• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBAHASAN AGAMA ISLAM DAN EKONOMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II PEMBAHASAN AGAMA ISLAM DAN EKONOMI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PEMBAHASAN

AGAMA ISLAM DAN EKONOMI

A. Agama Islam dan Ekonomi

Ekonomi merupakan salah satu aspek kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan. Sebagai makhluk ekonomi manusia memerlukan pemenuhan kebutuhannya melalui proses-proses tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara sederhana dapat dibahas beberapa masalah pokok ekonomi yakni seperti : barang dan jasa yang diproduksi, sistem produksi, sistem distribusi, masalah efisiensi. Ajaran Islam memberi- kan petunjuk dasar berkenaan dengan masalah pokok ekonomi tersebut, yakni sebagai berikut :

a) Barang dan Jasa

Barang dan jasa yang diproduksi dalam ekonomi Islam didasarkan kepada akidah pokok dalam muamalah, yaitu apa saja dibolehkan, kecuali yang dilarang. Rasulullah bersabda :

” Barang siapa yang memberikan anggurnya pada masa petikan, untuk dijual kepada orang yang menjadikannya arak, maka sesungguhnya dia menempuh api neraka dengan sengaja ” . (Thabrani).

Bahkan orang yang terlibat dalam memproduksi dan mendistribusikannya pun ikut dilaknat Allah. Sabda Rasulullah : ”Semoga Allah melaknat khamr dengan peminumnya, penuangnya, penjualnya, yang memperjualbelikannya, pemerasnya, yang menyuruh memerasnya, pembawa dan yang

membawakannya ” (Dari Ibnu Umar)

b) Sistem Organisasi Produksi.

Pengaturan organisasi produksi barang dan jasa dalam menaikan nilainya, Islam memberikan kebebasan kepada kemampuan akal manusia, sehingga mencapai nilai yang lebih baik. Arahan yang mendasar dalam pengorganisasian produksi adalah adanya perhitungan yang matang sehingga dapat terhindar dari kerugian, karena itu perencanaan yang matang dan perhitungan yang feasible adalah suatu kegiatan yang dianjurkan oleh ajaran Islam. Bahkan Islam mengisyaratkan pengadministrasian yang teratur perlu diwujudkan dalam kegiatan produksi. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah, 2 : 282. yang artinya ” Dan persaksikanlah jika kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan.”

Persaksian di atas dilakukan pada masa sekarang dalam bentuk administrasi atau bukti-bukti fisik dari suatu transaksi. Dalam kaitan produksi ayat di atas dimaksud- kan sebagai pengaturan administrasi produksi barang dan jasa yang teratur dan tertib sesuai dengan kaidah-kaidah administrasi perusahaan yang baik.

Dalam kaitan pengorganisasian proses produksi yang melibatkan tenaga manusia, Islam sangat

(2)

”Apabila diserahkan suatu urusan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran- nya. ” (HR. Bukhari).

Tenaga kerja ditempatkan bukan hanya sebatas alat produksi, tetapi ditempatkan dan dihargai sebagai manusia, karena itu sistem pengupahan ditata secara adil, berdasarkan pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya sehingga para pekerja dapat merencanakan masa depan dengan jelas dan sekaligus memacu mereka bekerja keras untuk mengejar prestasi kerjanya. Firman Allah :

”Masing-masing mempunyai tingkatan-tingkatan menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan balasan pekerjaan-pekerjaan mereka, sedang mereka tiada dirugikan”.(QS. Al-Ahqaf, 46 : 19)

Dalam hal pengupahan ini hak-hak pekerja diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh pengusaha, bahkan hak mereka dapat diberikan tanpa ditunda-tunda, sebagaimana Nabi bersabda :

”Berilah pegawai itu upahnya sebelum kering keringatnya” (HR. Ibunu Majah).

Hubungan antara pengusaha dan karyawan diatur dalam tata hubungan berdasarkan atas penghargaan terhadap derajat manusia sebagai makhluk Allah yang mulia, karena itu aturan ketenagakerjaan

senantiasa diatur dalam hubungan yang sehat dan saling menghargai.

Demikian pula dalam hal kewajiban para pekerja. Islam mengajarkan untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab terhadap kelancaran dan kemajuan

(3)

B. Perdagangan atau Jual Beli Menurut Ajaran Islam

a) Pengertian dan Kedudukan Jual Beli

Pada bagian yang telah dijelaskan bahwa berusaha atau mencari rizki Allah merupakan perbuatan yang baik dalam pandangan Islam. Salah satu bentuk usaha itu adalah jual beli, berniaga atau berdagang.

