

• Keahlian

Benih Hasil Panen •Tenaga

Pupuk • Waktu

• Dsb.

セ@

Bagi Hasil Sesuai Kesepakatan

Tabet 1: Skema Transaksi muziira'ah

(27)

sakap-menyakap. Hasil kajian Saptana et al (2003)9 menunjukkan bahwa sistem sakap menyakap masih banyak dijumpai baik di pedesaan Jawa maupun Luar Jawa. Sistem sakap yang berlaku di Jawa umumnya maro (1/2) dimana basil clan biaya saprodi dibagi clua. Pada kasus lain biaya saprodi ditanggung oleb penggarap. Di samping sistem maro, juga ditemukan merte!u ( 1/3) dan merempat (1/4) di Jawa Tengab, tetapi sistem ini mulai jarang ditemukan. Pada sistem maro di Luar Jawa, basil dibagi dua clan biaya saprodi menjadi tanggungan pemilik lahan. Pada kasus lain, saprodi menjadi tanggungan bersarna pemilik tanah dan penggarap. Di tempat lain juga ditemukan sistem 2/3 clan 3/5, tetapi juga mulai jarang ditemukan Bervariasinya sistem bagi hasil di pedesaan, baik di Jawa maupun luar Jawa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (I) Kelas lahan, yang menunjukkan jarak lahan terhadap jalan utama. Semakin dekat dengan jalan utama, bagian yang diterima pemilik lahan semakin besar dan demikian sebaliknya; (2) Kesuburan lahan, yang biasanya direfleksikan oleh tipe irigasi; semakin subur lahan atau semakin baik sistem irigasinya, maka bagian pemilik lahan semakin besar; (3) Tingkat ketersediaan/kelangkaan lahan; semakin melimpah lahan, maka bagian yang diterima pemilik lahan makin kecil; (4) Tingkat ketersediaan tenaga kerja; ketersediaan tenaga kerja yang relatif melimpah akan semakin mengurangi bagian penggarap; dan (5) Hubungan antara pasar lahan dan tenaga ォ・セェ。@ berpengaruh terbadap sistem sakap menyakap.

9

Ashari Saptana, Prospek Pen1biayaan Syariah untuk Sektor Pertanian (w\V\V. Pse. Litbang.

(28)

18

Setelah mengetahui definisi-definisi muziira 'ah, maka selanjutnya penulis akan memaparkan syarat dan rukun dalam muzara'ah. Walaupun demikian, perbedaan dalam memberikan definisi muziira 'ah dan mukhabarah menyebabkan sebagian ulama berpendapat bahwa muzara 'ah adalah sistem yang tidak sah dilaksanakan. Hal tersebut akan dibahas dalam pembahasan pendapat para Ulama tentang muzara 'ah.

Menu rut ulama Hanafi rukun kerjasama muzara 'ah adalah dengan tawaran (]jab) dan penerimaan (qabul/0, sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun muzara 'ah adalah sebagai berikut: 11

a. Pemilik lahan. b. Petani penggarap. c. Objek muzara 'ah. d. ]jab dan qabul.

Kemudian syarat-syarat muzara'ah menurut Jumhur Ulama adalah:12

a. Adanya orang yang berakad. Kedua pihak orang-orang yang telah baligh dan berakal, karena kedua syarat ini membuat seseorang dianggap cakap da!am hukum. Abu Hanifah berpendapat bahwa salah seorang atau kedua orang yang berakad bukan orang murtad, karena tindakan hukum orang tersebut dianggap mauquf (tidak mempunyai efek hukum sampai orang tersebut masuk Islam kembali). Tetapi Abu Yusuf dan Muhammad bin

'0 Az-Zuhaili, al- Fiqh al- Islam wa Adi/atuh. h. 615.

11

Hamn, Fiqh Mu 'ama/ah. h. 278.

(29)

berakad dengan orang murtad, karena ia berpendapat bahwa akad muziira 'ah boleh dilakukan antara muslim dengan non- Islam; termasuk orang murtad.

b. Benih yang akan ditanam. Syarat yang menyangkut benih harus jelas, sehingga sesuai dengan kebiasaan tanab tersebut, supaya menghasilkan sesuatu yang diharapkan.

c. Lahan yang dikerjakan. Laban pertanian yang akan digarap sesuai menurut adat dikalangan petani yaitu Iaban harus yang bisa diolah dan menghasilkan panen, bukan laban tandus kering dan tandus yang tidak memungkinkan untuk laban pertanian, sehingga apabila ha! tersebut dilaksanakan akan menjadi rusak, batas-batas tersebut hams jelas serta tanab itu diserabkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap

d. Hasil yang akan dipanen. Pembagian basil pertanian hams jelas, basil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad tanpa boleh ada pengkhususan, pembagian basil itu ditentukan setengab, sepertiga atau seperempat sejak dari awal akad.

e. Jangka waktu berlakunya akad. Karena akad muziira'ah mengandung makna akad Jjarah (sewa menyewa atau upab mengupab) dengan imbalan basil panen. Oleh sebab itu, jangka waktu harus jelas. Adapun untuk penentuan jangka waktu disesuaikan dengan adat istiadat setempat.

(30)

20

seperempal, lehih tinggi atau lehih rem/ah sesuai denga11 kesepalwtan kedua he/ah pihak dengan bibitnya boleh dari pemi/ik lahan a/au dari penggarap lahan ".