Dalam sejarah tercatat bahwa Nabi Muhammad pada masa mudanya adalah seorang pedagang yang menjualkan barang-barang milik seorang pemilik barang yang kaya, yaitu Khadijah. Keberhasilan dan kejujuran Nabi dibuktikan dengan ketertarikan sang pemilik modal hingga kemudian menjadi istri Nabi.

Berdagang atau berniaga diungkapkan dalam Al-Qur'an sebagai suatu pekerjaan atau mata pencaharian yang baik, firman Allah :

“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(Q.S.Al-Baqarah,2:275)

Bahkan Nabi menyebutkan secara jelas bahwa jual beli adalah usaha yang paling baik, seperti disabdakannya :

Bahwa Nabi SAW, ditanya : Mata pencaharian apakah yang paling baik?, beliau menjawab: ”Seseorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih,” (HR.AI-Bazzar).

b) Aturan Islam Tentang Jual Beli

Berdagang dalam pandangan Islam merupakan bagian dari muamalah antar manusia yang dapat menjadi amal saleh bagi kedua pihak, baik pedagang maupun pembeli, jika dilakukan dengan ikhlas karena Allah, dan apa yang dilakukannya bukan hal yang terlarang. Berdagang dalam Islam diarahkan agar para pihak yang melakukan merasa senang dan saling menguntungkan, karena itu faktor-faktor yang dapat

menimbulkan perselisihan dan kerugian masing-masing pihak, harus dihindarkan. Untuk itu Islam mengajarkan agar perdagangan itu diatur dalam administrasi dan pembukuan yang tertib, Allah berfirman :

“Dan persaksikanlah jika kamu ber jual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan,”(0-S. AI-Baqarah, 2:282)

Persaksian ini ditujukan untuk menghindari perselisihan dan memberi kejelasan tentang adanya peristiwa jual beli, sehingga ada bukti bahwa jual beli telah berlangsung. Dalam konteks jual beli sekarang ini persaksian dan tulisan dilakukan dalam bentuk administrasi, seperti adanya faktur

pembelian sebagai bukti bahwa barang telah diterima pembeli, ada kuitansi sebagai bukti bahwa uang telah diterima penjual. Saksi dan penulis yang menyulitkan dalam ayat di atas maksudnya adalah sistem yang tidak beres atau petugas administrasi yang dapat merugikan pembeli maupun penjual.

(4)

“...kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. “ (QS. An-Nisa, 4:29)

Jual beli dalam keadaan terpaksa atau dipaksakan oleh salah satu pihak, baik pembeli maupun penjual, bukanlah cara yang sesuai dengan ajaran Islam, karena itu tidak sah jual beli di bawah ancaman, ketakutan dan keterpaksaan.

Aspek saling menguntungkan dan saling meridlai merupakan ciri utama dalam konsep perdagangan Islam, karena itu hal-hal yang dapat mengganggu kedua aspek di atas sekali diperhatikan agar jual beli dapat terhindar dari kekecewaan dan kerugian. Untuk itu dalam masalah jual beli terdapat aturan tentang khiyar.

Khiyar adalah pilihan, yaitu kesempatan dimana pembeli atau penjual menimbang nimbang atau memikirkan secara matang sebelum transaksi jual beli dilakukan. Nabi bersabda :

“Jika dua orang melakukan jual beli, maka keduanya boleh melakukan khiyar sebelum mereka berpisah dan sebelum mereka bersama-sama atau salah seorang mereka khiyar, maka mereka berdua melakukau jual beli dengan cara itu dengan demikian jual beli menjadi wajib.” (HR. Ats-Tsalatsah).

Dua pihak melakukan jual beli boleh melakukan khiyar selama mereka belum berpisah. Jika keduanya melakukan transaksi dengan benar dan jelas, keduanya diberkahi dalam jual beli mereka. Jika mereka menyembunyikan dan berdusta, Allah akan memusnahkan keberkahan jual beli mereka. Karena itu dalam dunia perdagangan, Islam mengajarkan agar para pihak bertindak jujur. Kejujuran dalam jual beli ini menempalkan mereka yang melakukan, transaksi pada tempat baik dan mulia dalam pandangan Allah, sebagaimana disabdakan Nabi :

"Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-sama para Nabi, orang-orang yang benar dan para syuhada. " (HR. Tirmidzi dan Hakim)

Tempat yang terhormat bagi pedagang yang jujur disejajarkan dengan para Nabi. Karena bedagang dengan jujur berarti menegakkan kebenaran dan keadilan yang merupakan para Nabi. Disejajarkan dengan orang-orang saleh, karena pedagang yang jujur merupakan bagian dari amal salehnya,

sedangkan persamaan dengan para syuhada, karena berdagang adalah berjuang membela kepentingan dan kehormatan diri dan Keluarganya dengan cara yang benar dan adil.

Berdagang memerlukan kemauan, semangat dan kerja keras, memeras keringat dan pikiran, tekun, telaten dan sabar. Karena itu tidak heran apabila kedudukan seorang syuhada, pahlawan yang tewas di medan pertempuran.

Untuk menghindari kekecewaan dalam transaksi jual beli, Islam mengajarkan agar pembeli melihat dan memeriksa barang yang hendak dibelinya, si penjual tidak mempunyai hak untuk menerima

(5)

”Barang siapa yang membeli sesuatu yang belum dilihatnya maka ada hak khiyar baginya apabila dia lelah melihatnya. " (HR. Daruqutni dan Bailiaqi.)

Apabila barang itu telah dilihat dan diperiksa calon pembeli, maka tidak berarti pada saat itu terjadi jual beli, pembeli masih memiliki hak untuk memiliki (khiyar), baik barang maupun harga selama keduanya belum mengambil keputusan, Nabi bersabda :

"Sesungguhnya kedua belah pihak yang berjual beli, boleh khiyar dalam jual beli selama keduanya belum berpisah. " (HR. Bukhari).

Dalam jual beli barang tertentu yang memiliki spesifikasi yang khusus, sebaiknya dituliskan spesifikasi barang yang akan dipesan atau dibeli, misalnya ukuran, type, bahan dasar, warna dan sebagainya yang menunjukkan kualitas dan kwantitas barang yang dimaksud. Apabila tidak sesuai dengan pesanan, pembeli dalam kondisi khiyar, ia boleh menolaknya. Melihat dan memeriksa barang tidak selalu.

Hak khiyar yang dimiliki oleh penjual maupun pembeli adalah untuk mempertimbangkan secara matang suatu peristiwa jual beli, apabila seseorang telah memutuskan membeli atau menjual suatu barang, maka orang lain tidak boleh menjual atau membelinya, pembeli atau penjual terdahulu telah dinyatakan sah berjual beli dan barang itu bukan lah menjadi milik penjual. Nabi bersabda :

"Janganlah salah seorang kaum menjual barang yang telah dijual saudaranya. " (HR. Ahmad dan Nassai)

Barang yang diperdagangkan adalah barang yang sudah jelas adanya, sehingga pembeli dapat melihat dan memeriksanya sebelum menetapkan penawaran dan membelinya. Ajaran Islam melarang

menyembunyikan kecacatan barang yang dijualnya dengan sengaja untuk memperoleh keuntungun sendiri, sabda Nabi :

"Seorang muslim itu bersaudara dengan muslim yang lainnya, tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada suadaranya barang cacat kecuali ia jelaskan. " (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, Daruqutni, Al-Hakim dan Athabrani).

Barang yang diperjual belikan adalah barang yang halal untuk diperjual belikan barang yang haram dimakan atau diminum haram pula diperjual belikanya, yaitu :

1. Menjual/membeli anjing, kecuali anjing pemburu, sabda Nabi, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata :

"Harga anjing itu haram, kecuali anjing pemburu. "(HR- Muslim dan Nassai)

(6)

Barang-barang yang disebut di atas haram dimakan, dan haram pula diperjual belikannya. Sabda Nabi :

"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya lelah mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi dan palung-palung. " (Mutafaq Alaih)

3. Arak, Khamer, judi dan sejenisnya. Syariat Islam mengharamkan pula memperjual belikan minuman yang memabukkan, seperti arak dan lain-lain minuman yang memabukkan, sabda Nabi :

"Barang siapa yarg membiarkan anggurnya pada masa petikan, untuk dia jual kepada orang yang menjadikannya arak, maka sesungguhnya dia menempuh api neraka dengan sengaja. " (HR. Tabrani)

Minuman yang beraneka ragam seperti sekarang ini mengharuskan kita untuk teliti dan waspada, sebab nama yang bukan Khamar tidak mengandung arti boleh diminum atau diperjual belikan, karena itu yang menjadi ukuran bukan lagi nama, melainkan jenis minuman, yaitu minuman keras, Nabi bersabda :

"Segolongan umatku akan minum khamr, mereka berikan nama dengan bukan khamr.