B. Dasar Hukum Muziira'alz scbagd Konscp Ekonomi Islam

Disyariatkan muzara 'ah scbagai salah satu kegiatan mua'malah manus1a untuk men<lapatkan bagi hasil dari pcngolahan lahan pertanian. Bagi hasil merupakan ォ・セェ。@ sama antara dua orang atau lebih <lalam melakukan sesuatu berdasarkan pcrscntasc yang telah disepakati. Dengan adanya kerjasama ini antara pemilik lahan clan penggarap lahan menjadi solusi untuk membuat lahan pertanian menjadi pro<lukti I:

Dasar hukum yang membolehkan muzara 'ah sebagaimana menurut ulama Malikiyah, Hanabilah, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasam asy-Syaibani dan ulama az- Zahiriyah yaitu sebuah Ha<lits <lari lbnu Umar ra, dijelaskan bahwa sistem muzara 'ah pernah dijalankan pada masa Rasulullal1 saw -ketika beliau memberikan tanah di Khaibar kepada orang Yahudi, yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori:

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra katanya: orang Anshar berkata kepada Nabi Muhammad saw: "Bagilah pohon-pohon kurma itu diantara kami dan saudara

13

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al- Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut Lubnan, Dar

(31)

buahnya kita bagi". Orang Muhajirin menjawab "Baiklah!" kan1i setnju." (HR. Bukhari)

Diantara sebab Rasulullah saw menyetujui perdamaian yang diajukan bangsa Yahudi Khaibar adalah bahwa kebun-kebun dan kumia-kurrna yang memenuhi daerah tersebut masih memerlukan tenaga untuk rncngclolanya. walaupun kaum Anshar adalah ahli dalam bidang pertanian, tetapi tctap mercka masih membutuhkan tenaga orang Yahudi karena keberadaan mercka disana yang lebih dahulu dan sekaligus sebagai personil kekuatan pasukan Islam nantinya. 14

Diriwayatkan pula dalam sebuah haclits clari Abu Ja'

tar

setiap keluarga di Madinah pernah menyewa tanah bcrdasarkan bagi hasil dengan pcmilik tanah, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari:

Artinya: "Berkatalah Qais bin Muslim dari Abu Ja'far bahwasanya tidak acla satu keluarga pun di Maclinah yang tidak menggarap tanah, dengan ketentuan mendapatkan hasil sepertiga atau seperempat". Dan mcnurut keterangan hadist ini menggarapkannya ialah Ali dan Sa'ad bin Malik, Abdullah bin Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz, Qosim, 'Urwah, kcluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali dan ! nu Sirrin (HR. Bukhari)

14

Quthb Jbrahi1n, Kebijakan Ekonon1i urnar hin Khat1ah (Jakarta: pオセ[ャ[Qォ。@ A1..r .. a1n, 2002), h. 79.

15

(32)

22

Dalam al- Qur'an juga terdapat ayat-ayat yang dapat rncnumbuhkan semangat saling tolong-menolong dan bekerja sama dikalangan kaum muslimin, lebih mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi dan berusaha untuk berbuat baik kepada orang lain.

Allah swt berfirman :

Artinya: " ... Dan to long mcnolonglah kamu dalam mcnger:jakan kebaikan dan takwa dan janganlah tolong menolong dalam hcrbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnyu Allah amat berat siksa-Nya". (QS. Al Maidah (5): 2)

Dalam ayat lain, Allah swt berfirman :

Artinya: "Mereka beriman kepada Allah swt dan hari penghabisan. Mereka menynruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka itu termasuk orang-orang yang shaleh. (QS. Ali Imron (3):114)

Dalam ayat lainnya, Allah swt berfirman:

Artinya : "Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan. dan akan kami litipkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami ''. (QS.

(33)

lahan pertanian. Dalam sebuah kondisi pemilik lahan tidak mampu menge1jakan lahannya, sedangkan dalam kondisi lain petani mernpunyai keal1lian dalam pertanian tetapi tidak rnempunyai lahan pertanian. Malca wajar apabila pemilik lahan bekerjasama dengan petani penggarap, dengan ketentuan bahwa keuntungan dari lahan itu rnereka bagi sesuai kesepakatan bersama.

Bentuk kerjasama ini rnerupakan salah satu cara membangkitkan keinginan dalan1 rnelakukan kebajikan dan rnenimbulkan rasa kepedulian terhadap sesama. Praktek muzara 'ah maerupakan sebuah sistem dalam mu 'amalat Islam agar segala snmber daya yang telah diberikan Allah swt sebagai titipan untuk manusia dapat memanfaatkan dengan sebaik mungkin.

C. Pendapat Ulama

Di dalam pembahasan sebelnmnya telah dijelaskan mengenai definisi dan dasar hukimi muzara'ah serta perbedaan definisi muzara'ah menyebabkan terdapat sebagian ulama yang menganggap muzara 'ah tidak sah dilaksanakan, maka dari itu pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan lebih rinci mengenai dalil-dalil ulama yang mendukung dan menentang sistem muzara 'ah sebagai salah satu aspek mu' amalat.

(34)

24

muzara 'ah tidak dibolehkan, karena akad muziira 'ah dengan bagi hasil, seperti seperempat dan setengah hukumnya batal.16

Alasan imam Abu l-lanifah dan Zufair ibn J luzail adalah hadits sebagai berikut:

17

A11inya: "Rasulullah saw melarang melakukan al-mukhabarah" (HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah)

AI-Mukhabarah dalam sabda Rasulullah itu adalah muzt/ra 'ah, sekalipun dalam al-mukhabarah bibit yang akan ditanam berasal dari pcmilik tanah.