4. Senjata

Dalam keadaan tidak aman atau suasana perang, diharamkan menjual senjata, karena senjata akan memperpanjang peperangan dan permusuhan, Nabi bersabda :

"Rasulullah mencegah menjual senjata ditengah berlangsungnya fitnah. " (Baihaqi)

5. Ijon

Jual beli dengan cara ijon adalah jual beli dimana barang yang dibeli belum menjadi barang yang layak diperjual belikan, misalnya membeli jeruk, tatkala pohon jeruk itu berbunga. Jual beli dengan cara ini diharamkan oleh syariat Islam, Sabda Nabi:

Nabi SAW, melarang menjual buah-buahan hingga masak. Maka ditanyakan orang "Bagaimana tanda masaknya? " Sabda Nabi : "Kemerah-merahan, kekuning-kuningan dan bisa dimakan. "(HR. Bukhari)

Diharamkan pula memperjual belikan barang yang belum saatnya memberi manfaat, bahkan jika barang itu belum layak untuk dimanfaatkan, apalagi jika barang itu berbahaya, maka tidak dibolehkan untuk diperjual belikan, sabda Nabi:

"Jika engkau jual kepada saudaramu buah lain ditimpa bahaya, maka tidak boleh engkau ambil

daripadanya sesuatu. Dengan jalan apa engkau boleh mengambil harta saudaramu dengan tidak benar? " (HR. Muslim)

(7)

Rasulullah SAW, telah melarang buah-buahan sebelum nyata jadinya. la larang penjual dan pembeli. (Mutafaq 'alaih)

Jual beli dengan cara ijonan adalah jual beli yang tidak jelas yang dapat mengakibatkan salah satu pihak merasa kecewa dan dirugikan, karena itu hukumnya haram.

C. Prinsip dan Konsep Bank Islam

Sehubungan dengan masalah yang dihadapi umat Islam dalam hal yang berkaitan dengan bunga bank maka didirikanlah bank Islam yang cara kerjanya disesuaikan dengan syariat Islam yang menghindarkan bunga, yaitu dengan sistem bagi hasil dari perputaran uang yang dilakukan oleh pihak bank maupun oleh pihak peminjam, tentu dengan pembagian yang telah disepakati baik oleh kreditur maupun oleh debitur. Bank Islam menyediakan pelayanan perbankan berupa :

1. Giro Wadiah

Adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadi’ah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Sarana penyimpanan dana dengan pengelolaan berdasarkan prinsip al-Wadi’ah Yad Dhomanah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan media cek atau bilyet giro. Dengan prinsip tersebut titipan akan dimanfaatkan dan diinvestasikan Bank secara produktif dalam bentuk pembiayaan kepada berbagai jenis usaha dari usaha kecil dan menengah sampai pada tingkat korporat secara profesional tanpa melupakan prinsip syariah. Bank menjamin keamanan dana secara utuh dan ketersediaan dana setiap saat guna membantu kelancaran transaksi.

2. Tabungan Mudharabah

merupakan tabungan dimana pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal.

Tabungan ini tidak dapat diambil sewaktu-waktu sesuai dengan prinsip yang digunakan, tabungan mudharabah ini merupakan “investasi” yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan, oleh karena itu, modal yang diserahkan kepada pengelola dana (bank) tidak boleh ditarik sebelum akad tersebut

berakhir. Hal ini disebabkan karena akan mengganggu kelancaran usaha yang dilakukan oleh mudharib sehubungan dengan pengelolaandana tersebut.

3. Tabungan Haji

4. Tabungan Kurban

*) Prinsip Dasar Operasional Bank Islam

(8)

Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan dua ajaran Qur’an yaitu:

(1) Prinsip Al Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an :

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS 5:2)

(2) Prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (Idle) dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana dinyatakan di dalam Al Qur’an :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…” (QS 4: 29)

Perbedaan pokok antara Perbankan Islam dengan perbankan konvensional adalah adanya larangan riba (bunga) bagi perbankan Islam. Bagi Islam, riba dilarang sedang jual-beli (Al Bai’) dihalalkan.

Sejak dekade tahun 70-an, umat Islam di berbagai negara telah berusaha untuk mendirikan bank-bank Islam. Tujuan dari pendirian bank-bank Islam ini pada umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan dan bisnis lain yang terkait.

Prinsip utama yang dianut oleh Bank Islam adalah: · Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi;

· Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah;

· Memberikan zakat.

Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi, bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (Bai’ al Muqayyadah), dimana barang saling dipertukarkan. Menurut Afzalur Rahman:

(9)

Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri.

“Ternyata Rasulullah saw tidak menyetujui transaksi-transaksi dengan sistim barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Nampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur riba di dalamnya.”

Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation(permintaan akan uang untuk spekulasi), karena spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dari sistem konvensional yang memberikan bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta sebagai obyek zakat. Uang adalah milik masyarakat sehingga menimbun uang di bawah bantal (dibiarkan tidak produktif) dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam pandangan Islam, uang adalah konsep yang mengalir, oleh karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin baik perekonomian.

Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau Mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi hasil. Bila ia tidak ingin mengambil resiko karena ber-musyarakah atau ber-mudharabah, maka Islam sangat menganjurkan untuk melakukan Qard yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.