Sabda Rasulullah saw:

Artinya: "Rasulullah melarang al-muziira'ah". (HR. Muslim dari Tsabit al-Dakhak)

Menurut mereka obyek dalam muziira 'ah belum ada dan tidak jelas kadarnya, karena yang dijadikan imbalan untuk petani adalah hasil pcrtanian yang belum

J .!. "1,,... ,,,... , "':,...."rt

ada (

tJ..uu.1 )

dan tidak jelas (

4.l

セi@ ) ukurannya, schinggu keuntungan yang

akan dibagi sejak semula tidak jelas. Karena mungk in sa3a pertanian tersebut tidak mcnghasilkan panen sehingga petani lidak mendapatkan apa-apa dari hasil

16

Harun, Fiqh Mu 'ama!ah, h. 276

17

Al- Bukhari, Shahih Bukhari, h. 47

(35)

apa-apa dari hasil ketjanya. Akad yang bersifat belum ada dan tidak jelas inilah yang membuat akad ini tidak sah. Adapun mengenai perbuatan Rasulullah dengan penduduk Khaibar bukanlah merupakan akad muzara "ah melainkan Kharaj al-Muqasamah yaitu ketentuan yang harus dibayarkan kepada Rasulullah setiap kali panen dalam persentase tertentu. 19

Begitu pula ulama madzhab Syafi'i mengatakan bahwa akad itu tidak sah kecuali apabila muziira'ah itu mengikat pada akad musiiqah (ketjasama pemilik kebun dengan petani dalam mengelola pepohonan yang ada dikebun itu, yang hasilnya nanti dibagi menurut kesepakatan bersama). Misalnya, si A menyerahkan kepada si B sebidang tanah yang banyak tanaman kurma atau sedikit, maka sebaiknya si A memusaqahkan saja tanamannya dan memuzara'ahkan tanah tersebut, maka sahlah muziira 'ah itu karena mengikuti kepada musaqah.

Ibnu Taimiyah mencoba menguji berbagai pendapat para ahli yang menentang praktek bagi hasil tersebut. Pandangan mereka merujuk pada sejumlah hadits yang melarang bagi hasil. Ibnu Taimiyah menyatakan "Rasulullah saw sendiri melakukan kontrak bagi hasil (muzara 'ah) dan dalam sejarah masyarakat Islam juga diceritakan bahwa praktek seperti ini lazim dilakukan". Ia membuktikan bahwa larangan yang dilaporkan di atas tidak sah. Hanya beberapa kasus bagi hasil saja yang dilarang, misalnya satu pihak menetapkan syarat harus menerima sejumlah hasil produksi atau meminta hasil bagian dari tanah tertentu (kawasan yang subur) akan menjadi miliknya. Persyaratan tersebutjelas tidak adil.

19

(36)

26

Ibnu Taimiyah tidak sepakat dengan pendapat di atas dan Dia menyatakan "ini adalah salah satu bentuk kerjasama dan bukan suatu kontrak kerja". Hasil produksi merupakan karya dari beberapa ha! diantaranya yaitu tenaga ke1ja. sapi dan buruh yang menjadi menjadi tanggung jawab penggarap tanah atau pepohonan yang dimiliki pemilik tanah. Kedua pihak itu akan ikut andil dalam proses produksi tersebut. Maka jika produksinya berhasil, sudah sewajamya jika kemudian hasil panen tersebut dibagi bersama. Namun jika gaga!, maka semuanya tidak mendapatkan apa-apa. Jadi keduanya pun berkewajiban menanggung risiko kerugian maupun keuntungan.20

Umar bin Khatab memandang bahwa Rasulullah telah membagikan tanah untuk para pejuang muslim. Kemudian tanah itu diserahkan kepada bangsa Yahudi Khaibar bukan untuk dijadikan sebagai milik mereka, tetapi diolah untuk lahan pertanian sesuai dengan sy.arat yang mereka ajukan, yaitu mereka mendapatkan setengah dari hasil tanaman dan buah-buahan. Jadi, bentuk kharaj di sini seperti muziira 'ah sekarang, yang disebut penduduk Madinah dengan al-Muqiisamah.21

Ulama Malikiyah, Hanabilah, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan ay- Syaibani dan ulama az-Zahiriyah berpendapat bahwa akad muziira 'ah hukumnya boleh, karena akadnya cukup jelas, yaitu menjadikan petani sebagai serikat dalam penggarapan pertanian.

20

A. A. Isiahi, Konsepsi Ekonomi !bnu Taimiyah, (Surabaya: PT. Bina llmu, I 997), cet. I, h. 200

21

(37)

menerima tanah berdasarkan sewa, pemilik tanah membayarnya sebagai upah atas keija berupa hasil produksi. Demikian pula petani membayar sewa kepada pemilik tanah dalam bentuk hasil produksi. Sehingga terkandung nilai kebaiikan dan kedermawanan di balik perjanjian ini dan tidak semata-mata hanya berharap menerima bagian atas tanahnya atau tenaga yang dikeluarkannya. Tetapi jika semangat seperti ini kurang dan lemah, serta petani yang tidak berdaya menjadi alat penindasan dan eksploitasi dari pemilik tanah, atau adanya ketakutan terhadap ketidakjujuran berbagai pihak atau terdapat perselisihan-perselisihan diantara mereka, maka bentuk semacam ini yang tidak dibenarkan dalam Islam.

Dapat penulis simpulkan bahwa terdapatnya perbedaaan pendapat dikalangan ahli fiqh tentang keabsahan sistem bagi hasil dalam pengolahan tanah dikarenakan kesepakatan bagi hasil sama dengan persekutuan dalam perdagangan, sehingga sebagian ahli fiqh membolehkannya, sementara sebagian lainnya menolak dan menentang sistem tersebut karena merujuk kepada hadits-hadist yang melarang sistem tersebut se1ia sistem tersebut dianggap terlalu berisiko dan bersifat menindas.

D. Bentnk-bentnk Muztira'ah

(38)

28

dapat menyebabkan perselisihan atau hilangnya berbagai pihak dianggap terlarang

Secara lebih rinci, Afzalur Rahman mengungkapkan bentuk-bentuk sistem bagi has ii muziira 'ah dengan jelas. Berikut ini bentuk-bentuk pengolahan yang tidak boleh menurut para ahli fiqh.22

1. Salah satu bentuk perjanjian kerjasama pertanian yang menetapkan sejumlah hasil tertentu yang harus diberikan kepada pemilik tanah, yaitu suatu syarat yang menentukan bahwa apapun hasilnya yang diperoleh, pemilik tanah tetap akan menerima lima atau sepuluh maund dari hasil pan en.

2. Apabila hanya bagian-bagian tertentu dari lahan itu yang berproduksi, misalnya bagian Utara atau bagian Selatan dan lain sebagainya, maka bagian-bagian tersebut diperuntukkan bagi pemilik tanah.

3. Apabila hasil tersebut berada ditangan tertentu, rnisalnya disekitar aliran sungai atau di daerah yang mendapatkan cahaya mataharai, maka hasil daerah tanah tersebut disimpan untuk pemilik tanah, semua bentuk-bentuk pengolahan semacam ini dianggap terlarang, karena bagian satu pihak telah ditentukan sementara bagian pihak lain masih diragukan, atau pembagian untuk keduanya tergantung pada nasib baik atau buruk sehingga ada satu pihak yang dirugikan.

22

(39)

atau menjadi miliknya jika sepanjang pemilik tanah masih menginginkan dan akan menghapuskan kepemilikannya manakala pemilik tanah menghendakinya.

5. Ketika petani atau pemilik tanah sepakat membagi hasil tanah tapi satu pihak menyediakan bibit dan yang lainnya menyediakan alat-alat pertanian.

6. Apabila tanah menjadi milik pertama, benih dibebankan kepada pihak kedua, alat-alat pertanian kepada pihak ketiga dan tenaga kerja kepada pihak keempat, atau dalam hal ini tenaga kerja dan alat-alat pe1tanian tennasuk bagian dari pihak ketiga.

7. Perjanjian pengolahan menetapkan tenaga kerja dan tanah menjadi tanggung jawab pihak pertama dan benih beserta alat-alat pertanian pada pihak lainnya.

8. Bagian seseorang harus ditentukan dalam bentuk jumlah, misalnya sepuluh atau dua puluh maunds gandum untuk satu pihak serta sisanya untuk pihak lain.

9. Ditetapkan jumlah tertentu dari hasil pan en yang harus dibayarkan kepada satu pihak selain dari bagiannya dari hasil panen.

(40)

30

Perjanjian dengan sistem muziira 'ah akan sah apabila tidak seorangpun yang dikorbankan haknya, dan tidak ada pemanfaatan secara tidak adil atas kelemahan dan kebutuhan seseorang, dan tidak boleh ada syarat-syarat yang sejenisnya yang dapat menirnbulkan perselisihan antara kedua pihak. dan tidak satupun syarat yang tidak diberi ketetapan pada saat perjanjian itu berlangsung yang mungkin mernbahayakan hak salah satu dar kedua belah pihak.

Berikut ini adalah bentuk-bentuk sistem bagi hasil yang dianggap sah"23 I. Perjanjian kerjasama dalam pengolahan dimana tanah milik satu

pihak, peralatan pertanian, benih dan tenaga kerja dari pihak lain, keduanya menyetujui bahwa pemilik tanah akan memperoleh bagian tertentu dari hasil panen.

2. Apabila tanah, peralatan tanah dan benih, sernuanya dibebankan kepada pemilik tanah sedangkan hanya buruh yang dibebankan kepada petani, maka harus ditetapkan pemilik tanah mendapat bagian tertentu dari hasil.

3. Apabila keduanya sepakat atas tanah, perlengkapan pertanian, benih dan buruh serta menetapkan pemilik tanah mendapat bagian tertentu dari hasil.

23

(41)

petani sehingga menjadi objek muziira 'ah adalah jasa petani, maka hal tersebut sah hukumnya.

5. Apabila tanah berasal dari satu pihak clan kedua belah pihak bersama menanggung benih, buruh clan pembiayaan-pembiayaan pengolahannya, dalam hal ini keduanya akan mendapatkan bagian dari hasil.

Abu Yusuf dan Muhammad ibn al-Hasan asy- Syaibani menyatakan bahwa dilihat dari segi sah dan tidaknya akad muziira 'ah, maka ada empat bentuk muziira 'ah, yaitu:

l. Apabila tanah dan bibit dari pemilik tanah, kerja dan alat dari petani, sehingga yang menjadi obyek muziira "ah adalah jasa petani, maka hukumnya sah.

2. Apabila pemilik tanah hanya menyediakan tanah, sedangkan petani menyediakan bibit, alat, dan ke1ja, sehingga yang menjadi obyek muziira 'ah adalah manfaat tanah, mal<a akad muziira 'ah juga sah.

3. Apabila tanah, alat dan bibit dari pemilik tanah dan kerja dari petani, sehingga yang menjadi obyek muziira 'ah adalah jasa petani, maka akad muziira 'ah juga sah.