Secara mikro, Qard tidak memberikan manfaat langsung bagi orang yang meminjamkan. Namun secara makro, Qard akan memberikan manfaat tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena pemberian Qard membuat velocity of money (percepatan perputaran uang) akan bertambah cepat, yang berarti bertambahnya darah baru bagi perekonomian, sehingga pendapatan nasional (National Income) meningkat. Dengan peningkatan pendapatan nasional, maka si pemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya. Demikian pula pengeluaran Shadaqah juga akan memberikan manfaat yang lebih kurang sama dengan pemberian Qard.

(10)

Visi perbankan Islam umumnya adalah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah misi utama perbankan islam.

Dengan landasan falsafah dasar sistem ekonomi islam dan dengan visi misi tersebut diatas, maka setiap kelembagaan keuangan syariah akan menerapkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.

(1) Menjauhkan Diri dari Kemungkinan Adanya Unsur Riba

a) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka suatu hasil usaha, seperti penetapan bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvensional.

b) Menghindari penggunaan sistem presentasi biaya terhadap utang atau imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis utang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu.

c) Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya ( barang yang sama dan sejenis, seperti uang rupiah yang masih berlaku ) dengan memperoleh, kelebihan baik kuantitas maupun kualitas.

d) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas uang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela, seperti penetapan bunga pada bank konvensional.

(2) Menerapkan Prinsip Sistem Bagi Hasil dan Jual-Beli

Dengan mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2): 275 dan surat an-Nisaa (4): 29 yang intinya Allah SWT telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba serta suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka sama suka, maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi islami harus selalu dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau yangtransaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang/jasa. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip “ ada barang/jasa dulu baru ada uang “, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat menghindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi. Dalam operasinya, pada sisi pengerahan dana masyarakat lembaga ekonomi Islam menyediakan sarana investasi bagi penyimpanan dana dengan sistem bagi hasil dan pada sisi penyaluran dana masyarakat menyedisksn fasilitas pembiayaan investasi dengan sistem bagi hasil serta pembiayaan perdagangan.

a) Investasi bagi penyimpan dana berarti nasabah yang menyimpanan dananya pada bank ini (tabungan mudharabah atau simpanan mudharabah) dianggap sebagai penyedia dana ( rabbul mal) akan memperoleh hak bagi hasil dari usaha bank sebagai pengelola dana ( mudharib ) yang sifat hasilnya tidak tetap dan tidak pasti sesuai dengan besar kecilnya hasil usaha bank. Bagi hasil yang diterima penyimpanan dana biasanya dihitung sesuai dengan lamanya dana tersebut mengendap dan dikelola oleh bank, bias satu tahun, bias satu bulan, bias satu minggu, bahkan bias satu hari.

(11)

b) Pembiayaan investasi ialah pembiayaan baik sepenuhnya ( mudharabah ) atau sebagian ( al-musyarakah ) terhadap suatu usaha yang tidak berbentuk saham. Dana yang ditempatkan , sepenuhnya maupun yang sebagian itu tetap menjadi milik bank sehingga pada waktu berakhirnya kontrak, bank berhak memperoleh bagi hasil dari usaha itu sesuai dengan kesepakatan.

c.) Pembiayaan Mudharabah.

Bunga Bank Dan Riba

Untuk mendudukkan kontroversi bunga bank dan riba secara tepat diperlukan pemahaman yang mendalam, baik tentang seluk-beluk bunga maupun dari akibat yang ditimbulkan oleh dibiarkannya berlaku sistem bunga dalam perekonomian dan dengan membaca tanda-tanda serta arah yang dimaksud dengan riba dalam Al-Qur’an dan Hadits.

D. Konsep Ekonomi Menurut Islam

a) Pengertian Ekonomi Islam

Mursyid Al-Idrisiyyah mendefinisikan ekonomi islam dengan menggunakan kalimat-kalimat sederhana, yaitu seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang bersumber kepada Al Quran dan As Sunah yang diijtihadi oleh mursyid. Kedudukan mursyid memiliki perananan yang cukup mendesak termasuk dalam memberikan curah pemikiran mengenai konteks ekonomi islam, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman juga mampu mensosialisasikan dan memobilisasi umat untuk berekonomi Islami dengan uswah (teladan) dan kharismanya.

b) Dasar Ekonomi Islam

Seluruh bentuk kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi, pertama nilai-nilai keimanan (tauhid). Kedua, nilai-nilai islam (syariah). Ketiga nilai-nilai ihsan (etika).

1.