(42)

32

boleh mengikut pada tanah. Menurut mereka, manfaat alat pertanian itu tidak sejenis dengan manfaat tanah, karena tanah adalah untuk menghasilkan tumbuh-tumbuhan dan buah, sedangkan manfaat alat hanya untuk menggarap tanah. Alat pertanian, menurut mereka harus mengikut kepada petani penggarap, bukan kepada pemilik tanah.24

24

(43)

A. Pertumbuhau pertanian di Indonesia

Indonesia adalah Negara Agraris. sektor pe11anian dan pedesaan me mil iki peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. Melihat pentingnya sektor pertanian dan pedesaaan, selain sebagai andalan mata pencaharian sebagian besar penduduk, sektor pertanian dan pedesaan juga mampu meningkatkan sumbangan kepada PDB, memberikan kontribusi terhadap ekspor ( devisa), bahan baku industri, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yaitu sebesar 44 % dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 2006) serta dalam penyediaan bahan pangan dan gizi. Bahkan ketika terjadi krisis moneter, sektor pe1ianian dan pedesaan mampu menjadi penyangga perekonomian nasional.1

Sebagai contoh perkembangan pertanian di Indonesia khususnya di sektor produksi padi tahun 2006 (Angka Ramalan III) diperkirakan sebesar 54,66 juta ton gabah kering giling (GKG), naik sebanyak 512 ribu ton (0,95 persen) dibandingkan dengan produksi tahun 2005. Kenaikan produksi padi pada tahun 2006 diperkirakan karena kenaikan luas panen sekitar 16 ribu hektar (0, 13 persen) dan juga peningkatan produktivitas sebesar 0,37 Ku/Ha (0,81 persen) peningkatan

1

Soekartawi, Agribisnis, Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 200 I), ed.

(44)

34

luas panen terutama terjadi di luar Jawa seluas 14 ribu Ha (0,23 persen), sementara di Jawa hanya bertambah sekitar 2 ribu Ha (0,03 persenf

Perkembangan

Uraian 2005 (Atap)

2006 (Aram

2005-2006

Ill

Absulut Persen

-Padi Sawah

Luas panen (ha) 10.733576 10.777.510 43.934 0.41

Hasil/ha (ku/ha) 47.81 48.11 0.30 0.63

Produksi (ton) 5!.317.758 51.849.544 531.786 1.04

PadiLadang

Luas panen (ha) I.I 05.484 1.077.401 -28.983 -2.54

Hasil/ha (ku/ha) 25.63 26.12 0.49 1.91

Produksi (ton) 2.833.339 2.814.050 -19.289 -0.68

Padi (Sawah + Ladang) a. Jawa

Luas panen (ha) 5.707.950 5.709.601 1.651 0.03

Hasil/ha (ku/ha) 52.51 52.49 0.34 0.64

Produksi (ton) 29.764.392 29.971.264 206.872 0.70

b. LuarJawa

Luas panen (ha) 6.131.110 6.145.310 14.200 0.23

Hasil/ha (ku/ha) 39.78 40.18 0.40 I.OJ

Produksi (ton) 24.386.705 24.692.330 305.625 1.25

c. Indonesia

Luas panen (ha) I 1.839.060 11.854.911 15.851 0.13

Hasil/ha (kulha) 45.74 46.11 0.37 0.81

Produksi (ton) 54.151.097 54.663.594 512.497 0.95

Tabet 2. Luas Panen, Hasil per hektar dan Produksi Padi Sawah, Padi Ladang dan Padi (Sawah+Ladang) Tahun 2005-2006

B. Bentuk-bentuk sistem pertanian yang dipakai di Masyarakat

Berikut ini adalah bentuk-bentuk sistem pertanian yang dipakai di masyarakat:3

(45)

Sistem ini adalah suatu bentuk penyewaan tanah baik dibayar secara tunai maupun tempo (setelah panen). Pemilik tanal1 menentukan harga sewa tanah yang harus dibayar oleh penyewa sebagai pengganti hasil pertanian.

Dalam bentuk pengolahan tanah seperti ini semua hasil pertanian menjadi milik petani/penyewa, sedangkan sedangkan pemilik tanah hanya mendapat uang sewa. Adapun jumlah uang sewa ditentukan dari lamanya penyewaan, kesuburan tanah, dan jenis tanaman yang ditanam. Pembayaran uang sewa biasanya diterapkan per hektar yang kemudian diperhitungkru1 dengan sejumlah uang. Rentang waktu penyewaan sesuai kesepakatan antara keduanya.

2. Sistem Pemilik sekaligus Penggarap

Bentuk pertanian seperti ini biasa dilakukan oleh seseorang yang memiliki tanah sekaligus menjadi penggarap tanahnya sendiri. Dalam sistem ini, bagi petani yru1g menanam padi, biasanya modal (biaya) yang dikeluarkan seluruhnya ditanggung sendiri, tanpa ada campur tangan orang lain, maka hasil yang diperolehnya pun menjadi miliknya pribadi.

3. Sistem Bagi Hasil dengan Investor

Bagi Hasil adalah konsep yang paling lazim dan tidak ada keraguan didalamnya, dan hampir seluruh ulama sepakat dengan transaksi bagi hasil.

Sistem seperti ini biasa dilakukan oleh pemilik lahan yang mempunyai kemampuan untuk menggarap tanahnya sendiri, akan tetapi tidak memiliki modal

3

(46)

36

untuk menanggung semua biaya yang akan dikeluarkannya dalam membiayai proses pertanian, hal ini dikarenakan besamya modal yang dikeluarkan, maka petani berusaha mencari investor yang mau diajak kerjasama dalam mengembangkan usahataninya.

Dalam sistem seperti ini biasanya investor tidak ikut campur dalam menggarap tanah, dia hanya memberikan modal dan mengontrol tanaman, karena semua proses penggarapan dilakukan oleh pemilik lahan. Kemudian hasil dari panen tersebut jika melebihi dari modal yang dikeluarkan , maka diadakan proses bagi basil misalnya 50:50 atau 60:40 bagaimana kesepakatan diawal perjanjian. Namun jika terjadi kerugian, maka ditanggung bersama.

4. Sistem Paparoa11

Sistem ini adalah sistem penggarapan yang dilakukan oleh kedua belah pihak, dimana satu pihak sebagai pemilik lahan (pihak pertama) sedangkan satu pihak lainnya bertindak sebagai penggarap tanah (pihak kedua).

Bentulc kerjasama dalam sistem ini adalah pihak pertama mempunyai sebidang tanah dan diserahkan kepada penggarap (pihak kedua) m1tuk dikelola, dengan kesepakatan membagi hasil panen dengan pemilik lahan. Bagi pihak penggarap ia mempunyai kewajiban dalam pengolahan lahan, pengairan dan pemeliharaan tanaman serta mengetamnya walctu panen. Sedangkan penyediaan bibit (benih), pupuk, obat-obatan untuk hama, ditanggung oleh pemilik lahan.

(47)

Pada sistem nyeblok ini, petani penggarap hanya mengelola lahan pertanian saja sebagai buruh tani, sedangkan pemilik lahan menyediakan segala kebutuhan penggarapnya, mulai dari benih, pupuk dan obat-obatan bahkan konsumsi..

Dalam sistem ini, biasanya jwnlah petani penggarap tidak hanya satu orang, melainkan berjwnlah lebih. Meskipun demikian, masing-masing petani penggarap itu masing-masing mempunyai batas-batas lahan yang menjadi tanggung jawabnya. Kewajiban petani penggarap dalam pengolahan lahan adalah menanam benih dan memanennya, sedangkan perawatan tanaman menjadi kewajiban pemilik lahan. Jika pemilik lahan meminta petani penggarap untuk mengolahnya, maka bagian petani penggarap menjadi lebih besar, namun jika pemilik lahan menggunakan jasa orang lain maka kewajiban pemlik lahan memberikan upah kepada orang tersebut.

Dalam pembagian hasil, masing-masing petani penggarap menghitung pendapatan/hasil panennya dari tanah yang meajadi tanggung jawabnya. Kesepakatan yang biasa dilakukan adalah 4: 1. Artinya, pemilik lahan memperoleh empat bagian dan untuk penggarap mendapatkan satu bagian.

(48)

38

C. Pola Pembiayaan Syariah di Sektor Pertanian Melalui Bank Syariah

Sektor pertanian dan pedesaan memang memiliki peran yang sangat strategis, akan tetapi sektor pertanian dan pedesaan sering dihadapkan pada banyak permasalahan, terutama lemahnya pe1modalan. Permodalan adalal1 unsur yang esensial dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat pedesaan, ketidakadaan modal akan membatasi ruang gerak sektor pertanian. Kebutuhan modal akan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya beragam jenis komoditas dan pola tanam, perkembangan teknologi budidaya, penanganan pasca panen dan pengolahan hasil yang semakin pesat. Pada era teknologi modem di sektor pertanian, pengerahan modal yang intensif bail: untuk alat-alat pertanian maupun sarana produksi tidak dapat dihindari. Sehingga masalah petani sering muncul karena mereka tidak mampu membiayai usaha mereka dengan dana sendiri.

Modal adalah faktor produksi ketiga yang dapat menghasilkan kekayaan melalui berbagai sektor kegiatan ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi dan kegiatan-kegiatan lainnya). Menurut syariah, hubungan pinjan1-meminjam tidak dilarang bahkan dianjurkan agar terjadi hubungan saling menguntungkan.

(49)

menjalankan usahanya cliclasarkan alas hukum-hukum syariah (lslam).Secara teoritis, clalam pelaksanaan pembiayaan bank syariah harus memcnuhi clua aspck,4 yaitu (I) Aspek Syariah. bcra1·ti clalam setiar rcalisasi pcmbiayaan kepacla nasabah bank syariah harus berpecloman pacla syariat Islam yaitu tidak mengadung maisir, gharar, dan riba serta bidang usahanya harus halal, (2) Aspek Ekonomi, yaitu pertimbangan memperoleh keuntungan bagi bank syariah clan nasabah.

i/r-/l/

Ahmad M. Saefudclin mengemukakan bahwa perbeclaan paling mendasar antara bank (lembaga pembiayaan) syariah clan bank konvensional aclalah pacla eksistensi bunga. Pacla bank konvcnsional prinsip perhitungan kerjasamanya cliclasarkan pacla bunga, sementara pada bank syariah clidasarkan pacla pembagian keuntungan atau bagi hasil. Sistem bagi hasil ini dinilai lebih realistis dan sesuai dengan iklim bisnis yang memang bcrpotcnsi untung dan rugi.5

Kegiatan usaha bank syariah lebih memberikan cilra kcadilan. Sebagaimana di ungkapkan Imam Ghazali bahwa tujuan utama .1:variot adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan, kehiclupan, aka!, keturunan clan harta benda 111ereka. Apa saja yang menjamin terlinclungnya lima perkara ini aclalah maslahat bagi manusia dan dikenclnki6 Sistem Perbankan Syariah hadir sebagai maslahat clengan perhitungan yang didasarkan pada prinsip

" M11han1111ad. 1Vfantden1en f>t•111/>iayaan l?ank .'-i)·ariah (Yogyakarta: Akade1ni Manajerncn

J>crusaliaan YKPN, 2005), eel. L h. 1(1

5

Ahn1ad M. Sacfudin, Nkono111i dan /11a.\yarakah (Jakartn: Raja\vali Pers, J 987), cct I, h. 98.