Pondasi nilai-nilai keimanan

Fungsi dan wilayah keimanan dalam islam adalah pembenahan dan pembinaan hati atau jiwa manusia. Dengan nilai-nilai keimanan jiwa manusia dibentuk menjadi jiwa yang memiliki sandaran vertikal yang kokoh kepada Sang Khalik untuk tunduk kepada aturan main-Nya dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Pada kondisi demikian, jiwa manusia akan mampu mempertahankan serta menggali fitrah yang

diamanahkan pada dirinya dan menempatkan dirinya sebagai hamba Allah.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuui. QS. Ar Ruum [30]: 30

(12)

Pertama; memiliki niat yang lurus dan visi misi yang besar

Dengan nilai keimanan, apapun bentuk ekonomi yang dilakukan akan dipandang sebagai bentuk kegiatan ibadah, artinya aktivitas yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah SWT. Pelaku ekonomi akan menempatkan dirinya sebagai ‘abid (hamba) dihadapan Allah, sebagaimana diinformasikan dalam Al Quran bahwa setiap manusia pada awal kejadiannya dibangun sebagai ‘abid Sang Khalik.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Q S Adz – Dzariyaat, [51]: 56

Niat yang lurus dan kuat yang disandarkan kepada Allah SWT dalam bekerja, akan menjadi motivasi dan ruh kekuatan dalam setiap bentuk tindakan dan pengambilan keputusan. Setiap permasalahan tidak akan disikapi dengan emosional, akan tetapi disikapi secara rasional dan diputuskan secara spiritual.

Kedua; proses kegiatan usaha yang terukur dan terarah

Nilai-nilai keimanan yang bersemayam dalam setiap pribadi, akan berdampak positif dalam setiap ruang gerak pemikiran dan aktivitas. kegiatan usaha bukan semata-mata diarahkan kepada hasil (profit

oriented), akan tetapi lebih memperhatikan cara atau proses. Ia akan berusaha menitik beratkan seluruh proses usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah yang dicontohkan oleh rasul-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam Q.S al-Hasyr, [59]: 7

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

Ketiga, dalam menilai hasil usaha menggunakan dua sudut pandang yaitu syari’at (dunia) dan hakikat(ukhrawi)

Bagi pelaku ekonomi yang menggunakan dua sudut pandang dalam menilai hasil sangat penting, karena dalam dunia usaha untung dan rugi-dalam kaca mata materi pasti terjadi, sehingga ketika hasil usaha dianggap rugi sekalipun ia masih punya harapan besar dan panjang karena masih ada keuntungan yang bersifat ukhrawi, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT dalam Q.S Faathiir, [35]: 29

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan

terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,

2. Pondasi Syariah

Fungsi syariah dalam agama untuk mengatur dan memelihara asfek-asfek lahiriyah umat manusia khusunya, baik yang berkaitan dengan individu, sosial dan lingkungan alam, sehingga terwujud keselarasan dan keharmonisan. Bagian kehidupan manusia yang diatur oleh syariat adalah asfek ekonomi. Al-quran dan as-sunah sebagai sumber dalam ajaran islam banyak memuat prinsif-prinsif mendasar dalam melakukan tindakan ekonomi baik secara eksplisit maupun inplisit.

(13)

a) Ta'awun(saling membantu)

Manusia adalah makhluk social, dalam segala aktivitasnya tidak bisa menapikan orang lain termasul dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi. Dalam pandangan islam kegiatan ekonomi termasuk bagian al-bar (kebaikan) dan ibadah, sehingga dalam pelaksanaannya diperintahkan untuk bertaawun (saling menolong). Sebagaimana firman Allah SWT Q S Al-Maidah [5]: 2

dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

Ketika taawun dijadikan landasan dalam berekonomi pelaku bisnis akan terhindar dari sikap – sikap yang merugikan orang lain termasuk sikap monopoli. Seorang produsen ia akan menjaga kualitas produksinya untuk membantu orang lain yang tidak mampu berproduksi, seorang pedagang punya tujuan membantu pembeli yang membutuhkan barang tertentu. Sehingga penjual tadi akan memberikan hak-hak bagi pembeli, penjual jasa bertujuan membantu orang yang membutuhkan jasanya, sehingga ia akan meningkatkan pelayanannya dan sebagainya.

b) Keadilan

Adil dalam pandangan islam tidak diartikan sama rata, akan tetapi pengertiannya adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya atau hak-haknya. Sikap adil sangat diperlukan dalam setiap tindakan termasuk dalam tindakan berekonomi. dengan sikap adil setiap orang yang terlibat dalam kegiatan ekonomi akan memberikan dan mendapatkan hak-haknya dengan benar. Dalam menentukan honor, harga, porsentase, ukuran, timbangan dan kerugian akan tepat dan terhindar dari sifat dzulmun (aniaya). Al-Quran memerintahkan setiap tindakan harus didasari dengan sikap adil, karena bentuk keadilan akan mendekatkan kepada ketaqwaan sebagaimana firman Allah SWT dalam Q S. al-Maidah, [5]: 8