(50)

40

bagi hasil memungkinkan terciptanya rasa keadilan tersebut. Perhitungan berdasarkan bunga umumnya didasarkan pada asumsi bahwa usaha yang dikelola oleh nasabah pasti untung, padahal tidak ada jaminan bahwa sebuah usaha selalu akan memperoleh keuntungan. Bahkanjika nasabah memperoleh keuntungan pun masih dibeban persyaratan yaitu bahwa tingkat keuntungan harus lebih tinggi dari tingkat bunga. Jika tingkat keuntungan lebih rendal1, maka nasabah akan mengalami kesulitan dalam pengembalian pinjaman pokok berikut bunganya. Dalam pembiayaan syariah, ha! ini tidak akan me1\jadi masalah yang urgen melalui prinsip profit-loss sharing. Dikarenakan dalam pembiayaan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa ha! pokok diantaranya:

I. Obyek pembiayaan adalah untuk sesuatu yang halal.

2. Pembiayaan tersebut tidak untuk menimbulkan mudbarat bagi masyarakat. 3. Pembiayaan tersebut tidak untuk perbuatan asusila.

(51)

dengan garis-garis ketctapan syariah.

Dengan karaktcristik seperti diuraikan sebdurnn) a. lc111haf"' 'cuangan syariah berpeluang besar diterapkan pada scktor pertanian. lhalw penanian yang penuh risiko rncrnbutuhkm1 pernbiayaan yang lebih lleksibel tcrutuma pernbagian keuntungan atau kerugian dalarn berusaha. Sclain sistcm bagi hasil lernbaga keuangan syariah juga rnenawarkan produk sistem jual-beli, sewa maupun gadai. Produk pernbiayaan syariah yang dapat diterapkan pacla usaha agribisnis antara Jain. Mudharabah, Musyarakah, Bai' Murahahah, Bai' lstishna, Bai' Salam, Musyaqoh Dan ljarah (sewa).

J, Mudluirabah

Mudharabah (Trust Financing/Trust lnves11w111) merupakan akad kerjasarna antara dua pihak, dirnana pihak pertarna (pernilik modal) sebagai penyedia modal (I 00 %), sedangkan pihak lain sebagai pcngelola modal. Keuntungan yang dipcroleh dalam kei:jasama ini dibagi mcnurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Risiko kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, kecuali kerugian yang ditimbulkan akibat kelalaian pengelola seperti pcnyelewengan, penyalahgunaan atau bcntuk kccurangan lainnya. Jenis usaha yang dapat dibiayai dengan mudhara!wh mdiputi perdagangan, industri, modal ke1:ja atau investasi termasuk dibidang agrihisnis.

(52)

42

Inti Rakyat (PIR) serta Kerjasama Operasional Agribisnis (Deptan, 1997). Berdasarkan jenis usaha, waktu dan daerah bisnis, mudhi:irahah dibagi menjadi dua jenis, yaitu mudharoabah mutlaqoh dan mudharobah muqoi:vadah. Pada mudharohah mut/aqoh, pihal-: pengelola diberi kekuasaan untuk menentukan jenis usahanya, waktu pelaksanaan scrta wilayah bisnisnya. Adapun pada mudhi:irobah muqoyyadah ketiga ha! !erscbut _sudah ditentukan oleh pemilik modal.

Petunjuk Praktis7

I. Mcrupakan akad bagi hasil antara petani dcngnn Bank Syariah

2. Petani mengelola usaha nank Syariah mcnyalurkan pembiayaan sebesar I 00 % dari kebutuhan modal.

3. Keuntungan dibagi antara petani dengan bank herdasarkan nisbah yang disepakati.

4. Kerugian ditanggung olch bank ウ」「。セ。ゥ@ pcmilik modal selama kcrugian tcrscbut bukan atas kesalahan pcngclola.

Contoh Kasus

Scorang pctani yang mcmerlukan modal untuk bcrtani dapat mengajukan permohonan pembiayaan kepada hank. !lank dapat melakukan pembiayaan dengan akad mudharabah, di rna11a ha11k hcrtindak sebagai s/whi/J/ll maal dan pcta11i sclaku mudlwrih. Misaln) a, pcla11i mcmbutuhkan modal 30 juta rupiah. Sctclah bcq1roduhi, dipcrolch pcndapatan scbcsar 5

7

(53)

misalnya 2 juta rupiah, naka diperoleh keuntungan bersih sebesar 3 juta rupiah. Dari keuntungan bersih tersebut di bagi antara bank dengan petani misalnya, 60 % untuk petani dan 40 % lmtuk bank.

2. Musyiirakah

Musyiirakah (Partnership/Project Financing Participation)

merupakan kerjasama perkongsian dua pihak atau lebih untuk melakukan kegiatan usaha. Masing-masing pihak memberikan kontribusi tertentu dengan kesepakatan keuntungan dan risiko ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Musyiirakah ini meliputi jenis-jenis transaksi yang sangat luas. Menurut Karim (2001) secara garis besar mw.yarakah terdiri dari empat jenis, yaitu : syarikat keuangan ( amwiil), syarikat operasional (a 'mal), syarikat good will (wujuh), dan syarikat mudharabah.

(54)

44

Petunjuk Praktis8

1. Bank dan petani sama-sama menyertakan modal.

2. Keuntungan dibagi secara proporsional berdasarkan modal yang disetor dan nisbah yang disepakati.

3. Kerugian menjadi tanggungjawab kedua pihak

sesuai

dengan jumlah proporsi modal.