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

c) Logis dan rasional tidak emosional

Islam adalah ajaran rasional dan senantiasa mengajak kepada umat manusia untuk memberdayakan potensi akal dalam mempelajari ayat-ayat Allah, baik ayat quraniyah maupun kauniyah. Dalam konteks ushul fikh syariat diturunkan oleh al-Hakim hanya bagi makhluk yang berakal. Dalam beberapa ayat sering disindir orang yang tidak memproduktifkan akal sehatnya, termasuk dalam tindakan ekonomi, setiap kegiatan ekonomi harus bersipat logis dan rasional tidak berdasarkan emosinal semata. sebagai contoh, ketika ingin membangun lembaga keuangan islam di sebuah daerah jangan dilihat hanya

penduduknya yang mayoritas muslim akan tetapi harus diperhatikan bagaimana kegiatan usaha, apa saja transaksi-transaksi yang terjadi, dan bagaimana mekanisme pasar yang ada.

(14)

Seorang muslim diperintahkan oleh Allah untuk bertindak dan berprilaku sebagaimana berprilakunya Allah, sebagaimana Rasulullah menyeru kepada umatnya, “berakhlaklah kalian sebagaimana akhlak Alah”. Ada beberapa tindakan Allah yang perlu dicontoh, seperti, memanagemen jagat raya dengan planning yang tepat, ketelitian dan perhitungan yang akurat. Bagi muslim dalam berekonomi tentu harus punya managemen yang kokoh, planning yang terarah, tindakan dan perhitungan ekonomi yang cermat dan akurat yang semua itu menjadi indicator pada propesionalime ekonomi

3. Pondasi Ihsan Etika Islam

Fungsi ihsan dalam agama sebagai alat control dan evaluasi terhadap bentuk-bentuk kegiatan ibadah, sehingga aktivitas manusia akan lebih terarah dan maju. Fungsi tersebut selaras dengan definisinya sendiri yaitu, ketika engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak mampu melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat (mengontrol) engkau. Ketika tindakan ekonomi didasari dengan ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan produktif sebagai berikut;

a) Amanah (jujur)

Amanah dalam bahasa arab berdekatan dengan makna iman (percaya) dan berasal dari akar kata yang sama yaitu aman. Sifat ini muncul dari penghayatan ihsan. Bagi pelaku ekonomi yang memiliki sifat amanah akan mengakui dengan penuh kesadaran bahwa seluruh komponen ekonomi; pikiran, tenaga, harta, dan segalanya adalah milik dan titipan Allah, sehingga dalam menjalani aktivitas usaha akan berhati-hati dan waspada serta terhindar dari sipat ceroboh dan sombong karena pemilik perusahaan itu adalah Allah SWT.

b) Sabar

Sabar diartikan sebagai sikap tangguh dalam menghadapi seluruh persoalan kehidupan termasuk dalam berekonomi. Sifat ini muncul dari proses panjang aktivitas ibadah yang senantiasa diawasi dan dievaluasi oleh Allah. Dalam seluruh proses tindakan usaha tidak akan lepas dari kendala dan problem, maka kesabaran mutlak dibutuhkan. Dengan sifat ini sebesar apapun problem usaha akan disikapi dengan pikiran-pikiran positif dan hati yang jernih.

Adapun efek positif dari sifat sabar, antara lain:

Pertama, segala kendala usaha dinilai sebagai pembelajaran untuk meningkatkan etos kerja

Kedua, akan siap menghadapi berbagai bentuk kendala usaha dan tidak menghindarinya.

Ketiga, akan mampu mengklasifikasi kendala dan menempatkannya sehingga akan mendapatkan solusi yang tepat.

(15)

Tawakal berasal dari bahasa arab yang akar katanya berasal dari wakala yang mengandung arti wakil. Maka tawakal diartikan sikap mewakilkan atau menyerahkan penuh segala hasil usaha kepada Allah SWT. Sikap tersebut muncul dari nilai-nilai ihsan. Islam tidak melarang pelaku bisnis mendapatkan keuntungan dalam usahanya. Akan tetapi hasil usaha yang dilakukan oleh seseorang masih bersifat relative, bisa untung atau rugi. Bagi pelaku usaha yang menyerahkan segala hasil kepada Allah tidak punya beban mental yang berlebihan dan ketika hasilnya untung tidak akan lupa diri dan apaila rugi tidak akan pesimis dan putus asa.

Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. Q.S al – Ma’arij [70]: 5

d) Qanaah

Qanaah dalam berekonomi diartikan sebagai sikap efesiensi dan sederhana dalam tindakan usaha. Sikap ini terbentuk dari interaksi yang kuat antara hamba dengan sang khalik. Efisiensi dalam seluruh tindakan ekonomi sangat penting untuk mengurangi dan menekan beban pembiyayaan usaha, sehingga kalau Usaha yang dilakukan itu bidang produksi maka akan menghasilkan prodak yang murah. Demikian pula sikap qanaah terhadap hasil berupa keuntungan ia akan membelanjakan harta yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pokok terhindar dari sikap boros dan mubadzir.

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Q.S al – Israa’ [17]: 26

e) Wara

Wara dalam berekonomi diartikan sikap berhati-hati dalam seluruh tindakan ekonomi. Sikap ini tumbuh dari kesadaran penuh terhadap pengawasan Allah yang sangat ketat dan teliti. Kehati-hatian sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha, mulai dari membuat planning, operasional dan mengontrol usaha dan akan menjauhkan pelaku bisnis dari sikap ceroboh.

Ketiga prinsip dasar ekonomi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya; akan tetapi harus terintegrasi pada setiap diri pelaku ekonomi. Ketika hal ini terwujud maka akan tercipta pelaku bisnis profesianal yang shaleh dan tatanan ekonomi yang mapan, sehat, kondusif dan produktif.

(16)

A.

Kesimpulan

Dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna

yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian

manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita,

sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah SWT agar dimanfaatkan

sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnyas emua akan kembali

kepada Allah SWT untuk dipertanggung jawabkan.

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya

diatu berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum

dalam rukun iman dan rukun Islam.

B.

SARAN

Ekonomi dalam islam mengajarkan, seorang muslim harus memperhatikan ketentuan-ketentuan

syari’at, hendaklah menjauhi muamalah dan usaha-usaha yang buruk yang diharamkan.

Rasulullah melarang jual beli, yang dilakukan dengan cara yang buruk, mendatangkan madharat

(bahaya) bagi orang lain, serta mengambil harta seseorang dengan cara yang bathil.Kebenaran

datang dari Allah semata dan kesalahan-kesalahan takkan lepas dari kami sebagai manusia yang

memiliki banyak kekurangan. Maka teruslah berusaha untuk menjauhi segala yang menjadi

laranganNya dan melaksanakan segala perintahNya, meneladani Nabi kita Nabi Muhammad

SAW.

(17)

http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2009/10/07/ekonomi-dalam-islam http://cananana.wordpress.com/2010/11/09/perekonomian-dalam-islam/

http://databaseartikel.com/ekonomi/keuangan-ekonomi/20118980-jual-beli-dalam-islam-jenis-atau-macamnya.html

http://dwianggaraputra.blogspot.com/2012/06/contoh-makalah-agama-tentang-ekonomi.html http://nurrohman29.blogspot.com/2011/05/makalah-agama-ekonomi-dalam-islam.html

http://ocw.gunadarma.ac.id/course/psychology/study-program-of-psychology-s1/pendidikan-agama-islam/agama-islam-dan-ekonomi

http://defirst.wordpress.com/2010/09/19/ilmu-ekonomi-dan-agama-islam/ http://bimcrot.tripod.com/global/isnom.html

http://deesparkyuzone.blogspot.com/2012/10/konsep-dasar-bank-islam.html

http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/prinsip-prinsip-operasional-bank-islam/

Referensi

Dokumen terkait

Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank, untuk saat ini minimal CAR sebesar 8% dari Aktiva

Menaikkan nilai tambah limbah kulit jeruk menjadi bahan yang bernilai dengan penggunaanya sebagai bahan baku alternatif pembuatan

Sedangkan pada penelitian penulis teliti tentang Persepsi Mad’u Terhadap Gaya Komunikasi Khatib Da’i Perkotaan Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh, dimana da’i memiliki

Setelah preprocessing, telur yang sebelumnya sudah dilakukan perhitungan tinggi secara manual dikelompokan sesuai dengan grade dimana ketika nilai HU>71 kualitas AA, HU 60-71

Bagaimana hasil dari model cooperative learning type buzz group dalam. pembelajaran sejarah untuk menumbuhkan keterampilan

Sumber : Bank Indonesia (Statistik Perbankan Indonesia) 2012 Penyaluran kredit oleh BPR dibagi kedalam tiga jenis, yaitu Modal.. Kerja, Investasi

Permasalahan yang terjadi di tempat tersebut adalah banyaknya siswa yang kurang minat dalam belajar hal ini dapat terlihat dari sikap siswa yang tidak terlihat

Retributif dan Keadilan Restoratif sendiri memiliki penerapan masing- masing, dalam penerapan Keadilan Restoratif sendiri lebih melihat pada kearifan lokal masyarakat Indonesia