Contoh Kasus

Pak Edi adalah seorang petani yang akan menanam padi sawah. Pertanian tersebut membutuhkan modal sebesar Rp. 3. 000. 000,-. Temyata, pak Edi hanya memiliki modal Rp. I. 500. 000,- atau 50 % dari modal yang diperlukan. Kemudian pak Edi dating ke Bank Syariah untuk mengajukan Pembiayaan Musyiirakah (syirkah mufawwadhah) sebesar 50 % dari modal. Setelah panen keuntungan dibagi berdasarkan porsi modal yaitu 50 : 50. perlu dipertimbangkan juga tenaga yang sudah dikeluarkan oleh Pak Edi sebagai pengelola. Oleh karena itu, porsinya menjadi 80 % untuk pengelola dan 20 % untuk pihak Bank Syariah

3. Bai' Al Muriibahah

Bai' Al Muriibahah (differed payment sale) adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Lembaga

8

(55)

kemudian nasabah menerima tersebut dan memhavar · sesuai dengan

kemampuan (besarnya bcrdasarkan kesepakatan). l'niduk ini dapat digunakan

untuk mcmenuhi kebutuhan usaha (modal keria d:in investasi seperti

pengadaan barang modal: mes in, peralatan pcrtan ian. d 11) rnaupun kebutuhan

perseorangan. Dalam sektor pertanian, /wi · m11nihahah ini dapat dimanfaatkan untuk pembelian alat dan mesin pertanian. seperti hand tractor,

porn pa air. power thresher. rice milling unit dan sehagainya.

Petunjuk Praktis9

1. Bank syariah menjual pupuk, obat-obatan, bibit, alat-alat pertanian dll kepada petani.

2. Pembayaran dapat dilakukan dengan cara diangsur atau sekali bayar dalam

waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.

3. Bank syariah memperoleh keuntungan dari margin harga jual barang.

Contoh Kasus

Nasabah/kelompok tani ingin membeli mes111 traktor tanah. Mereka

datang ke Bank Syariah dan memohon agar bank mengembalikannya. Setelah

di analisisdan dinyalakan layak. bank mcmbclikan mcsin traktor tersebut. Jika

harga traktor tersebut 4 juta rupiah dan bank ingin 111.:ngarnbil keuntungan,

(56)

46

misalnya Rp. I. 000. 000,- selama I tahun, harga yang ditctapkan kepada

nasabah sebesar Rp. 5. 000. 000.-. nasabah dapal mencicil angsurannya

tersebut per bulan selama satu tahun atau clapal melakukan pembayaran

clengan yam en (pembayaran setelah pan en) untuk .iangka 11 aktu I tahun.

4. Bai' As Salam

Bai' as-saliim (in front payment sale) mcrupakan ju al beli dengan ketentuan si pembeli membayar saat ini, sedangkan barang akan diterimanya

di masa mendatang. Bai' as-saliim berbeda dengan praktek ijon yang telah dikenal dan dipraktekan di masyarakat pedesaan hingga saat ini. Dalam

system ijon sama sekali tidak jeias kuantitas banmg yang diperjualbelikan serta sangat spekulatif. Pada bai' as-saliim disyaratkan harus jelas kuantitas, kualitas barang serta waktu pembayarannya. Untuk sektor pertanian, skim

bai' as-saliim bisa diaplikasikan. Sebagai gambaran misalnya, perbankan syariah melakukan sendiri atau memberikan pinjaman kepada nasabah untuk

membeli gabah petani dengan ha ga yang layak. Sistem pengadaan atau

pembalian gabah, seperti yang dijalankan Bu log, dapat mengadopsi skim bai' as-saliim ini.

l<elenluan ullllllll pemhiayaan salam adalah schagai lierikut:'''

I. Pembelian hasil produksi harus dikctahui spesilikasinya secara jelas

sepcrti jenis, macam, ukuran, dan jum lahnya.

(57)

maka nasabah (produsen) harus bertanggungjawab dengan cara mengembalikan dana yang telah diterimanya atau menggan

Referensi

Dokumen terkait

• Seiring dengan perkembangan lembaga bisnis maupun non bisnis yang berlandaskan syariah, maka kebutuhan terhadap akuntansi syariah akan terus ada. • Akuntansi syariah yang

• Seiring dengan perkembangan lembaga bisnis maupun non bisnis yang berlandaskan syariah, maka kebutuhan terhadap akuntansi syariah akan terus ada. • Akuntansi syariah yang

Profit sharing akan menjadi tidak sesuai dengan syariah jika tidak dilandasi oleh sikap jujur dan amanah dari bank syariah, sedangkan penggunaan revenue sharing

sedangkan Bank CIMB Niaga Konvensional X-tradana memper mudah pinjaman kebutuhan usaha karna tanpa jaminan atau tanpa agunan hanya dengan data yang cukup falid bisa

Sedangkan Hotel syariah merupakan hotel yang menerapkan sistem syariah yang dalam kegiatan usahanya tidak hanya di makanan dan minuman yang halal saja, namun

Bank Islam tidak akan menghadapi risiko tingkat bunga, walaupun dalam lingkungan dimana berlaku dual banking system meningkatnya tingkat bunga di pasar konvensional dapat

Pembuatan program (software) dengan pendekatan holistic akan menghasilkan program rumah sakit yang mampu diadaptasi oleh setiap petugas (user friendly), menghasilkan data

Sedangkan musyarakah menurun musyarakah mutanaqishah adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian